tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan semakin pesatnya perkembangan zaman dan pemakaian bahan atau produk kimia
ternyata dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan manusia. Salah satunya adalah
timbulnya penyakit yang dinamakan kanker. Kanker timbul ketika sel dalam tubuh mulai
tumbuh diluar kendali. Sel kanker akan terus tumbuh dan membelah. Hal ini terjadi
karena terjadi kerusakan DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab (ACS, 2007).
Sel kanker dapat bersifat agresif (tumbuh dan membelah melampaui batas
normal), invasif (invasi dan merusak jaringan disekitar), dan atau metastatik (menyebar ke
lokasi yang lain dalam tubuh). Ketiga sifat sel kanker inilah yang membedakannya
dengan tumor jinak. Tumor jinak biasanya pertumbuhannya terbatas (self limited) dan
tidak menginvasi atau metastasis (meskipun beberapa tumor jinak dapat berkembang
menjadi ganas). Kanker dapat mengenai orang pada semua usia tetapi resiko biasanya
meningkat seiring dengan peningkatan umur (Wikipedia, 2007).
Kanker biasanya digolongkan berdasarkan jaringan darimana sel tersebut berasal
dan juga bisa dengan kemiripannya dengan sel normal. Ini berarti secara lokasi dan
histologi. Diagnosis definitif memerlukan pemeriksaan histologi dari biopsi jaringan.
Perkembangan kanker berbeda tergantung tipe, lokasi dan stadium (Wikipedia, 2007).
Salah satu kanker yang banyak ditemukan pada wanita dan sedikit pada pria
adalah kanker payudara. Kanker payudara dimulai dalam jaringan payudara yang
merupakan kelenjar penghasil susu. Gambaran klinis awalnyaa dapat berupa benjolan
pada payudara. Benjolan tersebut dapat merupakan lesi prakanker yang sebaiknya
dikonsultasikan dengan dokter. Dengan mengetahui tingginya morbiditas dan mortalitas
kanker payudara maka diperlukan usaha berupa deteksi dini tentang kanker payudara
tersebut. Sehingga sebagai sarjana kedokteran harus dapat mengetahui dan memahami
aspek klinis dan medis kanker payudara serta penerapannya di masyarakat sebagai
seorang dokter nantinya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Anatomi Payudara Wanita
Kanker payudara berasal dari perubahan pertumbuhan dan perkembangan sel pada
jaringan payudara yang melampaui batas normal. Untuk dapat memahami kanker
payudara maka sangatlah penting untuk mengetahui struktur normal dari payudara.
Payudara terdapat pada wanita dan pria (bentuk rudimenter saja). Pada wanita
payudara merupakan dua buah penonjolan hemisfer yang terletak diantara tulang rusuk
kedua sampai keenam dan dari tepi sternum sampai dekat dengan garis midaxillary.
Bentuk dan beratnya tergantung dari peningkatan umur serta berbeda antar individu.
Payudara kiri biasanya sedikit lebih besar daripada yang kanan. Payudara mengalami
perkembangan saat mulai pubertas, meningkat saat hamil dan menyusui kemudian
mengalami atropi saat umur tua. Pada payudara terdapat puting susu (papilla mammae)
yang merupakan penonjolan berbentuk silindris atau lonjong dan biasanya terletak pada
interkosta keempat. Puting susu dapat berwarna merah muda atu kecoklatan, pada bagian
dasarnya terdapat areola (Gray, 2001).
Gambar 2.1 Penampang anterolateral payudaraSumber: Netter, 2007
2
Struktur payudara terdiri dari lobulus (kelenjar penghasil susu), duktus (saluran
tipis yang membawa susu dari lobulus ke puting susu) dan stroma (jaringan lemak,
jaringan ikat yang mengelilingi duktus dan lobulus, pembuluh darah dan pembuluh limfa)
(ACS, 2007).
Gambar 2.3 Penampang sagital payudaraSumber: Netter, 2000
3
Gambar 2.2 Penampang sagital payudaraSumber: Netter, 2000
Suplai darah pada payudara berasal dari internal thoracic artery yaitu cabang
medial mamary dan anterior intercostal. Kemudian dari lateral thoracic dan
thoracoacromial artery yang merupakan cabang dari axillary artery. Suplai darah juga
berasal dari posterior intercostal arteries sebagai cabang dari thoracic aorta dalam
rongga interkostal. Secara umum suplai darah ke payudara berasal dari medial (internal)
mammary dan lateral thoracic arteries. Sekitar 60% payudara terutama bagian medial
dan tengah disuplai oleh cabang anterior dari lateral thoracic artery. Sedangkan venanya
berupa lingkaran anastomotik sekitar dasar papilla disebut dengan circulus venosus.
Kemudian cabang vena yang besar mengalirkan darah ke sekeliling kelenjar dan berakhir
di vena axillary dan internal mammary (Moore et al, 2002; grey, 2001).
Gambar 2.4 Kelenjar getah bening payudara
Sumber: Netter, 2000
Drainase cairan limfe pada payudara sangat penting karena berhubungan dengan proses
metastasis. Limfe mengalir dari puting susu, areola dan lobulus kelenjar ke subareolar
lymphatic plexus. Kemudian dari pleksus ini bercabang dapat melalui jalan sebagai
berikut:
4
Sekitar 75% cairan limfe khususnya dari kuadran lateral payudara mengalirkan
limfe ke kelenjar getah bening axillary (apical, humeral, central, pectoral dan
subscapular) akan tetapi lebih utama menuju ke kelompok pectoral (anterior).
Meskipun demikian beberapa cairan limfa dapat didrainase langsung menuju
kelenjar getah bening yang lain atau dapat menuju ke kelenjar getah bening
interpectoral, deltopectoral dan supraclavicular serta inferior deep cervical.
Sisanya cairan limfe khususnya dari kuadran medial payudara drainase menuju
kelenjar getah bening parasternal atau menuju ke payudara sebelahnya. Pada
kuadran bawah payudara mengalir menuju kelenjar getah bening inferior phrenic
(abdominal).
Cairan limfe dari kelenjar getah bening axillary akan menuju kelenjar getah bening
infraclavicular dan supraclavicular dan akhirnya menuju subclavian lymphatic trunk.
Cairan limfe dari kelenjar getah bening parasternal akan menuju ke brochomediastinal
trunks kemudian ke lymphatic duct (Moore et al, 2002).
2.2 Epidemiologi Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi diantara wanita selain kanker
kulit. Di Amerika berupa 1 diantara 3 kanker yang terdiagnosis pada wanita. Laki-laki
secara umum memiliki resiko minimal. Insiden kanker payudara meningkat sesuai dengan
peningkatan umur (ACS, 2005).
Selama tahun 1998-2002 terdeteksi 95% kasus baru dan 97% dari kanker payudara
terjadi pada wanita berumur 40 tahun dan lebih. Wanita kelompok umur 20-24 tahun
memiliki insiden terendah, 1,3 kasus per 100.000 populasi. Wanita kelompok umur 75-79
memiliki insiden tertinggi, 496,6 kasus per 100.000. Penurunan insiden yang terjadi
setelah umur 80 kemungkinan karena skrining yang sedikit dan deteksi inkomplit. Selama
1998-2002, umur median diagnosis kanker payudara adalah 61 tahun. Ini berarti 50%
wanita terdiagnosis saat berumur 61 tahun ke bawah dan 50% lagi pada umur diatas 61
tahun (ACS, 2005).
Wanita kulit putih memiliki insiden kanker payudara lebih tinggi daripada wanita
kulit hitam setelah umur 35 tahun. Sebaliknya wanita kulit hitam memiliki insiden lebih
tinggi sebelum umur 35 tahun. Sedangkan pada kulit berwarna cenderung lebih sedikit
insidennya (ACS, 2005).
5
Sampai tahun 2005 diperkirakan terjadi kasus baru kanker payudara invasif
sebanyak 211.240 orang dan kasus kanker payudara in situ sebanyak 58.490 orang.
Sampai tahun 2005 diperkirakan sebanyak 40.410 orang wanita akan meninggal karena
kanker payudara. Sampai tahun 2005 sekitar 1690 kasus kanker payudara diperkirakan
terjadi pada laki-laki dengan persentase kurang dari 1% kanker payudara. Diperkirakan
juga sebanyak 460 laki-laki akan meninggal karena kanker payudara. Institusi kanker
nasional memperkirakan sebanyak 2,3 juta wanita dengan riwayat kanker payudara hidup
dalam januari 2002. Beberapa dari individu ini ada yang bebas kanker, sementara yang
lain masih terbukti mengidap kanker dan masih menjalani perawatan (ACS, 2005).
Tabel 2.1 Insiden dan mortalitas kanker payudara pada wanitaSumber: ACS, 2005
2.3 Faktor Resiko Terjadinya Kanker Payudara
Faktor resiko kanker payudara dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang dapat dan
tidak dapat dirubah.
A. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi, terdiri dari:
Faktor genetik : sekitar 5% - 10% kasus kanker payudara adalah keturunan sebagai
akibat dari mutasi pada gen. Mutasi yang terjadi pada BRCA1 dan BRCA2, ATM,
CHEK2, p53 dan PTEN.
Gender : insiden kanker payudara pada wanita: laki-laki = 100:1. sebanyak 1 dari
8 wanita mengalami kanker payudara dalam hidupnya.
6
Umur : resiko meningkat antara dekade ketiga sampai kedelapan. Wanita berumur
60-79 tahun memiliki kemungkinan 1:14 mengalami kanker payudara invasif
dibandingkan dengan wanita berumur lebih muda dari 39 tahun (kemungkinan 1:
225)
Riwayat keluarga: resiko relatif pada pasien dengan garis keturunan pertama
adalah 1,5-2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol tanpa riwayat keluarga.
Ras : wanita kulit putih lebih banyak mengalami kanker payudara dibandingkan
dengan wanita kulit hitam. Hal ini dikarenakan tumor payudara pada wanita kulit
hitam biasanya lebih agresif dan cenderung banyak meninggal akibat penyakitnya.
Riwayat pernah mengalami kanker payudara. Kemungkinan untuk terjadi resiko
rekurensi kanker payudara sebesar 3- 4 kali pada tempat yang sama atau payudara
sebelahnya. Hal ini juga berhubungan dengan umur saat diagnosis karena resiko
semakin meningkat dengan peningkatan umur.
Pernah dideteksi pada biopsi berupa noninvasive carcinoma (ductal carcinoma in
situ [DCIS]/ lobular carcinoma in situ [LCIS])
Perubahan proliferatif jinak dengan hiperplasia atipikal, resiko meningkat
sebanyak 4 kali untuk mengalami kanker payudara
Menarche dini dan menopause lambat
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi, terdiri dari:
Umur saat kehamilan pertama. Jika kehamilan pertama berumur 30 tahun atau
lebih maka resiko relatif 2 kali daripada orang dengan kehamilan pertama dibawah
umur 20 tahun
Pemakaian obat kontrasepsi oral. Penelitian menunjukkan pemakaian obat
kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Jika penggunaan
dihentikan maka resiko cenderung menurun.
Terapi hormonal pengganti pasca menopause berupa estrogen atau kombinasi
dengan progestin. Kombinasi ini lebih meningkatkan resiko khususnya lobular
carcinoma. Resiko meningkat sesuai dengan durasi terapi
Menyusui. Beberpa penelitian menyatakan bahwa menyusui dapat menurunkan
resiko kanker payudara terutama jika durasi menyusui selama 1,5 sampai 2 tahun.
Hal ini terjadi karena menyusui mengurangi jumlah siklus menstruasi.
7
Alkohol. Konsumsi minuman beralkohol sebanyak 2 – 5 gelas per hari dapat
meningkatkan resiko sebesar 1 1/2 kali untuk mengalami kanker payudara.
Berat badan berlebih. Kelebihan berat badan atau kegemukan dapat meningkatkan
resiko kanker payudara terutama setelah menopause. Hal ini terjadi karena setelah
menopause, ovarium berhenti memproduksi estrogen akan tetapi jaringan lemak
tetap memproduksi estrogen sehingga dapat meningkatkan kadar estrogen dan
meningkatkan resiko kanker payudara.
Kegiatan fisik. Dalam sebuah penelitian dari Women Health Initiative (WHI)
dengan melakukan latihan fisik seperti jalan santai selama 1 1/2 jam sampai 2 1/2
jam setiap minggu dapat mengurangi resiko kanker payudara. Selain itu juga dapat
dengan latihan fisik yang intensif selama 45 sampai 60 menit selama seminggu
juga dapat menurunkan resiko (ACS, 2007; Opatt, 2006)
2.4 Karsinogenesis Kanker Payudara
8
Tabel 2.2 Resiko relatif kanker payudaraSumber: ACS, 2005
Karsinogenesis adalah proses multilangkah yang dicirikan dengan perubahan genetik
yang mempengaruhi jalur selular utama dalam pertumbuhan dan perkembangan. Faktor
yang berperan secara genetik adalah onkogen dan tumor suppressor gen.
A. Onkogen
Onkogen adalah gen yang bila teraktivasi akan dapat menyebabkan perkembangan
kanker. Aktivasi terjadi melalui amplifikasi gen. Sebagai contoh yaitu aktivasi onkogen
HER-2 yang terdapat pada 20% kasus primer kanker payudara. Mekanisme aktivasi yang
lain yaitu point mutation yang meningkatkan fungsi onkoprotein. Contoh dari point
mutation adalah ras oncogene akan tetapi tidak terdapat pada kanker payudara (Osborne
et al, 2004).
Mekanisme aktivasi yang lain adalah melibatkan translokasi kromosom dimana gen
gabungan terbaru ditranskripsikan menjadi protein dengan fungsi yang meningkat.
Onkogen kemungkinan juga akan berinteraksi dengan perubahan genetik atau epigenetik
yang lain. Pada kanker payudara difokuskan perhatian lebih banyak pada komponen
onkogen dari cell signaling system, contohnya HER-2/Neu cascade. Pada komponen ini
yang paling sering dipelajari adalah HER-2 membrane receptor tyrosine kinase (Osborne
et al, 2004).
Berbagai onkogen terdapat pada kanker manusia tetapi relatif sedikit yang penting dalam
progresi kanker payudara. Proses amplikafikasi dan ekspresi berlebih dari onkogen
beserta produknya adalah mekanisme utama dalam proses karsinogenesis. Amplifikasi
dapat melibatkan regio kromosomal pendek sampai lengan kromosom yang melibatkan
ratusan gen sampai dengan keseluruhan kromosom (Osborne et al, 2004).
1. Her-2
HER-2 (Human epithelial receptor 2) dikenal juga dengan nama HER-2/neu atau
erbB-2. Gen ini terletak dalam kromosom 17q dan mengkodekan sebuah reseptor
faktor pertumbuhan 185-kDa transmembrane tyrosine kinase. Proses aktivasi
reseptornya dapat berupa pengikatan dengan ligan spesifik atau secara autonom.
Dilanjutkan dengan dimerisasi dan autofosforilasi reseptor yang dapat
menimbulkan transduksi multipel melalui berbagai jalur. Jalurnya dapat berupa
mitogen-activated protein (MAP) kinase dan 3-kinase (PI3K)/Akt yangberlanjut
dengan proliferasi, angiogenesis, perubaan interaksi sel, peningkatan kecepatan
sel, metastasis dan resistansi terhadap apoptosis. Gen Her-2 jarang terdapat pada
9
lesi tumor payudara jinak. Her-2 terdapat dan berlebih ekspresinya pada kanker
payudara invasif (20-30%) dan paling menarik terdapat paling banyak pada kasus
DCIS. Beberapa penelitian menyatakan bahwa hubungan HER-2 dengan resiko
rekuren dalam kakner payudara stadium awal dan terjadi resistansi terhadap terapi
nonanthracycline, peningkatan sensitivitas terhadap terapi hormonal (tamoxifen)
dan doxorubicin. Sampai saat ini status HER-2 hanya direkomendasikan untuk
terapi trastuzumab.
Selain itu terdapat gen HER-1 atau yaitu Epidermal Growth Factor Receptor yang
relevan dengan kanker payudara
2. Cyclins dan siklus sel
Masuk ke dalam siklus sel dan proliferasi aktif adalah proses yang diatur ketat.
Cyclin-dependent kinases (CDKs) adalah kelompok protein terletak strategis
selama fase siklus sel. Ketika diaktifkan, CDK memacu fosforilasi dari protein
lain, khususnya protein retinoblastoma (pRb) sebagai penjaga gerbang primer
yang mengijinkan sel untuk lewat dari fase istirahat (G0) ke siklus aktif dan
mitosis. CDks diatur secara positif oleh cyclins dan negatif oleh cyclin dependent
kinase inhibitor (CKIs). Ekspresi Cyclin D1 dan Cyclin E memegang peranan
dalam progresi sel dari fase G1 ke S. Gen yang menkodekan cyclin D1 terletak
pada kromosom 11q13 dan telah ditemukan overekspresi sebesar 40-50% dan
amplifikasi sebanyak 20% pada kanker payudara invasif. Sedangkan gen yang
mengkodekan Cyclin E terletak pada kromsom 19q12 dan jarang mengalami
amplifikasi pada kanker payudara. Meskipun demikian overekspresi dan
perubahan jalur degradasi mengakibatkan akumulasi isoform berat molekul rendah
dalam kasus 20-30% kanker payudara.
3. Onkogen c-myc terletak pada kromosom 8q24 dan mengkodekan fosfoprotein
yang bertindak sebagai regulator transkripsi dalam proliferasi seluler, diferensiasi
dan apoptosis. Mengalami amplikasi dan overekspresi pada 15-25% tumor
payudara. Dapat juga dihubungkan dengan prognosis buruk atau gejala klinis yang
agresif.
B. Tumor supressor genes
10
Merupakan gen yang bila kehilangan funginya akan memacu keganasan. Berperan
sebagai regulator negatif pertumbuhan atau fungsi lain yang dapat mengakibatkan potensi
invasif dan metastatik, seperti aktivitas adesi sel dan regulasi protease. Kelainan gen ini
dapat berupa kelainan bawaan (familial) dan didapat (sporadik) Kelainan yang diturunkan
hanya terdapat pada sebagian kecil kasus tumor payudara. Proses yang terjadi berupa
mutasi pada satu allele dan delesi pada allele sisanya. Ada juga menyatakan tidak terjadi
mutasi pada tumor suppresor gene akan tetapi terjadi mekanisme lain yang mengganggu
ekspresi atau fungsinya. Mekanisme ini antara lain methylation pada gen promotor yang
menekan transkripsinya, peningkatan kecepatan degradasi proteasomal, atau kelainan
dalam protein lain yang berinteraksi dengan produk gen. Tumor suppresor gene tidak
terlalu ekstrim berguna dalam aplikasi diagnosis (Osborne et al, 2004).
1. Onkogen p53
Mutasi pada p53 diperkirakan terjadi sampai separuh dari semua kanker manusia
dan 20-30% pada kanker payudara. Perubahan germline p53 dapat menyebabkan
sindrom Li-Fraumeni yaitu predisposisi familial untuk mengalami keganasan
seperti kanker payudara, sarkoma, leukemia dan tumor otak pada dekade kedua
dan ketiga. p53 terletak pada kromosom 17p. Pada kondisi normal, p53 bertindak
mengatur mekanisme pembelahan sel. Ketiak teraktivasi, p53 dapat berinteraksi
langsung dengan DNA untuk menghasilkan transkripsi sejumlah gen termasuk
CKI p21, istirahat sementara pada siklus sel dalam fase G1 atau G2/M sebelum
mitosis untuk perbaikan DNA. p53 juga mampu berinteraksi dengan jalur selular
lain untuk memacu apoptosis atau diferensiasi. Abnormalitas ekspresi p53
berkaitan dengan prognosis buruk dalam kasus kanker payudara.
2. BRCA-1
Diperkirakan sekitar 0,12% dari populasi umum membawa mutasi BRCA-1.
Mutasi BRCA-1 telah diperkirakan lebih dari 5% dari semua kanker payudara
pada wanita dibawah umur 40 tahun tetapi kejadiannnya meningkat lebih dari 90%
untuk kasus yang muncul pada keluarga yang memiliki riwayat empat atau lebih
kanker payudara dan lebih dari satu kanker ovarium. Resiko kanker payudara pada
pasien dengan mutasi BRCA-1 diperkirakan sekitar 49-73% pada umur 50 tahun ,
71-81% pada umur 70 tahun. Selain itu kemungkinan akan terjadi kanker ovarium
20-30% serta insiden kanker kolorektal dan prostat bisa meningkat. Akan tetapi
11
perubahan BRCA-1 tidak berkaitan dengan peningkatan resiko kanker payudara
laki-laki. Mutasi BRCA-1 meliputi delesi, substitusi dan insersi, sering dikaitkan
dengan tumor grading tinggi. Meskipun BRCA-1 paling sering terdeteksi pada
kanker payudara familial, BRCA-1 jarang ditemukan pada kasus sporadik.
3. BRCA-2
Memiliki kesamaan dengan BRCA-1 meskipun dengan struktur yang berbeda.
Resiko untuk timbulnya kanker payudara atau ovarium adalah sama dengan mutasi
BRCA-1. Mutasi pada BRCA-2 tidak berkaitan erat dengan grading tumor yang
tinggi. Tidak infiltrat limfosit seperti pada mutasi BRCA-1. mutasi BRCA-2 juga
berkaitan dengan insiden kanker prostat, gaster dan melanoma.
4. Rb
Gen retinoblastoma sebagai tumor supresor pertama yang diketemukan. Perubahan
gen ini diperkirakan terjadi lebih dari separuh semua keganasan. Pada kanker
payudara mutasi atau kehilangan gen Rb terdapat sebanyak 30% kasus (Osborne et
al, 2004).
Selain akibat perubahan genetik, kanker payudara juga dapat terjadi akibat pengaruh
hormonal dan lingkungan.
Kelebihan estrogen endogen atau ketidakseimbangan hormon ini dapat berpengaruh
meninmbulkan kanker payudara. Banyak dari faktor resiko seperti masa reproduksi
dengan durasi yang lama nulliparitas, kehamilan pertama pada usia tua dapat
meningkatkan pemaparan estrogen selama siklus menstruasi. Estrogen menstimulasi
produksi faktor pertumbuhan oleh sel epitel payudara normal dan sel kanker.
Dihipotesiskan bahwa reseptor estrogen (ER) dan progesteron (PgR) secara normal
terdapat pada epitel payudara dan sering juga terdapat pada sel kanker payudara. Reseptor
ini kemungkinan berinteraksi dengan promotor pertumbuhan seperti transforming growth
factor α (berkaitan dengan epithelial growth factor), platelet-derived growth factor dan
fibroblast growth factor. Mekanisme ini dipacu oleh sel kanker payudara untuk
menghasilkan mekanisme autokrin pada perkembangan tumor (Kumar et al, 2003).
Faktor lingkungan sesuai dengan faktor resiko pada lingkungan yang telah dijelaskan
sebelumnya. Hal ini seperti pemaparan tubuh terhadap radiasi dan pemakaian estrogen
eksogen (Kumar et al, 2003).
2.5 Gambaran Patologi Kanker Payudara
12
A. Benjolan payudara yang jinak
Kebanyakan benjolan payudara bukan kanker melainkan jinak. Meskipun demikian
dibutuhkan pemeriksaan dengan mikroskop untuk membuktikan bukan kanker (ACS,
2007).
Perubahan fibrositik
Kebanyakan benjolan akan mengalami perubahan fibrositik. Fibrositik berarti
fibrosis dan kista. Fibrosis adalah pembentukan fibrous (seperti jaringan parut)
dan kista adalah kantung berisi cairan. Perubahan fibrositik dapat menyebabkan
payudara membengkak dan nyeri. Hal ini sering dirasakan saat sebelum periode
menstruasi, dirasakan payudara ada benjolan dan kandang disertai dengan sekret
keruh dari puting susu.
Benjolan payudara yang lain
Tumor payudara jinak dapat berupa fibroadenoma atau intraductal papillomas.
Merupakan pertumbuhan yang abnormal tetapi bukan kanker dan tidak dapat
menyebar keluar payudara ke organ lainnya. Tidak bersifat mengancam jiwa.
Meskipun demikian beberapa kondisi benjolan payudara sangat penting karena
memiliki faktor resiko tinggi untuk menjadi kanker.
B. Tipe kanker payudara
Beberapa istilah yang dipakai dalam kanker payudara (ACS, 2007).
Karsinoma
Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan kanker yang timbul dalam lapisan epitel
payudara. Hampir semua kanker pyudara adalah karsinoma (karsinoma duktal atau
lobular)
Adenokarsinoma
Merupakan tipe karsinoma yang mulai muncul pada jaringan glandular (jaringan yang
memproduksi dan mensekresi suatu substansi). Duktus dan lobulus payudara adalah
jaringan glandular (memproduksi air susu), sehingga kanker yang muncul pada daerah
ini kadangkala disebut dengan adenokarsinoma.
Karsinoma In Situ
Digunakan untuk stadium awal kanker ketika masih berada pada lapisan sel tempat
munculnya. Secara khusus pada kanker payudara, in situ berarti sel kanker tetap
13
berada pada duktus (ductal carsinoma in situ) atau lobulus (lobular carcinoma in situ).
Sel kanker ini tidak menginvasi jaringan yang lebih dalam pada payudara ataupun
menyebar ke organ tubuh yang lain, seringkali disebut dengan kanker payudara non-
invasif.
Karsinoma invasif (infiltrating)
Merupakan kanker yang telah menginvasi keluar dari lapidan sel tempatnya mulai
muncul (berlawanan dengan carcinoma in situ). Kebanyakan kanker payudara adalah
kasrsinoma invasif, dapat berupa karsinoma duktus invasif atau lobular invasif.
Sarkoma
Adalah kanker yang muncul dari jaringan ikat seperti jaringan lemak atau pembuluh
darah. Kejadian sarkoma pada kanker payudara adalah jarang.
Berikut beberapa gambaran patologi kanker payudara adalah sebagai berikut (ACS,
2007):
1. Ductal carcinoma in situ (DCIS)
Dikenal jugan dengan nama intraductal carcinoma, merupakan tipe kanker payudara
non-invasif. DCIS berarti sel kanker berada dalam duktus tetapi tidak menyebar
melewati dinding duktus ke jaringan payudara sekitarnya.
Sekitar 1 dari 5 kanker pyudara adalah DCIS. Semua wanita yang terdiagnosis pada
stadium awal jenis kanker ini dapat disembuhkan. Mammogram merupakan cara
terbaik untuk mendeteksi DCIS. Pada DCIS juga bisa bersifat agresif apabila
ditemukan daerah sel yang mati atau nekrosis pada jaringan, sering juga dinamakan
comedosarcoma.
2. Lobular carcinoma in situ (LCIS)
Meskipun bukan kanker sejati, LCIS / lobular neoplasia seringkali dikelompokkan
sebagai kanker paudara non-invasif. Hal ini dikarenakan sel kanker ini muncul pada
kelenjar penghasil susu tetapi tidak tumbuh melewati dinding lobulus.
Kebanyakan wanita dengan LCIS memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami
kanker payudara invasif pada payudara yang sama atau yang sebelahnya. Sehingga
perlu sekali untuk mendapatkan mammogram regular.
3. Invasive (Infiltrating) Ductal Carcinoma (IDC)
14
Merupakan jenis kanker yang paling sering. Mulai muncul dalam saluran susu
(duktus) payudara, melewati dinding duktus dan menginvasi jaringan lemak payudara.
Pada kondisi ini kemungkinan untuk terjadi penyebaran (metastasis) ke bagian lain
tubuh melewati sistem limfa dan aliran darah. Sekitar 8 dari 10 kanker payudara
invasif adalah IDC.
4. Invasive (Infiltrating) Lobular Carcinoma (ILC)
Kanker ini muncul pada kelenjar penghasil susu (lobulus). Seperti IDC, kanker ini
dapat menyebar (metastasis) ke bagian tubuh yang lain. Sekitar 1 dari 10 kanker
payudara invasif adalah ILC. ILC lebih sulit untuk dideteksi oleh mammogram
daripada IDC.
Tipe kanker payudara yang jarang
5. Inflammatory breast cancer (IBC)
Terdapat sekitar 1% sampai 3% dari semua kanker payudara. Biasanya tidak terdapat
benjolan / tumor tunggal. Tanda IBC yaitu kulit payudara terlihat kemerahan dan
terasa hangat serta kulit tampak tebal seperti orange peel. Hal ini bukan diakibatkan
oleh proses radang atau infeksi melainkan sel kanker memblok saluran limfa dalam
kulit. Payudara yang terkena akan membesar atau keras, nyeri tekan atau gatal.
Seringkali disangka infeksi (mastitis) pada awal stadiumnya. Tidak tampak dalam
mammogram karena tidak terdapat benjolan definitif. Sehingga sulit dideteksi awal
dan mempunyai kemungkinan untuk meyebar dan klinis yang lebih buruk daripada
IDC/ILC.
6. Mixed Tumor
Tumor yang terdiri dari berbagai jenis tipe sel seperti IDC kombinasi dengan ILC.
7. Medullary cancer
Tipe khusus dari kanker payudara ini memiliki batas yang jelas dengan jaringan
normal. Sel kanker berukuran besar dan terdapat sel sistem imun pada tepi tumor.
Terdapat sekitar 3-5% dari kanker payudara. Prognosisnya lebih bagus daripada
kanker payudara invasif. Kadangkala sulit dibedakan dengan IDC.
8. Metaplastic carcinoma
Disebut juga karsinoma dengan metaplasia. Merupakan tipe kanker duktus invasif
yang sangat jarang. Tumor ini terdapat sel yang secara normal tidak terdapat pada
payudara seperti sel kulit (sel skuamus) atau sel pembentuk tulang.
15
9. Mucinous carcinoma
Disebut juga colloid carcinoma, merupakan tipe kanker payudara invasif yang
dibentuk oleh sel kanker penghasil mukus. Prognosisnya lebih baik daripada kanker
payudara invasif lainnya.
10. Paget disease pada puting susu
Kanker payudara ini mulai muncul dalam duktus payudara dan menyebar ke kulit
puting susu kemudian ke areola. Kasus ini jarang, sekitar 1% dari kanker payudara.
Kulit puting susu dan areola sering kelihatan berkrusta, sisik dan merah dengan
daerah yang berdarah. Sering dikeluhkan rasa terbakar atau gatal. Paget disease sering
dihubungkan dengan DCIS atau lebih sering dengan IDC. Prognosis akan bagus jika
pada jaringan payudara tidak teraba benjolan dan biopsi menunjukan DCIS tanpa
adanya gambaran kanker invasif.
11. Tubular carcinoma
Merupakan tipe khusus yang lain dari IDC. Dinamakan tubular karena sesuai dengan
penampakan sel dengan mikroskop. Kejadiannya sekitar 2% dari semua kanker
payudara dan cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada IDC atau ILC.
12. Papillary carcinoma
Sel kanker ini cenderung tersusun dalam penonjolan seperti jari dan kecil dibawah
penglihatan mikroskop. Merupakan subtipe dari DCIS dan dalam kasus langka bisa
bersifat invasif seperi IDC dengan prognosis yang lebih baik. Kejadian kanker ini
sekitar 1 sampai 2% dari kanker payudara dan cenderung terdiagnosis pada umur tua.
13. Adenoid cystic carcinoma (adenocystic carcinoma)
Dinamakan sedemikian karena memiliki bentuk glandular (adenoid) dan silindris
(kistik) ketika dilihat dengan mikoskop. Kejadiannya sekitar 1% kanker payudara.
Jarang menyebar ke kelenjar getah bening atau area yang jauh dan memiliki prognosis
yang baik.
14. Phyllodes tumor
Jenis tumor ini sangat jarang, muncul di stroma (jaringan ikat) payudara berlawanan
dengan karsinoma yang muncul di duktus atau lobulus. Biasanya bersifat jinak dan
kadangkala bersifat ganas. Jika jinak diatasi dengan mengeluarkan masa sepanjang
batas jaringan payudara normal. Sedangkan yang ganas yaitu mengeluarkan masanya
dengan mengikutkan jaringan normal atau dengan mastektomi.
16
15. Angiosarcoma
Kanker ini mulai muncul pada sel yang melapisi pembuluh darah. Jarang terjadi dalam
payudara dan bila terjadi seringkali dilihat sebagai komplikasi radiasi pada payudara.
Akan mulai muncul sekitar 5 sampai 10 tahun radioterapi. Selain itu juga bisa muncul
pada wanita dengan edema limfe sebagai akibat terapi radiasi atau kelenjar getah
bening pada kanker payudara. Kanker ini cenderung tumbuh dan menyebar dengan
cepat.
2.6 Penegakkan Diagnosis Kanker Payudara
A. Pemeriksaan fisik yang dilakukan (Charles and Cascioto, 2000):
1. Benjolan payudara
Dapat dideteksi pada 90% pasien dengan kanker payudara dan merupakan tanda
utama pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Massa kanker payudara yang tipikal
memiliki karakter dominan dan cenderung soliter, unilateral, solid, keras,
irregular, nonmobile dan tidak nyeri.
2. Keluarnya sekret secara spontan pada puting susu
Tanda kedua yang tersering dari kanker payudara adalah pada duktus. Keluarnya
sekret dari puting susu akan berakibat kanker payudara pada 3% wanita dan 20%
pada pria akan tetapi untuk terjadinya kasus tumor jinak lebih besar yaitu
sebanyak 90% pasien. Keluarnya sekret pada pasien berumur lebih dari 50 tahun
lebih besar kemungkinan untuk menjadi kanker daripada lesi jinak. Karakter dari
sekret puting susu sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Tabel 2.3 Hubungan antara tipe sekret payudara dan resiko kanker payudaraSumber: (Charles and Cascioto, 2000)
a. Sekret diterapi secara medis
sekret seperti susu seperti galactorrhea, sekret purulen akibat infeksi, dan
sekret multiwarna atau kental menunjukkan duct ectasia. Tipe ini jarang
17
berhubungan dengan kanker. Duct ectasia (comedomastitis) akan dirasakan
seperti rasa terbakar, gatal dan nyeri berhubungan dengan pembengkakkan
subareolar, tortuous, tubular yang teraba.
b. Sekret diterapi secara bedah
sekret berupa serous, serosanguineous, berdarah atau berair kemungkinan
menunjukkan intraductal papilloma (biasanya dicirikan dengan sekret
tanpa masa), kista atau kanker. Eksplorasi pembedahan diperlukan untuk
kasus ini.
3. Manifestasi klinis lainnya
Termasuk perubahan kulit, axillary lymphadenopathy atau tanda penyakit lokal
atau yang menyebar. Payudara yang sangat sakit merupakan gejala umum tetapi
biasanya sebagai akibat selain dari kanker. Paget’s carcinoma tampak sebgai
ekzema unilateral pada puting susu. Inflammatory carcinoma tampak pada kulit
berupa eritema, edema dan indurasi tanpa adanya infeksi.
4. Lesi jinak menyerupai karsinoma payudara
a. Benjolan dapat berupa fibrous tumor, lymphadenitis, calcified
fibroadenomas, myoblastomas, posttraumatic fat necrosis, residual
inflammatory masses, complex cyst, plasma cell mastitis (kelanjutan duct
ectasia)
b. Sekret puting susu
c. Perubahan kulit dan puting susu berupa penyakit radang, superficial
thrombophlebitis (mondor’s disease)
B. Evaluasi setelah ditemukan masa (Charles and Cascioto, 2000):
1. Biopsi
Setelah ditemukan masa pada payudara baik baru atau lama harus yang memiliki
karakter dominan harus dilakukan biopsi tanpa ditunda.
a. Sitologi fine-needle aspiration.
Dapat dilakukan bila tersedia ahli sitopatologi dan perlengkapan teknisnya.
Metode ini mudah, cepat dan aman. Sensitivitas untuk terjadinya keganasan
dilaporkan sebesar 90% sampai 95% dengan hampir tanpa positif semu (spesifik
98%).
18
b. Biopsi ultrasound atau inti stereostatik sebagai alternatif biopsi eksisional oleh
ahli bedah
c. Biopsi eksisional
Biopsi diagnostik spesimen seharusnya diperiksa dengan seksi histologi sebelum
alternatif terapi definitif didiskusikan dengan pasien. Jika pasien menolak
prosedur mastektomi, pasien seharusnya menjalani prosedur stadium lengkap
sebelum biopsi dilakukan.
Pasien diinformasikan bahwa kebanyakan benjolan payudara adalah jinak
tetapi kemungkinan untuk menjadi kanker pasti ada
Biopsi seharusnya mengeksisi tumor jika ukurannya kecil
Jaringan baru diambil seharusnya dikirim untuk evaluasi histologi
2. Aspirasi kista
Pasien dengan masa yang lembut, bundar dan mobile lebih cenderung menjadi
kista yang dapat ditangani dengan kista. Anastesi lokal kemungkinan mengganggu
kemampuan untuk merasakan menghilangnya masa stelah aspirasi sehingga lebih
baik dihindari. Setelah aspirasi dilakukan sangat penting untuk mendapatkan
spesimen biopsi dengan ketentuan sebgai berikut:
Tidak ada cairan yang dapat diaspirasi
Cairan teraspirasi tetapi tetap teraba masa
Cairan berdarah
Masa kembali saat pemeriksaan kembali 2 minggu berikutnya
Pemeriksaan sitologi pada cairan menunjukkan keganasan; pasien ini
memerlukan terapi kanker definitif
3. Mammography
Dapat mendeteksi 85% kasus kanker payudara. Meskipun 15% kanker payudara
tidak dapat divisualisasikan dengan mammography, sebesar 45% kanker payudara
dapat dideteksi sebelum dapat teraba. Hasil mammography yang normal
seharusnya tidak menghalangi untuk melakukan biopsi pada masa yang dicurigai.
Indikasi jelas untuk mammography
- Evaluasi lesi payudara jinak atau ganas termasuk pemeriksaan jaringan
payudara normal pada pasien dengan masa dengan karakter dominan
19
- Evaluasi pada payudara kontralateral pada pasien dengan riwayat kanker
payudara
- Follow-up pasien dengan kanker payudara
- Follow-up pasien dengan lesi prekanker payudara (gross cystic disease,
mulitple papillomatosis, lobular neoplasia dan atypia berat)
Indikasi lain mammography
- Evaluasi pada payudara yang sulit untuk diperiksa
- Adanya metastatik adenokarsinoma dengan peneyebab utama yang tidak
diketahui
- Evaluasi pasien dengan resiko tinggi kanker payudara (khususnya pasien
pembesaran payudara dengan silikon dan riwayat keluarga kanker
payudara)
- Skrining kanker payudara
Tanda keganasan mammography
- Deposit kalsium, kecuali pada kasus fibroadenoma (gambaran mullbery)
atau penyakit kista (pola curvilinear)
- Distorsi atau asimetri duktus payudara
- Penebalan kulit atau puting susu
- Masa payudara
C. Prosedur stadium praterapi
1. Pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal, kadar kalsium dan fosfat
2. Foto radiografi dada, mamography
3. Scan liver (biasanya dengan computed tomography) dan scan tulang dengan
korelasi plain film. Dilakukan rutin untuk stadium klinis II, III dan IV tetapi tidak
diindikasikan untuk pasien dengan stadium klinis I kecuali ada abnormalitas pada
gejala, tanda klinis atau tes biokimia
4. Aspirasi sumsum tulang jika pada apusan darah terdapat sitopenia atau
leukoeritroblastik yang tidak diketahui penyebabnya (Charles and Cascioto, 2000).
D. Tumor marker
20
Kadar darah CEA dan CA 27.29 (CA15-3) dapat berguna untuk mengetahui respon
terapi pada penyakit lanjut.
2.7 Stadium dan Faktor Prognostik
1. Sistem stadium
Stadium pada kanker dapat didasarkan atas hasil pemeriksaan fisik, biopsi dan tes
pencitraan (disebut dengan clinical stage) atau berdasarkan tes pencitraan dan hasil
pembedahan (disebut dengan pathological stage). Pada pembahasan ini dipilih
stadium patologik karena lebih akurat daripada yang klinis. Standar sistem stadiumnya
pada kanker payudara dipakai sistem TNM (Charles and Cascioto, 2000).
- T = tumor. Diikuti dengan penulisan angka 0 sampai 4 mendeskripsikan ukuran
tumor dan penyebaran ke kulit atau dinding dada dibawah payudara.
- N = penyebaran kelenjar getah bening. Diikuti dengan penulisan angka dari 0
sampai 3 mengindikasikan penyebaran kanker ke kelenjar getah bening dekat
payudara dan seberapa banyak kelenjar getah bening terkena.
- M = metastasis. Diikuti dengan penulisan 0 atau 1 untuk menentukan apakah
terjadi penyebaran jauh ke organ misalnya paru-paru atau tulang.
Sistem TNM
Tumor primer
TX: tumor primer tidak bisa diperiksa
T0: tidak ada bukti tumor primer
Tis: carcinoma in situ (DCIS, LCIS atau paget disease pada puting susu
tanpa disertai masa tumor
T1: tumor ukuran 2cm (3/4 inchi) atau kurang
T2: tumor ukuran lebih dari 2 cm tapi kurang dari 5 cm (2 inchi)
T3: tumor ukuran lebih dari 5 cm
T4: tumor dengan ukuran berapapun yang tumbuh di dalam dinding dada
atau kulit. Ini meliputi kanker payudara tipe inflammatory
Kelenjar getah bening (N)
NX: kelenjar getah bening terdekat tidak bisa diperiksa (misalnya telah
diambil sebelumnya)
N0: kanker tidak menyebar ke kelenjat getah bening terdekat
21
N1: kanker telah menyebar 1 sampai 3 kelenjar getah bening axillary atau
sebagian kecil kanker ditemukan pada kelenjar getah bening internal
mammary pada biopsi kelenjar getah bening sentinel
N2: kanker telah menyebar 4 sampai 9 kelenjar getah bening axillary atau
kanker telah membesar pada kelenjar getah bening internal mammary
N3: salah satu dari kriteria dibawah ini:
- Kanker telah menyebar 10 atau lebih kelenjar getah bening axillary
- Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di bawah
klavikula (tulang collar)
- Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di atas klavikula
- Kanker telah melibatkan kelenjar getah bening axillary dan
membesar pada kelenjar getah bening internal mammary
- Kanker telah melibatkan 4 atau lebih kelenjar getah bening axillary
atau sebagian kecil kanker ditemukan pada kelenjar getah bening
internal mammary pada biopsi sentinel
Metastasis (M)
MX: adanya penyebaran jauh tidak bisa diperiksa
M0: tidak ada penyebaran jarak jauh
M1: penyebaran ke organ jauh ada
Setelah kategori T, N dan M ditentukan maka informasi ini akan digabung untuk proses
dinamakan pengelompokan stadium (stage grouping). Kanker dengan stadium yang sama
cenderung memiliki prognosis sama dan sering diterapi sama. Stadium ditulis dengan
angka romawi dari I sampai IV. Kanker non invasif ditulis stadium 0.
Tabel 2.4 Pengelompokkan stadium kanker payudara
Sumber: Oppat, 2006
Stadium Tumor primer (T) Kelenjar getah bening
(N)
Metastasis
(M)
0 Tis N0 M0
1 T1 N0 M0
2a T0 N1 M0
2a T1 N1 M0
22
2a T2 N0 M0
2b T2 N1 M0
2b T3 N0 M0
3a T0 N2 M0
3a T1 N2 M0
3a T2 N2 M0
3a T3 N1 M0
3a T3 N2 M0
3b T4 N0 M0
3b T4 N1 M0
3b T4 N2 M0
3c Salah satu dari T N3 M0
4 Salah satu dari T Salah satu dari N M1
2. Faktor prognostik dan perkiraan survival
a. Stadium
Dapat dipakai untuk perkiraan survival 5 tahun dan 10 tahun.
Tabel 2.5 stadium dan persentase survival Sumber: Charles and Cascioto, 2000
Stadium 5 tahun survival (%) 10 tahun survival (%)
0 >90 90
I 80 65
II 60 45
IIIA 50 40
IIIB 35 20
IV dan inflammatory breast
cancer
10 5
b. Pemeriksaan histologis pada kelenjar getah bening axillary
Tabel 2.6 pelibatan kelenjar getah bening (KGB) dan survival
23
Sumber: Charles and Cascioto, 2000
Kelenjar getah bening axillary *5 tahun survival (%) *10 tahun survival (%)
Tidak ada KGB axilla terkena 80 65
1-3 KGB axillary 65 40
>3 KGB axillary 30 15
*Dilakukan pada pasien yang tidak diterapi dengan kemoterapi adjuvan
c. Berdasarkan ukuran tumor
Tabel 2.7 Hubungan ukuran tumor dan survival
Sumber: Charles and Cascioto, 2000
Ukuran tumor (cm) 10 tahun survival (%)
<1 80
3 - 4 55
5 – 7,5 45
d. Pemeriksaan histologi
Pasien dengan diferensiasi buruk, metaplastik atau keganasan grading tinggi memiliki
prognosis lebih buruk daripada yang diferensiasi yang baik atau grading rendah
(Charles and Cascioto, 2000).
Sistem grading yang paling sering dipakai untuk menilai diferensiasi tumor adalah
Scarff Bloom Richardson. Mengkombinasikan nuclear grade, pemebentukan tubular
dan kecepatan mitotik. Dinyatakan bahwa 80% wanita dengan tumor grade I (well
differentiated), 60 % wanita dengan tumor grade II (moderately differentiated) dan
15% wanita dengan tumor grade III (poorly differentiated) akan survival selama 10
tahun (Kumar et al, 2005).
e. Reseptor hormon
Pasien dengan tumor ER (Estrogen Receptor)-positif memiliki waktu survival yang
lebih lama daripada pasien dengan tumor ER-negatif (Charles and Cascioto, 2000).
2.8 Skrining dan Deteksi Dini
1. Mastektomi pencegahan
Dapat dilakukan pada kelompok beresiko tinggi. Akan tetapi tidak jaminan bahwa
kanker payudara akan dapat dicegah dengan mastektomi karena dengan mastektomi
24
total ternyata masih dapat meninggalkan jaringan payudara (Charles and Cascioto,
2000).
Mastektomi simpel dan bedah rekonstruksi, dilakukan pada:
a. Pasien dengan lesi payudara jinak dan riwayat keluarga kanker payudara
premenopausal bilateral.
Pasien ini memerlukan biopsi rutin pada masa yang dicurigai. Tetapi hasil
biasanya jinak.
b. Pasien dengan riwayat kanker payudara sebelumnya dan penyakit fibrositik
pada payudara yang tersisa
c. Pasien dengan lobular carcinoma in situ
Umur untuk mastektomi pencegahan
Umur yang tepat tidak dapat didefinisikan dengan baik. Dilakukan sistem kontrol
secara ketat dan disiapkan untuk mastektomi pencegahan setelah mencapai umur
30 tahun.
2. Skrining
Masih bersifat kontroversial karena keuntungan mendeteksi lesi kecil tidak signifikan
untuk survival jangka panjang. Berdasarkan American Cancer Society (ACS)
a. Pemeriksaan payudara sendiri
Pada wanita umur kurang dari 20 tahun harus memeriksa sendiri setiap bulan.
Pada wanita premenopause sebaiknya melakukan pemeriksaaan sendiri setiap 5
hari setelah akhir siklus menstruasi sedangkan pada wanita postmenopause
dilakukan setiap bulan pada hari yang sama.
Teknik pemeriksaan payudara sendiri:
Berbaring dan letakkan lengan kanan dibawah kepala. Pemeriksaan dilakukan
berbaring karena jaringan payudara akan lebih datar dengan dinding dada
sehingga lebih mudah merasakan benjolan jaringan payudara
Gunakan bantalan jari dari jari tenganh pada tangan kiri untuk merasakan
benjolan pada payudara kanan. Gunakan pergerakan sirkular pada bantalan jari
untuk merasakan jaringan payudara
Gunakan tiga tingkat tekanan yang berbeda untuk merasakan jaringan pyudara.
Tekanan ringan diperlukan untuk mersakan jaringan dekat dengan kulit,
tekanan sedang untuk jaringan yang lebih dalm dan tekanan kuat untuk
25
merasakan jaringan dekat dengan dada atau tulang rusuk. Batas yang keras
pada lenkung terbawah pada tiap payudara adalah normal. Gunakan ketiga
tekanan tersebut pada satu titik sebelum berpindah titik tekan.
Gerakkan payudara dengan pola ke atas dan ke bawah dan ke arah medial
(sternum).
Pada posisi berdiri di depan cermin, dengan tangan menekan kuat ke arah
bawah pinggang. Lihat apakah ada perubahan ukuran, bentuk, kontur payudara
atau timbul kemerahan, bersisik pada puting susu atau kulit payudara.
Periksa lengan ketika duduk atau berdiri. Dengan lengan diangkat agak ke
atas, rasakan daerah lengan bawah apakah ada benjolan atua tidak. (ACS,
2007)
b. Pemeriksaan payudara oleh dokter
Dilakukan setiap 3 tahun untuk wanita diantara umur 20 – 40 tahun dan setiap
tahun untuk yang berusia lebih tua dari 40 tahun
c. Mammography
Teknik mammmography menggunakan pemaparan radiasi 0,02 cGy untuk dua
lapang pandang. Pemaparan lebih dari 1 cGy akan dapat meningkatkan resiko
menjadi kanker payudara menjadi 6 per 1 juta populasi.
o Mammogram setiap tahun dapat menunjukkan pengurangan mortalitas kanker
payudara pada wanita lebih tua dari 50 tahun
o Rekomendasi ACS mammogram sebagai baseline untuk wanita umur 35 – 39
tahun, mammogram setiap 1- 2 tahun untuk wanita umur 40 – 49 tahun dan
mammogram setiap tahun untuk wanita umur 50 tahun atau lebih.
o National Cancer Institute tidak merekomendasikan skrining mammography
sebelum berumur 50 tahun dan merekomendasikan mammography setiap tahun
jika telah berumur 50 tahun atau lebih.
2.9 Penatalaksanaan
A. Terapi locoregional kanker payudara
1. Carcinoma in situ (CIS).
26
Peningkatan teknik mammography dan skrining telah menghasilkan peningkatan
secara insiden kanker payudara non-invasif khususnya ductal CIS. Sekitar 30%
dari kasus baru kanker payudara adalah CIS (Charles and Cascioto, 2000).
a. Ductal CIS (75% kasus)
Merupakan lesi ganas dan berulang sekitar 35% kasus dalam 10 sampai 15
tahun jika diterapi dengan hanya melakukan biopsi eksisional saja. Rekurensi
berupa karsinoma invasif lebih dari 25% kasus. Jika dilakukan diseksi kelenjar
getah bening, metastasis ditemukan sekitar kurang dari 3% kasus. Ketika
mastektomi dilakukan maka lesi akan multisentrik (lesi CIS tambahan lebih
dari 2 cm dari lesi utama) pada setengah kasus.
b. Lobular CIS (25% kasus) merupakan lesi premalignansi. Tumor ini cenderung
multisentrik dan biasanya bilateral (sekitar 30%). Resiko menjadi kanker 20-
30% pada payudara yang terkena dan 15-20% pada payudara kontralateral.
Sekitar 25-30% pasien dengan lobular CIS menjadi ductal CIS setelah
berumur 25-30 tahun. Pilihan terapi meliputi mastektomi total, kontrol ketat
setiap tahun dengan mammogram dan pemeriksaan dokter setiap 4 bulan.
Pasien dengan resiko tinggi lebih bagus hasilnya dengan mastektomi bilateral.
2. Lesi lokal terbatas : stadium I dan II
Tidak ada perbedaan survival yang jelas diantara mastektomi total dengan diseksi
kelenjar getah bening (modified radical mastectomy) dibandingkan pemebedahan
terbatas (lumpectomy, tylectomy, total gross removal atau quandractomy) diikuti
dengan radioterapi definitif untuk terapi lokal kanker payudara. Tanggung jawab
seorang dokter adalah memberikan informasi dan membantu pasien dalam
memutuskan teknik pembedahan yang akan dipilihnya (Charles and Cascioto,
2000).
3. Mastektomi total dengan diseksi kelenjar getah bening (modified radical
mastectomy)
Merupakan prosedur standar untuk pasien yang memilih bedah sebagai terapi lokal
saja. Beberapa pusat penelitian telah mengganti diseksi kelenjar getah bening
dengan teknik pengambilan kelenjar getah bening terbatas untuk tujuan stadium
dan menghasilkan rendahnya komplikasi (khususnya limfedema). Tidak perlu
dilakukan radioterapi adjuvan setelah melakukan prosedur ini kecuali jika tumor
27
melibatkan sejunlah besar kelenjar getah bening axillary atau invasi ekstensif
pembuluh limfe (Charles and Cascioto, 2000).
Kontraindikasi pembedahan: keadaan umum pasien tidak toleransi terhadap
operasi
Keuntungan mastektomi
o Paling efisien dan reliabilitas dalam kontrol tumor lokal
o Mengeliminasi jaringan payudara sisa yang beresiko
o Jika diperlukan kemoterapi adjuvan lebih mudah dilakukan setelah
pembedahan daripada radioterapi
Kerugian dan komplikasi mastektomi
o Limfa edema (5% pasien), kerusakan saraf (jarang)
o Deformitas kosmetik, dapat dilakukan rekonstruksi atau prostesis
Indikasi rekonstruksi, termasuk ketersediaan kulit dan soft tissue
cukup
Kontraindikasi reskonstruksi, termasuk inflammatory carcinoma,
terdapatnya kerusakan radiasi ekstensif pada kulit, harapan pasien
yang tidak realistik
4. Bedah terbatas diikuti radioterapi
Melibatkan pengambilan total keseluruhan tumor (lumpectomy) dan diseksi
kelenjar getah bening untuk tujuan stadium. Kemudian dilakukan radioterapi dan
menghabiskan waktu sekitar 6 minggu. Radiasi yang diberikan berupa
megavoltage gamma-irradiation ke seluruh payudara (sekitar 4500 sampai 5000
cGy) dan sisanya diberikan sebagai booster pada daerah biopsi (1000 sampai 2000
cGy) (Charles and Cascioto, 2000).
Kontraindikasi:
o Tumor diameter lebih dari 5 cm
o Karsinoma multisentrik pada payudara
o Paget’s disease
o Intraductal CIS yang sangat ekstensif pada biopsi atau reeksisi
spesimen dengan batas jelas atau tidak. Rekurensi setelah radioterapi
25%
o Abnormalitas mammographic worrisome
28
Kalsifikasi tipe diffuse indeterminate
Lesi residu setelah mammogram post operasi
o Situasi kesulitan dalam radioterapi
Payudara besar dan pendulous
Kehamilan trimester pertama atau kedua
Penyakit collagen vascular, khususnya skleroderma atau
sistemik lupus
Keuntungan bedah terbatas dan radioterapi
o Penamilan kosmetik
o Retensi payudara
Kerugian dan komplikasi bedah terbatas dan radioterapi
o Retensi payudara dapat rekuren atau menjadi neoplasma primer baru.
Perlu kontrol ketat dengan pemeriksaan fisik dan mammography.
o Radioterapi menimbulkan eritema kulit, ulserasi, radang fibrosis
payudara, pneumonitis atau perikarditis radiasi, fraktur tulang rusuk,
ulkus dinding dada, infark miokardial (lesi sisi kiri), karsinogenesis
lambat atau kanker paru-paru.
Kemoterapi preoperatif
Untuk kanker payudara stadium awal, mengurangi pelibatan jumlah kelenjar
getah bening (metastasis), meningkatkan jumlah lumpectomy.
5. Lesi regional tahap lanjut (advanced): stadium III
Stadium IIIA (operable)
Pembedahan jelas berguna dalam mengontrol lesi lokal. Masala utama adalah
lesi relaps lebih awal dan kematian akibat metastase. Dengan demikian
langkah pertama yang dilakukan dalam terapi adalah kombinasi kemoterapi
diikuti dengan total mastektomi dan diseksi kelenjar getah bening axillary
(Charles and Cascioto, 2000).
Stadium IIIB (inoperable) dan inflammatory carcinoma
Terapi masih kontrovesial. Kebanyakan pasien diterapi awal dengan
kemoterapi 3 – 4 bulan (CMF, CA atau FAC). Dilanjutkan dengan radioterapi
kemudian mastektomi. Terapi sistemik kemudian dilanjutkan dengan
kemoterapi kombinasi, tamoxifen (hormon-positive tumor) atau keduanya.
29
Tabel 2.8 kemoterapi kombinasi kanker payudaraSumber: Charles and Cascioto, 2000
6. Terapi adjuvan
Diberikan secepatnya setelah terapi lokal dengan maksud menyembuhkan pasien
dari residu mikrometastase (Charles and Cascioto, 2000).
Terapi adjuvan tamoxifen
Diberikan selama 5 tahun pada kanker payudara tahap awal dapat mengurangi
resiko rekurensi sebesar 50% – 60% dan peningkatan survival 10 tahun, tidak
tergantung umur atau pernah diberi kemoterapi (Charles and Cascioto, 2000).
Terapi adjuvan kombinasi
Dilakukan selama 3 – 6 bulan mengurangi rekurensi kanker payudara (35%
pada wanita umur kurang dari 50 tahun; 20% bagi wanita berumur 50 – 69
tahun) serta peningkatan survival 10 tahun, tidak tergantung umur, status
menopause, status ER atau pemberian tamoxifen sebelumnya (Charles and
Cascioto, 2000).
Kombinasi kemoterapi dan terapi endokrin, lebih menguntungkan daripada
dilakukan salah satu saj, merupakan terapi pelengkap (Charles and Cascioto,
2000).
7. Terapi adjuvan
Pada wanita dengan resiko tinggi salah satunya adanya pelibatan kelenjar getah
bening dan juga lesi negatif pada kelenjar getah bening (Charles and Cascioto,
2000).
Kontraindikasi
a. Pasien dengan prognosis baik
o noninvasive CIS dengan semua ukuran pada wanita semua umur
30
o tumor primer yang sangat kecil (kurang dari 1 cm) dan tidak ada
pelibatan kelenjar getah bening, tidak tergantung status hormon.
b. Pasien dengan kondisi medis komorbid yang dapat menimbulkan efek
samping dari terapi
Wanita premenopause dengan pelibatan kelenjar getah bening axillary
Diberikan selama 6 bulan kemoterapi dengan CMF atau adriamycin-
containing regimen (FAC atau CA) dimulai dalam 4 minggu setelah bedah
o untuk pasien dengan tumor hormone-receptor-positive diberikan
tamoxifen atau ovarian ablation setelah kemoterapi. Ovarian ablation
meningkatkan bebas rekurensi dan peningkatan survival tetapi tidak
berefek pada wanita berumur lebih dari 50 tahun
o pasien dengan 4 atau lebih positif kelenjar getah bening diberikan
Adriamycin-based regimen selama 4 siklus diikuti 4 siklus taxane
(Charles and Cascioto, 2000).
Wanita postmenopause dengan pelibatan kelenjar getah bening axillary dan
adanya reseptor hormon
Secara umum diberikan tamoxifen (20 mg setiap hari) selama 5 tahun atau
lebih setelah operasi. Dengan adanya kemungkinan aggresive endometrial
carcinoma sebaiknya dilakukan pemeriksaan pelvis setiap tahun dengan
evaluasi adanya perdarahan abnormal uterus (Charles and Cascioto, 2000).
Wanita postmenopause dengan pelibatan kelenjar getah bening axillary dan
tidak ada reseptor hormon (Charles and Cascioto, 2000).
Secara umum diberikan kemoterapi adjuvan dan harapan hidup 5 tahun
Wanita dengan resiko tinggi dan tidak ada pelibatan kelenjar getah bening
o Tumor lebih besar dari 1 cm dan tidak adanya reseptor hormon, dengan
tumor grade tinggi diberikan kemoterapi saja
o Tumor berukuran 1 sampai < 2 cm diberikan tamoxifen saja
o Tumor berukuran > 2 cm dan positif adanya reseptor hormon,
diberikan kemoterapi dan tamoxifen (Charles and Cascioto, 2000).
Intensifikasi dosis
Wanita dengan 7 atau lebih pelibatan kelenjar getah bening diberikan terapi
dosis intensif, biasanya dengan tranplantasi stem cell autolog.
31
Anthracycline, keuntungannya nyata tapi kecil ketika dimasukkan dalam
regimen kemoterapi (Charles and Cascioto, 2000).
8. Follow-up pasien setelah terapi primer kanker payudara locoregional
Mammography berulang setelah radioterapi. Dilakukan setahun sekali
setelahnya. Tujuannya adalah mengetahui lesi rekuren yang masih respon
terhadap terapi kuratif
Pemeriksaan laboratorium lengkap lainnya karena besar resiko untuk
mengalami keganasan lainnya seperti kanker kolon pada pasien dengan
riwayat keganasan tinggi
Liver scan, bone scan dan pemeriksaan radiografi lainnya tidak perlu
dilakukan jika tidak ada kelainan gejala dan tanda klinis pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik (Charles and Cascioto, 2000).
B. Terapi stadium metastasis (stadium IV)
1. Faktor prediksi adanya respon terhadap terapi sistemik
Aktivitas ER (estrogen receptor) dan PgR (progesteron receptor) merupakan faktor
prediksi utama respon terhadap terapi hormonal untuk kanker primer dan
metastasisnya. Pasien dengan level HER-2/neu rendah atau tidak ada pada tumornya
dapat berespon baik dengan regimen cyclophosphamide, methotrexate dan 5-
fluorouracil (CMF) dan tidak berrespon baik jika terjadi overekspresi Her-2/neu tetapi
baik jika diberikan doxorubicin (Adriamycin) (Charles and Cascioto, 2000).
2. Terapi endokrin
Digunakan pada pasien yang tidak terancam nyawanya oleh kanker. Pasien dengan
lesi rekuren dalam 1 tahun setelah terapi primer biasanya memeiliki tumor yang cepat
tumbuh dan respon buruk terhadap terapi endokrin (Charles and Cascioto, 2000).
Status reseptor hormon
Harus diketahui sebelum terapi hormonal diberikan. Tumor dengan reseptor
hormon negatif biasanya tidak diterapi awal dengan manipulasi endokrin karena
respon tidak ada atau kurang dari 10%
Anti estrogen
32
Tamoxifen citrate (nolvadex) sebagai anti estrogen pada tumor ER positif atau
tidak diketahui, tanpa memperhatikan umur pasien. Tamoxifen (20 mg per oral
sekali sehari) diberikan sampai terjadinya relaps.
Gambar 2.5 Alur penatalaksanaan kanker payudara stadium metastaseSumber: Charles and Cascioto, 2000
Aromatase inhibitor
Mencegah konversi androgen ke estrogen. Diberikan Anastrozole (Amiridex, 1
mg per oral sekali sehari) dan letrozole (femara 2,5 mg per oral setiap hari)
merupakan terapi alternatif kedua dari megestrol acetate.
Tabel 2.9 Hubungan ER dan Pgr dengan tingkat respon terapi hormonalSumber: Charles and Cascioto, 2000
Megestrol acetate
Megace 40 mg per oral 4 kali sehari, merupakan progestin dan merupakan
pilihan terapi endokrin kedua atau ketiga.
Agen endokrin pilihan keempat
33
Androgen (fluoxymestrone 10 mg 4 kali sehari) atau estrogen (diethylbestrol 5
mg 3 kali sehari) pada pasien yang gagal dengan tamoxifen, aromatase
inhibitor, atau megestrol acetate.
Ovarian ablation
Digunakan untuk wanita premenopause dengan kanker payudara relaps dan
ER positif.
Adrenalektomi atau hipofisektomi dapat menyebabkan permasalahan medis
sulit
Krisis hiperkalsemi atau nyeri tulang memburuk setelah terapi hormonal.
Dapat terjadi akibat terapi hormonal dan dapat diganti dengan terapi sitotoksik.
Bone scan memburuk pada pasien dengan klinis membaik. Proses pemburukan
ini terjadi sebagai akibat proses penyembuhan pada kasus pelibatan tulang
dengan peningkatan asupan isotopic tracers. Merupakan indikasi terapi sukses
dan sebaiknya dilanjutkan (Charles and Cascioto, 2000).
3. Kemoterapi
Indikasi:
o Pasien dengan ER negative
o Pasien dengan ER positif dan terapi endokrim gagal
o Pasien dengan penyakit yang mengancam nyawa, penyebaran limfatik ke
paru-paru, metastasis liver atau kanker yang cepat tumbuh
Pilihan agen sitotoksik
Kebanyakan agen sitotoksik digunakan tunggal efektif dalam mencapai respon
parsial dalam 20 – 30 % kasus (jarang komplit). Remisi biasanya 4 – 6 bulan.
Agen tunggal yang efektif doxorubicin dan taxane (paclitaxel atau docetaxel).
Docetaxel cocok untuk metastasis liver
Kombinasi agen sitotoksik
Regimen CMF merupakan pilihan terbaik untuk terapi awal khususnya jika
digabung dengan prednisone. Nilai respon 60% dengan durasi setahun atau lebih.
Kombinasi doxorubicin (Adriamycin) dari CA dan FAC efektif. Kombinasi
doxorubicin dengan paclitaxel dilaporkan lebih berespon tinggi.
Kegagalan terapi kombinasi
34
Setelah gagal CMF atau CA, agen tunggal berlanjut dapat dicoba. Obat untuk
penyakit tahap akhir adalah paclitaxel (taxol), docetaxel (tacotere), fuorouracil,
methotrexate, vinorelbine, mitomycin C dan prednisone
Herceptine (anti Her-2 monoclonal antibody)
Dengan atau tanpa agen sitotoksik. Digunakan pada pasien dengan tumor
overekspresi ER-2/neu (c-erB-2). Nilai respon Herceptin jika dipakai tunggal 15%
tapi respon tergantung waktu. Kerjanya sinergis dengan agen sitotoksik tapi bisa
meningkatkan kardiotoksitas ketika digunakan dengan doxorubicin.
Biphosphonates
Digunakan`untuk mengatasi hiperkalsemia dibarengi lesi ganas. Beberapa
penelitian menunjukkan biphosphonates (pamidronate) berguna pada postponing
skeletal event seperti nyeri atau fraktur pada pasien dengan metastase tulang
Transplantasi sumsum tulang atau sel stem, sangat meragukan keuntungannya
untuk pasien dengan kanker payudara metastatik yang lanjut (Charles and
Cascioto, 2000).
4. Terapi lokal untuk lesi metastatik, biasanya diterapi sistemik tetapi beberapa
permasalahan lokal dapat diatasi dengan radioterapi (RT) lokal
Metastase tulang nyeri yang terisolasi, biasanya berrespon terhadap lokal RT
Metastasis axillary massive, memerlukan lokal RT dengan atau tanpa reseksi
bedah
Lesi cervical spine dan femoral neck, dengan atau tanpa gejala seharusnya diterapi
dengan lokal RT. Lesi femoral neck biasanya memerlukan fiksasi pembedahan
Metastasis orbital dan otak, beberapa pasien survive beberapa tahun setelah RT
Rekurensi dinding dada, biasanya pasien umumnya diterapi sistemik terlebih
dahulu (Charles and Cascioto, 2000).
C. Permasalahan klinis khusus pada kanker payudara
1. Edema pasca pembedahan pada lengan tanpa nyeri
Biasanya terajdi pada mastektomi radikal tetapi juga dapat terjadi pada
pembedahan yang sedikit ekstensif, insiden semakin meningkat pada pasien
dengan RT pasca pembedahan. Biasanya edema timbul sebulan setelah
pembedahan. Pencegahan lebih baik daripada terapi. Pencegahan berupa teknik
35
pembedahan yang baik dan menghindari radiasi pasca operasi di axilla. Terapi
dapat berupa elevasi lengan, stocking lengan dan latihan pergerakan lengan
(Charles and Cascioto, 2000).
2. Lymphangiosarcoma lengan
Jarang terjadi dan timbul sebagai komplikasi lengan yang edema kronis 5 – 6
tahun lebih setelah mastektomi radikal. Pertama kali timbul ecchymosis kemudian
edema memburuk dan ulkus pada tumor. Prognosisnya buruk karena rekurensi dan
penyebaran metastasis setelah radikal amputasi. Kemoterapi diikuti RT
kemungkinan dapat mengontrol kondisi pada tumor ini (Charles and Cascioto,
2000).
3. Edema pada lengan dengan nyeri atau paresthesias
Terjadi setelah lebih dari sebulan operasi, hampir merefleksikan tumor rekuren.
Kanker secara klinis tidak dapat diketahui karena terletak tinggi pada apex axilla
atau paru-paru. Keluhan pasien nyeri pada tangan dan kelemahan dan atropi
progresif otot tangan dan lengan. Setelah beberapa waktu lamanya, tumor baru
bisa teraba pada axilla atau supraclavicular fossa tetapi pasien biasanya sudah
terjadi paralisis tangan yang tidak responsif terhadap terapi. Pasien dengan
keluhan ini sebaiknya diterapi RT pada axilla dan supraclavicular fossa meskipun
secara fisik dan radiologis tidak ada tumor (Charles and Cascioto, 2000).
4. Radiasi dinding dada menginduksi ulkus
Kemungkinan terjadi setelah 25 tahun terapi pada wanita dengan radikal
mastektomi diikuti RT yang ekstensif. Terapi dengan pembedahan kuretase untuk
mengeksklusi kemungkinan rekurensi kanker. Terapi dengan hiperbarik oksigen
juga bisa pada lesi jinak kurang dari 1 cm (Charles and Cascioto, 2000).
5. Payudara yang diinjeksi silikon
Tempat potensial untuk terjadi keganasan yang tidak dapat terdeteksi.
Mammography hanya sedikit dapat mendeteksi dan secara klinis benjolan tidak
dapat dievaluasi. Pasien dengan payudara injeksi silikon seharusnya
diinformasikan akan resiko terjadi keganasan (Charles and Cascioto, 2000).
6. Kanker payudara pada pria jarang (kurang dari 2% kasus) diterapi sesuai dengan
prinsip pada penanganan kanekr payudara wanita (Charles and Cascioto, 2000).
36