tinjauan pustaka mikter

44
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TERAPAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKALAH DISKUSI PANEL Telaah Mikroba Simbion Dari Laut Sebagai Alternatif Penemuan Bahan Baku Obat Baru OLEH : KELOMPOK : 1 (Satu) GOLONGAN : SABTU PAGI ASISTEN : NURUL ISMI MAKASSAR

Upload: adeandini

Post on 18-Jan-2016

92 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

file ini berisi pembahasan lengkap mengenai mikroba simbion spons yang dijadikan sebagai alternativ dala pembuatan obat baru ,,, file ini dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar dalam penelitian ataupun pembuatan karya ilmiah yang berkaitan denga mikroba simbion yanitu spon

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TERAPAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKALAH DISKUSI PANEL

Telaah Mikroba Simbion Dari Laut Sebagai Alternatif Penemuan Bahan Baku Obat Baru

OLEH :

KELOMPOK : 1 (Satu)

GOLONGAN : SABTU PAGI

ASISTEN : NURUL ISMI

MAKASSAR

2014

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai Negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki wilayah laut sangat luas,

dua pertiganya merupakan wilayah laut, Indonesia memiliki sumber daya alam hayati laut yang

besar. Salah satu sumber daya alam tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem

terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi

beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis

karang, lebih dari 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, krustasea, sponge, algae,

lamun dan biota lainnya .

Beberapa tahun terakhir ini peneliti kimia memperlihatkan perhatian pada spons, karena

keberadaan senyawa bahan alam yang dikandungnya. Senyawa bahan alam ini banyak

dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan harganya sangat mahal. Spons merupakan salah satu

komponen biota penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak

dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih

besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat. Jumlah

struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan

Braekman adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea

dan Demospongiae. Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama

dari ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis), Haplosclerida (665

senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100 jenis), sedangkan ordo

Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah

sedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat sedikit. Ekstrak metabolit dari spons mengandung

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat aktifitas seperti: sitotoksik,

antitumor,antivirus, anti HIV, antiinflamasi, antifungi, dan antileukimia. Selain sebagai sumber

senyawa bahan alam, spons juga memiliki manfaat yang lain, seperti: 1) digunakan sebagai

indikator biologi untuk pemantauan pencemaran laut, 2) indikator dalam interaksi komunitas dan

3) sebagai hewan penting untuk akuarium laut. Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung

semakin meningkat, terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa

bioaktif tertentu. Pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada umumnya diambil

secara langsung dari alam dan belum ada dari hasil budidaya. Oleh karena itu, dilakukan isolasi

mikroba simbion dari biota laut yaitu spons untuk penemuan bahan baku obat baru.Namun cara

seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan

populasi secara signifikan karena terjadi tangkap lebih (overfishing), terutama pada jenis-jenis

tertentu yang senyawa bioaktifnya sudah diketahui untuk itu kelestarian sumber daya ini perlu

dijaga dan dipertahankan. Hal-hal yang dapat merusak dan mengancam kelestariannya harus

dicegah dan dikendalikan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan mikroba simbion?

2. Alasan digunakan dan pengambilan mikroba simbion laut

4. Apa keuntungan mikroba simbion dari laut dibandingkan dengan

mikroba di darat?

5. Bagaimana hubungan mikroba simbion dapat dijadikan sebagai alternatif dalam

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

penemuan bahan baku obat?

6. seberapa besar pontensi mikroba simbion laut dalam menghasilkan antibakteri?

7. produk metabolit atau senyawa apa saja yang dapat dihasilkan oleh simbion laut ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian tentang mikroba simbion

2. Untuk mengetahui alasan penggunaandan pengambilan mikroba simbion dari laut

4. Untuk mengetahui kelebihan mikroba simbion dari laut dibandingkan dengan mikroba di darat

5. Untuk mengetahui hubungan mikroba simbion sehingga dapat dijadikan sebagai

alternatif dalam penemuan bahan baku obat.

6. Untuk mengetahui seberapa besar pontensi mikroba simbion laut dalam menghasilkan

antibakteri

7. Untuk mengetahui produk metabolit atau senyawa apa saja yang dapat dihasilkan oleh simbion

laut

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Mikroba simbion

Mikroba simbion merupakan komunitas mikroba yang hidup berasosiasi dengan biota

lain (inang) dan melakukan berbagai macam pola hubungan sesuai dengan karakteristik dasar

interaksinya. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya interaksi spesifik antara simbion

dan inang, termasuk transfer prekusor nutrient yang memberi peluang adanya kesamaan potensi

produk metabolit sekunder di antara keduanya. Bakteri Photobacterium phosphoreum merupakan

bakteri yang bersimbiosis pada organ cahaya cumi-cumi Loligo duvauceli. (1)

Spons adalah hewan dari filum Porifera (/ pɒrɪfərə /; yang berarti "pembawa pori").

Tubuh mereka terdiri dari jelly- seperti mesohyl terjepit di antara dua lapisan tipis sel. Sementara

semua hewan memiliki sel terspesialisasi yang dapat berubah menjadi sel-sel khusus, spons yang

unik dalam memiliki beberapa sel-sel khusus yang dapat berubah menjadi jenis lain, sering

bermigrasi antara lapisan sel utama dan mesohyl dalam proses. Spons tidak memiliki saraf,

pencernaan atau sistem peredaran darah. Sebaliknya, sebagian besar mengandalkan

mempertahankan aliran air konstan melalui mereka badan untuk mendapatkan makanan dan

oksigen dan untuk menghilangkan limbah, dan bentuk tubuh mereka yang diadaptasi untuk

memaksimalkan efisiensi dari aliran air. (1)

Spons (Porifera) merupakan hewan multiseluler yang paling primitif. Hewan ini hidup

menetap di dasar perairan. Bergquist (1978) mengatakan bahwa sebagian besar spons mengambil

makanan dengan cara menyaring bahan organik yang terdapat di air. Hampir 99% spons hidup di

perairan laut. Spons laut memiliki potensi bioaktif yang sangat besar. Selama 50 tahun terakhir

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

telah banyak kandungan bioaktif yang telah ditemukan. Kandungan bioaktif tersebut

dikelompokan beberapa kelompok besar yaitu antiflammantory, antitumor, immunosuppessive,

antivirus, antimalaria, antibiotik, dan antifouling.Zhang et al., 2003 menyatakan bahwa lebih dari

10 % spons memiliki aktifitas citotoksik yang dapat yang berpotensial untuk bahan obat-obatan.

(1)

Telah banyak dilaporkan bahwa sponges sangat potensial sebagai penghasil produk alami

laut dalam bidang farmasi (2) (3) (4).

II.2 Aspek Bioekologi Spons

Spons merupakan biota laut yang tersebar mulai dari perairan laut dangkal hingga

kedalaman 5,5 km. Spons atau Porifera termasuk hewan multi sel yang mana fungsi jaringan dan

organnya masih sangat sederhana. Hewan ini hidupnya menetap pada suatu habitat pasir, batu

batuan atau juga pada karangkarang mati di dalam laut. Adapun karakteristik spons secara umum

adalah memiliki bentuk tubuh yang tidak simetris, tubuh terdiri atas banyak sel, sedikit jaringan

dan tidak ada organ tubuh.Sel dan jaringan mengelilingi suatu ruang yang berisi air tetapi

sebenarnya tidak memiliki rongga tubuh, dan tidak memiliki sistem saraf. Semua spesies spons

bersifat sesil sebagai organisme dewasa, sedangkan pada tahap larva bersifat planktonik. (4)

Spons adalah hewan berpori yang termasuk filter feeder yaitu hewan dalam mencari

makanan aktif menghisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya. Hal ini

dapat dicontohkan pada pada bentuk spons yang memiliki kanal internal yang paling sederhana

(Gambar 1), dimana dinding luarnya (pinakodermis) mengandung pori-pori (ostia). Melalui ostia

inilah air dan materi-materi kecil yang terkandung di dalamnya dihisap dan disaring oleh sel-sel

berbulu cambuk atau sel kolar (choanocytes), kemudian air tersebut dipompakan keluar melalui

lubang tengah (oskulum). Sistem pengisapan dan penyaringan air terjadi juga pada spons yang

memiliki kanal internal yang lebih rumit, dimana sistem aliran air tersebut melalui beberapa sel

kolar sebelum keluar melalui oskulum. (5)

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

Gambar1. Struktur sel spons yang paling sederhana; a) oskulum; b) sel penutup; c) sel

amoebosit; d) sel pori (porosity); e) pori saluran masuk (ostia); f) telur; g) spikula triaxon; h)

mesohil; i) sel mesenkin; j) bulu cambuk (flagella); k) sel kolar (choanocytes); l) sklerosit; dan

m) spikula monoaxon. (6)

Morfologi luar spons sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi dan biologis

lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar

cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang

semua pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang.

Pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi (7).

Spons tumbuh melekat pada terumbu karang dan dasar laut. Binatang lunak dengan

variasi warna, bentuk, dan ukuran ini tidak dapat berpindah seperti halnya ikan dan binatang laut

lainnya. Untuk mempertahankan diri dari predator,6 spons memiliki senjata perisai berupa

senyawa kimia membentuk metabolit sekunder, yang ditakuti dan dihindari predator karena

beracun. Lokasi yang lebih terlindung memiliki spesies yang jumlahnya lebih rendah

dibandingkan dengan lokasi yang lebih terbuka pada daerah karang yang dikarenakan tingginya

jumlah pasir pada daerah lereng karang yang menawarkan sedikit substrat yang layak bagi spons.

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

Kebanyakan spons memiliki cakupan distribusi yang luas mengarah ke shelf, sedangkan

beberapa spesies terbatas spesifik pada daerah karang dan kedalaman tertentu (7).

Organisme laut dalam hidupnya sangat tergantung kepada faktor lingkungan yang sering

sekali menjadi faktor pembatas kehidupannya, seperti: cahaya, nutrisi, oksigen, dan pesaing

(kompetitor). Dalam rangka mempertahankan kehidupannya, organisme ini melakukan

serangkaian mekanisme adaptasi secara morfologis, anatomis, fisiologis dan kemis. Senyawa

bioaktif yang dihasilkan oleh sponges secara ekologis dapat dipandang sebagai salah satu cara

dari organisme ini untuk mempertahankan diri dari predator dan mengurangi resiko akibat

ekspose radiasi sinar matahari. Dikemukakan oleh Jadulco (2002) bahwa sponge dari

Indonesia, Jaspis splendens,menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang memiliki aktifitas

antiproliferasi. Disamping itu, para peneliti bioteknologi kelautan Jepang, seperti Namikoshi

menyimpulkan bahwa distribusi fungi laut yang hidup bersimbiosis dengan sponge cukup besar,

dengan sebaran 82,7% sponge yang hidup di perairan pulau Palau, dan 98% sponge yang hidup

di perairan pulau Bunaken (8).

Menurut Lik Tong Tenet al. (2000) simbiosis sponge Sigmadocia symbioticadengan alga

merah Ceratodictyon spongiosummenghasilkan senyawa bioaktif berupa metabolit sekunder

siklik heptapeptida yang bersifat toksik terhadap Artemia salina (uji BSLT). Hasil-hasil

penelitian tersebut menyimpulkan bahwa biota laut sponge memiliki potensi signifikan sebagai

sumber senyawa bioaktif yang dapat dikembangkan lebih jauh menjadi komoditi yang bernilai

ekonomi tinggi. (8)

Kelompok peneliti bioteknologi di Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi

Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, kini sedang aktif melakukan

proses ekstraksi dan isolasi senyawa aktif dari berbagai jenis makroalga dan sponge serta uji-uji

bioaktivitasnya sebagai anti-bakteri, anti-oksidan, toksisitas terhadap Artemia salina dan

sitotoksisitas sebagai anti-kanker terhadap beberapa jenis sel lestari (cell line). Saat ini koleksi

sponge yang telah dimiliki sekitar 60 jenis dari perairan Karimunjawa, semua sampel tersebut

diambil dari berbagai kondisi lokasi perairan (habitat) dan dari berbagai kedalaman. (9)

Sebagian besar sponge mengandung alkaloid, lalu terpenoid,kemudian steroid. Setiap

spons tidak selalu memiliki kandungan metabolit sekunder yang sama dengan spons lainnya

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

demikian pula golongannya ada yang mengandung hanya alkaloid saja, atau steroid saja, atau

terpenoid saja, ataupun dua ataupun ketigatiganya. Hal ini dapat dimengerti karena pembentukan

metabolit sekunder dalam spons sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya . (9)

Kandungan metabolit sekunder dalam spons jenis tertentu ada yang lebih kuat (more

intens) daripada di dalam jenis lainnya yang ditandai dengan warna yang timbul pada uji

kualitatif. (9)

Kalau dilihat dari kandungan metabolit sekundernya Sponge dari Indonesia memiliki

potensi yang tinggi untuk menghasilkan bioaktif ini terlihat dari kandungan alkaloid, terpenoid,

dan steroidnya. Sejumlah terpenoid memiliki sifat antikanker (AOKI et al. 2001). Sedangkan

steroid dan alkaloid memiliki khasiat lebih luas tergantung substituentnya. (9)

            Sebelum adanya penelitian mendalam tentang pemanfaatan sponge, tumbuhan laut ini

hanya dimanfaatkan untuk busa mandi karena Sponge adalah hewan bersel banyak (metazoa)

paling sederhana, kumpulan sel-selnya belum terorganisir dengan baik dan belum mempunyai

organ maupun jaringan sejati. Walaupun Porifera tergolong hewan, namun kemampuan geraknya

sangat kecil dan hidupnya bersifat menetap. Pada awalnya Porifera dianggap sebagai tumbuhan,

baru pada tahun 1765 dinyatakan sebagai hewan setelah ditemukan adanya aliran air yang terjadi

di dalam Porifera (Suwignyo, 2002). Untuk karakterisasi dan identifikasi dari sponge filum

Porifera telah dilakukan peneliti sebelumnya. Telah banyak senyawa metabolit sekunder yang

berhasil diisolasi dari sponge yaitu alkaloida, diterpenoida, sesquiterpenoida, asam-asam amino

dan karotenoida (10) (11).

Karena adanya senyawa bioaktif tersebut maka sponge mempunyai aktivitas sebagai

antelmentik, anti virus, anti tumor, anti kanker, anti malaria, anti abkteri dan anti jamur (12).

Sponge saat ini juga tengah gencar diteliti di berbagai negara untuk diambil senyawa

bioaktifnya, seperti sponge dari spesies Petrosia contegnatta untuk obat anti

kanker, Cymbacela untuk obat anti asma,Xestospongia sp untuk antelmentik dan Callyspongia

spmengandung alkaloida yang berkhasiat sebagai antioksidan (Attaway dan Zaborsky, 1993 dan

Hanani, 2005). Senyawa boiaktif sponge yang juga digunakan untuk industri farmasi adalah

bastadin, okadaic acid dan monoalide. Senyawa bioaktif monoalide yang diperoleh dari

sponge Luffariella variabilis merupakan senyawa yang memiliki nilai jual tinggi dibandingkan

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

dengan senyawa bioaktif dari spesies sponge lainnya, yaitu 20,360 dollar Amerika Serikat per

milligram. Peneliti dari Universitas Missisipi, Amerika memanfaatkan sponge sebagai obat

alternative terhadap penyakit malaria dan TBC. (12)

II.3 klasifikasi Spons

1. Kelas Calcarea

Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut. Spons ini mempunyai

struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri dari kalsium karbonat dalam

bentuk calcite. Kelas Demospongiae adala kelompok spons yang terdominan di antara Porifera

masa kini. Mereka tersebar luas di alam, serta jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak.

Mereka sering berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit,

dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri

dari silikat dan ada beberapa (Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida) spikulanya hanya

terdiri serat spongin, serat kollagen atau spikulanya tidak ada. Kelas Hexactinellida merupakan

spons gelas. Mereka kebanyakan hidup di laut dalam dan tersebar luas. Spikulanya terdiri dari

silikat dan tidak mengandung spongin (13) (14) (15) (6).

2. Kelas Sclerospongia

Kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di

terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau terowongan diterumbu

karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid yang kompleks yang mempunyai spikula silikat

dan serat spongin. Elemenelemen ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka

basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (13)

(14).

II.4 Bakteri Laut

Di laut bakteri mendominasi kehidupan sehingga bakteri dapat dijumpai dimana saja

dibagian laut. Bakteri di laut mempunyai peranan yang sangat penting di dalam menjaga

kesinambungan kehidupan laut karena bakteri mempunyai kemampuan untuk mendegradasi

senyawa organik menjadi senyawa 7 anorganik (nutrisi). Nutrisi ini kemudian menjadi sumber

makanan bagi produktifitas primer yaitu fitoplankton dan protozoa yang merupakan piramida

dasar dari rantai makanan di laut. (11)

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

Bakteri laut mempunyai kemampuan mencerna hampir semua senyawa organik dan

sebagian besar senyawa anorganik akan mengalami perubahan akibat kegiatan bakteri laut.

Secara umum bakteri laut lebih kuat dalam hal mencerna protein daripada karbohidrat. Perlu

diketahui pula bakteri laut sangat peka terhadap turun atau naiknya salinitas larutan. Kebutuhan

akan salinitas menunjukkan bahwa bakteri dari lingkungan berbeda memiliki toleransi garam

dan kemampuan aklimasi tekanan osmosis yang berbeda pula. Sebagian besar bakteri yang

mungkin diperkirakan kontaminan merupakan bakteri laut (11)

Bakteri mampu berinteraksi dengan berbagai organisme laut, sehingga tidak ada satupun

organisme laut yang bebas dari interaksi dengan bakteri. Salah satu bentuk interaksi bakteri ialah

interaksi hubungan trofik yaitu interaksi bakteri baik yang hidup bebas maupun yang berada

dalam partikel merupakan sumber makanan organisme laut mulai dari ciliata, spons, coelenterata

hingga polychaeta, molusca, crustacea, holothurian dan tunicata. (11)

Mikroorganisme laut, seperti halnya makhluk hidup lainnya, sangat dipengaruhi oleh

faktor-faktor abiotik (fisik dan kimia) lingkungan sekitarnya. 8 Faktor tersebut tidak saja

mempengaruhi keberadaan suatu jenis mikroba dalam laut, tapi juga mempengaruhi

pertumbuhan, perbanyakan dan kegiatan-kegiatan yang penting bagi organisme lain. Faktor

faktor tersebut antara lain ialah:

1. Suhu

Suhu air laut berkisar antara -2 hingga 45oC yakni mulai dari suhu air laut daerah kutub

sampai air laut di daerah tropis (perairan dangkal). Semua proses pertumbuhan bakteri

bergantung pada reaksi kimiawi yaitu laju reaksi yang dipengaruhi oleh suhu. Keragaman suhu

dapat mengubah proses metabolisme tertentu selain morfologi dari sel bakteri. Bakteri laut pada

37 oC akan terbunuh sebanyak 42%, sedang pada suhu 45oC hanya tinggal 15% sel yang akan

bertahan hidup. Pertumbuhan dan perbanyakan bakteri laut mencapai optimum pada suhu 18oC

(11)

2. Derajat Kemasaman (pH)

Sebagian besar bakteri memiliki nilai pH minimum dan maksimum antara 4 dan 9 dalam

pertumbuhannya. Pada umumnya pH optimum pertumbuhan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5.

Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan asam atau basa (17).

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

3. Keberadaan Oksigen

Kebutuhan oksigen pada bakteri tertentu mencerminkan mekanisme yang digunakan

untuk memenuhi kebutuhan energinya. Berdasarkan kebutuhan oksigen tersebut, bakteri dapat

dipisahkan menjadi:

Anaerob; bakteri yang tidak perlu oksigen dalam metabolismenyavdimana donor elektron

diperoleh dengan memanfaatkan sumber lainselain oksigen.

Aerob obligat, anaerob obligat; bakteri yang tidak dapat menyesuaikanvdiri dengan kedua

situasi.9 Pada anaerob toleran dan obligat, metabolismenya bersifat fermentative kuat. Pada

anaerob fakultatif metabolisme respirasi dilakukan jika tersedia oksigen, tetapi tidak terjadi

fermentasi. Pada saat bakteri tumbuh dalam keadaan terdapat udara, terjadi sejumlah reaksi

enzimatik dan mengakibatkan produksi hidrogen peroksida dan radikal superoksida (17)

4. Tekanan Osmosis

Diketahui bahwa membran untuk semua organisme bersifat semipermeable. Membran sel

memperbolehkan air untuk berpindah melalui mekanisme osmosis antara sitoplasma dan

lingkungan luar. Bakteri memiliki dinding sel yang kaku yang dapat menahan perubahan tekanan

osmotik, sehingga biasanya tidak menunjukkan perubahan bentuk ataupun ukuran yang

menyolok bila terjadi plasmolisis atau plasmoptisis. (17)

5. Faktor Nutrisi

Kebutuhan nutrisi bagi mikroba terdiri dari substrat (sumber energi dan karbon) untuk

pembentukan sel baru dan elemen anorganik (nutrien) serta faktor pertumbuhan (nutrien organik)

(Shuler dan Kargi, 1992). Nutrien (elemen anorganik) yang terutama (macro nutrient) yang

dibutuhkan mikroorganisme adalah N, S, P, K, Mg, Ca, Fe, Na dan CI. Sedangkan nutrien lain

yang juga dibutuhkan dalam jumlah relatif tidak terlalu besar (micro nutrient) termasuk Zn,

Mn,Mo, Se, Co, Cu, dan Ni. (17)

Adakalanya mikroorganisme juga membutuhkan nutrien organik, yang lebih dikenal

dengan faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan adalah senyawa yang dibutuhkan

mikroorganisme sebagai unsur pokok materi organik sel yang tidak dapat dibentuk dari sumber

karbon lain. (17)

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

Kebutuhan faktor pertumbuhan berbeda untuk setiap mikroorganisme. Namun faktor

pertumbuhan utama dapat diklasifikasikan sebagai asam amino, purin dan pirimidin, serta

vitamin.10\

II.5 Keuntungan Mikroba Simbion Dari Laut Dibandingkan Dengan Mikroba Di Darat

Umumnya struktur kimia produk laut seringdari metabolit sekunder daratan terutama

pada halogenasi dengan bromin dan atau klorin (Gudbjarnason 199). Perbedan ini dipengaruhi

oleh lingkungan laut yang unik. Menurut Okami (1982), ada 3 fakta yang membuktikan bahwa

lingkungan laut unik. Pertama, air laut mengandung bermacam-macam substansi yang aktif

secara biologi seperti vitamin, dan banyak mikrorganisme laut barkemampuan untuk

menghasilkan vitamin. Kedua, air laut mengandung agen inhibitor yang aktif untuk organisme.

Beberapa faktor yang mengambarkan kenyatan ini adalah air laut mempunyai kemampuan

menghambat bakteri gram positf, air laut dari alam lebih menghambat daripada air laut buatan,

air laut yang telah diberi perlakuan panas menunjukkan pengurangan aktivitas inhibitor

dibandingkan dengan air laut yang segar, aktivitasinhibitor air laut idak disebabkan oleh faga

atau salinitas tapi karena ada agen antibakteri dalam air laut. Ketiga, beberapa mikrorganisme

yang disolasi dari air laut menunjukan aktivitas antibakteri.

II.6 Alasan Pengambilan dan penggunaan Mikroba Simbion Dari Laut

Indonesia memiliki luas perairan yang lebih besar dibandingkan dengan luas daratannya.

Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna serta

mikroba laut. Keanekaragaman hayati laut dewasa ini masih kalah dibandingkan dengan

keanekaragaman hayati terestrial dalam upaya pengembangan obat. Spons adalah salah satu

fauna laut yang banyak memiliki senyawa-senyawa bioaktif unik. Jumlah yang sedikit serta

struktur yang kompleks untuk disintesis menjadi alasan digunakannya mikroba simbion spons

untuk mendapatkan senyawa bioaktif seperti antibiotik dan antitumor (Jensen dan Fenical, 2000).

Spons telah menjadi sumber yang sangat baik untuk produk alami yang merupakan

senyawa bioaktif . Sistem biologis spons meliputi, kegiatan meliputi inhibitor enzim, divisi-

inhibitor sel, antivirus, antijamur, antimikroba, anti-inflamasi, anti- tumor, sitotoksik atau

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

properti kardiovaskular . Laporan isolasi produk alami dari spons laut telah diterbitkan dari awal

tahun 1950-an, dan penelitian kegiatan di topik ini terus meningkat .

Saat ini, beberapa makalah tentang produk alami baru dari spons diterbitkan bulanan; dan

Faulkner memiliki survei yang diterbitkan pada banyak produk yang lebih alami baru-baru ini

diisolasi dari spons. Banyak dari produk alami memiliki bio menarik Potensi medis, farmasi

relevansi dan beragam aplikasi . Sebagai contoh, arabinosa-nukleosida. dengan aktivitas

antivirus dan antikanker yang diisolasi dari spons Cryptotethya crypta, yang digunakan secara

klinis. Manoalide diperoleh dari spons Luffariella variabilis adalah calon baru obat dengan

aktivitas anti-inflamasi dan Juga metabolites sebelumnya dianggap berasal dari spons telah baru-

baru ini ditunjukkan untuk disentesis oleh simbion. Jika beberapa senyawa yang berasal dari

mikroorganisme simbiosis, kultur mikroorganisme dapat memberikan perbaikan sumber

senyawa bioaktif . Dengan demikian, kita memiliki difokuskan pada mikroorganisme spons-

simbiosis sebagai sumber berbagai produk alami dalam ulasan ini.

II.7 Hubungan Spons Dan Bakteri Yang Bersimbiosis untuk menghasilkan antibiotik

Interaksi antara organisme yang hidup dilingkungan akuatik sangat beragam dan peran

penting pada interaksi tersebut dimainkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme banyak yang

ditemukan tumbuh secara komensal di permukaan juga di dalam berbagai binatang akuatik,

beberapa diantaranya terdapat di organ pencernaannya dimana sejumlah bakteri sering terdapat.

Mikroorganisme dimakan dan digunakan sebagai makanan oleh sejumlah hewan yang hidup baik

itu di sedimen maupun di perairan sehinggacfaktor nutrisi. Beberapa hewan dapat hidup dengan

sejumlah tetentu baktericmaupun fungi. (16) (17)

Lubang yang porus pada spons mengandung sejumlah koloni bakteri. Hasil penelitian

terhadap spons Microcionia prolifera, ditemukan bakteri dari genus Psedomonas, Aeromonas,

Vibrio, Achromobacter, Flavobacterium dan Corynebacterium serta Micrococcus yang biasa

terdapat di perairan sekitarnya. (17)

Pola makanan spons yang khas yaitu filter feeder (menghisap dan menyaring) dapat

memanfaatkan jasad renik disekitarnya sebagai sumber nutrien diantaranya bakteri, kapang dan

xooxanthela yang hidup pada perairan tersebut. Sedangkan kapang, bakteri dan xoxanthelae

hidup dan berkembang biak dengan memanfaatkan nutrien yang terdapat pada spons tersebut.

Myers et al (2001) melaporkan bahwa terdapat hubungan simbiotik antara spons dan sejumlah

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

bakteri dan alga, dimana spons menyediakan dukungan dan perlindungan bagi simbionnya dan

simbion menyediakan makanan bagi spons. Alga yang bersiombiosis dengan spons menyediakan

nutrien yang berasal dari produk fotosintesis sebagai tambahan bagi aktifitas normal filter feeder

yang dilakukan sponge. (17)

Pembentukan senyawa bioaktif pada spons sangat ditentukan oleh prekursor berupa

enzim, nutrien serta hasil simbiosis dengan biota lain yang mengandung senyawa bioaktif seperti

bakteri, kapang dan beberapa jenis dinoflagellata yang dapat memacu pembentukan senyawa

bioaktif pada hewan tersebut. (11)

Senyawa terpenoid dan turunannya pada berbagai jenis invertebrata termasuk spons atau

beberapa spesies dinoflagellata dan zooxanthelae yang memiliki senyawa –senyawa yang belum

diketahui, yang kemudian diubah melalui biosintesis serta fotosintesis menghasilkan senyawa

bioaktif yang spesifik pada hewan tersebut. (4)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryati et al (2000), terhadap sejumlah

spesies spons yang hidup di perairan Spermonde, Sulawesi Selatan, kelimpahan kapang dan

bakteri yang bersimbiosis cukup bervariasi pada sponge sperti diperlihatkan pada Tabel 2.

Kelimpahan jenis bakteri yang diisolasi dari spons pada umumnya didominasi oleh bakteri

Aeromonas, Flavobacterium, Vibrio sp, Pseudomonas sp. Acinebacter dan Bacillus sp. (11)

II.8 Bakteri Simbion Spons Penghasil Senyawa Antibakteri

Spons hidupnya bersimbiosis dengan beranekaragam jenis bakteri. Bakteri yang

bersimbiosis dengan organisme kemungkinan besar banyak melakukan interaksi biokimia

dengan organisme inangnya. Interaksi biokimia tersebut memungkinkan bakteri yang

bersimbiosis menghasilkan zat bioaktif yang sama dengan inangnya. Sehingga beberapa jenis

bakteri yang bersimbiosis dengan spons diperkirakan dapat menghasilkan senyawa senyawa

bioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan antibakteri. (18)

Bakteri yang memiliki kemampuan antimikroba dapat menghasilkan senyawa

antimikroba. Senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri pada umumnya merupakan

metabolit sekunder yang tidak digunakan untuk proses pertumbuhan (Schlegel, 1993), tetapi

untuk pertahanan diri dan kompetisi dengan mikroba lain dalam mendapatkan nutrisi, habitat,

oksigen, cahaya dan lain-lain. (18)

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

Adanya hubungan antara produksi antibakteri oleh mikroba simbion dengan spons telah

diteliti oleh Narsinha dan Anil (2000), yang melaporkan bahwa senyawa antibakteri yang

dihasilkan oleh bakteri simbion spons sangat dipengaruhi oleh like-protein rekombinan yang

terdapat pada biota inang Suberitas domuncula. Penelitian tersebut memperkuat adanya

hubungan kerjasama dalam biosintesa metabolit sekunder antara mikroba simbion denganspons.

(18)

II.9 Senyawa Bioaktif Spons

Invertebrata laut yang merupakan organisme sessile seperti spons memiliki potensi

metabolit sekunder yang besar terutama dibidang farmakologi sebagai obat-obatan alami,

meskipun banyak kesulitan dalam mempelajari hubungan simbiosis antara spons dengan bakteri

simbion yang memproduksi metabolit sekunder alami. (19)

Pembentukan senyawa bioaktif pada spons sangat ditentukan oleh prekursor berupa

enzim, nutrien serta hasil simbiosis dengan biota lain yang mengandung senyawa bioaktif seperti

bakteri, kapang dan beberapa jenis dinoflagellata yang dapat memacu pembentukan senyawa

bioaktif pada hewan tersebut (Scheuer, 1978 dalam Suryati et al, 2000). Senyawa terpenoid dan

turunannya pada berbagai jenis invertebrata termasuk spons atau beberapa spesies dinoflagellata

dan zooxanthelae yang memiliki senyawa –senyawa yang belum diketahui, yang kemudian

diubah melalui biosintesis serta fotosintesis menghasilkan senyawa bioaktif yang spesifik pada

hewan tersebut. (4)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryati et al (2000), terhadap sejumlah

spesies spons yang hidup di perairan Spermonde, Sulawesi Selatan, kelimpahan kapang dan

bakteri yang bersimbiosis cukup bervariasi pada spons sperti diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1 : Identifikasi Bakteri Yang Berasal dari Spons

No Nama Spons Spesies bakteri

1 Acanthela clethera Flavobacterium, Aeromonas sp

2 Aplisina sp Aeromonas sp

3 Callyspongia sp Pseudomonas sp

4 Clathria bacilana Clathria reinwardhi Aeromonas sp

5 Jaspis Flavobacterum

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

6 Phakelia aruensis Bacillus sp, Aeromonas sp

7 Xestospongia sp Enterobacteriabceae, Aeromonas sp

Kelimpahan jenis bakteri yang diisolasi dari spons pada umumnya didominasi oleh

bakteri Aeromonas, Flavobacterium, Vibrio sp, Pseudomonas sp. Acinebacter dan Bacillus sp.

Komunitas bakteri yang berasosiasi dengan spons sebagian besar adalah proteobacteria,

bacteroidetes, firmicutes dan actinomycetes (20). Bakteri yang potensial sebagai target penghasil

senyawa aktif adalah cyanobacteria, jamur dan actinomycetes. Senyawa aktif yang dihasilkan

oleh Actinomycetes micromonospora dari spons adalah senyawa antimalaria manzamine.

Senyawa peptida antibakteri telah diisolasi dari spons Hyatella sp. dan bakteri simbion Vibrio sp.

Beberapa senyawa antibakteri jenis quinolone juga diisolasi dari bakteri simbion spons

Homoplysia sp. yaitu bakteri Pseudomonad. Adanya hubungan antara produksi antibakteri oleh

mikroba simbion dengan spons telah diteliti oleh NARSINHA & ANIL yang melaporkan bahwa

senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri simbion spons (ά proteobacterium MBIC 3368,

Idiomarina sp dan Pseudomonas sp.) sangat dipengaruhi oleh like-protein rekombinan yang

terdapat pada biota inang Suberitas domuncula. Penelitian tersebut memperkuat adanya

hubungan kerjasama dalam biosintesa metabolit sekunder antara bakteri simbion dengan spons.

(21)

Hubungan antara bakteri simbion dengan spons merupakan suatu bentuk hubungan yang

saling menguntungkan. Bakteri tersebut memperoleh tempat tinggal yang aman dari spons

sebaliknya tubuh spons memperoleh proteksi terhadap patogen oleh senyawa yang dihasilkan

bakteri tersebut. Bakteri simbion yang diisolasi dari spons yang menghasilkan bahan bioaktif

diketahui memiliki aktivitas yang lebih besar bahkan dapat memiliki aktivitas yang lebih besar

dibandingkan aktivitas inangnya. (21).

II.10 Potensi Mikroorganisme Simbion Spons sebagai Penghasil Antibakteri

Aktivitas antibakteri merupakan suatu aktivitas mematikan atau menghambat

mikroorganisme seperti bakteri dengan menggunakan zat antibakteri. Zat antibakterial adalah zat

yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui penghambatan pertumbuhan bakteri.

Senyawa antibakteri merupakan salah satu produk metabolit sekunder. Ada beberapa kondisi

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

yang mempengaruhi metabolit sekunder yaitu: keterbatasan nutrisi yang tersedia di lingkungan

tumbuh suatu bakteri. Penambahan senyawa penginduksi dan penurunan kecepatan

pertumbuhan. Umumnya metabolit sekunder tidak terbentuk jika lingkungan tumbuh

mengandung cukup nutrisi untuk pertumbuhan bakteri karena senyawa tersebut bukan unsure

esensial bagi pertumbuhan dan reproduksi sel. (22)

Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis: Discodermia kiiensis, Cliona

celata, lanthella basta, lanlhellcr ardis, Psammaplysila purpurea, Halichondria sp,

Callyspongia pseudoreticulata, Callyspongia sp dan Auletta sp . Phakelia flabellata. (3). Bakteri

lainnya yang berasosiasi dengan spons dan menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas

antimikroba adalah bakteri yang berasosiasi dengan spons Himeniacidon parleve, yaitu NJ6-3-1

menghasilkan senyawa beta karbolin alkaloid bersifat antimikroba terhadap S.aureus. genus

Bacillus dan Virgibacillus yang diisolasi dari spons Pseudoceratiina purpurea menunjukkan

aktivitas antimikroba terhadap Vibrio alginolyticus dan Vibrio fischeri. Microccus spp.

menghasilkan senyawa diketopiperazin yang bersifat antibakteri. (23)

II.11 Produk Alam Laut dari Spons

Produk alam laut dikelompokkan atas:

(1) sumber biokimia yang mudah untuk mendapatkan dalam jumlah yang besar dan

barangkali dapat dirubah ke bahan-bahan yang lebih berharga;

(2) senyawa bioaktif yang termasuk (a) senyawa antimikroba, (b) senyawa aktif secara

fisiologi (sinyal kimia) (c) senyawa aktif secara farmakologi dan (d) senyawa sitotoksik dan

antitumor;

(3) Racun laut, dll.

Spons adalah salah satu biota laut yang menghasilkan senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif

yang dihasilkan oleh spons laut telah banyak diketahui manfaatnya. Manfaat tersebut antara lain

adalah :

1. Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis: Discodermia kiiensis, Cliona celata,

lanthella basta, lanlhellcr ardis, Psammaplysila purpurea, Agelas sceptrum,

Phakelia .flabellata. Senyawa antijamur telah diisolasi dari spons laut jenis: Jaspis sp,

Jaspis johnstoni, Geodia sp.

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

2. Senyawa anti tumor/anti kanker telah diisolasi dari spons laut jenis: Aplysina fistularis, A.

Aerophoba. Senyawa antivirus telah diisolasi dari spons laut jenis: Cryptotethya crypta,

Ircinia variabilis. S

3. senyawa sitotoksik diisolasi dari spons laut jenis: Axinella cannabina, Epipolasis

kuslumotoensis, Spongia officinalis, Igernella notabilis, Tedania ignis, Axinella verrucosa,

Ircinia sp.

4. Senyawa antienzim tertentu telah diisolasi dari spons laut jenis: Psammaplysilla purea.

(24) (4)

Protesase adalah enzim yang menghindrolisis ikatan peptida pada protein. Sering kali

protease dibedakan menjadi proteinase dan peptidase. Proteinase mengkatalisis hidrolisis

molekul protein menjadi fragmen-fragmen besar, sedangkan peptidase mengkatalisis hidrolisis

fragmen polipeptida menjadi asam amino. Protease memegang peranan utama di dalam banyak

fungsi hayati, mulai dari tingkat sel, organ, sampai organisme, yaitu dalam melangsung reaksi

metabolisme, fungsi regulasi dan reaksi-reaksi yang menghasilkan sistem berantai untuk

menjaga keadaan normal homeostatis, maupun kondisi patofisiologis abnormal, serta proses

kematian secara terencana.

Kunitz dan Northrop (1936) pertama kali mengisolasi dan mengkristalisasi inhibitor

kallikrein- tripsin. Sejak saat itu, berbagai penelitian menunjukkan bahwa inhibitor protease

tersebar luas di alam, dan terdapat dalam berbagai bentuk pada sejumlah binatang dan sel

tumbuhan, fungi, actiniomycetes, dan hanya diketahui beberapa bakteri saja yang memproduksi

inhibitor. Aktivitas biologis dari komponen bioaktif sponde sangat beragam-, seperti cytotoxic,

antibiotik, anti tumor, antifungal, antiviral dan inhibitor enzim merupakan komponen yang

paling umum ditemukan. (4)

Kimura et al. (1998) mengisolasi garam 1 – Methyherbipoline dari Halisulfate- 1 dan

Suvanin sebagai inhibitor protease serin dari sponge jenis Coscinoderma mathewsi. Komponen

bioaktif alami yang merupakan peptide makrosiklik berhasil diisolasi dari spons jenis Theonella

swinhoei yang berasal dari perairan Jepang. Komponen ini dikenal denagn nama

Cyclotheonamida A dan B yang menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap serin protease

seperti thrombin dan mempunyai dua bentuk utama yaitu cyclothonamida A (C36H45N9O81)

serta cyclotheonamida B (C34H47N9O8) yang mengandung vinylogous tyrosine (V-Tyr) dan

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

alpa –ketoarginin residu yang merupakan jenis asam amino yang belum diketahui secara pasti di

alam. (24)

O’Keefe et al. (1998) berhasil mengisolasi Adociavirin dari sponge adocia sp, ekstrak

yang dilarutkan dalam air destilasi potensial sebagai antisitopatik dalam sel CEM-SS yang

terinfeksi oleh HIV-1. Pemurnian protein aktif yang diberi nama adociavirin menggunkan

isoelectric focusing, asam amino analisis, Maldi-Tof mass spectrometry dan N- terminal

sequencing. Sponge Adocia sp yang disolasi komponen adociavirin berasal dari perairan Bay,

New Zealand. (24)

Matsunaga (1998) yang berasal dari jepang berhasil mengisolasi senyawa 1-

asam carboxymethylnicotinic dari sponge Antosigmella raromicroscera yang dipergunakan

sebagai sistein inhibitor protease. (24)

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

Spons laut menghasilkan ekstrak kasar dan fraksi yang bersifat antibakteri, antijamur,

antibiofouling dan ichtyotoksik. Bioaktifitas antibakteri ekstrak kasar spons laut terdapat pada

beberapa jenis, seperti: Halichondria sp, Callyspongia pseudoreticulata, Callyspongia sp dan

Auletta sp. Beberapa spons yang belum diketahui jenisnya, yang aktif terhadap bakteri

Staphylococcus aures, Bacillussubtilis dan Vibrio cholerae Eltor. (11)

Bioaktifitas antijamur ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti:

Auletta spp., yang aktif terhadap jamur Aspergillus fumigatus, Clathria spp., yang aktif terhadap

Aspergillus spp., Aspergillus fumigatus dan Fusarium spp., Theonella cylindrica, yang aktif

terhadap Aspergillus spp., 12 Aspergillus fumigatus dan Fusarium spp dan Fusarium solani. (3)

Bioaktifitas antibiofouling ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti:

Asterospus sarasinorum, Callyspongia sp., Clathria sp., Clathria jaspis, yang keaktifannya tinggi

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

terhadap teritip (Balanus amphirit) ; Echynodicum sp., Gelliodes sp., Pericarax sp., Xestopongia

sp., yang keaktifannya rendah terhadap teritip (Balanus amphirit) (11).

Bioaktivitas ichtyotoksik ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti:

Auletta spp, Callyspongia sp, Callyspongia pseudoreticulata, yang toksik terhadap nener

bandeng (Chanos chanos) (25).

II.12 Perkembangan Dan Kendala- Kendala Penelitian Bahan Alam Laut Dan Spons Laut

Penelitian di bidang bahan alami laut telah berkembang pada sekitar tiga puluh tahun

terakhir ini. Dari sekedar isolasi dan karakterisasi metabolit sekunder sampai kepada isolasi

senyawa- senyawa yang mempunyai aktivitas atau farmakologi juga seringkali diikuti oleh uji

toksisitas untuk menentukan keamanan penggunaan senyawa-nyawa tersebut untuk obat. Bahkan

laporan (Faulkner., 2000) mengemukaan bahwa sampai tahun 1996, kimia produk alam laut telah

sangat berkembang dan telah sampai kepada sintesis senyawasenyawa aktif yang secara

mendalam telah diteliti sifat biloginya, termasuk aktivitas atau efek farmaloginya, dan sifat

ekologinya. Laporan itu telah mengemukakan pula tentang produk alam laut baru yang

mempunyai sifat biologi dan farmasetika yang menarik. Sampai tahun 1996 , penelitian terhadap

spons masih tetap mendominasi laporan produk alam laut. Metabolit spons yang diteliti

umumnya karena sifat biomediknya, tetapi juga fungsi ekologinya. Telah dilaporkan bahwa

secara kimia Coelenterata didominasi oleh golongan senyawa terpenoid, terutama kelompok

senayawa diterpenoid. Mingingat bahwa banyak senyawa antibiotika dihasilkan dari mikroba

daratan, maka tidak mustahil mikroorganisma laut juga merupakan sumber senanyawa

antibiotika disamping aktivitas bilogi lain. Hal ini memerlukan penelitian interdisiplin lebih

lanjut dengan peran utama peneliti pada para ahli mikrobilogi. (4)

Di bidang farmakologi, penelitian produk alami laut pada 30 tahun telah berkembang ke

arah penemuan senyawa- senyawa sitotoksika, antitumor, antikanker, antibiotika, antivirus,

antiparasitosis dan penyakit- penyakit akibat gangguan fisik dan gangguan fungsi organ. Antara

tahun 1997 – 1987 telah dilaporkan sekitar 2500 senyawa metabolit baru, yang umumnya

metabolit sekunder dari berbagai organisme bahari tumbuhan dan hewan (Attaway dan

Zaborsky, 1993). Distribusi metabolit tersebut tersebut ke dalam organisme laut terlihat pada

tabel dibawah ini. Dari tabel ini terlihat bahwa metabolit baru yang ditemukan terdistribusi mulai

dari mikroba prokariotik dan invertebrata sampai ke jenis-jenis vertebrata seperti ikan. Dari

hasil-hasil pemanfaatan pada satu tahun terakhir (1986 – 1987) dari kurun waktu 10 tahun (1977-

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

1987) dapat dikemukaan bahwa penelitian terhadap spons cenderung naik dibandingkan dengan

makroalga. Kecenderungan naik itu disebabkan antara lain oleh (a) Bahan percobaan spons yang

relatif mudah didapat, (b) Tipe struktur molekul metabolit pada spons dan aktivitasnya yang

lebih seragam dan (c) Kemampuan biosintesis metabolit sekunder yang lebih luas pada spons.

Penelitian organisme laut di bidang biomedik sampai sekarang masih tetap didominasi

oleh spons (Faulkner, 1998). Umumnya metabolit spons ditelah karena sifat biomediknya.

Disamping itu ada juga penelitian spons yang menelaah fungsi ekologi yang dapat menghambat

menetapnya ganggang pada tubuhnya. Banyak senyawa makrolida poliasetilenik dari spons laut

yang menunjukkan efek sitotoksik, sedangkan beberapa metabolit lain mempunyai aktivitas

antifungi. Telah dilaporkan juga tentang metabolit sekunder yang dapat disolasi dari beberapa

jenis spons dari Indonesia (Faulkner, 1998). Senyawa – senyawa tersebut antara lain adalah

alkaloid halisiklamin- A suatu makrolida yang diisolasi dari Haliclona sp, alkaloid sitotoksik 8 –

hidrosimanzamin- A dari pachypellina sp. Dari asal Sulawesi , Lanthella basta dapat diisolasi

senyawa turunan bastadin (bastadin -16 dan 17). (4)

Penelitian produk alam alaut di Indonesia sampai tahun 1997 mencatat 27 topik

penelitian (Rahmaniar, 1997) yang meliputi pengujian bioaktivitas atau pencaharian substansi

bioaktif dan ekstraksi dan isolasi kandungan kimia yang potensial. Penelitian yang dilakukan

masih terbatas pada tingkat ekstraksi dan isolasi. Beberapa kendala yang dihadapi dalam

penelitian produk alam laut di Indonesia antara lain: (a) Kurangnya informasi mengenai jenis

biota yang ada di Indonesia serta tempat tumbuhnya, (b) Peta penyebaran potensi biota belum

ada (c) Fasilitas penelitian dan pakar peneliti tersebar di berbagai lembaga, demikian pula sarana

dan prasarana tersebar tidak merata di berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi (d)

kurangnya ahli taksonomi dalam bidang tertentu misalnya spons. (17)

Untuk mengendalikan besarnya laju pengambilan spons laut dari alam dan mencegah

tangkap lebih (overfishing), terutama untuk pemanfaatan sebagai sumber senyawa bioaktif baru

dan memproduksi senyawa bioaktif tertentu, perlu dilakukan upaya pengendalian, terutama yang

berhubungan dengan pengembangan budidayanya. Pengembangan budidaya ini diarahkan untuk

memproduksi ekstrak kasar dan fraksinya dan untuk penyediaan bibit/anakan untuk restocking

pada kawasan terumbu karang yang rusak. Pengembangan budidaya untuk memproduksi ekstrak

kasar dan fraksi aktif, dilakukan dengan mencari suatu teknik budidaya yang dapat menghasilkan

ekstrak kasar dan fraksi aktif yang relatif banyak, sedangkan untuk penyediaan bibit/anakan

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

untuk restocking pada kawasan terumbu karang yang rusak, dilakukan dengan mencari suatu

teknik budidaya yang dapat memberikan pertumbuhan yang cepat, sintasan yang tinggi dan masa

pemulihan siklus reproduksi yang cepat. (17)

Salah satu alternatif dalam mengurangi tekanan pada ekosistem terumbu karang dari

pengumpulan organisme yang berasosiasi dalam ekosistem terumbu karang untuk tujuan

komersil yaitu dengan cara pengembangan budidaya terhadap berbagai organisme tersebut. Oleh

karena itu, usaha pemanfaatan spons melalui usaha budidaya dan kegiatan rehabilitasi dan

konservasi terumbu karang harus diarahkan untuk memproduksi benih secara massal melalui

usaha transplantasi dan pembenihan. Metode transplantasi dilakukan dengan jalan melakukan

fragmentasi pada induk spons menggunakan pisau sedangkan metode pembenihan dengan

mengalirkan kejutan listik pada spons dalam akuarium sehingga spons mengeluarkan larvanya

(pemijahan buatan).

Untuk menunjang usaha-usaha pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang di

Indonesia serta pemanfaatannya untuk tujuan komersil melalui usaha pembenihan massal dan

budidaya spons, maka diperlukan penelitian dasar terutama yang berkaitan dengan biologi

reproduksi, baik reproduksi seksual maupun reproduksi aseksual, termasuk penelitian tentang

pemijahan buatan, perkembangan embrio dan larva dari organisme terumbu karang, khususnya

terhadap spons kelas .

Aplikasi hasil penelitian dalam industri masih mengalami hambatan, karena industri

pengguna enggan di Indonesia manggunakan hasil penelitian pakar dalam negeri. Sulit

menentukan penelitian yang memiliki pangsa pasar, demikian pemilihan biota yang akan

dijadikan topik penelitian belum seluruhnya dilaksanakan meskipun telah ada konsep program

bioteknologi kelautan di Indonesia.

Kendala lainnya dalam penelitian produk alami laut yang dihadapi adalah dalam hal kerjasama

dengan pihak asing. Kerjasama dengan pihak asing memang diperlukan terutama dalam hal alih

teknologi dan sejauh kerjasama tersebut saling menguntung. Akhir-akhir ini tawaran kerjasama

dari luar semakin banyak sementara aturan-aturan yang akan merupakan acuan dalam

melaksanakan kerjasama belum ada. Hal ini merupakan kendala tersendiri bagi di lapangan dan

perlu agar menjadi perhatian kita bersama.

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

II.13 Strategi untuk Mengetahui Potensi Anti-Kanker dari Sponge

Untuk mengetahui potensi suatu senyawa antikanker dari suatu biota laut harus

dilakukan pengujian yang akan membuktikan potensi antikanker dari suatu biota. Uji tersebut

adalah:

1. Ekstraksi

            Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman atau bahan hayati. Adapun

tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam

simplisia. Berdasarkan fase yang terlibat, ekstraksi dibagi dua. Pertama adalah ekstraksi padat-

cair (Solid Extraction/Leaching). Digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari

campurannya dengan zat padat yang tak dapat larut. Ekstraksi zat padat adalah mengambil zat

padat / cair dalam campuran zat padat. Syarat pelarut dalam ekstraksi, dapat melarutkan

komponen yang diinginkan tapi tidak dapat bercampur. Kedua adalah ekstraksi cair-cair (Liquid

Extraction). Ektraksi zat cair dengan pelarut zat cair digunakan untuk memisahkan 2 zat cair

yang saling bercampur dengan menggunakan perarut yang melarutkan salah satu zat dalam

campuran itu. (26)

2. Fraksinasi

            Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran dibagi dalam

beberapa jumlah fraksi komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini

didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang

fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut

organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut.

Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat

diekstraksi dengan pelarut organik. (26)

3. Uji Sitotoksik

Dasar dari uji sitotoksik adalah kemampuan sel untuk bertahan hidup karena adanya 

senyawa toksik. Kemampuan sel untuk bertahan hidup dapat diartikan sebagai tidak hilangya

metabolik atau proliferasi dan dapat diukur dari bertambahnya jumlah sel, naiknya jumlah

protein, atau DNA yang disintesis. Metode yang digunakan untuk mengukur kemampuan

bertahan hidup dan proliferasi adalah plating efficiency dengan parameter pengujian perbedaan

konsentrasi sampel, perbedaan waktu paparan dan kerapatan sel. (26)

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

Uji sitotoksik secara in vitro menggunakan kultur sel digunakan untuk mendeteksi

adanya aktivitas antikanker dari suatu senyawa. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh

system uji sitotoksik, baik untuk evaluasi keamanan senyawa atau untuk mendeteksi aktivitas

antikanker suatu senyawa. Sistem uji tersebut harus menghasilkan kurva dosis respon yang

reproduksibel dan menggambarkan efek senyawa yang sama bila diberikan secara in vivo.  Uji

sitotoksik untuk uji aktivitas antineoplastik menunjukkan adanya  perbedaan respon yang

diberikan oleh sel kanker lebih besar dari sel normal. (26)

Biasanya hasil isolate diujikan pada sel myeloma yang merupakan sel kanker limfosit B

yang berasal dari tikus (Mus musculus). Sel myeloma memproduksi imunoglobulin abnormal

yang disebut protein monoklonal (semua protein yang dihasilkan mempunyai identitas dan

fungsi yang sama, yang merupakan suatu defisiensi) atau protein M. Produksi protein M

menyebabkan tingkat protein yang tinggi di dalam darah. Sel myeloma merupakan akumulasi

malafungsi atau kanker dari plasma sel. Dari hasil test terhadap sel myeloma nantinya dapat

terlihat potensi anti-kanker pada sponge dan juga konsentrasinya.

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

DAFTAR PUSTAKA

1. Marine sponges as pharmacy. Mar. Biotechnol. 7: 142–162

2. Meyers, P. 2001. Porifera, Animal Diversity Web. Accessed February 01, 2005 at Http: //

Animaldiversity. Ummz. Umich. Edu/ site?accounts/information/poritera.html.

3. Munro MHG, Luibrand RT, and Blunt JW. 1989. The Search for Antivaral and Anticancer

Compounds from Marine Organisms. Di dalam Scheuer PJ (ed.). Bioorganic Marine

Chemistry. Volume 1. Springer – Verlag. Hlm 94 – 176.

4. Faulkner, D.J. 1998. Marine Natural Products. Nat. Prod. Rep., 15 (2), 113-158.

5. Amir, I. 1991. Fauna Sepon (Porifera) dari Terumbu Karang Genteng Besar, Pulau-Pulau

Seribu. Oseanologi di Indonesia 1991 No. 24: 41 – 54.

6. Amir, I dan Budiyanto. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) SecaraUmum. Oseana,

Volume XXI, Nomor 2, 1996: 15 – 31.

7. Bergquist, P.R. 1978. Sponges. Hutchinson. London.

8. Warren L. 1982. Encyclopedia of Marine Invertebrates. Di dalam: Walls JG (ed.). hlm 15 –

28.

9. Harrison FW, and De Vos L. 1991. Porifera. Di dalam: Harrison FW,

10. Westfall JA(ed.). Microscopic Anatomy of Invertebrates. Volume 2. Placozoa, Porifera,

Cnidaria, and Ctenophora. Wiley-Liss. A John Wiley & Sons, Inc.,Publication. New York,

Chicester, Brisbane, Toronto, Singapore. hlm 28 –89.

11. Soest ,RWM Van, and Braekman JC. 1999. Chemosystematics of Porifera: A Review.

Memoir of the Queensland Museum 44: 569 -589.

12. Bhimba. 2011. Biopotential of Secondary Metabolites Isolated from Marine Sponge

Dendrilla nigra. Asian Pasific Journal of Tropical Disease, 299-303.

13. Ruppert EE, and Barnes RD. 1991. Invertebrates Zoology. Sixth Edition.

14. Saunders College Publishing. Philadelphia, New York, Chicago, SanFransisco, Montreal,

Toronto, London, Sidney, Tokyo. hlm 68 – 91

15. Radjasa. 2008. Growth Inhibition of Medically Antibiotic Resistant Bacteria by Sponge-

Associated Bacteria. Journal of Coastal Development, Volume 11 Number 2: 75-80.

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA MIKTER

16. Kimura, J., Ishizuka E., Nakao Y. Yoshida W.Y, Scheuer, P.J., and Borges, K.1998. Isolation

of 1- methylherbipoline Salt of Halisulfate-1 and ofSuvanine as Serine Protease Inhibitors

from Marine Spons,Coscinoderma Mathewsi, J. Nat Prod 61 (28): 248- 250.

17. Reinheimer, G. 1991. Aquatic Microbiology, 4 th Ed. John Wiley and Sons.Chichester and

New York.

18. Romihmohtarto, K. dan Juwana S. 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentangBiota Laut.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.Jakarta. hlm 115 – 128.

19. Joseph. 2011. Pharmacologically Important Natural Products fromMarine Sponges. Journal

of Natural Products Volume 4.

20. Taylor, et al. 2007. Sponge-associated microorganisms: evolution, ecology,and

biotecnological potential. Microbiol. Mol. Bio. Reviews, 2: 295- 347

21. Pringgenies. 2010. Karakteristik Senyawa Bioaktif Bakteri Simbion Moluska Dengan GC-Ms.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Volume 2 No. 2 Hal: 34-40.

22. Kobayashi M, dan Rachmaniar R. 1999. Overview of Marine Natural Product Chemistry.

Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98.Jakarta 14 – 15 Oktober 1998: 23

– 32. Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia Jakarta.

23. Nofiani, 2009. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Bakteri Berasosiasi Spons dari Pulau

Lemukutan, Kalimantan Barat. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 1 No.2,

Hal 33-41.

24. Ireland CM, Molinski TF, Roll DM, Zabriskie TM, McKee TC, Swersey JC, and Foster MP.

1989. Natural Product Peptides from Marine Organisms. Di 19 dalam Scheuer PJ (ed.).

Bioorganic Marine Chemistry. Volume 3. Springer – Verlag. p 1 – 27.

25. Soediro, I.S. 1999. Produk Alam Hayati Bahari dan Prospek Pemanfaatannya diBidang

Kesehatan dan Kosmetika. Prosidings Seminar BioteknologiKelautan Indonesia I ’98.

Jakarta 14 – 15 Oktober 1998: 41 – 52.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta, 1999.

26. Ribeiro. 2012. Isolated and Synergistic effects of Chemical and Structur Defenses of Two

Species of Tethya (Porifera: Demospongiae). Journal of Sea Research 68: 57-62.