tinjauan kritis praktek mudharabah pada perbankan …490217019... · peraktek riba dan aktifitas...

12
TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARIAH Irwin Ananta, S.E, MM Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika Jalan Dewi Sartika No. 289 Jakarta Timur 13630 Indonesia Email : [email protected] Abstrak - Perkembangan bank syariah yang pesat menunjukan menggambarkan adanya potensi pasar yang besar di Indonesia. Negara Indonesia yang berpenduduk muslim terbanyak di dunia dan gencarnya para da’i menyampaikan risalah atas keharamannyanya transaksi riba yang didukung fatwa MUI soal itu mendorong masyarakat dan pebisnis muslim mencari alternatif solusi. Berbagai produk yang ditawarkan oleh bank syariah nampak berbeda dengan bank konvensional, selain menjanjikan nilai plus dalam hal berbagi keuntungan dalam akad mudharabah yang menjadi fundamental utama muamalahnya, perbankan syariah juga memberi angin segar spiritual dengan mengklaim perbankan yang bebas riba dan bebas dari pelanggaran syariah. Produk perbankan syariah dalam bentuk tabungan umumnya menggunakan akad mudharabah dan sebagiannya ada juga yang berakad wadi’ah. Dari gembar gembor yang di publikasikan oleh bank syariah atas produk dan proses kerja bank syariah, maka jika kita cermati lebih mendalam dan seksama dengan mencocokan penerapan peraktek perbankan syariah saat ini dengan instrumen undang-undangnya maupun berbagai ketentuan syariah baik yang sudah diakomodir dalam kompilasi fatwa Dewan syariah Nasional maupun ketentuan yang terdapat dalam kitab kajian fikih muamalah para ulama salaf ternyata bisa kita temukan berbagai kesamaan konsep dengan bank konvensional yang membuatnya memang tidak bisa selaras denga ketentuan syariah serta banyaknya penyimpangan dalam peraktek perbankan syariah diantaranya yang berhubungan dengan akad mudharabah.Dalam penyimpangan-penyimpangan tersebut yang mana bank syariah melakukan pelanggaran terhadap syariah yang bisa menyeretnya pula pada transaksi ribawi. Maka hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut, karena apa yang dilakukan dalam hal ini sama juga melakukan rekayasa syariah (produk riba kemasan syariah) sehingga persis menyerupai apa yang dilakukan oleh bangsa yahudi (Israel) yang menyebabkan menjadi terlaknat karena merubah ketentuan ajaran syariah mengikuti hawa nafsunya. Di zaman modern ini, bagaimanapun peran perbankan atau apapun yang bisa menjadi alternatif serupa dengannya sangatlah dibutuhkan. Maka dengan tulisan ini dan juga berbagai solusi yang akan menyempurnakan prinsip dan cara kerja bank syariah untuk benar-benar bebas dan bersih dari riba diharapkan bisa menjadi wacana yang bisa dipahami dan segera di aplikasikan dalam realisasi perbankan yang benar-benar sesuai syariah diwaktu mendatang. Kata kunci: Mudharabah, Perbankan Syari’ah, Islamic Banking I. PENDAHULUAN Maraknya perkembangan munculnya bank- bank syariah belakangan ini bisa menggambarkan adanya potensi pasar perbankan syariah di Indonesia. Hal ini yang seolah bisa menjadi indikator telah munculnya kesadaran sebagian umat Islam di Indonesia terhadap penerapan syariah Islam dalam kehidupan bermuamalah yang bebas dari riba dan meninggalkan aktifitas bisnis haram lainnya. Bank- bank konvensional yang lebih dahulu hadir dianggap tidak mampu mengakomodir tuntutan perubahan sistem yang diharapkan umat Islam selain masih rentan menggunakan sistem ribawi, bank konvensional juga nyata-nyata masih tidak memperdulikan pemutaran uang nasabah apakah untuk investasi dalam bisnis yang di halalkan atau di haramkan menurut ketentuan syariat Islam. Di saat umat Islam mulai menyadari dengan kebutuhan tersebut maka saat itulah mulai muncul perbankan syariah yang berupaya menyelaraskan peraktek perbankan dengan ajaran Islam serta meninggalkan berbagai aktifitas yang lazim dilakukan oleh bank- bank ribawi (bank konvensional) yang sarat dengan peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank syariah atau bank Islam itu diperlukan, maka hal itu lebih kepada adanya kebutuhan umat Islam dalam mengikuti perkembangan zaman dan pesatnya laju perekonomian yang banyak bergantung dengan aktifitas perbankan. Maka para konseptor perbankan syariah (Islamic Bank) berupaya melakukan penyelarasan sistem perbankan agar akad dan pelaksanaannya bersesuaian dengan hukum Islam (syariah). Sistem yang digunakan dalam bank konvensional telah terbukti secara nyata tidak mengindahkan berbagai larangan dalam ketentuan syariah Islam semisal meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba),

Upload: others

Post on 07-Sep-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARIAH

Irwin Ananta, S.E, MM

Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana InformatikaJalan Dewi Sartika No. 289 Jakarta Timur 13630 Indonesia

Email : [email protected]

Abstrak - Perkembangan bank syariah yang pesat menunjukan menggambarkan adanya potensi pasar yangbesar di Indonesia. Negara Indonesia yang berpenduduk muslim terbanyak di dunia dan gencarnya para da’imenyampaikan risalah atas keharamannyanya transaksi riba yang didukung fatwa MUI soal itu mendorongmasyarakat dan pebisnis muslim mencari alternatif solusi. Berbagai produk yang ditawarkan oleh bank syariahnampak berbeda dengan bank konvensional, selain menjanjikan nilai plus dalam hal berbagi keuntungan dalamakad mudharabah yang menjadi fundamental utama muamalahnya, perbankan syariah juga memberi anginsegar spiritual dengan mengklaim perbankan yang bebas riba dan bebas dari pelanggaran syariah. Produkperbankan syariah dalam bentuk tabungan umumnya menggunakan akad mudharabah dan sebagiannya adajuga yang berakad wadi’ah. Dari gembar gembor yang di publikasikan oleh bank syariah atas produk danproses kerja bank syariah, maka jika kita cermati lebih mendalam dan seksama dengan mencocokan penerapanperaktek perbankan syariah saat ini dengan instrumen undang-undangnya maupun berbagai ketentuan syariahbaik yang sudah diakomodir dalam kompilasi fatwa Dewan syariah Nasional maupun ketentuan yang terdapatdalam kitab kajian fikih muamalah para ulama salaf ternyata bisa kita temukan berbagai kesamaan konsepdengan bank konvensional yang membuatnya memang tidak bisa selaras denga ketentuan syariah sertabanyaknya penyimpangan dalam peraktek perbankan syariah diantaranya yang berhubungan dengan akadmudharabah.Dalam penyimpangan-penyimpangan tersebut yang mana bank syariah melakukan pelanggaranterhadap syariah yang bisa menyeretnya pula pada transaksi ribawi. Maka hal ini tidak boleh dibiarkanberlarut, karena apa yang dilakukan dalam hal ini sama juga melakukan rekayasa syariah (produk ribakemasan syariah) sehingga persis menyerupai apa yang dilakukan oleh bangsa yahudi (Israel) yangmenyebabkan menjadi terlaknat karena merubah ketentuan ajaran syariah mengikuti hawa nafsunya. Di zamanmodern ini, bagaimanapun peran perbankan atau apapun yang bisa menjadi alternatif serupa dengannyasangatlah dibutuhkan. Maka dengan tulisan ini dan juga berbagai solusi yang akan menyempurnakan prinsipdan cara kerja bank syariah untuk benar-benar bebas dan bersih dari riba diharapkan bisa menjadi wacanayang bisa dipahami dan segera di aplikasikan dalam realisasi perbankan yang benar-benar sesuai syariahdiwaktu mendatang.

Kata kunci: Mudharabah, Perbankan Syari’ah, Islamic Banking

I. PENDAHULUAN

Maraknya perkembangan munculnya bank-bank syariah belakangan ini bisa menggambarkanadanya potensi pasar perbankan syariah di Indonesia.Hal ini yang seolah bisa menjadi indikator telahmunculnya kesadaran sebagian umat Islam diIndonesia terhadap penerapan syariah Islam dalamkehidupan bermuamalah yang bebas dari riba danmeninggalkan aktifitas bisnis haram lainnya. Bank-bank konvensional yang lebih dahulu hadir dianggaptidak mampu mengakomodir tuntutan perubahansistem yang diharapkan umat Islam selain masihrentan menggunakan sistem ribawi, bankkonvensional juga nyata-nyata masih tidakmemperdulikan pemutaran uang nasabah apakahuntuk investasi dalam bisnis yang di halalkan atau diharamkan menurut ketentuan syariat Islam. Di saatumat Islam mulai menyadari dengan kebutuhantersebut maka saat itulah mulai muncul perbankan

syariah yang berupaya menyelaraskan peraktekperbankan dengan ajaran Islam serta meninggalkanberbagai aktifitas yang lazim dilakukan oleh bank-bank ribawi (bank konvensional) yang sarat denganperaktek riba dan aktifitas investasi pada objek yangdiharamkan agama.

Jika ditelusuri kebelakang mengapa banksyariah atau bank Islam itu diperlukan, maka hal itulebih kepada adanya kebutuhan umat Islam dalammengikuti perkembangan zaman dan pesatnya lajuperekonomian yang banyak bergantung denganaktifitas perbankan. Maka para konseptor perbankansyariah (Islamic Bank) berupaya melakukanpenyelarasan sistem perbankan agar akad danpelaksanaannya bersesuaian dengan hukum Islam(syariah). Sistem yang digunakan dalam bankkonvensional telah terbukti secara nyata tidakmengindahkan berbagai larangan dalam ketentuansyariah Islam semisal meminjamkan atau memungutpinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba),

Page 2: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

padahal telah diketahui bersama berdasar kesepakatanpara ahli ilmu (agama) /ahli fikih bahwa dalam akadmuamalah pinjam meminjam didalam ketentuansyariat Islam tidak dibolehkan didalamnya dimasukanunsur komersil atau pengambilan keuntungan, hal inidisebabkan bahwa keuntungan dari transaksi pinjammeminjam adalah riba. Oleh karena itu para ulamamenegaskan hal tersebut dalam sebuah kaidah yangsangat masyur dalam ilmu fikih yaitu “Setiap piutangyang mendatangkan kemanfaatan/keuntungan, makaitu adalah riba” (baca al-Muhadzdzab oleh asy-Syairazi 1/304, al-Mughni oleh Ibnu Qudamah 4/211& 213, Majmu’ Fatawa IbnuTaimiyyah 29/533, Ghamzu ‘Uyun al-Basha’ir 5/187,asy-Syarhul Mumthi’ 9/108-109 danlain-lain)

Selain sarat dengan aktifitas riba, aktifitasbank konvensional pun tak lepas dari berbagaiaktifitas transaksi yang melanggar larangan agamaIslam. Bank konvensional masih berinvestasi padausaha-usaha berkategori terlarang (haram) serta belumterverifikasi akan kehalalan bisnisnya karena memangtidak ada institusi maupun unsur dalam bankkonvensional yang melakukan verifikasi halalharamnya suatu objek bisnis. Maka pada aktifitas bankkonvensional tidak luput pula dari hal-hal sebagaiberikut seperti bisnis yang mengandung unsurperjudian (maisir), unsur ketidakpastian (ghoror),minuman keras, industri/produksi makanan/minumanharam, usaha media atau hiburan yang tidak Islamidan lain-lain yang dilarang dalam syariah Islam.Sebagaimana telah kita pahami bahwa sistemperbankan konvensional tidak dapat menjaminlenyapnya hal-hal tersebut dalam semua jalurinvestasinya, maka berbisnis pada sesuatu yangdiharamkan maka penghasilannya juga merupakankeharaman dan sudah sepatutnya sebagai muslimwajib untuk menjauhinya, maka bermuamalah denganbank konvensional bisa dipahami berarti baik sengajaataupun tidak berarti kita menolong sistem yang tidakmematuhi nilai-nilai Islam. Fatwa ulama Islam punmelarang bermuamalah dengan bank konvensionalterkecuali pada hal-hal tertentu yang tidakmengandung riba dan belum ada solusi dari lembagakeuangan lain yang lebih islami yang bisamenggantikan kebutuhan umat akan halkepentingannya saat ini semisal penggunaan jasatransfer antar bank, jasa penitipan barang berharga(safe deposit box) dan lain-lain.

Jika dilihat dari tujuan dan latar belakangkemunculan bank-bank syariah tentu sangat pantaslahbank syariah itu untuk menuai pujian dan dukungansebagai institusi perbankan alternatif bagi umat Islamyang membutuhkan jasa perbankan tanpa dihantuidosa riba dan aktifitas terlarang lainnya, namunseiring waktu berjalan, saat terjadinya interaksidiantara peraktisi perbankan, pengguna perbankan(nasabah) dengan para ahli ilmu (para ulama) sertakajian-kajian yang mendalam maka sedikit demisedikit mulai bermunculan temuan berbagai

penyimpangan yang terjadi baik pada proses akadmuamalah berlaku yang diterapkan oleh bank syariahmaupun konsep dasarnya yang melandasi berdirinyaperbankan syariah baik dalam produk pendanaanmaupun produk pembiayaannya. Dalam konteks temaini penulis hanya mengangkat seputar akadmudharabah yang di terapkan oleh bank syariah untukmemberi gambaran dan penegasan mengenaikebenaran ada tidaknya penyimpangan peraktek akadmudharabah yang di lakukan oleh bank syariah,mengingat akad mudharabah merupakan akadmuamalah paling utama yang melandasi produkperbankan syariah.

Salah satu permasalahan pokok yang menjadifokus perhatian penulis dan juga merupakanpembatasan penelitian akan difokuskan pada masalah-masalah tertentu seputar akad mudharabah. Karenaakad mudharabah yang mendasari produk utama yangditawarkan oleh bank syariah, akad inilah yangmendasari berbagai transaksi perbankan syariah dalampendanaan maupun inti bisnis bank syariah. Pentingbagi kita untuk mengatahui apakah penerapan akadmudharabah pada bank syariah sudah sesuai dengansyariah yang benar pada proses dan bagi hasilnya sertaselamat dari unsur-unsur ribawiyah.

Tujuan penulisan di dalam tulisan ini,penulis berupaya untuk mengurai adanya benangmerah yang dapat membuktikan bahwa benar masihterdapatnya kesamaan konsep, fungsi maupunimplementasi antara praktek perbankan syariahdengan perbankan konvensional yang tentu akanmenjadi bumerang ketika bank syariah juga inginmenjalankan akad-akad syariah dalam waktu yangbersamaan.

Jenis Penelitian yang digunakan ialahpenelitian kualitatif yaitu penelitian yang bersifatdeskriptif dan cenderung menggunakan analisisdengan pendekatan induktif. Proses dan makna lebihditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teoridimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitiansesuai dengan fakta di lapangan sedang literatur yangdigunakan merujuk kepada fikih muamalah islam,praktek perbankan syariah, peraturan perbankansyariah serta wawancara dan observasi langsung.

Bank konvensional yang akad bisnisnyamenerapkan akad utang piutang dan pengambilankeuntungan atasnya yang lazim dinamai bunga bank,Sedangkan pada bank syariah menggunakan akadmudharabah yang berpola investasi dan pengambilankeuntungannya lazim disebut bagi hasil. Perbedaanakad yang sebenarnya jauh berbeda namun denganaturan dan aturan main perbankan syariah itu sendiriyang masih terkesan memplagiasi dan belum keluardari kotak aturan yang sama dengan peraturanperbankan konvensional hanya dengan sedikitmodifikasi dan kamuflase perubahan pada istilah,penamaan yang menggunakan bahasa arab dan istilahakad-akad dalam fikih islam supaya terkesan sudahsesuai dengan syari’ah

Page 3: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

II. LANDASAN TEORI

2.1. Memahami konsep dasar seputar riba Penyebab utama umat Islam meninggalkan

bermuamalah dengan bank konvensional serta beralihmenuju kepada perbankan syariah (Islamic banking)adalah dikarenakan alasan peraktek riba yang masihmerajalela dan diterapkan oleh bank konvensionaldalam sebagian besar transaksinya. Umat Islam mulaimemahami bahwa konsep yang digunakan dalampembagian bunga bank baik dalam konteks pendanaanmaupun pembiayaan bank konvensional mengadopsicara dan konsep riba. Berkat peran ulama dan prosespembelajaran kepada pemahaman syariah yang benarmembuat umat dapat mengetahui bahwa bunga bankmerupakan implementasi dari transaksi riba. Maka disinilah perlunya pengetahuan mengenai hakekat darisesuatu hal agar tidak tertipu dari penamaan-penamaan lain yang kelihatannya baik namanya,namun sebenarnya tetap buruk hakekatnya, sekedarpenamaan saja yang berbeda agar bisa menipu banyakorang, diantara contohnya sebutan bunga bank untuktransaksi bunga uang atau riba, sebutan sake, bir,sampanye untuk minuman khomar, sebutan prostitusi,pekerja seks komersial untuk praktek pelacuran,sebutan undian untuk peraktek perjudian, sebutankawin kontrak untuk peraktek perzinahan dansebagainya. Oleh sebab itu agar tidak tertipu denganpenamaan-penamaan, slogan-slogan yang gantiberganti, penting bagi kita untuk mengenal hakekatyang sebenarnya dari sesuatu keburukan tersebut.Karena aneka penamaan tidaklah merubah hakekat,sesuatu itu tetaplah buruk jika hakekatnya burukmeskipun diberi nama atau label yang baik.

Agar bisa menjauhi riba maka kita pun perlubekal pengetahuan mengenai apa itu yang dimaksuddengan riba. Menurut Muhammad Syafi’i Antoniodalam bukunya (2003:37) “Riba secara bahasa bisabermakna ziyadah atau tambahan. Dalam pengertianlain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh danmembesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berartipengambilan tambahan dari harta pokok atau modalsecara batil. Ada beberapa penjelasan dalammenjelaskan riba, namun secara umum terdapatbenang merah yang menegaskan bahwa riba adalahpengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual belimaupun pinjam meminjam secara batil ataubertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.Menurut Muhammad Arifin Badri dalam bukunya(2009:2) Riba ialah suatu “akad/transaksi atas barangtertentu yang ketika akad berlangsung, tidak diketahuikesamaannya menurut ukuran syariat atau denganmenunda penyerahan kedua barang yang menjadiobyek akad atau salah satunya”. Dari definisi tersebutdiketahui jika riba bisa muncul pada jual beli, pinjammeminjam, hal tersebut bisa terjadi karena melanggarketentuan yang dibenarkan syariat. Semisal contohdari yang diatur syariat ialah tidak dibolehkannyamengambil keuntungan dari utang piutang, karenaakad transaksi utang piutang dalam ketentuan prinsip

muamalah Islam haruslah berakad sosial dan tidakboleh di komersilkan. “Setiap piutang yangmendatangkan kemanfaatan/keuntungan, maka ituadalah riba.” (baca al-Muhadzdzab oleh asy-Syairazi1/304, al-Mughni oleh Ibnu Qudamah 4/211 &213, Majmu’ Fatawa IbnuTaimiyyah 29/533, Ghamzu ‘Uyun al-Basha’ir 5/187,asy-Syarhul Mumthi’ 9/108-109 danlain-lain). Namun pada sisi akad tujuan transaksi yanglain adapula akad yang dibenarkan syariat untukmengambil keuntungan semisal jual beli, sewamenyewa dan lain-lain, agar lebih memahami konteksini untuk lebih jelasnya kita coba memahami terlebihketerkaitan antara tujuan berbagai tranksaksi yangdilakukan oleh manusia sesuai dengan porsi yangdikehendaki oleh ketentuan syariat Islam.

Hukum riba adalah haram menurutkesepakatan ulama Islam, dan riba masuk salah satudiantara dosa besar maka umat Islam dilarangmengambil riba apapun jenisnya, banyak sekali dalilbaik dari Alqur’an maupun hadist nabiShalallahu'alaihi wasallam yang menyatakanharamnya dan terlarangnya riba. Muhammad binShalih al Utsaimin rahimahulloh dalam bukuMuhammad Arifin badri (2009: 19) mengatakan“Keharaman riba telah disepakati oleh ulama, olehkarena itu barangsiapa yang mengingkarikeharamannya, sedangkan ia tinggal di masyarakatmuslim, berarti ia telah murtad (keluar dari agamaIslam), karena riba termasuk hal-hal haram yang telahjelas dan diketahui oleh setiap orang serta telahdisepakati” Besarnya dosa riba jika dibandingkandengan dosa lain bisa tergambar dari hadist berikutini: “(Dosa) riba itu memiliki tujuh dua pintu, yangpaling ringan ialah semisal dengan (dosa) seseorangyang menzinai ibu kandungnya sendiri. Dansesungguhnya riba yang paling besar ialah seseorangyang melanggar kehormatan /harga diri saudaranya.”(HR Ath-Thabrani dan lainnya serta dishahihkan olehAl-Albani). Keharaman riba ini juga mengenaikepada setiap orang yang terlibat dalam prosesperbuatan riba tersebut baik langsung maupun tidaklangsung. Dari sahabat Jabir radhiaAllohuanhu iaberkata, “ Rosululloh Shalallahu'alaihi wasallam telahmelaknati pemakan riba (rentenir), orang yangmemberikan/membayar riba (nasabah),penulisnya(sekretarisnya), dan juga dua orangsaksinya.” Dan beliau juga bersabda, “ Mereka itusama dalam hal dosanya.” (HR. Muslim)

2.2. Macam-macam ribaPara Ulama ada yang membagi riba atas tiga

jenis dan adapula yang membagi riba atas empat jenis,namun jika di teliti lebih seksama ada kesamaansubtansi jenis riba namun hanya berbeda nama sajabagi pendapat yang membagi riba atas tiga atau empatjenis tersebut diatas. Maka secara umumpengelompokan riba yang lebih tepat ialah terbagi atasdua jenis yaitu:

Page 4: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

1. Riba Nasi’ah/Penundaan (Riba Jahiliyyah)Yakni riba (tambahan) yang disebabkan oleh

pembayaran yang tertunda pada akad tukar menukardua barang yang termasuk dalam komoditi riba, baiksatu jenis atau berlainan jenis dengan menundapenyerahan salah satu barang yang dipertukarkan ataukedua-duanya. Para Ulama menyepakati bahwatermasuk komoditi riba berdasarkan nama jeniskomoditi yang tersebut dalam hadist nabiShalallahu'alaihi wasallam itu diantaranya ada enamjenis yaitu emas, perak, gandum, sya’ir (salah satujenis gandum), kurma, dan garam. Jumhur (mayoritas)ulama berpandangan bahwa hukum riba juga bisaberlaku pada komoditi lain yang semakna dengankeenam komoditi tersebut. Alasan berlakunya ribapada emas dan perak karena keduanya adalah emasdan perak baik sebagai alat untuk berjual beli (nilaiekstrinsik dinar dan dirham bersifat fluktuatiflayaknya nilai mata uang kertas zaman sekarang) atautidak (nilai intrinsik sebagai alat ukur kekayaan),demikian di analogikan (qiyas) dengan keduanyasetiap alat jual beli yang dikenal dengan meluas olehumat manusia saat ini yaitu uang kertas dan logamyang merupakan pengganti dinar dan dirham makaberlaku pula padanya hukum dinar dan dirham.Keempat komoditi lainnya seperti gandum, sya’ir(salah satu jenis gandum), kurma, dan garammerupakan komoditi bahan makanan yang ditimbangdan ditakar. Dengan demikian setiap bahan makananyang diperjual belikan dengan cara ditimbang danditakar berlaku pula padanya hukum sebagai komoditiriba. a. Contoh riba nasi’ah dalam perniagaan: Ali

menukarkan uang kertas pecahan Rp 10.000dengan uang logam pecahan Rp 1000 kepadaBudi, namun Budi pada waktu akad penukaranhanya membawa 5 buah uang logam Rp 1000(hanya membawa Rp 5000), kemudian keduanyamenyepakati jika Budi menyerahkan sisa uangnya5 buah uang logam lagi yang senilai Rp 1000 (jadiRp 5000 lagi) dua jam kemudian dari saatterjadinya akad penukaran maka perbuatan merekaberdua tersebut masuk perkara riba nasi’ah.

b. Contoh riba nasi’ah dalam akad hutang piutang:Wati menggunakan kartu kredit Bank XYZ untukbelanja barang keperluan rumah tangga senilai Rp1000.000 yang jatuh tempo penagihan hinggaakhir bulan, namun setelah akhir bulan saat jatuhtempo ternyata Wati belum bisa melunasi tagihandari kartu kredit Bank XYZ, maka karena telahlewat jatuh tempo Bank XYZ mengenakantambahan bunga 3% setiap bulan dari jumlahsaldo piutangnya yang belum terbayar.

2. Riba Fadhl (Riba penambahan)/Riba perniaagaan Yakni riba (tambahan) yang disebabkan oleh

pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atautakaran yang berbeda, sedangkan barang yangdipertukarkan itu termasuk dalam jenis komoditiribawi sebagimana tersebut diatas. Maka bisa

dipahami barang dengan jenis komoditi riba tidakboleh diperjualbelikan dengan cara barter (tukarmenukar barang) kecuali dengan memenuhi ketentuantransaksi dilakukan secara kontan, penyerahan barangbarter harus dilakukan saat akad transaksi terjadi dantidak boleh ditunda, kemudian barang yang menjadiobyek barter harus sama jumlah dan takarannya meskiterjadi perbedaan mutu diantara kedua barang. Contohriba Fadhl dalam akad transaksi barter: Lisa memiliki5 gram cincin emas yang telah lama dipakai dengankadar emas 22 karat hendak ia tukarkan ke toko emasABC dengan cincin baru dengan berat yang sama 5gram namun dengan kadar 24 karat, maka toko emasABC mengenakan biaya tambahan atas selisih kadar 2karat emasnya tersebut kepada Lisa, jika keduanyamenyepakati transaksi itu maka jatuhlah pada ribafadhl.

2.3. Mengenal akad mudharabahMenurut Ahmad asy syarbasyi dalam buku

syafii Antonio ( 2003:95) al mudharabah adalah akadkerja sama usaha antara dua pihak dimana pihakpertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%)modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola.Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurutkesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilikmodal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian sipengelola. Sedangkan kerugian itu diakibatkan karenakecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelolaharus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.Menurut Sa’ad bin Gharir as silmi dalam bukumuhamad arifin badri( 2010: 131) mudharabah adalahsuatu akad dagang antara dua pihak, pihak pertamasebagai pemodal, sedangkan pihak kedua sebagaipelaksana usaha, dan keuntungan yang diperolehdibagi antara mereka berdua dalam prosentase yangtelah disepakati antara keduanya. (arifin badri).Sedangkan rukun-rukun mudharabah itu antara lain:

1. Ijab dan qobulIjab ialah perkataan yang diucapkan oleh

pihak pertama yang menghendaki terjalinnya akadmudharabah, Sedangkan qobul merupakan jawabanyang mengandng persetujuan yang di ucap pihakkedua atau yang mewakilinya. Tidak ada kata-katakhusus dalam hal ini sebagaimana amalan ibadahlayaknya sholat, haji dan sebagainya namunmudharabah merupakan wujud interaksi sesamamanusia, sehingga teknisnya yang menunjukankesepakatan kedua belah pihak dapat diungkapkan apasaja sesuai kebiasaan yang berlaku baik bisa berupalisan maupun tulisan

2. Pemodal dan pelaku usahaOrang yang dibolehkan untuk menjalin akad

mudharabah harus memenuhi empat kriteriadiantaranya orang yang merdeka maka budak tidakdibenarkan untuk bertransaksi tanpa seijin tuannya,telah baligh bagi laki-laki telah diketahui sampai

Page 5: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

mencapai umur lima belas tahun atau telah bermimpijunub sedang pada wanita ditandai dengan mulainyasiklus datang bulan (haidh), atau hamil atau telahberumur lima belas tahun, berakal sehat maka orangyang mengalami gangguan jiwa atau serupa tidak sahakad perniagaanya, dan kriteria terakhir ialah mampumembelanjakan hartanya dengan baik.

3. ModalModal ialah harta milik pihak pertama

(pemodal) kepada pihak kedua (pelaku usaha) gunamembiayai usaha yang dikerjakan oleh pihak kedua.Para ulama telah menyebutkan sejumlah persyaratanbagi harta yang menjadi modal akad mudharabahdiantaranya diketahui jumlah modalnya oleh keduabelah pihak supaya tidak menimbulkan perselisihandalam pembagian keuntungan, hal ini karenakonsekwensi akad mudharabah yang mengembalikanmodal kepada pemodal lalu kedua belah pihak berbagikeuntungan. Persyaratan berikutnya ialah penyerahanmodal kepada pelaku usaha dan pelaku usaha tersebutsepenuhnya diberi kebebasan untuk menggunakanmodal tersebut untuk membiayai usaha yangdilakukannya.

4. UsahaDalam menjalin akad mudharabah umumnya

ulama membagi atas dua bagian yakni Mudharabah almuthlaqah (mudharabah bebas). Adalah sistemmudharabah, yang dalam hal ini, pemilik modal(shahib al mal atau investor) menyerahkan modalkepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha,tempat dan waktu, ataupun dengan siapa pengelolabertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasankepada mudharib (pengelola modal) untuk melakukanapa saja yang dipandang dapat mewujudkankemaslahatan. Kemudian ada pula Mudharabah almuqayyadah (mudharabah terbatas). Dalam hal ini,pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepadapengelola dan menentukan jenis usaha, tempat, waktu,ataupun pihak-pihak yang dibolehkan bertransaksidengan mudharib.

5. Keuntungan Tujuan utama diadakannya akad

mudharabah adalah memperoleh keuntungan keduabelah pihak, pemodal dananya berkembang dengankeuntungan dan pengusaha menikmati laba usaha(keuntungan) hasil operasi.

III. HASIL PEMBAHASAN

Dengan mengkaji, membandingkan, menelitimaka penulis melakukan tinjauan berdasar berbagailiteratur fikih muamalah syari’ah, peraturan perbankansyariah serta praktek dan aktualisasi yang terjadiberdasar literatur yang mengambil objek riset padabank syari’ah maupun melakukan observasi danwawancara kepada pihak-pihak yang terlibat dalamaktualisasi perbankan syariah maka penulis dapati

ketidaksesuaian akad Mudharabah bank dengan akadmudharabah yang syar’i. Hal ini bisa di tinjau dari hal-hal sebagai berikut:

1. Status ganda perbankan syariah menyalahiketentuan akad mudharabah sesuai syar’i menurutyang dipahami para ulama fikih islam.

Dalam menjalankan akad mudharabahterhadap para nasabah pihak bank melakukan statusganda, pertama bank berlaku sebagai pengelola usaha(mudharib) dan kemudian bank dalam waktu sekejapberubah status menjelma menjadi investor (shahibulmaal).

Berikut penjelasan skenario status ganda bank: banksyariah menghimpun dana dari nasabah pertama yangdatang menabung dengan akad mudharabah, dalam halini bank memposisikan nasabah sebagai pemilikmodal dan bank syariah sendiri mengklaim sebagaipelaku usahanya, ketika uang modal sudah dalampenguasaan bank, maka bank tidak menjalankandengan amanah apa yang semestinya dilakukan olehpihak pelaku usaha dalam akad mudharabah namunjustru bank kembali mengikat diri lagi denganperjanjian mudharabah kepada pihak lain yakninasabah kedua. Dalam konteks kedua ini bankmengklaim sebagai pemilik modal dan nasabah yangdatang kali ini adalah pihak pelaku usahasesungguhnya yang benar-benar membutuhkancurahan bantuan modal untuk usahanya. Menyimakskenario status ganda bank syariah tersebut makadiketahui dalam dua akad mudharabah yang dilakukanbank syariah tersebut baik akad mudharabah dengannasabah pertama ketika bank memposisikan dirisebagi pelaku usaha maupun pada mudharabah dengannasabah kedua ketika bank kemudian memposisikandiri sebagi pemilik modal, maka seandainya bankmelakukan mudharabah dengan nasabah kedua atasijin pemilik modal (nasabah pertama) maka bank tidakberhak mendapat bagian keuntungan dan menentukannisbah bagi hasil karena statusnya hanya sebagai caloperantara atau makelar dana saja. Para ulamamenjelaskan bahwa hasil keuntungan dalam akadmudharabah hanya milik pemodal dan pelaku usaha,sedangkan pihak yang tidak memiliki modal dan tidakikut serta dalam pelaksanaan usaha maka tidaklahberhak untuk mendapatkan bagian dari hasil

Page 6: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

keuntungan (bagi hasil). Para ulama melarangperaktek mudharabah yang dilakukan bank syariahsaat ini sebagaimana yang dikemukakan oleh ImamNawawi yang di kutip dan dibenarkan dalam sejumlahkitab-kitab fikih klasik para ulama salaf: Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, "Hukum kedua: tidakdibenarkan bagi pelaku usaha (mudharib) untukmenyalurkan modal yang ia terima kepada pihakketiga dengan perjanjian mudharabah. Bila iamelakukan hal itu atas seizin pemodal, sehingga iakeluar dari akad mudharabah (pertama) dan berubahstatus menjadi perwakilan bagi pemodal pada akadmudharabah kedua ini, maka itu dibenarkan. Akantetapi ia tidak dibenarkan untuk mensyaratkan untukdirinya sedikitpun dari keuntungan yang diperoleh.Bila ia tetap mensyaratkan hal itu, maka akadmudharabah kedua bathil” Ucapan senada jugadiutarakan oleh Imam Ibnu Qudamah al-Hambalirahimahullah, ia berkata, "Tidak dibenarkan bagipelaku usaha untuk menyalurkan modal (yang iaterima) kepada orang lain dalam bentuk mudharabah,demikian penegasan Imam Ahmad. Pendapat iniadalah pendapat Imam Abu Hanifah, asy-Syafi'i danaku tidak mengetahui ada ulama' lain yangmenyelisihinya"

2. Bank syariah hakekatnya menjalankan akad utangpiutang dan bukan akad mudharabah dalamhubungannya dengan nasabah.

Jika kita cermati lebih mendalam pada status gandaperbankan maka akan kita dapati bahwa yangsesungguhnya dilakukan oleh bank syariahsesungguhnya saat ini merupakan akad utang piutangdan bukan mudharabah, kamuflase pada bentuk akaddan istilah syar’i tidaklah merubah hakekatsebenarnya pada susbtansi akad utang piutang dalamskenario status ganda bank. Berikut ini kita cermatiskenario akad utang piutang yang dijalankan olehbank syariah meskipun mengelabui umat dan melabelinamanya dengan akad mudharabah: Pihak bank yangdalam status pertama sebagai pelaku usaha danmenerima modal dari nasabah pertama (di asumsikansebagai kreditur) kemudian tidak amanah untukmenjalankan perannya sebagai pelaku usaha sesuaiakad mudharabah dimaksud namun bank syariahmalah kemudian menyalurkan kembali dana tersebutkepada pihak nasabah lain (diasumsikan sebagaidebitur) yang hendak berlaku sebagai pelaku usaha,pada kali ini bank memposisikan diri sebagai pemodalyang pada hakekatnya uang modal yang ada padabank merupakan uang milik nasabah pada akadmudharabah pertama. Jadi subtansi dari skenariostatus ganda perbankan ini ialah bank berupayamengalokasikan dana terhimpun dari pihak lain yangdijanjikan akan kembali dananya oleh bank seiringwaktu berjalan beserta bagi hasilnya (bunga uang).Hal ini berjalan dari suatu usaha kosong yang padahakekatnya tidak pernah bank lakukan kecuali hanyamenerima dan menyalurkan dana serta mengambil

keuntungan atasnya (menyerupai pinjaman bankterhadap uang nasabah pada bank konvensional yangdisertai bunga pinjaman). Aliran uang nasabahpertama tadi kemudian di alokasikan oleh bank dalambentuk penyaluran dana kepada pihak lainnya (banksyariah pada hakekatnya bukan pemilik uang yangsebenarnya), dimana bank kali ini menuntutpengembalian dana seiring waktu berjalan beserta bagihasilnya (bunga uang) atas modal yang hakekatnyabukan milik bank namun milik nasabah pertama yangberperan sebagai kreditur, dalam kedua proses tadidiisyaratkan adanya keuntungan atasnya, sebagaimanatelah kita ketahui bahwa pengambilan keuntungan dariutang piutang adalah riba.

3. Kegiatan usaha bank syariah yang masihmemplagiasi pada aturan main pada kegiatan bankkonvensional maka akan bermasalah dalamimplementasi akad mudharabahnya.

Penjelasan Bank Indonesia dalam IkhtisarUndang -Undang No. 21 Tahun 2008 TentangPerbankan Syariah menyatakan bahwa “Bank Syariahyang terdiri dari BUS dan BPRS (Pasal 18) serta UUS,pada dasarnya melakukan kegiatan usaha yang samadengan bank konvensional yaitu melakukanpenghimpunan dan penyaluran dana masyarakatdisamping penyediaan jasa keuangan lainnya.” Jadipada dasarnya setiap bank baik itu yang masihkonvensional maupun bank yang melabeli diri denganlabel syari’ah adalah lembaga perantara (intermediary)antara sektor yang kelebihan dana (surplus) dan sektoryang kekurangan dana (minus). Bank menerimasimpanan berupa giro, tabungan dan deposito daripihak kelebihan dana. Dana yang terhimpun laludisalurkan ke pihak-pihak yang memerlukan dalambentuk kredit/pinjaman/pembiayaan. Pihak yangkelebihan dana mendapatkan imbalan atas dana yangditempatkan di bank yaitu berupa bunga/bagi hasil.Pada sisi lain pihak yang minus atau memanfaatkankredit / pinjaman/pembiayaan dari bank harusmembayar imbalan kepada bank berupa bunga/bagihasil/margin. Biaya operasional dan laba bankdiperoleh dari selisih imbalan yang diberikan olehpihak yang memanfaatkan dana (debitur) denganimbalan yang diberikan bank kepada nasabah deposan.Maka demikian tampaklah jika fungsi bank syariahsama dengan bank konvensional. Bank syariahmenghimpun dana dari masyarakat lalu disalurkankepada pihak yang membutuhkan (fungsiintermediary), mekanisme fungsi intermediarypenghimpunan dana nasabah dan penerapan akadmudharabah dua pihak oleh bank baik pertamaterhadap posisi nasabah sebagai investor kemudianmelakukan penyaluran pada nasabah lain yangdiposisikan sebagai pelaku usaha, maka padahakekatnya bank hanya melakukan instrumenpendanaan utang piutang kemudian mengambilkeuntungan atas transaksi tersebut maka jatuhlah padariba. Dari sini semakin jelas jika instrumen yang

Page 7: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

mengacu pada undang-undang perbankan syariahtidak bisa kompatibel dengan akad mudharabah yangsesuai dengan prinsip syari’ah.

4. Undang-undang Perbankan syariah tidakmengisyaratkan bank syariah untuk memilikiusaha real dan terjun langsung dalam dunia usaha,maka dengan hal ini sesuatu yang musykil bagibank syariah dalam menjalankan akad mudharabahpada usaha riil yang hakekatnya memang tidakpernah dimiliki.

Mengacu pada UU No 21 Tahun 2008 tentangPerbankan Syariah Pasal 4 ayat 1 dan 2 menyebutkan:(1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.(2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi

sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitumenerima dana yang berasal dari zakat, infak,sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya danmenyalurkannya kepada organisasi pengelolazakat.

Sedangkan Pasal 19 UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pada ayat (1) Kegiatan usaha BankUmum Syariah dan ayat (2) Kegiatan usaha UUS padapoin a,b, c dan d dengan pernyataan isi poin yang sama yakni meliputi:a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa

Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yangdipersamakan dengan itu berdasarkan Akadwadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangandengan Prinsip Syariah;

b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupaDeposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yangdipersamakan dengan itu berdasarkan Akadmudharabah atau Akad lain yang tidakbertentangan dengan Prinsip Syariah;

c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkanAkad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akadlain yang tidak bertentangan dengan PrinsipSyariah;

d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akadmurabahah, Akad salam, Akad istishna’, atauAkad lain yang tidak bertentangan dengan PrinsipSyariah;

Maka jelaslah semua jenis produk perbankansyari’ah hanya sebatas pembiayaan dan pendanaan.Dengan demikian, pada setiap unit usaha yangdikelola, peran perbankan hanya sebagai penyalurdana nasabah. Hal ini menjadikan kita sulit untukmendapatkan perbedaan antara perbankan syari’ahdan perbankan konvensional

Karena bank syariah hakekatnya tidakmempunyai usaha riil, selain memudharabahkankembali dana nasabah maka kemungkinan lain dananasabah pertama disalurkan dalam bisnis pembiayaanbank. Sebagai pihak yang beritikad baik danberinvestasi dalam usaha yang dikelola bank syariahmaka perlu pula bagi kita untuk mengetahui apakah

bisnis yang dijalankan oleh bank benar dan sesuaisyar’i. Dalam menjalankan produk usaha pembiayaan(bai’al murabahah) maka bank syariah memposisikandiri sebagai penjual barang (skenario ini agarterpenuhinya akad syar’i, bank harus membeli dahulubarang yang akan dijual kepada konsumen) untuksejumlah barang-barang konsumtif yang dibutuhkanseperti kendaraaan bermotor, rumah dan lainnyasesuai DSN pada fatwanya No: 04/DSN-MUI/IV/200,tentang Murabahah menyatakan: "Bank membelibarang yang diperlukan nasabah atas nama banksendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba."(Himpunan Fatwa Dewan syariah Nasional MUI ).

Namun adakah bank syariah yang benar-benarmempraktekan ini, dalam praktek sistem murabahahyang dilakukan bank syariah tidak bersesuaian denganfatwa DSN seperti contoh kasus proses pembiayaanmurabahah di Bank BNI syariah cabang Medandimana nasabah diharuskan membayar uang muka(urbun) sebesar 20% dari nilai kredit yang diajukankepada pihak developer terlebih dahulu untukmengambil KPR dengan angsuran 10 tahun, denganmargin keuntungan sebesar 9,5% (margin biasaditentukan terlebih dahulu oleh bank sesuai lamanyawaktu angsuran). Bahkan pada kasus skemamurabahah bank syariah lainnya kondisi rumah KPRtersebut saat akad belum selesai dibangun olehdeveloper. Dari kasus-kasus tersebut terdapat kritikanbuat bank syariah yakni bank memberikan piutangbuktinya nasabah membayarkan urbun ke developerdan bukan kepada bank maka ini tidak tepat dikatakanhubungan jual beli antara bank dengan konsumen, jikapun diasumsikan bahwa bank melakukan aktifitaspenjualan maka bank menjual sesuatu yangsepenuhnya belum diserah terimakan kepadanya,demikian pula dengan kasus akad KPR pada skemamurabahah yang diadakan sebelum rumah selesaidibangun oleh developer, maka sejumlah laranganhadist yang dilanggar bank syariah dalam kasustersebut:1) Dari Hakim bin Hizam, "Beliau berkata kepada

Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, ada orang yangmendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakantransaksi jual beli, denganku, barang yang belumaku miliki. Bolehkah aku membelikan barangtertentu yang dia inginkan di pasar setelahbertransaksi dengan orang tersebut?' Kemudian,Nabi bersabda, 'Janganlah kau menjual barangyang belum kau miliki.'" (HR. Abu Daud, no.3505; dinilai sahih oleh Al-Albani)

2) Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihiwa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membelibahan makanan, maka janganlah ia menjualnyakembali hingga ia selesai menerimanya.” Ibnu‘Abbas mengatakan, “Aku berpendapat bahwasegala sesuatu hukumnya sama dengan bahanmakanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3) Dari Nafi’, dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa membeli bahan makanan, maka

Page 8: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

janganlah dia menjualnya hinggamenyempurnakannya dan selesai menerimanya.”(HR. Muslim)

4) Ibnu ‘Umar mengatakan, “Kami biasa membelibahan makanan dari orang yang berkendaraantanpa diketahui ukurannya. Kemudian Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kamimenjual barang tersebut sampai barang tersebutdipindahkan dari tempatnya.” (HR. Muslim)

5) Dalam riwayat lain, Ibnu ‘Umar juga mengatakan,“Kami dahulu di zaman Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan. Laluseseorang diutus pada kami. Dia disuruh untukmemerintahkan kami agar memindahkan bahanmakanan yang sudah dibeli tadi ke tempat yanglain, sebelum kami menjualnya kembali.” (HR.Muslim)

Dari hadits-hadits di atas menunjukkan beberapa hal:1) Terlarangnya menjual barang yang belum selesai

diserahterimakan.2) Larangan menjual barang yang belum selesai

diserahterimakan ini berlaku bagi bahan makanandan barang lainnya, sebagaimana dikatakan olehIbnu ‘Abbas di atas.

3) Barang yang sudah dibeli harus berpindah tempatterlebih dahulu sebelum dijual kembali kepadapihak lain.

Secara garis besarnya praktek akadpembiayaan murabahah baik untuk pembiayaanrenovasi rumah, pembelian kendaraan bermotor,pembelian rumah KPR, pengadaan modal kerjamaupun pengadaan barang lain pada umumnyaberjalan dengan skema bank (Ba`i al-Murabahah)membelikan terlebih dahulu barang tersebut darisupplier kemudian penjual (ba’i) menjual barangtersebut pada konsumen ( musytari) melalui akadmurabahah dengan harga sebesar harga pokokditambah keuntungan yang telah disepakati antara ba’idan musytari;

Secara teknis urutan kronologis prosesberjalannya akad bermula dengan kejadian sebagaiberikut:(1) calon musytari membutuhkan barang namuntidak/belum mempunyai dana tunai kemudianmengajukan pembiayaan murabahah pada banksyariah, setelah musytari memenuhi persyaratanpengajuan permohonan, terjadi negosiasi marginantara musytari dengan ba’i; (2) setelah prosesnegosiasi dan terjadi kesepakatanbersama maka terjadi akad murabahah; (3) ba’imembeli barang sesuai yang diinginkan oleh musytarisebagaimana yang telah menjadi kesepakatan dalamakad murabahah; (4) ketika terjadi akad makakepemilikan barang langsung berpindah dari ba’ikepada musytari; (5) penyerahan atau pengirimanbarang dari supplier kepada musytari, dalam hal initidak perlu harus melalui ba’i tetapi langsung kepadamusytari kecuali diperjanjikan lain; (6) pihak musytari

telah menerima barang dan sesuai dengan yang telahdisepakati; (7) musytari akanmembayar/mengembalikan dana berupa harga pokokditambah dengan margin keuntungan yang telahdisepakati baik secara sekaligus saat jatuh tempomaupun secara angsuran. Berdasarkan hal-hal tersebutdi atas, peran bank selaku ba’i dalam pembiayaanmurabahah lebih tepat digambarkan sebagai pembiayadan bukan penjual barang, karena bank tidakmemegang barang, tidak pula mengambil risikoatasnya. Kerja bank (ba’i) hampir semuanya hanyaterkait dengan penanganan dokumen-dokumen.Kontrak murabahah umumnya ditanda-tanganisebelum ba’i mendapatkan barang yang dipesan olehmusytari, dalam kontrak tersebut musytari lah yangharus berhati-hati dan mematuhi hukum dan aturanyang terkait dengan pengiriman barang, rasio laba, danspesifikasi yang benar. Musytari sendirilah yangmenanggung semua tanggungjawab atas denda atausanksi hukum yang diakibatkan dari pelanggaranhukum tersebut. Ba’i tidak berkeinginan memikultanggungjawab yang terkait dengan barang, karena itusegala risiko yang terkait dengannya yang secarateoritis harus ditanggung ba’i, secara efektif telahterhindarkan. Musytari menyelesaikan kerugiantersebut bukan dengan ba’i akan tetapi dengan pihaksupplier. Dari proses ini merupakan keniscayaanpenyimpangan yang dilakukan oleh bank syariahterhadap fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/200,tentang Murabahah dan tentu saja juga terhadapketentuan syariat seperti sebelum mengadakan barangdimaksud bank telah membuat kesepakatan jual belidengan segala ketentuannya dengan nasabah sepertimelemparkan konswekensi resiko jual beli kepadakonsumen, dengan demikian bank menjual barangyang belum dimiliki, serah terima barang dari supplierbelum sempurna terhadap bank namun bank sudahmenjualnya bahkan adakalanya barang langsungdikirim ke konsumen (musytari) baik pada fisikbarang maupun berkas dokumen yang seolahmenyebutkan proses kepemilikan beralih langsungdari supplier ke musytari, ini pun menyalahi ketentuanhadist tersebut diatas seputar transaksi jual beli,penyimpangan syariah dalam proses serah terima iniakan terus berlangsung selama bank tidak memilikigudang sendiri buat barang-barang yang akandijualnya, bahkan lebih aneh lagi dalam prosespembiayaan renovasi rumah dimana pihak bankmemberikan dana yang kemudian dengan sebuah suratkuasa dari ba’i (bank), konsumen (musytari) diberiamanah untuk membeli bahan-bahan bangunan yangdibutuhkannya kemudian musytari menunjukan buktipembelian berupa nota ataupun faktur, kejadian inimakin menjelaskan posis bank dengan konsumenlebih kepada pembiaya dan bukan hubungan penjualkepada pembeli.

Dalam konsep pembiayaan murabahah secarasyar’i bank memposisikan sebagai penjual dan bukanpemberi piutang, namun tidak lazimnya dalam sebuah

Page 9: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

perusahaan yang memiliki aktifitas jual beli dengansegenap stok dan mutasi persediannya, bank syari’ah tidak memiliki dan mengakui mempunyai stok dalamlaporan keuangannya sebagaimana terdapat pada

laporan keuangan bank maumalat dan bank syariahmandiri berikut ini :

Laporan Keuangan BSM Nampak Akun persediaan pada neracabersaldo nihil

Sumber: http://www.syariahmandiri.co.id

Laporan Keuangan Bank Muamalat Nampak Akun persediaan pada neracabersaldo nihil

Sumber: http://www.muamalatbank.com

5. Bank tidak siap menanggung kerugianAkad Mudharabah adalah akad yang oleh

para ulama telah disepakati akan kehalalannya.Karena itu, akad ini dianggap sebagai tulangpunggung praktek perbankan syariah. DSN-MUI telahmenerbitkan fatwa no: 07/DSN-MUI/IV/2000, yangkemudian menjadi pedoman bagi praktek perbankansyariah. Tapi, lagi-lagi, praktek bank syariah perluditinjau ulang. Pada fatwa dengan nomor tersebut,DSN menyatakan: "LKS (lembaga Keuangan Syariah)sebagai penyedia dana, menanggung semua kerugian

akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib(nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian." (Himpunan Fatwa DewanSyariah Nasional MUI). Praktek perbankan syariah dilapangan masih jauh dari apa yang di fatwakan olehDSN. Andai perbankan syariah benar-benarmenerapkan ketentuan ini, niscaya masyarakatberbondong-bondong mengajukan pembiayaan denganskema mudharabah. Dalam waktu singkatpertumbuhan perbankan syariah akan mengungguliperbankan konvensional. Namun kembali lagi, fakta

Page 10: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

tidak semanis teori. Perbankan syariah yang adabelum sungguh-sungguh menerapkan fatwa DSNsecara utuh. Sehingga pelaku usaha yangmendapatkan pembiayaan modal dari perbankansyariah, masih diwajibkan mengembalikan modalsecara utuh, walaupun ia mengalami kerugian usaha.Para ulama dari berbagai madzah telah menegaskanbahwa pemilik modal tidak dibenarkan untukmensyaratkan agar pelaku usaha memberikan jaminanseluruh atau sebagian modalnya. Sehingga apa yangditerapkan pada perbankan syariah, yaitu mewajibkanatas pelaku usaha untuk mengembalikan seluruhmodal dengan utuh bila terjadi kerugian usaha adalahpersyaratan yang batil. Dalam ilmu fikih bila suatuakad terdapat persyaratan yang batil, maka akadpersyaratan tersebut tidak sah sehingga masing-masing harus mengembalikan seluruh hak-hak lawanakadnya atau akad tetap dilanjutkan denganmeninggalkan persyaratan tersebut.

6. Nasabah Tidak siap menanggung kerugianKetidakpahaman atau kebodohan terhadap

ilmu syar’i serta mengikuti hawa nafsu mengejarkeuntungan bisa jadi masih merupakan domaintersendiri pada kelompok nasabah bank syariah,berbekal uang yang akan disetorkan ke bank dapat kitalakukan uji mentalitas, apakah benar berkehendaksesungguhnya sebagai pemodal dalam konsepmudharabah ataukah pemberi piutang kepada bank.Perhatikan bagaimana sikap mental nasabah jikaoperator bank syariah menyatakan usaha yang dikelolabank merugi sehingga dana nasabah yang disetorkanberkurang atau bahkan hangus tak bersisa. Maka bisahampir bisa dipastikan umumnya nasabah akandengan tegas menolak keadaan tersebut danmenginginkan dana yang pernah disetor itu harusaman bila tidak ada bagi hasil maka setidaknyakembali utuh seperti semula. Pernyataan tersebutmembuktikan bahwa sebenarnya mereka adalahpemberi piutang kepada bank syariah, bukan pemodal.Maka keutungan yang mereka peroleh dari bank dansebelumnya telah disepakati adalah riba.

7. Semua nasabah mendapatkan bagi hasilBank syariah mencampur adukan seluruh

dana yang masuk kepadanya tanpa dipilah mana yangsudah disalurkan ke usaha bank maupun yang masihbeku belum tersalur dibank. Namun demikian padasetiap akhir bulan seluruh nasabah mendapatkanbagian dari hasil/keuntungan. Karena pertimbanganbank dalam membagi keuntungan adalah total modalbukan keuntungan yang diperoleh dari dana masing-masing nasabah. Pembagian keuntungan tersebutmenjadi masalah besar dalam metode mudharabahyang benar-benar islami. Pembagian hasil kepadanasabah yang dananya belum tersalurkan jelaslah akanmerugikan nasabah yang dananya telah tersalurkan.Dalam konteks ini menjadi fakta perbankan syariahsebagaimana dilansir dalam majalah modal bahwatelah terjadi over likuiditas dimana bank syariah

kebanjiran dana nasabah sebesar 6,62 triliunsementara yang berhasil digulirkan hanya 5,86 triliunsehingga tidak mampu menyalurkannya sisanya yangkemudian di simpan di Bank Indonesia dalamsertifikat Wadiah.

8. Metode bagi hasil yang berbelit-belitMetode hitung dan contoh kasus diambil dari

buku Muhammad Arifin Badri (2010: 173-175).Berikut metode bagi hasil yang diterapkan oleh salahsatu perbankan syari’ah di Indonesia:

E=Pendapatan rata-rata investasi dari setiap 1000 rupiah darinasabah

Maka jelaslah diketahui dalam perhitungan skemadiatas adalah total modal (dana) nasabah. Jika kitabandingkan dengan metode perhitungan hasilmudharabah yang benar-benar syar’i dengan rumushitung nya:

Bagi hasil nasabah=keuntungan bersih x nisbah nasabah x nisbahmodal nasabah dari total uang yang dikelola oleh bank

Perbedaan antara dua metode tersebut bisa diketahuidari contoh kasus berikut. Pak ahmadmenginventasikan modal sebesar Rp 100.000.000,dengan perjanjian 50% untuk pemodal dan 50% untukpelaku usaha (bank), dan total uang yang dikelola olehbank berjumlah Rp 10.000.000.000 (10 miliar).Dengan demikian, modal Pak Ahmad adalah 1% darikeseluruhan dana yang dikelola bank. Pada akhirbulan bank berhasil membukukan laba bersih sebesarRp 1.000.000.000 (1 miliar). Operator bank setelahmelalui perhitungan yang berbelit belit menentukanbahwa pendapatan investasi dari setiap Rp 1000adalah Rp 11,61. Bila menggunakan metodeperbankan syariah maka hasilnya:

100.000.000 x 11,61 x 50 = Rp 580.500 1000 100

Pak Ahmad hanya mendapat Rp 580.500, sedangkanjika menggunakan metode mudharabah yangsebenarnya maka hasilnya sebagai berikut:

100.000.000 x 50 x . 1 . = Rp 5.000.000 100 100

Dengan metode perhitungan mudharabah yang benarPak Ahmad mendapatkan bagi hasil yang lebihmenguntungkan.

9. Bagi hasil yang tidak riilMenurut sumber Bank Indonesia dalam

situsnya menyatakan bahwa keuntungan perbankansyariah dihitung menggunakan performa kegiatanekonomi di sektor-sektor yang menjadi tujuaninvestasi, berbagai indikator ekonomi dan keuangan

Page 11: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

yang dapat mencerminkan kinerja dari sektoraltersebut untuk menghitung ekspektasi /proyeksi returninvestasi, historis (track record) dari aktivitasinvestasi bank syariah yang telah dilakukan, yangtercermin dari nilai rata-rata dari seluruh jenispembiayaan iB yang selama ini telah diberikan kesektor riil. Estimasi maupun prakiraan dan prediksiyang dijadikan dasar perhitungan keuntungan bukandari usaha riil memiliki keserupaan denganperhitungan bunga bank atas modal yang jauh-jauhhari bisa diketahui kisaran pasti besaran nilainya.

10. Dana Nasabah perbankan syariah pasti amanmeski bank merugi

Menurut sumber Bank Indonesia dalamsitusnya menyatakan bahwa dana nasabah yangdisimpan di bank syariah tidak akan berkurang atauhilang meskipun investasi yang dilakukan banksyariah mengalami kerugian. Di samping itu,Tabungan iB (Islamic Banking) dengan skema titipanmaupun investasi juga dijamin oleh LembagaPenjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan Undang-Undang No.24 tahun 2004 tentang Lembaga PenjaminSimpanan (LPS). Tabungan iB, baik dengan skematitipan maupun skema investasi termasuk yangdijamin oleh LPS hingga nilai maksimal Rp 2 miliar.Menjadi jelaslah bahwa akad mudharabah yangdiperaktekan bank syariah merupakan sekedarpelabelan tanpa makna, jika dana nasabah pasti amantak akan merugi sementara jika laba pasti juga terbagimaka apa yang membedakannya dengan riba (bungauang) pada bank konvensional.

IV. PENUTUP

4.1 KesimpulanBerdasarkan data, tinjauan dan pembahasan

yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapakesimpulan sebagai berikut:1. Undang-undang perbankan syariah masih

memplagiasi kepada aturan perundang-undanganperbankan konvensional.

2. Status ganda bank dengan mudharabah dua pihakdalam mengakomodir peraturan undang-undangperbankan syariah yang saat ini diterapkan tidaksesuai dengan fikih mudharabah yang dikenal paraulama.

3. Bank syariah dan nasabah sama-sama tidak siapmenanggung kerugian maka sesuatu yang musykildalam menjalani sunatullah menjalankan usahayang bisa untung dan rugi.

4. Selama Perbankan syariah tidak terjun langsungdalam dunia usaha dan hanya mencukupkan dirisebagai penyalur dana nasabah maka tidak akanpernah terhindar dari riba.

5. Semua nasabah pasti mendapat bagi hasil, jaminanuang nasabah tidak akan mengalami kerugian danperhitungan bagi hasil yang berbelit-belit tidaksesuai akad mudharabah murni yang diajarkanislam

4.2 SaranBerdasarkan hasil penelitian tersebut, saran yang dapatdiberikan adalah:

1. Diperlukan Political will dari pemerintahuntuk merivisi undang-undang perbankansyariah

2. Pemilahan Nasabah berdasarkan tujuanmasing-masing baik yang sekedarmengamankan hartanya bank syariah bisamenerapkan akad utang piutang tanpa bungadan nasabah yang bertujuan mencarikeuntungan dengan investasi melaluiperbankan.

3. Perbankan syariah langsung terjun ke sektorriil serta memiliki berbagai unit usaha yangnyata dan menguntungkan, maka dengan inipula bank akan membuka lowongan kerjabaru untuk melengkapi potensi sumber dayamanusia bagi bisnis bank

4. Perbankan menerapkan mudharabah sepihakdengan menerima investasi untuk kemudianmembiayai unit usaha riil bank dan tidakmenyalurkan lagi ke nasabah dengan skemamudharabah kedua.

5. Memilah pos-pos investasi dari setiap pos-pos investasi para nasabah, masing-masingpos berbeda dari pos-pos lain dalam segenapoperasional dan pembukuannya.

6. Melakukan edukasi yang sistematis dankontinyu terhadap bahaya riba danmenanamkan spirit muamalah islami baikterhadap masyarakat maupun pihak yangingin bekerja pada institusi keuangan islami.

DAFTAR REFERENSI

[1] Antonio, Syafi’i Muhammad. 2001. BankSyariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: GemaInsani Press.

[2] Badri, Arifin Muhammad. 2010. Riba danTinjauan Kritis Perbankan Syari’ah. Bogor:Pustaka Darul Ilmi.

[3] Badri, Arifin Muhammad. 2010. Tinjauan KritisPerbankan Syariah. Jakarta. Makalah SeminarNasional KPMI

[4] Bank Indonesia. 2008. Ikhtisar Undang -UndangNo. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.Jakarta. Diambil darihttp://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4-6CF9-4DF5-A674-0073B0A6168A /15000/Iktisar_uu_21_2008.pdf

[5] Bank Indonesia.2008. Undang - Undang No.21 Tahun 2008 Tentang PerbankanSyariah.Jakarta. Diambil darihttp://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C7402D01-A030-454A- BC75-9858774DF852/14396/UU_21_08_Syariah.pdf

Page 12: TINJAUAN KRITIS PRAKTEK MUDHARABAH PADA PERBANKAN …490217019... · peraktek riba dan aktifitas investasi pada objek yang diharamkan agama. Jika ditelusuri kebelakang mengapa bank

[6] Bank Indonesia.2008. Menghitung Bagi Hasil IB. Jakarta. Diambil dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D6B8DE61-4B67-4C34- BCB3-4959A394CE1C/17636/Menghitung_Bagi_Hasil_iB.pdf

[7] Bank Indonesia. 2008. Mari Berbagi Hasilbersama IB. Jakarta. Diambil darihttp://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/2D0FE686-FAA7 -4369 -A064-66CFA2D9886C/17651/Mari_ Ber bagi_Hasil.pdf

[8] Bagya Agung Prabowo. 2009. Konsep AkadMurabahah Pada Perbankan Syariah (AnalisaKritis Terhadap Aplikasi Konsep AkadMurabahah Di Indonesia Dan Malaysia).Yogyakarta: Jurnal Hukum No. 1 Vol. 16 Januari2009: 106 – 126. Diambil darihttp://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/bagya%20agung%20prabowo.pdf

[9] Bank Muamalat.2010. Laporan KeuanganKonsolidasi PT Bank Muamalat Indonesia Tbkdan Anak Perusahaan.Jakarta. Diambildarihttp://www.muamalatbank.com/assets/pdf/financial/Laporan%20Keuangan%20Publikasi%20Desember%202010%20- %20Final.pdf

[10] Bank Syariah Mandiri. 2011. Laporan KeuanganPT Bank Syariah Mandiri dan Perusahaan Induk.Jakarta. Diambil dari

http://www.syariahmandiri.co.id/wpcontent/uploads/2010/03/LpKeu-Publis toREPUBLIKA-WARNA-1.5hal-juni2011-to-email.pdf

[11] DSN MUI. 2000. Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiyaan Mudharabah(Qiradh). Jakarta. Diambil darihttp://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=:55fatwa-dsn-mui-no-no-07dsn-muiiv 2000-tentang-pembiayaan-mudharabah-qiradh-&catid=57:fatwa-dsn-ui.

[12] DSN MUI. 2000. Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/ 2000 Tentang Pembiyaan Murabahah.Jakarta Diambil darihttp://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=151:fatwa-dsn-mui-no-04dsnmuiiv2000-tentang-murabahah&catid=57:fatwa-dsn-mui (01 Mei2012)

[13] Shomad, Abdus Muhammad. 2010. SekilasPraktek Bank Syari’ah Di Indonesia. Jakarta.Makalah Seminar Nasional KPMI

[14] Sugiawati. 2009. Skripsi: Analisis KreditKepemilikan Rumah (KPR) Dengan AkadPembiayan Murabahah di BNI Syari’ah CabangMedan. Medan. Fakultas Ekonomi UniversitasSumatera Utara.