tinjauan persyaratan sni 03-2847-2002 ... - konteks.idkonteks.id/p/04-148.pdf · tinjauan...
TRANSCRIPT
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 427
TINJAUAN PERSYARATAN SNI 03-2847-2002 TERHADAP TULANGAN
TRANSVERSAL PENGEKANG: STUDI KOMPARASI KOLOM BETON BERTULANG
DENGAN PENGEKANG TRADISIONAL DAN JARING KAWAT LAS
Benny Kusuma
1 dan Tavio
2
1Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kampus ITS, Surabaya 60111
Email: [email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kampus ITS, Surabaya 60111
Email: [email protected]
ABSTRAK
Tulangan transversal berfungsi bukan hanya sebagai penahan geser tapi juga bermanfaat lebih jauh
sebagai tulangan pengekang baik pada balok maupun kolom beton bertulang. Kebutuhan akan
daktilitas yang memadai mensyaratkan sebuah kolom mempunyai tulangan transversal dengan
volume dan spasi tertentu seperti yang diatur oleh Tata Cara SNI 03-2847-2002. Hal ini terutama
untuk mengantisipasi pengaruh gempa. Kebutuhan yang banyak dan kerumitan akibat kebutuhan
tulangan pengekang yang rapat mengakibatkan kendala pada pelaksanaan dan pengaruh terhadap
mutu beton akibat kesulitan pada saat pelaksanaan. Oleh karena itu, pemanfaatan tulangan
pengekang Jaring Kawat Las menjadi pilihan yang sangat menguntungkan karena presisi,
kemudahan dan kualitas pelaksanaan yang lebih baik. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa
kebutuhan tulangan pengekang tipe ini memberikan daktilitas yang cukup baik dengan persyaratan
yang lebih rileks dibandingkan tulangan tradisional. Disamping itu, tidak diperlukannya kait gempa
sangat mengurangi keruwetan pelaksanaan yang sangat mempengaruhi mutu pelaksanaan. Tinjauan
studi terbatas pada tinjauan komparasi kedua tipe tulangan akibat beban aksial.
Kata kunci: beton bertulang, kolom, Jaring Kawat Las, SNI-03-2847-2002, tulangan transversal.
1. PENDAHULUAN
Telah lama diketahui bahwa tulangan sengkang atau tulangan transversal pada kolom memiliki empat fungsi utama
(Mac Gregor dan Wright, 2005). Keempat fungsi tersebut mengakomodasi perilaku pasca gempa untuk komponen
kolom (Elwood dkk., 2009). Keempat fungsi tersebut bila dikaitkan dengan peraturan SNI 03-2847-2002 adalah: 1)
menyediakan kekuatan geser yang cukup (Pasal 13.1 dan bila dikaitkan dengan aturan perencanaan gempa untuk
bangunan gedung dipaparkan pada Pasal 23.4.4); 2) untuk mencegah terjadinya tekuk prematur pada tulangan
longitudinal dan utamanya pada daerah sendi plastis (Pasal 9.6 dan Pasal 23.4.4); 3) untuk mengekang daerah
sambungan lewatan (Pasal 14.4 dan seterusnya, serta bila dihubungkan dengan ketentuan khusus untuk perencanaan
gempa merujuk ke Pasal 23.2); dan 4) memberikan efek pengekangan/confinement (ketentuan khusus bagi
perencanaan gempa merujuk ke Pasal 23.3). Semua fungsi-fungsi tersebut mempunyai manfaat untuk meyakinkan
bahwa kolom dapat mempertahankan kemampuan kekuatan dan deformasinya pada saat mengalami beban lateral
dan vertikal.
Kebutuhan akan daktilitas yang memadai mensyaratkan sebuah kolom mempunyai tulangan transversal dengan
volume dan spasi tertentu seperti yang diatur oleh Tata Cara SNI 03-2847-2002. Hal ini terutama untuk
mengantisipasi pengaruh gempa. Kebutuhan yang banyak dan kerumitan akibat kebutuhan tulangan pengekang yang
rapat mengakibatkan kendala pada pelaksanaan dan pengaruh terhadap mutu beton akibat kesulitan pada saat
pelaksanaan. Oleh karena itu, pemanfaatan tulangan pengekang Jaring Kawat Las (welded wire fabric = WWF)
menjadi pilihan yang sangat menguntungkan karena presisi, kemudahan dan kualitas pelaksanaan yang lebih baik.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa kebutuhan tulangan pengekang tipe ini memberikan daktilitas yang cukup
baik dengan persyaratan yang lebih rileks dibandingkan tulangan tradisional. Disamping itu, tidak diperlukannya
kait gempa sangat mengurangi keruwetan pelaksanaan yang sangat mempengaruhi mutu pelaksanaan.
Tata cara SNI 03-2847-2002 belum mengakomodasi penggunaan tulangan pengekang Jaring Kawat Las pada
kolom. Hal ini lebih disebabkan oleh karena belum banyaknya riset yang terkait dengan penggunaan tulangan Jaring
Kawat Las sebagai tulangan pengekang pada kolom. Penelitian-penelitian awal memberikan indikasi bahwa
penggunaan tulangan Jaring Kawat Las berpotensi meningkatkan kekuatan dan daktilitas kolom (Holland, 1995;
Hong, 1997; Lambert-Aikhionbare, 2001). Kebutuhan tulangan transversal yang digunakan dalam SNI 2847-2002
diturunkan berdasarkan kolom beton bertulang yang dikekang dengan tulangan konvensional, sehingga belum tentu
Benny Kusuma dan Tavio
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 428
cocok bila diterapkan pada kasus kolom yang menggunakan tulangan Jaring Kawat Las. Studi komparasi dilakukan
pada kedua tipe tulangan pengekangan tersebut.
Tulisan ini menyajikan efek pengekangan yang diberikan oleh kedua tipe tulangan transversal tersebut akibat beban
aksial. Efek pengekangan tulangan sengkang konvensional pada kolom beton telah lama dikaji melalui serangkaian
pengujian eksperimental dalam skala jumlah yang sangat besar. Usaha tersebut mulai dirintis oleh Park (1975).
Selanjutnya oleh Sheikh dan Uzumeri (1980, 1982) dan Mander dkk. (1988a) berdasarkan serangkaian pengujian
kolom persegi menyimpulkan bahwa luas efektif penampang kolom terkekang (Ae) kurang dari luas penampang
yang diberi tulangan transversal (Ash) atau dengan kata lain Ae kurang dari Ash. Selain itu disimpulkan pula bahwa
distribusi tulangan longitudinal, konfigurasi tulangan dan spasi tulangan transversal mempengaruhi efektivitas
pengekangan tersebut. Penambahan kekuatan akibat pengekangan pada model Mander dkk. (1988b) juga
menggunakan hasil penelitian Richart dkk. (1928), yang selanjutnya dikembangkan untuk memperoleh hubungan
konstitutif untuk beton terkekang. Legeron dan Paultre (2003) mengusulkan suatu model kurva tegangan-regangan
beton terkekang berdasarkan kompatibiltas regangan dan kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja secara transversal.
Model ini merupakan pengembangan dari model yang diusulkan oleh Cusson dan Paultre (1995) untuk beton mutu
tinggi. Penelitian Legeron dan Paultre ini (2003) lebih difokuskan ke pemanfaatan beton mutu tinggi.
2. PENGEKANGAN TULANGAN JARING KAWAT LAS
Kajian tentang pemanfaatan tulangan Jaring Kawat Las sebagai tulangan pengekangan pada kolom belum banyak
dilakukan. Sehingga masih dibutuhkan serangkaian informasi dan untuk menguatkan argumentasi penggunaan
tulangan tersebut. Oleh karena pemakaian tulangan Jaring Kawat Las telah marak dilakukan, maka pemanfaatan
tulangan Jaring Kawat Las sebagai tulangan pada konstruksi beton telah diakomodasikan pada ASTM A82 dan
ASTM A496.
Furlong dkk. (1991) menyatakan bahwa secara prinsip tidak ada perbedaan kekakuan awal antara kolom yang
dikekang dengan Jaring Kawat Las bila dibandingkan dengan tulangan konvensional meskipun sebelum hancur
spesimen kolom yang dikekang tulangan konvensional mempunyai regangan yang lebih besar. Saatcioglu dan Grira
(1999) menyimpulkan bahwa pada kasus kolom terkekang, tulangan Jaring Kawat Las berperilaku mirip dengan
tulangan konvensional asalkan las pada tulangan Jaring Kawat Las dilakukan dengan benar, jika tidak, maka hal ini
akan mempengaruhi kekuatan dan daktilitas. Lebih lanjut dipaparkan bahwa dalam penelitian ini tidak dijumpai
tulangan Jaring Kawat Las yang mengalami kegagalan. Jika parameter pengekangannya sama (rasio volumetrik,
mutu tulangan pengekangan, konfigurasi tulangan dan spasi) tetapi berbeda jenis tulangan pengekangannya
(tulangan konvensional atau Jaring Kawat Las), maka spesimen yang dikekang menggunakan Jaring Kawat Las
memperlihatkan respon yang lebih daktail. Selain itu, jika rasio volumetrik dan spasi tulangan pengekangannya
sama tetapi jumlah grid berbeda, maka spesimen yang memiliki jumlah grid yang lebih banyak memperlihatkan
deformabilitas yang lebih baik. Selain itu disimpulkan pula bahwa pemanfaatan tulangan Jaring Kawat Las
memberikan manfaat ekonomis yang lebih baik bila dibandingkan dengan tulangan konvensional.
Penelitian dengan topik pengekangan kolom menggunakan tulangan Jaring Kawat Las yang cukup komprehensif
telah dilakukan oleh Holland, 1995; Hong, 1997; Mau dkk., 1998; dan Lambert-Aikhionbare, 2001. Hasil pengujian
menyimpulkan bahwa kolom yang dikekang memakai tulangan Jaring Kawat Las memiliki perilaku kekuatan dan
daktilitas pasca puncak yang mirip dengan kolom yang dikekang menggunakan tulangan konvensional. Akan tetapi
pengekangan memakai tulangan Jaring Kawat Las menghasilkan peningkatan kekuatan yang lebih baik yakni
sebesar 40%. Faktor yang sangat dominan mempengaruhi peningkatan kekuatan tersebut adalah spasi longitudinal
tulangan Jaring Kawat Las. Hanya saja jika rasio S/D (rasio spasi longitudinal terhadap lebar penampang kolom)
makin kecil sehingga rasio volumetrik tulangan pengekangannya ikut mengecil, maka juga menghasilkan
peningkatan kekuatan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh grid terhadap perilaku kolom.
Lebih lanjut Mau dkk. (1998) mengusulkan suatu parameter berupa Indeks Daktilitas untuk mengklasifikasikan
suatu penampang kolom berperilaku daktail atau tidak. Jika indeks tersebut bernilai 8 atau lebih dari angka tersebut,
maka penampang tersebut dapat diklasifikasikan sebagai penampang yang daktail. Demikian pula sebaliknya bila
nilai indeks tersebut kurang dari 8. Selain itu hasil penelitian yang cukup penting didapatkan adalah bahwa perilaku
antara dua buah material yang berbeda (beton dan tulangan Jaring Kawat Las) mendekati homogeny, hampir tidak
memperlihatkan perilaku dua komponen diskrit.
Setelah hampir kurang lebih 8 tahun tidak terlihat perkembangan signifikan mengenai riset kolom terkekang yang
menggunakan tulangan Jaring Kawat Las, maka publikasi hasil penelitian Tabsh (2007), Kusuma dan Tavio (2007)
dan Tavio dkk. (2007) menunjukkan perkembangan yang lebih baik karena dari penelitian tersebut telah
menghasilkan hubungan konstitutif penampang kolom terkekang oleh tulangan Jaring Kawat Las.
Tinjauan Persyaratan Sni 03-2847-2002 Terhadap Tulangan Transversal Pengekang: Studi Komparasi Kolom Beton Bertulang
Dengan Pengekang Tradisional Dan Jaring Kawat Las
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 429
3. ATURAN PENGEKANGAN DALAM SNI 03-2847-2002
Filosofi aturan pengekangan dalam SNI 03-2847-2002 adalah mempertahankan kekuatan penampang yang
selanjutnya diharapkan secara otomatis menimbulkan efek daktilitas. Setelah selimut beton mencapai regangan
ultimitnya, selimut beton mengalami pengelupasan (spalling); inti beton tetap bertahan akibat adanya efek
pengekangan yang disediakan oleh tulangan transversal. Penampang tetap mampu memikul gaya aksial sebelum dan
setelah terjadinya pengelupasan tersebut, yang tentu saja disertai dengan adanya daktilitas penampang. Persamaan
rasio volumetrik tulangan transversal yang dicantumkan dalam SNI 03-2847-2002 mengindikasikan bahwa
pemberian tulangan tersebut mengakibatkan meningkatnya kekuatan penampang. Secara kuantitatif, peningkatan
kekuatan penampang menggunakan persamaan yang diusulkan oleh Richart dkk. (1928) yakni sebesar
l
fff cocc 1.4+′=′ (1)
Semua ketentuan pengekangan mengakomodasi rasio Ag/Ach, dengan Ach adalah luas inti terkekang. Kebutuhan
tulangan pengekangan pada tata cara SNI didasarkan pada penelitian Richart dkk. (1928) yang difokuskan kepada
pengaruh tulangan pengekangan pada beban aksial konsentrik. Persamaan SNI disusun sedemikian rupa sehingga
kekuatan aksial sebelum dan setelah terjadinya pengelupasan selimut beton tetap dapat dipertahankan akibat adanya
tulangan pengekangan. Formula tersebut memuat faktor (Ag/Ach – 1). Untuk meyakinkan bahwa kolom yang besar
memiliki tulangan pengekangan yang memadai maka Ag/Ach dibatasi tidak boleh lebih dari 1,3. Pendekatan yang
sama disajikan juga oleh ITG (2007).
Pada kasus kolom persegi, tekuk tulangan longitudinal umumnya dibatasi dengan menggunakan jarak spasi tertentu,
dan pengekangan inti beton didefenisikan sebagai luas minimum tulangan transversal Ash sebagai fungsi dari s.
Tegangan pengekangan dinyatakan sebagai cytsh bsfA , dimana fyt adalah tegangan leleh tulangan transversal dan
bc adalah lebar inti diukur dari sisi terluar daerah yang dikekang. SNI 03-2847-2002 mengakomodasi sejumlah
fungsi tulangan transversal pada kolom. Syarat spasi s berfungsi mencegah tekuk tulangan longitudinal, sedangkan
jumlah tulangan transversal Ash berfungsi mengekang inti beton agar dapat mencapai regangan yang tinggi. Pasal
9.10.5.3 mensyaratkan bahwa penampang beton harus memiliki tahanan di sudut-sudut yang disediakan oleh
tulangan longitudinal. Pasal tersebut juga mensyaratkan bahwa spasi bersih tulangan longitudinal tanpa tahanan
lateral adalah sebesar 150 mm; Pasal 23.6.4.2 mensyaratkan bahwa spasi horisontal sengkang ikat tidak boeh lebih
dari 350 mm dihitung dari pusat ke pusat tulangan. Defenisi SNI mensyaratkan adanya ikatan pada sengkang (yakni
tekukan ikatan yang lebih dari 135 derajat) pada satu ujung dan 90 derajat pada ujung yang lain. Panjang penyaluran
minimal 75 mm atau 6 kali diameter tulangan, dan tersedia tekukan sebesar 90 derajat pada ujung tulangan
longitudinal. Penggunaan tekuk sengkang sebesar 135 derajat, bengkokan sengkang ikat tertutup sebesar 135 derajat
akan menyediakan efek pengekangan dan tahanan terhadap tekuk bila dibandingkan dengan bengkokan 90 derajat.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa bengkokan 90 derajat cenderung terbuka dan kurang efektif pada saat selimut
beton terkelupas. Akibat syarat pengekangan yang sangat ketat tersebut, dapat mengakibatkan terjadinya kongesti
tulangan, yang berakibat buruk pada struktur beton secara keseluruhan.
Jumlah tulangan pengekangan dinyatakan dalam notasi ρs, untuk rasio volumetrik tulangan spiral pada kolom bulat
dan Ash, untuk luas penampang tulangan pengekangan pada kolom persegi. SNI mengatur kebutuhan tulangan
transversal Ash untuk penampang persegi yang dikekang dengan tulangan konvensional (Persamaan 123 dan 124)
yakni sebesar
yt
c
ch
g
yt
c
c
sh
f
f
A
A
f
f
sb
A ′≤
−
′≥ 09.013.0 (2)
dengan bc adalah lebar inti yang terkekang diukur dari sisi terluar tulangan pengekangan, f’c adalah mutu silinder
beton, fyt adalah tegangan leleh tulangan transversal (dibatasi hingga 400 MPa, tetapi ACI 318-2008 terakhir sebesar
700 MPa), Ag adalah luas total kolom, Ach adalah luas inti beton terkekang.
Persamaan (2) di atas dapat juga ditulis menjadi
yt
c
ch
g
yt
cc
f
f
A
A
f
f ′≤
−
′≥ 09.013.0ρ (3)
dimana:
Benny Kusuma dan Tavio
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 430
c
shc
bs
A=ρ (4)
Koefisien pengekangan, r, merepresentasikan kebutuhan tulangan pengekangan seperti yang digunakan juga pada
tata cara SNI merupakan kombinasi dari kekuatan material, jumlah tulangan transversal dan selimut beton, sehingga
−′
=
1ch
g
c
ytc
A
Af
fr
ρ (5)
Oleh karena itu suatu parameter desain r diusulkan seperti dalam Pers. (5) yang merupakan kombinasi dari kekuatan
material, rasio volumetrik, dan selimut beton. Rasio r tersebut digunakan untuk menentukan jumlah tulangan
pengekangan seperti yang dipakai pada ACI.
4. EVALUASI KETENTUAN PENGEKANGAN
Evaluasi terhadap peningkatan kekuatan spesimen menggunakan data hasil eksperimen yang dilakukan oleh penulis
(2010) dan data eksperimen yang ada dari beberapa peneliti dengan berbagai konfigurasi grid las (Holland, 1995;
Hong, 1997; Lambert-Aikhionbare, 2001). Perbandingan dilakukan pada data hasil eksperimen spesimen yang
menggunakan tulangan Jaring Kawat Las dengan persamaan empiris untuk kolom beton bertulangan sengkang
maupun spiral yang telah ada. Beberapa model persamaan empiris yang ditemukan oleh beberapa peneliti untuk
memprediksi peningkatan kekuatan penampang kolom beton akibat pengekangan telah banyak diusulkan, salah satu
persamaan empiris yang diadopsi oleh tata cara ACI maupun SNI dalam menurunkan persamaan untuk menghitung
jumlah tulangan transversal yang dibutuhkan oleh kolom beton akibat pengekangan adalah persamaan yang
diusulkan oleh Richart dkk. (1928) yang difokuskan kepada pengaruh tulangan pengekangan pada beban aksial
konsentrik.
Tegangan lateral (fl) pada Persamaan (1) dihitung dengan asumsi bahwa tulangan pengekangan telah mencapai
tegangan lelehnya (fyt) ketika kolom mengalami pengelupasan (spalling) selimut beton. Berdasarkan Gambar 1 di
bawah, untuk memperoleh besarnya tegangan kekang lateral pada inti beton yang dihasilkan oleh pengekangan
tulangan dihitung sebagai berikut.
Gambar 1. Mekanisme pengekangan bulat
sb
fAf
c
ytsh2=
l (6)
Rasio volumetrik tulangan pengekangan memiliki defenisi yakni perbandingan volume tulangan kekang terhadap
volume inti beton, sehingga.
sb
Ab
c
shc
s
4
2π
πρ = (7)
Luas penampang tulangan spiral menjadi
Tinjauan Persyaratan Sni 03-2847-2002 Terhadap Tulangan Transversal Pengekang: Studi Komparasi Kolom Beton Bertulang
Dengan Pengekang Tradisional Dan Jaring Kawat Las
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 431
4
sbA
cs
sh
ρ= (8)
Selanjutnya substitusi Persamaan (8) ke Persamaan (6) sehingga diperoleh
2
yts ff
ρ=
l (9)
Setelah substitusi Persamaan (9) ke Persamaan (1) dan masing-masing sisi Persamaan (1) dibagi dengan tegangan
puncak beton tidak terkekang (unconfined) serta untuk memudahkan perhitungan, koefisien tegangan lateral 4,1
dibulatkan menjadi 4,0, sehingga faktor peningkatan kekuatan untuk kolom dengan penulangan spiral menjadi
co
yts
co
cc
f
f
f
f
′+=
′
′
241
ρ (10)
Dengan cara yang sama, untuk kolom yang dikekang dengan sengkang persegi seperti yang diusulkan oleh Kent dan
Park (Park dkk., 1982), Persamaan (10) menjadi
co
yts
co
cc
f
f
f
f
′+=
′
′
221
ρ (11)
Dengan membandingkan kedua Persamaan (10) dan (11) di atas, menunjukkan bahwa hanya terdapat perbedaan
pada angka koefisien yang konstan. Bila nilai koefisien tersebut diganti dengan koefisien α , maka persamaan
tersebut dapat ditulis menjadi
co
yts
co
cc
f
f
f
f
′+=
′
′
21
ρα (12)
atau,
′
−
′
′
=
co
yts
co
cc
f
f
f
f
2
1
ρα (13)
dimana α adalah kemampuan kuat kekang (strength confining ability), yakni nilai koefisien 4 untuk kolom dengan
tulangan spiral dan koefisien 2 untuk kolom dengan penulangan sengkang persegi. Dari hasil analisis, menunjukkan
bahwa kemampuan kuat kekang sebenarnya merupakan fungsi dari tegangan puncak beton inti (f’cc), rasio
volumetrik tulangan Jaring Kawat Las (ρs), tegangan leleh tulangan Jaring Kawat Las (fyt) dan tegangan puncak
beton unconfined (f’co).
Gambar 2 menunjukkan hubungan kemampuan kuat kekang setiap spesimen dengan indeks pengekangan (ρsfyt/f’co)
untuk berbagai konfigurasi spasi grid tulangan Jaring Kawat Las. Data-data penelitian mengindikasikan bahwa jika
tulangan pengekangan memiliki konfigurasi dan spasi yang sama, maka indeks pengekangan (ρsfyt/f’co) dapat
digunakan sebagai indikator kebutuhan tulangan pengekangan. Dari hasil penelitian direkomendasikan nilai rasio
tersebut berkisar 0,1 hingga 0,4, tergantung pada konfigurasi dan spasi tulangannya. Secara umum dari gambar
tersebut mengindikasikan bahwa spesimen dengan pengekangan menggunakan Jaring Kawat Las berada diantara
confining ability factor 2 dan 4. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan tulangan pengekangan (Ash) berada di
atas garis putus-putus yang menunjukkan kebutuhan tulangan pengekang sengkang persegi, yakni rata-rata lebih
tinggi 70% dari kebutuhan tulangan pengekangan yang dihasilkan oleh SNI pada tingkat indeks pengekangan yang
sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan tulangan pengekang Jaring Kawat Las lebih rileks
dibandingkan dengan tulangan pengekangan konvensional.
Benny Kusuma dan Tavio
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 432
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
ρρρρ s f yh /f' co
Str
en
gth
Co
nfi
nin
g A
bilit
y αα αα Authors
Researchers
Spiral Column
Tied Column
Gambar 2. Hubungan antara kemampuan kuat kekang terhadap indeks pengekangan
Daktilitas regangan kolom pada penelitian ini didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan kolom terkekang
setelah mencapai respon puncak, yaitu pada saat 85% dari tegangan puncak (εcc85) terhadap regangan kolom tanpa
kekangan yang berkorespondensi dengan tegangan puncak kolom beton tak terkekang (εco). Gambar 3 menunjukkan
hubungan antara peningkatan deformasi penampang akibat pengekangan terhadap indeks pengekangan. Gambar
tersebut mengindikasikan secara umum bahwa peningkatan rasio daktilitas seiring dengan peningkatan indeks
pengekangan untuk berbagai konfigurasi grid. Selain itu, jika rasio volumetrik dan jumlah grid tulangan
pengekangannya sama tetapi spasi tulangan pengekangannya berbeda, maka spesimen yang memiliki spasi yang
lebih rapat memperlihatkan deformabilitas yang lebih baik. Kesimpulan utama disajikan juga pada Gambar 3, yakni
rasio daktilitas regangan memiliki batas bawah sebesar 3, hal ini berarti bahwa regangan pada saat 85% tegangan
puncak pada daerah kurva turun kolom terkekang, besarnya tiga kali regangan puncak kolom polos (unconfined).
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
ρρρρ s f yh /f' co
εε εε cc
85/ εε εε
co
Authors
Researchers
Reference Line: εεεε cc85 = 3εεεε co
Gambar 3. Hubungan antara peningkatan deformasi penampang akibat pengekangan terhadap indeks pengekangan
Gambar 2 dan 3 menyajikan perilaku kekuatan dan daktilitas kolom yang dikekang dengan menggunakan baja
tulangan Jaring Kawat Las. Gambar 2 maupun 3 mengindikasikan bahwa karakteristik pengekangan baik pada
kolom yang memakai pengekangan konvensional maupun Jaring Kawat Las signifikan dipengaruhi oleh rasio
Tinjauan Persyaratan Sni 03-2847-2002 Terhadap Tulangan Transversal Pengekang: Studi Komparasi Kolom Beton Bertulang
Dengan Pengekang Tradisional Dan Jaring Kawat Las
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 433
volumtetrik tulangan serta mutu pengekangannya. Hasil penelitian yang dilakukan mengindikasikan bahwa
peningkatan rasio volumetrik tidak signifikan pengaruhnya pada perilaku spesimen yang terbuat dari beton mutu
normal, akan tetapi signifikan pada penggunaan beton mutu tinggi. Hal ini disebabkan karena regangan ekspansi
yang dimiliki oleh tulangan Jaring Kawat Las tidak berkembang secara maksimal pada penampang yang
menggunakan beton mutu normal, karena kehancuran material beton mutu normal terjadi secara dini.
5. KOMPARASI EFEK PENGEKANGAN TULANGAN KONVENSIONAL TERHADAP
TULANGAN JARING KAWAT LAS
Perilaku kekuatan (lentur dan aksial) serta daktilitas kolom beton bertulang yang dikekang dipengaruhi oleh
karakteristik tulangan pengekangannya. Lingkup karakteristik mencakup aspek mutu beton, tulangan longitudinal,
tulangan transversal, serta karakteristik penampangnya. Terkait dengan paparan yang telah diutarakan sebelumnya,
maka parameter dari sejumlah karakteristik di atas yang akan ditinjau adalah rasio volumetrik tulangan pengekangan
berbentuk persegi.
Gambar 4 di bawah ini menunjukkan hasil penelitian dari beberapa sumber. Gambar tersebut menginformasikan
hubungan antara peningkatan kekuatan terhadap koefisien pengekangan, r. Konstanta koefisisen pada Persamaan
(5), rasio volumetrik tulangan transversal pada SNI 2847 sebesar 0,3. Gambar 4 tersebut memperlihatkan bahwa
peningkatan kekuatan yang terjadi pada mayoritas hasil penelitian terletak di sebelah kiri garis konstanta 0,3. Hasil
penelitian yang dilakukan memberikan indikasi bahwa, masih ada peluang untuk memperkecil nilai koefisien
tersebut yakni kurang dari 0,3. Konsekeunsinya adalah rasio volumetrik tulangan pengekangan juga berkurang, atau
dengan kata lain kuantitas tulangan pengekangan yang digunakan menjadi sedikit.
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Confinement Coefficient, r
Ax
ial L
oa
d R
ati
o, P
/ f' c
Ag
Authors
Lambert
Holland
Hong
SNI 2847
Rectilinear
Gambar 4. Hubungan antara peningkatan kekuatan terhadap koefisien pengekangan
Terkait dengan syarat rasio tulangan pengekangan berbentuk persegi bagaimana yang diatur dalam SNI 03-2847-
2002, berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Gambar 4 memberikan indikasi bahwa penampang kolom
yang dikekang menggunakan Jaring Kawat Las menghasilkan perilaku yang lebih baik. Lebih lanjut, berdasarkan
fakta ini terbuka peluang untuk mengoptimalisasi penggunaan tulangan pengekangan bila menggunakan tulangan
Jaring Kawat Las. Optimalisasi tersebut dapat melalui penggunaan spasi yang lebih renggang untuk tulangan
pengekangan jenis tersebut atau pemakaian rasio volumetrik yang lebih kecil.
Hasil-hasil di atas memberikan makna bahwa penggunaan tulangan pengekangan jenis Jaring Kawat Las berpotensi
menghasilkan penghematan dari sisi ekonomi tetapi tetap diperoleh hasil kekuatan dan daktilitas yang setara atau
bahkan lebih baik. Pertimbangan optimalisasi ini belum dikaji terhadap kecepatan dan kerapian kerja serta
penghematan dari sisi tenaga kerja bila memanfaatkan tulangan jenis ini. Pemanfaatan tulangan Jaring Kawat Las
memberikan peluang kepada desainer struktur untuk menerapkan jarak spasi tulangan pengekangan yang lebih rileks
untuk menghindari efek buruk kongesti tulangan yang ditimbulkan oleh penggunaan tulangan pengekangan
konvensional.
Benny Kusuma dan Tavio
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 434
6. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis di atas, disimpulkan bahwa:
1. Jika semua parameter penampang kolom sama tetapi yang berbeda hanya jenis tulangan pengekangannya,
maka kolom yang dikekang menggunakan tulangan Jaring Kawat Las menghasilkan perilaku kekuatan dan
daktilitas yang lebih baik.
2. Pemanfaatan tulangan Jaring Kawat Las memberikan peluang menerapkan jarak spasi tulangan
pengekangan yang lebih rileks untuk menghindari efek buruk kongesti tulangan yang ditimbulkan oleh
penggunaan tulangan konvensional.
3. Selain manfaat dari sisi mekanika, penggunaan tulangan Jaring Kawat Las sebagai tulangan pengekangan
diyakini dapat memberikan keuntungan dari segi ekonomi.
7. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Beasiswa Indonesian Scholar Dissertation Award (ISDA) – IIEF, Ford
Foundation yang mendanai penelitian ini. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada PT. Sika Indonesia dan PT.
Union Metal, Union Sampoerna Jakarta yang telah mensponsori produk-produk yang mendukung penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Teknisi Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan, Jurusan Teknik
Sipil ITS; Laboratorium Struktur Bangunan Puslitbang Permukiman Bandung; dan Laboratorium Mekanika Struktur
PAU-Ilmu Rekayasa ITB.
8. DAFTAR PUSTAKA
ACI Committee 318. (2008). Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318M-08) and
Commentary”. American Concrete Institute, Farmington Hills, Mich., 473 hal.
Cusson, D.; dan Paultre, P. (1995). “Stress-Strain Model for Confined High-Strength Concrete”. Journal of
Structural Engineering, ASCE, Vol. 121, No. 3, 468-477.
Elwood, K. J.; Maffei, J.; Riederer, K. A.; dan Telleen, K. (2009). “Improving Column Confinement Part 1:
Assessment of Design Provisions”. Concrete Internasional, November, 32-39.
Elwood, K. J.; Maffei, J.; Riederer, K. A.; dan Telleen, K. (2009). “Improving Column Confinement Part 2:
Proposed New Provisions for the ACI 318 Building Code”. Concrete Internasional, December, 41-48.
Furlong, R. W.; Fenves, G. L.; dan Kasl, E. P. (1991). “Welded Structural Wire Reinforcement for Columns”. ACI
Structural Journal, Vol. 88, No. 5, September-October, 585-591.
Holland, J. M. (1995). “Two-Dimensional Welded Wire Mesh as Confining Reinforcement in Square Concrete
Columns”. MS thesis, University of Houston, 118 hal.
Hong, L. (1997). “Welded Wire Fabric as Confining Reinforcement in Reinforced Concrete Columns”. MS thesis,
University of Houston, 127 hal.
Kusuma, B.; dan Tavio. (2007). “Usulan Kurva Tegangan-Regangan Beton Mutu Tinggi Terkekang Welded Wire
Reinforcement”. Seminar dan Pameran Teknik HAKI: Konstruksi Tahan Gempa di Indonesia, Hotel
Borobudur, Jakarta, Paper No. SPB-2, 1-13.
Kusuma, B.; Tavio; dan Suprobo, P. (2010). “Behavior of Columns Laterally Reinforced with Welded Wire Mesh”.
Proceedings of the First Makassar International Conference on Civil Engineering (MICCE 2010), Clarion
Hotel, Makassar, 1-10.
Lambert-Aikhionbare, N. (1999). Effect of Welded Wire Fabric as Transverse Reinforcement for High Strength
Concrete Columns. MS thesis, University of Houston, 152 hal.
Legeron, F.; dan Paultre, P. (2003). “Uniaxial Confinement Model for Normal- and High-Strength Concrete
Columns”. Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 129, No. 2, 241-252.
MacGregor, J. G.; dan Wight, J. K. (2005). Reinforced Concrete Mechanics and Design. Prentice Hall, Singapore,
1111 hal.
Mander, J. B.; Priestley, M. J. N.; dan Park, R. (1988a). “Observed Stress-Strain Behavior of Confined Concrete”.
Journal of Structural Division, ASCE, Vol. 114, No. 8, 1827-1849.
Mander, J. B.; Priestley, M. J. N.; dan Park, R. (1988b). “Theoretical Stress-Strain Model for Confined Concrete”.
Journal of Structural Division, ASCE, Vol. 114, No. 8, 1804-1826.
Mau, S. T.; Holland, J.; dan Hong, I. (1998). “Small Columns Compression Tests on Concrete Confined by WWF”.
Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 124, No. 3, 252-261.
Park, R.; dan Paulay, T. (1975). Reinforced Concrete Structures. John Wiley & Sons, New York, London, Sydney,
Toronto, 769 hal.
Tinjauan Persyaratan Sni 03-2847-2002 Terhadap Tulangan Transversal Pengekang: Studi Komparasi Kolom Beton Bertulang
Dengan Pengekang Tradisional Dan Jaring Kawat Las
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 435
Park, R.; Priestley, M. J. N.; dan Gill, W. D. (1982). “Ductility of Square-Confined Concrete Columns”. Journal of
the Structural Division, ASCE, Vol. 108, No. ST4, 929-951.
Richart, F. E.; Brandtzaeg, A.; dan Brown, R. L. (1928). “A Study of the Failure of Concrete Under Combined
Compressive Stresses”. Bulletin No. 185, University of Illinois Engineering Experimental Station, Urbana,
104 hal.
Saatcioglu, M.; dan Grira, M. (1999). “Confinement of Reinforced Concrete Columns with Welded Reinforcement
Grids”. ACI Structural Journal. 96(1): 29-39.
Sheikh, S. A.; and Uzumeri, S. M. (1980). “Strength and Ductility of Tied Concrete Columns”. Journal of
Structural Division, ASCE, 106(ST5): 1079-1101.
Sheikh, S. A.; dan Uzumeri, S.M. (1982). “Analytical Model for Concrete Confinement in Tied Columns”. Journal
of Structural Engineering, ASCE, V. 108, No. 12, 2703-2723.
SNI 03-2847-2002. (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Standar Nasional
Indonesia, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Bandung.
Tabsh, S. W. (2007). “Stress-Strain Model for High-Strength Concrete confined by Welded Wire Fabric”. Journal
of Materials in Civil Engineering, ASCE, Vol. 19, No. 4, 286-294.
Tavio; Suprobo, P.; dan Kusuma, B. (2007). “Effects of Grid Configuration on the Strength and Ductility of HSC
Columns Confined with Welded Wire Fabric under Axial Loading”. Proceeding of the 1st International
Conference on Modern, Construction and Maintenance of Structures, V.1, Hanoi, Vietnam, 178-185.
Benny Kusuma dan Tavio
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 436