tinjauan pustaka batu saluran kemih

30
TUTORIAL BEDAH UROLOGY B BATU SALURAN KEMIH Adinda Marita Pembimbing : Prof. Djoko Rahardjo FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BIDANG STUDI ILMU BEDAH PLASTIK JAKARTA Mei-Juni 2009

Upload: moonlightsoanta

Post on 13-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

batu

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

TUTORIAL BEDAH UROLOGY

B

BATU SALURAN KEMIH

Adinda Marita

Pembimbing :

Prof. Djoko Rahardjo

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BIDANG STUDI ILMU BEDAH PLASTIK

JAKARTA Mei-Juni 2009

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Pendahuluan

Penyakit Batu saluran kemih pada jaman yang modern ini menduduki peringkat ke-3 setelah

penyakit insfeksi saluran kemih dan prostat, sebenarnya penyakit ini sudah ditemukan sejak

jaman kala. Catatan tertua batu ginjal dan buli ditemukan pada makam mumi di zaman Mesir

Kuno (abad 4800 SM). Akibat westernisasi dan budaya global, yang tadinya batu terdapat di

saluran kemih bawah telah ditemukan pada saluran kemih bagian atas dan yang sebelumnya

hanya didapatkan pada pria kini mulai ada pada wanita. Namun tingkat prevalensi dan insidens

lama-lama terus meningkat. Prevalensi penyakit batu saluran kemih antara 1%-15% dengan

probabilitas berdasarkan usia, jenis kelamin, suku serta letak geografis. Di negara US, prevalensi

penyakit batu saluran kemih di perkirakan antara 10%-15%. Menurut pengamatan oleh

Stamatelou dkk,antara tahun 1988 sampai 1994 terdapat angka penyakit batu mencapai 5.2%,

sedangkan pada tahun 1976-1980 prevalensinya adalah 3.8%, terdapat kenaikan sebesar 37%.

Data dari dalam negeri yang pernah di publikasikan didapatkan peningkatan jumlah penderita

batu ginjal yang mendapat tindakan dari RSUPN Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun

mulai 182 pasien pada th 1997 menjadi 847 pasien pada th 2002. Data dikumpulkan dari status

khusus batu saluran kemih Departemen Urologi RSCM. Data yang dikumpulkan berupa usia,

jenis kelamin, letak batu dan komposisi batu. Didapatkan 1028 penderita yang memenuhi

kriteria. Penderita laki-laki sebanyak 694 ( 67,5 % ), perempuan 334 ( 32,5 % ). Usia penderita

berkisar antar 1-88 tahun dengan rerata 45,16 ± 14,2. Komposisi batu terbanyak kalsium oksalat

sebanyak 678 ( 66 % ), selanjutnya urat 164 ( 16 % ), kalsium fosfat ( 9,4 % ), struvit 84 ( 8,2 %,

sistin 5 ( 0,5 % ). Penderita laki-laki, komposisi batu yang terbanyak adalah kalsium oksalat 458 (

44,6 % ), begitu pula pada perempuan yang terbanyak adalah kalsium oksalat 220 ( 21,4 % ).

Profil analisa batu di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo yang terbanyak adalah kalsium oksalat,

selanjutnya urat, kalsium fosfat, struvit dan sistin.

Penemuan adanya peningkatan prevalensi batu saluran kemih telah diteliti beberapa peneliti

lainnya. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal

non-invasif yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan ESWL, PCNL dan operasi

terbuka).

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Aspek Epidemiologi

Faktor Intrinsik

Genetik

Kira-kira 25% pasien batu ginjal memiliki riwayat keluarga dengan batu saluran kemih . White

(1969) menyatakan bahwa ekskresi kalsium yang tinggi lebih sering ditemukan pada pasangan

pasien penderita batu saluran kemih dibandingkan dari kecenderungan familial. Ia menyimpulkan

bahwa hal ini berhubungan dengan pola diet. Curhan dkk (1997) menemukan bahwa batu saluran

kemih lebih sering pada pria dengan riwayat batu di keluarga dibandingkan dengan yang tidak

memiliki riwayat batu.

Sowers dkk (1998) menemukan bahwa pembentukan batu ginjal tidak berhubungan dengan

tempat tinggal, diet tinggi oksalat atau kalsium, ataupun diet berkalori banyak. Akibat kurangnya

korelasi lingkungan terhadap pembentukan batu sehingga diduga komponen genetik memainkan

peranan. Beberapa penyebab batu ginjal bersifat herediter, seperti Renal tubular asidosis (RTA)

familial, sistinuria, xantinuria dan dihidroksiadeninuria.

Jenis kelamin dan Usia

Penyakit batu lebih banyak terdapat pada laki-laki dewasa dari pada wanita. Menurut beberapa

indikator, yang antara lain didapat dari jumlah pasien yang dirawat, kunjungan poliklinik, serta ke

unit gawat darurat, jumlah pria yang terkena 2 sampai 3 kali lebih sering daripada wanita. Namun

sudah mulai ada data bahwa perbedaan insidens batu saluran kemih antara wanita dan pria

semakin menurun.

Penyakit ini sangat jarang timbul pada usia < 20 tahun, namun pada puncaknya insidens mulai

pada usia dekade 4 sampai 6. Dari penelitian dikatan bahwa peningkatan serum testosterone

meningkatkan produksi oksalat endogen oleh hati, hal ini dipostulasi oleh Ied Finlayson (1974)

bahwa rendahnya level serum testosterone pada wanita dan anak-anak menjadi factor

penghambat terbentuknya batu saluran kemih. Pada studi-studi yang lain mengatakan bahwa

androgen meningkatkan dan estrogen menurunkan, terhadap ekskresi oksalat, plasma oksalat dan

deposisi kristal kalsium oksalat ginjal (Fan 1999).

Faktor extrinsik

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Ras dan suku

Insidens antar suku bangsa telah diamati di negara US, bahwa prevalens batu saluran kemih dari

mulai urutan yang tertinggi terdapat pada orang-orang kulit putih, diikuti oleh Hispanics, Asia,

dan Afrika-Amerika dengan angka 70%, 63% dan 44% dari orang kulit putih.

Iklim

Variasi musim terhadap insidens batu saluran kemih diduga berkaitan dengan temperatur,

kehilangan cairan melalui penguapan, dan peningkatan kadar vitamin D yang diinduksi oleh sinar

matahari. Penguapan yang berlebihan menyebabkan urin menjadi lebih pekat sehingga pH urin

turun dan mencetuskan pembentukan batu sistin dan asam urat. Peningkatan kadar vitamin D

menyebabkan kondisi hiperkalsiuria. Faktor iklim dan lokasi georgrafis mempengaruhi

prevalensi batu saluran kemih secara tidak langsung, yaitu melalui efek temperatur dan sinar

matahari2,3.

Pekerjaan

Pekerjaan dimana banyak terdapat paparan terhadap panas dan dehidrasi meningkatkan risiko

batu saluran kemih. Paparan terhadap suhu yang tinggi menurunkan volume urin dan pH,

meningkatkan kadar asam urat dan berat jenis urin, sehingga meningkatkan saturasi asam urat di

urin. Pekerja yang kurang mobilisasi, seperti manajer atau pekerja profesional lainnya

mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita batu saluran kemih2,3.

Intake Air

Dengan meningkatkan intake cairan sehingga meningkatkan output urin dapat menurunkan

insiden batu saluran kemih karena terjadi force diuresis sehingga terjadi dilusi kristal dan

memperpendek waktu hinggap kristal disaluran kemih hal ini sudah banyak dibuktikan oleh para

peneliti.

Diet

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Diet mengandung purin, oksalat, kalsium, fosfat dan elemen lain akan meningkatkan ekskresinya

pada urin sehingga juga berpengaruh terhadap terbentuknya batu. Lonsdale (1968) menunjukkan

bahwa pasien-pasien batu saluran kemih mungkin memiliki pola makan tertentu. Misalnya

dengan pasien dengan intake sayuran yang mengandung banyak oksalat. Pada pasien dengan

banyak memakan atau meminum produk dari susu mungkin mempunyai riwayat urolitiasis

dimasa anak-anak. Curhan dkk(1993) menemukan bahwa prevalensi dari batu saluran kemih

terendah pada pasien dengan diet kalsium tinggi.

Tidak hanya diet tetapi juga sumbernya mungkin penting. Sayuran yang identik yang ditanam

diberbagai tempat di Thailand mengandung kadar oksalat yang berbeda sampai 50%

(Suvachittanont et al, 1973). Riwayat diet yang diperiksa secara hati-hati adalah hal yang penting

untuk evaluasi pada pasien-pasien yang membentuk batu.

Obesitas dan peningkatan berat badan.

Prevalensi dan insidens batu saluran kemih berbanding lurus dengan berat badan dan indeks

massa tubuh, walaupun hal ini lebih jelas terlihat pada wanita daripada pria.

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Pembentukan batu

Fenomena pembentukan batu dari segi fisika kimia dibagi menjadi tiga tahapan sesuai pada

gambar dibawah ini:

1. Produk solubilitas, termodinamik, saturasi dan supersaturasi

Supersaturasi adalah proses terpenting dalam pembentukan batu. Bila sebuah gelas berisi garam

dalam jumlah sedikit maka garam akan larut. Hal ini terjadi sampai batas tertentu di mana

konsentrasi garam dalam air masih dapat dilarutkan. Batas konsentrasi ini dikatakan garam

tersaturasi.

Bila kristal garam ditambahkan maka kelebihan garam mulai mengendap, kecuali bila terjadi

perubahan pH/suhu atau ditambahkan zat tertentu maka titik saturasi berubah. Titik terjadinya

pengendapan & kristalisasi disebut sebagai produk solubilitas termodinamik (Ksp). Nilai titik

konstan pada pH dan suhu tertentu.

Bila kalsium dan oksalat urin mempunyai konsentrasi melebihi Ksp maka terjadi presipitasi. Di

urin terdapat zat-zat inhibitor dan molekul lain yang memungkinkan kalsium oksalat tetap terlarut

meski konsentrasinya lebih tinggi dari nilai Ksp-nya. Keadaan ini dikatakan urin dalam keadaan

metastabil terhadap kalsium oksalat. Bila konsentrasi ditingkatkan lagi maka pada konsentrasi

tertentu kalsium oksalat tidak dapat lagi dipertahankan dalam keadaan terlarut dan mulai

mengkristal. Titik ini disebut titik formasi (Kf).

Sebagian besar komponen pembentuk batu di urin berada pada konsentrasi metastabil antara Kp

dan Kf. Setiap senyawa mempunyai nilai Kf tertentu untuk suhu dan pH tertentu. Karena suhu

tubuh relatif konstan, yang lebih banyak berpengaruh adalah pH urin. Di urin terdapat molekul

lain yang berinteraksi sehingga mengubah kelarutan molekul lain misalnya urea, asam urat, sitrat

dan kompleks mukoprotein.

2. Nukleasi, pertumbuhan kristal dan agregasi

Konsentrasi kalsium oksalat dalam urin normal adalah 4 kali kelarutannya. Volume urin rendah,

meningkatnya ekskresi kalsium, fosfat atau urat, dan rendahnya kadar sitrat dan Mg

meningkatkan supersaturasi kalsium oksalat. Karena terdapat inhibitor dan molekul lainnya,

presipitasi dan pembentukan nukleus mulai terjadi bila konsentrasi mencapai 7-11 kali

kelarutannya. Proses pembentukan inti yang terdiri dari larutan murni disebut nukleasi homogen.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Molekul yang mempengaruhi pembentukan batu dibagi menjadi tiga macam yaitu inhibitor,

kompleksor dan promotor. Inhibitor melekat pada kristal sehingga mencegah pertumbuhan dan

memperlambat agregasi. Inhibitor untuk kalsium fosfat dan kalsium oksalat antara lain Mg, sitrat,

pirofosfat dan nefrokalsin. Nefrokalsin dan protein Tamm-Horsfall menghambat agregasi sedang

uropontin menghambat pertumbuhan kristal. Kompleksor penting untuk kalsium oksalat adalah

sitrat (efek maksimal pH urin 6,5). Mg bersenyawa dengan oksalat membentuk senyawa yang

larut dalam urin. Mg dan sitrat bertindak sebagai inhibitor dan kompleksor. Zat promotor dapat

menunjang satu fase pembentukan kristal tapi menghambat fase yang lain, misalnya

glikosaminoglikan menunjang proses nukleasi tetapi menghambat proses pertumbuhan dan

agregasi.

3. Nukleasi partikel bebas dan retensi kristal

Urin selama mengalir di dalam tubuh bukan cairan yang statis. Urin selalu mengalir dan pelarut

baru ditambahkan dan dikeluarkan dari cairan tersebut. Urin bergerak dari glomerulus melalui

nefron ke dalam sistem pengumpul dalam 2-5 menit. Supersaturasi tertinggi di papilla renalis.

Lumen nefron pada level collecting duct 50- 200 μm. Kristal yang baru terbentuk di dalam nefron

membutuhkan 90–1500 menit untuk tumbuh mencapai diameter 200 μm pada level konvesional

supersaturasi urin.

Jika kristal tersangkut di papila renalis atau tubulus, dia tidak bisa lagi bergerak melalui sistem.

Jika kristal tertahan di ginjal, pertumbuhan dapat terjadi untuk waktu yang lama apabila terjadi

supersaturasi atau agregasi kristal baru. Batu ginjal kadang memiliki struktur berlapis-lapis. Hal

ini menunjukkan proses pertumbuhan intermiten selama beberapa periode supersaturasi.

Kelainan anatomis seperti medullary sponge kidney atau ureteropelvic junction obstruction dapat

menjadi predisposisi peningkatan retensi kristal. Peningkatan kelengketan epitel tubulus

menyebabkan retensi kristal. Akhirnya abnormalitas transpor kalsium selular ginjal atau oksalat

mungkin menghasilkan deposisi kristal intrasel atau interstisial. Low dan Stoller menemukan

bahwa penderita batu memiliki plak pada papilla renalis 2 kali lebih banyak daripada kelompok

yang bukan penderita batu saluran kemih.

4. Zat-zat yang mempengaruhi pembentukan kristal : inhibitor, kompleksor dan

promotor

Urin mengandung substansi yang mempengaruhi pembentukan kristal,yaitu inhibitor,

kompleksor,dan promotor. Robertson dan Peacock (1972) memperlihatkan bahwa pasien batu

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

kalsium mengekskresi lebih banyak oksalat dan kalsium dibandingkan orang normal. Pada salah

satu studi pada grup pasien dengan batu kalsium monohidrat memiliki urin yang lebih rendah

supersaturasinya dibanding kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selalu pasien dengan

supersaturasi tinggi membentuk batu.

Inhibitor urin melekat pada sisi pertumbuhan kristal, memperlambat pertumbuhan dan agregasi

batu. Inhibitor urin bisa organik/anorganik. Howard (1967) memperlihatkan bahwa urin normal

memperlambat pengerasan semen sedangkan urin pasien pembentuk batu tidak. Jadi ada bahan

kimia di urin normal yang menghambat pembentukan batu yang ternyata adalah fosfositrat.

Mg, sitrat, pirofosfat, dan nefrokalsin merupakan inhibitor kristal kalsium fosfat. Inhibitor

kalsium oksalat adalah sitrat, pirofosfat, glikosaminoglikan, dan fragment RNA dan nefrokalsin.

Inhibitor batu asam urat belum teridentifikasi.

Inhibitor poten untuk kalsium oksalat monohidrat yaitu nefrokalsin dan glikoprotein Tamm-

Horsfall. Nefrokalsin dibentuk di tubulus proksimal dan bagian tebal dari tubulus asendens.

Nefrokalsin pada urin pasien batu kalsium oksalat menghambat agregasi kristal kalsium oksalat

monohidrat 10 x lebih rendah dibanding urin orang normal yang disebabkan kekurangan gugus δ-

carboxiglutamic acid.

Protein Tamm-Horsfall disintesis di tubulus distal dan lengan asendens dan merupakan inhibitor

agregasi paling poten, pada kondisi fisiologis sama potennya dengan nefrokalsin sebagai inhibitor

agregasi. Nefrokalsin dan protein Tamm-Horsfall kerjanya poten di larutan sederhana tapi tidak

di urin.

Inhibitor kristalisasi yang poten di urin dalam mencegah pertumbuhan batu kalsium oksalat

adalah uropontin, yang juga merupakan inhibitor agregasi dan nukleasi.

Protein lain yang ditemukan pada batu ginjal adalah α1-anti tripsin. Protein ini tidak melekat

dengan kalsium tapi memiliki peran dalam proses inflamasi di mana kristal dapat saja melekat

dengan sel darah. Morengo dkk menyatakan perbedaan dalam ekskresi inhibitor ini pula yang

menyebabkan perbedaan antara kedua jenis kelamin dalam pembentukan batu kalsium oksalat.

Sitrat dengan fosfat membentuk kompleksor poten. Mg dapat berikatan dengan oksalat menjadi

kompleks yang larut. Sitrat dan Mg tidak hanya bekerja sebagai inhibitor tapi juga sebagai

kompleksor.

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Glikosaminoglikan bekerja sebagai promotor nukleasi kristal dan inhibitor agregasi dan

pertumbuhan batu.

5. Peranan matriks

Batu ginjal bukanlah massa kristal sederhana namun mengandung 10-65% matriks. Kandungan

matriks berbeda dari satu batu ke batu yang lainnya. Batu ter- padat mengandung 3% matriks;

pada batu infeksi matriks mencapai 65%. Matriks batu terdiri dari 65% heksosamin dan 10% air.

Uromukoid, suatu komponen mayor urin, serupa dengan kandungan matriks namun bedanya

terdapat kandungan asam sialat pada uromukoid. Maka dari itu diduga kurangnya asam sialat

pada matriks batu disebabkan pembelahan molekul uromukoid oleh enzim sialidase di ginjal.

Dutoit dkk (1992) menemukan pada pasien batu terjadi penurunan aktifitas urokinase dan

peningkatan aktifitas sialidase di urin yang menyebabkan pembentukan matriks mineral batu.

Proteus mirabilis dan Eschericia coli menurunkan urokinase dan meningkatkan aktifitas sialidase.

METABOLISME MINERAL

Kalsium

Kalsium adalah komponen yang paling banyak terdapat pada batu saluran kemih. 95% kalsium

yang difiltrasi di glomerulus akan direabsorbsi di tubulus proksimal dan distal, hanya 2% yang

akan diekskresikan melalui urin. Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah kalsium dalam urin,

antara lain pembentukan kompleks dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan kadar

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

monosodium urat dan penurunan pH urin ikut mempengaruhi proses pembentukan kompleks dan

mempromosikan proses agregasi kristal1. 30-40% asupan kalsium akan diserap di usus halus dan

hanya 10% yang diabsorbsi di kolon. Adanya proses adaptasi usus halus menyebabkan absorbsi

kalsium berubah-ubah sesuai dengan asupan kalsium. Peningkatan absorbsi kalsium terjadi

apabila asupan kalsium rendah dan penurunan absorbsi kalsium terjadi bila asupan kalsium

meningkat2.

Bentuk aktif vitamin D, 1,25(OH)2D3, adalah stimulator paling poten untuk absorbsi kalsium di

usus. Konversi 1,25(OH)2D3 distimulasi oleh hormon paratiroid (PTH) dan pada keadaan

hipofosfatemia. Penurunan kalsium serum akan meningkatkan sekresi PTH. Pada ginjal, PTH

meningkatkan reabsorbsi kalsium dan menurunkan reabsorbsi fosfat. PTH tidak mempunyai efek

langsung pada absorbsi kalsium di usus2.

Fosfat

Fosfat adalah komponen buffer yang penting dan membentuk kompleks dengan kalsium di urin.

Fosfat berperan penting dalam pembentukan batu kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat.

Ekskresi fosfat di urin berhubungan dengan jumlah asupan fosfat1. Sekitar 60% asupan fosfat

diabsorbsi di usus halus. Absorbsi fosfat melibatkan kalsitriol dan proses transport yang

tergantung ion natrium. Absorbsi fosfat juga sangat tergantung pada pH, pH yang rendah

mengurangi absorbsi fosfat, sementara pH yang tinggi meningkatkan absorbsi fosfat2.

Sekitar 65% fosfat akan diekskresi di ginjal dan sisanya oleh usus halus.80-90% fosfat yang

difiltrasi di glomerulus akan direabsorbsi di tubulus ginjal dan 10-20% dieksresi melalui urin.

Regulasi fosfat di ginjal terutama diatur oleh hormon paratiroid yang akan meningkatkan

reabsorbsi kalsium dan menurunkan reabsorbsi fosfat di tubulus1,2.

Asam Urat

Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin. pKa asam urat adalah 5,75. Di bawah

pKa ini, asam urat menjadi tidak larut. pH yang basa akan meningkatkan urat yang mudah larut1.

Magnesium

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Magnesium diabsorbsi di usus secara difusi pasif atau transport aktif. Magnesium terutaman

diabsorbsi di usus halus bagian distal. Regulasi magnesium terutama diperankan oleh vitamin D.

Defisiensi magnesium berhubungan dengan peningkatan insidens batu kalsium oksalat1,2.

Sulfat

Sulfat pada urin dapat menghambat pembentukan batu saluran kemih. Sulfat dapat membentuk

kompleks dengan kalsium1.

Oksalat

Metabolisme oksalat berbeda dengan kalsium. Hanya 6-14% asupan okasalat yang diabsorbsi di

usus halus dan usus besar. Pada pasien dengan kelainan usus halus atau pasca reseksi usus halus,

absorbsi oksalat akan meningkat. Adanya zat – zat yang dapat membentuk kompleks dengan

oksalat, seperti kalsium dan magnesium menyebabkan berkurangnya jumlah ion oksalat yang

dapat diabsorbsi. Bakteri Oxalobacter formigenes menggunakan oksalat sebagai sumbr energi

sehingga mengurangi jumlah ion oksalat yang diabsorbsi. Hampir semua oksalat yang diabsorbsi

akan diekskresikan melalui urin. Namun, sekitar 80% dari oksalat yang dieksresikan melalui urin

berasal dari proses metabolisme di hati, dan hanya 20% yang berasal dari diet1,2.

Sitrat

Sitrat adalah komponen penting dalam proses pembentukan batu saluran kemih. Diare kronik,

Renal Tubular Acidosis(RTA) tipe 1, dan pasien dengan terapi tiazid kronik umumnya

mengalami defisiensi sitrat. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan mungkin merupakan

faktor yang menurunkan insidens batu pada wanita, terutama saat hamil. Alkalosis juga

meningkatkan ekskresi sitrat1.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

PEMBENTUKAN BATU

BATU KALSIUM

Batu kalsium umumnya terjadi akibat peningkatan kalsium urin, peningkatan asam urat urin,

peningkatan oksalat urin, atau penurunan kadar sitrat urin. Gejala umumnya timbul akibat

obstruksi. Kalsifikasi di dalam parenkim ginjal disebut nefrokalsinosis, kondisi ini jatang

menimbulkan gejala. Nefrokalsinosis dapat ditemui pada Renal Tubular Acidosis dan

hiperparatiroid2,3.

Berbagai kondisi yang berhubungan dengan pembentukan batu kalsium adalah hiperkalsiuria,

hipositraturia, hiperurikosuria, hipomagnesuria dan hiperoksaluria

Hiperkalsiuria

Konsentrasi kalsium urin yang tinggi menyebabkan peningkatan saturasi garam kalsium urin dan

penurunan aktivitas inhibisi urin dengan cara pembentukan kompleks dengan inhibitor bermuatan

negatif seperti sitrat dan kondroitin sulfat2.

Terdapat 3 klasifikasi hiperkalsiuria :

1. Hiperkalsiuria absorbtif

Dasar patofisiologi pada kelainan ini adalah peningkatan absorbsi kalsium di usus, yaitu

apabila terjadi peningkatan ekskresi kalsium urin (>0,2mg/mg kreatinin) setelah asupan oral

kalsium. Hiperkalsiuria absorbtif dibagi menjadi 3 subtipe :

a. Tipe I, dimana kadar kalsium urin tetap tinggi walaupun asupan kalsium rendah

(<400mg/hari).

b. Tipe II, tipe ini tergantung pada asupan kalsium, dimana kadar kalsium urin akan

kembali normal jika asupan kalsium dikurangi. Merupakan penyebab tersering batu

saluran kemih.

c. Tipe III, terjadi akibat kebocoran fosfat di ginjal sehingga terjadi peningkatan vitamin D

yang akan meningkatkan absorbsi kalsium di usus halus1,2.

2. Hiperkalsiuria renal

Pada kondisi ini terdapat kebocoran karena kelainan ginjal primer. Kelainan reabsorbsi

tubular ginjal menyebabkan peningkatan kadar kalsium urin dan hiperparatiroid sekunder.

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Ciri khas kondisi ini adalah kadar kalsium urin puasa yang tinggi namun kalsium serum tetap

normal1,2.

3. Hiperkalsiuria resorptif

Kondisi ini berhubungan dengan hiperparatiroidisme primer. Sekresi PTH yang

berlebihan menyebabkan resorpsi tulang yang berlebihan dan peningkatan sintesis

1,25(OH)2D3 di ginjal yang menyebabkan peningkatan absorbsi kalsium di usus. Hasilnya

adalah peningkatan kalsium urin dan serum, disertai penurunan fosfat serum. Kondisi ini

dapat juga diakibatkan oleh keganasan, sarkoidosis, tirotoksikosis, dan toksisitas vitamin

D1,2.

Hiperoksaluria

Hiperoksaluria adalah kondisi dimana kadar oksalat urin >40mg/hari, sehingga akan

meningkatkan saturasi kalsium oksalat urin dan mempermudah pembentukan batu kalsium

oksalat. Kelainan yang mendasari terjadinya hiperoksaluria adalah :

1. Hiperoksaluria primer

Adalah kelainan autosomal resesif dimana terjadi gangguan metabolisme glioksilat. Pada

kondisi ini konversi glioksilat menjadi glisin dicegah karena enzim alanin glioksilat

aminotransferase yang harusnya disintesis di hati tidak terbentuk karena proses mutasi gen,

sehingga glioksilat dirubah menjadi oksalat melalui metabolisme oksidatif. Akibatnya terjadi

peningkatan oksalat urin (>100mg/hari) yang menyebabkan proses saturasi kalsium oksalat,

pembentukan batu, dan nefrokalsinosis1,2.

2. Hiperoksaluria enterik

Kondisi ini berhubungan dengan diare kronik, dimana malabsorbsi lemak menyebabkan

saponifikasi asam lemak dengan kation divalen seperti kalsium dan magnesium. Hal ini

menyebabkan penurunan pembentukan kompleks kalsium oksalat sehingga lebih banyak

oksalat yang tersedia untuk direabsorbsi. Keadaan dehidrasi, hipokalemia, hipomagnesuria,

hipositraturia, dan pH urin asam yang terjadi pada sindrom diare kronik akan meningkatkan

risiko pembentukan batu kalsium oksalat1,2.

3. Hiperoksaluria diet

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Diet berlebihan makanan kaya oksalat seperti kacang, coklat, teh, bayam, brokoli, dan

strawberry menyebabkan hiperoksaluria pada orang normal. Peningkatan protein hewani juga

meningkatan kadar kalsium dan oksalat urin2.

4. Hiperoksaluria idiopatik

Terjadinya gangguan metabolisme dan transport membran oksalat yang menyebabkan

peningkatan kebocoran oksalat di ginjal1,2.

Hiperurikosuria

Hiperurikosuria adalah kondisi dimana kadar asam urat urin >600mg/hari. Dapat terjadi akibat

asupan pruin yang berlebihan atau akibat produksi asam urat endogen yang meningkat.

Peningkatan konsentrasi asam urat urin akan mencetuskan pembentukan kristal asam urat pada

permukaan kristal kasium oksalat yang telah terbentuk sebelumnya1,2,3.

Hipositraturia

Hipositraturia terjadi apabila kadar sitrat urin <320mg/hari, biasanya diakibatkan berbagai

kondisi patologis yang menyebabkan keadaan asidosis seperti Renal Tubular Acidosis tipe I,

terapi tiazid, olahraga yang berlebihan dan diare kronik. Sitrat merupakan inhibitor yang penting

pada pembentukan batu saluran kemih. Sitrat akan membentuk kompleks dengan kalsium yang

bersifat larut air, sehingga mencegah proses pembentukan kompleks kalsium oksalat. Sitrat juga

dapat secara langsung mencegah proses nukleasi kalsium oksalat. Sitrat dapat meningkatkan efek

inhibitor glikoprotein Tamm-Horsfall, menghambat proses penggumpalan dan sedimentasi kristal

kalsium oksalat dan pertumbuhan kriatal kalsium oksalat dan kalsium fosfat1,2.

Hipomagnesuria

Magnesium dapat membentuk kompleks dengan garam oksalat dan garam kalsium, sehingga

kadar magnesium yang rendah menyebabkan berkurangnya aktivitas inhibitor. Kadar magnesium

urin yang rendah juga berkaitan dengan berkurangnya kadar sitrat urin, yang semakin memicu

pembentukan batu saluran kemih2,3.

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

BATU ASAM URAT

Di Indonesia batu asam urat menduduki peringkat kedua pada penyakit batu saluran kemih,

karena kebiasaan diet (makan jeroan), sedangkan pada negara barat tidak biasa mengkonsumsi.

Penyebab utama terjadinya kristalisasi asam urat adalah supersaturasi dari urin sehingga asam

urat tidak terdisosiasi. Tidak diketahui zat apa yang bersifat sebagai inhibitor sebagai

pembentukan batu asam urat. Pasien dengan batu asam urat sering mengandung urin dengan

keasaman dalam jangka waktu yang panjang. Kelainan yang didapat pada pasien gout antara lain

sekresi ammonium yang lebih sedikit disbanding orang normal sehingga banyak sisa ion H yang

bebas, produksi asam urat yang meningkat disertai menurunnya kemampuan ekskresi oleh ginjal,

dan akhirnya berkurangnya produksi urin. Ada tiga factor yang terlibat dalam pembentukan asam

urat, yaitu :

1. Ekskresi urat yang berlebihan pada pH yang relative rendah

2. absorbsi, produksi dan ekskresi urat yang lebih dari normal

3. jumlah urin yang menurun

BATU STRUVIT (BATU INFEKSI)

Batu struvit merupakan 2 – 20% dari insiden batu saluran kemih, batu ini terdiri dari magnesium,

ammonium dan fosfat yang bercampur dengan karbonat.

Penyebab terjadinya kristalisasi pada batu struvit yaitu pH urin di atas 7,2 dan adanya ammonia

dalam urin. Pembentukan batu struvit didukung oleh adanya infeksi dalam urin oleh bakteri yang

memproduksi urease. Kuman tersering adalah Proteus mirabilis, termasuk juga Pseudomonas,

Providencia, Klebsiella, Staphylococci dan Mycoplasma.

Brown pada tahun 1901 mengemukakan bahwa pemecahan urea oleh bakteri mengakibatkan

adanya ammonia dalam urin, alkalinisasi dan pembentukan batu. Urease pada bakteri

mengakibatkan hidrolisis urea, menghasilkan karbon dioksida dan ammonium, sehingga

meningkatkan pH urin. Mekanisme lain bakteri untuk pembentukan batu adalah dengan

meningkatkan daya lekat kristal.

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

BATU SISTIN

Batu sistin ini hanya 1 % dari semua batu saluran kemih dna terjadi pada pasien sistinuria.

Sistinuria adalah penyakit yang diturunkan secara resesif autosomal. Pada penyakit ini terjadi

defek transport transepitelial yang menyebabkan gangguan absorbsi sistin di usus dan tubulus

proksimal. Batu sistin terbentuk karena sistin sukar larut dalam keadaan pH urin yang normal.

BATU XANTIN

Xantinuria yang diturunkan menyebabkan pembentukan batu xantin, yang radiolusen dan kadang

menyerupai batu asam urat. Xantinuria adalah kelainan metabolisme yang diturunkan secara

resesif autonom dengan ciri defisiensi enzim xantin oksidase. Oksidasi hipoxantin menjadi xantin

kemudian terhenti. Kadar urat rendah < 1,5mg/dl , sedangkan kadar xantin dan hipoxantin pada

serum dan urin meningkat. Karena xantin lebih sulit larut, maka batu xantin terbentuk.

PENCEGAHAN

Pendidikan pencegahan sangat baik diberikan pada pasien setelah suatu pembedahan untuk

mengatasi rekurensi. Dengan menghindari factor – factor yang dapat mencetuskan pembentukan

batu dan mengikuti hal yang dapat mencegah pembentukan batu.

CAIRAN

Data menunjukkan bahwa hidrasi yang kuat cukup efektif dalam mencegah terjadinya batu.

Blackock 1969 menunjukkan bahwa pembentukan batu menurun 86% di inggris bila urin

meningkkat dari 800 menjadi 1200cc/hari. Hasil percobaan oleh Pak dkk, 1980 menunjukkan

intake cairan yang tinggi akan menurunkan saturasi kalsium fosfat, kalsium oksalat dan urat

monosodium dan meningkatkan ambang kristalisasi kalsium oksalat. Batu mungkini tumbuh

terutama saat supersaturasi misalnya beberapa jam setelah makan, tengah malam dan kehilangan

cairan ekstrarenal. Pasien diharapkan menyesuaikan intake cairan sehingga didapatkan output

3L/24jam atau lebih.

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

DIET

Dalam beberapa kepustakaan disebutkan adanya hubungan antara diet dengan rekurensi batu.

Untuk membuktikan ini harus didapatkan tiga hal berikut, yaitu :

1. Intake diet tertentu yang meningkat, menyebabkan meningkatnya insiden batu

dibandingkan control

2. restriksi factor tertentu menurunkan insiden batu

3. harus ada alasan mengapa factor dietetic tersebut menyebabkan timbulnya batu

Meskipun belum ada ketiga kriteria tersebut belum terpenuhi secara sempurna, namun terdapat

bukti secara tidak langsung menunjukkan hubungan yang bermakna antara diet dengan rekurensi

batu.

1. Diet Protein

Protein meningkatkan ekskresi kalsium, oksalat, asam urat di urin dan hal ini akan meningkatkan

kemungkinan terbentuknya batu meskipun pada pasien yang normal. Burn dkk mengemukakan

peningkatan absorbsi kalsium di usus setelah intake protein. Intake protein juga menyebabkan

peningkatan produksi dan sekresi asam endogen. Asidosis menyebabkan gangguan absorbsi

kalsium pada tubulus, sehingga ekskresi meningkat. Asidosis juga menyebabkan menurunnya

ekskresi sitrat dengan konsekuensi kristalisasi kalsium oksalat. Metabolisme protein

menghasilkan purin dengan hasil akhir asam urat yang meningkatkan dalam urin

2. Diet kalsium

Pengaruh intake kalsium terhadap pembentukan batu masih controversial. Meningkatnya

absorbsi kalsium di usus sering terjadi pada pasien dengan batu ginjal, meskipun hanya 10%

kalsium diekskresi lewat urin. Curhan melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa intake

kalsium yang tinggi menurunkan resiko terjadinya batu ginjal. Hasil studi menunjukkan bahwa

diet restriksi kalsium tidak tepat untuk pasien dengan batu rekuren. Bahkan dapat berbahaya,

karena dapat menyebabkan osteoporosis akibat bahan kalsium yang kurang dan mobilisasi

kalsium dari tulang.

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

3. Diet Natrium

Intake natrium yang tinggi mengakibatkan natriuresis yang menyebabkan hiperkalsiuri. Pasien

dengan batu rekuren tidak selalu mengkonsumsi natrium lebih banyak dari orang normal, tetapi

mereka lebih sensitive terhadap natrium daripada orang normal. Sehingga menghindari intake

natrium yang berlebihan adalah rasional untuk mencegah rekurensi batu. Dalam satu studi pasien

normal dengan intake natrium klorida 250mmol perhari akan meningkatkan pH dan menurunkan

sekresi sitrat. Saturasi kalsium fosfat akan meningkat, natrium urat meningkat dan aktivitas

inhibitor terhadap kalsium menurun sehingga mudah terjadi kristalisasi kalsium oksalat.

4. Diet Oksalat

Sekitar 40% oksalat diproduksi oleh hati, 40% dari konversi askorbat dan 10% dari diet oral.

Pada keadaan normal intake yang tinggi askorbat tidak meningkatkan ekskresi oksalat, namun

pada beberapa individu menunjukkan peningkatan konversi askorbat menjadi oksalat. Sehingga

nampaknya penting untuk menghindari kelebihan vitamin C pada pasien dengan batu oksalat

rekuren, khususnya bila kadar oksalat darah meningkat

5. Diet Fosfat

Diet rendah fosfat sering digunakan untuk pencegahan batu struvit berdasarkan teori penurunan

supersaturasi magnesium, ammonium dan fosfat, tetapi tidak sesuai dengan teori urease oleh

bakteri penyebab infeksi. Diet rendah fosfat sendiri meningkatkan produksi vitamin D3 sehingga

meningkatkan absorbsi kalsium dan hiperkalsiuria.

6. Diet Serat

Pasien dengan batu kalsium oksalat mengkonsumsi sedikit serat dibandingkan dengan orang

sehat. Serat atau asam fitik mengikat kalsium dalam usus sehingga absorbsi kalsium berkurang.

Serat juga mempersingkat masa transit makanan dalam usus. Menurunnya absorbsi kalsium

diharapkan dapat meningkatkan absorbsi oksalat dan ekskresi oksalat dalam urin

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

Kesimpulan

Disarankan pasien untuk minum cukup air untuk menghasilkan produksi urin diatas 3 L/hari,

dimana diharapkan mereka akan menghabiskan minimal 2 L/hari, pasien diminta untuk

mengurangi intake daging sampai 8 ons atau kurang dan sebagai gantinya memakan roti gandum

dan juga memakan serat alami sereals, dan pasien juga dianjurkan mengurangi makanan dengan

kandungan oksalat tinggi dan tidak menambahkan garam pada masakan, dan pasien disarankan

untuk tidak membatasi produk harian tetapi tidak lebih dari 3 gelas susu dalam sehari, dan

keluarga pasien juga disarankan untuk mengikuti pola yang sama.

Obat-obatan

1. Diuretik

Diuretik jenis Thiazide secara langsung merangsang resorpsi kalsium pada distal nefron, dan

meningkatkan sekresi natrium. Pada dosis 50mg perhari, HCT dapat menurunkan ekskresi

kalsium urin sampai 150mg/hari pada pasien normokalsiuri dan 400mg/hari pada pasien dengan

hiperkalsiuri. HCT diindikasikan terutama untuk pasien dengan hiperkalsiuria renal. Bila

diberikan pada keadan ini akan menurunkan angka pembentukan batu sampai 90% dibandingkan

dengan sebelum diberikan terapi. Terapi dengan Thiazide baru bermakna bila diberikan dalam

jangka panjang (>2tahun)1,2.

2. Ortofosfat

Secara klinis fosfat menyebabkan penurunan ekskresi kalsium sebesar 50% pada pasien dengan

hiperkalsiuria, dan 25% pada pasien normal. Ortofosofat mungkin meningkatkan resorpsi

kalsium di tubulus ginjal. Ekskresi fosfat di urin meningkat jelas selama terapi dengan fosfat basa

atau netral, sehingga terjadi peningkatan aktivitas zat-zat inhibitor urin, yang mungkin terjadi

karena peningkatan ekskresi pirofosfat dan sitrat. Ortofosfat dikontraindikasikan pada pasien batu

saluran kemih dengan ISK karena akan meningkatkan kadar fosfat1,2.

3. Selulosa fosfat

Selulosa fosfat dapat mengikat kalsium sehingga menghambat absorbsi dan eksresinya di urin.

Selulosa fosfat juga mengikat magnesium sehingga menyebabkan hipomagnesuria, akibatnya

banyak oksalat bebas yang diabsorbsi sehingga ekskresi oksalat urin meningkat. Selulosa fosfat

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih

digunakan untuk terapi hiperkalsiuria absorbtif tipe I dengan kalsium nefrolitiasis yang berulang.

Pemberian suplemen magnesium dan restriksi oksalat dianjurkan1,2.

4. Allopurinol

Allopurinol digunakan untuk hiperurikosuria kalsium nefrolitiasis dengan atau tanpa

hiperurisemia. Allopurinol menurunkan asam urat di serum dan urin karena bekerja sebagai

xantin-oksidase inhibitor. Dosis diberikan 100mg tiga kali sehari untuk batu asam urat dan

kalsium oksalat hiperurikosurik1,2.

5. Sitrat

Terdapat dua obat yang biasa diberikan pada kasus hipositraturia, yaitu natrium sitrat dan kalium

sitrat. Pemberian sitrat akan meningkatkan kadar sitrat dalam urin dan meningkatkan pH1,2.

6. Magnesium

Beberapa garam magnesium dapat meningkatkan kadar magnesium urin dan dapat mencegah

terbentuknya batu. Magnesium menekan resorpsi sitrat pada tubulus ginjal sehingga ekskresi

sitrat dalam urin meningkat1,2.

7. Urease inhibitor

Asam asetohidroksamic (AHA) adalah terapi tambahan yang efektif untuk ISK yang

berhubungan dengan organisme pemecah urea pembentuk batu struvit. AHA menghambat urease

bakteri, menurunkan amonia dan mengasamkan urin. Obat ini adalah terapi profilaksis terbaik

setelah pengangkatan batu struvit1,2.

Daftar Pustaka

1. Stoller ML. Urinary Stone Disease. In: Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smith’s

General Urology. 16th ed. Singapore: Mc Graw Hill;2004. p.256-64.

2. Pearle MS, Lotan Y. Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology, and Pathogenesis. In:

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 9th

ed. Philadelphia: Saunders Elsvier;2007. p.1363-92.

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA Batu Saluran Kemih