tinjauan pustaka · dapat dibedakan menjadi limbah organik yang berasal limbah industri, domestik,...

20
5 - Aktivitas pertanian - Aktivitas industri b. Data aktual konsentrasi parameter fisika kimia dan senyawa AOX. c. Karakteristik lingkungan sungai meliputi data: hidrologi, jumlah industri, jenis industri, jumlah penduduk, kesehatan masyarakat dan aktivitas masyarakat di sekitar Sungai Ciujung d. Indeks pencemaran, beban pencemaran, dan daya tampung beban pencemaran Sungai Ciujung e. Menentukan prioritas strategi pengendalian pencemaran f. Membuat model pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung dan dampak senyawa AOX terhadap ikan dan manusia g. Perumusan skenario dan strategi pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung Novelty Keterbaruan penelitian yaitu model pengendalian pencemaran Sungai Ciujung dengan memasukkan parameter senyawa AOX dan dampak pencemaran senyawa tersebut terhadap ikan dan manusia melalui sistem dinamik. TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Air Sungai Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas perairan turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP 2001). Dari rumusan tersebut dapat dikatakan bahwa pencemaran air adalah turunnya kualitas air karena masuknya komponen-komponen pencemar dari kegiatan manusia atau proses alami, sehingga air tersebut tidak memenuhi syarat atau bahkan mengganggu pemanfaatannya. Saeni (1989) menyatakan, bahwa pencemaran yang terjadi di perairan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) pencemaran kimiawi berupa bahan- bahan organik, mineral, zat-zat beracun dan radioaktif, (2) pencemaran fisik berupa lumpur dan uap panas, dan (3) pencemaran biologis berupa berkembangbiaknya ganggang, tumbuh-tumbuhan pengganggu air, kontaminasi organisme mikro yang berbahaya atau dapat berupa gabungan ketiga pencemaran tersebut. Dewasa ini permasalahan ekologis yang menjadi perhatian utama adalah menurunnya kualitas perairan oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan manusia seperti, sampah pemukiman, sedimentasi, industri, pemupukan dan pestisida. Bahan pencemar yang berasal dari pemukiman pada umumnya dalam bentuk limbah (organik dan anorganik) dan sampah. Bahan pencemar yang terdapat dalam air limbah dapat berupa bahan terapung, padatan tersuspensi atau padatan terlarut. Selain itu, air limbah juga

Upload: ngonguyet

Post on 24-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

- Aktivitas pertanian

- Aktivitas industri b. Data aktual konsentrasi parameter fisika kimia dan senyawa AOX.

c. Karakteristik lingkungan sungai meliputi data: hidrologi, jumlah industri, jenis

industri, jumlah penduduk, kesehatan masyarakat dan aktivitas masyarakat di

sekitar Sungai Ciujung

d. Indeks pencemaran, beban pencemaran, dan daya tampung beban pencemaran

Sungai Ciujung

e. Menentukan prioritas strategi pengendalian pencemaran

f. Membuat model pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung dan dampak

senyawa AOX terhadap ikan dan manusia

g. Perumusan skenario dan strategi pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung

Novelty

Keterbaruan penelitian yaitu model pengendalian pencemaran Sungai

Ciujung dengan memasukkan parameter senyawa AOX dan dampak pencemaran

senyawa tersebut terhadap ikan dan manusia melalui sistem dinamik.

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Air Sungai

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat,

energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas

perairan turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat

berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP 2001). Dari rumusan tersebut dapat

dikatakan bahwa pencemaran air adalah turunnya kualitas air karena masuknya

komponen-komponen pencemar dari kegiatan manusia atau proses alami,

sehingga air tersebut tidak memenuhi syarat atau bahkan mengganggu

pemanfaatannya.

Saeni (1989) menyatakan, bahwa pencemaran yang terjadi di perairan dapat

dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) pencemaran kimiawi berupa bahan-

bahan organik, mineral, zat-zat beracun dan radioaktif, (2) pencemaran fisik

berupa lumpur dan uap panas, dan (3) pencemaran biologis berupa

berkembangbiaknya ganggang, tumbuh-tumbuhan pengganggu air, kontaminasi

organisme mikro yang berbahaya atau dapat berupa gabungan ketiga pencemaran

tersebut. Dewasa ini permasalahan ekologis yang menjadi perhatian utama adalah

menurunnya kualitas perairan oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari

berbagai kegiatan manusia seperti, sampah pemukiman, sedimentasi, industri,

pemupukan dan pestisida. Bahan pencemar yang berasal dari pemukiman pada

umumnya dalam bentuk limbah (organik dan anorganik) dan sampah.

Bahan pencemar yang terdapat dalam air limbah dapat berupa bahan

terapung, padatan tersuspensi atau padatan terlarut. Selain itu, air limbah juga

6

dapat mengandung mikroorganisme seperti virus, bakteri dan protozoa.

Komposisi air limbah domestik sangat benvariasi tergantung pada tempat, sumber

dan waktu. Limbah organik yang mencemari air sungai, berdasarkan asalnya

dapat dibedakan menjadi limbah organik yang berasal limbah industri, domestik,

pertanian, dan sisa pelet dari kegiatan budidaya ikan. Menurut Haryadi (2003),

limbah organik yang masuk ke sungai umumnya berasal dari sisa makanan,

ekskresi, deterjen, bahan pembersih, minyak dan lemak, bahan-bahan tersuspensi,

sisa insektisida, pestisida dan bahan-bahan sintetik lainnya.

Limbah organik merupakan sisa atau buangan dari berbagai aktivitas

manusia seperti rumah tangga, industri, pemukiman, peternakan, pertanian dan

perikanan yang berupa bahan organik, yang biasanya tersusun oleh karbon,

hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya (Porpraset 1989).

Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan akan

langsung mengendap menuju dasar perairan, sedang bentuk lainnya berada di

badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob. Limbah organik jika tidak

dimanfaatkan oleh fauna perairan lain, seperti ikan, kepiting, bentos dan lainnya,

maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba, baik mikroba aerobik/anaerobik

ataupun mikroba fakultatif (Garno 2004).

Berdasarkan pada sumbernya, bahan pencemar dapat dibedakan atas

pencemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran oleh kegiatan manusia.

Bahan pencemar di perairan dapat berasal dari sumber buangan yang dapat

diklasifikasikan sebagai sumber titik (point source discharge) dan sumber

menyebar (diffuse source). Sumber titik adalah sumber pencemaran terpusat

seperti yang berasal dari air buangan industri maupun domestik dan saluran

drainase. Sedangkan sumber menyebar polutan yang masuk ke perairan seperti

run off atau limpasan dari permukaan tanah pemukiman atau pertanian.

Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi pencemaran lingkungan sungai.

Hal ini dikaitkan dengan tingkat kesadaran penduduk dalam memelihara

lingkungan yang sehat dan bersih. Limbah domestik yang dapat berupa buangan

air rumah tangga, padatan berupa sampah yang dibuang ke sungai, air cucian

maupun buangan tinja akan mempengaruhi tingkat kandungan BOD, COD serta

bakteri E. Coli dalam sungai. Sedangkan limbah industri baik yang bersifat

organik dan anorganik juga akan mempengaruhi kualitas air permukaan. Limbah

domestik, industri, maupun pertanian akan memberikan pengaruh terhadap

keberadaan komponen lingkungan sungai. Apabila pengaruh itu telah mengubah

kondisi perairan sehingga tidak dapat digunakan kembali dengan baik, maka

perairan tersebut dikatakan tercemar. Semakin padat penduduk suatu lingkungan

semakin banyak limbah yang harus dikendalikan (Hendrawan 2005).

Pencemaran air sungai juga dapat disebabkan oleh buangan bahan

beracun, baik yang dapat diuraikan secara kimiawi oleh bakteri maupun yang

sukar diuraikan serta hara anorganik, yang menyebabkan pertumbuhan alga secara

berlebihan. Bahan-bahan beracun yang berasal dari limbah buangan industri

mengandung senyawa-senyawa yang bersifat toksik seperti logam berat; Hg, Pb,

dan Cd (Shivastava et al. 2003). Masuknya bahan pencemar tersebut ke badan

perairan dapat menurunkan kualitas air serta mengubah kondisi ekologi perairan.

Sutamihardja (1992) menyatakan bahwa bahan pencemaran yang menurunkan

kualitas air dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan (health hazard), sanitari

(sanitary hazard) dan kerugian-kerugian secara ekonomi dan sosial.

7

Kegiatan dalam bidang pertanian, secara langsung maupun tidak langsung

dapat menyebabkan kualitas air sungai menjadi menurun. Hal ini disebabkan

residu dari penggunaan pupuk dan pestisida akan mengalir ke badan air sungai.

Residu pestisida yang masuk ke perairan, proporsi utama adalah terserap pada

partikel tersuspensi dan partikel yang diam atau terpisah ke dalam substrat

organik. Residu tersebut umumnya mempunyai sifat afinitas yang kuat terhadap

komponen lipid dan bahan organik yang hidup. Bahan aktif pestisida sukar

dihilangkan setelah masuk ke badan perairan, karena memiliki tingkat kestabilan

yang cukup tinggi. Bahan aktif tersebut tidak mudah larut dalam air, tetapi larut

dalam lemak serta menempel pada partikel-partikel halus. Akibatnya residu

pestisida akan terkumpul dan terakumulasi dalam perairan, sehingga perairan

menjadi tercemar dan merusak ekosistem di dalamnya (Connel and Miller 1995).

Pencemaran Senyawa AOX

Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang

tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada

sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum dalam Nedi

2010). Badan air memiliki fungsi yang beragam, antara lain digunakan untuk

kepentingan rumah tangga, industri dan pertanian. Fungsi yang kedua adalah

sebagai sumber energi, tempat rekreasi dan lain-lain. Di pihak lain sungai juga

digunakan untuk mengangkut limbah domestik, industri dan sebagainya. Kedua

fungsi pertama mempunyai fungsi yang berlawanan dengan fungsi ke tiga, karena

adanya air limbah yang dibuang ke badan air akan mengakibatkan menurunnya

kualitas suatu perairan.

Polutan yang masuk ke air sungai seringkali mengandung senyawa

konservatif, salah satu di antaranya adalah polutan senyawa organik terklorinasi

(AOX) yang berasal dari industri kertas dan pulp yang setiap tahunnya membuang

jutaan gallon air buangannya sehingga menjadi salah satu penyebab dalam

pencemaran lingkungan perairan. Senyawa AOX memberi dampak negatif

terhadap lingkungan karena sulit terdegradasi oleh bakteri, bahkan beberapa

senyawa diduga sebagai penyebab kanker, atau penyebab kerusakan hati, seperti

chlorophenol, chloroguaiacol, chlorochatechols, 2,3,7,8-Tetrachlorodibenzo

dioksida (dioksin).

AOX merupakan polutan spesifik yang berasal dari effluent bleaching

industri pulp, meskipun secara alami diketahui terdapat sekitar 191 strain jamur

yang dapat memproduksi AOX jika dibiarkan pada media cair tertentu. Produksi

AOX Secara alami terutama terjadi dari proses degradasi sampah hutan seperti

ranting, dahan atau daun dan secara alami pula AOX dihasilkan . Secara alami ini

dapat dinetralisir dengan proses fotokimia (Rosita 2003)

Konsentrasi COD, padatan tersuspensi, warna dan senyawa AOX yang

cukup tinggi pada air buangan bersifat toksik dan mutagenik, yang akan sangat

berbahaya bagi kehidupan aquatik bila dibuang langsung ke perairan tanpa

mengalami pengolahan terlebih dahulu (Roosmini et al 2007). Studi yang

dilakukan oleh Holmbom dan dikutip oleh Carlberg dalam Yasmidi (2008),

menunjukkan bahwa 80% AOX masih terbawa arus sepanjang 16 km aliran

sungai, padahal sungai tersebut memberikan pengenceran, hidrodinamika, proses

8

biodegradasi atau fotokimia, tetapi AOX tetap stabil. Sedangkan bahan organik

lain telah mengalami penurunan dengan tajam, seperti terlihat pada Gambar 2.1

perbedaan tersebut disebabkan oleh proses adsorbsi dan degradasi

mikroorganisme terhadap guaiacol sedangkan AOX tahan terhadap mikro-

organisme.

Gambar 2.1 Jumlah AOX dibandingkan guaiacol

(Calberg dalam Yasmidi, 2007)

Indeks Pencemaran, Beban Pencemaran dan Daya Tampung Beban

Pencemaran di Sungai

Indeks Pencemaran

Pendugaan pencemaran sungai dapat dilakukan dengan melihat pengaruh

polutan terhadap kehidupan organisme perairan dan lingkungannya. Unit penduga

adanya pencemar tersebut diklasifikasikan dalam parameter fisika, kimia dan

biologi. Dalam menetapkan kualitas air, parameter-parameter tersebut sebaiknya

tidak berdiri sendiri tapi dapat ditransformasikan dalam suatu nilai tunggal yang

mewakili. Nilai tunggal ini disebut Indeks Kualitas Air. Tujuan perhitungan

indeks adalah untuk menyederhanakan informasi sehingga dalam menyajikan

kualitas suatu perairan cukup disajikan dalam suatu nilai tunggal, sehingga dapat

dibandingkan antara kualitas suatu perairan dari waktu ke waktu.

Suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna

untuk suatu peruntukan dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index)

yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter

kualitas air yang diijinkan. Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan

Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan

bagi suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan guna beberapa peruntukan

bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan

kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada

pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air bagi suatu peruntukan

serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan

kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok

parameter kualitas yang independent dan bermakna. Metode ini dapat langsung

menghubungkan tingkat ketercemaran dengan atau tidaknya sungai dipakai untuk

9

penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu (Sumitomo

dan Nemerow dalam Nurmala, 2010)

Menurut KepMen LH No. 115 Tahun 2003, Jika Lij menyatakan konsentrasi

parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku peruntukan air (j), dan Ci

menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisa

cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka

Pij adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari

Ci/Lij.

Beban Pencemaran

Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung

dalam air atau air limbah. Analisis beban pencemaran dari berbagai sumber

pencemar baik dari effluent air limbah industri, limbah pemukiman dan limbah

pertanian baik melalui outlet maupun aliran/anak sungai dilakukan melalui

pendekatan Rapid Assesment (WHO 1993).

Daya tampung beban pencemaran (Beban harian total maksimum: TMDL)

adalah mekanisme perencanaan dan manajemen untuk mengembalikan

kualitas air. Tujuan utama dari TMDL adalah mengembalikan fungsi manfaat

yang menguntungkan dari suatu badan air yang terganggu. TMDL didasarkan

pada hubungan antara sumber pencemar dan kondisi aliran kualitas air. TMDL

menetapkan beban yang diijinkan untuk badan air dan dengan

demikian menyediakan dasar untuk kontrol berbasis kualitas air (Milliam 1996).

Menurut Wiwoho (2005), penurunan beban cemaran setiap sumber

pencemar sepanjang sungai dapat dilakukan dengan:

a. Sosialisasi terhadap penduduk sekitar wilayah Sub DAS dengan tujuan untuk

pengurangan beban cemaran, antara lain dengan pembuatan resapan air limbah

rumah tangga, penggunaan pestisida yang tidak berlebihan, pelarangan

pembuangan sampah ke sungai dan penggunaan bahan-bahan yang lebih ramah

lingkungan.

b. Pengawasan yang ketat pada pembuangan limbah cair, pembuatan IPAL

(Instalasi Pengolah Air Limbah) bagi perusahaan yang belum memiliki IPAL

dan perbaikan IPAL.

c. Beban cemaran pada TPA diperlukan IPAL untuk pengolahan lecheate yang

akan masuk ke Sungai.

d. Untuk menurunkan beban cemaran pada perumahan, perlu dibuatkan IPAL

komunal.

Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP)

DTBP air adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima

masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.

Pencemaran air dapat terjadi karena adanya unsur/zat lain yang masuk ke dalam

air, sehingga kualitas air menjadi turun (KLH 2003). Unsur tersebut dapat berasal

dari unsur non konservatif (terdegradasi) dan konservatif (unsur yang tidak

terdegradasi).

DTBP merupakan mekanisme perencanaan dan manajemen yang bertujuan

untuk mengembalikan kualitas air yang terganggu berdasarkan hubungan antara

sumber pencemar dan kondisi kualitas air. Setelah DTBP dihitung selanjutnya

dapat dialokasikan utuk masing-masing alokasi beban limbah dan alokasi

10

beban antara point source dan non point source. Dengan demikian, proses ini

signifikan baik pada point source dan non point source. DTBPA ini dapat

digunakan untuk pemberian ijin lokasi, pengolahan air dan sumber air, penetapan

rencana tata ruang, pemberian ijin pembuangan air limbah, serta penetapan air

sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. Hal ini dapat menjadi

dasar dalam penentuan strategi pengendalian pencemaran air (PP 2001).

Penetapan daya tampung beban pencemaran dapat dilakukan dengan

pemodelan kualitas air. Model kualitas air ini merupakan suatu penyederhanaan

dan idealisasi dari suatu mekanisme badan air yang rumit berdasarkan fenomena

biologi, kimia, klimatologi, hidrologi, hidrolika dan mekanisme proses transport

air sebagai media pembawa dan pelarut yang terjadi secara simultan (Priono 2004,

Yusuf 2012). DTBP air pada sumber air ditetapkan berdasarkan debit minimal

pada tahun yang bersangkutan atau tahun sebelumnya (KLH 2003).

Gambar 2.2 Tahapan penetapan daya tampung beban pencemaran air

Pemodelan Kualitas Air

Pendekatan model kualitas air terdiri dari berbagai macam, yang

penggunaannya tergantung pada tujuan dan kondisi studi yang akan dilakukan.

Jenis model kualitas air di antaranya : distrubuted model, lumped model, linear

model, non linear models, stochasitic model, deterministic model, dinamyc

model, steady state model, black box model, conceptual model.

Distributed model merupakan model dengan variabel model berupa fungsi

ruang dan waktu yang memperhitungkan distribusi parameter model dalam arah

sumbu ortogonal x, y dan z, sedangkan lumped model hanya menggunakan data

Pengkajian kelas air

dan kriteria mutu air

Pemantauan kualitas

air

Inventarisasi dan

identifikasi sumber

pencemar

Data hidromorfologi

sumber air

Penetapan status

mutu air atau status

tropik air

Penetapan daya

tampung beban

pencemaran

Baku mutu air

atau kriteria

status tropik air

Data kualitas

air

11

tunggal. Linear model adalah model yang berbanding lurus sedangkan non linear

model adalah model yang bersiat kuadratis, polynomial dan lain lain. Stochasitic

model adalah model yang menggunakan probabilistik dari parameter sedangkan

deterministic model menggunakan nilai rata-rata parameter. Dinamyc model

adalah model yang outputnya terikat waktu sedangkan steady state bersifat

independent terhadap waktu. Black box model adalah model yang dalam

persamaannya tidak menggambarkan fenomena alam sedangkan conceptual model

menggambarkan alam/fisik dalam persamaannya (Priono 2004).

Pemodelan kualitas air dimulai dengan mencari model yang cocok untuk

diaplikasikan pada suatu sumber air yang dihadapi. Model tersebut sebaiknya

sederhana dengan input yang diperlukan tidak banyak, namun hasil yang

diperoleh cukup akurat. Model kualitas air yang dikenal di antaranya QUAL2E,

QUAL-2K, WASP dan MODQUAL yang semuanya menggunakan prinsip finite

different. Penggunaan prinsip finite element pada model-model kualitas air hanya

dilakukan pada air tanah sehubungan sistem boundary element yang rumit. Model

kualitas air umumnya mensimulasi massa zat dalam suatu ruang dan waktu.

Persamaan dalam model kualitas air yaitu unsur-unsur adveksi, dispersi dan

reaksi kinetik. Pemodelan kualitas air di sungai pada umumnya adalah model

Eularian karena kecepatan unsur adveksi lebih dominan daripada dispersinya.

Sedangkan untuk waduk atau danau banyak menggunakan model Lagrangian

karena unsur adveksi maupun dispersinya cukup dominan terutama untuk waduk

dengan skala besar dan dalam (Yusuf 2012).

Persamaan Eularian orde-1 seperti pada rumus (1) dan ilustrasi model

kualitas air dengan finite segment seperti Gambar 2.3. di bawah ini.

Gambar 2. 3 Sistem pemodelan kualitas air finite segment

Model numerik kualitas air dengan persamaan Eularian orde-1 adalah :

(1)

Dimana U : kecepatan aliran sungai (m/s), E : koefisien dispersi (m2/hari)

dan Rc : proses kinetik dari berbagai parameter kualitas air.

Pemodelan kualitas air yang digunakan untuk penetapan DTBP dalam

penelitian ini adalah WASP. WASP adalah model dinamis yang dapat digunakan

untuk menganalisis berbagai masalah kualitas air pada beragam badan air seperti

12

pada kolam, sungai, danau, waduk, muara, dan perairan pesisir berdasarkan pada

prinsip utama konservasi massa. Prinsip ini mensyaratkan bahwa massa dari

masing-masing bagian kualitas air yang diteliti harus diperhitungkan dalam satu

bagian (Ambrose 2005). Model WASP mengkaji setiap bagian kualitas air

berdasarkan input spasial dan temporal dari titik awal hingga ke titik akhir

perpindahan, berdasarkan prinsip konservasi massa dalam ruang dan waktu

(Ambrose 2009).

Model WASP ini telah diaplikasikan untuk berbagai kajian, seperti untuk

mengevaluasi pengaruh BOD, nutrient, alga dan kebutuhan oksigen lainnya

terhadap proses DO; mengevaluasi nitrogen terlarut di muara sungai Altamaha,

dan untuk menentukan beban pencemaran merkuri di Sungai Canoochee, Georgia

(USEPA 2004; USEPA 2008 dan Kaufman 2011). Florida Department of

Environmental Protection (FDEP) juga telah menggunakan model WASP sebagai

mekanisme untuk mengembangkan strategi reduksi beban emisi yang diperlukan

yang diimplementasikan dalam Basin Management Action Plan (FDEP 2003).

Dalam melakukan perhitungan keseimbangan massa dengan pemodelan

WASP, input data yang dibutuhkan memiliki karakteristik penting, yaitu simulasi

dan pengendalian output, segmentasi model, perpindahan secara adveksi dan

dispersi, konsentrasi batas, sumber beban point dan non point, parameter kinetika,

konstanta, dan fungsi waktu serta konsentrasi awal. Data input ini bersama-sama

dengan persamaan umum neraca massa model WASP dan persamaan kinetika

kimia spesifik, didefinisikan secara unik menjadi sekumpulan persamaan khusus

kualitas air. Hal ini terintegrasi secara numerik dalam model WASP sebagai

proses simulasi terhadap waktu.

Persamaan keseimbangan massa untuk zat yang terlarut dalam badan air

harus memperhitungkan semua materi yang masuk dan ke luar melalui

pembebanan langsung dan menyebar; perpindahan secara adveksi dan dispersi,

dan transformasi fisik, kimia, dan biologis. Penggunaan sistem koordinat seperti

yang ditunjukkan dalam Persamaan umum keseimbangan massa, di mana

koordinat x dan y berada di bidang horisontal, dan koordinat z adalah dalam

bidang vertikal (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Sistem koordinat persamaan neraca massa

Persamaan umum keseimbangan massa pada sekitar volume cairan yang

terbatas ditunjukkan pada persamaan berikut.

( )

( )

( )

(

)

(

)

(

) (2)

13

Di mana: C = konsentrasi bagian kualitas air (mg/L atau g/m3), T = waktu

(hari), UxUyUz = kecepatan adveksi longitudinal, lateral, dan vertikal (m/hari), S

= laju beban langsung dan menyebar (g/m3-hari), SB = laju batas pembebanan

(termasuk hulu, hilir, bentik, dan atmosfer) (g/m3-hari), SK = laju transformasi

kinetik total, tanda positif adalah sumber, negatif adalah sink (g/m3-hari)

Dengan memperluas volume kontrol dari fluida yang sangat kecil dan

terbatas menjadi segmen yang lebih besar yang saling berhubungan dan dengan

menentukan parameter transportasi, pembebanan, dan transformasi yang tepat,

model WASP mengimplementasikan suatu bentuk finite difference seperti pada

persamaan sebelumnya. Penurunan dari bentuk finite difference terhadap

persamaan keseimbangan massa akan dilakukan untuk jangkauan satu-dimensi,

dengan asumsi kondisi homogen pada bidang vertikal dan lateral, kemudian

dilakukan integrasi atas koordinat y dan z untuk memperoleh Persamaan berikut:

( )

(

( ) (3)

Di mana A = Luas penampang melintang (m2). Persamaan ini mewakili

tiga klasifikasi utama proses kualitas air antara lain: (1) transportasi, (2)

pembebanan, dan (3) transformasi.

Gambar 2.5 Skema segmentasi model

Jaringan model adalah sekumpulan dari volume kontrol yang diperluas, atau

kumpulan segmen, yang secara bersama-sama mewakili konfigurasi fisik dari

badan air. Gambar 2.5 menggambarkan suatu jaringan yang dapat membagi

badan air secara lateral dan vertikal serta longitudinal. Setelah dilakukan

pengaturan jaringan, studi model akan diproses melalui empat langkah umum

dalam beberapa cara yaitu: hidrodinamika, transport massa, transformasi kualitas

air, dan toksikologi lingkungan.

Model kualitas air dapat melakukan tiga tugas dasar yaitu (1)

menggambarkan kondisi kualitas air saat ini, (2) mempersiapkan prediksi umum,

dan (3) mempersiapkan prediksi yang spesifik (Ambrose 2009).

x

z

y

1 3

4

2

3

4

2

1

14

Dampak Pencemaran pada Lingkungan, Kesehatan dan Sosial

Sejak tumbuhnya industri-industri hulu maupun hilir, permasalahan

lingkungan menjadi isu penting yang berkembang di Indonesia. Industri pulp dan

kertas yang setiap tahunnya membuang jutaan gallon air buangannya juga

berperan dalam pencemaran lingkungan perairan. Konsentrasi COD, padatan

tersuspensi, warna dan senyawa organik terklorinasi yang cukup tinggi pada air

buangan bersifat toksik dan mutagenik yang akan sangat berbahaya bagi

kehidupan aquatik bila dibuang langsung ke perairan tanpa mengalami

pengolahan terlebih dahulu (Roosmini et al. 2007).

Pencemaran berdampak pada sosial atau masyarakat, misalnya terhadap

pendapatan (income). Gambar 2.6 menunjukkan hubungan antara kerusakan

lingkungan akibat pencemaran dengan pendapatan digambarkan dengan kurva

kuznet lingkungan yang dikenal dengan kurva inverted U.

Kerusakan lingkungan akan meningkat dengan meningkatnya pendapatan

perkapita, namun setelah mencapai titik tertentu kerusakan lingkungan akan

menurun meskipun pendapatan naik. Pencapaian titik tertentu tersebut, yaitu

ketika kebutuhan dasar meningkat. Hal ini menyebabkan kemauan untuk

mengurangi pencemaran menjadi tinggi, sehingga kerusakan lingkungan mulai

berkurang.

Pencemaran lingkungan juga akan berkaitan dengan jumlah penduduk,

pertumbuhan ekonomi dan sumber daya alam seperti yang digambarkan pada

Gambar 2.6, di mana jumlah penduduk perlu didukung oleh penyediaan barang

dan jasa yang lebih besar, di mana peningkatan barang dan jasa akan

meningkatkan produksi. Jika peningkatan produksi tidak terkendali maka akan

meningkatkan pencemaran, sehingga pencemaran merupakan fenomena yang

selalu ada sebagai akibat dari kegiatan ekonomi (Suparmoko dalam Warlina

2008).

Gambar 2.6 Hubungan antara jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi,

sumber daya alam dan lingkungan.

Barang dan Jasa

Pertumbuhan Ekonomi Penduduk

Pencemaran

Lingkungan

Menipisnya Sumber Daya

Alam

15

Menurut Warlina (2008), pendapatan akan mempengaruhi kualitas

lingkungan secara langsung atupun tidak langsung. Makin tinggi pendapatan

maka kebutuhan (demand) akan meningkat, sedangkan proses teknologi ataupun

peraturan mengenai pencemaran dapat mengurangi pencemaran. Secara langsung,

pencemaran dapat mengurangi produktivitas tenaga kerja (human capital) seperti

berkurangnya produktivitas tenaga kerja akibat berkurangnya hari kerja karena

masalah kesehatan, serta mengurangi produktivitas dari capital (man-made

capital) itu sendiri, seperti adanya pencemaran yang mengakibatkan peralatan

produksi menjadi mudah rusak sehingga mengurangi produksi.

Dampak Senyawa AOX

Risiko adalah suatu konsep matematis yang mengacu pada kemungkinan

terjadinya efek yang tidak diinginkan akibat pemaparan terhadap suatu polutan.

Analisis risiko adalah suatu metode untuk menilai dan melakukan prediksi apa

yang akan terjadi akibat adanya pemaparan (expossure) atau pencemaran

(pollution) terhadap zat berbahaya di masa yang akan datang. Sedangkan menurut

EPA, analisis risiko adalah karakterisasi dari bahaya-bahaya potensial yang

mempunyai efek pada kesehatan manusia dan bahaya terhadap lingkungan

(www.epa.gov/iris/: Integrated Risk Information System).

Dipihak lain, Richardson dalam Herawati (2007), menyatakan bahwa

analisis risiko adalah proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah

dengan keragaman kemungkinan yang ada dan ketidakmungkinan yang akan

terjadi. Dalam analisa risiko pertama kali masalah harus didefinisikan dan risiko

diperkirakan, kemudian risiko dievaluasi dan dipertimbangkan juga faktor-faktor

yang mungkin bisa mempengaruhi sehingga bisa diputuskan tindakan mana yang

bisa diambil. Proses perkiraan risiko, evaluasi risiko, pengambilan keputusan, dan

penerapannya disebut analisis risiko.

Hal awal yang dilakukan dalam expossure assesment adalah identifikasi

ekosistem potensial yang terpapar, Identifikasi jalur penyebaran potensial,

perkiraan konsentrasi dan perkiraan dosis intake.

Perkiraan daya racun atau toxicity assesment adalah tahapan dalam analisis

risiko. Pada tahap ini dijelaskan tentang tingkat toksisitas dari suatu zat kimia.

Hasilnya berupa konstanta matematis yang akan dimasukkan ke dalam persamaan

yang digunakan untuk menghitung besarnya risiko. Dalam membuat perhitungan

konstanta matematis untuk menghitung risiko harus dipertimbangkan dan

dianalisis adanya ketidakpastian akan angka-angka yang dihasilkan dan

menjelaskan bagaimana ketidakpastian ini dapat mempengaruhi perhitungan

risiko.

Karakterisasi risiko atau risk characterization adalah tahapan terakhir dari

analisis risiko. Risiko dapat diterima jika tingkat bahaya atau hazard indeksnya

lebih kecil dari satu. Apabila sebuah pemaparan terdapat lebih dari satu macam

zat kimia, dan indeksnya harus dijumlahkan untuk tiap-tiap senyawa kimia

tersebut. Setelah diperhitungkan dan diketahui besarnya risiko pembuangan

pencemar diharapkan dapat diambil keputusan yang terbaik (manajemen risiko)

dalam rangka perlindungan lingkungan dan kesehatan masyarakat.

16

Karakterisasi risiko lingkungan dihitung dengan menggunakan metode hasil

bagi (quotent) atau metode rasio. Metode ini dilakukan dengan membandingkan

konsentrasi bahan berbahaya yang ditemukan di lingkungan dengan konsentrasi

bahan berbahaya bagi target paparan (endpoint) untuk bahan berbahaya yang

sama.

(4)

Di mana H : indeks / rasio kebahayaan (hazard index)

Di mana kriteria kebahayaan (risiko) dari nilai H sebagaimana disebutkan

dalam tabel berikut :

Tabel 2.1 Kriteria risiko. H Risiko

> 1 Sangat berisiko

= 1 Risiko potensial/menengah

< 1 Risiko rendah

Menurut Yasmidi (2007), untuk memperkirakan ada tidaknya risiko

toksisitas dalam ikan yang dikonsumsi manusia, harus dilihat terlebih dahulu

beberapa hal penting sebagai berikut :

- Faktor Biokonsentrasi (BCF)

Faktor biokonsentrasi dalam tubuh organisme akuatik dapat dihitung dengan

rumus :

(5)

Biokonsentrasi atau bioakumulasi dalam organisme merupakan sifat yang

sangat penting dalam evaluasi berbahaya atau tidaknya suatu zat. Bioakumulasi

menjadi berbahaya apabila rasio organik lingkungan 100 - 1000.

Biokonsentrasi sendiri ialah kasus spesifik dari bioakumulasi, di mana zat

terlarut secara selektif masuk ke jaringan organisme dan terkonsentrasi melalui

rute bukan makanan (Soemirat 2003).

- Konsentrasi Senyawa di dalam Air (mg/L)

Konsentrasi senyawa dalam air menentukan konsentrasi senyawa yang dapat

terakumulasi dalam tubuh organisme air seperti ikan, dan berhubungan erat

dengan nilai BCF organisme

- Konsentrasi Senyawa yang Dapat Masuk ke Dalam Tubuh Ikan (mg/Kg)

Konsentrasi senyawa dalam tubuh ikan berbanding lurus dengan nilai BCF dan

konsentrasi senyawa di dalam air.

- Tolerable Daily Intake (TDI) pada Tubuh Manusia (µg/hari/kg berat

badan)

17

TDI digunakan untuk mengetahui nilai atau jumlah harian suatu senyawa

yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh. TDI berhubungan dengan berat

badan rata-rata orang dewasa.

- Tingkat Konsumsi Ikan Perkapita Per Hari (kg/kapita/hari)

Semakin tinggi konsumsi ikan, maka risiko terkena dampak akibat suatu

senyawa yang terakumulasi dalam tubuh ikan, cenderung semakin meningkat.

Analytical Hierarchy Process

Analytical Hierarchy Process (AHP) atau analisa jenjang keputusan (AJK)

merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk membuat keputusan yang

efektif melalui strukturisasi kriteria majemuk ke dalam sruktur hirarki, menilai

kepentingan relatif setiap kriteria, membandingkan alternatif untuk tiap kriteria

dan menentukan seluruh rangking dari alternatif-alternatif. Persoalan yang

kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya

dengan menggunakan metoda AHP (Marimin 2005).

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan

keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami

oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Beberapa

keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan

dengan menggunakan AHP (Marimin 2004) adalah :

- Kesatuan

AHP memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk

aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur.

- Kompleksitas

AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam

memecahkan masalah kompleks.

- Saling ketergantungan AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu

sistem dan tidak memaksakan pemikiran linear.

- Penyusunan hirarki

AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah

elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan

mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

- Pengukuran

AHP memberi suatu skala untuk mengukur berbagai hal dan terwujud suatu

metode untuk menetapkan prioritas.

18

- Konsistensi

AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang

digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas.

- Sintesis AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap

alternatif.

- Tawar menawar

AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem

dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-

tujuan.

- Penilaian dan Konsensus

AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang

representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.

- Pengulangan Proses

AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu

persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui

pengulangan.

Prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan dengan

metoda AHP (Suwari 2010) :

- Decomposition

Penggunaan AHP dimulai dengan melakukan dekomposisi masalah kompleks

dan kemudian menggolongkan pokok permasalahannya menjadi elemen-

elemen keputusan dalam satu hirarki tertentu. Jika ingin mendapatkan hasil

yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap elemen-elemennya sampai

tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa

tingkatan dari persoalan tadi, proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy).

Ada dua jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki

lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada

pada tingkat berikutnya, jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap.

- Comparative Judgment

Pada tahap ini dilakukan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada

suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini

merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-

elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih baik bila disajikan dalam

bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam penilaian

kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen

i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3

kali pentingnya dibanding elemen i. Di samping itu, perbandingan dua angka

yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Jika terdapat n

elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n.

19

- Synthesis of Priority

Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks perbandingan

berpasangan adalah n(n-1)/2 karena matriksnya reciprocal dan elemen elemen

diagonal sama dengan 1. Selanjutnya adalah Synthesis of Priority, dimana dari

setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen vectornya, untuk

mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada

tiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa

di antara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk

hirarki. Pengurutan elemen-elemen pertanyaan yang biasa diajukan dalam

penyusunan skala kepentingan, supaya diperoleh skala yang bermanfaat ketika

membandingkan dua elemen, responden yang akan memberikan jawaban perlu

pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan

relevansinya terhadap kriteria/tujuan yang ingin dicapai. Dalam penyusunan

skala kepentingan, didasarkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 2 Nilai skala perbandingan dalam AHP Nilai Skala Keterangan

1

3

5

7

9

2,4,6,8

Kriteria/alternatif A sama pentingnya dengan B

A sedikit lebih penting dari B

A jelas lebih penting dari B

A sangat lebih penting dari B

A mutlak lebih penting dari B

Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan

Dalam penilaian menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa

dinamakan priority setting.

- Logical Consistency

Consistency Ratio (CR) menyatakan tentang ukuran konsisten tidaknya suatu

penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan. Pengujian diperlukan,

karena pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari

hubungan, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat

terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang.

Pendekatan Sistem

Pencemaran sungai akan mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya

dan kerusakan ekosistem, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian,

secara holistik (menyeluruh) dan terintegrasi atau saling terkait antara aspek yang

dikaji. System approach (pendekatan sistem) diartikan sebagai suatu metodologi penyelesaian masalah yang dimulai secara tentatif mendefinisikan atau

merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif

dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks. Oleh karena

itu dalam pendekatan sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui

pemahaman yang utuh.

Pada pendekatan sistem menurut Eriyatno (2003), umumnya ditandai oleh

dua hal yaitu: (1) mencari semua faktor yang ada dalam mendapatkan solusi yang

baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk

20

membantu keputusan secara rasional. Tiga pola dasar yang menjadi pegangan

dalam penyelesaian permasalahan dengan pendekatan sistem, yaitu:

- Sibernetik (goal oriented), artinya dalam penyelesaian permasalahan berorientasi pada tujuan. Tujuan ini diperoleh melalui need analysis (analisis

kebutuhan)

- Holistik, yaitu cara pandang yang utuh terhadap totalitas sistem atau menyelesaikan permasalahan secara utuh, menyeluruh dan terpadu.

- Efektif, artinya lebih dipentingkan hasil guna yang operasional serta dapat

dilaksanakan, bukan sekedar pendalaman teoritis. Dengan demikian, berbagai

metodologi dikembangkan sebagai karakter dalam pendekatan sistem, sehingga

beragam metode yang ada di berbagai disiplin ilmu lainnya dapat digunakan

sebagai alat bantu oleh ahli sistem.

Tahapan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan

pendekatan sistem (Eriyatno 2003), yaitu:

- Analisis kebutuhan, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari semua pelaku dalam sistem.

- Formulasi permasalahan, yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan yang ada dalam sistem.

- Identifikasi sistem, bertujuan untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam rangka memenuhi kebutuhan semua pelaku dalam sistem.

- Pemodelan abstrak, pada tahap ini mencakup suatu proses interaktif antara analisis sistem dengan pembuat keputusan, yang menggunakan model untuk

mengeksplorasi dampak dari berbagai alternatif dan variabel keputusan

terhadap berbagai kriteria sistem.

- Implementasi, tujuan utamanya adalah untuk memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan.

- Operasi, pada tahap ini akan dilakukan validasi sistem. Pada tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya perubahan lingkungan di

mana sistem tersebut berfungsi.

Sistem harus dipandang secara holistik (keseluruhan) dan akan bersifat

sebagai goal seeking (pengejar sasaran), sehingga terjadi sebuah keseimbangan

untuk pencapaian tujuan. Suatu sistem mempunyai input (masukan) yang akan

berproses untuk menghasilkan output (keluaran). Pada suatu sistem terdapat

umpan balik yang berfungsi sebagai pengatur komponen-komponen sistem yang

saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Sistem yang lebih besar dapat terdiri

atas beberapa sub-sistem (sistem kecil ) yang akan membentuk suatu hirarki.

Pemodelan

Modeling (pemodelan) diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model

(Eriyatno 2003). Pramudya (1989) mendefinisikan model adalah suatu abstraksi

dari keadaan sesungguhnya atau merupakan perwakilan sistem nyata untuk

memudahkan pengkajian suatu sistem. Sejalan dengan pernyataan tersebut

Muhammadi et al. (2001) menyatakan bahwa model adalah suatu bentuk vang

dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Dalam pelaksanaan pendekatan

sistem, pengembangan model merupakan hal yang sangat penting yang akan

21

menentukan keberhasilan dalam mempelajari sistem secara keseluruhan. Di

samping itu, pengembangan model diperlukan guna menemukan peubah-peubah

penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem yang dikaji.

Dalam membangun suatu model harus dimulai dari konsep yang paling

sederhana dengan cara mendefinisikan permasalahan secara hati-hati serta

menggunakan analisis sensitifitas untuk membantu menentukan rincian model.

Selanjutnva untuk penyempurnaan dilakukan dengan menambahkan variabel

secara gradual sehingga diperoleh model yang logis dan dapat merepresentasikan

keadaan yang sebenarnva.

Model yang dibangun haruslah merupakan gambaran yang sahih dari sistem

yang nyata, realistik dan informatif. Model yang tidak sahih akan memberikan

hasil simulasi yang sangat menyimpang dari kenyataan yang ada sehingga akan

memberikan informasi yang tidak tepat. Model yang dianggap baik apabila model

dapat menggambarkan semua hal yang penting dari dunia nyata dalam sistem

tersebut. Lebih lanjut Pramudya (1989) menyatakan bahwa ada empat keuntungan

penggunaan model dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan sistem

yaitu: (1) memungkinkan melakukan penelitian yang bersifat lintas sektoral, (2)

dapat melakukan eksperimentasi; terhadap sistem tanpa mengganggu

(memberikan perlakuan) tertentu terhadap sistem, (3) mampu menentukan tujuan

aktivitas pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang diteliti, dan (4) dapat

dipakai untuk menduga (meramal) perilaku dan keadaan sistem pada masa yang

akan datang.

Ada empat tahapan dalam melakukan simulasi model (Muhammadi et al.

2001), yaitu:

- Penyusunan konsep, pada tahap ini dilakukan identifikasi unsur-unsur yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Dari unsur-unsur dan

keterkaitannya dapat disusun gagasan atau konsep mengenai gejala (proses)

yang akan disimulasikan.

- Pembuatan model, gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau

rumus.

- Simulasi model, pada model kuantitatif simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi

dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat

antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan

untuk memahami perilaku gejala atau proses model.

- Validasi hasil simulasi, validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat

dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala

atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil.

Validitas dan Sensitivitas Model

Model yang baik adalah model yang dapat merepresentasikan keadaan

yang sebenarnya. Untuk menguji kebenaran suatu model dengan kondisi obyektif

dilakukan uji validasi (Muhammadi et al. 2001). Ada dua jenis validasi dalam

model, yakni validasi struktur dan validasi kinerja. Validitas struktur meliputi dua

22

pengujian, yaitu validitas konstruksi dan validitas kestabilan. Validitas konstruksi

melihat apakah konstruksi model yang dikembangkan sesuai dengan teori. Uji

validitas konstruksi ini sifatnya abstrak, tetapi konstruksi model yang benar secara

ilmiah berdasarkan teori yang ada akan terlihat dari konsistensi model yang

dibangun (Muhammadi et al. 2001). Menurut Barlas (1996), validitas kestabilan

merupakan fungsi dari waktu. Model yang stabil akan memberikan output yang

memiliki pola yang hampir sama antara model agregat dengan model yang lebih

kecil (disagregasi).Validitas kinerja atau output model bertujuan untuk

memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai (compatible) dengan

kinerja sistem nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat

fakta.

Untuk mengetahui kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu

dilakukan uji sensitivitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui respon model

terhadap stimulus yang bertujuan untuk mengetahui alternatif tindakan, baik untuk

menyelesaikan sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam

model. Hasil uji sensitivitas dalam bentuk perubahan perilaku atau kinerja model,

digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model. Uji sensitivitas

model dapat dilakukan dengan dua macam (Muhammadi et al. 2001): (1)

intervensi fungsional, yakni dengan memberikan fungsi-fungsi khusus terhadap

model dengan menggunakan fasilitas, antara lain: step, random, pulse, ramp dan

forecast, trend, if, sinus dan setengah sinus, dan (2) intervensi struktural, yakni

dengan mempengaruhi hubungan antar unsur atau struktur model dengan cara

mengubah struktur modelnya. Sensitivitas model mengungkapkan hasil-hasil

intervensi terhadap unsur dan struktur sistem. Di samping itu, analisis sensitivitas

model juga berfungsi dalam menemukan alternatif tindakan atau kebijakan, baik

untuk mengakselerasi kemungkinan pencapaian hasil positif maupun untuk

mengantisipasi kemungkinan dampak negatif.

Kerangka Pemikiran

Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan penyempurnaan dari undang-

undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang

dijabarkan dengan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair

bagi kegiatan industri, dan Peraturan Daerah Kabupaten Serang nomor 08 tahun

2011 tentang perindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta Undang-

Undang republik Indonesia Nomor 19 tahun 2009 tentang pengesahan Stockholm

Convention on Persistent Organik Pollutants (konvensi Stockholm tentang bahan

pencemar organik yang persisten) merupakan konsep umum yang digunakan

dalam pengendalian pencemaran air sungai, namun penerapan instrumen regulasi

di lapangan menunjukkan belum berjalan secara optimal sebagaimana yang

diharapkan, sehingga masih terjadi pencemaran dengan tingkat yang signifikan

khususnya di Sungai Ciujung.

Keberadaan industri seperti industri kertas dan kimia memberikan dampak

positif berupa adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang akan

23

meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setempat. Namun di sisi

lain, keberadaan industri ini akan menyebabkan meningkatnya beban pencemaran

yang berdampak pada penurunan daya tampung, penurunan kualitas air sungai

yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan pencemaran air sungai.

Pencemaran air sungai akan berdampak pada lingkungan, sosial dan ekonomi.

Dampak pencemaran pada lingkungan berupa adanya kerusakan ekosistem

akuatik, dampak pada sosial berupa terganggunya kesehatan masyarakat yang

akan berimplikasi pada sosial cost yang harus dibayarkan sebagai kompensasi

adanya pencemaran, menurunnya penghasilan masyarakat, biaya pengolahan

limbah dan reduksi beban pencemar. Secara tidak langsung, adanya pencemaran

juga akan menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang akhirnya akan

menyebabkan berkurangnya pendapatan (Soeparmoko 1997).

Perilaku sistem sungai yang rumit, berubah cepat dan mengandung

ketidakpastian, menyebabkan pengendalian pencemaran Sungai Ciujung tidak

mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu metoda spesifik saja, namun

membutuhkan pendekatan sistem dan pemodelan (Suwari 2010). Sistem dan

pemodelan dinamik diperlukan untuk mengatasi permasalahan sungai yang

merupakan masalah ekologi yang kompleks sehingga menurut Jorgensen (1989,

1994), penggunaan model sangat cocok untuk memecahkan permasalahan

lingkungan yang kompleks dan merupakan keharusan agar pengendalian

pencemaran berlangsung secara berkelanjutan.

Dalam upaya membangun keterpaduan pengendalian pencemaran air sungai

Ciujung diperlukan beberapa strategi dengan memperhatikan faktor kekuatan,

kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi. Alur pikir pengelolaan sungai

terpadu di masa mendatang perlu memperhatikan kekuatan setiap komponen

sebagai kekuatan bersama dalam merancang pola-pola pendekatan yang lebih

menguntungkan semua pihak yang terkait. Model pengendalian yang dibangun

dilakukan dengan cara identifikasi secara mendalam tentang isu atau

permasalahan yang terjadi di sungai serta membangun sistem dan kontrol untuk

mencegah dan meminimasi dampak atau kerugian lingkungan. Model

pengendalian yang dibangun didasarkan pada beban limbah dan berbagai kegiatan

di sekitar sungai dan karakteristik dari sungai itu sendiri, yang juga diharapkan

sebagai dasar dalam membuat formulasi kebijakan oleh pengelola dan para

pengambil keputusan dalam pemanfaatan dan pengelolaan air sungai,

pengendalian pencemaran Sungai Ciujung, serta dapat menciptakan ketaatan bagi

pelaku usaha dalam hal ini pihak industri.

24

Gambar 2.7 Kerangka pemikiran

Dampak positif

Industri Meningkat

Pencemaran air

Sungai Ciujung

Dampak Negatif

Dampak pada lingkungan

Prioritas strategi dalam

pengendalian pencemaran Sungai

Ciujung

Peningkatan

PDRB

Keuntungan

industri

Peningkatan beban pencemaran, penurunan daya tampung dan kualitas

(fisika, kimia, AOX)

Dampak pada sosial

Risiko kesehatan

Model Pengendalian pencemaran

Sungai Ciujung

Peningkatan kesejahteraan

masyarakat

Kerusakan ekosistem akuatik

Baku mutu

kualitas air sungai

Dampak pada ekonomi

- Penghasilan masyarakat menurun

- Biaya kesehatan

- Biaya pengolahan

- Biaya reduksi beban pencemar

Strategi pengendalian pencemaran

Sungai Ciujung

Kebijakan pengendalian

Sungai Ciujung