tinjauan kebijakan moneter - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian...

17
Tinjauan Kebijakan Moneter | 1 I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15 Agustus 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia untuk pengendalian inflasi, pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable, dan penguatan stabilitas sistem keuangan, dilakukan melalui optimalisasi sejumlah instrumen kebijakan moneter dan makroprudensial. Pertama, penguatan operasi moneter terus dilakukan untuk mengintensifkan pengendalian ekses likuiditas yang cenderung meningkat pasca Ramadhan. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan menyempurnakan ketentuan GWM-LDR untuk memperkuat penyaluran kredit dan penghimpunan dana yang prudent, serta menyempurnakan GWM Sekunder untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan. Kedua, stabilisasi nilai tukar jangka panjang Rupiah tetap dilakukan sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian dan sekaligus untuk pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable. Ketiga, Bank Indonesia akan melakukan langkah-langkah pengawasan bank (supervisory actions) untuk mengendalikan pertumbuhan kredit yang dinilai masih relatif tinggi pada sejumlah bank dan sektor tertentu, termasuk yang mempunyai kandungan impor tinggi. Penguatan kebijakan makroprudensial ini, termasuk penyempurnaan GWM-LDR dan GWM Sekunder, sekaligus dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan bank dalam menghadapi risiko dan memperkuat stabilitas sistem keuangan. Keempat, Bank Indonesia akan menyempurnakan sejumlah ketentuan untuk pengembangan pasar valas domestik lebih lanjut dan sekaligus untuk meningkatkan pasokan valas secara lebih efektif, termasuk ketentuan mengenai pembelian valas terhadap rupiah untuk bank, transaksi derivatif dan pinjaman luar negeri jangka pendek perbankan. Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut akan memadai untuk mengarahkan inflasi tahun 2014 sesuai dengan sasarannya sebesar 4,5%±1%, serta dapat mendukung penyesuaian ekonomi domestik bergerak secara terkendali ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Penguatan koordinasi dengan Pemerintah terus dilakukan termasuk untuk pengendalian inflasi dan pengelolaan neraca pembayaran. Bank Indonesia tetap mewaspadai kinerja ekonomi global yang menunjukkan risiko perlambatan pertumbuhan dan ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 diperkirakan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, dari 3,2% menjadi 3,1%. Revisi ke bawah terutama terjadi akibat realisasi pertumbuhan negara emerging, terutama Cina dan India, yang lebih rendah. Pada saat yang sama, harga komoditas dunia juga masih menurun, kecuali harga minyak. Sementara itu, gejolak pasar keuangan global yang pada Juli 2013 sedikit mereda, ke depan perlu terus dicermati terutama terkait pengaruh spekulasi implementasi pengurangan (tapering) stimulus moneter oleh the Fed. Kinerja perekonomian global yang tidak menggembirakan tersebut cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan maupun jalur keuangan. Perekonomian nasional menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan kenaikan inflasi di dalam negeri. Setelah mencatat pertumbuhan 6,0% (yoy) pada triwulan I 2013, ekonomi Indonesia tumbuh melambat menjadi 5,8% (yoy) pada triwulan II-2013. Ekspor, meskipun telah tumbuh positif, masih belum cukup kuat menopang pertumbuhan ekonomi akibat masih lemahnya permintaan ekonomi global. Ekspor yang belum kuat serta melemahnya daya beli akibat inflasi yang meningkat berpengaruh kepada perlambatan konsumsi rumah tangga dan juga investasi non-bangunan. Ke depan, risiko perlambatan ekonomi masih tetap besar. Secara keseluruhan Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 menuju batas bawah kisaran 5,8%-6,2% dan untuk 2014 berada dalam kisaran 6,4%-6,8%. TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Agustus 2013

Upload: hakiet

Post on 03-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 1

I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15 Agustus 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia untuk pengendalian inflasi, pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable, dan penguatan stabilitas sistem keuangan, dilakukan melalui optimalisasi sejumlah instrumen kebijakan moneter dan makroprudensial. Pertama, penguatan operasi moneter terus dilakukan untuk mengintensifkan pengendalian ekses likuiditas yang cenderung meningkat pasca Ramadhan. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan menyempurnakan ketentuan GWM-LDR untuk memperkuat penyaluran kredit dan penghimpunan dana yang prudent, serta menyempurnakan GWM Sekunder untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan. Kedua, stabilisasi nilai tukar jangka panjang Rupiah tetap dilakukan sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian dan sekaligus untuk pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable. Ketiga, Bank Indonesia akan melakukan langkah-langkah pengawasan bank (supervisory actions) untuk mengendalikan pertumbuhan kredit yang dinilai masih relatif tinggi pada sejumlah bank dan sektor tertentu, termasuk yang mempunyai kandungan impor tinggi. Penguatan kebijakan makroprudensial ini, termasuk penyempurnaan GWM-LDR dan GWM Sekunder, sekaligus dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan bank dalam menghadapi risiko dan memperkuat stabilitas sistem keuangan. Keempat, Bank Indonesia akan menyempurnakan sejumlah ketentuan untuk pengembangan pasar valas domestik lebih lanjut dan sekaligus untuk meningkatkan pasokan valas secara lebih efektif, termasuk ketentuan mengenai pembelian valas terhadap rupiah untuk bank, transaksi derivatif dan pinjaman luar negeri jangka pendek perbankan. Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut akan memadai untuk mengarahkan inflasi tahun 2014 sesuai dengan sasarannya sebesar 4,5%±1%, serta dapat mendukung penyesuaian ekonomi domestik bergerak secara terkendali ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Penguatan koordinasi dengan Pemerintah terus dilakukan termasuk untuk pengendalian inflasi dan pengelolaan neraca pembayaran.

Bank Indonesia tetap mewaspadai kinerja ekonomi global yang menunjukkan risiko perlambatan pertumbuhan dan ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 diperkirakan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, dari 3,2% menjadi 3,1%. Revisi ke bawah terutama terjadi akibat realisasi pertumbuhan negara emerging, terutama Cina dan India, yang lebih rendah. Pada saat yang sama, harga komoditas dunia juga masih menurun, kecuali harga minyak. Sementara itu, gejolak pasar keuangan global yang pada Juli 2013 sedikit mereda, ke depan perlu terus dicermati terutama terkait pengaruh spekulasi implementasi pengurangan (tapering) stimulus moneter oleh the Fed. Kinerja perekonomian global yang tidak menggembirakan tersebut cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan maupun jalur keuangan.

Perekonomian nasional menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan kenaikan inflasi di dalam negeri. Setelah mencatat pertumbuhan 6,0% (yoy) pada triwulan I 2013, ekonomi Indonesia tumbuh melambat menjadi 5,8% (yoy) pada triwulan II-2013. Ekspor, meskipun telah tumbuh positif, masih belum cukup kuat menopang pertumbuhan ekonomi akibat masih lemahnya permintaan ekonomi global. Ekspor yang belum kuat serta melemahnya daya beli akibat inflasi yang meningkat berpengaruh kepada perlambatan konsumsi rumah tangga dan juga investasi non-bangunan. Ke depan, risiko perlambatan ekonomi masih tetap besar. Secara keseluruhan Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 menuju batas bawah kisaran 5,8%-6,2% dan untuk 2014 berada dalam kisaran 6,4%-6,8%.

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

Agustus 2013

Page 2: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 2

Di sisi eksternal, tekanan pada perekonomian nasional masih berlanjut. Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2013 mengalami defisit yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perbaikan NPI ditopang surplus yang cukup signifikan pada Transaksi Modal dan Finansial (TMF) antara lain akibat meningkatnya aliran modal masuk langsung (FDI) dan penerbitan obligasi valas Pemerintah. Di sisi lain, defisit pada Transaksi Berjalan (TB) tercatat meningkat relatif tinggi, terutama didorong oleh terus menurunnya ekspor karena perlambatan ekonomi global dan penurunan tajam harga komoditi global, di tengah masih tingginya impor baik migas maupun nonmigas sesuai dengan pola musiman. Defisit pada TB juga dipengaruhi oleh pembayaran bunga utang yang cukup besar pada triwulan II-2013. Cadangan devisa pada akhir Juli 2013 tercatat 92,67 miliar dolar AS atau setara dengan 5,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional. Ke depan, dengan pengetatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang ditempuh Bank Indonesia, serta langkah koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, NPI diprakirakan kembali membaik ditopang penurunan defisit pada TB sejalan dengan dampak perlambatan permintaan domestik dan penyesuaian pada nilai tukar rupiah.

Nilai tukar rupiah selama Juli 2013 terdepresiasi sesuai dengan arah fundamentalnya. Secara rata-rata, rupiah melemah 1,95% (mtm) dibandingkan dengan bulan sebelumnya ke level Rp10.071 per dolar AS. Sementara itu, secara point-to-point, rupiah terdepresiasi 3,43% (mtm) dan ditutup di level Rp10.278 per dolar AS. Bank Indonesia menilai tren pelemahan nilai tukar rupiah tersebut masih sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian serta dapat mendukung upaya mempercepat perbaikan keseimbangan kondisi eksternal dan menopang pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih sehat.

Inflasi IHK pada Juli 2013 melonjak tinggi mencapai 3,29% (mtm) atau 8,61% (yoy), jauh lebih tinggi dari inflasi IHK bulan Juni 2013 dan prakiraan Bank Indonesia. Peningkatan inflasi terutama didorong kenaikan tajam inflasi kelompok volatile food, sedangkan peningkatan inflasi kelompok administered karena dampak langsung kenaikan harga BBM bersubsidi tercatat tidak jauh berbeda dengan prakiraan Bank Indonesia. Inflasi inti, meskipun meningkat, masih cukup terkendali dipengaruhi dampak lanjutan (second round effect) yang lebih rendah dibandingkan dengan pola historis pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Ke depan, tekanan inflasi diprakirakan akan mereda. Prospek tersebut dipengaruhi oleh berakhirnya faktor musiman terkait Lebaran dan Tahun Ajaran Baru Sekolah, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik. Bank Indonesia meyakini bahwa dengan tren penurunan inflasi ke depan maka inflasi IHK tahun 2014 diprakirakan dapat kembali pada kisaran sasaran sebesar 4,5%±1%.

Stabilitas sistem keuangan juga tetap terjaga, dengan didukung stabilitas industri perbankan. Di tengah tren perlambatan kredit perbankan, ketahanan industri perbankan tetap solid tercermin pada rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang masih tinggi sebesar 18% dan berada jauh di atas ketentuan minimum 8%, serta rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross yang masih rendah sebesar 1,9% pada bulan Juni 2013. Kondisi likuiditas perbankan secara keseluruhan masih tejaga, meskipun Loan-to-Deposit Ratio (LDR) relatif tinggi yaitu 87,2% pada Juni 2013. Sementara itu, kredit melambat dari 21,0% (yoy) pada Mei 2013 menjadi 20,6% (yoy) pada Juni 2013, sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia terus mencermati pertumbuhan kredit yang masih cukup tinggi pada beberapa bank dan pada sejumlah sektor ekonomi, termasuk yang mempunyai kandungan impor tinggi, yang dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja industri perbankan dan stabilitas sistem keuangan.

Page 3: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 3

II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum masih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi

global yang masih melambat. Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 diperkirakan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, dari 3,2% menjadi 3,1%. Revisi ke bawah terutama terjadi akibat realisasi pertumbuhan negara emerging, terutama Cina dan India, yang lebih rendah. Pertumbuhan PDB Cina melambat pada triwulan II 2013 menjadi 7,5% (yoy) dipengaruhi oleh penurunan ekspor dan pelemahan investasi, khususnya pada sektor manufaktur. Pada saat yang sama, harga komoditas dunia juga masih menurun, kecuali harga minyak. Sementara itu, gejolak pasar keuangan global yang pada Juli 2013 sedikit mereda, tetap perlu terus dicermati terutama terkait pengaruh spekulasi implementasi pengurangan (tapering) stimulus moneter oleh the Fed. Kinerja perekonomian global yang tidak menggembirakan tersebut cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan maupun jalur keuangan.

Perekonomian nasional menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan kenaikan inflasi di dalam negeri. Perekonomian Indonesia pada triwulan II 2013 tercatat 5,81% (yoy) melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 6,03% (yoy) dan lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia sebesar 5,9% (yoy) (Tabel 2.1). Ekspor, meskipun telah tumbuh positif, masih belum cukup kuat menopang pertumbuhan ekonomi akibat masih lemahnya permintaan ekonomi global. Ekspor yang belum kuat dan permintaan konsumsi rumah tangga yang melambat kemudian berpengaruh pada investasi (pembentukan modal tetap domestik bruto/PMTB) khususnya investasi nonbangunan, yang mengalami kontraksi. Demikian pula konsumsi pemerintah yang meningkat pada triwulan II 2013 juga belum cukup kuat menopang peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran

Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat menjadi 5,06% (yoy) pada triwulan II 2013 dari 5,17% (yoy) pada triwulan I 2013. Perlambatan konsumsi rumah tangga tidak terlepas dari pengaruh daya beli yang menurun akibat kenaikan harga yang tinggi. Pengaruh ini terutama terjadi pada kelompok konsumen menengah bawah. Penurunan daya beli konsumen tersebut tercermin pada hasil survei Bank Indonesia dan Danareksa yang menunjukkan pelemahan keyakinan konsumen (Grafik 2.1). Pelemahan konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi oleh perlambatan indikator penjualan mobil yang terus melambat cukup signifikan sejak triwulan IV 2012 (Grafik 2.2).

%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

I IIKonsumsi Rumah Tangga 5,17 5,06

Konsumsi Pemerintah 0,42 2,13

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 5,78 4,67

Ekspor Barang dan Jasa 3,57 4,78

Impor Barang dan Jasa -0,06 0,62

PDB 6,03 5,81

Sumber : BPS

Komponen2013

Page 4: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 4

Grafik 2.1

Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.2

Penjualan Mobil

Konsumsi pemerintah tumbuh meningkat sesuai dengan pola serapan anggaran pemerintah. Konsumsi pemerintah tercatat sebesar 2,13% (yoy) pada triwulan II 2013, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 0,42% (yoy). Berdasarkan komponennya, peningkatan pengeluaran pemerintah ditopang oleh belanja barang yang meningkat. Sementara itu, belanja pegawai mengalami penurunan sehubungan dengan pergeseran pencairan gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri dan Pensiunan ke triwulan III 2013.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, investasi pada triwulan II 2013 tumbuh melambat 4,67% (yoy), lebih rendah dari 5,78% (yoy) pada triwulan I 2013. Pelemahan kinerja investasi terutama terjadi pada kelompok investasi non-bangunan, seperti mesin dan alat angkut luar negeri, yang mengalami kontraksi. Sementara itu, investasi bangunan masih tumbuh kuat, meskipun sedikit melambat dari triwulan sebelumnya sejalan dengan aktivitas konstruksi yang sedikit termoderasi. Perlambatan investasi juga sejalan dengan penggunaan kapasitas produksi industri pengolahan yang masih rendah selama semester I 2013 sehingga mengurangi insentif berinvestasi (Grafik 2.3).

Ekspor, meskipun belum terlalu kuat, secara umum tumbuh membaik pada triwulan II 2013 dari 3,57% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi menjadi 4,78% (yoy) pada triwulan laporan. Perbaikan ekspor tersebut sejalan dengan membaiknya permintaan dari AS, Jepang, India dan masih tetap kuatnya permintaan dari negara-negara ASEAN. Sementara itu, ekspor ke Cina cenderung melambat sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi di Cina. Berdasarkan komponen, peningkatan ekspor terjadi di seluruh kelompok komoditi, terutama pada komoditas primer pertanian dan manufaktur, disusul oleh pertambangan (Grafik 2.4). Akselerasi ekspor manufaktur didorong oleh meningkatnya permintaan ekspor Crude Palm Oil (CPO), makanan olahan, produk logam dasar serta Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Ekspor pertambangan juga tercatat meningkat didorong oleh kenaikan ekspor batubara dan tembaga yang cukup signifikan. Peningkatan ekspor pertanian ditopang oleh

Grafik 2.3

Investasi Nonbangunan dan Kapasitas Utilisasi Industri Pengolahan

Sumber: CEIC, SKDU

Investasi Nonbangunan (Skala Kanan)

Kapasitas Utilisasi Industri Pengolahan

Sumber: BI dan Danareksa Sumber: Gaikindo, CEIC

Page 5: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 5

beberapa komoditas unggulan seperti ikan, udang, dan coklat. Kinerja ekspor migas pada periode yang sama juga menunjukkan perbaikan ditopang oleh kenaikan produksi minyak.

Sejalan dengan perbaikan ekspor, impor juga tumbuh positif pada triwulan II 2013. Impor pada triwulan laporan tumbuh positif 0,62% (yoy), setelah pada triwulan I 2013 mengalami kontraksi sebesar 0,06% (yoy). Kenaikan impor terjadi pada kelompok bahan baku dan barang konsumsi, sedangkan impor kelompok barang modal relatif tertahan (Grafik 2.5). Komoditi impor bahan baku yang menguat diantaranya ialah bahan baku makanan minuman untuk industri dan bahan baku dasar untuk industri. Peningkatan impor barang konsumsi terutama pada komoditi makanan dan minuman untuk rumah tangga sejalan dengan dibukanya keran impor beberapa produk hortikultura dan persiapan menjelang bulan Ramadhan. Sementara itu, impor barang modal masih dalam tren menurun pada hampir seluruh komponennya terkait dengan moderasi investasi nonbangunan dan penjualan kendaraan.

Grafik 2.4

Pertumbuhan Riil Ekspor Grafik 2.5

Pertumbuhan Riil Impor

Berdasarkan lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2013 dipengaruhi kontraksi di sektor pertambangan serta perlambatan di sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sektor pertambangan mencatat kontraksi yang cukup dalam sebesar -1,19% (yoy) (Tabel 2.2). Sementara itu, sektor pertanian melambat disebabkan oleh produksi tanaman bahan makanan yang melambat seiring dengan berlalunya masa panen raya. Sektor jasa-jasa mengalami perlambatan sejalan dengan kontraksi di subsektor jasa pemerintahan umum. Kontraksi tersebut terkait dengan penurunan belanja pegawai pemerintah karena pergeseran pembayaran gaji ke-13 PNS/TNI/Polri dan Pensiunan ke triwulan III 2013. Di sektor lainnya yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan dan sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan yang relatif stabil. Sementara itu, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh meningkat di atas proyeksi sejalan meningkatnya jumlah pelanggan dan pemakaian data seluler serta membaiknya subsektor pengangkutan.

Tabel 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha

%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

I IIPertanian,Peternakan,Kehutanan,& Perikanan 3,61 3,20

Pertambangan & Penggalian -0,20 -1,19

Industri Pengolahan 5,89 5,84

Listrik, Gas & Air Bersih 6,55 6,60

Konstruksi 7,00 6,88

Perdagangan, Hotel & Restoran 6,54 6,47

Pengangkutan & Komunikasi 9,98 11,46

Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan 8,35 8,07

Jasa-jasa 6,48 4,48

PDB 6,03 5,81

Sumber : BPS

S e k t o r2013

Page 6: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 6

Ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 diperkirakan menuju batas bawah kisaran 5,8-6,2%. Prakiraan tersebut tersebut antara lain dipengaruhi oleh dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi Cina dan meningkatnya tekanan inflasi. Namun, persiapan penyelenggaraan Pemilu 2014 diperkirakan dapat kembali mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2013. Sehubungan dengan prospek ekonomi tersebut, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah dalam mengelola perekonomian agar dapat tumbuh lebih seimbang dan sehat, di tengah proses pemulihan ekonomi dunia yang belum sesuai dengan harapan. Pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat kembali pada kisaran 6,4-6,8%.

NERACA PEMBAYARAN INDONESIA Di sisi eksternal, tekanan pada perekonomian nasional masih berlanjut. Secara keseluruhan,

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2013 mengalami defisit yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perbaikan NPI ditopang surplus yang cukup signifikan pada Transaksi Modal dan Finansial (TMF) antara lain akibat meningkatnya aliran modal masuk langsung (FDI) dan penerbitan obligasi valas Pemerintah. Di sisi lain, defisit pada Transaksi Berjalan (TB) tercatat meningkat relatif tinggi, terutama didorong oleh terus menurunnya ekspor karena perlambatan ekonomi global dan penurunan tajam harga komoditi global, di tengah masih tingginya impor baik migas maupun nonmigas sesuai dengan pola musiman. Defisit pada TB juga dipengaruhi oleh pembayaran bunga utang yang cukup besar pada triwulan II 2013. Cadangan devisa pada akhir Juli 2013 tercatat 92,67 miliar dolar AS atau setara dengan 5,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional.

Ke depan, NPI diprakirakan kembali membaik. Dengan pengetatan baluran kebijakan moneter dan makroprudensial yang ditempuh Bank Indonesia, serta langkah koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, NPI diprakirakan kembali membaik ditopang penurunan defisit pada TB sejalan dengan dampak perlambatan permintaan domestik dan penyesuaian pada nilai tukar rupiah.

NILAI TUKAR RUPIAH

Selama Juli 2013, rupiah terdepresiasi sesuai dengan fundamentalnya. Perkembangan ini

dipengaruhi berlanjutnya kebutuhan impor di tengah ekspor yang melambat, serta dampak reposisi kepemilikan non-residen di aset keuangan domestik. Secara rata-rata, pada Juli 2013 rupiah melemah 1,95% (mtm) ke level Rp10.071 per dolar AS dari Rp9.875 per dolar AS pada bulan sebelumnya. Sementara itu, secara point-to-point, rupiah terdepresiasi 3,43% dan ditutup di level Rp10.278 per dolar AS (Grafik 2.6). Pelemahan Rupiah disertai tingkat volatilitas yang sedikit meningkat, namun tetap terkendali. Secara umum, pelemahan mata uang juga dialami oleh mata uang negara-negara lainnya di kawasan, antara lain dipengaruhi menguatnya sentimen pengurangan laju stimulus The Fed (Grafik 2.7).

Page 7: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 7

Grafik 2.6

Pergerakan Nilai Tukar Rupiah

Grafik 2.7

Pergerakan Mata Uang Kawasan dan Eropa

Reposisi kepemilikan non-residen di aset keuangan domestik terhadap pelemahan rupiah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lonjakan inflasi pada Juli 2013 sebagai dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan gangguan pasokan bahan makanan menimbulkan sentimen negatif bagi pelaku non-residen dan mempengaruhi pelemahan rupiah tersebut. Dari faktor eksternal, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen negatif terkait meningkatnya ketidakpastian global yang disebabkan oleh potensi pertumbuhan ekonomi dunia yang bias ke bawah. Pertumbuhan ekonomi China yang melambat pada triwulan II 2013 menjadi sebesar 7,5% (yoy) dari 7,7% pada triwulan sebelumnya semakin menegaskan prospek perekonomian global yang bias ke bawah. Selain itu, ketidakpastian tapering off QE oleh The Fed menyebabkan investor global melakukan reposisi kepemilikannya pada aset keuangan Emerging Market di Asia termasuk Indonesia.

Perkembangan rupiah pada Juli 2013 mendapat tekanan di awal bulan, namun terkoreksi paska pernyataan Ben S Bernanke terkait tapering off QE. Di awal bulan, membaiknya sektor tenaga kerja AS menguatkan sentimen percepatan tapering off sehingga meningkatkan indikator risiko. Namun, pernyataan Bernanke bahwa perekonomian AS masih membutuhkan kebijakan moneter akomodatif mengoreksi turun faktor risiko di akhir bulan. Berbagai dinamika ini tergambar pada indikator Credit Default Swap (CDS) obligasi Indonesia yang sempat melonjak tinggi di awal bulan, namun kembali turun di akhir bulan (Grafik 2.8). Tarik ulur pengurangan laju pembelian obligasi oleh The Fed menjadi faktor dominan yang menimbulkan gejolak di pasar keuangan global selama Juli 2013.

Imbal hasil berinvestasi di aset rupiah masih kompetitif dibandingkan negara kawasan berpengaruh kepada tetap terkendalinya penempatan aset non-residen di pasar keuangan domestik. Tingkat imbal hasil yang dicerminkan oleh selisih suku bunga dalam negeri dengan luar negeri (UIP-Uncovered Interest Parity) masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara kawasan, terlebih setelah dinaikkannya suku bunga acuan. Lebih tingginya UIP Indonesia mengindikasikan bahwa berinvestasi di aset rupiah memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan berinvestasi di aset mata uang negara kawasan. Jika memperhitungkan faktor risiko masing-masing negara (CIP-Covered Interest Parity), sebagaimana dicerminkan oleh yield spread antara obligasi masing-masing negara dengan US T-Note, berinvestasi di aset rupiah juga masih memberikan keuntungan yang lebih baik (Grafik 2.9).

USD/IDR Harian Rata2 Bulanan

Rata-rata

Page 8: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 8

Grafik 2.8 CDS Indonesia dan Negara Kawasan

Grafik 2.9 Covered Interest Parity (CIP)

I N F L A S I

Inflasi IHK pada Juli 2013 melonjak tinggi mencapai 3,29% (mtm) atau 8,61% (yoy), jauh

lebih tinggi dari inflasi IHK bulan Juni 2013 dan prakiraan Bank Indonesia (Grafik 2.10). Peningkatan inflasi terutama didorong kenaikan tajam inflasi kelompok volatile food, sedangkan peningkatan inflasi kelompok administered price karena dampak langsung kenaikan harga BBM bersubsidi tercatat tidak jauh berbeda dengan prakiraan Bank Indonesia. Inflasi inti, meskipun meningkat, masih cukup terkendali dipengaruhi dampak lanjutan (second round effect) yang lebih rendah dibandingkan dengan pola historis pasca kenaikan harga BBM bersubsidi.

Grafik 2.10

Perkembangan Inflasi

Peningkatan inflasi kelompok volatile food tidak terlepas dari pengaruh gangguan pasokan kelompok pangan. Inflasi volatile food mencapai 6,07% (mtm) atau 16,12% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni sebesar 1,18% (mtm) atau 11,46% (yoy). Gangguan pasokan yang dipicu oleh terbatasnya produksi domestik dan masih minimalnya realisasi impor mendorong kenaikan harga terutama pada komoditas bawang merah, daging sapi, daging ayam dan cabai. Kenaikan harga yang signifikan pada beberapa komoditas pangan tersebut menyumbang inflasi 0,88% atau sekitar 27% dari inflasi IHK (Tabel 2.3). Sementara itu, kenaikan biaya distribusi dan biaya produksi akibat waktu pengeringan padi yang lebih lama menjadi faktor penambah tekanan inflasi beras selama bulan Juli 2013 (Grafik 2.11). Secara spasial, kenaikan inflasi pangan terutama terjadi hampir di seluruh daerah terutama Jakarta, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) antara lain didorong oleh meningkatnya biaya distribusi, permintaan musiman Ramadhan, dan terbatasnya pasokan.

50

100

150

200

250

300

350

50

100

150

200

250

300

350

Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13

Philippines Thailand Korea

China Indonesia Malaysia

bpsSource: Bloomberg

bpsCredit Default Swap USD 5 Year Senior

IHK Inti

Page 9: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 9

Tabel 2.3 Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food

Grafik 2.11 Inflasi Beras

Tekanan inflasi pada kelompok administered prices mencapai puncaknya pada Juli 2103 terutama akibat kenaikan harga BBM bersubsidi di bulan Juni. Inflasi administered prices pada Juli 2013 meningkat 7,90% (mtm) atau 15,10% (yoy). Kenaikan inflasi kelompok ini banyak disumbang oleh inflasi bensin dan solar serta tarif angkutan dalam kota yang menyumbang sekitar 1,32% (Tabel 2.4). Selain itu, tarif angkutan udara juga mengalami kenaikan sesuai dengan pola musiman seiring dengan meningkatnya permintaan terkait dengan musim liburan dan perayaan hari keagamaan.

Tabel 2.4 Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi

Kelompok Administered Prices

Inflasi inti pada Juli 2103 secara umum masih pada level yang terkendali, meskipun tercatat meningkat. Hasil identifikasi menunjukkan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga BBM bersubsidi tercatat yang lebih rendah dibandingkan dengan pola historis pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Berdasarkan komponennya, kenaikan inflasi inti pada Juli 2013 terutama bersumber dari faktor dalam negeri seperti kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013 yang meningkatkan biaya transportasi dan kenaikan harga bahan pangan, peningkatan permintaan musiman di bulan Ramadhan, dan dimulainya tahun ajaran baru. Inflasi inti pada bulan ini mencapai 0,99% (mtm) atau 4,44% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 0,32% (mtm) atau 3,98% (yoy). Beberapa komoditas utama yang mengalami tekanan inflasi adalah makanan jadi (processed food), biaya pendidikan, dan harga bahan bangunan.

Inflasi inti yang masih terkendali pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dipengaruhi beberapa faktor. Pada satu sisi, tekanan inflasi dari sisi eksternal sejauh ini masih minimal. Masih berlangsungnya tren penurunan harga komoditas global mampu meredam dampak pelemahan nilai tukar terhadap inflasi. Tekanan sisi eksternal yang minimal tercermin pada inflasi inti traded yang berada dalam tren menurun di sekitar 1,74% (yoy) (Grafik 2.12). Pada sisi lain, permintaan juga masih dapat direspon dengan memadai oleh penawaran. Kondisi ini tercermin pada kapasitas utilisasi yang tercatat

%,mtmKontribusi (%, mtm)

InflasiBawang Merah 60,03 0,48Daging Ayam 14,59 0,22Cabe Rawit 51,97 0,11Beras 1,43 0,08Telor Ayam 7,27 0,06Daging Sapi 3,74 0,04Kentang 15,45 0,03Tomat 14,67 0,03Cabe Merah 4,87 0,03

DeflasiBawang Putih 6,82 0,03Sumber : BPS

KomoditasJul-13

%,mtmKontribusi (%, mtm)

InflasiBensin 25.14 0.77Kenaikan Transpor Dalam Kota 22.17 0.54Rokok Filter 2.82 0.05Bahan Bakar Rumah Tangga 0.43 0.01Solar 14.62 0.01Sumber : BPS

KomoditasJul-13

Page 10: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 10

stabil di sekitar 73%, dan khusus sektor industri pengolahan masih di bawah 70% (Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Triwulan II 2013).

Grafik 2.12

Inflasi Inti dan Faktor Eksternal

Faktor lain yang memengaruhi terkendalinya inflasi inti ialah ekspektasi inflasi yang mulai menurun pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) menunjukkan ekspektasi inflasi dari sisi pedagang yang mulai menurun meskipun masih di level yang tinggi. Ekspektasi inflasi 3 bulan yang akan datang sedikit menurun setelah diimplementasikannya kenaikan harga BBM bersubsidi dan berlalunya aktivitas di bulan Ramadhan serta perayaan lebaran (Grafik 2.13). Namun demikian, ekspektasi inflasi 6 bulan yang akan datang mengalami sedikit peningkatan terkait Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, hasil Survei Konsumen (SK) pada bulan Juli menunjukkan ekspektasi harga dari sisi konsumen yang mengalami penurunan baik untuk 3 bulan maupun 6 bulan yang akan datang seiring dengan kembali normalnya permintaan paska bulan Ramadhan dan Lebaran. Di pasar keuangan, ekspektasi inflasi untuk tahun 2013 berdasarkan hasil survei Consensus Forecast bulan Juli mencapai 6,9% meningkat dibandingkan hasil survei bulan sebelumnya sebesar 5,9% yang didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi (Grafik 2.14).

Grafik 2.13

Ekspektasi Inflasi Konsumen

Grafik 2.14

Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast

Ke depan, tekanan inflasi diprakirakan akan mereda. Prospek tersebut dipengaruhi oleh berakhirnya faktor musiman terkait Lebaran dan Tahun Ajaran Baru Sekolah, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik. Bank Indonesia meyakini bahwa dengan tren penurunan inflasi ke depan maka inflasi IHK tahun 2014 diprakirakan dapat kembali pada kisaran sasaran sebesar 4,5%±1%.

0

4

8

12

16

20

100

130

160

190

220

250

1 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

%,yoy%,yoy Inflasi IHK aktual (skala kanan)Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yadIndeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yadIndeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad (CMA 5)

Page 11: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 11

PERKEMBANGAN PASAR UANG ANTAR BANK, PERBANKAN, DAN PASAR KEUANGAN

Pasar Uang Antar Bank

Suku bunga PUAB overnight (O/N) meningkat sejalan dengan kenaikan Deposit Facility (DF) dan BI Rate. Suku bunga rata-rata PUAB O/N pada bulan Juli meningkat menjadi 4,65% dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 4,35%, sejalan dengan kenaikan BI Rate yang menjadi 6,50% dan kenaikan suku bunga DF O/N menjadi 4,75% (Grafik 2.15). Di sisi volume, transaksi di PUAB mengalami penurunan dari Rp 14,2 triliun menjadi Rp 9,5 triliun sejalan dengan siklusnya, sedangkan transaksi DF O/N justru meningkat dari Rp 70,9 triliun menjadi Rp 101,4 triliun.

Dari perkembangan suku bunga PUAB tergambar pula penurunan rata-rata spread atau selisih antara suku bunga PUAB O/N tertinggi dan terendah. Kondisi ini mencerminkan menurunnya risiko transaksi di PUAB. Pada bulan Juli 2013, spread tersebut menurun menjadi 18 bps dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 24 bps sejalan dengan kondisi PUAB yang terkendali. Kendati demikian, spread PUAB dan JIBOR terhadap tenor O/N cenderung meningkat yang dapat mengindikasikan semakin mahalnya tenor yang lebih panjang (Grafik 2.16).

Grafik 2.15 Suku Bunga PUAB O/N

Grafik 2.16 Spread Suku Bunga PUAB O/N

Kinerja Perbankan

Pada bulan Juni 2013, suku bunga deposito tercatat meningkat, namun dibarengi oleh suku bunga kredit yang menurun. Pada Juni 2013, suku bunga deposito 1 bulan naik 7 bps menjadi 5.60 % dibandingkan dengan bulan Mei 2013 yang sebesar 5.53% (Tabel 2.3). Sementara itu, rata-rata suku bunga kredit menurun sebesar 6 bps menjadi 11,93% dari bulan sebelumnya sebesar 11,99%. Penurunan suku bunga kredit terjadi di seluruh jenis penggunaan kredit. Suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) turun 5 bps menjadi 11,41%, suku bunga Kredit Investasi (KI) turun sebesar 3 bps menjadi 11,14% dan suku bunga Kredit Konsumsi (KK) turun 6 bps menjadi 13,14% (Grafik 2.17 dan Tabel 2.5). Kenaikan suku bunga deposito yang dibarengi dengan penurunan suku bunga kredit tersebut telah memperkecil selisih (spread) antara suku bunga deposito dan suku bunga kredit pada Juni 2013 menjadi 6,33% dari 6,46% pada bulan sebelumnya (Grafik 2.18).

0

20

40

60

80

100

120

3,5

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

Jan-12 Apr-12 Jul-12 Okt-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13

Vol DF O/N (RHS) Vol PUAB O/N (RHS)rBI Rate rPUAB O/NrDF O/N

Rp T%

Avg Vol DF: Rp101,4 TRRT Vol PUAB : Rp9,5 T

rPUAB : 4.65%

-10

10

30

50

70

90

110

130

150

Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Jul-13

2-4 Hari 1 Minggu 2 Minggu 1 Bulan

bpsSpread PUAB O/N (bps)

Page 12: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 12

Tabel 2.5 Perubahan Suku Bunga Perbankan

Grafik 2.17

Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan

Grafik 2.18

Suku Bunga Perbankan

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih menurun pada Juni 2013, meskipun suku bunga deposito mencatat kenaikan. Pada bulan Juni 2013, pertumbuhan DPK menurun 14,2% (yoy) mencapai Rp3.374 triliun, dibandingkan dengan bulan Mei 2013 sebesar 15,1% (yoy) (Grafik 2.19). Pertumbuhan DPK yang melambat terutama didorong oleh turunnya pertumbuhan tabungan dan deposito. Pangsa deposito dalam DPK masih cukup tinggi sebesar 44%, sementara pangsa tabungan dan giro masing-masing sebesar 32% dan 24%.

Pada sisi lain, pertumbuhan kredit pada Juni 2013 masih dalam tren melambat menjadi 20,6% (yoy) sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi (Grafik 2.19). Secara sektoral, perlambatan kredit pada Juni 2013 dipengaruhi oleh melambatnya kredit sektor lainnya (sektor non produktif). Kredit pada sektor pengangkutan dan komunikasi juga melambat menjadi 28,2% (yoy). Sementara itu, kredit untuk industri pengolahan, sektor perdagangan, serta sektor jasa dunia usaha tumbuh kuat masing-masing menjadi 24,9% (yoy), 32,9% (yoy) dan 22,3% (yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya masing-masing sebesar 24,5%, 32,0% dan 20,9% (yoy).

Grafik 2.19 Pertumbuhan Kredit, DPK, BI Rate

Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

BI Rate 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 6.00

Penjaminan Deposito 5.50 5.50 5.50 5.50 5.50 5.50 5.50 5.50 5.50 5.50 5.50 5.50 5.75

Dep 1 bulan (rata-rata tertimbang) 5.39 5.39 5.42 5.40 5.49 5.42 5.58 5.49 5.43 5.51 5.42 5.53 5.60

Kredit Modal Kerja (KMK) 11.79 11.78 11.73 11.70 11.68 11.61 11.49 11.49 11.45 11.44 11.44 11.46 11.41

Kredit Investasi (KI) 11.46 11.42 11.35 11.36 11.29 11.24 11.27 11.29 11.27 11.24 11.21 11.17 11.14

Kredit Konsumsi (KK) 13.90 13.92 13.69 13.67 13.60 13.53 13.58 13.40 13.22 13.28 13.22 13.20 13.14

2013Suku Bunga (%)

2012

11.93

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

5

7

9

11

13

15

Jan-

05

Jul-0

5

Jan-

06

Jul-0

6

Jan-

07

Jul-0

7

Jan-

08

Jul-0

8

Jan-

09

Jul-0

9

Jan-

10

Jul-1

0

Jan-

11

Jul-1

1

Jan-

12

Jul-1

2

Jan-

13

Spread-rhs Sb Kredit Sb Dep 1 bln BI rate Sb LPS

%

Selisih rKredit - rDepo1: 6.33%

Per Juni 2013korelasi: rLPS dan rDep :0.91korelasi ; BI rate dan rDep: 0.86

%

Page 13: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 13

Secara keseluruhan, dengan kinerja perbankan tersebut, stabilitas industri perbankan tetap terjaga. Di tengah tren perlambatan kredit perbankan, ketahanan industri perbankan tetap solid tercermin pada rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang masih tinggi sebesar 18% dan berada jauh di atas ketentuan minimum 8%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross yang masih rendah sebesar 1,88% pada bulan Juni 2013 (Tabel 2.6).

Tabel 2.6 Kondisi Umum Perbankan

Dari berbagai kondisi moneter tersebut, likuiditas perekonomian dalam arti sempit (M1) tercatat meningkat pada Juni 2013. Pertumbuhan M1 meningkat menjadi 10,2% (yoy), dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 9,8% (yoy) terutama didorong oleh peningkatan giro rupiah akibat operasi keuangan pemerintah yang ekspansif. Sementara itu, pertumbuhan uang kartal tercatat menurun, antara lain dipengaruhi melambatnya pertumbuhan ekonomi. Pada ruang lingkup likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2), pertumbuhannya tercatat melambat menjadi 11,8% (yoy) dibandingkan dengan bulan Mei 2013 sebesar 14,4% (yoy) (Grafik 2.20). Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, perlambatan M2 terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit yang melambat dan kontraksi Net Foreign Asset (NFA) yang semakin dalam.

Grafik 2.20

Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian

Pasar Keuangan

Pasar Saham

Kinerja bursa saham domestik mengalami koreksi dibandingkan bulan sebelumnya. IHSG terkoreksi 4,3% ke level 4.610,37 dibandingkan dengan bulan sebelumya (Grafik 2.21). Pelemahan IHSG dipengaruhi oleh perilaku investor asing yang masih mengurangi kepemilikannya di pasar saham akibat sentimen negatif, meskipun jumlahnya jauh menurun. Selama Juli 2013, investor asing mencatat jual neto sebesar Rp2,48 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode Juni 2013 yang mencatat jual neto sebesar Rp20,13 triliun. Berdasarkan sektor ekonomi, penurunan kinerja bursa saham diwarnai pergerakan negatif hampir pada seluruh sektor, kecuali infrastruktur. Selama Juli 2013, indeks sektoral

4

6

8

10

12

14

0

5

10

15

20

25

30

Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13

M2 M1 BI Rate (RHS)%, yoy %

Rata-rata periode sebelum krisis Mei 2006-Sept 2008 M1: 21.5%, M2: 15,7%

Page 14: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 14

mengalami pelemahan dengan sektor pertanian yang tertinggi sebesar 16,6%, disusul sektor industri dasar 11,4%. Sementara sektor lainnya menurun 0,1-9,9%. Namun, sektor infrastruktur tercatat tumbuh positif 0,7%. (Grafik 2.22).

Pelemahan bursa saham domestik selama bulan Juli 2013 terutama dipicu oleh sentimen negatif dari domestik dan global. Dari faktor domestik, sentimen muncul terkait dampak peningkatan inflasi akibat kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi, pelemahan nilai tukar, defisit transaksi berjalan dan aksi profit taking investor. Selain itu, tekanan bursa domestik juga dipengaruhi sentimen eksternal, antara lain menurunnya optimisme terhadap perbaikan corporate earnings setelah rilis beberapa pendapatan emiten yang lebih rendah dari perkiraan, melambungnya harga minyak melebihi 100 dolar AS per barel sebagai reaksi kekhawatiran dari situasi politik di Mesir, Standard & Poor's Rating Services (S&P) yang memangkas peringkat utang Italia dari BBB+ menjadi BBB, dan antisipasi klarifikasi dari pernyataan The Fed terhadap rencana Tapering Quantitative Easing-nya.

Pelemahan lebih lanjut IHSG dapat tertahan oleh sejumlah sentimen positif global. Dari Eropa, pertemuan menteri keuangan Uni Eropa di Brussels memutuskan untuk memberikan bail out Yunani sebesar 8,6 miliar dolar AS. Dari AS, rilis minutes FOMC menyatakan bahwa the Fed masih akan melanjutkan kebijakan stimulusnya. Selain itu, berkembang spekulasi kebijakan stimulus pemerintah China untuk mendorong ekonominya.

Grafik 2.21 IHSG dan Net Beli/Jual Asing

Grafik 2.22 IHSG dan Perkembangan Sektoral

Pasar Surat Berharga Negara (SBN)

Sejalan dengan tekanan di pasar saham, kinerja SBN mengalami pelemahan di seluruh tenor. Secara keseluruhan pergerakan imbal hasil (yield) SBN pada Juli 2013 meningkat sebesar 71,83 bps ke level 7,71% dibandingkan dengan Juni 2013 sebesar 6,99% (Grafik 2.23). Sementara itu, imbal hasil SBN untuk jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing naik sebesar 71,68 bps, 77,45 bps dan 60,80 bps menjadi sebesar 7,18%, 7,73% dan 8,39%. Imbal hasil SBN 10 Tahun meningkat sebesar 70 bps ke level 7,83% dibandingkan dengan Juni 2013 sebesar 7,13%. Peningkatan yield SBN ini tercatat lebih besar dibandingkan dengan negara kawasan (Grafik 2.24). Pelemahan yield di pasar SBN didorong oleh kekhawatiran terhadap defisit transaksi berjalan, pelemahan nilai tukar Rupiah, dan meningkatnya inflasi kedepan seiring dengan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, tekanan terhadap kinerja SBN juga dipengaruhi sentimen global seiring dengan kembali meningkatnya kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

(25,00) (20,00) (15,00) (10,00) (5,00) - 5,00 10,00 15,00 20,00

-

1.000,00

2.000,00

3.000,00

4.000,00

5.000,00

6.000,00

1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Net Foreign Buy/Sell (RHS, Rp T) JCI

-4,3%

0,7%

-9,9%

-0,1%

-11,4%

-6,6%

-2,7%

-4,8%

-16,6%

-9,7%

-20% -15% -10% -5% 0% 5%

IHSG

Infrastructure

Mining

Finance

Basic Industry

Misc. Industry

Consumption

Trade

Agriculture

Property

Monthly Changes

Properti Pertanian

Perdagangan Konsumsi

Industri Lain Industri Dasar

Keuangan Pertambangan

Infrastruktur IHSG

Jual/Beli Neto ( Skala Kanan, Rp T)

Perubahan bulanan

IHSG

Page 15: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 15

Grafik 2.23

Perubahan Imbal Hasil SBN Bulanan Grafik 2.24

Perubahan Yield SBN Negara Kawasan

Di tengah pelemahan kinerja SBN, investor non-residen menambah kepemilikannya setelah pada bulan sebelumnya mengalami jual neto. Aksi beli investor asing dilakukan pada SBN tenor menengah (5-10 tahun). Aset domestik dinilai masih memberikan imbal hasil yang cukup menarik sehingga selama Juli 2013, investor asing mencatat beli neto sebesar Rp2,81triliun untuk seluruh tenor (Grafik 2.25). Namun, aksi tersebut masih terbatas dibayangi oleh sentimen terkait inflasi, defisit transaksi berjalan dan isu global.

Grafik 2.25

Net Beli/Jual Asing Per Tenor

-30

0

30

60

90

120

150

180

44,5

55,5

66,5

77,5

88,5

9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 30

Spread Jun 2013 - Jul 2013Jun-13Jul-13

% bps

Tenor

21

0

-51

35

70

-100 -50 0 50 100

Thailand

Vietnam

Philipina

Malaysia

Indonesia

(1,9)

1,4

5,2 5,8 5,3

4,1 2,8

(2,9)

(11,0)

1,4

(1,6)

5,7

7,3

(5,8)

(2,9)

4,1

(3,9)

(8,6)

3,7

(7,7)

3,5

(2,0)

5,5

(2,8)

0,6 2,0

(5,6)

4,4 4,6

(8,9)

(1,6)

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

10,0

(15,0)

(10,0)

(5,0)

0,0

5,0

10,0

15,0

Jan

Feb

Mar Ap

r

May

June July

Augu

st

Sept Oc

t

Nov

Dec

Jan

Feb

Mar Ap

r

Mei

Juni Juli

Agus

tus

Sept Ok

t

Nov

Dec

Jan

Feb

Mar Ap

r

Mei

Juni Juli

2011 2012 2013

Short Term Mid Term Long Term 'yield SBN'

Filipina

Page 16: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 16

III. RESPONS KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15 Agustus 2013 memutuskan untuk

mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia untuk pengendalian inflasi, pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable, dan penguatan stabilitas sistem keuangan, dilakukan melalui optimalisasi sejumlah instrumen kebijakan moneter dan makroprudensial. Pertama, penguatan operasi moneter terus dilakukan untuk mengintensifkan pengendalian ekses likuiditas yang cenderung meningkat pasca Ramadhan. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan menyempurnakan ketentuan GWM-LDR untuk memperkuat penyaluran kredit dan penghimpunan dana yang prudent, serta menyempurnakan GWM Sekunder untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan. Kedua, stabilisasi nilai tukar jangka panjang rupiah tetap dilakukan sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian dan sekaligus untuk pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable. Ketiga, Bank Indonesia akan melakukan langkah-langkah pengawasan bank (supervisory actions) untuk mengendalikan pertumbuhan kredit yang dinilai masih relatif tinggi pada sejumlah bank dan sektor tertentu, termasuk yang mempunyai kandungan impor tinggi. Penguatan kebijakan makroprudensial ini, termasuk penyempurnaan GWM-LDR dan GWM Sekunder, sekaligus dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan bank dalam menghadapi risiko dan memperkuat stabilitas sistem keuangan. Keempat, Bank Indonesia akan menyempurnakan sejumlah ketentuan untuk pengembangan pasar valas domestik lebih lanjut dan sekaligus untuk meningkatkan pasokan valas secara lebih efektif, termasuk ketentuan mengenai pembelian valas terhadap rupiah untuk bank, transaksi derivatif dan pinjaman luar negeri jangka pendek perbankan. Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut akan memadai untuk mengarahkan inflasi tahun 2014 sesuai dengan sasarannya sebesar 4,5%±1%, serta dapat mendukung penyesuaian ekonomi domestik bergerak secara terkendali ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Penguatan koordinasi dengan Pemerintah terus dilakukan termasuk untuk pengendalian inflasi dan pengelolaan neraca pembayaran.

Page 17: TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER - bi.go.id · cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan ... sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan

T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 17

INDIKATOR TERKINI

Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, dan November. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan April, Juli, Oktober, dan Desember. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Telp: +62 21 2981 8180/8163 Fax: +62 21 345 2489 Email: [email protected] Website: www.bi.go.id

Dewan Gubernur Agus D.W. Martowardojo – Gubernur Halim Alamsyah - Deputi Gubernur Ronald Waas - Deputi Gubernur Perry Warjiyo – Deputi Gubernur Hendar – Deputi Gubernur

Juni Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

SUKU BUNGA & SAHAMSuku bunga SBI 9 bln 1) 4.32 4.46 4.54 4.67 4.75 4.77 4.80 4.84 4.86 4.87 4.89 5.02 5.28 -Suku bunga deposito 1 bln 2) 5.39 5.39 5.42 5.40 5.49 5.42 5.58 5.49 5.43 5.51 5.42 5.53 5.60 -Suku bunga deposito 3 bln 2) 5.76 5.67 5.61 5.69 5.66 5.81 5.76 5.89 5.92 5.64 5.73 5.68 5.72 -JIBOR satu minggu 2) 4.10 4.17 4.29 4.24 4.27 4.29 4.32 4.30 4.28 4.28 4.28 4.27 4.46 -IHSG Indeks 3) 3,956 4,142 4,060 4,263 4,350 4,276 4,317 4,454 4,796 4,941 5,034 5,069 4,819 4,610

BESARAN MONETER (miliar Rp)Uang Primer 627,359 634,993 657,955 638,869 648,106 647,979 704,843 664,007 655,486 664,935 667,122 681,508 691,678 -M1(C+D) 779,416 771,792 772,429 795,518 774,983 801,403 841,721 787,916 786,606 810,112 832,273 822,930 858,603 -

Uang Kartal (C) 314,670 315,375 327,059 325,566 326,119 327,069 361,967 326,885 321,541 331,226 324,393 334,087 347,250 -Uang giral (D) 464,746 456,417 445,370 469,952 448,864 474,334 479,755 461,031 465,065 478,886 507,880 488,843 511,353 -

Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) 3,050,355 3,054,534 3,089,011 3,125,533 3,161,726 3,205,129 3,304,645 3,265,869 3,277,426 3,319,468 3,357,823 3,423,155 3,410,511 -Uang kuasi (T) 2,254,329 2,269,809 2,304,474 2,318,559 2,376,102 2,393,320 2,452,503 2,467,124 2,479,959 2,497,223 2,512,648 2,584,890 2,540,313 - Uang kuasi (Rupiah) 1,915,625 1,926,046 1,960,339 1,968,062 2,009,812 2,022,975 2,092,654 2,095,427 2,105,861 2,123,999 2,143,605 2,172,287 2,136,140 - Deposito 1,016,060 1,017,021 1,030,262 1,030,830 1,060,357 1,058,871 1,066,527 1,079,275 1,098,083 1,123,609 1,131,219 1,154,681 1,113,915 - Tabungan Total 899,565 909,025 930,077 937,232 949,456 964,105 1,026,127 1,016,152 1,007,778 1,000,390 1,012,386 1,017,606 1,022,224 - Deposito (Valas) 164,762 170,722 171,517 180,380 187,859 190,178 177,508 173,616 169,755 182,383 178,375 195,905 198,689 - Simpanan Giro Valuta Asing 173,942 173,041 172,617 170,117 178,430 180,166 182,341 198,081 204,343 190,841 190,669 216,699 205,484 -Surat Berharga Selain Saham (S) 16,610 12,932 12,108 11,457 10,640 10,406 10,420 10,829 10,861 12,132 12,902 15,335 11,594 -

Tagihan kepada Sektor Lainnya 2,653,871 2,668,447 2,696,876 2,758,170 2,791,363 2,833,571 2,920,934 2,897,711 2,921,209 2,970,116 3,024,127 3,105,295 3,175,394 -Tagihan pada Sektor Swasta 2,361,812 2,378,914 2,406,188 2,471,071 2,504,939 2,504,347 2,584,819 2,556,620 2,571,080 2,616,046 2,654,443 2,671,621 2,671,621 -

Inflasi bulanan (%, mtm) 0.62 0.70 0.95 0.01 0.16 0.07 0.54 1.03 0.75 0.63 -0.10 -0.03 1.03 3.29Inflasi tahunan (%, yoy) 4.53 4.56 4.58 4.31 4.61 4.32 4.30 4.57 5.31 5.90 5.57 5.47 5.90 8.61

Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) 9,480 9,485 9,560 9,588 9,615 9,605 9,670 9,698 9,667 9,719 9,722 9,795 9,925 10,278Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4) 12,420 13,168 11,238 13,011 12,636 13,202 12,313 12,386 11,897 12,727 12,480 13,308 11,970 -Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4) 12,918 13,282 10,366 11,733 13,053 12,479 11,715 11,608 11,619 10,969 12,792 13,200 12,127 -

Pertumbuhan PDB (%, yoy) 6.2 6.1 6.0 5.8Konsumsi 4.5 3.9 4.7 4.7Investasi (PMTB) 9.8 7.3 5.9 4.7Perubahan Stok -9.5 94.6 16.5 -0.6Ekspor -2.6 0.5 3.6 4.8Impor -0.2 6.8 -0.1 0.6

1) minggu terakhir2) rata-rata tertimbang3) penutupan pada akhir periode 4) closed fileSumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS

SEKTOR KEUANGAN

11.3

12.5

H A R G A

SEKTOR EKSTERNAL

INDIKATOR KUARTALAN

108.72.6

Tw.II

6.45.6

Tw.II2013

20132012

Tw.IV2012

Tw.III Tw.I