tinjauan pustaka kejang demam

18
KEJANG DEMAM OLEH : Fita Nirma Listya H1A 011 022 PEMBIMBING : dr. H. Abdul Razak D, SpA. DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUPROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2015

Upload: fytha-nirma-listya

Post on 12-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan kasus kejang demam

TRANSCRIPT

KEJANG DEMAM

OLEH :Fita Nirma ListyaH1A 011 022

PEMBIMBING :dr. H. Abdul Razak D, SpA.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYADI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUPROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM2015

BAB IPENDAHULUANKejang merupakan suatu serangan mendadak yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti gangguan pernafasan dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang menstimulasi terjadinya kejang.Sedangkan kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa, pada sekitar 2% sampai 5% dari jumlah anak-anak. Kejang demam biasanya terjadi pada umur antara 3 bulan sampai 5 tahun dimana kejang berhubungan dengan adanya demam tetapi tanpa adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Kejang demam pada anak-anak yang sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan pada kejang demam. Kejang dan demam juga bisa terjadi bersamaan pada meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, ensefalopati, dan kondisi lain yang diakibatkan oleh gangguan sistem saraf pusat, dalam hal ini tidak disebut kejang demam.Kejang demam yang berlangsung singkat umunya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan. Jadi kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Pada tahun 1980 sebuah konferensi konsensus (The Consensus Development Panel on Febrile Convulsions) yang diadakan oleh National Institutes of Health mendefinisikan kejang demam sebagai kejadian kejang yang terjadi pada masa anak-anak yang biasanya terjadi antara umur tiga bulan dan lima tahun yang dikaitkan dengan kenaikan suhu tubuh tanpa adanya bukti infeksi SSP. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Bila demam disebabkan proses intrakranial, bukan disebut sebagai kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Bila kejang demam didahului diare hebat, perlu dipikirkan kemungkinan bahwa kejang bukan disebabkan demam melainkan karena gangguan metabolic misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia. 2.2. EpidemiologiKejang demam terjadi pada 2-4% dari populasi anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun (kebanyakan antara umur 6 dan 18 bulan). Sekitar 70-75% merupakan kejang demam sederhana. 20-25% merupakan kejang demam kompleks. Dan sekitar sepertiga dari pasien ini mengalami sedikitnya satu kali kekambuhan. Di internasional angka yang serupa juga ditemukan pada negara berkembang, walaupun mungkin di negara Asia frekuensinya lebih besar. Lebih dari 90 % dari kejang demam adalah kejang umum, kurang dari 5 menit dan terjadi awal pada penyakit yang menyebabkan demam. Penyakit pernafasan akut merupakan hal terbesar yang dikaitkan dengan kejang demam. Kejang demam jarang (sekitar 1-2,4%) menjadi epilepsi atau kejang non febril pada umur dewasa. Kemungkinan untuk menjadi epilepsi lebih besar jika kejang demam mempunyai manifestasi yang kompleks antara lain durasi lebih dari 15 menit, lebih dari satu kali kejang dalam sehari. Faktor lain yang memperburuk yaitu onset awal dari kejang (sebelum umur 1 tahun), riwayat keluarga epilepsi. Dan walaupun dengan adanya faktor tersebut, risiko mengalami epilepsi setelah kejang demam itu masih sangat rendah yaitu sekitar 15-20%.2.3. Etiologi dan PatofisiologiUntuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan ketika ambang kejangnya rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam bisa memicu kejang, dan bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana 70% dari semua kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak, seseorang harus mengerti bahwa setiap otak mempunyai keunikan ambang batas. Sebagai contoh, setiap orang akan mengalami kejang jika demamnya cukup tinggi. Sekali ambang ini dicapai gangguan elektrikal dalam otak akan mempengaruhi fungsi motorik dan mental.Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel neuron, maka terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh:1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi kenaikan suhu akan terjadi perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40Oc atau lebih.

2.4. Manifestasi Klinis

Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer, kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.Kejang demam sederhana biasanya dikaitkan dengan - Temperatur tubuh yang meningkat secara cepat diatas 38C. Kejang biasanya bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung kurang dari 15 menit. Tidak ada kelainan yang permanen atau sebelumnya tidak menunjukkan kejang tanpa panas- Kejang ini biasanya terjadi pada umur penderita 6 bulan sampai 5 tahun. Demam dan atau kejang tidak disebabkan oleh meningitis, ensefalitis atau penyakit yang mempengaruhi otak.Pada kejang demam kompleks biasanya: Kejang bersifat lokal, - Lama kejang lebih dari 15 menit.- Kejang pertama kali umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.- Adanya gejala dari kelainan neurologis yang permanen. - Dalam 24 jam serangan kejang lebih dari 1 kali. Dan ada riwayat epilepsi di keluarga termasuk ayah, ibu dan saudara kandung.Sekitar 30-50% anak mengalami kekambuhan kejang dengan episode kejang dengan demam. Kejang demam sederhana dikatakan memiliki faktor risiko yang kecil untuk menjadi epilepsi di kemudian hari. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko untuk menjadi epilepsi antara lain kejang yang atipikal, riwayat keluarga epilepsi awal kejang demam kurang dari umur 9 bulan, perkembangan milestone yang terhambat dan adanya kelainan neurologis. Insiden untuk menjadi epilepsi ini sekitar 9% ketika terdapat beberapa faktor risiko dan hanya 1% pada anak tanpa faktor risiko.2.5. Faktor RisikoTerdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu 1) Imaturitas otak dan termoregulator 2) Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat, 3) predisposisi genetic, > 7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan).

2.6Pemeriksaan Fisik- Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh : apakah terdapat demam.- Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, brudzinski I dan II, laseque, dan kernig.- Pemeriksaan nervus cranial- Tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial : ubun-ubun besara membonjol, papil edema- Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, OMSK- Pemeriksaan neurologi : Refleks fisiologi, patologis, tonus, motorik2.7Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada : Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan Bayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakukanPemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas misalnya : kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI boleh dilakukan pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus dengan kejang fokal untuk mencari lesi organic di otak. CT scan biasanya tidak perlu dalam evaluasi pada anak dengan kejang demam sederhana yang pertama kali. CT scan dilakukan pada pasien dengan kejang demam kompleks.

2.8 PengobatanA.Pengobatan Pada Saat KejangPemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal adalah : Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun, atau Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kaliDi rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati dengan depresi pernafasan. Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena sebanyak 0,2 - 0,5 mg/kg BB. Berikan perlahan-lahan, dengan kecepatan 0,5 - 1 mg per menit. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan secara intramuskular karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin intravena sebanyak 15 mg/kg BB perlahan-lahan. Bila masih tetap kejang, rawat di ruang rawat intensif, berikan pentobarbital dan pasang ventilator bila perlu. Bila kejang sudah berhenti, tentukan apakah anak termasuk dalam kejang demam yang memerlukan pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.B.Pengobatan RumatPengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus untuk waktu yang cukup lama. Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam hanya fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain tidak bermanfaat untuk mencegah berulangnya kejang demam. Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan fenobarbital 3 - 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis. Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus yang sangat selektif. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan hati. Bila memberikan valproate periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut :1. Kejang lama > 15 menit2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, todds paresis, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus3. Kejang fokal4. Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi. Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan dalam keadaan :1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam2. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan.C.Pengobatan IntermitenYang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.AntipiretikTidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Namun kesepakatan saraf anak menyatakan bahwa pengalaman menunjukkan bahwa antipiretik tetap bermanfaat.Antipiretik yang dapat digunakan adalah : Paracetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali. Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3 kali.Antikonvulsan pada saat kejang Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 - 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang. Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali diberikan sebanyak 4 kali per hari.PROGNOSISPrognosis anak dengan kejang demam adalah bagus. Pencapaian intelektual normal. Kebanyakan anak akan mengalami kejang demam di kemudian hari, tetapi perkembangan ke epilepsi dan kejang tanpa demam adalah jarang. Kejang demam akan kambuh pada 50% anak yang mengalami kejang demam kurang dari 1 tahun dan 27% pada onset setelah umur satu tahun. Jika tidak ditangani, 33% pasien mengalami stidaknya satu kali kekambuhan. Menurut United States National Collaborative Perinatal Project yang meneliti 1.706 anak dari baru lahir sampai umur 7 tahun yang mengalami satu atau lebih kejang demam, faktor risiko untuk berkembang menjadi epilepsi adalah 1. riwayat kejang tanpa demam2. adanya abnormalitas neurologis3. kejang demam kopleks.Dari pasien yang mempunyai satu faktor risiko, 2 % berkembang menjadi epilepsi dan pada pasien yang memiliki 2 atau lebih faktor risiko, 10% berkembang menjadi epilepsi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Editor: Hay W.W et al. eds 16th. 2003. USA. Lange Medical Books/McGrow-Hill. p 717-45.

2. Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor: Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. 2004. Pensylvania. Saunder. p 1993-2011.

3. Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical Pediatrics. Editor: Elzouki AV, Hanfi HA, Nazer H. 2001. Philadephia. William & Wilkins. p 1414-24.

4. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4th. 2002. Pennsylvania. WB Saunders Company. p 793-800.

5. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. 2002. Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55.

6. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Jakarta.