tinjauan pustaka app

Upload: adhitya-pratama-sutisna

Post on 07-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

apednsitis

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu (apendiks). Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting.ANATOMI

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira - kira 10 cm (kisaran 3 - 15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit pada ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.FISIOLOGIApendiks menghasilkan lendir 1 - 2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak memengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

EPIDEMIOLOGIInsidens appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun, dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari - hari.

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20 - 30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20 - 30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi.ETIOLOGI

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.PATOFISIOLOGI

Patofisiologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24 - 48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.

GAMBARAN KLINISApendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritonium lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bla berjalan atau batuk.Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri tibul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas adi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar seja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdororng ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

Pemeriksaan

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5 C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilardan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.

Pada palpasi di dapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.

Karena pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang yang tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari apendiks.

Peristaltik usus sering normal ; peristaltis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.

Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau flexi aktif sendi panggul kanan, kemdian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoa mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan flexi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.DIAGNOSIS

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20 % kasus. Kesalahan diagnosis leebih sering pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologi lain.

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.

Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi bisa meningktakan akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan.

Laboratorium

Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus tedapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.

Diagnosis Banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.

Gastroenteritis.Pada gastroenteritis, mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak erbatas teas. Hiperperistalsis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. Demam Dengue.Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirirp peritonitis. Disini didapatkan hasil tes positif untuk Rupel Leede, trombositopenia dan hematokrit yang meningkat. Limfadenitis Mesenterika.Limfadenitis mesenterika yang biasa di dahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan. Kelainan Ovulasi.Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.

Infeksi Panggul.Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding. Kehamilan di Luar Kandungan.Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis daidapatkan darah. Kista Ovarium Terpuntir.Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis. Endometriosis Eksterna.Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul ditempat itu karena tidak ada jalan keluar. Urolitiasis Pielum / Ureter Kanan.Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggiggil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria. Penyakit Saluran Cerna Lainnya.Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tuka duodeum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertiulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.Tatalaksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali ada apendisitis ganggrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindak bedah sambul memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop,tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.

Komplikasi

komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingannya sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum dan lekuk usus halus. Massa PeriapendikulerMassa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan / atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuler yang perdindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pusa ke seluruh rongga peritoneum jika diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas disarankan segera doperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi masih mudah. Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi efektf dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengkean dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendik. Hal ini ditanda dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.

Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di regio iliaka kanan adan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit Crohn, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinana antimikosis intestinal, enteritis tuberkulosa dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa appendiks. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.Tatalaksana

Apendektomi direncanakan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservstif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.

Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.

Apendisitis PerforataAdanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang memengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.Diagnosis

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan; peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik. Abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan membantu membedakannya.Tata Laksana

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan

Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah. Akhir - akhir ini mulai banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi apendektomi. Rongga abdomen bisa dibilas dengan mudah.Dilaporkan hasilnya tidak berbeda dibanding dengan laparotomi terbuka, tetapi keuntungannya lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik.

Karena kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang penyalir intraperitoneal karena justru menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering.

Appendisitis RekurensDiagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apndiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insidens apendisitis rekurens adalah 10% dari spesimen apendektomi yang diperiksa secara patologik.

Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.

Apendisitis KronikDiagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkkan jika dipenuhi semua syarat; riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang secara apendektomi.

Kriteria makroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1 - 5%.