tinjauan pustaka

21
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interrorgans tanpa memadang bentuk spesifik serotypenya. Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh weil pada tahun1886 yang membedakan yang penyakit yang disertai dengan ikterus ini dengan penyakit lainnya yang juga menyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai weil’s disease. Gejala leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, deman berdarah dengue dan demam virus lainnya. Leptospirosis sering kali tidak terdiagnosis karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk the emerging infectious diseases Penyakit ini dikenal dengam berbagai nama seperti : Autumnal fever, Conical fever, Canine typhus, Cane cutter’s fever, Flood fever, haemorrhagic jaundice, Icteric leptospirosis, Mud fever, Redwater of calves, Rice field fever, Stuttgard disease, Swamp fever, Swineherd’s disease, Trench fever dan demam kemih tikus. 1

Upload: muhammadrifrisjahrir

Post on 12-Aug-2015

52 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tinjauan pustaka

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh

mikroorganisme Leptospira interrorgans tanpa memadang bentuk spesifik

serotypenya.

Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh weil pada tahun1886 yang membedakan

yang penyakit yang disertai dengan ikterus ini dengan penyakit lainnya yang juga

menyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai weil’s disease. Gejala

leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis,

hepatitis, demam dengue, deman berdarah dengue dan demam virus lainnya.

Leptospirosis sering kali tidak terdiagnosis karena gejala klinis tidak spesifik, dan

sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa

leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan

leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk the emerging infectious

diseases

Penyakit ini dikenal dengam berbagai nama seperti : Autumnal fever, Conical

fever, Canine typhus, Cane cutter’s fever, Flood fever, haemorrhagic jaundice, Icteric

leptospirosis, Mud fever, Redwater of calves, Rice field fever, Stuttgard disease,

Swamp fever, Swineherd’s disease, Trench fever dan demam kemih tikus.

Etiologi

Penyebab utama dari penyakit ini adalah mikroorganisme spirochaeta, genus

leptospira, spesies leptospira interrorgans, famili treponemataceae. Ciri khas dari

mikroorganisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan

spiral yang cukup halus, lebarnya0,1-0,2 um. Salah satu ujung organisme ini sering

membengkak, membentuk kait. Terdapat gerak rotasi aktif, dilihat melalui

mikroskop lapangan gelap, tapi tidak ditemukan adanya flagela. Dalam

pertumbuhannya, organisme ini membutuhkan media dan kondisi yang khusus.

Spesies L. interrorgans dibagi menjadi beberapa serogroup dan serogroup ini terbagi

menjadi beberapa serova menurut antigennya, salah satunnya adalah L.

1

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA

Icterohaemorrhaiae , resevoirnya adalah tikus, yang paling sering menginfeksi

manusia.

Epidemiologi

Leptospirosis tersebar diseluruh dunia, disemua benua kecuali benua antartika,

namun terbanyak terdapat pada daerah tropis. international leptospirosis society

menyatakan indonesia, yang wliyahnya terletak pada daerah tropis, sebagai negara

dengan insidens leptospirosis paling tinggi dan peringkat ketiga untuk mortalitas.

Di indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa

Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, dan beberapa daerah lainnya yang juga

ditemukannya penyakit ini. Pada kejadian Banjir besar di Jakarta tahun 2002,

dilaporkan 113 pasien leptospirosis dan 20 orang meninggal diantaranya.

Leptospira bisa terdapat pada binatang peliharaan seperti anjing, babi, lembu, kuda,

kucing, dan beberapa binatang pengerat. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira

hidup di dalam ginjal/air kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama dari L.

Icterohaemorrhaiae, yang paling banyak menginfeksi manusia, didalam tubuh tikus

tersebut leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak

didalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus ikut mengalir dalam

filtrat urine.

Penularan

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang

telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi

terjadi melalui luka iris/luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh, gigitan

binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, ekspose yang lama pada genangan

air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh, bahkan melalui inhalasi droplet

infeksius ataupun minum air yang terkontaminasi.

Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah

beberapa kelompok pekerja, seperti petani, peternak, tukang potong hewan, dan

lainnya. Ataupun pada sekelompok orang yang melakukan aktivitas tertentu, seperti

berenang disungai, beburu, kegiatan dihutan, dan lainnya.

Patogenese

2

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA

Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada

kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus,

alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang

terkontaminasi. Meski jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi

kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi

melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam lambung yang

mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen gagal

bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1

atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah

dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan

serebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit.

Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga menimbulkan

vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang

paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selluler.

Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin

yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu

stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi

trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu

hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang

mengandung fosfolipid.

Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein

sitotoksin. In vivo, toksin in mengakibatkan perubahan histopatologik berupa

infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman

leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke

interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus.

Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan

meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan

hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan

bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravascular, kolestasis

intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin.

3

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA

Conjungtival suffusion, konjugtiva menjadi basah dan mudah ditembus seperti oleh

darah, khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi pembuluh darah, kelainan ini

sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa

uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikular.

Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik

berulang.

Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta

mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan

meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam daarah. Kuman leptospira akan

dieleminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan mungkin

otak dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan.

Gambaran Histopatologi

Gambaran patologi leptospirosis ditandai dengan terjadinya vaskulitis,

kerusakan endotel, dan infiltrasi inflamasi yang terdiri dari sel monosit, sel plasma,

histosit dan netrifil. Gambaran histologi leptospirosis yang mencolok yaitu kerusakan

hati, ginjal, jantung dan paru.

a) Kerusakan hati akibat nekrosis sentrilobular yang disertai proliferasi sel kupffer.

Sering ditemukan adanya disosiasi sel-sel hati, degenerasi sitoplasma, inti sel-sel

parenkim mengecil dan infiltrasi mononukleus pada daerah portal.

b) Kerusakan ginjal lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati, yaitu edema,

dan perdarajhan di medula. Adanya gambaran nefritis interstisial yang berlanjut

menjadi nekrosis tubulus pada kasus berat. Silinder protein, pigmen darah, eritrosit

dan sisa sel tubulus dapat ditemukan di medula tubulus.

c) Invasi otot rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya

pembengkakan, vakuolisasi miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit, netrofil dan

sel plasma leptospira, misalnya pada otot gastroknemius.

d) Kerusakan pada jantung ditandai dengan petekie di endokardium dan epikardium,

serabut otot sembah, disertai vakuolisasi, degenerasi dan infiltrasi sel radang. Pada

beberapa kasus terjadi miokarditis toksik atau endokarditis akut.

e) Kerusakan pada paru bervariasi dari inflamasi intetstisial setempat disertai

eksravasasi hingga infiltrasi bronkopneumonik luas.

4

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik dengan masa inkubasi berkisar antara 7 -12 hari dengan rerata 10

hari. Menurut tingkat keparahan penyakit, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan

berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinik dan penangannya, para ahli membagi

penyakit leptospirosis menjadi: leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik.

Leptospirosis anikterik :

Manifestasi klinik sebagian besar leptospirosis adalah anikterik, diperkirakan

mencapai 90 % dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat. Bila ditemukan satu

kasus leptospirosis berat, diperkirakan 10 kasus leptospirosis anikterik atau ringan.

Perjalanan penyakit leptospirosis antikterik maupun ikterik umumnya leptospiraa

bifasik karena mempunyai 2 fase / stadium yaitu fase leptospiremia/fase septikemia

dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik.

Leptospirosis timbul mendadak dengan gejala:

Demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten; Nyeri kepala;

Menggigil; Mialgia; Mual; muntah dan anoreksia; Nyeri kepala dapat berat, mirip

yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan fotopobia; Nyeri otot

terutama di daerah betis sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan paha. Nyeri

ini diduga akibat kerusakan otot sehingga kreatinin fosfokinase akan meningkat, dan

pemeriksaan kreatinin fosfokinase dapat membantu diagnosis klinik leptospirosis.

Adanya canjungtival suffision dan nyeri tekan di daerah betis. Lemfodenopati,

splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopapular dapat ditemukan meskipun

jarang.

Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien

leptospirosis anikterik maupun ikterik.

Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis

leptospiraaseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis. Pleiositosis,

adanya sel dalam jumlah lebih banyak dari normal dalam LCS, pada cairan

serebrospinal ditemukan pada 80 % pasien, meskipun hanya 50 % yang

menunjukkan tanda dan gejala klinik meningitis aseptik.

Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena keluhannya ringan, gejala

klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu. Manifestasi klinik

5

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA

menyerupai penyakit demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan

keluhan demam, harus selalu dipikirkan leptospirosis anikterik sebagai salah satu

diagnosis bandingnya, terutama di daerah endemik dan pasca banjir.

Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utama fever of unknown origin di

beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Mortalitas pada leptospirosis

anikterik hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang

meninggal akibat perdarahan masif paru dalam suatu wabah di cina.

Pada tes pembendungan dapat positif, sehingga pasien leptospirosis anikterik pada

awalnya di diagnosis sebagai pasien dengan infeksi dengue.

Leptospirosis ikterik:

Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak

jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun

dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status

imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat.

Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar enzim

transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali normal setelah

pasien sembuh. Komplikasi yang terjadi pada leptospirosis merefleksikan

leptospirosis sebagai suatu penyakit multisistem. Leptospirosis sering menyebabkan

gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan, yang merupakan gambaran

klinik khas penyakit Weil.

Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai meskipun

pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan. Kelainan timbul pada hari ke 3

sampai 9 perjalanan penyakit. Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah

patchy alveolar pattern yang berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar

sampai efusi pleura. Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus

perifer paru bagian bawah.

Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa

organ, perdarahan masih dan Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS)

merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada pasien-

pasien dengan leptospirosis ikterik. Penyebab kematian leptospirosis berat adalah

koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik. Faktor-

6

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA

faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien leptospirosis

adalah oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi, ronki basah paru,

sesak nafas, leukositosis > 12.900 per mm3 , kelainan Elektrokardiografi (EKG)

menunjukkan repolarisasi, dan adanya infiltrasi pada foto pencitraan paru.

Pasien leptospirosis berat (ikterik, gagal ginjal, manifestasi perdarahan,

gangguan kesadaran akibat uremia) dapat menunjukkan gambaran klinik yang mirip

dengan malaria falciparum berat ( demam, ikterik, gagal ginjal, manifestasi

perdarahan, kesadaran menurunakibat malaria serebral), haemorrhagic fever with

renal syndrome (HFRS) yang disebabkan oleh infeksi hantavirus tipe Dobrava

(demam, gagal ginjal, manifestasi perdarahan, injeksi subkonjungtiva, kadang-

kadang ikterik, dan demam tifoid berat dengan komplikasi ganda (sindrom

septikemia, ikterik, azotemia, tendensi perdarahan, soporokoma).

Kelainan gambaran EKG ditemukan > 50 % pasien leptospirosis dalam 24 jam

pertaama dalam perawatan di rumah sakit, dan yang tersering adalah blok

artrioventrikular derajat I, dan fibrilasi atrium.

Hipotensi sering dijumpai pada pasien leptospirosis leptospirosissaat masuk

rumah sakit, dan mayoritas pasien dengan hipotensi, dan mengalami gangguan fungsi

ginjal.

Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak. Hal ini mungkin diasebabkan

karena tidak terdiagnosis atau karena manifestasi klinis yang berbeda dengan orang

dewasa. Pada kasus berat dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang menyerupai

penyakit Kawasaki, dengan perdarahan paru. Manifestasi klinis pada kasus ringan

adalah demam dan gastroenteritis.

Diagnosis klinis dan diagnosis banding

Langkah untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pola klinis leptospirosis di beberapa rumah sakit

tidak sama, tergantung dari : jenis kuman leptospira, kekebalan seseorang, kondisi

lingkungan dan lain-lain.

A. Anamnesis

Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data bepidemiologis

penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien.

7

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA

Identitas pasien ditanyakan: nama,umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis

pekerjaan, dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di

lingkungannya, karena berhubungan dengan leptospirosis.

B. Pemeriksaan fisik

Gejala klinik menonjol yaitu: ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta

conjungtival suffusion.

Conjungtival suffusion dan mialgia merupakan gejala klinik yang paling sering

ditemukan. Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hiri ke 3

selambatnya hari ke 7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva

unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi faring; faring terlihat

merah dan bercak-bercak.

Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan

hiperestesi kulit.

Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu: hepatomegali, splenomegali, kaku

kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronki paru dan adanya diatesis hemoragi.

Diatesis hemoragi timbul akibat proses vaskulitis difus di kapiler disertai

hipoprotrombinemia dan trombositopenia, uji pembendungan dapat positif.

Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi dapat terlihat

sebagai petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, dan ruam kulit. Ruam kulit dapat

berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata maupun

setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.

C. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk leptospirosis dilakukan juga:

a. Pemeriksaan laboratorium umum

1. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal atau menurun,

hitung jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah netrofil. Leukositosis dapat

mencapai 26.000 per mm3 pada keadaan anikterik.

Morfologi darah tepi terlihat mielosit yang menandakan gambaran pergeseran

ke kiri.

Faktor pembekuan darah normal. Masa perdarahan dan masa pembekuan

8

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA

umumnya normal, begitu juga fragilitas osmotik eritrosit keadaannya normal.

Masa protrombin memanjang pada sebag ian pasien namun dapat dikoreksi

dengan vitamin K. Trombositopenia ringan 80.000 per mm3 sampai 150.000

per mm3 terjadi pada 50 % pasien dan berhubung dengan gagal ginjal, dan

pertanda penyakit berat jika hitung trombosit sangat rendah yaitu 5000 per

mm 3. Laju endapan darah meningi, dan pada kasus berat ditemui anemia

hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stidium

lanjut perjalanan penyakit.

2. Pemeriksaan fungsi ginjal

Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria dan peningkatan silinder

( hialin, granuler ataupun selular) pada fase dini kemudian menghilang

dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula bilirubinuria, yang dapat

mencapai 1 g/hari dengan disertai piuria dan hematuria. Gagal ginjal

kemungkinan besar akan dialami semua pasien ikterik. Ureum darah dapat

dipakai sebagai salah satu faktor prognostik, makin tinggi kadarnya makin

jelek prognosa. Peningkatan ureum sampai di atas 400 mg/dL. Proses

perjalanan gagal ginjal berlangsung progresif dan selang 3 hari kemudian

akan terjadi anuri total. Ganguan ginjal pada pasien penyakit Weil ditemukan

proteinuria serta azotemia, dan dapat terjadi juga nekrosis tubulus akut.

Oliguria: produksi urin kurang dari 600 mL/hari; terjadi akibat dehidrasi,

hipotensi.

3. Pemeriksaan fungsi hati

Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada gejala ikterik.

Ikterik disebabkan karena bilirubin direk meningkat. Gangguan fungsi hati

ditunjukkan dengan meningkatnya serum transaminase (serum glutamic

oxalloacetic transaminase = SGOT dan serum glutamic pyruvate

transaminase = SGPT). Peningkatannya t idak pasti, dapat tetap normal

ataupun meningkat 2 – 3 kali nilai normal. Berbeda dengan hepatitis virus

yang selalu menunjukkan peningkatan bermakna SGPT dan SGOT.

Kerusakan jaringan otot menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat.

Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata

9

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA

mencapai 5 kali nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai

peningkatan kadar enzim kreatinin fosfokinase.

b. Pemeriksaan laboratorium khusus

Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan kuman

leptospira dapat secara langsung dengan mencari kuman leptospira atau

antigennya dan secara tidak melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman

leptospira dengan uji serologis :

1. Pemeriksaan langsung dapat mendeteksi kuman leptospira dalam darah,

cairan prtoneal dan eksudat pleura dalam minggu pertama sakit, khususnya

antara hari ke 3 – 7, dan di dalam urin pada minggu ke dua , untuk diagnosis

definitif leptospirosis.

2. Pemeriksaan molekuler

Pemeriksaan molekuler dengan reaksi polimerase berantai untuk deteksi

DNA kuman leptospira spesifik dapat dilakukan dengan memakai primer

khusus untuk memperkuat semua strain patogen.

3. Biakan

Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik. Hasil optimal bila darah,

cairan serebrospinal, urin dan jaringan postmortem segera ditanam ke media,

kemudian dikirim ke laboratorium pada suhu kamar

4. Inokulasi hewan percobaan

5. Pemeriksaa tidak langsung / serologi

Microscopic agglutination test (MAT) Microscopic slide agglutination test

(MSAT)

Uji carik celup:

- LEPTO Dipstick

- LeptoTek Lateral Flow Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)

Aglutinasi lateks Kering

(LeptoTek Dri – Dot) Microcapsule agglutination test

Indirect fluorescent antibody test (IFAT) Patoc – slide agglutination test

(PSAT)

Indirect haemagglutination test (IHA) Sensitized erythrocyte lysis test (SEL)

10

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA

Uji Aglutinasi lateks Counterimmunelectrophoresis (CIE)

Complement fixation Test (CFT)

Penegakkan diagnosis

Diagnosis Leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan

laboratorium.

Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu:

Suspek, bila ada gejala klinis, tanpa dukungan uji laboratorium.

Probable, bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring

yaitu dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.

Definitif, bila:

1) Ditemukan kuman leptospira atau antigen kuman leptospira dengan pemeriksaan

mikroskopik, kultur, inokulasi hewan atau reaksi polimerase berantai

2) Gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan didukung dengan hasil uji MAT

serial yang menunjukkan adnya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih,

atau IgM ELISA positif.

Diagnosis banding

Leptospirosis anikterik: influensa, demam dengue dan demam berdarah dengue,

infeksi virus hanta, demam kuning, riketsiosis, boreliosis, bruselosis, malaria,

pielonefritis, meningitis aseptik, keracunan bahan kimia, keracunan makanan,

demam tifoid dan penyakit demam enterik l;ain, Fever of known origin (FUO),

serokonversi HIV primer, penyakit legioner, dan infeksi virus/bakteri lain

Leptospirosis ikterik: malaria falciparum berat, hepatitis virus, demam tifus dengan

komplokasi ganda, haemorrhagic fever with renal failure, demam berdarah virus lain

dengan komplikasi

Terapi

Kuman leptospira sensitif terhadap sebagian besar antibiotika, terkecuali vakomisin,

rafampisin dan mitronidasol.

Pemantauan fungsi jantung perlu dilakukan pada hari pertama rawat inap dengan

mencakup aspek terapi kausatif, simtomatik dan suportif.

11

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA

Terapi leptospirosis ringan :

1. Pemberian antipiretik, terutama apabila demmamnya melebihi 38 C.

2. Pemberian antibiotik-antikuman leptospira. Pada leptospirosis ringan diberikan

terapi:

Doksisiklin 100 mg yang diberikan 2 kali sehari, selama 7 hari, pada anak di atas 8

tahun: 2 mg/Kg/hari (maksimal 100 mg) atau

Ampisilin 500 – 750 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral, atau

Amoksisilin 500 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral.

Terapi leptospirosis berat:

1. Pemberian antipiretik.

2. Pemberian Nutrisi dan cairan

Pemberian nutrisi perlu diperhatikan, karena nafsu makan pasien menurun, sehingga

asupan nutrisi berkurang. Kalori diberikan dengan mempertimbangkan

keseimbangan nitrogen, dengan perhitungan:

Berat badan 0 – 10 kg: 100 kalori/kgBB/hari

Berat badan 20 – 30 kg: ditambahkan 50 kalori/kgBB/hari

Berat badan 30 – 40 kg: ditambahkan 25 kalori/kgBB/hari

Berat badan 40 – 50 kg: ditambahkan 10 kalori/kgBB/hari

Berat badan 50 – 60 kg: ditambahkan 5 kalori/kgBB/hari

Karbohidrat diberikan dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis.

Protein yang cukup mengandung asam amino esensial, diberikan sebanyak 0,2 – 0,5

gram/kgBB/ hari.. Pada pasien dengan muntah hebat atau tidak mau makan,

diberikan makanan secara parenteral ( tersedia kemasan cairan infus yang praktis,

cukup kandungan nutrisinya)

3. Pemberian antibiotik :

Prokain penisilin 6 – 8 juta unit sehari yang diberikan 4 kali sehari

intramuscular

Ampisilin 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena atau

Amoksisilin 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena atau

12

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA

Antibiotik pada anak:

- Prokain penesilin 50.000 IU/kg BB; maksimal 2 juta IU sehari yang diberikan

4 kali sehari intramuskular atau

- Doksisiklin pada anak >8 tahun: 2 mg/kgBB; maksimal 100 mg sehari yang

diberikan 2 kali sehari per oral.

4. Pananganan khusus:

a) Hiperkalemia : Merupakan keadaan yang harus segera ditangani, karena

menyebabkan cardiac arrest; b). Asidosis metabolik; c). Hipertensi: perlu diberikan

anti hipertensi.; d). Gagal jantung: pembatasan cairan, digitalis dan diuretik; e).

Perdarahan diatasi dengan transfusi.

PENCEGAHAN

Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi

yang meliputi:

1) Intervensi sumber infeksi

Meningkatkan penangkapan tikus.

Menghindari adanya tikus di dalam rumah/gedung

2) Intervensi pada jalur penularan

Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari

tikus.

Membersihkan tempat-tempat air dan kolam renang.

Menghindari pencemaran oleh tikus.

Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar

oleh tikus.

3) Intervensi pada pejamu manusia

Melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis

Mencucui tangan dengan sabun sebelum makan.

Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Menjaga kebersihan lingkungan.

13