tinjauan pustaka ham

24
A. Pengertian Malpraktik Medis Istilah malpraktek adalah isitilah yang umum tentang kesalahan yang dilakukan oleh profesional dalam menjalankan profesinya dan merupakan terjemahan dari malpractice. Mal berarti salah dan practice berarti praktek. Dengan demikian secara sederhana dapat diartikan malpraktek adalah praktek yang salah atau praktek yang jelek. Sedangkan malpraktek medis: medical practice dan secara lebih singkatan mala praxts: kesalahan profesi. 3,4,5,6 World Medical Assosiation (WMA) pada tahun 1992 memberikan definisi tentang malpraktek medis adalah kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien atau adanya kekurangan keterampilan atau kelainan dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien. WMA juga mengingatkan bahwa tidak semua kegagalan medis merupakan malpraktek kedokteran. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya dan dapat terjadi disaat terjadinya tindakan medis yang sudah sesuai standar tidak termasuk dalam pengertian malpraktek. Pembuktian malpraktek dipengadilan tidaklah mudah, dimana hakim harusnya membutuhkan atau sangat tergantung pada saksi

Upload: denata-prabhasiwi

Post on 25-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Ham

A. Pengertian Malpraktik Medis

Istilah malpraktek adalah isitilah yang umum tentang kesalahan yang dilakukan oleh

profesional dalam menjalankan profesinya dan merupakan terjemahan dari malpractice. Mal

berarti salah dan practice berarti praktek. Dengan demikian secara sederhana dapat diartikan

malpraktek adalah praktek yang salah atau praktek yang jelek. Sedangkan malpraktek medis:

medical practice dan secara lebih singkatan mala praxts: kesalahan profesi.3,4,5,6

World Medical Assosiation (WMA) pada tahun 1992 memberikan definisi tentang

malpraktek medis adalah kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan

perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien atau adanya kekurangan keterampilan atau

kelainan dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien. WMA

juga mengingatkan bahwa tidak semua kegagalan medis merupakan malpraktek kedokteran.

Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya dan dapat terjadi disaat terjadinya

tindakan medis yang sudah sesuai standar tidak termasuk dalam pengertian malpraktek.

Pembuktian malpraktek dipengadilan tidaklah mudah, dimana hakim harusnya membutuhkan

atau sangat tergantung pada saksi ahli yang diambil dari peer group sesuai kompetensi dokter

yang tergugat.5,6

Namun demikian dari semua definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan malpraktek medis adalah antara lain:1,2,3

a) Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga medis

b) Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban

c) Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan

B. Aspek Hukum Malpraktek Medik

Berdasarkan jenisnya, tindakan malpraktik medik terbagi kedalam dua bentuk

pertanggungjawaban. Pertama, pertanggungjawaban profesi kedokteran, yaitu pelanggaran

Page 2: Tinjauan Pustaka Ham

etika kedokteran etika kedokteran dan pelanggaran disiplin kedokteran. Kedua,

pertanggungjwaban hukum (malpraktik yuridis), yang terbagi dalam tiga komponen yaitu

malpraktik pidana ( criminal malpractice), malpraktek perdata ( sivil malpractice), dan

malpraktek administratif ( administrative malpractice ). Masing-masing kriteria

pertanggungjawaban hukum dan profesi kedokteran tersebut di atas mempunyai jalur

penyelesaian yang berbeda, dasar hukum yang berbeda dan ditangani oleh peradilan yang

berbeda pula.1,2,3,4,5,6

1) Malpraktik pidana ( criminal malpractice)

Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalamicacat akibat

dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati, kurang cermat, dalam melakukan

upaya penyembuhan terhadap pasien. Dalam malpraktik pidana dibagi kedalam dua bentuk,

yaitu malpraktik pidana karena kesengajaan ( intensional) dan malpraktik pidana karena

kelalaian atau kealpaan ( negligence).3,5,6

Moelyatno menegaskan bahwa kesengajaan merupakan tindakan yang secara sadar

atau dibawah sepengetahuan pelaku dan melakukan tindakan tersebut yang dilanggar oleh

hukum. Sedangakan kelalaian terjadi karena kurangnya perhatian, kurang cermat, dan kuang

hati-hati dalam dalam melakukan perawatan atau pengobatan terhadap pasien, sehingga tanpa

disadari menyebabkan keadaan yang dilarang seperti luka, cacat, atau matinya pasien.

Kelalaian hakikatnya sama dengan kesengajaan, tetapi perbedaanya hanyalah dari sudut

tingkatnya saja. Derajat kesalahan kesengajaan lebih tinggi dari pada kesalahan kelalaian.3,5,6

Dalam KUHP, ada beberapa pasal yang dapat dikenakan terhdap dokter, namun hanya

pasal 359 dan pasal 360 yang lazim digunakan oleh Polisi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU)

untuk menuntut dokter atas dugaan tindakan malpraktik medik. Walaupun demikian selain

kedua pasal tersebut jarang sekali digunakan dalam setiap dakwaannya di pengadilan, karena

kedua pasal tersebut hampir dapat menampung semua tindakan medis yang merugikan

Page 3: Tinjauan Pustaka Ham

kesehatan pasienseperti luka dan matinya pihak pasien.3,5,6

2) Malpraktik Perdata ( Civil Malpractice)

Dalam KUHPdt ada tiga hal yang dapat dihubungkan tindakan malpraktik medik

yaitu pihak dokter yang melaksanakan perawatan atau pengobatan tidak sesuai dengan

perjanjian (wanprestasi) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, dan tindakan dokter

melanggar hukum ( onrechmatige daad), tindakan (zaakwaarneming).3,4,5,6

Wanprestasi dalam praktik medik hanya terjadi karena pelanggaran perjanjian oleh

pihak dokter terhdap hak pasien. Isi perjanjian dapat berupa:3,4,5,6

a) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.

b) Melakukan apa yang menurut kesepakatanya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna

dalam pelaksanaannya.

c) Melakukan apa yang menurut kesepakatanya wajib dilakukan tetapi terhambat

melaksanaannya.

d) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Kriteria wanprestasi dinyatakan dalam pasal 1243 KUHPdt yaitu tidak dipenuhinya

suatu perikatan, apa yang menjadi unsur tidak dipenuhinya suatu perikatan adalah tidak

melaksanakan klausula suatu perjanjian. Pada dasarnya, klausula perjanjian adalah tanggung

jawab melakukan sesuatu dan memberikan sesuatu.3

Kewujudan kerugian akibat wanprestasi hanyalah dalam bentuk kerugian material

saja yaitu kerugian yang bisa diukur dengan uang seperti biaya perawatan, biaya perjalanan,

dan biaya obat-obatan. Sedangkan kerugian imateriil, misalnya kehilangan harapan untk

sembuh, rasa penderitaan atau kesakitan yang berkepanjangan, hilangnya penglihatan dan

menyebabkan kematian tidak dapat dituntut berdasarkan wanprestasi, tetapi kerugian tersebut

dapat dituntut berdasarkan perbuatan melanggar hukum ( oncrechmatige daad) sebagaimana

pasal 1365 KUHPdt.3,4,5,6

8

Page 4: Tinjauan Pustaka Ham

Adapun, tindakan oncrechmatige daad harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

a) Adanya perbuatan ( baik berbuat maupun tidak berbuat )

b) Perbuatan tersebut melanggar hukum ( tertulis ataupun tidaktertulis )

c) Ada kerugian

d) Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang

diderita

e) Adanya kesalahan

Dalam malpraktik medik, sulit membedakan tindakan wanprestasi dengan perbuatan

melawan hukum. Walaupun dasarnya jelas dan mudah diucapkan, kerugian akibat

wanprestasi merupakan akibat langsung dari pelanggaran kewajiban dalam suatu perikatan

hukum. Sedangkan kerugian dari perbuatan melanggar hukum adalah kerugian sebagai akibat

langsung dari perbuatanyang dapat disalahkan pada sipembuat atau mengandung sifat

melawan hukum yang tidak harus dalam suatu perikatan.3,4,5,6

Oleh karena itu, dalam peradilan kasus malpraktek medik tergantung pada alasan

gugatan pasien yaitu apakah gugatan tersebut berdasarkan wanprestasi atau perbuatan

melawan hukum, karena pada prinsipnya keduanya sama yaitu gugatan terhadap

penyimpangan pelayanan medis yang dilakukan leh dokter. Dalam menjatuhkan hukuman

pun hakim akan menjatuhkan berdasarkan tuntutan penggugat ( ultra petitim patium). Namun

dalam gugatan melawan hukum, dasar pembuktian nya menjadi mudah apabila telah terbukti

adanya penyimpangan pelayanan medis yang mengandung unsur tindakan pidana, misalnya

dokter telah melanggar Pasal 359 dan 360 KUHP, maka pembuktian akan menjaadi sempurna

dengan mengajukan putusan pengadilan tersebut dalam gugatan perbuatan melawan hukum.

Penggugat hanya tinggalmembuktkan nilai kerugian yang diakibatkan oleh tindakan dokter

tersebut baik materiil maupun immateriil.3,4,5,6

Kemudian tentang tindakan zaakwarneming. Zaakwarneming adalah bentuk perikatan

9

Page 5: Tinjauan Pustaka Ham

hukum yang lahir karena undang-undang. Ketentuan tindakan zaakwaarneming diatur dalam

pasal 1354 KUHPdt yang menentukan bahwa “jika seseorang sukarela, mewakili urusan

orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat

dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang diwakili

kepentingan nya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia menanggung segala kewajiban yang

harus dipikulnya, seandainya ia kuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan

dengan tegas.3,4,5,6

Melihat ketentuan diatas, tindakan zaakwarneming tidak menyebabkan timbulnya

tindakan malpraktik medik, tetapi dalam melaksanakan kewajiban hukum yang timbul karena

zaakwrneming maka dapat menyebabkan tindakan malpraktek medik apabila terdapat

penyimpangan dalam memberikan pelayanan medis oleh dokter sehingga dapat menimbulkan

kerugian terhadap kesehatan pasien. Dalam keadaan darurat dokter boleh saja melakukan

tindakan medis sesuai dengan kebutuhan pasien, tanpa harus adanya persetujuan pasien,

namun apabila pasien sudah stabil atau sadar, maka dokter harus memberitahu kepada pasien

tentang tindakan medis yang telah dilakukan selama pasien pingsan dan tindakan medis

selanjutnya yang dibutuhkan oleh pasien. Dalam zaakwaneming disebutkan bahwa dokter

bertindak sebagai bapak yang baik terhadap pasien.3,4,5,6

3) Aspek Hukum Administrasi Malpraktek Medis

Malpraktek sebagaimana disebutkan secara singkat diatas, merupakan perbuatan yang

melanggar kewajiban yang seharusnya dilakukan, yang bertentangan dengan ketentuan

sebagaimana yang diatur dalam profesi. Standar profesi merupakan pengaturan terhadap cara

pelaksanaan tindakan medis sehingga tindakan tersebut sesuai tujuan yang diharapkan, jadi

merupakan ketentuan hukum administrasi yang harus ditaati oleh tenagamedis yang

bersangkutan. Kesalahan tindakan berarti pelanggaran terhadap ketentuan hukum

administrasi, dan karenanya dapat dikenakan tindakan administrasi oleh pihak pemerintah.5,6

Page 6: Tinjauan Pustaka Ham

4) Aspek Etika dalam Malpraktek Medik

Sebagaimana diketahui, pelayanan kesehatan selain diatur dengan ketentuan hukum,

juga diatur oleh ketentuan kode etik profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan. Oleh karena

itu pelanggaran dalam pelayanan kesehatan termasuk malpraktel medis juga dikenakan

sanksi-sanksi, baik etik, hukum maupun keduanya. Perbedaannya adalah bahwa sanksi etik

dijatuhkan oleh organisasi profesi, sanksi administrasi oleh pemerintah, sanksi pidana oleh

pengadilan berdasarkan tuntutan kejaksaan, dan sanksi perdata berdasarkan gugatan pihak

yang dirugikan. Sanksi etik lebih bertujuan pada edukasi atau pembelajaran bukan sebagai

hukuman atau mengganti kerugian. Mengenai pelanggaran aspek etika, jalur etik tidak begitu

melihat kepada akibat atau kerugian yang ditimbulkan, karena etika lebih mengedepankan

kepada tindakan yang dilakukan sipelakudengan berpedoman kepada Kode Etik Profesi.

Untuk kalangan dokter pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).5,6

C. BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA

1) Alternatif Penyelesaian Sengketa

Dalam proses penyelesaian sengketa dapat digunakan dua jalur yaitu litigasi

(pengadilan) dan non litigasi/konsensual/non-ajudikasi. Kita semua dapat memahami bahwa

proses beracara di pengadilan adalah proses yang membutuhkan biaya dan memakan waktu.

Karena sistem pengadilan konvensional secara alamiah berlawanan, seringkali menghasilkan

satu pihak sebagai pemenang dan pihak lainnya sebagai pihak yang kalah. Sementara itu

kritik tajam terhadap lembaga peradilan dalam menjalankan fungsinya yang dianggap

terlampau padat, lamban dan buang waktu, mahal dan kurang tanggap terhadap kepentingan

umum serta dianggap terlampau formalistik dan terlampau teknis. Itu sebabnya masalah

peninjauan kembali perbaikan sistem peradilan ke arah yang efektif dan efisien terjadi

dimana-mana. Bahkan muncul kritik yang mengatakan bahwa proses perdata dianggap tidak

efisien dan tidak adil (civil procedure was neither efficient no fair).2,7,8

Page 7: Tinjauan Pustaka Ham

Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di Indonesia yang diawali oleh lembaga

perdamaian (dading) yang diatur dalam pasal 130 HIR dan 154 Rbg, saat ini telah

berkembang dan muncul sebagai pilihan jalan keluar dari kondisi peradilan umum yang ada.

Dalam kepustakaan Hukum Lingkungan, APS mendeskripsikan berbagai bentuk mekanisme

penyelesaian sengketa lingkunganselain proses litigasi, antara lain: negosiasi, mediasi,

konsiliasi, pencari fakta, dan abitrase.8

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsultasi berarti pertukaran pikiran

untuk mendapatkan kesimpulan ( nasehat, saran dan sebagainya) yang sebaik-baiknya. Dalam

kaitannya dengan alternatif penyelesaian sengketa, konsultasi/konseling merupakan cara

penyelesaian sengketa atau beda pendapat diluar pengadilan yang menawarkan mediasi

jangka panjang (terkait dengan pengertian yang diberikan oleh Kamus Besar Bahasa

Indonesia di atas) yang dasarnya berhubungan dengan faktor psikologis dan perilaku.2,8

Negosiasi adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai

kesepakatan bersama antara satu pihak ( kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau

organisasi) yang lain, atau dapat diartikan pula sebagai penyelesaian sengketa secara damai

melalui perundingan antara pihak yang bersengketa. Dalam proses negosiasi para pihak yang

bersengketa bertemu secara sukarela dan berusaha mencari penyelesaian dari permasalahan

yang ada dan meraih kesepakatan semua pihak secara konsensus.2,8

Negosiasi dapat dilakukan sendiri atau diwakilkan oleh orang lain seperti penasehat

hukum, atau pengacara. Salah satu manfaat negosiasi adalah para pihak dapat membuat

pendekatan setiap saat, dengan proses mediasi pendekatan dapat dilakukan oleh mediator.8

Proses mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternative dispute resolution (ADR)

atau alternatif penyelesaian masalah. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui

proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Mediasi itu sendiri dapat dilakukan melalui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan

Page 8: Tinjauan Pustaka Ham

dengan menggunakan mediator yang telah mempunyai sertifikat mediator. Mediator adalah

pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai

kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan

sebuah penyelesaian.2,8

Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa atau beda pendapat diluar pengadilan

yang hampir serupa dengan mediasi namun dengan potensi perbedaan pada keaktifan pihak

ketiga yang terlibat dalam proses penyelesaian sengketa. Melibatkan intervensi pihak ketiga

yang bersifat pasif atau hanya terbatas pada hal-hal prosedural. Namun pada umumnya para

konsiliator berperan serta lebih langsung dalam sengketa dibandingkan dengan mediator.2,7

Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma)

Nomor 01 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan, telah terjadi perubahan

fundamental dalam praktik peradilan di Indonesia. Pengadilan tidak hanya bertugas dan

berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diterimanya, tetapi juga

berkewajiban mengupayakan perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara. Pengadilan

yang selama ini berkesan sebagai lembaga penegakan hukum dan keadilan, sekarang

menampakkan diri sebagai lembaga yang mencarikan solusi damai antara pihak-pihak yang

bertikai.2,7

2) Mediasi Dalam Sengketa Medis

Profesi kedokteran merupakan profesi tertua di dunia. Profesi kedokteran juga

merupakan profesi pertama yang bersumpah untuk mengabdikan dirinya bagi kemanusiaan.

Hubungan dokter pasien pada dasarnya dilandasi kepercayaan. Walaupun masih memerlukan

kajian yang lebih spesifik, ketidakpercayaan kepada dokter ditandai dengan mempertanyakan

pengetahuan, kemampuan, perilaku dan manajemen pasien dari si dokter. Sebuah studi di

Amerika menunjukkan bahwa seringkali dokter dituntut pasien dengan hal-hal yang tidak

berhubungan sama sekali dengan kualitas perawatan kesehatan yang diberikan dokter.2,8

Page 9: Tinjauan Pustaka Ham

Perubahan terminologi dari pasien ke konsumen atau klien mentransformasi

perubahan konsep hubungan dokter pasien ke konsep hubungan “jasa pelayanan.” Ironisnya

seringkali hubungan itu tidak meletakkan kepentingan yang terbaik untuk pasien sebagai

kepentingan utama oleh karena ketidakseimbangan kekuasaan dan pengetahuan antara kedua

belah pihak. Perkembangan ketersediaan informasi kesehatan melalui berbagai media turut

mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh dokter. Selain itu juga harus dipahami

bahwa ilmu kedokteran tidaklah menjanjikan hasil melainkan upaya maksimal yang dapat

dilakukan (inspanning verbintennis). Lebih jauh akibat pengaruh intelektual dekonstruksionis

yang akarnya terletak pada pengertian good dalam perspektif pasien mempengaruhi otonomi

profesi. Dahulu good atau benefit merupakan domain para ahli pengobatan (dokter) dalam

situasi paternalistik. Ternyata sejalan dengan perkembangan zaman pengertian good tetap

dalam kerangka “berbuat baik” dalam konteks dokter berubah menjadi benefit pasien dengan

mempertimbangkan keputusan dan harapan pasien itu sendiri.2,7,8

Dalam kasus sengketa medik sangat dimungkinkan untuk penyelesaian melalui

mediasi. Hal ini tertuang dalam perubahan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang

kesehatan menjadi No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, memerintahkan wajib melakukan

mediasi jika terjadi kesalahan atau kelalaian oleh tenaga kesehatan seperti pada pasal 29

sebelum ditempuh jalur hukum lainnya.8

Konsideran yang mendasari sehingga ditetapkannya Perma Nomor 01 Tahun 2008

adalah:

1. Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan

murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan

penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.

2. Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah

satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta

Page 10: Tinjauan Pustaka Ham

memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian

sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif)

3. Hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, mendorong

para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara

mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan negeri

4. Sambil menunggu peraturan perundang-undangan dan memperhatikan wewenang

mahkamah agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh

peraturan perundang-undangan, maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran

dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan sengketa perdata,

dipandang perlu menetapkan suatu Peraturan Mahkamah Agung.2,,7

Untuk mengerti secara komprehensif mengenai mediasi, perlu dipahami tentang tiga

aspek mediasi yaitu:2,8

1. Aspek Urgensi/Motivasi

Urgensi dan motivasi mediasi adalah agar pihak-pihak yang berperkara menjadi

damai dan tidak melanjutkan perkaranya ke pengadilan. Apabila ada hal-hal yang mengganjal

yang selama ini menjadi masalah, maka harus diselesaikan secara kekeluargaan dengan

musyawarah mufakat. Tujuan utama mediasi adalah untuk mencapai perdamaian antara

pihak-pihak yang bertikai. Pihak-pihak yang bertikai atau berperkara biasanya sangat sulit

untuk mencapai kata sepakat apabila bertemu dengan sendirinya. Titik temu yang selama ini

beku mengenai hal-hal yang dipertikaikan itu biasanya dapat menjadi cair apabila ada yang

mempertemukan. Maka mediasi merupakan sarana untuk mempertemukan pihak-pihak yang

berperkara dengan difasilitasi oleh seorang atau lebih mediator untuk menyaring persoalan

agar menjadi jernih dan pihak-pihak yang bertikai mendapatkan kesadaran akan pentingnya

perdamaian antara mereka.

2. Aspek Prinsip

Page 11: Tinjauan Pustaka Ham

Secara hukum mediasi tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Perma Nomor 01 Tahun 2008

yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak untuk mengikuti prosedur

penyelesaian perkara melalui mediasi. Apabila tidak menempuh prosedur mediasi menurut

Perma, hal itu merupakan pelanggaran terhadap Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang

mengakibatkan putusan batal demi hukum. Artinya, semua perkara yang masuk ke

pengadilan tingkat pertama tidak mungkin melewatkan acara mediasi. Karena apabila hal itu

terjadi risikonya akan fatal.

3. Aspek Substansi

Mediasi merupakan rangkaian proses yang harus dilalui untuk setiap perkara perdata

yang masuk ke pengadilan. Substansi mediasi adalah proses yang harus dijalani secara

sunggguh-sungguh untuk mencapai perdamaian. Karena itu diberikan waktu tersendiri untuk

melaksanakan mediasi sebelum perkaranya diperiksa. Mediasi bukan hanya sekadar untuk

memenuhi syarat legalitas formal, tetapi merupakan upaya sungguh-sungguh yang harus

dilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk mencapai perdamaian. Mediasi adalah merupakan

upaya pihakpihak yang berperkara untuk berdamai demi kepentingan pihak-pihak itu sendiri,

bukan kepentingan pengadilan atau hakim, juga bukan kepentingan mediator. Dengan

demikian segala biaya yang timbul karena proses mediasi ini ditanggung oleh pihak-pihak

yang berperkara.

a) Tahapan Proses Mediasi

Ada dua belas langkah agar proses mediasi berhasil dengan baik yaitu:2,8

1. Menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa

2. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi

3. Mengumpulkan dan menganalisis informasi latar belakang sengketa

4. Menyusun rencana mediasi

16

Page 12: Tinjauan Pustaka Ham

5. Membangun kepercayaan dan kerja sama di antara para pihak

6. Memulai sidang mediasi

7. Merumuskan masalah dan menyusun agenda

8. Mengungkapkan kepentingan yang tersembunyi

9. Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa

10. Menganalisis pilihan penyelesaian sengketa

11. Proses tawar menawar akhir

12. Mencapai kesepakatan formal

Ada dua jenis perundingan dalam proses mediasi yaitu positional based bargaining

dan interest best based bargaining. Positional based bargaining selalu dimulai dengan solusi.

Para pihak saling mengusulkan solusi dan saling tawar menawar sampai mereka menemukan

satu titik yang dapat diterima bagi keduanya. Sementara itu perundingan berdasarkan

kepentingan dimulai dengan mengembangkan dan menjaga hubungan. Para pihak mendidik

satu sama lain akan kebutuhan mereka dan bersama-sama menyelesaikan persoalan

berdasarkan kebutuhan/kepentingan. Pada strategi itu para perunding adalah pemecah

masalah. Tujuannya untuk mencapai kesepakatan yang mencerminkan kebutuhan/

kepentingan para pihak, memisahkan antara orang dengan masalah, lunak terhadap orang dan

keras kepada masalah, kepercayaan dibangun atas dasar situasi dan kondisi, fokus pada

kepentingan dan bukan pada posisi, mencegah/ menghindari dari bottom line, membuat

pilihan semaksimal mungkin, mendiskusikan pilihan secara intensif, kesepakatan mengacu

pada keinginan bersama, menggunakan argumentasi dan alasan serta terbuka terhadap alasan

perunding lawan.2,8

Para ahli mediasi menganjurkan untuk menggunakan strategi perundingan

berdasarkan kepentingan, karena hasil akhir yang akan didapat oleh kedua belah pihak akan

maksimal. Perbedaan hasil akhir dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 13: Tinjauan Pustaka Ham

Gambar 1. Strategi perundingan: a. berdasarkan posisi; b. berdasarkan kepentingan.

Kiat strategi perundingan berdasarkan kepentingan adalah people, interest, options,

criteria (PIOC). Pada people/ orang: pisahkan antara orang dan masalah, pusatkan pikiran

pada masalah bukan pada mitra tanding. Para perunding melihat diri mereka sebagai mitra

kerja yang harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah. Interest/ kepentingan: titik-

beratkan pada kepentingan bukan kebutuhan, bukan apa yang saya inginkan atau tidak

inginkan dan bukan mengapa saya inginkan atau tidak inginkan. Options/ pilihan: tidak

terpaku pada satu pemecahan masalah, perbanyak pilihan pemecahan masalah, hindari

pemikiran bahwa pemecahan masalah hanya urusan mitra runding, tentukan penyelesaian

pada pemecahan yang memuaskan para pihak. Criteria/kriteria: buat berdasarkan ukuran

objektif, nilai pasar, ukuran ilmiah, ukuran profesional dan hukum.2,

Agar proses mediasi dapat berjalan efektif diperlukan kemampuan

untuk dapat “memetakan” serta menganalisis bentuk konflik yang sedang

dihadapi dan mencoba untuk merancang pendekatan terefektif untuk

mengatasinya. Pada dasarnya konflik bersumber dari lima hal yaitu:

masalah hubungan, masalah data, masalah kepentingan, masalah

struktural dan perbedaan nilai. Moore9 menggambarkan siklus konflik

tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2. 19

Page 14: Tinjauan Pustaka Ham

Gambar2. Circle of Conflict

Berdasarkan uraian di atas sebenarnya proses mediasi merupakan upaya yang tepat

dalam menyelesaikan sengketa medis antara dokter dan pasien kecuali dalam proses pidana

murni seperti pelecehan seksual, pengungkapan rahasia kedokteran, aborsi serta kelalaian

berat, keterangan palsu, penipuan dan lain-lain. Penyelesaian melalui jalur litigasi akan

merugikan kedua belah pihak. Apalagi cukup sukar untuk memenuhi empat kriteria

malpraktik medis, yaitu:2,8

1. Adanya duty (kewajiban) yang harus dilaksanakan

2. Adanya dereliction/breach of that duty (penyimpangan kewajiban);

3. Terjadinya damage

4. Terbuktinya direct causal relationship antara pelanggaran kewajiban dengan kerugian.

Efek positif lainnya dari proses mediasi adalah hubungan dokter pasien akan tetap

senantiasa terjaga dengan baik. Karena bagaimanapun kedua belah pihak memerlukan

kepentingan yang sama meskipun dalam konteks dan tanggung jawabnya masing-masing.

Meskipun demikian, mediasi memiliki kelemahan yaitu keterbatasan dukungan yuridis 20

Page 15: Tinjauan Pustaka Ham

terhadap proses dan hasilnya, termasuk terhadap eksekusi perjanjian penyelesaian sengketa

(perdamaian) yang dihasilkan. Proses dan keputusan yang dihasilkan tidak dapat begitu saja

dipaksakan. Kelemahan lain adalah dari Perma itu sendiri yaitu menurut tata urutan

perundang-undangan Indonesia Perma tidak bersifat wajib; mengikat, sehingga Perma hanya

dapat dijadikan pedoman. Perlu dibentuk undang-undang yang mengatur mediasi untuk

memberikan kepastian hukum.2,8

1. Astuti, E.K. 2007. Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien Dalam Upaya Pelayanan Medis. Makalah disajikan pada Seminar Malpraktek Kedokteran, Aspek Hukum dan Pencegahan, Semarang, 29 Juni.

2. Afandi, D. 2009. Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Medis. Majalah Kedokteran Indonesia, 59(5): 189-193.

3. Aristya, S.D.F. 2011. Pembuktian Perdata Dalam Kasus Malpraktek di Yogyakarta. Mimbar Hukum edisi khusus:1-237.

4. Riyadi, M. 2011. Hukum Kesehatan Keselamatan Pasien Adalah Hukum Yang Tertinggi agroti salos lex suprima (Tinjaun Yuridis Dalam Kajian Penelitian). Surabaya: Selasar Publishing. Hal:117-183

5. Hatta, M. 2008. Malprakek Medik di Indonesia Suatu Kajian Medikolegal. Jurnal Suloh, VI (3):175-256.

6. Lewoleba, K. K. 2008. Malpraktek Dalam Pelayanan Kesehatan ( Malpraktek Medis ). Bina Widya,19 (3):181-187.

7. Febri, P. 2009. Pelaksanaan Mediasi dan Penerapannya dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup. Jakarta. FH UI

8. Junaidi, E. 2011. Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Medik. Rajawali Pers. Jakarta. Hal: 11- 43.