tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan...

59
9 TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003) perilaku ialah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Ada dua perspektif teori yang menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan individu dalam membentuk perilakunya. Perspektif teori pertama adalah nature sebagai ”the view espoused by nativists. Nature refers not simply to abilities present at birth but to any ability determined by genes, including those appearing through maturation”. Para ahli psikologi evolusi sebagai penganut perspektif teori ini menganggap bahwa perilaku merupakan produk dari seleksi alam sebagai “evolutionary adaptation” (EA). Ketertarikan interpersonal merupakan contoh sexual selection: laki-laki dan perempuan memilih pasangan yang paling sesuai bagi sukses reproduksinya. Kedua nurture sebagai “the view of empiricists, the view that everything is learned through interactions with the environment, the physical and social world, more widely referred to as ‘experience”. Para ahli psikologi radikal (seperti Skinner dan Watson) berpendapat bahwa seluruh perilaku dapat dijelaskan oleh suatu peristiwa sendiri. Skinner berpendapat bahwa proses pembelajaran suatu bahasa oleh anak kecil dapat dijelaskan melalui reward dan konsekuensinya. Contoh lain dari perspektif teori ini adalah bahwa schizophrenia muncul pada anak-anak yang senantiasa menerima informasi kontradiktif dari kedua orang tuanya. Teori Convergence memadukan kedua teori di atas. Teori ini menyebutkan bahwa perkembangan individu adalah perpaduan antara bawaan dengan pengaruh luar. Kekuatan internal dan eksternal saling berinteraksi, saling memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu. Interaksi lingkungan dengan faktor bawaan tidak selalu tetap dan tergantung pada sifat hereditas, sifat lingkungan dan intensitas pengaruh luar. Sifat- sifat jasmani tubuh manusia merupakan ciri utama seseorang dan sulit diubah sedangkan kemampuan berbicara, bersikap dan berperilaku dapat diubah melalui interaksi sosial antara sifat bawaan dan lingkungan luar (Zanden dan James, 1995).

Upload: voanh

Post on 17-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

9

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003) perilaku ialah

tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Ada dua perspektif

teori yang menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan individu dalam membentuk

perilakunya. Perspektif teori pertama adalah nature sebagai ”the view espoused by

nativists. Nature refers not simply to abilities present at birth but to any ability

determined by genes, including those appearing through maturation”. Para ahli

psikologi evolusi sebagai penganut perspektif teori ini menganggap bahwa perilaku

merupakan produk dari seleksi alam sebagai “evolutionary adaptation” (EA).

Ketertarikan interpersonal merupakan contoh sexual selection: laki-laki dan perempuan

memilih pasangan yang paling sesuai bagi sukses reproduksinya.

Kedua nurture sebagai “the view of empiricists, the view that everything is

learned through interactions with the environment, the physical and social world, more

widely referred to as ‘experience”. Para ahli psikologi radikal (seperti Skinner dan

Watson) berpendapat bahwa seluruh perilaku dapat dijelaskan oleh suatu peristiwa

sendiri. Skinner berpendapat bahwa proses pembelajaran suatu bahasa oleh anak kecil

dapat dijelaskan melalui reward dan konsekuensinya. Contoh lain dari perspektif teori ini

adalah bahwa schizophrenia muncul pada anak-anak yang senantiasa menerima informasi

kontradiktif dari kedua orang tuanya.

Teori Convergence memadukan kedua teori di atas. Teori ini menyebutkan bahwa

perkembangan individu adalah perpaduan antara bawaan dengan pengaruh luar. Kekuatan

internal dan eksternal saling berinteraksi, saling memengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan individu. Interaksi lingkungan dengan faktor bawaan tidak selalu tetap

dan tergantung pada sifat hereditas, sifat lingkungan dan intensitas pengaruh luar. Sifat-

sifat jasmani tubuh manusia merupakan ciri utama seseorang dan sulit diubah sedangkan

kemampuan berbicara, bersikap dan berperilaku dapat diubah melalui interaksi sosial

antara sifat bawaan dan lingkungan luar (Zanden dan James, 1995).

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

10

Memperkuat argumentasi tersebut, Lewin (dalam Hersey et al: 1996)

mengemukakan bahwa perilaku individu merupakan fungsi dari individu dan situasi.

Secara matematis kondisi demikian dinyatakan sebagai: B = ƒ (P,S). Dalam hal ini B =

behavior, P = person dan S = situation. Seseorang berperilaku, dipengaruhi oleh sesuatu

dalam diri orang (yang memotivasi individu untuk bertindak) dan oleh sesuatu di luar

orang itu (situasi), antara individu dengan situasi akan saling bergantung. Perilaku juga

dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai hasil tertentu dan dipengaruhi oleh tujuan.

Tujuan atau sasaran tidak selamanya didasari oleh perilaku individu tersebut. Hal ini

dikarenakan adanya alam bawah sadar yang memengaruhi perilaku seseorang individu.

Menurut teori communication and human behavior, perilaku pada dasarnya

merupakan suatu tindakan manusia yang diawali oleh adanya proses input berupa

informasi yang masuk dari tiap individu (Ruben, 1992). Beragam informasi yang masuk

tersebut selanjutnya mengalami proses seleksi untuk menentukan informasi yang relevan.

Informasi yang telah melalui proses seleksi tersebut selanjutnya mengalami proses

interpretasi yang menyebabkan timbulnya beragam penafsiran terhadap informasi yang

sama dari tiap individu. Informasi yang mengalami interpretasi tersebut selanjutnya

disimpan dalam short-term atau long-term memory. Tergantung pada penting atau

tidaknya nilai informasi. Bila informasi tersebut penting, maka individu akan menyimpan

informasi tersebut dalam long-term memory, sebaliknya bila informasi tersebut tidak

penting maka individu itu akan menyimpannya dalam short-term memory yang mudah

dilupakan. Adanya asupan informasi yang diproses dalam diri individu, memungkinkan

individu memiliki kebutuhan dan menentukan tujuan yang relevan dengan asupan

informasi tersebut. Jadi, asupan informasi mengalami seleksi, interpretasi dan retention

hingga munculnya kebutuhan dan tujuan yang berujung pada munculnya perilaku

individu.

Perilaku individu juga dapat dijelaskan oleh teori operant conditioning yang

digagas oleh BF. Skinner (Brophy, 1990). Menurut Skinner, perilaku individu pada

dasarnya merupakan hasil dari suatu proses belajar. Sementara itu Pavlov menganggap

tingkahlaku terjadi bila ada stimuli khusus, sementara Skinner menambahkan bahwa

tingkahlaku demikian hanya menerangkan sebagian kecil saja dari semua kegiatan.

Skinner berpendapat, ada bentuk tingkahlaku lain yang dia sebut sebagai tingkahlaku

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

11

operant, yang sengaja terjadi pada lingkungan tanpa unconditioned stimuli, seperti

makanan. Penemuan Skinner memusatkan hubungan antara tingkahlaku dan konsekuen.

Contoh, jika menyenangkan, individu akan menggunakan tingkahlaku itu lagi sesering

mungkin. Menggunakan konsekuen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam

mengubah tingkahlaku, sering disebut sebagai operant conditioning. Konsekuensi

menyenangkan akan memperkuat tingkahlaku, sementara konsekuensi yang tidak

menyenangkan akan memperlemah tingkahlaku. Jadi, konsekuensi yang menyenangkan

akan meningkat frekuensinya, sementara konseskuensi yang tidak menyenangkan akan

mengurang frekuensinya. Operant (perilaku diperkuat jika akibatnya menyenangkan)

merupakan tingkahlaku yang ditimbulkan oleh organisme itu sendiri. Operant belum

tentu didahului oleh stimuli dari luar. Operant conditioning akan terbentuk jika frekuensi

tingkahlaku operant bertambah atau bila timbul tingkahlaku operant yang tidak tampak

sebelumnya. Frekuensi terjadinya tingkahlaku operant ditentukan oleh akibat tingkahlaku

ini. Percobaan Skinner dengan tikus memerjelas hal ini. Tikus dibuat lapar dengan asumsi

karena dorongan lapar, maka timbul motivasi untuk belajar keluar dan mencari makanan.

Tikus yang lapar di dalam kotak, kesana-kemari tanpa sengaja menekan tombol.

Banyaknya tekanan per satuan waktu dihitung sebagai tingkahlaku operant penekanan

sebelum terbentuk operant conditioning. Setelah tingkat operant diketahui,

eksperimenter mengaktifkan alat pemberi makan, sehingga setiap kali tikus menekan

tombol, segelintir makanan jatuh ke penampung makanan. Makanan ini memerkuat

frekuensi penekanan dan kecepatan penekanan berkurang jika makanan tidak muncul,

artinya operant respons mengalami extinction jika tidak mendapatkan reinforcement

(berupa makanan).

Theory Planned Behavior (Fisbein, 2005) melihat dengan menggunakan

perspektif lain tentang perilaku. Teori ini diawali dengan kritik terhadap teori dan

pengukuran sikap yang seringkali tidak tepat yaitu tidak dapat memperkirakan perilaku

yang akan timbul.

Pada awal tahun 1862 para ahli psikologi mulai membangun teori yang

menunjukkan dampak sikap terhadap perilaku. Para ahli psikologi sosial kemudian

melanjutkan studi mengenai sikap dan perilaku antara kurun waktu tahun 1918 dan 1925

dan menghasilkan banyak kemunculan teori baru dengan penekanan kaitan antara sikap

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

12

dan perilaku. Tesis utama dari trend perkembangan teori tersebut adalah bahwa sikap

dapat menjelaskan perilaku manusia. Pada masa itu Thomas dan Znaiecki ialah ahli

psikologi pertama yang menyampaikan bahwa sikap merupakan proses mental individual

yang menentukan perilaku aktual individu dan respon potensialnya. Berangkat dari

perspektif tersebut maka para ahli psikologi sosial mulai melihat sikap sebagai prediktor

perilaku.

Beberapa ahli psikologi sosial yang menganggap perspektif sikap sebagai

prediktor perilaku antara lain (a) Thurston yang pada tahun 1929 mengembangkan

metode pengukuran sikap dengan menggunakan skala interval. Setelah itu Likert

mengembangkan skala pengukuran sikap yang lebih spesifik dan mudah digunakan.

Gordon pada tahun 1935 menyampaikan teori yang menyatakan bahwa hubungan sikap

dan perilaku tidaklah uni-dimensional, melainkan multi-dimensional. Sikap merupakan

sesuatu yang kompleks yang menunjukkan perasaan individu tentang suatu objek, (b)

Guttman pada tahun 1944 membuat skalogram analisis untuk mengukur perasaan

individu tentang suatu objek tertentu. Kemudian, (c) Rosenberg dan Hovland pada tahun

1960 memaparkan bahwa sikap individu terhadap suatu objek meliputi aspek afektif,

kognitif dan perilaku.

Sebagai kelanjutan teori-teori hubungan sikap dan perilaku, Fishbein dan Ajzen

berkolaborasi untuk mengembangkan cara memprediksi perilaku. Mereka beranggapan

bahwa individu senantiasa rasional dan menggunakan informasi yang tersedia di sekitar

mereka secara sistematik. Manusia sadar atas implikasi perilakunya sebelum bertindak.

Fishbein dan Ajzen mereview seluruh studi itu, kemudian membangun sebuah perspektif

untuk memprediksi perilaku dan sikap. Perspektif itu mereka disebut sebagai Theory of

Reasoned Action (TRA) yang memasukan adanya behavior intention (BI) atau niat

berperilaku dari perilaku. Satu kritik penting dilontarkan kepada TRA adalah bahwa

individu memiliki kendala dalam mewujudkan perilakunya, meski individu yang

bersangkutan telah memiliki niat untuk mewujudkan perilaku itu. Karena itu, Fishbein

dan Ajzen menambahkan elemen perceived behavior control (PBC) yang pada dasarnya

berisikan keyakinan individu tersebut untuk mampu mewujudkan perilakunya.

Penambahan elemen PBC ini selanjutnya dikenal menjadi teori Theory Planned Behavior

(TPB).

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

13

Tujuan dari TPB adalah (a) memprediksi dan memahami dampak niat untuk

berperilaku pada perilaku, (b) mengidentifikasi strategi untuk mengubah perilaku, (c)

menjelaskan perilaku nyata manusia seperti ”mengapa seseorang membeli mobil,

mengapa seseorang memilih seorang caleg tertentu, atau mengapa nelayan tidak

menggunakan bom ikan ketika mencari ikan”. Dalam hubungan ini asumsi TPB bahwa:

(a) manusia bersifat rasional dan menggunakan informasi yang ada secara sistematik, (b)

manusia memahami dampak perilakunya sebelum memutuskan untuk mewujudkan atau

tidak perilaku tersebut.

TPB secara lugas digambarkan sebagai berikut: (Ajzen, 2005; Rehman, 2000)

Gambar 1 : Skema Perilaku dalam Theory Planned Behavior

Sumber: Ajzen (2005). Attitudes, Personality and Behavior, New York: McGraw-Hill Education.

B perilaku (behavior) atau action

BI (intention to perform behavior)

niat berperilaku

Aact attitude – a person’s positif or negative evaluation of performing a

behavior

sikap – evaluasi positif atau negatif individu tentang perwujudan satu

perilaku

Background Factor

Social - Age - Gender - Education - Income - Religion Individu - Personality - Intelegence Information - Experience

Behavior (B)

Intention (BI)

Attitude (Aact)

Subjective Norm (SN)

Perceived Behavior Control (PBC)

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

14

SN subjective norm – a person perception of the social pressures upon him to

perform or not perform a behavior

Nilai subjektif – persepsi individu terhadap tekanan sosial yang

diterimanya untuk menampilkan suatu perilaku atau tidak.

PBC perceived behavioral control – perceived case or difficulty of performing a

behavior

Persepsi individu tentang keyakinannya untuk mampu melakukan sesuatu.

Gambar 1 menunjukkan bahwa dalam skema TPB, perilaku seseorang ditentukan

oleh niat untuk berperilaku (behavior intention), sedangkan niat untuk berperilaku

(behavior intention) ditentukan oleh attitude, subjective norm dan perceived behavior

control. Selain itu, faktor latarbelakang (background factor) menunjukkan bahwa tiap

individu berbeda lingkungan sosialnya seperti umur, jender, pendidikan, penghasilan,

agama, kepandaian dan pengalamannya yang dapat menunjukkan beragam isu atau

informasi yang memengaruhi kepercayaan individu tersebut (Ajzen, 2005).

Niat untuk Berperilaku

Niat untuk berperilaku (intention to perform behavior) ialah kecenderungan, tekad

atau keinginan (intention) nelayan untuk berperilaku. Mengukur niat untuk berperilaku

sama dengan mengukur perilaku itu sendiri, karena niat dan perilaku memiliki hubungan

yang kuat. Setiap perilaku bebas yang ekspresinya oleh kemauan sendiri selalu akan

didahului oleh niat. Niat seseorang untuk berperilaku ditentukan oleh: (1) sikap nelayan

terhadap kegiatan perikanan tangkap yang berupa evaluasi positif atau negatif nelayan

terhadap manfaat kegiatan perikanan tangkap, (2) tingkat kepatuhan individu nelayan

terhadap orang-orang yang berpengaruh pada dirinya agar melakukan atau tidak

melakukan sesuatu. Penelitian-penelitian berikutnya menunjukkan bahwa niat untuk

berperilaku tidak dengan sendirinya menjadi perilaku, karena masih dipengaruhi faktor

lain yaitu perceived behavior control (PBC) yang merupakan persepsi yang bersangkutan

terhadap kendala-kendala dapat menghambat perilakunya.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

15

Niat untuk berperilaku berbeda dengan motivasi. Bila niat untuk berperilaku

menunjukkan hubungan sikap seseorang dengan perilakunya (yang kadangkala tidak

sesuai), maka motivasi menekankan pada latarbelakang kebutuhan yang memengaruhi

munculnya perilaku individu. Teori Hierarki Kebutuhan yang dikemukakan oleh

Abraham Maslow (Maslow, 1954) menjelaskan perbedaan ini. Maslow menjelaskan

bahwa setiap orang memiliki lima macam kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis (rasa

lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin

dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), kebutuhan sosial (rasa kasih sayang,

kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), kebutuhan untuk dihargai (secara internal

dan eksternal) dan kebutuhan aktualisasi untuk dirinya (pertumbuhan, pencapaian potensi

seseorang, dan pemenuhan diri sendiri). Maslow menunjukkan lima kebutuhan ke dalam

hierarki urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman berada pada tingkat terbawah,

kemudian di atasnya ada kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Menurut

Maslow, perbedaan kedua tingkat tersebut terjadi karena kebutuhan tingkat atas dapat

dipenuhi secara internal sedangkan kebutuhan pada tingkat bawah dipenuhi secara

eksternal. Teori kebutuhan Maslow telah diterima secara luas karena teori ini logis secara

intuitif.

Ringkasan

Perilaku merupakan tanggapan atau reaksi individu terhadap stimuli rangsangan

atau lingkungan. Ada tiga teori yang menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan

individu sehingga membentuk perilaku, yaitu teori nativisme, teori empirisme dan teori

konvergensi. Setiap teori itu berusaha menjelaskan faktor-faktor lingkungan yang

melatarbelakangi timbulnya perilaku. Lebih jauh teori communication and human

behavior, teori operant conditioning dan theory planned behavior telah menjelaskan

tentang bagaimana perilaku terbentuk.

Teori communication and human behavior umumnya digunakan untuk melihat

faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku dan kecenderungan individu dalam

berperilaku. Teori ini umumnya digunakan dalam bidang periklanan untuk memprediksi

perilaku konsumen. Teori operant conditions adalah satu dari teori belajar yang berguna

untuk mengubah perilaku individu melakukan pembelajaran. Teori ini menjelaskan

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

16

bahwa perilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh stimulus saja. Melainkan juga

dipengaruhi oleh kontrol atau usaha organisme itu sendiri.

Theory Planned Behavior (TPB) menunjukkan bahwa perilaku individu yang

ternyata tidak selalu sejalan dengan sikapnya. Teori ini melibatkan niat untuk berperilaku

sebagai komponen antara sikap dan perilaku. Menurut TPB, niat untuk berperilaku

(behavior intention)= BI dipengaruhi oleh sikap dan subjective norm. Makin kuat skor

BI, maka akan makin besar kecenderungan perilaku itu dilaksanakan. Demikian pula jika

subjective norm menjadi semakin kuat maka akan mungkin perilaku itu akan

dilaksanakan.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Niat untuk Berperilaku Nelayan Artisanal

1. Sikap (Attitude)

Walaupun sikap merupakan salah satu pokok bahasan dalam psikologi sosial, para

pakar masih berbeda dalam mendefinisikannya. Seperti ditunjukkan oleh beberapa

definisi sikap dibawah ini:

Attitude is favorable or unfavorable evaluative reaction to ward something or someone, exhibit in one’s belief, feeling or intended behavior (Myer, 1996) An attitude is a disposition to respond favorably or unfavorably to an object, person, institution or event (Azjen, 1975) Attitude is a psychological tendency that expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor (Eagly & Chaiken, 1992) Definisi di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan dari sikap: (1) memiliki objek

tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya), dan (2) mengandung

penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka).

Sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan), oleh karena itu sikap lebih

dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap berbeda dengan sifat

(trait) yang merupakan bawaan dan sulit diubah (Sarlito Wirawan Sarwono, 2002).

Sikap memiliki tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan konatif (Triandis, 1971;

Myers, 1996), agar mudah diingat ketiga domain tersebut maka diberi istilah yaitu

affective (perasaan), behavior (perilaku) dan cognitive (kesadaran) disingkat ABC. Ajzen

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

17

(2005) memerinci respon yang timbul dari ketiga domain sikap tersebut dalam bentuk

respon verbal dan non-verbal. Respon verbal dari kategori kognitif yaitu ekspresi

kepercayaan seorang terhadap suatu objek tertentu, kategori afektif yaitu ekspresi

perasaan seorang terhadap sikap suatu objek dan aspek perilaku yaitu ekspresi seorang

dalam niat untuk berperilaku. Respon non-verbal dari kategori kognitif yaitu reaksi

persepsi seorang terhadap suatu objek, kategori afektif yaitu reaksi psikologi seorang

terhadap objek sikap dan kategori perilaku yaitu perilaku seorang yang mengarah kepada

objek sikap. Sejalan dengan hal tersebut, Triandis (1971) menjabarkan ukuran yang dapat

digunakan untuk mengukur sikap yang terdiri dari measurable independent variable yaitu

stimuli yang terdiri dari: (a) individuals, situations, social issues, social group, (b)

intervening variable berupa attitudes dalam aspek affect, cognition dan behavior dan (c)

measurable dependent variable untuk aspek affective berupa sympathetic nervous

response, untuk aspek cognition berupa perceptual response verbal statement of beliefs

dan untuk aspek behavior berupa overt action verbal statement concerning behavior.

2. Kepatuhan kepada Patron (Subjective Norm)

Secara sederhana norma diartikan sebagai common guidelines for social action

(Abrecombie et al, 1984). Sementara itu yang dimaksud dengan norma subjektif dalam

penelitian ini ialah kepatuhan nelayan kepada patronnya sebagai a person’s perception of

the social pressure upon him to perform or not perform a behavior. Kepatuhan terhadap

patron ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) pendapat tokoh atau orang lain yang penting

yang berpengaruh kepada yang bersangkutan atau (significant other). Agen ini

melakukan atau tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh patron tersebut dan (2)

seberapa jauh subjek akan mengikuti pendapat orang lain tersebut (motivation to comply).

Karena itu konsep kepatuhan kepada patron berupa kepatuhan individu kepada orang lain

yang berpengaruh (significant other). Kepatuhan pada Patron (KP) dinyatakan oleh

rumus berikut ini :

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

18

Keterangan:

KP = Kepatuhan kepada patron

n = Harapan orang-orang penting/panutan/patron (significant other)

dalam hidup

m = Seberapa jauh subjek akan mengikuti pendapat tokoh (significant

other) tersebut

Kepatuhan kepada patron atau norma subjektif berbeda dengan norma. Menurut

Horne (2001) norma mencakup 3 pengertian dasar, yaitu (1) norma merupakan aturan

yang membolehkan atau melarang suatu perilaku atau seperangkat perilaku, (2) norma

dikuatkan dengan sanksi eksternal (reward and punishment) yang dapat berupa materi

atau bentuk simbolik, (3) norma berupa konsensus diantara para penganut norma

tersebut. Pengertian tersebut membedakan norma dan nilai (value). Norma mempunyai

sanksi yang bersifat eksternal, maka nilai (value) berasal dari sanksi yang bersifat

internal. Demikian pula perbedaan norma dengan sikap (attitudes), norma dilegitimasi

oleh kelompok sedangkan sikap (attitudes) ialah a property of the individual.

3. Kemampuan Berperilaku (Perceived Behavior Control)

Ajzen (2005) menyatakan perceived behavior control ialah persepsi tentang

keyakinan seseorang pada kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah mudah

dilakukan atau sulit dilakukan. Menyangkut perilaku nelayan, perceived behavior

control ini menggambarkan seberapa besar keyakinan individu nelayan tentang

kemampuannya melakukan perilaku kegiatan menangkap hingga memasarkan ikan.

Keyakinan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat memudahkan atau

menyulitkan pelaksanaan pekerjaan itu. Perceived behavior control pada penelitian ini

disebut sebagai Kemampuan Berperilaku (KB).

KP= ∑ n.m

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

19

Dalam buku Social Learning Theory (1977), Bandura mendefinisikan self-efficacy

sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu. Self efficacy ini menunjukkan perasaan

seorang. Dalam penelitian ini, Kemampuan Berperilaku (KB) digambarkan sebagai

berikut:

Keterangan:

KB = Kemampuan berperilaku (perceived behavior control)

c = Keyakinan individu tentang kemampuannya melakukan sesuatu

p = Evaluasi individu tentang kemampuannya melakukan sesuatu

Faktor Latar Belakang:

Karakteristik Individu Nelayan Artisanal Arif Satria (2002) menyatakan bahwa karakteristik masyarakat pesisir berbeda

dengan karakteristik masyarakat agraris, sesuai dengan perbedaan karakteristik

sumberdaya yang dikelola. Masyarakat agraris yang diwakili oleh kaum tani menghadapi

sumberdaya yang terkontrol, atau pengelolaan lahan untuk suatu komoditi dengan out put

yang relatif dapat diprediksi. Sifat produksi seperti ini memungkinkan tetapnya lokasi

produksi sehingga mobilitas usaha relatif rendah dan elemen resiko-pun tidak terlalu

besar. Dalam hal ini usaha pembudidayaan ikan dapat digolongkan sebagai usaha

masyarakat pertanian (agraris) karena sifat sumberdaya yang dihadapi relatif mirip.

Karakteristik tersebut berbeda sekali dengan nelayan, yang sumberdayanya bersifat open

access. Karakteristik seperti ini menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk

memperoleh hasil maksimal sehingga resikonya menjadi lebih tinggi. Kondisi

sumberdaya yang beresiko menyebabkan masyarakat nelayan memiliki karakter keras,

tegas dan terbuka.

Dalam yang sama, Arif Satria (2002) memperjelas karakteristik masyarakat

nelayan di wilayah pesisir dengan menekankan beberapa aspek yaitu: (1) aspek sistem

pengetahuan, (2) aspek kepercayaan, (3) peran wanita, (4) struktur sosial dan (5) posisi

sosial nelayan.

KB = ∑ c.p

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

20

Dari sistem pengetahuan, masyarakat pesisir dianggap memiliki pengetahuan

tentang teknik penangkapan ikan yang didapat dari orang tua. Kuatnya pengetahuan lokal

tersebut yang selanjutnya menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan

hidup mereka sebagai nelayan. Dari aspek kepercayaan, masyarakat nelayan percaya

bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga perlu ritual khusus agar selamat ketika

menangkap ikan dan hasilnya banyak. Tradisi tersebut antara lain ditafsirkan dengan

kebiasaan sowan ke suhu atau dukun untuk mendapat perlindungan saat melaut dan

memperoleh hasil yang banyak. Seiring dengan perkembangan pendidikan dan

pendalaman agama, upacara ritual itu telah menjadi simbolik untuk menjaga stabilitas

sosial dalam komunitas nelayan.

Aktivitas ekonomi wanita masyarakat nelayan di wilayah pesisir umumnya relatif

menonjol, selain bergelut pada urusan domestik rumah tangga istri nelayan menjalankan

juga fungsi-fungsi ekonomi baik penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan

maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Pada masyarakat nelayan, ada pembagian kerja

yang jelas. Pria menangkap ikan dan wanita menjual ikan hasil tangkapan tersebut.

Secara sosial, status nelayan relatif rendah. Di India, pada umumnya nelayan berasal dari

kasta rendah. Demikian pula di Jepang, posisi nelayan terdegradasi sehingga

memunculkan masalah dalam regenerasi nelayan. Hanya sedikit kalangan muda yang

bersedia menjadi nelayan, meski ada berbagai fasilitas subsidi dari pemerintah.

Menurunnya status nelayan di Jepang ditunjukkan oleh menurunnya minat wanita Jepang

untuk menjadi istri nelayan. Situasi ini dipaparkan oleh Firth (1971) dalam buku Malay

Fishermen: Their Peasant Economny. Menurut, Firth nelayan mengalami “disrespect,

implying not merely a low economic level and small-scale semi-subsistence production,

but also a low cultural, even intellectual position”

Dalam Webster New Word College Dictionary (2000), karakteristik

(characteristic) didefinisikan sebagai “a distinguish trait a quality or qualities that

distinguish something from other of its class or kind”. Dalam konteks penelitian sosial,

ciri-ciri pembeda tersebut melekatkan suatu atribut sosial yang digunakan sebagai

pembeda antara individu atau kelompok individu. Lionberger (1980) menyebut hal

tersebut sebagai faktor yang memengaruhi kemauan seseorang untuk menerima atau

menolak difusi. Faktor ini seperti usia, pendidikan, dan karakteristik psikologi. Beberapa

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

21

peneliti lain seperti Budiono Pitojo (2006), Zulfarima (2003) mengamati karakteristik

demografi petani ladang berpindah dan lahan kering yang meliputi: (1) umur, (2)

pendidikan, (3) pengetahuan, (4) pengalaman berusaha tani, (5) kekosmopolitan, (6) luas

lahan garapan, dan (7) pendapatan. Budiono Pitojo (2006) juga mengamati karakteristik

demografi petani tepi hutan seperti (1) suku, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan non

formal, (4) luas lahan garapan, (5) status lahan garapan, (6) kekosmopolitan, (7)

pendapatan yang dikeluarkan, (8) jumlah keluarga, (9) pengalaman berusaha tani, (10)

umur, (11) lama tinggal di desa, (12) motivasi melestarikan hutan dan (13) kontak dengan

penyuluh. Dalam bidang kajian nelayan perikanan tangkap (fishers), Wildani Pingkan

Saripurna Hamzen (2007) mengamati karaktertistik nelayan seperti pendidikan rendah

pendatang dan memiliki motivasi untuk maju.

Luky Adrianto (2006) dan Charles (2001) sepakat tentang karaktertistik sosial

demografi nelayan. Berdasarkan karakteristik human system dalam tipologi fishery

system, terdapat beberapa karakteristik umum nelayan (fishers) yaitu pertama, nelayan

berbeda menurut latar belakang sosial seperti tingkat umur, pendidikan, status sosial dan

tingkat kohesitas dalam komunitas mikro (antar nelayan dalam satu kelompok) atau

dalam komunitas makro (nelayan dengan anggota masyarakat pesisir lainnya). Kedua,

pada komunitas nelayan komersial, nelayan bervariasi menurut occupational

commitment-nya seperti nelayan penuh waktu, nelayan sambilan utama dan nelayan

sambilan, atau menurut occupational pluralism-nya seperti nelayan dengan spesialisasi

tertentu, nelayan dengan sumber pendapatan beragam, dan lain sebagainya. Ketiga,

nelayan juga bervariasi berdasarkan motivasi dan perilaku menangkap ikan. Ada nelayan

yang profit-maximizers yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan keuntungan yang

sebesar-besarnya dan cenderung berperilaku seperti "perusahaan", dan pula nelayan

satisfisers yang aktif menangkap ikan sekedar untuk mendapatkan penghasilan yang

cukup.

Pada nelayan artisanal (artisanal fisheries) yang diamati dalam penelitian ini,

karakterteristik demografi meliputi umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan non

formal, pengalaman sebagai nelayan, lama tinggal di desa, lama memiliki perahu sendiri,

ukuran perahu, harga perahu dan alat tangkapnya, jumlah anak buah kapal, ukuran mesin

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

22

perahu, modal yang dikeluarkan, pendapatan bersih, ragam alat tangkap yang dimiliki

serta kemandirian nelayan

a. Umur

Umur kronologis ialah indikator penting yang menunjukkan perkembangan

individu. Umur menunjukkan suatu kemampuan tertentu (Salkind,1985). Perkembangan

manusia pada prinsipnya merupakan rangkaian perubahan jasmani dan rohani (fisio-

psikis) ke arah yang lebih maju dan sempurna. Perkembangan tersebut, merupakan

kompilasi dari beberapa proses yaitu:

- perkembangan motor, yakni proses perkembangan yang progresif dan

berhubungan dengan perolehan aneka ragam ketrampilan fisik seseorang;

- perkembangan kognitif, yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses-proses

perkembangan kemampuan kecerdasan seseorang;

- perkembangan sosial dan moral, yakni proses perkembangan mental yang

berhubungan dengan perubahan-perubahan cara seseorang berkomunikasi dengan

objek atau orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

b. Jumlah anggota keluarga

Dalam Macmillan Dictionary of Anthropology (1990), keluarga ialah kesatuan

sosial yang terdiri dari individu-individu yang memiliki ikatan keturunan (kinship).

Konsep keluarga ini berbeda dengan rumah tangga (household) yang lebih didasari oleh

aspek domestik. Dalam studi-studi mengenai masyarakat pedesaan, konsep keluarga lebih

tepat digunakan, mengingat ikatan keturunan yang terdapat dalam keluarga lebih

berfungsi untuk mengatur penguasaan sumberdaya (property) khususnya tanah. Keluarga

inti (nuclear family) ialah satuan sosial keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan anak-

anaknya yang belum kawin. Mengingat dalam keluarga juga terdapat aspek keturunan,

maka biasanya pada keluarga pedesaan di Jawa, keluarga inti tersebut akan ditambah

dengan anggota kerabat lain seperti kakek, nenek, saudara laki-laki/perempuan dari ayah,

atau saudara laki-laki/perempuan dari ibu. Kadangkala dalam satu keluarga ada beberapa

rumah tangga (household) yang dibedakan atas dasar jumlah tungku perapian masak

yang berbeda.

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

23

c. Pendidikan non formal

Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan.

Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan

keaksaraan lanjutan yang paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD),

Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan

Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara SLTP) merupakan

pendidikan dasar. Pendidikan lanjutan meliputi program paket C (setara SLA), kursus,

pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi

maupun tidak terorganisasi.

Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat

atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan

padanan dari Community Learning Center (CLC) yang merupakan komponen Community

Center. Meskipun dalam pendidikan non formal pembelajarannya, namun sebagai suatu

institusi pendidikan ia berperan dalam memperbaiki kompetensi bidang tertentu dari

pesertanya.

d. Pengalaman sebagai nelayan

Dalam Webster’s New World College Dictionary (2000) “experiences” diartikan

sebagai the effect on a person of anything or everything that has happened to that person,

individual reaction to events, feeling etc. Pengalaman seseorang juga berhubungan

dengan usia kronologis individu tersebut. Secara biologis, seorang dengan tingkat usia

kronologis tertentu akan dianggap dewasa bila telah mencapai usia tertentu. Semakin tua

usia yang bersangkutan, maka pengalamannya juga akan banyak. Dari perspektif

psikologi, seorang dianggap memiliki pengalaman bila yang bersangkutan telah dewasa

jika ia mampu mengurus dirinya sendiri. Individu dikatakan dewasa apabila dia bekerja

dan berkeluarga.

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

24

e. Lama tinggal di desa

Lama tinggal di desa pesisir bagi seorang nelayan akan menentukan intensitas

proses enkulturasi (penyerapan pengetahuan) dan sosialisasi (pembelajaran) yang

bersangkutan dalam lingkungan sosial dan fisik tempat. Dalam proses enkulturasi

tersebut, seorang nelayan menyerap nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku untuk

menghadapi lingkungan. Hal serupa terjadi pula dalam proses sosialisasi nelayan tentang

nilai-nilai dan norma-norma yang berfungsi sebagai pedoman masyarakatnya.

Malinowski melihat, bahwa kultur yang dipelajari individu dalam masyarakatnya

berfungsi untuk membantu yang bersangkutan memenuhi kebutuhan dasarnya. Semakin

lama seorang individu tinggal dalam lingkungan kulturnya, maka semakin beragam

muatan kultur yang dapat diserap dan dipelajari memenuhi kebutuhan dasarnya dan

menghadapi berbagai tekanan dan lingkungannya (Bohannan, 1988).

f. Lama memiliki perahu sendiri

Dalam sistem perikanan tangkap artisanal di Indonesia, dikenal adanya

pembagian tugas dan tanggungjawab antara pemilik perahu, nahkoda dan anak buah

kapal (Kusnadi, 2000; Budi Siswanto, 2008). Pemilik perahu ialah orang yang menguasai

dan memiliki perahu beserta peralatan tangkap dan alat bantu tangkap yang di ada

dalamnya, meski pada nelayan artisanal di Jawa Barat perahu dimiliki oleh keluarga

(Luky Adrianto, 2007), sementara nahkoda dan anak buah kapal adalah orang yang

mengoperasikan perahu pada saat melaut. Memiliki perahu bagi seorang nelayan

artisanal, berarti harus mampu mengoperasikan perahu beserta alat tangkap karena

nelayan artisanal pemilik harus mengoperasikan sendiri perahunya. Selain itu

bertanggungjawab dalam merawat perahu dan alat tangkapnya, kemudian penghasilan

dari hasil melaut merupakan hak sepenuhnya nelayan yang bersangkutan, setelah

dipotong biaya melaut. Semakin lama seseorang memiliki perahu sendiri, maka semakin

banyak pengalaman yang dia miliki sebagai operator atau pengelola perahu dan peralatan

itu.

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

25

g. Ukuran perahu

Menurut UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Jo. Undang-undang No.45

Tahun 2009 pasal 1 kapal perikanan ialah kapal, perahu atau alat apung lain yang

digunakan untuk menangkap ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya

ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi

perikanan. Ukuran utama kapal dinyatakan dalam indeks luas kapal ialah ukuran panjang,

lebar dan tinggi kapal (Diniah, 2008).

Ada dua bentuk perahu di pantai Utara Jawa, yakni jenis jukung dan mayang.

Jukung ialah perahu kecil dari sebatang kayu, sedangkan mayang ialah perahu besar yang

dibuat dengan menggunakan papan kayu, baik dengan haluan yang membesar, haluan

dan buritan yang melengkung maupun yang tidak melengkung. Ada berbagai ukuran

perahu mayang dan jukung dengan nama yang berbeda antara satu daerah dan daerah

lain. Jukung biasanya digunakan untuk menangkap ikan di laut dekat pantai yang

dijalankan oleh tidak lebih dari empat orang, digunakan oleh nelayan di sepanjang pantai

Utara Jawa dengan sebutan jegong, landrangan, sope, pancasan, konting, bikung, kolek,

konting, binkung, kementing, jukung- ender, jukung-lawak, jukung kinciran atau secara

luas sampan. Untuk perahu berukuran besar, yakni perahu mayang, dikenal sebagai

perahu rembang dan perahu jawa (Sutejo Kuat Widodo, 2007). Pada nelayan di pantai

Utara Jawa Barat, ukuran perahu yang dioperasikan berkisar dari 2,75 – 25 GT (Luky

Adrianto, 2007).

Semakin besar ukuran perahu yang dioperasikan, maka semakin kompleks dan

rumit peralatan yang digunakan dan semakin kompleks pula pengorganisasian

penggunaan alat dan tenaga kerja yang terdapat di dalamnya. Jadi semakin besar perahu

yang dimiliki dan dioperasikan oleh seorang nelayan artisanal, maka semakin besar pula

tanggungjawabnya pada investasinya.

h. Harga perahu beserta alat tangkapnya

Semakin besar perahu, semakin kompleks dan rumit peralatan perahu dan alat

tangkap yang terdapat di dalamnya. Hal ini akan berdampak pada nilai nominal perahu

dan peralatan tangkapnya. Nelayan dengan ukuran perahu dibawah 10 GT dengan

peralatan tangkap yang sederhana, tentu akan berbeda nilai nominal harga perahu dan alat

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

26

tangkapnya dengan perahu berukuran antara 10 – 25 GT. Pada perahu yang cukup rumit

peralatan tangkap dan alat bantu tangkapnya, biasanya dilengkapi dengan peralatan alat

bantu tangkap yang lebih rumit seperti fish finder, global positioning satelite, generator

dan lampu tembak sebagai alat bantu tangkap ikan. Kelengkapan perahu demikian sudah

barang tentu akan menentukan nilai nomimal perahu dan alat tangkap yang terdapat di

dalamnya. Secara rata-rata, nilai investasi nominal perahu nelayan artisanal di pantai

Utara Provinsi Jawa Barat pada tahun 1986 mencapai Rp. 4 s.d. Rp. 115 juta (Luky

Adrianto, 2007).

i. Jumlah anak buah kapal

Anak buah kapal berfungsi dalam kegiatan penangkapan ikan di laut. Bagi

nelayan yang mengoperasikan sendiri perahunya maka posisinya ialah sebagai

nahkoda/jurumudi, yang juga menjadi kepal anak buah kapal (ABK). Pada nelayan yang

beroperasi di Selat Madura, Jawa Timur, memiliki 12 jenis peran dan tanggungjawab

dalam kegiatan penangkapan (Kusnadi, 2000). Sementara itu nelayan artisanal di pantai

Utara Jawa Barat biasanya memiliki awak antara 3 – 18 orang termasuk juru mudi. Setiap

anak buah kapal memiliki tugas sendiri seperti juru mudi, juru pantau, juru jhonson,

tukang ngolor, tukang tarik batu, tukang pelambung (Luky Adrianto, 2007; Budi

Susanto, 2008). Perbedaan tugas dan tanggungjawab itu menimbulkan perbedaan bagi

hasil yang didapat diantara mereka. Pola nagi hasil di pantai Utara Jawa Barat mencakup

2:3, 1:3, 50:50, 60:40, 80:20 (Luky Adrianto, 2007).

Seorang nelayan yang mengoperasikan perahunya sendiri, bertanggungjawab

anak buah kapal anggotanya, baik pada saat melaut maupun pada saat tidak melaut,

seperti upaya pinjam meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga anak

buah kapal.

j. Ukuran mesin perahu

Ukuran mesin perahu yang dimiliki memengaruhi jenis alat tangkap, ukuran

perahu, alat bantu tangkap dan jangkauan wilayah tangkap yang dituju. Jangkauan melaut

nelayan artisanal di pantai Utara rata-rata antara satu hingga tujuh Mil dengan memakan

waktu melaut antara satu hingga tujuh hari (Luky Adrianto, 2007). Satuan ukuran

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

27

kekuatan mesin perahu ialah PK (Pärk de Kräct) atau HP (Horse Power) atau tenaga

kuda.

Kekuatan mesin sangat berpengaruh bagi nelayan yang menggunakan alat jaring.

Melepaskan dan menarik jaring membutuhkan kekuatan tenaga yang berasal dari mesin.

Demikian pula dengan nelayan yang jangkauan melautnya jauh terutama nelayan purse-

seini. Ikan hasil tangkapan dimuat di perahu dan harus segera dibawa ke tempat

pendaratan ikan sebelum perbekalan es habis. Waktu tempuh dan jarak perahu menuju

pendaratan ikan akan ditentukan oleh kekuatan mesin perahu. Bila tertalu lama waktu

tempuhnya dapat menyebabkan mutu ikan akan buruk.

k. Modal setiap melaut

Bagi nelayan di pantai Utara Jawa Barat, modal melaut berasal dari mereka

sendiri atau pinjaman para punggawa (pedagang ikan). Nelayan yang menggunakan

modal sendiri, dapat menjual ikan secara bebas juragan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

Nelayan yang meminjam modal dari punggawa (modal perahu, alat tangkap atau modal

melaut) harus menjual ikan kepada punggawa yang memodalinya. Modal melaut

digunakan nelayan di pantai Utara Jawa Barat untuk pengeluaran bahan bakar, makanan

dan rokok (Luky Adrianto, 2007).

Semakin besar dan kompleks ukuran perahu, semakin banyak anak buah

kapalnya, maka semakin rumit kegiatan mencari dan menangkap ikan, sehingga mainn

besar modal melaut yang dikeluarkan. Hal ini menyebabkan makin besar tanggungjawab

nelayan pada investasinya.

l. Pendapatan bersih melaut

Dalam satu tahun tidak seluruh bulan para nelayan dapat melaut. Idealnya ada

beberapa musim yang memengaruhi pendapatan melaut pantai Utara Jawa Barat. Saat

musim timur ialah bertiupnya angin dari arah Timur ke Barat di bulan April, Mei dan

Juni. Masa ini merupakan musim ikan yang ditunggu nelayan. Musim daya yaitu

bertiupnya angin dari arah Tenggara Selatan (arah daratan pulau Jawa) pada bulan Juli,

Agustus dan September. Masa ini merupakan musim untuk mencari ikan. Musim Barat

pada bulan Januari dan Februari, musim ini angin bertiup kencang dari arah Barat yang

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

28

menyebabkan tinggi ombak. Musim ini hanya nelayan dengan alat tangkap tertentu saja

dapat melaut karena tingginya ombak. Sepuluh tahun terakhir, pola musim bertiupnya

angin tidak dapat diprediksi lagi oleh nelayan. Seringkali musim angin tertentu tidak

sesuai dengan pola dimasa lalu. Keadaan demikian menyulitkan nelayan untuk

memprediksi kondisi cuaca dan penangkapan ikan.

Langkah strategis mensiasati keadaan tersebut, nelayan akan melaut dan beralih

mencari wilayah tangkap (fishing ground) yang aman di kabupaten lain melalui andun

(tinggal sementara dan kembali ke desa asal saat cuaca membaik). Nelayan di kabupaten

Subang, melakukan andun ke Karawang atau Bekasi saat cuaca di di wilayahnya sedang

buruk; atau sebaliknya. Strategi andun tidak hanya dilakukan oleh nelayan pantai Utara

pulau Jawa saja, melainkan juga oleh nelayan di Selat Madura Jawa Timur (Kusnadi,

2000). Karena melaut dilakukan oleh nelayan tidak sepanjang tahun, maka perhitungan

pendapatan bersih dilakukan dalam setiap melaut selama satu tahun. Pendapatan bersih

melaut ialah rata-rata hasil penjualan ikan yang didapat oleh nelayan setelah melaut

kemudian dipotong pengeluaran modal, pendapatan bagi hasil antara nahkoda (juru

mudi) dengan anak buah kapal selama 12 bulan.

m. Ragam alat tangkap yang dimiliki

Dalam setahun nelayan tidak selamanya melaut.. Saat bulan purnama, pantulan

sinar bulan menyilaukan pandangan di laut, sehingga sulit membedakan antara pantulan

sinar bulan di ombak dengan pantulan sekumpulan ikan yang bergerak di laut. Saat saat

musim ikan, ada waktu tertentu jenis ikan secara khusus yang lebih banyak. Keadaan ini

disiasati oleh nelayan dengan menggunakan jenis alat tangkap yang berbeda sesuai jenis

ikan yang sedang musim pada saat itu. Jenis dan ragam alat tangkap yang digunakan

nelayan di pantai Utara Provinsi Jawa Barat terdiri dari gilnet, jaring badut, pukat

harimau mini, pancing rawai, jaring payang (Luky Adrianto, 2007).

Semakin banyak ragam alat tangkap yang dimiliki untuk menangkap ikan pada

masa musim ikan tertentu, main besar upaya nelayan untuk mengurangi kerugiannya

akibat tidak melaut yang berdampak kepada kelestarian lingkungan. Penggunaan alat

tangkap seperti mini trawl atau sejenisnya (di pantai Utara Jawa terdapat variannya

seperti garok, jaring apollo, dogol), dapat digunakan sepanjang musim angin kecuali bila

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

29

terdapat ombak tinggi sehingga nelayan tidak dapat melaut sama sekali. Selebihnya alat

tangkap tersebut dapat digunakan namun dengan dampak buruk kepada lingkungan.

n. Kemandirian

Kemandirian dalam bahasa Inggris identik dengan self-reliance. Dalam Webster’s

New Word College Dictionary (2000) arti self-reliance ialah reliance on one’s own

judment or ability. Kemandirian mengandung makna percaya pada kemampuan dirinya.

Dalam teori kemandirian istilah independence dan autonomy sering digunakan

silih berganti (interchangeable), meski kedua istilah ini memiliki makna sama yaitu

kemandirian. Sesungguhnya kedua istilah tersebut berbeda. Independence generaly refers

to individual’s capacity to behave on their own. Istilah autonomy disamakan dengan

kemandirian, sehingga didefinisikan bahwa individu yang otonom ialah individu yang

mandiri, tidak mengandalkan bantuan atau dukungan orang lain yang kompeten dan

bebas bertindak. Kemandirian dianggap sebagai self goverring person, yakni

kemampuan mengatur diri sendiri.

Mardin (2009) mencatat empat komponen kemandirian nelayan, yaitu

kemandirian intelektual (intellectual self-reliance), kemandirian emosional (emotional

self-reliance), kemandirian ekonomi (economic self-reliance) dan kemandirian sosial

(social self-reliance).

Kemandirian intelektual mengacu kepada kemampuan seorang individu untuk

mengambil keputusan secara mandiri tanpa adanya intervensi dari orang lain. Seorang

individu dengan tingkat kemandirian intelektual mampu mengidentifikasi, merancang

dan dan bertindak berupa keputusan yang tidak tergantung pada orang lain. Kemandirian

emosional merupakan kemandirian yang lebih awal dari kemandirian lain. Cirinya ialah

dimensi kemandirian yang berhubungan dengan perubahan keterikatan hubungan

emosional seorang dengan orang lain seperti orang yang dianggap dekat dalam hubungan

kerabat. Karena itu kemandirian emosional ialah kemampuan individu untuk tidak

bergantung dukungan emosional orang lain. Kemandirian ekonomi, berkait dengan

kemandirian makro dan mikro dalam wacana negara. Kemandirian makro mengacu pada

ketidaktergantungan negara secara ekonomi kepada institusi/kelembagaan ekonomi dari

negara lain, sementara itu kemandirian miktro mengacu pada terbebasnya seorang

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

30

individu dari ketergantungan secara ekonomi kepada orang lain. Dalam hal ini individu

bebas menentukan pilihan sendiri di bidang ekonomi. Kemandirian sosial mengacu pada

intensitas kepedulian/kepesertaan dalam kegiatan sosial pada komunitasnya. Semakin

mandiri seorang, tidak tergantung pada orang lain/pihak lain untuk mengambil keputusan

dan bertindak pada kegiatan perikanan tangkap.

Ringkasan

Sikap pada dasarnya mengandung makna (1) mempunyai objek tertentu (orang,

perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya), dan (2) mengandung penilaian (setuju-

tidak setuju, suka-tidak suka). Perbedaan pengertian tentang konsep sikap terletak pada

proses terjadinya dan penerapan dari konsep tentang sikap ini. Mengenai proses

terjadinya, sebagian besar pakar berpendapat bahwa sikap adalah sesuatu yang dipelajari

(bukan bawaan); oleh karena itu sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi

dan diubah. Sikap berbeda dengan sifat (trait) yang lebih merupakan bawaan dan sulit

diubah. Domain dari sikap terdiri dari aspek kognitif, afektif dan konatif.

Secara sederhana norma diartikan sebagai common guidelines for social action.

Dalam TPB dikenal subjective norm (tingkat kepatuhan pada patron) yang berfungsi

menilai apa yang diyakini oleh seseorang tentang apa yang dipikirkan atau diharapkan

oleh orang-orang dekatnya bahwa dia harus lakukan. Kepatuhan kepada patron juga

merupakan persepsi seseorang terhadap orang-orang yang penting bagi dirinya bahwa

dirinya harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kepatuhan kepada patron

ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) pendapat tokoh atau orang lain yang penting yang

berpengaruh atau tokoh panutan (significan other) tentang apakah subjek perlu, harus

atau dilarang melakukan perilaku yang sedang diteliti, dan (2) seberapa jauh subjek akan

mengikuti pendapat orang lain tersebut (motivation to comply).

Kemampuan berperilaku (KB) merupakan persepsi tentang keyakinan seseorang

akan kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah merupakan sesuatu yang

mudah dilakukan atau sebaliknya. KB ini ditentukan oleh keyakinan seseorang akan

kemampuannya melakukan perilaku tertentu, apakah merupakan sesuatu yang mudah

dilakukan atau sebaliknya.

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

31

Karakteristik individu nelayan adalah cirri atau sifat yang menandai keadaan

nelayan seperti umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan non formal, pengalaman

sebagai nelayan, lama tinggal di desa, lama memiliki perahu sendiri, ukuran perahu,

harga perahu dan alat tangkapnya, jumlah anak buah kapal, ukuran mesin perahu, modal

dalam setiap melaut, pendapatan bersih melaut, ragam alat tangkap dan kemandirian

nelayan.

Semua faktor tersebut seperti sikap, kepatuhan pada patron, kemampuan

berperilaku, karakteristik individu merupakan faktor-faktor yang menentukan niat

berperilaku untuk selanjutnya memengaruhi perilaku nelayan itu sendiri.

Hubungan antara Faktor-faktor

yang Memengaruhi Perilaku Nelayan

Penjelasan mengenai hubungan antara faktor-faktor yang memengaruhi perilaku

nelayan dalam penelitian ini mengacu kepada hubungan antar peubah yang dijabarkan

dalam Theory Planned Behavior (TPB) yang telah dibahas pada bagian muka.

Penjelasan hubungan antar peubah dalam TPB, bahwa perilaku seseorang

ditentukan oleh niat untuk berperilaku, selanjutnya niat seseorang untuk berperilaku

ditentukan oleh (1) sikap sebagai keyakinan individu yang terdiri dari aspek kognitif,

afektif dan psikomotorik yang ditunjukkan dalam bentuk adanya penilaian secara positif,

netral atau negatif. (2) tingkat kepatuhan terhadap patron sebagai keyakinan bahwa

orang-orang atau pihak tertentu yang penting dalam hidup mereka menghendaki agar

yang bersangkutan berperilaku tertentu serta ketaatannya untuk mengikuti kehendak para

pihak tersebut. Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa niat untuk

berperilaku tidak dengan sendirinya menjadi perilaku, karena masih tergantung pada

faktor lain, yaitu faktor ke-3 keyakinan kemampuan berperilaku atau kendala-kendala

yang dipersepsikan oleh orang-orang yang bersangkutan yang diperkirakan dapat

menghambat perilakunya.

Faktor latarbelakang (backgound factor) dalam penelitian ini menjelaskan bahwa

tiap individu nelayan memiliki perbedaan karakteristik seperti umur, tanggunggan

keluarga, pendidikan non formal, lama bekerja sebagai nelayan, lama tinggal di desa,

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

32

lama memiliki perahu sendiri, ukuran perahu, nilai jual perahu dan alat tangkapnya,

ukuran mesin perahu, jumlah modal setiap melaut, pendapatan bersih melaut, jumlah

jenis alat tangkap yang dimiliki dan kemandirian nelayan. Kesemua hal tersebut dapat

memberikan beragam informasi berbeda tentang beragam isu, informasi yang

menyediakan dasar dari kepercayaanya untuk memengaruhi sikap, kepatuhan pada patron

dan kemampuan berperilaku.

Hubungan Karakteristik Individu dengan Sikap Tiap-tiap nelayan memiliki ciri karakter pribadi yang unik sesuai dengan

latarbalakang sosial demografi mereka. Ciri karakteristik individu sebagai background

factor diduga memengaruhi sikap. Penelitian Martin et al (2010) Using the Theory of

Planned Behavior to Predict Gambling Behavior menemukan adanya hubungan positif

antara karakteristik individu seperti jenis kelamin, golongan etnik, status sosial

keterlibatan dalam Greek (Greek affiliation) terhadap sikap responden terhadap kegiatan

berjudi, Monica et al (2010) What Role Do Social Norms Play in the Context of Men’s

Cancer Screening Intention and Behavior? Application of an Extended Theory of

Planned Behavior menemukan hubungan positif antara karakteristik individu seperti usia

terhadap sikap responden terhadap pemeriksaan penyakit kanker, Smith et al (2008) Can

the Theory of Planned Behavior Help Explain Men’s Psychological Help-Seeking?

Evidence for a Mediation Effect and Clinical Implications meneliti tentang adanya

hubungan positif antara karakteristik individu berupa usia, golongan etnik, ras, status

perkawinan terhadap sikap responden tentang pencaharian bantu psikologi bagi laki-laki,

Collin dan Carey (2007) The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic

Drinking Among College Students menemukan adanya hubungan positif karakteristik

individu berupa usia, jenis kelamin, tahun keberadaan di sekolah, golongan etnik, tempat

tinggal terhadap sikap responden tentang kegiatan heavy episodic drinking (HED) dan

Baughan (2003) berjudul Drivers’ Compliance With Speed Limits: An Application of the

Theory of Planned Behavior menemukan adanya hubungan positif antara karakteristik

individu berupa usia, jenis kelamin terhadap sikap responden tentang kepatuhan terhadap

aturan batas kecepatan mengendarai kendaraan.

Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

33

hubungan positif antara karakteristik individu dengan sikap (attitude).

Hubungan Karakteristik Individu dengan Kepatuhan kepada Patron

Karakteristik individu diduga memiliki hubungan positif dengan kepatuhan

nelayan kepada patronnya. Kepatuhan kepada patron merupakan perpaduan antara

perilaku yang dilakukan oleh individu (m), siapa tokoh (significant others) yang paling

berperan untuk memengaruhi perilaku tersebut dan seberapa kuat individu tersebut akan

mengikuti pendapat orang tokoh (significnt others) tersebut (n) (Ajzen, 2004).

Dalam lingkungan sosial nelayan di pantai Utara Jawa Barat, para significant

other ini ialah mereka yang memiliki peran secara sosial kepada para nelayan dalam

hubungan patron klien. Nelayan berada pada posisi klien yang tergantung kepada patron.

Bila ditilik pada significant other tersebut, keadaan ini tidak berbeda dengan significant

other ada pada komunitas nelayan umummnya di Indonesia seperti pemodal, ketua

kelompok nelayan, aparat pemerintah desa atau perikanan dan kerabat dalam anggota

rumah tangga nelayan.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara karakteristik

dengan kepatuhan kepada patron (subjective norm). Aldrich dan Cerel (2009) The

Development of Effective Message Content for Suicide Intervention Theory of Planned

Behavior menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik dengan kepatuhan kepada

patron (subjective norm) pada responden yang beresiko melakukan tindakan bunuh diri.

Oleh sebab itu peneliti mengusulkan program penyuluhan dalam bentuk intervensi untuk

mencegah bunuh diri seseorang melalui significant other dari pelaku bersangkutan.

Collins dan Carey (2007) The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic

Drinking Among College Students menegaskan adanya hubungan positif antara

karakteristik dengan kepatuhan kepada patron (subjective norm) pada responden pelajar

pecandu alkohol. Karena itu terapi yang diusulkannya adalah penyuluhan melalui

significant other dari pelajar yang bersangkutan. Baughan (2003) berjudul Drivers’

Compliance With Speed Limits: An Application of the Theory of Planned Behavior

menemukan adanya hubungan positif antara karakteristik individu dengan kepatuhan

kepada patron (subjective norm) terhadap aturan batas kecepatan mengendarai kendaraan.

Saran dari penelitian ini adalah penekanan pentingnya sigificant other dalam memberi

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

34

nasehat kepada pelaku berkendara.

Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat

hubungan positif antara karakteristik individu dengan kepatuhan kepada patron

(subjective norm).

Hubungan Karakteristik Individu dengan Kemampuan Berperilaku

Karakteristik diduga memiliki hubungan erat dengan kemampuan berperilaku.

Kemampuan berperilaku adalah persepsi tentang keyakinan nelayan akan kemampuannya

melakukan perilaku tertentu, apakah merupakan sesuatu yang mudah dilakukan atau

sebaliknya.

Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif antara

karakteristik dengan kemampuan berperilaku seperti Eng dan Ginis (2007) Using the

Theory of Planned Behavior to Predict Leisure Time Physical Activity Among People

With Chronic Kidney Disease yang menegaskan adanya hubungan positif antara

karakteristik dengan kemampuan berperilaku responden penderita kidney disease kronik.

Karena itu peneliti menyarankan penanganan terhadap kendala-kendala yang mungkin

dihadapi oleh penderita dalam perilaku fisik memanfaatkan waktu luang (Leisure Time

Physical Activity). Galea dan Bray (2006) Predicting Walking Intentions and Exercise in

Individuals With Intermittent Claudication: An Application of the Theory of Planned

Behavior melihat adanya hubungan positif antara antara karakteristik dengan

kemampuan Berperilaku. Monica (2010) What Role Do Social Norms Play in the Context

of Men’s Cancer Screening Intention and Behavior? Application of an Extended Theory

of Planned Behavior melihat hubungan positif antara karakteristik seperti usia terhadap

kemampuan berperilaku (perceived behavior control) responden terhadap pemeriksaan

penyakit kanker. Smith (2008) berjudul Can the Theory of Planned Behavior Help

Explain Men’s Psychological Help-Seeking? Evidence for a Mediation Effect and

Clinical Implications menemukan hubungan positif antara karakteristik berupa usia,

golongan etnik, ras, status perkawinan terhadap kemampuan berperilaku (perceived

behavior control) responden tentang pencaharian bantu psikologi bagi laki-laki.

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

35

Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat

hubungan positif antara karakteristik individu dengan kemampuan berperilaku (perveived

behavior control).

Hubungan Sikap dengan Niat untuk Berperilaku

Sikap mengandung makna: (1) mempunyai objek tertentu (orang, perilaku,

konsep, situasi, benda dan sebagainya), dan (2) mengandung penilaian (setuju-tidak

setuju, suka-tidak suka). Sikap diduga memiliki hubungan positif dengan niat untuk

berperilaku. Beberapa penelitian yang menjelaskan adanya hubungan positif antara sikap

dengan niat untuk berperilaku seperti penelitian Orbell and Hagger (2006) “When No

Means No”: Can Reactance Augment the Theory of Planned Behavior? Merupakan studi

longitudinal yang temuannya menegaskan adanya hubungan antara sikap dengan niat

untuk berperilaku responden wanita dalam melakukan kunjungan menjalani pengobatan

penyakit kanker rahim. Eng dan Ginis (2007) The Theory of Planned Behavior in

Prediction of Leisure Time Physical Activity Among Individuals With Spinal Cord Injury.

Latimer dan. Ginis (2005) juga menegaskan adanya hubungan antara sikap dengan niat

untuk berperilaku responden dalam memanfaatan waktu luang guna pengobatan penyakit

spinal cord injury, Martin et al (2010) Using the Theory of Planned Behavior to Predict

Gambling Behavior yang menggambarkan perilaku berjudi sebagai persoalan publik,

Martin dan kawan-kawan menemukan bahwa norma dalam lingkungan kehidupan

pertetanggaan, sikap dan kemampuan berperilaku (perceived behavior control)

berhubungan positif dengan niat pada responden untuk berperilaku berjudi.

Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat

hubungan positif antara sikap dengan niat untuk berperilaku.

Hubungan Kepatuhan kepada Patron dengan Niat untuk Berperilaku

Secara sederhana norma diartikan sebagai as common guidelines for social action

(Abrecombie et al, 1984). Dalam ilmu perilaku dikenal tingkat kepatuhan (subjective

norm). Norma menilai apa yang diyakini oleh seseorang tentang apa yang dipikirkan atau

diharapkan oleh orang-orang dekatnya bahwa dia harus lakukan. Norma subjektif

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

36

ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) pendapat tokoh atau orang lain yang penting yang

berpengaruh atau tokoh panutan (significan other) tentang apakah subjek perlu, harus

atau dilarang melakukan perilaku yang sedang diteliti, dan (2) seberapa jauh subjek akan

mengikuti pendapat orang lain tersebut (motivation to comply).

Kepatuhan terhadap patron diduga memiliki hubungan positif dengan niat untuk

berperilaku. Beberapa hasil penelitian menguatkan argumen tersebut, Martin et al (2010)

tentang Using the Theory of Planned Behavior to Predict Gambling Behavior yang

menggambarkan perilaku berjudi sebagai persoalan public, Martin dan kawan-kawan

menemukan bahwa norma dalam lingkungan kehidupan pertetanggaan, sikap dan

kepatuhan terhadap patron berhubungan secara langsung dengan niat pada responden

untuk berperilaku berjudi. Temuan penelitian ini juga sejalan dengan Susan et al (2007)

berjudul The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic Drinking Among

College Students dan penelitian Mark et al (2008) berjudul Drivers’ Compliance With

Speed Limits: An Application of the Theory of Planned Behavior dan Corner et al (2002)

berjudul The Theory of Planned Behavior and Healthy Eating.

Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat

hubungan positif antara kepatuhan kepada patron dengan niat untuk berperilaku.

Hubungan Kemampuan Berperilaku dengan Niat untuk Berperilaku

Tingkat kemampuan berperilaku nelayan dalam proses kegiatan perikanan

tangkap ialah persepsi tentang keyakinan nelayan akan kemampuannya melakukan

perilaku tertentu, apakah merupakan sesuatu yang mudah dilakukan atau sebaliknya.

kemampuan berperilaku diduga memiliki hubungan positif dengan niat untuk berperilaku.

Beberapa hasil penelitian menguatkan argumen tersebut seperti Jones, Courneya, Fairey,

dan Mackey (2005) Does the Theory of Planned Behavior Mediate the Effects of an

Oncologist’s Recommendation to Exercise in Newly Diagnosed Breast Cancer

Survivors? Results From a Randomized Controlled Trial yang menegaskan adanya

hubungan positif antara kemampuan berperilaku dengan niat untuk berperilaku. Susan et

al (2007) berjudul The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy Episodic

Drinking Among College Students dan penelitian Mark et al (2008) berjudul Drivers’

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

37

Compliance With Speed Limits: An Application of the Theory of Planned Behavior dan

penelitian Corner et al (2002) berjudul The Theory of Planned Behavior and Healthy

Eating.

Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat

hubungan positif kemampuan berperilaku dengan niat untuk berperilaku.

Hubungan Niat untuk Berperilaku dengan Perilaku

Berangkat dari kritik terhadap teori dan pengukuran sikap yang seringkali tidak

tepat, yakni tidak dapat memperkirakan perilaku yang timbul, maka ditentukanlah

attitude, subjective norm dan perceived behavior control yang selanjutnya akan

menentukan perilaku. Sebelum sampai pada perilaku, Fisbein dan Ajzen (1975)

menetapkan adanya niat untuk berperilaku. Mengukur sikap, sama dengan mengukur niat

itu sendiri, karena setiap perilaku yang bebas, yang ditentukan oleh kemauan sendiri

selalu didahului oleh niat untuk berperilaku. Dengan demikian semakin kuat niat

seseorang akan mencerminkan hubungan yang kuat pula dengan perilakunya.

Penelitian berikut menegaskan hubungan positif anatara niat untuk berperilaku

dengan perilaku individu. Lowe, Bennett, Walker dan Milne (2003) A Connectionist

Implementation of the Theory of Planned Behavior: Association of Beliefs With Exercise

Intention. Senn dan Ledgerwood (2001) Predictors of Intention to Use Condoms Among

University Women: An Application and Extension of the Theory of Planned Behaviour,

menegaskan adanya hubungan positif anatara niat responden pelajar wanita untuk

menggunakan kondom dengan perilaku seksualnya. Courneya (1995) Understanding

Readiness for Regular Physical Activity in Older Individuals: An Application of the

Theory of Planned Behavior. Al-Majali dan Nik Mat (2010) Application of Decomposed

Theory of Planned Behavior on Internet Banking Adoption in Jordan. Monica et al

(2010) What Role Do Social Norms Play in the Context of Men’s Cancer Screening

Intention and Behavior? Application of an Extended Theory of Planned Behavior

temuannya bahwa ada hubungan positif antara behavior intention terhadap behavior

responden terhadap pemeriksaan penyakit kanker, Smith et al (2008) berjudul Can the

Theory of Planned Behavior Help Explain Men’s Psychological Help-Seeking? Evidence

for a Mediation Effect and Clinical Implications tentang adanya hubungan positif antara

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

38

behavior intention terhadap behavior tentang pencaharian bantu psikologi bagi laki-laki,

Collin et al (2007) berjudul The Theory of Planned Behavior as a Model of Heavy

Episodic Drinking Among College Students menemukan adanya hubungan positif antara

behavior intention terhadap behavior responden tentang kegiatan heavy episodic drinking

(HED) dan Baughan (2003) berjudul Drivers’ Compliance With Speed Limits: An

Application of the Theory of Planned Behavior menemukan adanya hubungan positif

antara behavior intention dengan behavior tentang aturan batas kecepatan mengendarai

kendaraan.

Merujuk pada hasil studi tersebut, maka dalam penelitian ini diduga terdapat

hubungan positif antara niat untuk berperilaku dengan perilaku individu yang

bersangkutan.

Nelayan Artisanal

Untuk memahami perilaku nelayan artisanal hal penting yang harus dipahami

adalah keragaman dan jenis skala usaha nelayan. Apakah nelayan itu? Beragam

kategori dan deskripsi yang dibuat untuk beragam tujuan. Berkes et al (2001) mencatat

pada awalnya pengertian nelayan hanya berkaitan dengan sumberdaya perikanan dan

tipe-tipe alat tangkapnya. Suatu gambaran yang sangat sederhana. Deskripsi yang lebih

mendalam mencakup beberapa kategori dari kegiatan perikanan tangkap, seperti jenis

alat tangkap yang digunakan, eksploitasi jenis-jenis tangkapan tertentu yang selanjutnya

berkait dengan keberadaan kegiatan penangkapan yang membutuhkan penilaian dan

pengelolaan sebagai proses, jaringan pasar dan sistem pemerintahan. Hal ini berarti

kegiatan nelayan memiliki cakupan bidang biologi, teknologi, ekonomi, sosial, budaya

dan dimensi politik.

Sejalan dengan Berkes, Johnson (2005) menyatakan bahwa pengertian small scale

dan artisanal fisheries dalam beberapa dekade ini telah digunakan oleh para ahli politik

perikanan, administrator, ahli hukum, ahli biologi, ahli ekonomi, ahli sosiologi, insinyur,

nelayan, NGO, media massa dengan berbagai sudut pandang dalam ruang lingkup

konteks nasional yang berbeda. Merujuk pada hal tersebut, maka FAO berupaya

mengkombinasikan perbedaan karakteristik pengertian tersebut dengan menyatakan

bahwa ”traditional fisheries involving fishing houdehold (as opposed to commercial

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

39

companies), using relatively small amount of capital and energy, relatively vessels (if

any), making short fishing trips close to shore, mainly for local consumption. In practice,

definition varies between contries, e.g. from gleaning or a one-man canoe in poor

developing countries to more than 20-m, trawlers, seiners, or long-liners in developed

ones. Artisanal fisheries can be subsistence or commercial fisheries, providing for local

consumption or export. They are sometimes refered to as smal-scale fisheries”. Dalam

pengertian tersebut berarti perikanan tradisional termasuk yang dilaksanakan oleh rumah

tangga yang berbeda dengan perikanan yang dilaksanakan dalam skala komersial;

menggunakan modal, energi mesin yang relatif kecil (jika ada), lama melaut yang

singkat, tidak jauh dari pantai, untuk tujuan konsumsi lokal.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) nelayan didefinisikan sebagai

orang yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan di laut. Undang-undang

Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan,

nelayan dimaknai sebagai perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang mata

pencahariannya atau kegiatan usahanya melakukan kegiatan penangkapan ikan. Ditjen

Perikanan Tangkap (2000) mendifinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif

melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

Adapun orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring atau mengangkut

alat-alat perlengkapan ke dalam perahu tidak dikategorikan sebagai nelayan. Sementara

itu ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap disebut sebagai

nelayan meskipun mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan ikan.

Dari kapasitas teknologi (alat tangkap, armada), orientasi pasar dan karakteristik

hubungan produksi, Arif Satria (2002) menggolongkan nelayan terdiri dari (1) peasant

fisher atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan

kebutuhan sendiri (subsisten), (2) post peasant fisher, (3) commercial fisher yaitu nelayan

yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan, dan (4) industrial fisher.Peasant

fisher atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan

kebutuhan sendiri (subsisten). Sebutan ini muncul karena alokasi hasil tangkapan yang

dijual lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari (khususnya pangan)

dan bukan diinvestasikan kembali untuk pengembangan skala usaha. Umumnya mereka

masih menggunakan alat tangkap tradisional dayung atau sampan tidak bermotor dan

Page 32: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

40

masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama. Post peasant fisher,

dicirikan dengan berkembangnya motorisasi perikanan dibidang teknologi penangkapan

ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor. Penguasaan perahu motor

itu semakin membuka peluang bagi nelayan untuk menangkap ikan di wilayah perairan

yang lebih jauh dan memperoleh surplus dari hasil tangkapan karena mempunyai daya

tangkap lebih besar. Pada jenis ini nelayan sudah mulai berorientasi pasar. Sementara itu

tenaga kerja atau ABK-nya sudah mulai meluas dan tidak bergantung pada anggota

keluarga saja. Commercial fisher, dicirikan dengan skala usaha yang sudah lebih besar

yang dicirikan dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari

buruh hingga manajer. Teknologi yang digunakan pun lebih modern dan membutuhkan

keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapnya, contohnya

nelayan purse seine di Pekalongan Jawa Tengah. Industrial fisher dicirikan dengan a)

diorganisasi dengan cara mirip dengan perusahaan-perusahaan agroindustri di negara

maju, (b) secara detail lebih padat modal. (c) memberikan pendapatan yang lebih tinggi

daripada perikanan sederhana, baik untuk pemilik maupun awak perahu, dan (d)

menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor. Nelayan skala

besar ini dicirikan dengan majunya kapasitas teknologi penangkapan maupun jumlah

armadanya. Mereka lebih berorientasi ada keuntungan dan melibatkan buruh nelayan

sebagai anak buah kapal (ABK) dengan organisasi kerja yang kompleks.

Charles (2001) membagi kegiatan perikanan tangkap (harvest fisheries) ke dalam

4 bagian, yaitu (a) subsistence fisheries, sebagai kegiatan penangkapan ikan untuk

memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri, (b) native/indigenous/aboriginal fishers,

sebagai kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil

manusia secara tradisional. Terkadang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, (c)

recreational fishers, sebagai kegiatan penangkapan ikan yang bertujuan sebagai kegiatan

rekreasi (hiburan), (d) commercial fishers, sebagai kegiatan penangkapan ikan yang

bertujuan untuk dijual guna memenuhi kebutuhan domestik maupun industri. Secara

lebih rinci, Charles (2001) membagi commercial fisheries dalam dua kelompok yakni

small scale fisheries (artisanal) dan large-scale fisheries (industrial) seperti dapat dilihat

pada Tabel 1 berikut:

Page 33: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

41

Tabel 1 Dikotomi antara Artisanal Fisheries dan Industrial Fisheries

Sumber: Charles (2001) dalam Sustainable Fishery System. London: Blackwell Science.

Sejalan dengan Charles, Berkes (2001) juga membedakan kriteria nelayan dalam

tiga golongan yaitu large scale fisheries, small scale fisheries dan subsistence scale

fisheries. Secara lebih rinci perbedaan dari kategori tersebut dijabarkan pada Tabel 2

sebagai berikut:

Domain

Small scale fisheries (artisanal)

Large scale fisheries (industrial).

Terminologi

Artisanal (developing areas; inshore/small - boat develop areas);

Industrial (developing areas; corporate ; developed areas);

Lokasi penangkapan

Coastal, termasuk wilayah pasang surut, dan tidak jauh dari pantai;

Offshore, beroperasi relatif jauh dari pantai;

Tujuan

Tujuan bersifat multiple (seperti untuk tujuan sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain);

Fokus ke arah satu tujuan yaitu keuntungan ekonomi;

Tujuan khusus bagi pengembangan wilayah

Keamanan produksi pangan dan kehidupan di tingkat lokal;

Produksi untuk ekspor dan pertukaran luar negeri;

Tujuan yang berkait dengan pemanfaatan tenaga kerja

Fokus pada memaksimalkan kesempatan kerja;

Fokus pada minimasi biaya tenaga kerja;

Jenis produksi

Perikanan subsisten, sebagaimana pula perikanan komersial namun untuk pasar domestik yang terbatas;

Perikanan yang mengarah kepada pasar komersial, terkadang fokus pada pemenuhan kebutuhan; ekspor

Kepemilikan

Secara khusus individual/keluarga; terkadang kelompok usaha kecil

Secara khsusus dalam bentuk perusahaan terkadang berdasarkan peralatan yang berasal dari luar negeri

Perubahan input

Berbasis pada jumlah tenaga kerja, dengan tingkat teknologi yang sederhana

Berbasis pada modal yang menerapkan teknologi baru

Hubungan desa - kota

Umum pada masyarakat pedesaan; berlokasi di luar pusat kegiatan sosial dan ekonomi

Umumnya pada masyarakat perkotaan; berlokasi pada pusat kegiatan sosial dan ekonomi

Hubungan komunitas

Merupakan komunitas tertutup pada tempat para nelayan tersebut tinggal, sebagai bagian dari komunitas yang lebih luas dalam wilayah pesisir

Relatif terpisah dan merupakan komunitas yang bebas sebagai komunitas pesisir

Persepsi yang dimiliki bersama “tradisional”, “romantis”. teknologi sederhana

Moderen, multinasional,

Page 34: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

42

Tabel 2 Kategori Nelayan Large-Scale, Small Scale dan Subsisten Karakteristik

Kategori

Large-Scale (Industrial)

Small Scale (Artisanal)

Subsisten (Artisanal)

Unit penangkapan

Tetap, dgn pembagian kerja dan prospek karir

Tetap, skala kecil, spesialisasi dalam pembagian kerja

Dioperasikan sendiri, atau kerabat atau kelompok dalam komuniti

Kepemilikan

Konsentrasi pada beberapa pemilik kadangkala pemilik tidak ikut mengoperasikan

Kadangkala dioperasikan oleh pemilik atau operator senior atau bersama-sama, atau sesama pemilik

Dioperasikan oleh pemilik

Komitmen waktu

Kadangkala penuh waktu

Kadangkala penuh waktu atau paruh waktu

Pada umumnya paruh waktu;

Kapal/perahu

Digerakan oleh peralatan yang kompleks

Kecil. Motor di perahu atau diluar perahu (kecil)

Tidak ada mesin atau ada tapi kecil;

Tipe peralatan

Mesin dibuat dan dirakit oleh pihak lain

Sebagian atau seluruhnya dirakit sendiri

Buatan tangan sendiri, dirakit oleh penggunanya

Kecanggihan alat tangkap

Elektronik, otomatis Digerakan mesin dan manual

Utamanya tanpa mesin

Permodalan

Besar, proporsi yang lebih besar bukan berasal dari operator

Medium ke kecil; dimodali oleh operator

Kecil; oleh operator

Perlengkapan (per unit penangkapan)

Besar Medium ke kecil; Medium ke kecil;

Kelebihan hasil tangkapan

Dijual ke pasar yang terorganisir

Dijual ke pemasaran lokal yang terorganisir; konsumsi oleh operator

Secara primer dikonsumsi oleh operator, kerabatnya; pertukaran secara barter

Proses hasil penangkapan

Umumnya untuk makanan ikan dan konsumsi bukan langsung untuk manusia

Sebagian dikeringkan, diasap, diasinkan; umumnya untuk konsumsi manusia

Keseluruhan dikonsumsi untuk manusia

Tingkat penghasilan operator

Terkadang tinggi Medium ke rendah sekali

Minimal

Integrasi pada ekonomi

Formal; sangat terintegrasi

Terintegrasi sebagian Informal dan tidak terintegrasi

Ketenagakerjaan Full time atau tergantung musim

Kadangkala beragam pekerjaan

Beragam pekerjaan

Perluasan pasar Produksi ditemukan di pasar dunia

Nasional dan lokal Lokal dan tingkat distrik

Kapasitas manajemen dari otoritas nelayan

Beragam ilmu pengetahuan dan pengelola

Minimal dengan sedikit ilmuwan dan pengelola

Tidak dikelola secara ilmu pengetahuan kecuali oleh sumberdaya si pengguna

Page 35: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

43

Unit manajemen

Memiliki satu atau banyak unit

Kadangkala banyak dengan unit-unit yang kecil

Unit-unit yang sangat kecil

Pengumpulan data perikanan

Tidak sulit Sulit tergantung pada nelayan

Kadangkala tidak ada data;

Sumber: Berkes et al (2001) Managing Small-scale Fisheries: Alternative Directions and Methods. Otawa: International Development Research Center

Dilihat dari wilayah tangkapnya (fishing ground), terdapat perbedaan antara larga

scale fisheries dan small scale fisheris. Berkes (2001) menjabarkan larga scale fisheries

dicirikan dengan (a) umumnya terdapat di wilayah perkotaan yang berkembang, (b)

terdiri dari 1 atau 10 kapal besar, (c) 1000 metrik ton kemampuan menangkap ikan, (d)

stok ikan yang besar, (e) manajemen unit dan (f) memiliki manajemen perencanaan

perikanan. Sementara itu small scale fisheries dicirikan dengan (a) berasal dari banyak

desa-desa komunitas nelayan, (b) 7 hingga 100 perahu berukuran kecil, (c) 1000 metrik

ton kemampuan menangkap ikan, (d) stok ikan yang kecil, banyak unit manajemen

dengan (e) banyak manajemen perencanaan perikanan.

Sistem Kegiatan Perikanan Tangkap Nelayan Artisanal

Sistem perikanan tangkap (fishery system) merupakan sistem yang amat kompleks

yang tidak hanya melibatkan aspek sosial ekonomi manusia, namun juga melibatkan

aspek kompleks dari biologi dan masing-masing komponen tersebut saling berkaitan

(Walters, 1980 dalam Charles, 2001). Sependapat dengan Walters (1980), Charles

menyampaikan tesis tentang sistem perikanan tangkap (fisheries system) yang

mengaitkan lingkungan bio-fisik dan lingkungan sosio-ekonomik dalam penjelasan

dinamika sistem tersebut. Menurut Charles, fisheries system terdiri dari serangkaian

komponen lingkungan bio-fisik, lingkungan sosio-ekonomik yang saling berkait dalam

kegiatan perikanan tangkap seperti digambarkan dalam Gambar 3 fishery system berikut:

Tabel 2 (lanjutan)

Page 36: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

44

Gambar 3 di atas menjelaskan terdapat tiga aspek yang saling berkait dalam

penangkapan ikan, yaitu dinamika populasi ikan, dinamika modal berupa perangkat alat

tangkap ikan dan dinamika tenaga kerja yaitu nelayan. Proses yang harus dilalui setelah

kegiatan penangkapan ikan adalah pasca penangkapan, sebelum masuk pada tahap

pemasaran yang dipangaruhi oleh kondisi pasar (market conditions). Pada bagian akhir

dari sistem perikanan secara ideal adalah keuntungan yang diharapkan dapat diperoleh

oleh berbagai pihak dalam bentuk keuntungan sosial, kultural, ekonomi dan keragaman

hayati (biodiversity).

Gambar 3 Kaitan Aspek Bio-fisik dan Sosio ekonomi dalam Sistem Perikanan Tangkap Sumber: Charles (2001). Sustainable Fishery System. London: Blackwell Science

Biophysical Environment

Sosio-econ Environment

Ecosystem Household and Community

Fish Fleet Fisher

Harvest

Market

Post Harvest

Market Conditions

Benefits - Social - Cultural - Economic - Biodiversity

Population Dynamics

Capital Dynamics

Labour Dynamics

Page 37: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

45

Perikanan Tangkap Nelayan Artisanal di Indonesia

Mengacu pada Gambar 3 di atas, penelitian ini membatas ruang lingkup studi

pada Sosio-Economic Environment yaitu aspek perilaku nelayan artisanal dalam sistem

kegiatan perikanan tangkap.

Dilihat dari ruang lingkup proses kegiatan perikanan tangkap di pantai Utara Jawa

Timur, Kusnadi (2001) mengidentifikasi ada 5 (lima) aspek kegiatan ketika menelaah

tahapan dalam produksi penangkapan hingga distribusi pendapatan nelayan perikanan

tangkap. Kelima aspek tersebut yaitu: (a) teknologi penangkapan, (b) operasi

penangkapan, (c) modal dan tenaga kerja, (d) pemasaran dan (e) bagi hasil. Bila aspek

yang dikemukakan oleh Kusnadi ini dipadukan dengan sistem perikanan yang

dikemukakan oleh Charles (2001) dan perilaku nelayan dalam kegiatan pemanfaatan

sumberdaya perikanan, maka ruang lingkup kegiatan perikanan tangkap nelayan artisanal

yang dibahas dalam studi ini tidak terlepas dari 4 (empat) bidang kegiatan, yaitu:

a. kegiatan dalan bidang penggunaan teknologi alat tangkap dan alat bantu tangkap

berkait dengan capital dynamics yaitu armada, alat tangkap (fleet) dan alat bantu

tangkap yang mendorong hasil tangkapan maksimal dengan dampak se-minimal

mungkin terhadap lingkungan fisik.

b. kegiatan dalam bidang kegiatan persiapan dan operasi penangkapan yang berisi

tentang kemampuan nelayan menentukan waktu musim ikan, lokasi penangkapan

ikan, ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap serta kondisi cuaca yang

memungkinkan untuk melaut.

c. kegiatan dalam bidang pengerahan tenaga kerja dan modal yang berisi tentang

kemampuan nelayan untuk mengoptimalkan tenaga kerja dan modal yang ada

dalam mengoperasikan perahu beserta alat tangkap.

d. kegiatan dalam bidang menjaga mutu hasil tangkapan dan pemasaran ikan berkait

dengan kemampuan nelayan mengupayakan mutu ikan yang baik tetap terjaga

untuk mencapai harga jual ikan yang setinggi-tingginya.

Page 38: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

46

Teknologi Perikanan Tangkap

Teknologi perikanan tangkap tidak terlepas dari keberadaan armada penangkapan.

Armada penangkapan terdiri dari beberapa unit penangkapan ikan yang terdiri dari kapal,

alat tangkap dan nelayan. Kapal adalah suatu bentuk konstruksi yang dapat terapung

(floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa penumpang atau barang yang sifat

geraknya dapat menggunakan dayung, angin dan mesin, seperti:

(1) Penggerak dayung

Kapal yang digerakkan oleh tenaga manusia dengan dayung (oar) di samping

kiri/kanan lambung (hull) kapal.

(2) Penggerak angin

Kapal yang konstruksinya menggunakan tiang-tiang layar dan beberapa macam

layar (sail) untuk memanfaatkan tenaga hembusan angin pada layar kapal

tersebut.

(3) Tenaga mesin

Kapal yang mempunyai ruang mesin di dalam lambung kapal dimana mesin

tersebut mampu menggerakan baling-baling (propeler) kapal sebagai sarana

dorong/gerak kapal.

Perahu atau kapal yang digunakan untuk mengangkut nelayan, alat penangkap

ikan dan hasil penangkapan dalam rangka penangkapan dengan bagan, sero, kelong dan

lain-lain termasuk perahu atau kapal perangkap (Ditjen Perikanan Tangkap, 2002).

Kapal-kapal yang dipakai dalam kegiatan sumberdaya hayati perikanan, dikenal dengan

nama kapal ikan, mempunyai peranan yang sangat penting dalam tujuan pemanfaatan

potensi sumberdaya perikanan tersebut serta jenis dan bentuk yang berbeda sesuai dengan

tujuan usaha, keadaan perairan, fishing ground dan lain-lain sebagainya.

Di Indonesia perahu atau kapal penangkap menurut Direktorat Perikanan Tangkap

(2002) secara umum diklasifikasikan sebagai berikut:

(1) perahu tidak bermotor

a. jukung

b. perahu papan

i. kecil (perahu yang terbesar panjangnya kurang dari 7 Meter)

Page 39: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

47

ii. sedang (perahu yang terbesar panjangnya 7 sampai 10 Meter)

iii. besar (perahu yang terbesar panjangnya 10 Meter atau lebih)

(2) perahu motor tempel

(3) kapal motor

c. kurang dari 5 GT

d. 5 – 10 GT

e. 20 – 30 GT

f. 30 – 50 GT

g. 50 – 100 GT

h. 100 – 200 GT

i. 200 GT ke atas

Menurut Direktorat Perikanan Tangkap (2002), secara umum di Indonesia

standar alat penangkap perikanan laut diklasifikasikan sebagai berikut:

(1) pukat udang (shrim net)

(2) pukat kantong (seine net)

a. payang (termasuk lempara)

b. dogol

c. pukat pantai

(3) pukat cincin (purse seine)

(4) jaring insang (gilnet)

(5) jaring angkat (lift net)

(6) pancing (hook and lines)

(7) perangkap (traps)

(8) alat pengumpul kerang dan rumput (shell fish and seawees colection)

(9) moro ami

(10) alat tangkap lainnya

Penelitian Kusnadi (2000) membahas tentang teknologi penangkapan ikan yang

dilakukan nelayan khususnya di wilayah Jawa Timur, mengenai konstruksi badan perahu

dan bentuk lunasnya yang sebagian besar menggunakan model pakisan. Model perahu

Page 40: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

48

lainnya seperti jo-ijo, jokis (campuran model jo-ijo dan pakisan) dan pancingan. Diantara

jenis-jenis perahu yang ada, sampan pancingan merupakan perahu model khusus yang

badannya harus dibentuk utuh (kayu tidak bersambungan), tanpa lunas dan lengghi

(rusuk perahu yang terletak di bagian bawah badan perahu). Karena itu sampan

pancingan dibuat dari kayu bulat yang berdiameter sekitar 1 Meter. Pada umumnya

sampan pancingan dibuat dari kayu sengon, sukun atau jumalem. Selain sampan

pancingan, bahan baku pembuatan jenis-jenis perahu lainnya adalah kayu jati,

nyamplong, kesambi dan mangir yang berbentuk sirap. Sirap kayu jati dimanfaatkan

untuk badan kayu bagian atas. Rusuk kayu terbuat dari kayu nyamplong karena kualitas

kayunya sangat baik. Badan kayu bagian bawah dibuat dari sirap kayu kesambi atau kayu

mengir. Kedua jenis perahu ini diletakkan di bagian tengah hingga bawah badan perahu

karena kayunya sangat keras dan tidak mudah rusak atau pecah jika terkena batu karang

atau benda-benda keras lainnya di bawah laut. Kekuatan kayu akan terus terjamin karena

terus menerus terkena air. Jika kayu-kayu tersebut diletakkan pada bagian tengah hingga

atas badan kayu, yang silih berganti terkena air laut dan panas matahari, justru akan

mudah lapuk. Kayu jati merupakan satu-satunya jenis kayu yang tanah air dan panas

matahari sehingga diletakkan pada bagian tengah hingga atas badan perahu.

Proses pembuatan perahu secara umum juga disertai dengan upacara ritual.

Menurut Kusnadi (2000) rangkaian upacara pembuatan perahu tradisional di Sulawesi,

Madura dan Bali dimaksudkan agar perahu memiliki “spirit hidup” dan kekuatan magis

sehingga terhindar dari segala bahaya ketika sedang melaut.

Operasi Penangkapan Ikan

Dalam melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan mengidentifikasi daerah-

daerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan nama-nama tertentu. Daerah-daerah

penangkapan ikan itu dianalogikan oleh nelayan dengan nama-nama semacam “desa-desa

ikan” (Kusnadi, 2000) Penentu batas-batas antar desa-desa ikan yang satu dengan yang

lainnya berdasarkan tanda-tanda bintang di langit (ketika malam hari) dan posisi gunung-

gunung yang ada di daratan (ketika siang hari). Dengan nama-nama “desa ikan” tersebut

lebih mudah bagi nelayan dalam menemukan wilayah penangkapan (fishing ground).

Informasi tentang lokasi “desa-desa ikan” (fishing ground) oleh nelayan belum

Page 41: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

49

menjamin keberadaan ikan di daerah tersebut karena masih dibutuhkan pengetahuan

tentang musim ikan dan mobilitas ikan yang cukup tinggi bergerak ke berbagai tempat.

Kusnadi (2000) mengidentifikasi keberadaan ikan di perairan pantai Utara Jawa

Timur. Musim kemarau, berlangsung pada bulan Mei – Oktober, sedangkan musim hujan

berlangsung pada November – April. Musim ikan berlangsung pada musim hujan yang

secara efektif hanya selama tiga bulan, yakni Januari, Februari dan Maret. Pada bulan-

bulan tersebut, temperatur panas air laut rendah dan nelayan melaksanakan operasi

penangkapan secara efektif. Tanda-tanda akan datangnya musim ikan adalah jika sudah

mulai turun hujan sekitar satu minggu berturut-turut. Pada saat musim kemarau ketika

temperatur panas air laut cukup tinggi, ikan sulit diperoleh. Apabila perairan wilayah

tangkap nelayan sedang tidak musim ikan, nelayan akan melakukan andun (migrasi

musiman) ke berbagai daerah yang sekiranya dapat memberikan penghasilan mereka.

Setiap jenis perahu memiliki jadwal operasi dan cara penangkapan yang berbeda-

beda. Di wilayah pantai Utara Jawa Timur, jadwal keberangkatan kerja perahu jenis

sleret ditentukan oleh rotasi bulan. Setiap satu bulan kerja terbagi dalam masa tera’an

dan petengan. Masa teraa’an adalah masa terang bulan, sedangkan masa petengan adalah

masa gelap bulan. Pada masa tera’an nelayan libur bekerja karena ikan sangat sulit

dicari. Ikan-ikan turun ke dasar laut untuk menghindari sinar terang bulan. Masa ini

dimanfaatkan oleh nelayan untuk memperbaiki atau menambal bagian-bagian perahu

yanhg rusak dan berlubang. Setelah libur tera’an nelayan mulai melaut lagi yang

merupakan awal masa petengan. Masa melaut petengan dibagi lagi menjadi masa sorean,

maleman dan semaleman yang ditetapkan berdasarkan saat terbitnya bulan.

Pelepasan jaring payang dilakukan setelah sampai pada suatu lokasi penangkapan

yang diperkirakan menyimpan potensi ikan. Tanda-tanda di suatu tempat memiliki

potensi ikan diketahui berdasarkan pengalaman melaut pada malam sebelumnya,

informasi dari nelayan-nelayan lainnya, adanya onjhem (rumpon ikan) atau jika saat

melaut dari kejauhan melihat timbulnya cahaya terang berwarna kebiru-biruan di

permukaan air laut.

Page 42: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

50

Pengerahan Modal dan Tenaga Kerja

Menurut Kusnadi (2000) kegiatan perikanan sangat padat modal. Modal yang

besar itu diutamakan untuk membeli sarana produksi seperti perahu, jaring dan mesin.

Sumber-sumber permodalan bagi nelayan adalah tabungan dan harta benda pribadi,

pinjaman dari kerabat atau tetangga dan pengamba. Masalah penyediaan fasilitas modal

sering menjadi kendala bagi para nelayan untuk menjaga konsistensi atau kelangsungan

usaha pekerjaan yang dilakukannya. Kesulitan untuk memenuhi kebutuhan modal lebih

dirasakan oleh nelayan-nelayan kecil yang karena berbagai keterbatasannya tidak

memiliki akses kepada sumber-sumber modal yang tersedia. Kebutuhan biaya dapat

kelompokkan menjadi tiga, yaitu kebutuhan harian, bulanan dan tahunan. Besar kecilnya

biaya tergantung pada jenis perahu dan tingkat kerusakan peralatan tangkap. Termasuk

kebutuhan harian antara lain pembelian minyak solar untuk bahan bakar mesin atau

minyak tanah untuk bahan bakar lampu, suku cadang lampu strongking (kaca lampu,

kaca, spuyer), serta senar dan mata pancing. Adapun yang termasuk kebutuhan bulanan

antara lain penyediaan biaya untuk mengatasi kerusakan mesin perahu dan biaya

pembelian nilon untuk menambal perahu yang rusak. Kerusakan mesin tidak mesti terjadi

satu bulan sekali, kadang-kadang tiga atau enam bulan sekali. Apabila ada kerusakan

mesin yang memperbaiki adalah montir setempat. Montir tersebut diberi upah dengan

uang yang berasal dari imbalan dari setiap perahu. Kebutuhan tahunan adalah penyediaan

biaya yang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan perahu dan jaring secara total.

Pemasaran Hasil Penangkapan Ikan

Cara manusia mendapatkan produk yang diinginkan melalu;: membuat sendiri,

pemaksaan, mengemis, dan pertukaran. Pertukaran adalah tindakan untuk memperolah

produk yang dikehendaki dari seseorang dengan menawarkan sesuatu yang lain sebagai

balasannya. Pertukaran adalah konsep yang mendasari pemasaran,

Dua pihak dikatakan terlibat dalam pemasaran jika mereka bernegosiasi dan

bergerak ke arah suatu kesepakatan. Jika kesepakatan tercapai dikatakan suatu transaksi

terjadi. Transaksi adalah unit dasar dari pertukaran. Transaksi merupakan perdagangan

nilai-nilai di antara dua pihak. Contoh transaksi adalah transaksi komersial, transaksi

pekerjaan, transaksi untuk kepentingan umum, transaksi keagamaan dan amal.

Page 43: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

51

Beberapa jenis transaksi pemasaran ikan yang dikenal (Taswa Sukmadinata,

1995) terdiri dari: a. Transaksi dalam pemasaran ikan dengan cara lelang

Tujuan pokok dari pelelangan ikan adalah diperolehnya tingkat harga yang wajar

dan pembayaran secara tunai. Para pelaku dalam tatanan kelembagaan dengan sistem

lelang ini adalah: nelayan-nelayan sebagai penjual ikan, para bakul sebagai pembeli serta

KUD Mina sebagai penyelenggara pelelangan ikan. Aktivitas ekonomi dari para pelaku

dalam pelelangan di atas terpisah satu sama lain.

Ikan-ikan hasil tangkapan nelayan didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

dimana dalam periode pasar hari itu jumlahnya tertentu, artinya penawaran adalah tetap.

Biasanya ikan-ikan yang ditawarkan pada suatu lelang harus dijual seluruhnya karena

penawaran tetap maka harga hanya berfungsi untuk mengalokasi ikan yang tersedia

diantara para peserta lelang.

Meskipun harga pasar dapat berubah sebagai suatu isyarat bagi produsen dimasa

yang akan datang, namun harga tidak dapat melaksanakan fungsi tersebut dalam periode

berjalan, karena ikan yang didaratkan di TPI pada periode berjalan adalah tetap.

Perbedaan yang kecilpun pada jumlah yang ditawarkan dapat menyebabkan perbedaan

besar pada harga akhir yang disepakati bersama.

Kondisi lain yang dapat menentukan pembentukan harga ikan di TPI adalah:

(a) ketidaksempurnaan arus informasi sebagai dasar terjadinya pasar yang efisien tidak

dapat terpenuhi. Penguasaan informasi yang tidak sama (asymetris) menyebabkan

proses penetapan harga tidak berjalan seimbang, dalam hal ini pembeli umumnya

mempunyai lebih banyak informasi daripada nelayan.

(b) struktur pasar oligopsonistik

Struktur pasar demikian akan menyebabkan pembeli menentukan harga beli yang

serendah-rendahnya tanpa memperdulikan kondisi nelayan sebagai penjual.

Kondisi tersebut di atas dapat memperlemah posisi tawar menawar dari nelayan.

Selanjutnya keadaan dapat menyebabkan berfluktuasi harga ikan pada tingkat harga yang

rendah, artinya kalau jumlah ikan yang didaratkan berubah, harga ikan akan jatuh;

sedangkan kalau ikan yang didaratkan sedikit harga akan naik tetapi kenaikannya tidak

Page 44: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

52

besar. Dengan dilaksanakannya transaksi dengan lembaga lelang, diharapkan dapat

menahan turunnya harga ikan pada harga yang tidak terlalu rendah. Pelelangan dapat

dilakukan dengan sistem penawaran Inggris yang menaik, sistem penawaran Belanda

yang menurun dan sistem penawaran Jepang yang simultan. Keadaan harga yang

berfluktuasi pada tingkat harga yang relatif rendah ini dapat menjadi penyebab rendahnya

tingkat pendapatan nelayan, terutama bagi anak buah kapal (ABK) nelayan tradisional.

b. Transaksi ikan dengan cara kontrak-informal

Dalam transaksi jual beli ikan dengan cara kontrak informal atau cara langganan,

nelayan umumnya menjual ikan hasil tangkapannya pada tengkulak atau juragan sebagai

pembeli ikan langganannya.

Apabila nelayan memerlukan uang, biasanya pada musim paceklik, ia pinjam dari

tengkulak atau juragan langganannya. Demikian seterusnya sehingga hubungan tersebut

menjadi dasar ikatan dalam usahanya, dalam arti nelayan terikat untuk menjual ikan

tangkapannya pada pembeli ikan langganannya tersebut atau dengan kata lain pemasaran

dilaksanakan dalam tatanan kelembagaan yang bersifat kontrak informal.

Dalam transaksi jual beli ikan, biasanya pembeli lebih banyak menguasai

informasi, baik mengenai biaya produksi penangkapan, maupun kekuatan permintaan dan

harga ikan di pasar konsumen. Karenanya pembeli lebih banyak menentukan harga beli

ikan daripada nelayan. Apabila transaksi dengan cara lelang di TPI berjalan bersama-

sama dengan transaksi dengan cara kontrak informal atau langganan, maka penentuan

harga ikan dapat mengacu pada harga lelang di TPI. Jadi harga ikan tidak terlalu rendah,

bahkan dapat lebih tinggi dari harga lelang ikan.

Apabila nelayan secara langganan menjual ikannya pada pengusaha, misalnya

pengolahan ikan, maka pengusaha ini merupakan pengusaha monopsoni. Dalam keadaan

demikian pengusahaan monopsoni menghadapi penawaran ikan dari para nelayan yang

akan dibelinya. Apabila pengusaha monopsoni tersebut bertujuan untuk memaksimumkan

keuntungannya maka harga ikan sebagai faktor produksi yang dibayar oleh pengusaha

monopsoni sudah lebih murah dari nilai produksi marginal yang ditimbulkan oleh

pemakaian faktor produksinya.

Page 45: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

53

Upaya yang dapat dilakukan untuk menaikan harga jual ikan antara lain para

nelayan penjual/nelayan harus bergabung dalam satu asosiasi atau koperasi

produsen/nelayan untuk meningkatkan kemampuan tawar menawar dengan pihak

pembeli langganannya seperti dalam kasus bilateral monopoly. Dalam kasus ini

penentuan tingkat harga dan kuantitas yang dijual belikan tidak hanya ditentukan oleh

pertimbangan ekonomi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain misalnya keahlian dan

keterampilan dalam mengadakan perundingan.

Hasil tangkapan ikan seharinya mungkin banyak, mungkin sedikit bahkan

mungkin kosong. Jadi resiko dan ketidakpastian dalam usaha penangkapan ikan relatif

besar. Keadaan ini disebabkan oleh karakteristik sumberdaya ikan yang bersifat

musiman, dipengaruhi oleh keadaan fisik, kimia dan biologi perairan serta teknologi dan

ketrampilan dalam operasi penangkapan.

c. Transaksi pemasaran ikan dengan cara kontrak

Salah satu upaya yang diharapkan dapat mengurangi resiko dan ketidakpastian

usaha adalah dengan rekayasa kelembagaan transaksi pemasaran ikan dengan cara

kontrak formal.

Kontrak adalah suatu bentuk kelembagaan ditaraf operasional yang berfungsi

untuk menata struktur hak-hak berdasarkan transaksi yang berlangsung antar kelompok

atau individu. Perubahan dalam struktur hak-hak dapat mengakibatkan perubahan dalam

kesempatan dari setiap individu (partisipan) dan pada akhirnya dapat merubah pula

keragaan yang dicapai. Dalam kontrak pemasaran yang merupakan perjanjian tertulis dan

mengikat secara hukum, terjabar struktur hak-hak yang mendefinisikan (distribusi) hak

dan kewajiban. Ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam kontrak pemasaran umumnya

mengenai: spesifikasi barang, rumusan harga, cara pengiriman barang dan sanksi-sanksi

apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak tidak dipenuhi oleh para peserta

kontrak yang terlibat.

Hal penting dalam kontrak yang akan menentukan pendapatan para pelakunya

adalah kesepakatan dalam perumusan harga produksi. Perumusan harga produk dapat

dilakukan dengan berbagai macam rumusan, antara lain: harga ditentukan konstan

berdasarkan hasil perundingan, misalkan: Po = ao; berdasarkan harga pasar; berdasarkan

Page 46: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

54

maksimum keuntungan bersama, berdasarkan trend harga, berdasarkan rumusan cost-

plus, sales-minus atau profit share.

Apabila harga dirumuskan tetap sama berdasarkan hasil perundingan, maka

pembeli akan membayar kepada penjual dengan harga yang sama dalam jangka waktu

yang disepakati. Harga tidak dapat bervariasi sepanjang waktu kontrak, jadi mengurangi

ketidakpastian harga jual beli produk. Dengan tatanan kelembagaan kontrak dimana

rumusan penentuan harga ditetapkan sama dapat merefleksikan persaingan sempurna

apabila penjual dan pembeli sama kekuatan atau sama keahliannya dalam perundingan.

Kekuatan atau posisi tawar-menawar dalam perundingan ditentukan antara lain oleh

informasi yang dikuasasi masing-masing peserta, dan struktur pasar dimana transaksi jual

beli terjadi. Untuk mendapatkan informasi ini perlu biaya, sebagai konsekuensi dari

kegiatan mengukur atau mengidentifikasi kuantitas maupun kualitas produk pada saat

sekarang ataupun saat yang akan datang. Biaya informasi merupakan bagian dari biaya

transaksi.

Secara rinci batasan ruang lingkup studi perilaku nelayan dijabarkan dalam

Gambar 4 berikut.

Page 47: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

55

Gambar 4 Ruang Lingkup Studi Perilaku Nelayan dalam Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan Tangkap. Diadopsi dari Charles (2001). Sustainable Fishery System. London: Blackwell Science dan Ajzen (2005). Attitudes, Personality and Behavior, New York: McGraw-Hill Education.

Biophysical Environment

Socio Economic

Environment

Benefits - Social - Cultural - Economic - Biodiversity

Ruang lingkup proses kegiatan perikanan tangkap 1. penggunaan alat tangkap dan alat bantu tangkap 2. persiapan dan pelaksanaan operasi penangkapan 3. pengerahan tenaga kerja dan modal 4. menjaga mutu ikan hasil tangkapan dan

memasarkan

Perilaku Nelayan

Common Property dan Co-Management

Sumberdaya Perikanan

Karakteristik Individu

Nelayan Artisanal (X1)

Sikap Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan

(X2)

Kepatuhan Nelayan terhadap Patron dlm

Proses Kegiatan Perikanan (X3)

Kemampuan Berperilaku

Nelayan dlm Proses Kegiatan Perikanan (X4)

Niat untuk Berperilaku Nelayan dlm

Proses Kegiatan Perikanan (Y1)

Perilaku Nelayan dlm Proses Kegiatan

Perikanan (Y2)

Page 48: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

56

Gambar 4 tentang Ruang Lingkup Studi Perilaku Nelayan dalam Memanfaatkan

Sumberdaya Perikanan Tangkap terlihat benefits (keuntungan) sosial, kultural, ekonomi

dan keragaman hayati yang diharapkan dari nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya

perikanan tangkap. Untuk mencapai keuntungan tersebut, maka diperlukan pengelolaan

sumberdaya perikanan tangkap dalam bentuk pengaturan terhadap Common Property

Resourches dan Co-Management.

Common Property dan Co-Management dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Meskipun pengelolaan sumberdaya alam secara komunal telah berfungsi sejak

ratusan tahun yang lalu dalam konteks kebudayaan dan lingkungan yang berbeda di

seluruh dunia, institusi common property senantiasa mendatangkan kritik. Garret Hardin

(1968) dalam tulisannya The Tragedy of the Commons mengajukan contoh hipotesa dari

penurunan sumberdaya bersama padang rumput dan mengagumentasikan bahwa

pemanfaatan kolektif secara tidak terkontrol menyebabkan kerusakan pada sumberdaya

milik “bersama” tersebut.

Ketidaksepakatan terhadap kesimpulan Hardin ini bermunculan dalam dua dekade

terakhir. Diantaranya oleh Ostrom (1990) yang berpendapat bila privatization dan

centralization justru akan menyebabkan over-explotation, manakala negara gagal

mengawasi dan membatasi explotasi. Oleh sebab itu menurut Ostrom, common user may

develop their own “hybrid” institutions that are neither private (the market) nor public

(the state).

Studi-studi dari seluruh dunia menghasilkan contoh bahwa pemanfaatan secara

bersama yang berdasarkan perlindungan sumberdaya alam tidak selalu berakhir dengan

hasil yang tragis. Konsep common property telah mengalami proses pendefinisian ulang

berdasarkan temuan empirik dan diperlukan alternatif pemahaman teoritis tentang konsep

common property. Perspektif teori yang muncul pada saat ini berasumsi bahwa common

property tidak sebagai kelompok yang memanfaatkan sumberdaya secara bersama;

namun sebagai suatu institusi dari suatu pengelolaan yang dilakukan sendiri dengan turut

berpartisipasinya para pihak berkentingan sebagai anggota untuk mensiasati keterbatasan

kewenanganya.

Page 49: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

57

McKean (dalam Jhonson dan Kristen 2004) bahwa common property adalah “as

an arrangement in which a group of resource users share rights and duties toward a

resource". Situasi ini merupakan suatu sistem dari shared private property dengan batas-

batas yang jelas mengenai aturan hak dan pengelolaan pemanfaatan. Sistem ini

sebagaimana halnya dengan regim property yang lain “mengemas hak dan kewajiban”

dari para pihak yang memiliki kepentingan. Hak dan kewajiban diberikan dan dimiliki

oleh setiap pihak berkepentingan untuk memanfaatkan dan menjaga sumberdaya secara

bersama.

Persoalan ekonomis sifat kepemilikan ikan laut secara bersama memunculkan

berkembangknya sifat individualistik yang tinggi di kalangan para nelayan. Semua

nelayan berkeinginan untuk memetik manfaat sebesar-besarnya dari sumberdaya yang

ada tanpa ada seorangpun di antara mereka yang mau melakukan sesuatu untuk menjaga

agar sumberdaya tersebut tetap ada pada tingkat yang menguntungkan. Bila kondisi

tersebut tidak dikelola, maka konflik horizontal merupakan akibat berikutnya yang akan

muncul.

Merintis langkah untuk resolusi konflik dalam pemanfaatan sumberdaya

perikanan milik “bersama”, menjadi kebutuhan untuk mencegah konflik meluas.

Sumardjo (2011) mengartikan resolusi konflik dengan menghentikan konflik dengan

cara-cara yang analitis dan masuk ke akar permasalahan, dengan menekankan bahwa

resolusi konflik adalah suatu proses (a) analisis dan penyelesaian masalah, (b)

mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individu dan kelompok seperti identitas dan

pengakuan, serta (c) perubahan-perubahan institusi yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Iwan Tjitradjaja (2008)

mengusulkan manajemen konflik terhadap pengelolaan “sumberdaya bersama” dengan

cara membangun dan mengembangkan mekanisme penanganan konflik dengan tujuan

untuk mencegah berkembangnya konflik menjadi kekerasan dan yang secara sosial,

ekonomi, dan ekologis destruktif, dan mengubahnya menjadi hubungan sosial yang

konstruktif dan kooperatif. Menegaskan kembali pendapat keduanya, dalam bidang

pemanfaatan sumberdaya perikanan Luky Adrianto et al (2009) menekankan perlunya

ko-manajemen perikanan untuk mencegah konflik pemanfaatan dan menjaga

kesinambungan sumberdaya pesisir.

Page 50: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

58

Dari perspektif ko-manajemen perikanan, pengelolaan perikanan tidak dapat

dilepaskan dari filosofi keterkaitan antara ekosistem, sumberdaya perikanan dan manusia

yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan itu sendiri.

Pengelolaan perikanan tidak akan pernah ada apabila ekosistem dan sumberdaya

perikanan sebagai salah satu “produk” ekosistem alam (air tawar, air laut, payau dan lain-

lain) mengalami degradasi atau punah (Luky Adrianto et al, 2009). Dalam konteks ini

interaksi yang ada dalam sistem alam (ekosistem perairan) dan sistem manusia (social

agent and actor) serta prinsip-prinsip yang melatarbelakangi bagaimana kedua system ini

bekerja perlu diketahui dengan baik. Dasar pemahaman inilah yang menjadi latar

belakang dari seluruh pola tata kelola perikanan dalam bentuk ko-manajemen perikanan

(fisheries co-management).

Ko-manajemen perikanan (fisheries co-management) adalah pola pengelolaan

dimana pemerintah dan pelaku pemanfaatan sumberdaya (user group) berbagi

tanggungjawab (sharing the responsibility) dalam pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya perikanan dengan tujuan mewujudkan keseimbangan tujuan ekonomi dan

sosial dalam kerangka kelestarian ekosistem dan sumberdaya perikanan (Luky Adrianto

et al, 2009). Sebagai suatu proses, di dalam ko-manajemen perikanan terdapat 4

stakeholders kunci, yaitu (1) pelaku pemanfaat sumberdaya dimana dalam kelompok ini

termasuk nelayan dan pembudidaya ikan, (2) pemerintah, termasuk pusat dan daerah, (3)

stakeholders lain dimana di dalamnya termasuk anggota masyarakat lain, pemilik kapal,

pelaku perdagangan perikanan, pengolah ikan dan lain-lain (4) agen perubahan termasuk

penyuluh perikanan, LSM, perguruan tinggi dan lembaga riset.

Beberapa contoh hasil studi telah menunjukkan efektifitas penerapan

tanggungjawab bersama dari common property berbasis ko manajemen, seperti Jhonson

et al (2004) Common Property and Conservation: The Potential for Effective Communal

Forest Management within a National Park in Mexico, Polasky et al (2005) Cooperation

in Commons, Yandle (2006) Sharing natural resource management responsibility:

Examining the New Zealand rock lobster co-management experience, Berkes (1986)

Common Property Resources and Huntung Territories, Mulrenman (2005) Co-

management? An Attainable Partnership? Two Cases from James Bay, Northern Quebec

and Torres Strait, Northern Queensland, Pannel (1997) Managing the Discourse of

Page 51: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

59

Resource Management: the Case of Sasi from ' Southeast' Maluku, Indonesia, Aswani

(1999) Common Property Models of Sea Tenure: A Case Study from the Roviana and

Vonavona Lagoons, New Georgia, Solomon Islands Shankar.

Berangkat dari contoh-contoh studi tentang keefektifan penerapan tanggungjawab

bersama dari common property berbasis ko-manajemen tersebut, merupakan suatu

keniscayaan yang mungkin terjadi terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

perikanan tangkap di pantai Utara Jawa Barat.

Kondisi Perikanan Tangkap di Pantai Utara Jawa Barat

Sumber daya perikanan dan kelautan di Jawa Barat pada dasarnya memiliki

potensi yang sampai sekarang belum benar-benar tergali dengan baik. Hasil studi

berjudul Rencana Arah Pengembangan Bisnis Kelautan Jawa Barat yang dilaksanakan

oleh BAPEDA Jawa Barat tahun 2007, mencatat kawasan Pesisir Utara Jawa Barat

(Pantura) memiliki potensi sumber daya pesisir berupa hutan mangrove seluas 7600 Ha

yang tersebar di beberapa kabupaten, yaitu: Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang,

Kabupaten Subang (Pamanukan), Kabupaten Indramayu (Losarang, Kandanghaur,

Sindang dan Eretan), Kabupaten Cirebon (Babakan). Sumberdaya terumbu karang

sebagai salah satu kekayaan pesisir yang berfungsi penting dalam struktur ekosistem

pesisir diketahui terdapat di beberapa kawasan Pantura seperti: perairan antara kecamatan

Tempuran dan Cimalaya (Karawang), Bobos (Kab Subang), Pantai Majakerta, Pulau

Rakit Utara dan Pulau Cantigi (Kabupaten Indramayu). Di kawasan pesisir pantura,

sampai saat ini terdapat tambak seluas lebih kurang 30.080. Potensi lainnya di kawasan

pantura Jawa Barat adalah budidaya rumput laut di Tempuran (Kabupaten Karawang)

dan Pamanukan (Kabupaten Subang), serta perikanan laut yang diupayakan di sepanjang

pesisir Pantura, kecuali pada beberapa kawasan yang mengalami overfishing, seperti

beberapa titik di Kota Cirebon. Di kawasan Pantura Jawa Barat tidak terdapat Kawasan

Konservasi.

Kabupaten Indramayu merupakan penyumbang produksi perikanan tangkap laut

terbesar di Jawa Barat, diikuti oleh Kabupaten Cirebon. Hal ini dapat dipahami karena

memang armada perikanan tangkap di wilayah perairan Pantura ini adalah yang

terbanyak di Jawa Barat, walaupun sebenarnya kondisi stok di perairan ini sudah mulai

Page 52: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

60

banyak berkurang. Jumlah effort (trip) perikanan tangkap di perairan Pantura memang

mengalami trend yang meningkat terus, dengan trend peningkatan tertinggi di Kabupaten

Subang (12,48%), diikuti Kabupaten Cirebon (11,47%), Kabupaten Indramayu (7,20%)

dan Kabupaten Karawang (4,06%). Perairan Indramayu diketahui memang memiliki nilai

carrying capacity yang paling tinggi (27.980 ribu ton) dibandingkan dengan wilayah

lainnya di Pantura atau 3 kali lipat dibanding kabupaten Karawang, Kabupaten Subang

dan Kabupaten Cirebon. Secara keseluruhan untuk perairan Pantura ini memang

mengalami apa yang disebut sebagai overfishing secara ekonomi karena terlalu banyak

input yang digunakan untuk stok yang terbatas yang berakibat terjadinya degradasi

sumber

Dalam sumber yang sama (BAPEDA Jawa Barat, 2007), secara keseluruhan

Pantura Jawa Barat untuk perikanan pelagisnya telah terdegradasi sebesar 26%, dengan

laju di Kabupaten Cirebon 26%, Kabupaten Indramayu 26%, Kabupaten Karawang 26%

dan Kabupaten Subang 24%. Potensi lestari dan pemanfaatan aktual dari perikanan

tangkap pelagik di pantura Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan

perairan pantura sudah dieksploitasi melebihi kapasitas produksi lestarinya (overfishing).

Sebagai penunjang kegiatan usaha perikanan tangkap di Pantai Utara Jawa Barat, terdapat

beberapa fasilitas Pusat Pendaratan Ikan (PPI) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara

(PPN), diantaranya di Kabupaten Cirebon ada 16 PPI dan 1 PPP, Kabupaten Indramayu

1 PPP dan 15 PPI, Kabupaten Subang dengan 2 PPP dan 6 PPI, Kabupaten Karawang

dengan 1 PPP dan 11 PPI, Kabupaten Bekasi dengan 3 PPI.

Struktur usaha skala mikrosektor perikanan dan kelautan di Perairan pesisir Jawa

Barat, masih didominasi oleh nelayan perahu tanpa motor, dengan motor dibawah 30 GT,

kemudian bakul, dan usaha pengolahan perikanan sederhana, serta usaha jasa services

coastal related seperti pada sektor pariwisata dan perhubungan dan pertambangan pasir

laut. Sampai saat ini usaha perikanan dan kelautan skala mikro boleh dikatakan belum

berkembang dengan baik, bahkan cenderung terjadi penurunan, jika dilihat dari jumlah

RTP (Rumah Tangga Perikanan) tangkap laut, nelayannya sendiri dan juga jumlah

Rumah Tangga Budidaya, serta pembudidayanya. Secara keseluruhan, armada perikanan

tangkap Jawa Barat memang masih didominasi oleh perahu-perahu tradisional dan motor

di bawah 30 GT, skala mikro (70%).

Page 53: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

61

Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan skala kecil adalah jaring, pancing,

bubu dan lain-lain. Jenis alat tangkap yang beroperasi di perairan pesisir Jawa Barat

secara umum didominasi oleh payang, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, jaring

tiga lapis dan pancing lainnya. Penggunaan jaring trawl dilarang di wilayah pantai Utara

Provinsi Jawa Barat. Meski dilarang, namun penggunaan jenis alat tangkap ini dalam

ukuran yang lebih kecil dan nama yang berbeda tetap digunakan. Nama alat tangkap

tersebut misalnya garok, jaring apollo yang tersebar digunakan dari wilayah tangkap

kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu hingga Cirebon.

Usaha skala mikro perikanan tangkap di Jawa Barat memang tidak menggiurkan

karena rata-rata pendapatan yang diperoleh masih sangat rendah antara Rp. 60.000 s.d.

Rp.80.000/bulan. Rendahnya pendapatan ini selain karena memang output yang diperoleh

rendah karena stok yang sudah menurun (di Pantura Jawa Barat), juga karena biaya

melaut yang tinggi (terutama komponen BBM). Usaha pengolahan ikan yang dilakukan

dalam skala mikro menjadi sangat dominan di pesisir Jawa Barat, biasanya dilakukan

oleh keluarga nelayan, seperti usaha pengolahan ikan asin, pemindangan, terasi, kecap,

dan lain-lainnya.

Studi-studi Terdahulu tentang Perilaku Nelayan dan Theory Planned Behavior (TPB)

Sejauh penelusuran literatur yang telah dilakukan oleh penulis, hingga saat studi

ini dilaksanakan belum ditemukan studi tentang perilaku nelayan yang menggunakan

Theory Planned behavior (TPB) sebagai perspektif teori untuk mengukur perilaku

nelayan. Di sisi lain, dalam konteks penyuluhan pembangunan, pemahaman faktor-faktor

yang paling berpengaruh terhadap perilaku nelayan dalam upaya untuk meningkatkan

kualitas hidup mereka adalah sangat penting.

Beberapa hasil studi tentang nelayan artisanal (small scale fishery) yang pernah

dilakukan ini diantaranya; Wildani Pingkan Saripurna Hamzen (2007) penelitiannya

berjudul Pengembangan Mutu Sumberdaya Manusia Nelayan: Kasus Nelayan Kecil di

Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini melihat

perilaku nelayan dari perspektif mutu sumberdaya manusianya yang dinyatakan masih

rendah dengan indikator masih rendahnya penghasilan yang diperoleh dari hasil usaha

Page 54: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

62

menangkap ikan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya. Temuan

penelitian ini menyatakan bahwa: (1) karakteristik nelayan dicirikan dengan: (a)

karakteristik individu: pendidikan rendah, nelayan pendatang, motivasi intrinsik untuk

maju rendah, meskipun nelayan menghargai profesinya, (b) karaktersitik usaha, yaitu

pola patron-klien (pemilik, pekerja, pemodal merangkap konsumen utama), alat tangkap

bervariasi, pola bagi hasil bervariasi, sebagian besar berpengalaman sebagai nelayan > 10

tahun, dan alasan utama menjadi nelayan karena berasal dari keluarga nelayan. Dukungan

lingkungan terhadap terbentuknya kompetensi nelayan rendah; Faktor-faktor internal

yang berhubungan dengan terbentuknya kompetensi adalah; (1) usia, (b) jumlah

tanggungan, (c) pengeluaran setiap bulan dan (d) pengalaman sebagai nelayan, dan yang

paling memengaruhi terbentuknya kompetensi nelayan adalah pengalaman. Faktor-faktor

eksternal yang berhubungan dengan terbentuknya kompetensi nelayan adalah (1)

kelembagaan nelayan, (2) mutu sumberdaya manusia nelayan masih rendah,

diperlihatkan dengan rendahnya kompetensi, rendahnya kemampuan memenuhi

kebutuhan konsumen, rendahnya penghasilan dan rendahnya kemampuan memenuhi

kebutuhan diri dan keluarga (kebutuhan hidup).

Penelitian Siti Amanah (2006) berjudul Pengembangan Masyarakat Pasisir

berdasarkan Kearifan Lokal: Kasus Kebupaten Buleleng, Provinsi Bali. Penelitian ini

menggambarkan bahwa pola kehidupan masyarakat pesisir sangat kompleks, dihadapkan

pada kondisi sumberdaya pesisir dan laut yang khas dan sumber kehidupan masyarakat

pesisir yang bergantung secara langsung maupun tidak langsung pada pemanfaatan

sumberdaya pesisir. Keterkaitan diantara para peubah penelitian ini dalam model

pengembangan perilaku masyarakat pesisir mengelola sumberdaya pesisir secara lestari

menunjukkan adanya hubungan positif dan nyata antara dinamika sosial budaya,

kepemimpinan informal, kondisi nelayan, kualitas program pemberdayaan, kompetensi

fasilitator serta dukungan fasilitas dan peraturan pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan

perilaku nelayan dalam mengelola sumberdaya pesisir.

Penelitian Kusnadi (2000) berjudul Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan

Sosial terhadap Nelayan Pantai Utara Jawa Timur menemukan adanya faktor

lingkungan alam dan faktor non alam yang menyebabkan semakin terpuruknya

kesejahteraan nelayan. Keterpurukan ini disiasati oleh nelayan dengan perilaku dalam

Page 55: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

63

bentuk strategi adaptasi nelayan. Faktor alam berkaitan dengan fluktuasi musim ikan;

faktor non alam berkaitan dengan faktor-faktor ketimpangan dalam pranata bagi hasil,

ketiadaan jaminan sosial awak perahu dan jaringan pemasaran ikan yang rawan terhadap

fluktuasi harga, keterbatasan teknologi pengolahan ikan, dampak negatif modernisasi

serta terbatasnya peluang-peluang kerja yang tersedia yang bisa diakses oleh anak buah

kapal (pandhiga) dan anggota rumah tangga lainnya. Rumah tangga-rumah tangga

nelayan, khususnya nelayan kecil atau nelayan tradisional tidak lagi melihat laut sebagai

sumberdaya yang tidak terbatas. Mereka memandang sumberdaya yang tersedia di

lingkunganya semakin langka dan terbatas untuk bisa diakses dan didayagunakan. Oleh

sebab itu jaringan sosial adalah salah satu strategi adaptasi yang paling mudah

dimanfaatkan oleh rumah tangga nelayan untuk mengatasi kesulitan hidup sehari-hari.

Penelitian Salas (2000) tentang Fishing Strategies of Small Scale Fisheries and

Their Implication for Fisheries Management. Studi ini menggambarkan perbandingan

strategi perilaku menangkap ikan oleh nelayan dari tiga komunitas desa pesisir di

Yucatan, Mexico. Nelayan dari tiga daerah tersebut melakukan kegiatan penangkapan di

wilayah tangkap (fishing ground) yang sama dengan perbedaan regulasi dan lingkungan

dari asal masing-masing komunitas tersebut. Dengan menggunakan ”choice model”,

perbedaan regulasi dan lingkungan dari ketiga komunitas pesisir tersebut berimplikasi

pada perilaku mereka dalam strategi penangkapan ikan dan pekerjaan mereka secara

berkelompok.

Penelitian Akhmad Fauzi (1998) berjudul The Management of Competing Multi

Spesies Fisheries: A Case Study of Small Pelagic Fishery on North Coast of Central

Java. Dalam penelitian ini terungkap bahwa nelayan kecil perikanan tangkap (small

pelagic fishery) di Pantai Utara Laut Jawa memainkan peran yang penting dalam tingkat

ekonomi lokal sekaligus sebagai sumber produksi protein hewani bagi komunitas desa-

desa di sepanjang dan sekitar wilayah tersebut. Sejak mulai digunakannya alat tangkap

trawl di awal tahun 1980-an, kegiatan perikanan di daerah tersebut mengalami

perkembangan yang sangat cepat dengan digunakannya kapal-kapal purse seine di

wilayah Pantai Utara Jawa. Pertambahan kapal-kapal purse seine yang menggunakan alat

tangkap trawl tidak hanya menekan sumberdaya nelayan kecil (small pelagic) tetapi juga

memunculkan isu perebutan sumberdaya perikanan tangkap antara nelayan purse seine

Page 56: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

64

yang menggunakan trawl (komersial) dengan nelayan skala kecil (small pelagic)

tradisional pada sisi yang lain.

Studi lain yang penting pernah dilakukan oleh Pujo Semedi. Dalam studinya

berjudul Close to the Stone, Far from the Trhone: The Story of Javanese Fishing

Community 1920 – 1990 (2003), menyoroti melalui prespektif historis tentang komunitas

nelayan di pantai Utara Jawa dan hubungannya dengan kegiatan eksploitasi sumberdaya

laut sebagai sumber ekonomi. Untuk membuat eksplanasi tentang studinya, Semedi

membagi kurun waktu antara tahun 1820 – 1990 menurut konteks peristiwa-peristiwa

penting yang memengaruhi dinamika kehidupan komunitas desa pesisir Wonokerto

Kulon khususnya (sebagai studi kasus) dan pantai Utara Jawa umumnya. Dalam studinya

itu Semedi telah menunjukkan jenis seperti apa komunitas desa pesisir pantai Utara Jawa

yang bekerja di tengah laut sebagai nelayan. Menurutnya, komunitas nelayan pantai

Utara Jawa jauh dari pusat kekuasaan Jawa yang berbasis ekonomi pertanian, secara

mental lebih bersifat independen dan agresif. Walaupun mereka bersifat independen dan

agresif, mereka mempercayai religi Islam yang juga berfungsi sebagai pelindung.

Persoalan hubungan pola prilaku manusia dan daya dukung sumberdaya laut dalam

menyediakan pangan, Semedi menyoroti masalah over-fishing di Indonesia. Melalui

perspektif historisnya, pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsumsi secara global

tidak hanya pada nelayan di pantai Utara Jawa yang mengalami peningkatan modal

produksi, tetapi juga mencakup sektor perikanan dengan jarak yang lebih jauh untuk

mencari ikan.

Penerapan teori TPB untuk memprediksi perilaku individu dalam berbagai bidang

ilmu perilaku manusia telah banyak dilakukan. Diantara hasil penelitian tersebut seperti

penelitian Beedell dan Rehman (2000) berjudul Using Social Psychology Models to

Understand Farmers’ Conservation Behavior, menggunakan TPB dalam mengukur

perilaku (behavior) petani yang berkait dengan dengan kegiatan konservasi. Tujuan dari

studi ini adalah menemukan bagaimana perilaku seluruh petani mengelola kondisi

lingkungannya pada lahan pertanian dengan berbagai macam cara; kedua menilai

bagaimana penggunaan model TPB dapat menjelaskan mengapa perilaku petani dapat

berbeda satu sama lain. Menggunakan 125 petani sebagai responden di Bedforshires UK

yang menjadi wilayah penelitian ini, dianalisis untuk mengidentifikasi pokok yang

Page 57: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

65

mendasari faktor yang menentukan dari perilaku petani. Petani dengan kepedulian

terhadap lingkungan yang baik, anggota dari Farming and Widlife Advisory Group, lebih

memiliki perhatian terhadap konservasi daripada petani lain yang tidak tergabung dalam

kelompok tersebut. Keadaan demikian disebabkan petani lebih dipengaruhi oleh

kelompok acuan (significant other) dalam bidang pertanian, konservasi, dana dan

penyuluhan tentang konservasi. Tujuan dari studi tersebut adalah untuk mengetahui

bagaimana perilaku seluruh petani mengelola kondisi lingkungan pada kegiatan pertanian

mereka dengan menggunakan cara-cara yang serupa, dan jika mereka tidak melakukan

hal tersebut, mengapa demikian? Selanjutnya penelitian ini juga ingin menilai bagaimana

penggunakan model pendekatan TPB dapat menjelaskan mengapa perilaku petani dapat

berbeda satu sama lain. Para petani dengan kepedulian yang baik terhadap lingkungan,

dapat diprediksi memiliki perilaku yang positif terhadap lingkungan melalui pengelolaan

pemagaran lahan pertanian mereka dibandingkan dengan mereka yang kurang memiliki

kepedulian mengenai hal tersebut. Mereka mungkin mendapat tekanan yang lebih dari

lingkungan masyarakatnya, keluarganya dan kelompok mereka untuk menjaga kondisi

tersebut dibanding dengan petani lainnya. Penggunaan perspektif teori ini menyediakan

suatu struktur dan kerangka kerja yang dapat dipertanggungawabkan dalam penelitian

untuk memprediksi perilaku individu.

Penelitian lain yang menggunakan perspektif TPB dilakukan oleh Moorrison et al

(2002) dengan judul penelitiannya Teen Sexual Behavior: Application of the Theori

Reasoned Action. Penelitian ini memprediksi perilaku seksual dalam bentuk hubungan

seksual para remaja dan menentukan apakah hal ini berkait dengan jenis kelamin dan

pengalaman perilaku seksual sebelumnya. Dengan mengambil 749 responden yang duduk

antara kelas 9 – 11 dengan prediksi perilaku seksual mereka ketika mereka menduduki

kelas 10 – 12. Sejumlah 53% dari responden adalah wanita dengan sekitar 48% dari

mereka adalah non-Hisponic Amerika-Eropah. Hasil dari penelitian ini adalah

pengalaman perilaku melakukan hubungan seksual berhubungan dengan prediksi perilaku

hubungan seksual ketika mereka menduduki kelas yang lebih tinggi dan tidak ada

perbedaaan antara responden wanita dan laki-laki. Seperti telah diprediksikan, hasil path

analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

Page 58: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

66

niat (intention) dengan perilaku (behavior), demikian pula hubungan antara attituted,

subjective norm dan perceived behavior control dengan intention.

Penelitian-penelitian lain yang menggunakan perspektif TPB, seperti Arifin FX.

Suarif (1995) dalam penelitiannya Hubungan Sikap dan Norma Subjektif dengan Intensi

Bersanggama pada Mahasiswa di Jakarta, Sean Charlene et al (2001) dalam

penelitiannya berjudul Predictor of Intention to Use Condoms Among University

Womens: An Apprication and Extention of The Theory Planned Behavior, penelitian

Mark, Conner et al (2002) berjudul The TPB and Health Eating; penelitian Mark A,

Elliot et al (2003) berjudul Driver’s Compliance with Speed Limits an Application of the

TPB, penelitian Carey, Kate B et al (2007) berjudul The TPB as a Model of Heavy

Episodic Drinking Among College Student; penelitian Ginis, Martin et al (2007) berjudul

Using TPB to Predict Leisure Time Physical Activity Kidney Disease, penelitan Ryan J,

Martin et al (2010) berjudul Using the TPB to Predict Gambling Behavior. Kesemua

penelitian tersebut berupaya memprediksi perilaku manusia secara akurat sehingga dapat

digunakan bagi keperluan perbaikan kualitas hidup manusia.

Ringkasan

Indonesia merupakan negara agraris dengan penyerapan tenaga kerja mencapai

90% dari total penduduk di wilayah pedesaan, termasuk pula di bidang perikanan

budidaya dan perikanan tangkap. Alasan bidang perikanan memberikan dampak terhadap

perekonomian Indonesia; pertama, karena bidang perikanan merupakan sumber

kesempatan kerja bagi kehidupan komunitas pedesaan di wilayah pesisir; kedua,

perikanan di Indonesia merupakan bidang yang penting sebagai sumber protein hewani

utama yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk di Indonesia. Ketiga, bidang

perikanan memberikan kontribusi yang signifikan dalam perdagangan internasional.

Penangkapan ikan di Indonesia, secara umum dilakukan oleh nelayan dengan

tiga kategori jenis kapal dan alat tangkap yang mereka gunakan, yaitu: nelayan skala

kecil – menengah dan nelayan skala besar. Namun dalam prakteknya hanya dibagi dua

kelompok besar, yaitu nelayan tangkap skala kecil (small scale fisheries) atau artisanal

fishery yang ditandai dengan kondisi marjinal dan kemiskinan dari para nelayan tersebut;

Page 59: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), kebutuhan akan rasa aman (rasa ingin ... bahwa perilaku seseorang tidak

67

dan nelayan skala besar (large scale fisheries) dengan kondisi yang lebih baik karena

padat modal dan dukungan jejaring industri perikanan.

Perilaku nelayan dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan mencakup

(a) kegiatan dalan bidang penggunaan teknologi alat tangkap, alat bantu tangkap berkait

dengan capital dynamics yaitu armada, alat tangkap (fleet) dan alat bantu tangkap yang

mendorong hasil tangkapan maksimal dengan dampak se-minimal mungkin terhadap

lingkungan fisik, (b) kegiatan dalam bidang kegiatan operasi penangkapan yang berisi

tentang kemampuan nelayan menentukan waktu musim ikan, lokasi penangkapan ikan,

ukuran dan jenis ikan yang boleh ditangkap serta kondisi cuaca yang memungkinkan

untuk melaut, (c) kegiatan dalam bidang pengerahan modal dan tenaga kerja yang berisi

tentang kemampuan nelayan untuk mengoptimalkan tenaga kerja yang ada dalam

mengoprasikan perahu hingga alat tangkap dan (d) kegiatan dalam bidang menjaga mutu

ikan hasil tangkapan dan pemasaran ikan yang berisi tentang kemampuan nelayan

menjaga mutu ikan dan mengupayakan harga jual ikan yang setinggi-tingginya.

Perilaku individu nelayan artisanal tidak selalu sejalan dengan sikapnya. Oleh

sebab itu perspektif teori TPB berusaha menghubungkan antara sikap dengan perilaku

individu melalui pengukuran niat untuk berperilaku. Meskipun terdapat keterbatasan

konteks penggunaan TPB dalam mengukur perilaku, telah banyak penelitian yang

menggunakan perspektif TPB untuk memprediksi perilaku individu.