tinjauan kebijakan moneter - januari 2013...permintaan agregat perekonomian tahun 2012 masih tumbuh...

33

Upload: others

Post on 16-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

1

Tinjauan Kebijakan MoneterJanuari 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan

oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG)

pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus,

September, dan November. Laporan ini dimaksudkan sebagai

media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan

penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi

moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian

Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang

dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara

triwulanan pada setiap bulan April, Juli, Oktober dan Desember.

Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan

terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama

bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang

ditempuh Bank Indonesia.

Dewan Gubernur

Darmin Nasution Gubernur

Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur

Halim Alamsyah Deputi Gubernur

Ronald Waas Deputi Gubernur

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

2

Daftar Isi

I. Statement Kebijakan Moneter .....................................................3

II. Perkembangan Ekonomi dan Kebijakan Moneter 2012 .............6

Perkembangan Ekonomi Dunia .........................................................6

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ......................................................8

Permintaan Agregat .......................................................................8

Penawaran Agregat .......................................................................9

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) ................................................10

Nilai Tukar Rupiah ...........................................................................11

Inflasi ..............................................................................................12

Perkembangan Moneter, Perbankan, Dan Sistem Keuangan ...........14

Moneter ......................................................................................14

Kinerja Perbankan ........................................................................16

Pasar Keuangan ..............................................................................18

Pasar Saham ................................................................................18

Pasar Surat Berharga Negara ........................................................19

Evaluasi Kebijakan Bank Indonesia 2012 .........................................20

III. Prospek, Tantangan, dan Arah Kebijakan .................................23

Prospek Perekonomian Global ........................................................23

Prospek Perekonomian Indonesia ....................................................24

Prospek Permintaan Agregat ........................................................24

Prospek Penawaran Agregat ........................................................26

Prospek Inflasi .................................................................................28

Arah Kebijakan ...............................................................................29

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

3

I. Statement KEbIJAKAn MonETEr

rapat Dewan Gubernur (rDG) bank Indonesia pada 10 Januari 2013 memutuskan untuk mempertahankan bI rate sebesar 5,75%. Tingkat

suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun

2013 dan 2014, sebesar 4,5%±1%. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja

tahun 2012 dan prospek tahun 2013-2014 menunjukkan perekonomian

Indonesia tumbuh cukup tinggi dengan inflasi yang tetap terkendali

dan rendah. Kinerja tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang

ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga stabilitas makro

dan momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah perlambatan

ekonomi dunia. Fokus kebijakan Bank Indonesia saat ini diarahkan untuk

mengelola keseimbangan eksternal dan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai

kondisi fundamentalnya. Ke depan, Bank Indonesia juga akan memperkuat

bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta mempererat

koordinasi dengan Pemerintah untuk mengelola permintaan domestik agar

sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan eksternal, mencapai sasaran

inflasi, dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2012 lebih rendah dari tahun sebelumnya. Hal ini utamanya disebabkan oleh ekonomi Eropa

yang masih mengalami kontraksi akibat krisis utang. Sementara itu,

ekonomi Amerika Serikat (AS) mulai membaik meskipun masih rentan

dan dibayangi isu keterbatasan stimulus fiskal (fiscal cliff). Di sisi lain,

pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang mulai melambat,

khususnya China dan India yang merupakan mitra dagang Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi global yang melambat juga diikuti dengan harga

komoditas yang turun cukup tajam. Sejalan dengan itu, respons kebijakan

negara-negara maju cenderung akomodatif. Ke depan, perekonomian

dunia diprakirakan akan tumbuh lebih baik dan harga komoditas dunia

juga akan mengalami kenaikan.

Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 tumbuh cukup tinggi sebesar 6,3% dan diprakirakan akan meningkat pada tahun 2013 dan 2014. Daya tahan perekonomian selama ini didukung oleh stabilitas

makro dan sistem keuangan yang terjaga sehingga mampu memperkuat

basis permintaan domestik. Kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi

yang meningkat mampu menahan dampak turunnya pertumbuhan ekspor

terutama mulai paruh kedua tahun 2012. Dari sisi produksi, pertumbuhan

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

4

ekonomi terutama ditopang oleh kinerja sektor Industri Pengolahan,

sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, serta sektor Pengangkutan

dan Komunikasi. Dari sisi kawasan, kesenjangan pertumbuhan ekonomi

antar daerah semakin berkurang, tercermin dari kontribusi pertumbuhan

ekonomi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang semakin baik. Pada tahun

2013-2014, perekonomian Indonesia diprakirakan dapat mencapai kisaran

masing-masing 6,3% - 6,8% dan 6,7% - 7,2%. Pertumbuhan tersebut

ditopang oleh konsumsi yang terus meningkat dan investasi yang tetap

kuat, sementara ekspor diprakirakan akan membaik.

Kinerja neraca Pembayaran Indonesia (nPI) pada tahun 2012 masih mencatat surplus, meskipun mengalami tekanan defisit transaksi berjalan. Melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang dan

merosotnya harga komoditas ekspor berdampak pada menurunnya kinerja

ekspor. Di sisi lain, impor masih tumbuh cukup tinggi, terutama dalam

bentuk barang modal dan bahan baku, sejalan dengan meningkatnya

kegiatan investasi. Tingginya impor juga tercatat pada komoditas migas

akibat melonjaknya konsumsi BBM, sehingga berdampak pada defisit

neraca migas yang terus meningkat dan menambah tekanan pada defisit

transaksi berjalan. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat

kenaikan surplus yang cukup besar terutama didukung oleh investasi

langsung (PMA) dan arus masuk modal portofolio, baik dalam pasar

saham maupun pasar obligasi, yang lebih tinggi dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa

sampai dengan akhir Desember 2012 mencapai 112,78 miliar dolar AS,

atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri

Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia tetap mewaspadai perkembangan

defisit transaksi berjalan dan akan terus mempererat koordinasi kebijakan

dengan Pemerintah agar defisit tersebut menurun ke tingkat yang

sustainable sehingga keseimbangan eksternal tetap terjaga.

nilai tukar rupiah pada tahun 2012 mengalami depresiasi dengan volatilitas yang cukup rendah. Rupiah secara point-to-point melemah

5,91% (yoy) selama tahun 2012 ke level Rp9.638 per dolar AS. Tekanan

depresiasi terutama terjadi pada triwulan II dan III tahun 2012 terkait

dengan memburuknya kondisi perekonomian global, khususnya di

kawasan Eropa, yang berdampak pada penurunan arus masuk portofolio

asing ke Indonesia. Dari sisi domestik, tekanan rupiah berasal dari

tingginya permintaan valas untuk keperluan impor di tengah perlambatan

kinerja ekspor. Nilai tukar rupiah kembali bergerak stabil pada triwulan IV

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

5

2012 seiring dengan peningkatan arus masuk modal asing yang cukup

besar, baik dalam bentuk arus masuk modal portofolio maupun investasi

langsung. Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai

tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian.

Inflasi sepanjang tahun 2012 tetap terkendali pada level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi sebesar 4,5%±1%.

Terkendalinya inflasi tersebut sebagai hasil dari berbagai kebijakan Bank

Indonesia dan didukung oleh semakin baiknya koordinasi kebijakan

dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Inflasi tahun

2012 mencapai 4,30% (yoy) terutama didorong oleh inflasi inti yang

stabil, inflasi volatile food yang terkendali dan inflasi administered prices

yang rendah. Inflasi inti yang stabil didukung oleh penerapan strategi

bauran kebijakan moneter dan makroprudensial sehingga tekanan inflasi

dari sisi permintaan, harga komoditas impor, dan ekspektasi inflasi tetap

terkendali. Selain itu, terjaganya inflasi juga didukung oleh koordinasi yang

semakin intensif antara Bank Indonesia dan Pemerintah melalui forum

TPI dan TPID, terutama pada upaya peningkatan produksi, kelancaran

distribusi, dan stabilisasi harga pangan strategis. Ke depan, Bank Indonesia

meyakini inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 4,5%±1%

pada tahun 2013 dan tahun 2014.

Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin

pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio)

yang mencapai 17,4% dan rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL/Non

Performing Loan) gross sekitar 2% pada November 2012. Sementara itu,

pertumbuhan kredit hingga akhir November 2012 mencapai 22,3% (yoy),

dan diperkirakan mencapai sekitar 23% pada akhir tahun 2012. Sejalan

dengan meningkatnya investasi, kredit investasi tumbuh cukup tinggi,

sebesar 29,8% (yoy) dan kredit modal kerja tumbuh 26,1% (yoy) sehingga

diharapkan dapat meningkatkan kapasitas perekonomian nasional.

Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 12,1% (yoy) antara lain terkait

dengan penerapan kebijakan pengaturan besaran rasio LTV (loan to value)

dan minimum uang muka, untuk menjaga pertumbuhan kredit yang sehat

di sektor konsumtif. Sejalan dengan prospek perekonomian mendatang,

stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi

perbankan yang akan meningkat.

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

6

Ke depan, kebijakan bank Indonesia akan diarahkan untuk mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya untuk menjaga keseimbangan eksternal. Bank Indonesia akan

terus memperkuat bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan.

Pertama, kebijakan suku bunga akan ditempuh secara konsisten dengan

prakiraan inflasi ke depan agar tetap terjaga dalam kisaran target yang

ditetapkan. Kedua, kebijakan nilai tukar akan diarahkan untuk menjaga

pergerakan rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Ketiga,

kebijakan makroprudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem

keuangan dan mendukung terjaganya keseimbangan internal maupun

eksternal. Keempat, penguatan strategi komunikasi kebijakan untuk

mengelola ekspektasi inflasi. Kelima, penguatan koordinasi Bank Indonesia

dan Pemerintah dalam mendukung pengelolaan ekonomi makro,

khususnya dalam memperkuat struktur perekonomian, memperluas

sumber pembiayaan ekonomi, penguatan respons sisi penawaran, serta

pemantapan Protokol Manajemen Krisis (PMK).

II. PErKEMbAnGAn EKonoMI DAn KEbIJAKAn MonETEr 2012Di tengah pelemahan ekonomi global yang masih berlanjut, perekonomian

Indonesia pada tahun 2012 masih tumbuh cukup kuat, terutama ditopang

oleh permintaan domestik. Inflasi tetap terkendali pada level yang cukup

rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi 4,5%±1%. Kondisi tersebut

tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan

Pemerintah dalam upaya menjaga momentum perekonomian, di tengah

melambatnya perekonomian global dengan tetap memelihara kestabilan

makroekonomi. Kuatnya perekonomian domestik di tengah lemahnya

ekonomi global menyebabkan meningkatnya defisit transaksi berjalan

selama tahun 2012.

Perkembangan Ekonomi DuniaPertumbuhan ekonomi global pada tahun 2012 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Berbagai permasalahan

ekonomi dunia, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat (AS), yang

belum sepenuhnya dapat diatasi mengakibatkan pemburukan ekonomi

global yang telah terjadi sejak akhir tahun 2011 masih berlanjut di tahun

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

7

2012 (Grafik 2.1). Perekonomian kawasan Eropa masih mengalami

pertumbuhan yang negatif, sementara ekonomi AS mulai membaik

meskipun masih rentan dan dibayangi isu keterbatasan stimulus fiskal

(fiscal cliff). Kontraksi pertumbuhan ekonomi Eropa disebabkan oleh krisis

utang fiskal, sempitnya ruang kebijakan moneter, meningkatnya angka

pengangguran, rapuhnya sektor keuangan, dan menurunnya kepercayaan

pasar. Memburuknya perekonomian di negara-negara maju telah

memberikan dampak pada melambatnya perekonomian sebagian besar

negara emerging markets seperti China dan India. Berdasarkan kondisi

tersebut, ekonomi dunia tahun 2012 diperkirakan tumbuh sebesar 3,1%,

lebih rendah dari tahun 2011 sebesar 3,8%.

Inflasi dunia selama tahun 2012 secara umum mengalami penurunan sejalan dengan perlambatan ekonomi dunia (Grafik 2.2 dan 2.3). Penurunan inflasi tersebut sejalan dengan melemahnya

pertumbuhan ekonomi global yang berdampak pada menurunnya harga

komoditas, khususnya komoditas nonmigas. Penurunan harga banyak

terjadi pada komoditas berbasis sumber daya alam (SDA), termasuk

komoditas hasil pertanian. Komoditas logam dasar dan batubara tercatat

mengalami penurunan harga yang cukup tinggi terutama disebabkan oleh

perlambatan ekonomi China yang merupakan konsumen terbesar di dunia

dari kedua komoditas tersebut.

Melemahnya perekonomian dan rendahnya inflasi mendorong otoritas moneter di sebagian besar negara mengalihkan fokusnya dari pengendalian inflasi kepada upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Negara-negara maju secara umum tetap

mempertahankan kebijakan moneter yang longgar disertai dengan

langkah-langkah nonkonvensional sebagai upaya mendorong

pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, beberapa negara berkembang

merespons pelemahan ekonominya dengan melakukan kebijakan moneter

yang akomodatif, terutama di negara-negara yang terkena dampak

perlambatan ekonomi global secara signifikan. Di sisi kebijakan fiskal,

berbeda dengan negara maju yang memiliki keterbatasan fiscal space,

pemerintah di negara berkembang pada umumnya masih memiliki ruang

untuk memberikan stimulus fiskal untuk mendorong perekonomiannya.

Kebijakan moneter longgar yang diterapkan oleh negara-negara maju

tersebut pada akhirnya meningkatkan likuiditas di pasar keuangan global

yang sebagian besar mengalir ke negara berkembang kawasan Asia.

Grafik 2.1 Realisasi dan Prakiraan Ekonomi Dunia

Grafik 2.2 Inflasi Negara Maju

Grafik 2.3 Inflasi IHK Regional Asia

������

�������������������������������������������������������������������������

��������� ��������

��

��

��

��

�����������������

����������������

���� ���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

����������

����

���� ����

����

���

��� ������

��� ��� ���

��� ������

���

������

���

���

��� ������ ��� ���

��� ���

������

���

����

���� ����

����

���

������ ��� ���

������ ��� ���

��� ������ ���

���������� ����������������� ������

������������������

��

��

��

��

��

�����

��

������

������

�������

�������������

���������

���� ���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������������

������ ������

������������������

��

��

��

��

�����������������������

�����

��������

�������

�����

��������

�����

�����������������

���������

������������

������� ��� ��� ���

������� ��� ��� ���

������� ��� ��� ���

������� ��� ��� ���

������� ��� ��� ���

������� ��� ��� ���

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

8

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Permintaan agregatPerekonomian tahun 2012 masih tumbuh cukup tinggi sebesar 6,3%, terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan

sebesar 5,4%, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut utamanya bersumber

dari konsumsi nonmakanan. Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya

indeks penjualan eceran kelompok nonmakanan khususnya perlengkapan

rumah tangga, peralatan informasi dan komunikasi, serta suku cadang

(Grafik 2.4). Keyakinan konsumen menurut beberapa lembaga survei

menunjukkan penguatan mencapai titik tertinggi sepanjang historisnya

(Grafik 2.5). Faktor-faktor yang mendukung solidnya kinerja konsumsi

rumah tangga tersebut antara lain meningkatnya jumlah kelas menengah,

menguatnya keyakinan konsumen, membaiknya daya beli masyarakat,

rendahnya inflasi, dan tersedianya pembiayaan konsumsi.

Kinerja investasi pada tahun 2012 terus membaik mencapai 10,7%, dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya sebesar 8,8%. Faktor-

faktor yang mendukung peningkatan kinerja investasi tersebut antara lain

optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian Indonesia, perbaikan

iklim investasi yang tercermin dari survei preferensi negara tujuan

investasi (UNCTAD), serta terjaganya kestabilan makroekonomi. Dari sisi

pembiayaan, peningkatan investasi juga didukung oleh tersedianya kredit

investasi yang tumbuh sebesar 29,8% (Grafik 2.6), meningkatnya FDI

dan sumber pembiayaan eksternal lainnya serta dukungan belanja modal

Pemerintah. Dari sisi alokasi investasi, peningkatan investasi terutama

terjadi di sektor industri yang diikuti oleh sektor pertambangan dan sektor

perkebunan. Peningkatan investasi di sektor industri tersebut terutama

terjadi di industri kimia, alat angkut, serta mesin dan elektronik.

Melemahnya perekonomian global berdampak pada termoderasinya kinerja ekspor sepanjang tahun 2012. Perlambatan

ekspor disebabkan oleh melambatnya permintaan dari negara mitra

dagang utama Indonesia seperti China dan India, terutama pada

komoditas pertanian seperti karet dan komoditas industri seperti produk

kimia. Berdasarkan sektornya, perlambatan ekspor terutama disebabkan

oleh penurunan kinerja ekspor di sektor pertambangan dan sektor Grafik 2.6 Kredit Investasi & Suku Bunga Kredit Investasi Riil

Grafik 2.5 Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 2.4 Indeks Penjualan Eceran

������

��

��

��

��

��

���

���

���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� ��� ��� ��� ����

������

������������

�����

�������

����������

���������������

������������������

������

���

���

���

���

��

��

��

����������������������������������������������������� ���� ���� ����

� �� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����������������

��

���

���������

����������

� �� ��� ��� �� ��� ��

�������

������������������������

���� ���� ����

��

��

��

� � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��

�����������������������������������������������������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

9

manufaktur. Melambatnya ekspor juga didorong oleh tren penurunan

harga komoditas terutama komoditas SDA (Grafik 2.7). Dari sisi domestik,

penurunan kinerja ekspor disebabkan oleh kebijakan Pemerintah untuk

mengetatkan ekspor mineral mentah yang ditujukan untuk meningkatkan

nilai tambah produk dalam jangka menengah.

Di tengah melambatnya ekspor, permintaan domestik yang masih kuat menyebabkan impor masih tumbuh cukup tinggi. Sejalan

dengan meningkatnya kegiatan investasi, peningkatan impor terutama

terjadi di kelompok barang modal, terutama dalam bentuk mesin dan

alat angkut, termasuk pesawat terbang. Sementara itu, masih tingginya

kegiatan produksi di dalam negeri mengakibatkan impor bahan baku

juga masih tetap tinggi. Pertumbuhan impor yang masih tetap tinggi

terkait dengan keterbatasan industri domestik dalam memenuhi pasokan

barang modal dan bahan baku. Memasuki semester II 2012, akselerasi

impor mengalami penurunan sejalan dengan melambatnya ekspor dan

termoderasinya pertumbuhan investasi. Perlambatan impor terjadi baik

pada impor migas maupun nonmigas. Hampir seluruh komponen impor

nonmigas mengalami perlambatan terutama pada impor barang konsumsi

berupa makanan dan minuman jadi, dan diikuti oleh perlambatan impor

barang modal seperti perlengkapan transportasi untuk industri. Sementara

itu, impor bahan baku masih tumbuh tinggi ditopang oleh impor bahan

baku (processed) untuk industri.

Penawaran agregatDi sisi penawaran, sejalan dengan pelemahan permintaan global, sektor-sektor yang berorientasi ekspor mengalami perlambatan, sementara sektor-sektor yang berorientasi domestik masih tumbuh cukup kuat. Sektor yang paling terkena dampak dari penurunan

permintaan global adalah sektor pertambangan dan penggalian yang

mengalami pertumbuhan negatif sejak triwulan III 2012. Sementara

itu, sektor-sektor tradables lainnya seperti sektor industri pengolahan

dan sektor pertanian masih tumbuh cukup kuat seiring dengan masih

kuatnya permintaan domestik. Di sisi lain, kinerja sektor nontradables

juga masih mencatat pertumbuhan yang tetap tinggi meski lebih rendah

jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sektor PHR masih mampu

tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya kegiatan konsumsi rumah

tangga dan masih tingginya impor. Kinerja sektor bangunan tumbuh lebih

baik sejalan dengan aktivitas investasi dan konstruksi yang meningkat

Grafik 2.7 Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHEx)

Grafik 2.8 Produksi Padi

���������������

��

���

���

���

���

���

���

������������ �������������������� ���������

���� ���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������������������������

������

���

��

��

��

��

�������������

�������������������

�����������������������������

������������������

�����������������������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� �����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

10

(Grafik 2.9). Sektor keuangan, persewaan, dan jasa juga tumbuh lebih

baik terkait kinerja subsektor bank dan lembaga keuangan nonbank

yang masih baik seiring dengan meningkatnya kebutuhan pembiayaan

aktivitas ekonomi. Selain itu, sejalan dengan meningkatnya aktivitas

ekonomi domestik, sektor transportasi dan komunikasi masih mencatatkan

pertumbuhan yang tinggi pada tahun 2012.

neraca Pembayaran Indonesia (nPI)Pada tahun 2012, nPI mengalami surplus di tengah meningkatnya tekanan dari meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan, (Grafik 2.10). Tekanan terutama bersumber dari meningkatnya defisit neraca

perdagangan migas akibat melonjaknya konsumsi BBM di dalam negeri

serta realokasi gas untuk pemenuhan konsumsi gas di dalam negeri yang

lebih besar (Grafik 2.11). Sementara itu, neraca perdagangan nonmigas

masih mengalami surplus meskipun lebih rendah dibanding tahun

sebelumnya sehingga belum mampu mengimbangi memburuknya neraca

perdagangan migas. Menurunnya surplus neraca perdagangan nonmigas

merupakan dampak dari melemahnya permintaan dari negara mitra

dagang utama dan penurunan harga komoditas ekspor yang cukup besar.

Di sisi lain, impor nonmigas masih tumbuh cukup tinggi terutama dalam

bentuk barang modal dan bahan baku untuk mendukung meningkatnya

kegiatan perekonomian domestik. Searah dengan pertumbuhan impor

yang masih tinggi, defisit neraca jasa diprakirakan meningkat yang

didorong oleh tingginya biaya jasa pengangkutan. Selain itu, defisit neraca

pendapatan juga diprakirakan meningkat disebabkan oleh meningkatnya

imbal hasil yang dibayarkan kepada investor asing sejalan dengan

peningkatan investasi asing langsung (FDI).

Sepanjang tahun 2012, neraca transaksi modal dan finansial mencatat kenaikan surplus yang cukup signifikan. Masih baiknya

kinerja ekonomi domestik dan imbal hasil investasi rupiah, serta kebijakan

stimulus ekonomi yang dilakukan oleh beberapa negara mendorong

tingginya aliran masuk modal asing selama tahun 2012. Arus masuk

modal asing didominasi oleh investasi langsung, namun investasi portofolio

juga mengalami kenaikan tajam baik dalam pasar saham maupun pasar

obligasi. Meningkatnya arus masuk modal tersebut menggambarkan

tingginya kepercayaan investor asing terhadap kondisi fundamental dan

prospek perekonomian Indonesia ke depan. Selain beli neto investor asing

Grafik 2.9 Penjualan Semen dan Impor Material Bangunan

Grafik 2.10 Neraca Transaksi Berjalan

Grafik 2.11 Neraca Perdagangan Migas dan Non Migas

������ ������

���������������������������������������

������������������

����������������������������

��������

��������������

��

��

��

��

���

���

���

���� ����

� �� ��� �� � �� ��� ��� � �� ��

���������������

��

��

���

����

����

���� ���� ���� ���� ����

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���

�������������������������������������

����������������������������

�������������

�����

�����

�����

����

����

����

����������������������

��������

�����������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

11

di pasar saham dan obligasi, surplus di investasi portofolio juga didorong

oleh meningkatnya penerbitan utang luar negeri, baik pemerintah maupun

swasta. Meskipun meningkat, posisi utang luar negeri tersebut masih

berada dalam tingkat yang aman. Berdasarkan perkembangan tersebut,

cadangan devisa pada akhir tahun 2012 mencapai 112,78 miliar dolar AS

atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri

(ULN) pemerintah.

nilai Tukar rupiahSelama tahun 2012, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi walaupun volatilitasnya dapat dijaga pada tingkat yang relatif rendah. Secara rata-rata, rupiah terdepresiasi sebesar 6,3% (yoy) ke

Rp9.358 per dolar AS dari Rp8.768 per dolar AS pada tahun sebelumnya.

Sementara itu, secara point-to-point, rupiah melemah sebesar 5,91%

dan ditutup pada level Rp9.638 per dolar AS dengan volatilitas yang lebih

terjaga pada level 4,3% (annualised) (Grafik 2.12). Terjaganya volatilitas

rupiah tersebut tidak terlepas dari kebijakan Bank Indonesia dalam

melakukan stabilisasi nilai tukar untuk menjaga volatilitas rupiah pada

tingkat yang rendah.

Tekanan depresiasi rupiah selama tahun 2012 terutama disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi global dan melebarnya defisit transaksi berjalan. Dari sisi eksternal, mengemukanya kembali

kekhawatiran terhadap penyelesaian krisis utang dan fiskal di kawasan

Eropa serta melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi regional dan

global sempat memicu penarikan dana oleh investor dalam rangka

menghindari risiko (perilaku risk aversion) dari aset-aset keuangan

di negara emerging markets, termasuk Indonesia. Dari sisi domestik,

ketidakseimbangan di pasar valuta asing dalam negeri akibat perlambatan

ekspor di tengah tingginya impor memberikan tekanan pada Neraca

Pembayaran Indonesia (NPI) terutama pada transaksi berjalan (current

account) yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan tekanan

terhadap rupiah. Namun, peningkatan arus modal asing yang cukup besar,

baik dalam bentuk investasi portofolio maupun investasi langsung (FDI)

dapat menahan tekanan depresiasi nilai tukar lebih lanjut. Meningkatnya

arus modal asing yang cukup besar tersebut didukung oleh kepercayaan

investor terhadap kondisi fundamental dan prospek ekonomi Indonesia

dan perolehan status atau peringkat layak investasi (investment grade), Grafik 2.12 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

�������

����������������������������������������������������������������������

����

��������

����

����

����

����

��������

��������

����

��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ���

���� ����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

12

faktor risiko yang membaik, dan tingkat imbal hasil dalam aset rupiah yang

masih menarik (Grafik 2.13 dan 2.14).

InflasiInflasi sepanjang tahun 2012 tetap terkendali pada level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi sebesar 4,5%±1%. Terkendalinya inflasi merupakan hasil dari berbagai kebijakan Bank

Indonesia yang didukung oleh semakin baiknya koordinasi kebijakan

dengan Pemerintah. Inflasi pada tahun 2012 tercatat sebesar 4,3%

(yoy) (Grafik 2.15) terutama didorong oleh inflasi inti yang stabil, inflasi

volatile food yang terkendali dan inflasi administered prices yang

rendah. Inflasi inti yang stabil didukung oleh penerapan strategi bauran

kebijakan moneter dan makroprudensial sehingga tekanan inflasi dari

sisi permintaan, harga komoditas impor, dan ekspektasi inflasi tetap

terkendali. Selain itu, terjaganya inflasi juga didukung oleh koordinasi yang

semakin intensif antara Bank Indonesia dan Pemerintah melalui forum

TPI dan TPID, terutama pada upaya peningkatan produksi, kelancaran

distribusi, dan stabilisasi harga pangan strategis.

Inflasi inti tahun 2012 tercatat rendah sebesar 4,40% (yoy). Rendahnya inflasi inti tersebut didukung oleh terkelolanya permintaan

domestik serta meningkatnya kemampuan sisi produksi dalam merespons

permintaan domestik sejalan dengan tingginya pertumbuhan investasi

dalam beberapa tahun terakhir. Terjaganya kapasitas utilisasi pada

level 70%-75%1 (Grafik 2.16) masih dapat mengimbangi permintaan

yang masih kuat sehingga tidak menimbulkan tekanan yang berlebihan

pada harga. Kondisi itu tercermin dari inflasi industri pengolahan yang

terjaga di level yang rendah dan stabil. Selain itu, rendahnya inflasi inti

juga disebabkan oleh rendahnya tingkat inflasi dari sisi impor (imported

inflation) (Grafik 2.17) seiring dengan penurunan harga komoditas akibat

perlambatan perekonomian dunia, nilai tukar yang terjaga dengan tingkat

volatilitas rendah, dan kebijakan Pemerintah terkait bea masuk impor.

Ekspektasi inflasi selama tahun 2012 secara umum dapat terkendali dengan baik, meski sempat meningkat pada awal tahun terkait dengan

rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal tersebut sebagaimana

tercermin pada beberapa indikator ekspektasi inflasi seperti hasil survei

Grafik 2.13 Indikator Risiko Indonesia

Grafik 2.16 Kapasitas Produksi Sektor Manufaktur

Grafik 2.14 CIP (Covered Interest Parity)

Grafik 2.15 Perkembangan Inflasi

����

����

����

����

����

����

����

�����

�����

���������

��������

�����

��������

��� ��������������� ��� ������������ ��� ������������������ ��� ������������ ��� ������������������

���� ���� ����

������

���

��

��

��

���� ���� ���� ���� ���� ����

���������������

��������������������������������������������������������������

������������

����

������������������������������������������������

1 Data terakhir dari SKDU Triwulan III 2012 dan Survei Produksi November 2012.

���������������������������������

����������������� ��������������������

���

���

���

���

���

���

���

���

���

��������������������������������������

����������������������

��� ��� ��� ��� ��� ���

��

��

��

��

��������������������������������������

����������������������������������������������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

13

Consensus Forecast dan Survei Konsumen Bank Indonesia (SK-BI) yang

pada awal tahun cenderung tinggi namun secara berangsur-angsur

membaik (bergerak menurun) hingga mendekati sasaran inflasi sebesar

4,5% ± 1% pada paruh kedua tahun 2012 (Grafik 2.18 dan 2.19).

Membaiknya ekspektasi inflasi tersebut tidak terlepas dari penerapan

bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta penguatan

koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah yang

turut didukung oleh penguatan strategi komunikasi yang terarah dan

berkelanjutan untuk pembentukan ekspektasi para pelaku ekonomi.

Inflasi kelompok volatile food tahun 2012 cenderung turun terutama dipengaruhi oleh peningkatan produksi pangan domestik dan kelancaran distribusi. Terkendalinya inflasi volatile food pada

tingkat yang rendah yakni sebesar 5,68% (yoy) pada tahun 2012 tidak

terlepas dari upaya Pemerintah dalam memperbaiki infrastruktur pertanian

dan keterhubungan antar wilayah serta koordinasi yang intensif antara

Bank Indonesia dan Pemerintah melalui forum Tim Pengendalian Inflasi

(TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam hal pengendalian

harga. Peningkatan produksi pangan terutama didukung oleh peningkatan

luas lahan tanam dan produktivitas. Selain itu, kecukupan sisi pasokan

juga tidak terlepas dari peran TPI baik di tingkat pusat maupun daerah. Di

tingkat pusat, TPI secara aktif melakukan pemantauan serta merumuskan

dan merekomendasikan respons kebijakan yang perlu diambil untuk

mengendalikan tekanan inflasi. Dalam kerangka yang lebih luas, TPI

juga memberikan masukan terkait kerangka kebijakan untuk menjaga

kesinambungan pasokan bahan pangan pokok dan mendorong

pengembangan pusat informasi harga. Dengan tujuan yang sama, TPID

yang diwadahi Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) intensif memantau

perkembangan inflasi di daerah dan memberikan evaluasi dan masukan

ke tingkat pusat terkait kebijakan-kebijakan di tingkat nasional yang

diperlukan untuk menjaga inflasi bahan pangan pokok pada tingkat yang

rendah dan stabil.

Inflasi administered prices tahun 2012 tercatat rendah sebesar 2,66% (yoy). Kenaikan harga yang cukup besar pada kelompok

administered price hanya terjadi di cukai rokok yang mengalami kenaikan

tarif rata-rata 15%2. Selain rokok, komoditas administered prices lainnya

seperti bahan bakar rumah tangga dan bensin memberikan sumbangan

Grafik 2.17 Inflasi Inti, Nilai Tukar dan Harga Global

Grafik 2.18 Ekspektasi Inflasi - Consensus Forecast

Grafik 2.19 Ekspektasi Harga Konsumen - SKBI2 Tarif cukai rokok yang ditetapkan pada tahun 2011 adalah rata-rata sebesar 5%.

������

���

���

��

����

��

���

���

���

������

���� ���� ����� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������

����������

���������

�������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

���� �������� ���� ����

���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���� ���� ����

��������

����

��������

���� ���� ���� ����

�����������������������

�����������������������

������

�� � � � � � � � � �� �� ��

������������

���

���

���

���

���

���

��

��

�� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������

���� ���� ���� �����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

14

yang minimal terhadap inflasi. Dengan perkembangan tersebut, inflasi

kelompok administered prices pada tahun 2012 mengalami penurunan

dibandingkan tahun sebelumnya.

Perkembangan Moneter, Perbankan, Dan Sistem Keuangan

moneterPada awal tahun 2012, kebijakan moneter bank Indonesia difokuskan pada upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, namun memasuki triwulan kedua kebijakan difokuskan untuk mengendalikan ekspektasi inflasi dan keseimbangan eksternal. Bank Indonesia pada Februari 2012 menurunkan BI rate 25

bps sebagai langkah antisipatif lanjutan untuk memberikan dorongan

bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah menurunnya kinerja

ekonomi global. Pada saat yang sama, Bank Indonesia juga menurunkan

koridor bawah suku bunga operasi moneter Bank Indonesia sebesar

50 bps menjadi 3,75%. Penurunan koridor bawah suku bunga operasi

moneter tersebut dimaksudkan untuk mendorong pembiayaan antar

bank dan mengurangi risiko likuiditas bank sekaligus memperluas sumber

pendanaan Bank. Pada Maret 2012, ekonomi Indonesia dihadapkan

pada melambungnya ekspektasi inflasi yang dipicu oleh pilihan-pilihan

kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah terkait kebijakan subsidi BBM.

Sejalan dengan itu, Bank Indonesia sejak Maret 2012 mempertahankan

BI rate pada tingkat 5,75% dan mengambil langkah kebijakan untuk

mengantisipasi dampak peningkatan inflasi jangka pendek melalui

penguatan operasi moneter untuk mengendalikan ekses likuiditas jangka

pendek.

Sejalan dengan penurunan suku bunga bI rate dan koridor bawah suku bunga, suku bunga PUAb secara umum mengalami penurunan pada tahun 2012. Suku bunga PUAB O/N pada akhir tahun 2012 tercatat

sebesar 4,17% atau menurun 38 bps dari akhir tahun sebelumnya sebesar

4,55%. Sementara itu, suku bunga PUAB dengan tenor yang lebih panjang

turut bergerak searah dengan suku bunga PUAB O/N dengan volatilitas

yang sedikit meningkat. Penurunan suku bunga PUAB O/N selama tahun

2012 diikuti dengan persepsi risiko yang tetap terjaga. Hal tersebut

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

15

tercermin pada selisih antara suku bunga tertinggi dan terendah PUAB O/N

selama tahun 2012 (spread) yang relatif kecil yakni hanya sebesar 10 bps

dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya yang mencapai 22 bps.

Suku bunga simpanan dan kredit perbankan mengalami penurunan selama tahun 2012, sejalan dengan penurunan suku bunga di pasar uang. Perkembangan tersebut menempatkan tingkat

suku bunga simpanan dan kredit sebagai yang terendah sejak tahun

2005. Menurunnya suku bunga tersebut sejalan dengan arah kebijakan

moneter Bank Indonesia yang cenderung akomodatif sejak tahun

2011. Peningkatan transparansi melalui kewajiban perbankan untuk

mengumumkan penentuan suku bunga dasar kredit (SBDK) kepada

masyarakat turut memengaruhi pergerakan suku bunga tersebut. Sampai

dengan November 2012, suku bunga deposito 1 bulan tercatat menurun

sebesar 93 bps menjadi 5,42%, sedangkan rata-rata suku bunga kredit

turun sebesar 66 bps menjadi 12,13% (Grafik 2.20). Dengan penurunan

suku bunga deposito yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan

suku bunga kredit, maka selisih antara suku bunga deposito dan suku

bunga kredit tercatat melebar, yaitu dari 6,43% di tahun 2011 menjadi

sebesar 6,71% di tahun 2012. Penurunan suku bunga terjadi pada seluruh

jenis kredit berdasarkan penggunaannya. Suku bunga kredit modal

kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing mengalami

penurunan sebesar 55 bps, 80 bps dan 62 bps dibandingkan dengan

tahun sebelumnya menjadi 11,61%, 11,24%, dan 13,53% (Grafik 2.21

dan Tabel 2.1).

Grafik 2.20 Suku Bunga Perbankan

Grafik 2.21 Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan

���

����������������������������������������������������������������������������

��

��

��

�����

���������������

������������������� ���������������� �������������������������������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

��

��

��

������ ����� �����

������ ������ ������ ������

� ���

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

�����

Tabel 2.1Perkembangan berbagai Suku bunga

Suku bunga (%)

6,00 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 6,50 6,00 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 6,26 5,97 5,66 4,42 5,35 5,39 5,39 5,42 5,40 5,49 5,42 n.a 12,14 12,11 12,01 11,86 11,78 11,79 11,78 11,73 11,70 11,68 11,61 n.a 11,73 11,69 11,62 11,56 11,51 11,46 11,42 11,35 11,36 11,29 11,24 n.a 14,14 14,15 14,13 14,10 14,03 13,90 13,92 13,69 13,67 13,60 13,53 n.a

BI RatePenjaminan DepositoDep 1 bulan (rata-rata tertimbang)Kredit Modal Kerja (KMK)Kredit Investasi (KI)Kredit Konsumsi (KK

2012

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep okt nov Des

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

16

Sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik, likuiditas perekonomian selama tahun 20123 meningkat (Grafik 2.22). Pertumbuhan M2 tercatat sedikit meningkat menjadi 17,4% (yoy) dengan

level Rp3.204 triliun dibandingkan dengan pertumbuhan pada akhir

tahun sebelumnya sebesar 16,4% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan M2

tersebut sejalan dengan pertumbuhan kredit yang tetap tinggi. Sementara

itu, pertumbuhan M1 juga meningkat dari akhir tahun sebelumnya sebesar

19,4% (yoy) menjadi 20,0% (yoy) dengan level Rp801 triliun. Dari sisi

faktor yang memengaruhi, pertumbuhan M2 yang sedikit meningkat

sejalan dengan ekspansi keuangan Pemerintah (NCG) khususnya di akhir

tahun dan meningkatnya sumbangan Net Foreign Asset (NFA).

Kinerja PerbankanSelama tahun 2012 sistem keuangan dan perbankan menunjukkan kinerja yang positif dengan ketahanan yang tetap terjaga. Dengan

dukungan berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia, kinerja

perbankan terlihat menunjukkan perbaikan. Dari sisi kelembagaan, jumlah

bank umum relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, dengan jumlah dan sebaran kantor yang memadai.

Kinerja intermediasi perbankan dapat dipertahankan pada tingkat

pertumbuhan yang aman bagi perekonomian. Pertumbuhan kredit hingga

akhir November 2012 mencapai 22,3% dan diprakirakan akan mencapai

sekitar 23% untuk keseluruhan tahun 2012. Tingginya pertumbuhan kredit

tersebut terutama disalurkan dalam bentuk kredit investasi. Kredit investasi

tercatat tumbuh paling tinggi sebesar 29,8% (yoy), yang diikuti dengan

pertumbuhan kredit KMK sebesar 26,1% (yoy) dan kredit konsumsi sebesar

12,1% (yoy) (Grafik 2.23).

Tingginya pertumbuhan kredit diikuti dengan kualitas penyaluran kredit yang lebih baik. Hal itu sebagaimana tercermin pada penyaluran

kredit yang lebih besar pada sektor-sektor produktif. Dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, penyaluran kredit ke sektor-sektor seperti pertanian,

pengangkutan, perdagangan dan konstruksi mengalami peningkatan (Grafik

2.24). Sebaliknya sejalan dengan penurunan kredit konsumsi, penyaluran

kredit pada sektor bukan lapangan usaha mengalami perlambatan. Dengan

meningkatnya penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif tersebut

diharapkan dapat menambah kapasitas ekonomi ke depan.

Grafik 2.22 Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian

Grafik 2.23 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan

Grafik 2.24 Pertumbuhan Kredit per Sektor Ekonomi

3 Data sampai dengan November 2012.

����

����

�����

�����

������ ������

�����������������������������������������������������������������������������������

��

��

��

��

��

��

��

��

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ����

�� �� �������������������

��������

����

������

��������������������

��

��

��

��

��

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ����

���������������������������� ���������������

������������������

���������������������

���������������������������������������

���������������������

����������������������������

�������������������� ������������

�����������������������������

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

�����

�� �� �� �� ��

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

17

Dari sisi penghimpunan dana masyarakat, jumlah dana pihak ketiga (DPK)

pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 18,4% (yoy) atau mencapai

Rp3.131 triliun (Grafik 2.25). Pertumbuhan DPK yang masih kuat tersebut

terutama dikontribusi oleh pertumbuhan tabungan dan deposito yang

tetap stabil.

Sementara itu, dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal bank (CAr/Capital adequacy Ratio) tercatat jauh di atas batas minimum 8%. Dilihat dari struktur permodalannya, modal bank terutama bersumber

dari ekuitas (tier 1). Dengan struktur permodalan bank yang lebih

didominasi oleh modal inti, diharapkan ketahanan bank dalam menyerap

risiko yang muncul dari kegiatan usaha bank atau perubahan lingkungan

bisnis bank menjadi lebih baik.

Di tengah kinerja perbankan yang mengalami peningkatan selama tahun 2012, kemampuan bank dalam mengelola risiko masih tetap terjaga. Secara umum risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional,

serta risiko likuditas bank masih relatif rendah. Di tengah penyaluran kredit

yang tumbuh meningkat, risiko kredit masih terjaga, yang terlihat dari

NPLs perbankan sebesar 2,02% yang merupakan rasio NPLs terendah yang

pernah dialami oleh perbankan nasional. Rendahnya NPLs tersebut selain

disebabkan oleh proses penyaluran kredit yang dilakukan secara selektif,

juga didukung oleh pertumbuhan kredit yang lebih ditujukan kepada

sektor-sektor produktif. Di sisi lain, risiko pasar dan operasional juga

tetap terjaga di tengah nilai tukar yang cenderung mengalami depresiasi,

didukung oleh antara lain eksposur perbankan nasional terhadap nilai

tukar yang relatif rendah dan kehandalan sistem pembayaran nasional.

Kepemilikan perbankan terhadap aset dalam bentuk instrumen keuangan

mengalami peningkatan. Namun, mengingat jumlah aset perbankan

dalam bentuk instrumen keuangan relatif tidak terlalu besar apabila

dibandingkan dengan total asetnya, sehingga risiko operasional dan pasar

dari pergerakan indeks saham, suku bunga, imbal hasil ataupun harga

komoditas juga relatif terbatas. Sementara itu, dari sisi likuiditas, dengan

kondisi perbankan yang sebelumnya mengalami ekses likuiditas, risiko

likuiditas masih tetap terjaga meskipun pertumbuhan kredit mengalami

peningkatan. Distribusi kepemilikan aset, alat likuid, dan DPK membaik,

terlihat dari menurunnya konsentrasi aset, alat likuid, dan DPK yang

dimiliki oleh 14 bank utama (systemically important banks).

Grafik 2.25 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)

������

�������������

��

��

��

��

��

��

��

��

��

����������������� �������������������������������������� �������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

18

Pasar Keuangan

Pasar SahamSelama tahun 2012, kinerja pasar saham domestik mampu tumbuh positif meski pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) diwarnai oleh beberapa gejolak sebagai imbas dari peningkatan risiko eksternal. Dukungan stabilitas makro ekonomi yang cukup

kondusif, kinerja emiten yang stabil serta kebijakan perekonomian yang

akomodatif menjadi faktor penopang penguatan IHSG hingga kembali

mencapai level tertinggi sebesar 4.375,17 pada 26 November 2012. Dalam

perkembangannya, kinerja pasar saham sempat terimbas oleh gejolak

pasar keuangan global menyusul berlarutnya penyelesaian krisis Eropa. Hal

tersebut mengakibatkan kinerja pasar saham domestik selama beberapa

periode mengalami penurunan. Selama periode April-Mei, IHSG terkoreksi

sebesar 8,32%. Sampai dengan 28 Desember 2012, IHSG ditutup pada

level 4.316.69 (Grafik 2.26) atau tumbuh sebesar 12,9% jika dibandingkan

dengan tahun 2011.

Sementara itu, secara sektoral, struktur pertumbuhan sektoral dalam IHSG menunjukan kualitas yang semakin baik. Selama tahun

2012, sebagian sektoral mengalami pertumbuhan dengan peningkatan

tertinggi dialami oleh sektor properti yang mengalami penguatan

sebesar 42,4% (Grafik 2.27). Penguatan juga dialami oleh sektor

infrastruktur, perdagangan, industri dasar dan konsumsi. Di sisi lain, sektor

pertambangan dan pertanian mengalami penurunan masing-masing

26,4% dan 3,9%. Sementara dari sisi mikro emiten, kinerja keuangan

Grafik 2.26 IHSG dan BI Rate

Grafik 2.27 IHSG dan Perkembangan Sektoral

Tabel 2.2Kondisi Umum Perbankan

IndikatorUtama

Total Aset (T Rp) DPK (T Rp) Kredit * (T Rp)LDR* (%) NPLs Gross* (%) NPLs Net * (%) CAR (%) NIM (%) ROA (%)

3.598,7 3.628,1 3.708,7 3.745,1 3.827,5 3.891,1 3.902,5 3.923,8 4.009,4 4.028,8 4.103,5 2.742,3 2.763,9 2.826,0 2.841,4 2.909,0 2.955,8 2.961,4 2.984,1 3.050,0 3.070,6 3.130,5 2.160,2 2.203,0 2.266,2 2.317,2 2.386,1 2.452,9 2.470,1 2.510,6 2.555,9 2.585,4 2.631,0 78,8 79,7 80,2 81,6 82,0 83,0 83,4 84,1 83,8 84,2 84,0 2,4 2,3 2,3 2,3 2,3 2,2 2,2 2,2 2,1 2,2 2,0 0,5 1,0 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,7 0,6 0,7 0,6 18,4 18,5 18,3 18,0 17,9 17,5 17,3 17,2 17,3 17,2 17,4 0,5 0,4 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 3,7 3,4 3,1 3,0 3,0 3,2 3,1 3,0 3,1 3,1 3,1

2012

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep okt nov

* tanpa channeling

����

������������������������������������

�����������������������

��

��

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ���� ����

������ �

����������������

�����������������

��������������������

��������������

�������������������

�����������������

��� ��� ��� �� � �� �� �� ���

����������������

�����

�����

������ �����

�����

����

�����

�����

����� �����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

19

emiten domestik diperkirakan akan terus membaik. Kinerja sektoral ini

lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2008. Pada tahun tersebut

seluruh sektor mengalami penurunan dengan penurunan tertinggi dialami

sektor pertambangan sebesar 73,2%, diikuti oleh sektor pertanian dan

perdagangan.

Fundamental emiten yang cukup kokoh pada akhirnya mendorong bekerjanya self market stabilization pada saat kondisi pasar mengalami tekanan. Pada periode pasar mengalami tekanan, investor

nonresiden membukukan jual neto sebesar Rp7,69 triliun dan Rp1,97

triliun. Setelah membukukan jual neto tersebut, investor asing kembali

masuk sehingga secara keseluruhan selama tahun 2012 beli asing neto

mencapai sebesar Rp15,88 triliun.

Pasar Surat Berharga negara Kinerja pasar Surat berharga negara (Sbn) tetap tumbuh positif meski pemulihan perekonomian global masih diliputi ketidakpastian. Pada awal tahun 2012, para pelaku di pasar

SBN merespons positif penurunan BI Rate sebesar 25 bps. Dalam

perkembangan selanjutnya, memburuknya risiko eksternal dan domestik

menyebabkan tekanan di pasar SBN meningkat pada pertengahan tahun

2012. Sebagai akibatnya, imbal hasil di pasar SBN mengalami kenaikan

menjadi 6,52% pada Mei 2012. Namun, seiring dengan langkah-langkah

lanjutan yang dilakukan oleh Pemerintah dan pencapaian peringkat layak

investasi (investment grade), pergerakan imbal hasil SBN kembali menurun

dan sampai dengan akhir tahun ditutup pada level yang lebih rendah

dibandingkan dengan tahun 2011.

Imbal hasil Sbn seluruh tenor mengalami penurunan. Pergerakan

imbal hasil SBN tahun 2012 cenderung turun untuk keseluruhan tenor

yang mencapai 72 bps ke level 5,16% dibandingkan dengan tahun

2011 (Grafik 2.28). Imbal hasil SBN untuk tenor pendek, menengah dan

panjang masing-masing turun sebesar 56 bps, 77 bps dan 84 bps. Imbal

hasil SBN 10 Tahun mengalami penurunan sebesar 84 bps ke level 5,19%

dibandingkan Desember 2011 sebesar 6,03%. Dibandingkan dengan

negara di kawasan, imbal hasil SBN masih cukup menarik.

Investor nonresiden menambah eksposur pada pasar keuangan domestik termasuk di pasar Sbn. Selama tahun 2012, investor

nonresiden mencatat beli neto sebesar Rp47,67 triliun dibandingkan

Grafik 2.28 Imbal Hasil SBN dan BI Rate

��

��

��

��

������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ���� ����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

20

dengan tahun 2011 yang mengalami beli neto sebesar Rp27,11 triliun.

Aksi beli asing terjadi pada seluruh tenor seiring dengan fundamental

ekonomi domestik yang membaik dengan pertumbuhan ekonomi dan

inflasi yang stabil serta imbal hasil yang cukup menarik dibandingkan

dengan negara-negara di kawasan (Grafik 2.29).

Evaluasi Kebijakan bank Indonesia 2012berbagai pencapaian positif pada kinerja perekonomian nasional tersebut tidak terlepas dari berbagai langkah-langkah kebijakan dan koordinasi diantara otoritas kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil. Dari sisi Bank Indonesia, perumusan kebijakan tetap ditempuh

dengan melakukan bauran kebijakan yang terdiri kebijakan suku bunga,

kebijakan nilai tukar, kebijakan makroprudensial, penguatan komunikasi

dan koordinasi.

Kebijakan suku bunga diarahkan agar pergerakan inflasi ke depan tetap berada dalam sasaran yang telah ditetapkan dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Bank Indonesia pada

Februari 2012 menurunkan BI rate 25 bps sebagai langkah antisipatif

lanjutan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi

Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi global. Pada saat yang

sama, kebijakan tersebut menyebabkan batas bawah koridor suku bunga

operasi moneter turun sebesar 25bps menjadi 3,75%. Penurunan batas

bawah koridor suku bunga operasi moneter tersebut akan mendorong

pembiayaan antar bank dan mengurangi risiko likuiditas bank sekaligus

memperluas sumber pendanaan bank. Pada Maret 2012, ekonomi

Indonesia dihadapkan pada melambungnya ekspektasi inflasi yang dipicu

oleh pilihan-pilihan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah terkait

kebijakan subsidi BBM. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia sejak Maret

2012 mempertahankan BI rate pada tingkat 5,75% dan mengambil

langkah kebijakan untuk mengantisipasi dampak peningkatan inflasi

jangka pendek melalui penguatan operasi moneter untuk mengendalikan

ekses likuiditas jangka pendek.

Kebijakan nilai tukar diarahkan agar stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga dan tingkatnya sesuai dengan kondisi fundamental melalui intervensi dan pendalaman pasar valas. Kalibrasi dilakukan

agar pergerakan nilai tukar rupiah mendukung pengendalian inflasi,

neraca pembayaran, dan pertumbuhan ekonomi. Dalam implementasinya,

Grafik 2.29 Imbal Hasil di Negara Kawasan

��

��

��������� ������� �������� �������� ���������

������������������

���

����

������

���

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

21

Bank Indonesia perlu terus memantau perkembangan nilai tukar rupiah

di pasar dan melakukan intervensi di pasar valas sesuai kebutuhan. Dalam

rangka penguatan pasokan valuta asing yang lebih berkesinambungan

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan terkait penerimaan Devisa

Hasil Ekspor (DHE) yang mulai efektif pada Januari 2012. Sesuai dengan

kebijakan DHE, eksportir wajib menerima seluruh DHE melalui bank devisa

di dalam negeri. Selain itu, untuk memperkuat struktur pasokan devisa,

sejak Juni 2012 Bank Indonesia secara reguler melakukan lelang Term

Deposit (TD) Valas. Instrumen ini diharapkan dapat memperkaya instrumen

valas domestik dan menjadi outlet penempatan devisa untuk memfasilitasi

masuknya devisa, termasuk yang berasal dari hasil ekspor. Bank Indonesia

juga melakukan relaksasi terhadap ketentuan Pembatasan Transaksi

Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank untuk mendukung

penguatan pasokan valuta asing melalui pendalaman pasar valuta asing

domestik4. Perubahan Peraturan Bank Indonesia dilakukan sebagai salah

satu upaya dengan memberikan fleksibilitas bagi pelaku pasar dalam

melakukan lindung nilai (hedging) atas kegiatan ekonomi di Indonesia.

Hal ini juga merupakan upaya memperkuat keterkaitan antara transaksi

valuta asing di pasar domestik dengan kegiatan ekonomi sehingga

dapat meminimalkan transaksi valuta asing yang bersifat spekulatif dan

mendukung upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.Langkah-langkah

tersebut diharapkan dapat meningkatkan pasokan valas secara efektif di

pasar valas domestik.

Kebijakan makroprudensial ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung keseimbangan eksternal. Untuk mencegah terjadinya risiko pada stabilitas sistem keuangan yang

bersumber dari meningkatnya secara tajam kredit perbankan, khususnya di

sektor perumahan dan otomotif, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan

makroprudensial melalui pengaturan besaran rasio loan-to-value ratio

(LTV) dan minimum down payment (DP). Kebijakan tersebut mengatur

tentang besaran rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh Bank

terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit untuk kredit

kepemilikan rumah (KPR) dan minimum down payment (DP) untuk kredit

kendaraan bermotor (KKB) yang berlaku pada Juni 2012. Disamping itu,

kebijakan makroprudensial LTV dan minimum DP juga mendukung upaya

menekan impor untuk mengurangi tekanan terhadap defisit transaksi

4 Peraturan Bank Indonesia No. 14/ 10/PBI/2012 tanggal 8 Agustus 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2008 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank.

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

22

berjalan. Kebijakan makroprudensial juga didukung oleh kebijakan sistem

pembayaran yang selama tahun 2012 diarahkan untuk meningkatkan

efisiensi sistem pembayaran dan mendukung upaya menjaga stabilitas

sistem keuangan, melalui beberapa langkah penting, antara lain: (i)

penyusunan standar dan penggunaan chip untuk kartu ATM/Debit, (ii)

mendorong kerjasama jaringan ATM antarbank, serta (iii) pengembangan

Sistem Transfer Kredit Elektronik (STKE) bagi nasabah BPR melalui

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Selain itu, dalam rangka

memitigasi risiko penyelenggaraan kartu kredit, Bank Indonesia pada awal

tahun 2012 menerbitkan peraturan mengenai pembatasan kepemilikan

kartu kredit berdasarkan jumlah penerbit kartu kredit, per nasabah, sesuai

dengan kemampuan keuangan nasabahnya.

Penguatan koordinasi dengan Pemerintah dan komunikasi kebijakan juga terus dilakukan selama tahun 2012 untuk mendukung efektivitas kebijakan moneter. Penguatan koordinasi

dilakukan agar kebijakan moneter Bank Indonesia dapat saling

mendukung dengan kebijakan fiskal maupun kebijakan ekonomi lainnya

yang ditempuh Pemerintah dalam menjaga momentum pertumbuhan

ekonomi dan kestabilan perekonomian makro. Penguatan koordinasi

dalam pengendalian inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah dilakukan

melalui penguatan TPI dan TPID. TPI secara aktif melakukan pemantauan

serta merumuskan dan merekomendasikan respons kebijakan yang perlu

diambil untuk mengendalikan tekanan inflasi. Dalam kerangka yang lebih

luas, TPI juga memberikan masukan terkait kerangka kebijakan untuk

menjaga kesinambungan pasokan bahan pangan pokok dan mendorong

pengembangan pusat infomasi harga. Dengan tujuan yang sama, Tim

Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang diwadahi Pokjanas TPID dengan

intensif memantau perkembangan inflasi di daerah dan memberikan

masukan ke tingkat pusat terkait kebijakan-kebijakan di tingkat nasional

yang memberikan dampak inflasi di tingkat daerah. Sementara itu, dalam

kerangka pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia telah

memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dalam

memperkuat protokol manajemen krisis tingkat nasional melalui Forum

Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

23

III. ProSPEK, TAnTAnGAn, DAn ArAH KEbIJAKAnPerekonomian Indonesia kedepan diperkirakan akan mencatat

pertumbuhan yang lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2013 dan

2014 diprakirakan dapat mencapai kisaran 6,3%-6,8% dan 6,7%-7,2%,

terutama didukung oleh kuatnya konsumsi dan investasi serta perkiraan

kinerja perekonomian dunia yang lebih baik. Peningkatan konsumsi

tersebut antara lain terkait dengan persiapan dan penyelenggaraan

Pemilihan Umum (Pemilu). Secara sektoral, pertumbuhan perekonomian

masih akan didorong oleh kinerja sektor industri pengolahan, sektor

perdagangan, hotel dan restoran serta sektor transportasi dan komunikasi.

Dengan dukungan bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan, Bank

Indonesia memperkirakan bahwa inflasi kedepan akan tetap terkendali

dan berada pada kisaran sasarannya. Optimisme terhadap perkiraan

inflasi tersebut juga berasal dari membaiknya respons sisi penawaran dan

ekspektasi inflasi yang terjaga.

Prospek Perekonomian GlobalPada tahun 2013 perekonomian global diperkirakan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Beberapa perkembangan positif

di akhir tahun 2012 dan awal tahun 2013 seperti tercapainya kesepakatan

di AS mengenai penurunan defisit anggaran (fiscal cliff), meningkatkan

optimisme prospek pertumbuhan global yang lebih baik di tahun 2013.

Walaupun demikian, masih terdapat berbagai faktor risiko ke depan yang

perlu diwaspadai seperti proses negosiasi penetapan pagu utang (debt

ceiling) dan pemotongan belanja secara otomatis (automatic spending cut)

di AS, kemungkinan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tertahan di

China, Jepang dan India, serta penyelesaian krisis Eropa.

Perkiraan pertumbuhan perekonomian global yang lebih tinggi diikuti dengan perkiraan kegiatan volume perdagangan dan harga komoditas yang meningkat. Bank Indonesia memprakirakan volume

perdagangan dunia tumbuh sebesar 4,1%. Sejalan dengan lebih tingginya

pertumbuhan volume perdagangan dunia, harga komoditas nonmigas

diprakirakan juga akan mengalami peningkatan sebesar 1,7%.

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

24

Prospek Perekonomian IndonesiaPertumbuhan perekonomian domestik tahun 2013 dan 2014 diprakirakan dapat mencapai kisaran 6,3%-6,8% dan 6,7%-7,2% sejalan dengan kinerja perekonomian dunia yang diperkirakan meningkat secara gradual. Permintaan domestik diperkirakan tetap

menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi kedepan, baik dari

sisi konsumsi maupun investasi. Salah satu faktor yang mendorong

pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih tinggi adalah aktivitas

persiapan dan penyelenggaraan Pemilu 2014. Dari sisi eksternal,

pertumbuhan perekonomian dunia yang lebih tinggi dan peningkatan

harga komoditas diperkirakan meningkatkan permintaan produk ekspor,

sehingga kontribusi ekspor ke depan diperkirakan akan lebih baik. Dengan

kondisi tersebut, investasi diperkirakan tumbuh cukup tinggi. Dari sisi

lapangan usaha, sektor-sektor utama, yakni sektor industri pengolahan;

sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan

dan komunikasi diprakirakan tetap mendominasi perkembangan

perekonomian nasional. Secara umum, perkembangan sektor-sektor akan

membaik seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian domestik dan

global.

Prospek Permintaan agregat Konsumsi rumah tangga pada tahun 2013 diperkirakan tetap tumbuh kuat mencapai kisaran 5,8%-6,3%. Pertumbuhan tersebut

didukung oleh meningkatnya pendapatan masyarakat terkait kenaikan

UMP serta rencana peningkatan gaji PNS. Pendapatan masyarakat juga

akan meningkat melalui pertumbuhan ekspor seiring dengan perkiraan

membaiknya perekonomian global. Kebijakan pemerintah menaikkan

pendapatan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp24 juta per tahun

juga akan meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, inflasi yang

relatif terkendali juga mendukung peningkatan optimisme dan daya

beli masyarakat (Grafik 3.1). Adanya aktivitas persiapan Pemilu 2014

diperkirakan meningkatkan sisi konsumsi masyarakat. Secara struktural,

peningkatan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh populasi dan

struktur demografi penduduk Indonesia yang didominasi usia produktif

dan semakin meningkatnya jumlah kelompok kelas menengah (Grafik 3.2).

Pertumbuhan konsumsi riil Pemerintah di tahun 2013 diprakirakan mencapai 10,1%-10,6%, meningkat dibandingkan tahun

Grafik 3.1 Indeks Ekspektasi Konsumen - SK BI

Grafik 3.2 Struktur Demografi Indonesia

��������������������������������������

���

���

���

��

��

��� � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ����

���� ���� ���� ����

���

����

�����

��

���������������������������������������������������������������������������������������

�������������������������������������������������������������

��������������������

��

��

��

��

��

��

��

��

��������������������

���

���

���

���

���

���

���

���

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����������������������������������������������������������

������������������������

Tabel 3.1Proyeksi PDb Dunia (%y-o-y)

2012 2013 2014

Proyeksi

PDb DuniaJepangAmerika SerikatKawasan Eropa Perancis Jerman Italia Spanyol Negara Kawasan Eropa LainnyaChinaIndia

3,1 3,4 3,9 2,2 0,8 1,1 2,0 2,0 2,6 -0,5 0,1 1,0 0,3 0,6 1,1 0,8 0,9 1,4 -2,4 -0,7 0,5 -1,9 -1,2 0,8 -0,8 -0,1 0,7 7,7 8,0 8,2 5,5 6,0 6,4

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

25

sebelumnya. Secara nominal, belanja pemerintah diprakirakan meningkat

terutama untuk belanja barang yang tumbuh sekitar 24%.

Investasi di tahun 2013 diprakirakan tumbuh 10,2%-10,7%. Perkiraan

pertumbuhan investasi yang tetap tinggi tersebut didasarkan pada tren

pertumbuhan konsumsi rumah tangga domestik yang kuat serta prospek

kinerja ekspor ke depan yang membaik. Selain itu, perkiraan terjaganya

pertumbuhan investasi di tahun 2013 juga didukung oleh adanya alokasi

belanja modal pemerintah yang lebih tinggi, relatif rendahnya suku bunga,

serta membaiknya iklim usaha domestik.

Berdasarkan World Investment Report UNCTAD tahun 2012, Indonesia

untuk pertama kalinya berhasil masuk dalam 4 besar negara yang paling

prospektif untuk alokasi investasi pada periode 2012 - 2014 (Tabel 3.2),

posisi tersebut meningkat bila dibandingkan dengan peringkat pada

periode sebelumnya.

Pertumbuhan ekspor barang dan jasa di tahun 2013 diprakirakan akan meningkat dan mencapai kisaran 3,2%-3,7%. Pertumbuhan

ekspor diperkirakan lebih tinggi dari tahun 2012 sejalan dengan

pertumbuhan perekonomian global yang lebih baik dan diikuti dengan

peningkatan harga komoditas. Kinerja ekspor Indonesia diperkirakan

meningkat sebagai respons dari positifnya pertumbuhan perekonomian

negara-negara mitra dagang utama seperti China dan India.

Sejalan dengan permintaan domestik yang kuat dan ekspor yang tumbuh positif, impor barang dan jasa di tahun 2013 diprakirakan meningkat menjadi 4,9%-5,4%. Laju permintaan domestik dan

pertumbuhan ekspor yang diperkirakan meningkat akan menambah

intensitas aktivitas produksi yang pada gilirannya akan meningkatkan

kebutuhan bahan baku, barang modal dan barang konsumsi yang

sebagian berasal dari impor.

Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2013 diprakirakan stabil pada level 6,2% (yoy) (Tabel 3.3). Stabilnya pertumbuhan tersebut

didorong oleh prospek pemulihan kinerja eksternal dan permintaan

domestik yang tetap kuat. Motor penggerak pertumbuhan ekonomi

diprakirakan masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.

Kinerja ekspor pada triwulan I 2012 diprakirakan membaik dibandingkan

triwulan sebelumnya meski masih terbatas sejalan dengan ekspektasi

pemulihan perekonomian dunia dan kembali naiknya harga komoditas.

Konsumsi rumah tangga tumbuh relatif stabil didukung oleh kuatnya

Tabel 3.2Peringkat negara Tujuan Investasi

negara Tujuan Investasi 2012 2011

Peringkat

RRCAmerika SerikatIndiaIndonesiaBrazilAustraliaRusia

1 1 2 2 3 3 4 6 5 4 6 7 7 5

Sumber : UNCTAD

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

26

keyakinan konsumen dan daya beli masyarakat. Pertumbuhan investasi

yang tinggi diprakirakan masih berlanjut di triwulan I 2013, walaupun

dengan akselerasi yang lebih moderat. Tingginya pertumbuhan investasi

sejalan dengan kondusifnya iklim usaha dan mulai membaiknya kinerja

ekspor. Sebagai respons terhadap kinerja ekspor dan masih kuatnya

permintaan domestik, impor berpotensi kembali meningkat.

Prospek Penawaran agregat Dari sisi lapangan usaha, kontribusi sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih dominan di tahun 2013. Relatif

tingginya tingkat investasi dalam beberapa waktu terakhir serta masih

tingginya konsumsi masyarakat menjadi faktor positif yang menjaga

kinerja sektor industri (Grafik 3.3 dan 3.4). Selain itu, daya beli masyarakat

yang masih kuat dan pasar domestik yang relatif besar mendorong sektor

perdagangan, hotel dan restoran tetap tumbuh tinggi. Tetap tingginya

aktivitas ekonomi domestik juga berdampak pada tingginya mobilitas

masyarakat dan kebutuhan akan jasa komunikasi. Hal tersebut menjadi

faktor yang mendorong kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan tahun 2013 diperkirakan masih cukup tinggi. Perkiraan tersebut terutama didukung oleh

tren peningkatan kegiatan investasi sejak awal tahun 2010, terutama

dalam bentuk investasi asing (foreign direct investment-FDI). Dengan

prospek kondisi ekonomi global yang lebih baik dari tahun 2012, ekspor

diperkirakan semakin membaik. Kondisi ini akan mendorong optimisme

Tabel 3.3Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

Komponen

Konsumsi Rumah Tangga 4,7 4,9 5,2 5,7 5,6 5,4 5,6 5,8 - 6,3 7,0 - 7,5Konsumsi Pemerintah 3,2 5,9 7,4 -3,2 12,9 6,4 7,2 10,1 - 10,6 6,9 - 7,4Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 8,8 10,0 12,3 10,0 10,5 10,7 10,2 10,2 - 10,7 12,4 - 12,9Ekspor Barang dan Jasa 13,6 7,9 2,2 -2,8 -1,8 1,1 -0,6 3,2 - 3,7 6,9 - 7,4Impor Barang dan Jasa 13,3 8,0 10,9 -0,5 1,9 4,9 3,7 4,9 - 5,4 8,4 - 8,9PDb 6,5 6,3 6,4 6,2 6,2 6,3 6,2 6,3 - 6,8 6,7 - 7,2

Sumber : BPS* Proyeksi Bank Indonesia

% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

2011 2012* 2013* 2014*2012 2013

I II III IV* I*

Grafik 3.3 Pertumbuhan Ekspor, Manufaktur & Konsumsi

Grafik 3.4 Perkembangan Investasi

������ ������

��

��

��

��

���

������� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���������� ����������� ������������������

��

��

��

��

������ ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

�� ��

��

��

��

�� ��

�������������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

27

dunia usaha dan meningkatkan kinerja sektor industri pengolahan.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada tahun 2013 diprakirakan

sebesar 6,4%-6,9%. Kontributor utama kinerja sektor industri pengolahan

diperkirakan berasal dari subsektor otomotif, makanan dan minuman, besi

dan baja serta semen. Perkembangan subsektor otomotif sangat didukung

oleh keberadaan kelas menengah yang meningkat dengan daya beli yang

relatif kuat. Untuk beberapa tahun ke depan tren produksi kendaraan

bermotor diperkirakan masih terus meningkat. Dari sisi industri makanan

dan minuman, jumlah penduduk yang besar dan permintaan domestik

yang tetap solid menjadi faktor utama pendorong kinerja subsektor

ini. Sementara itu, kegiatan pada industri besi dan baja serta semen

diperkirakan akan semakin tinggi seiring dengan kegiatan pembangunan

berbagai infrastruktur yang diperkirakan akan terus meningkat.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHr) pada tahun 2013 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,7%-8,2%. Pertumbuhan tersebut

sejalan dengan konsumsi masyarakat dan aktivitas impor yang diperkirakan

tetap kuat. Akselerasi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yang

didorong oleh meningkatnya jumlah kelompok kelas menengah

menyebabkan kebutuhan barang dan jasa, termasuk rekreasi, yang

semakin meningkat. Selain peningkatan wisatawan domestik, kunjungan

wisatawan asing juga diperkirakan akan menunjukkan tren yang sama.

Dengan kondisi tersebut pengeluaran sehubungan dengan kegiatan wisata

yang mencakup antara lain akomodasi serta makan dan minum juga

diperkirakan akan ikut meningkat (Grafik 3.5).

Sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2013 diperkirakan akan tumbuh mencapai 10,2%-10,7%. Prospek ekonomi

domestik yang tetap solid akan meningkatkan kegiatan arus barang,

aktivitas perjalanan serta arus informasi. Tren pertumbuhan sektor

ini terlihat dari meningkatnya aktivitas bongkar pasang di pelabuhan

dan angkutan kargo serta meningkatnya jumlah penumpang yang

diangkut oleh berbagai jenis moda transportasi terutama pesawat udara.

Penggunaan internet dan komunikasi data diperkirakan akan terus

meningkat untuk mendukung aktivitas ekonomi yang cukup tinggi.

Kinerja sektoral pada triwulan I 2013 diprakirakan tumbuh relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 3.4). Sektor

industri pengolahan diprakirakan tumbuh meningkat didukung oleh masih

kuatnya permintaan domestik disertai dengan potensi pemulihan kinerja

ekspor ke depan. Sektor PHR diprakirakan tumbuh meningkat didorong

Grafik 3.5 Pertumbuhan, Makanan , Minuman dan Tembakau

������

������

����

����

����

���

���

����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���������������������������������

������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

28

Tabel 3.4Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

Sektor

Pertanian 3,0 4,3 3,6 4,8 3,1 4,0 3,8 3,7 - 4,2 3,6 - 4,1Pertambangan & Penggalian 1,4 2,8 2,9 -0,1 -0,6 1,2 -0,8 0,7 - 1,2 1,3 - 1,8Industri Pengolahan 6,2 5,7 5,5 6,4 6,4 6,0 6,6 6,4 - 6,9 6,3 - 6,8Listrik, Gas & Air Bersih 4,8 5,2 5,9 5,6 5,2 5,5 5,0 5,2 - 5,7 5,5 - 6,0Bangunan 6,7 7,2 7,1 8,0 8,2 7,6 8,0 7,7 - 8,2 7,8 - 8,3Perdagangan, Hotel & Restoran 9,2 8,3 8,9 6,9 6,9 7,7 7,2 7,7 - 8,2 8,6 - 9,1Pengangkutan & Komunikasi 10,7 10,3 10,1 10,5 10,7 10,4 10,5 10,2 - 10,7 10,4 - 10,9Keuangan, Persewaan & Jasa 6,8 6,3 7,0 7,4 7,5 7,1 7,2 7,1 - 7,6 7,3 - 7,8Jasa-jasa 6,7 5,5 5,7 4,4 5,6 5,3 5,6 5,9 - 6,4 6,6 - 7,1PDb 6,5 6,3 6,4 6,2 6,2 6,3 6,2 6,3 - 6,8 6,7 - 7,2

Sumber : BPS* Proyeksi Bank Indonesia

% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

2011 2012* 2013* 2014*2012 2013

I II III IV* I*

oleh masih solidnya konsumsi rumah tangga dan masih baiknya aktivitas

domestik. Sementara itu, sektor pengangkutan dan komunikasi masih

tumbuh tinggi didukung oleh kinerja subsektor angkutan udara dan

komunikasi data.

Prospek InflasiDi tahun 2013 dan 2014, inflasi diperkirakan dapat diarahkan pada kisaran sasarannya sebesar 4,5%±1%. Perkiraan inflasi yang tetap

terkendali tersebut juga didukung oleh kondisi makroekonomi yang

kondusif dan perkiraan perbaikan produksi dan distribusi bahan makanan.

Meneruskan keberhasilan pencapaian target inflasi di tahun sebelumnya,

di tahun 2013 dan 2014 Bank Indonesia dan Pemerintah akan mempererat

koordinasi baik di tingkat pusat dan daerah serta melanjutkan penguatan

bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dengan tujuan utama

untuk menjaga inflasi dalam kisaran 4,5% + 1%.

Sumber tekanan inflasi diperkirakan antara lain berasal dari peningkatan permintaan domestik. Tekanan inflasi dari sisi permintaan

diperkirakan akan meningkat sejalan dengan peningkatan permintaan

domestik. Walaupun demikian, kapasitas produksi yang ada diperkirakan

masih dapat mengimbangi peningkatan permintaan sehingga dampaknya

terhadap kenaikan harga diperkirakan relatif terbatas. Di sisi lain, tekanan

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

29

inflasi diperkirakan juga semakin terkendali dengan ekspektasi masyarakat

yang semakin terjangkar ke rentang sasaran inflasi. Sementara itu,

inflasi volatile food, diperkirakan akan tetap terkendali, sejalan dengan

perkiraan perbaikan produksi dan distribusi yang didukung oleh perbaikan

infrastruktur pertanian dan keterhubungan antar wilayah. Kenaikan UMP

yang cukup tinggi di tahun 2013 diperkirakan memberikan dampak

terhadap inflasi yang relatif moderat sejalan dengan hasil survei Bank

Indonesia yang menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan akan

merespons kenaikan UMP tersebut dengan peningkatan efisiensi dan

produktivitas. Inflasi administered prices diprakirakan lebih tinggi dari

tahun 2012 seiring dengan adanya penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL)

sebesar 15% di tahun 2013. Dengan memperhitungkan dampak kenaikan

UMP dan TTL, inflasi diperkirakan masih berada dalam kisaran sasaran

inflasi di tahun 2013.

Arah KebijakanPencapaian ekonomi tahun 2012 yang cukup baik diprakirakan masih akan berlanjut dan meningkat pada tahun 2013-2014, namun sejumlah tantangan harus dihadapi baik yang berasal dari global maupun domestik. Di sisi global, faktor risiko terutama bersumber dari

masih tingginya ketidakpastian pemulihan ekonomi dan harga komoditas

yang dapat mengganggu kinerja ekspor Indonesia. Permintaan domestik

yang terus berlanjut di tengah masih tingginya ketidakpastian ekonomi

global dapat meningkatkan tekanan terhadap ketidakseimbangan

eksternal. Di sisi struktural, struktur perekonomian dengan ketergantungan

impor yang tinggi khususnya untuk barang modal dan bahan baku

menimbulkan kerentanan terhadap keseimbangan eksternal ketika

kegiatan investasi terus mengalami peningkatan.

Ke depan, kebijakan bank Indonesia akan diarahkan untuk mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya untuk menjaga keseimbangan eksternal. Bank Indonesia akan

terus memperkuat bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan.

Pertama, kebijakan suku bunga akan ditempuh secara konsisten dengan

prakiraan inflasi ke depan agar tetap terjaga dalam kisaran target yang

ditetapkan. Kedua, kebijakan nilai tukar akan diarahkan untuk menjaga

pergerakan Rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Ketiga,

kebijakan makroprudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

30

keuangan dan mendukung terjaganya keseimbangan internal maupun

eksternal. Keempat, penguatan strategi komunikasi kebijakan untuk

mengelola ekspektasi inflasi. Kelima, penguatan koordinasi Bank Indonesia

dan Pemerintah dalam mendukung pengelolaan ekonomi makro,

khususnya dalam memperkuat struktur perekonomian, memperluas

sumber pembiayaan ekonomi, penguatan respons sisi penawaran, serta

pemantapan Protokol Manajemen Krisis (PMK).

Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2013

31

Indikator Terkini

* angka sementara** angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000*** angka prakiraan Bank Indonesia1) minggu terakhir2) rata-rata tertimbang3) penutupan pada akhir periode 4) closed fileSumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS

SEKTor KEUAnGAn

H A r G A

SEKTor EKSTErnAL

InDIKATor KUArTALAn

SUKU bUnGA & SAHAMSuku bunga SBI 9 bln 1)

Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2) JIBOR satu minggu 2)

IHSG Indeks 3)

bESArAn MonETEr (miliar rp)base Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D)Broad Money (M2 = C+D+T+S) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Total Deposito (Valas) Simpanan Giro Valuta Asing Surat Berharga Selain Saham (S) M2 - Rupiah Tagihan kepada Sektor LainnyaTagihan pada Sektor Swasta

Inflasi bulanan (%. mtm)Inflasi tahunan (%. yoy)

Rp/USD (akhir periode. nilai tengah)Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4)

Pertumbuhan PDB (%. yoy)** Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor

4,88 3,82 3,83 3,93 4,24 4,32 4,46 4,54 4,67 4,75 4,77 - 6,26 5,97 5,66 5,42 5,35 5,39 5,39 5,42 5,40 5,49 5,42 - 6,68 6,52 6,31 6,00 5,89 5,76 5,67 5,61 5,69 5,66 5,81 - 4,43 3,93 3,81 3,81 3,83 4,10 4,17 4,29 4,24 4,27 4,29 - 3.942 3.985 4.122 4.181 3.833 3.956 4.142 4.060 4.263 4.350 4.276 4.317

594.078 578.964 586.034 596.592 604.979 627.359 634.993 657.955 638.869 648.106 647.979 - 696.323 683.253 714.258 720.924 749.450 779.416 771.792 783.478 770.935 796.071 775.933 - 286.242 280.103 287.046 290.861 294.768 314.670 315.375 327.059 325.566 326.119 327.069 - 410.082 403.150 427.212 430.064 454.682 464.746 456.417 456.418 445.370 469.952 448.864 474.334 2.854.978 2.849.796 2.911.920 2.927.259 2.992.057 3.050.355 3.054.534 3.100.060 3.100.951 3.182.813 3.178.941 - 2.145.246 2.150.808 2.182.891 2.190.885 2.227.527 2.254.329 2.269.809 2.304.474 2.318.559 2.376.102 2.392.602 - 1.842.815 1.848.124 1.875.257 1.887.124 1.900.824 1.915.625 1.926.046 1.960.339 1.968.062 2.009.812 2.022.257 - 993.655 998.643 1.022.038 1.020.792 1.027.151 1.016.060 1.017.021 1.030.262 1.030.830 1.060.357 1.058.478 - 849.160 849.481 853.219 866.332 873.673 899.565 909.025 930.077 937.232 949.456 963.779 - 141.171 145.623 148.649 148.486 159.186 164.762 170.722 171.517 180.380 187.859 190.178 - 161.260 157.061 158.984 155.275 167.516 173.942 173.041 172.617 170.117 178.430 180.166 - 13.409 15.735 14.771 15.450 15.081 16.610 12.932 12.108 11.457 10.640 10.406 - 2.854.978 2.849.796 2.911.920 2.927.259 2.992.057 3.050.355 3.054.534 3.100.060 3.100.951 3.182.813 3.178.941 -

2.374.862 2.403.464 2.464.483 2.519.946 2.586.786 2.653.871 2.668.447 2.696.876 2.758.170 2.791.363 2.832.903 - 2.106.449 2.138.727 2.189.236 2.230.960 2.289.504 2.361.812 2.378.914 2.406.188 2.471.071 2.504.939 2.503.677 -

0,76 0,05 0,07 0,21 0,07 0,62 0,70 0,95 0,01 0,16 - - 3,65 3,56 3,97 4,50 4,45 4,53 4,56 4,58 4,31 4,61 - -

9.000 9.085 9.180 9.190 9.565 9.480 9.485 9.560 9.588 9.615 9.605 9.670 12.414 12.594 13.565 12.698 13.315 12.420 13.257 10.594 13.623 - - - 11.715 11.894 12.296 12.381 13.363 12.918 13.249 10.337 11.824 - - -

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep okt nov Des

2012

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV***

2012*

6,3 6,4 6,2 6,2 5,0 5,5 4,6 6,8 10,0 12,3 10,0 10,5 164,1 108,7 -9,5 n.a 7,9 2,2 -2,8 -1,8 8,0 10,9 -0,5 1,9