tinjauan ekonomi, keuangan, & fiskalringkasan eksekutif ekanan ekonomi global masih tinggi yang...

71
Permintaan Domestik Menopang Pertumbuhan Ekonomi EDISI III 2019 TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL Ulasan Khusus: Kajian Alternatif Sumber Pembiayaan Jangka Panjang Melalui Dana Pensiun

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi Triwulan II 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 1

Permintaan Domestik Menopang Pertumbuhan Ekonomi

EDISI III 2019

TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL

Ulasan Khusus: Kajian Alternatif Sumber Pembiayaan Jangka Panjang Melalui Dana Pensiun

Page 2: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Diterbitkan oleh: Badan Kebijakan Fiskal

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal

Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro

Redaktur Pelaksana: Sekretaris Badan, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan

Editor:

Andriansyah, Brian Thomas, Endang Larasati, Evy Mulyani, Ronald Yusuf, Thomas N.P.D Keraf, Wahyu Utomo, Widiyanto, Yoopi Abimanyu

Dewan Redaksi: Abdul Aziz, Achmad Budi S., Ahmad Wira Kusuma, Aktiva Primananda, Ali Moechtar, Alfan Mansur, Asep Nurwanda, Dwi Anggi Novianti, Immanuel Bhekti H., Indra Budi Sucahyo, Pipin Prasetyono, Putri Rizki Yulianti, Raditiyo Harya P., Rahadian Zulfadin, Roni Parasian, Tuti Sarinigsih Budi Utami, Yasir Niti Samudro

Desain Grafis:

Abraham Putra Agung, Arif Taufiq, Bramantiyo, Fatima Medina Septiyanti

Kontributor: Affan Hanif Imaduddin, Agrevinna Beatrice, Ari Nugroho, Bakhtiar Rifai, Bramantiyo, Dhoni Siamsyah F.A., Dimas Nurdy, Fatimatus Firda Qomarayanti, Galuh Chandra Wibowo, Ika Kartika Sari, Indah Kurnia Junirda, M. Firmansyah Arviandri, Nina Hanifah, Nita Arbi Yogasworo, Nurul Fatimah, Purwaningtyas Dewantoro, Restu Rinayanti, Rizal Augusta Arifiandanu, Rizki Saputri, Widiani Putri, Wignyo Parasian

Foto Sampul/Foto Ilustrasi: Bramantiyo

Sekretariat: Andi Yoga Trihartanto, Bagus Handoko, Puguh Fajar Triyanto, Suhendi Ery Saputro

Alamat Redaksi: Gedung R.M. Notohamiprodjo, Jalan Dr. Wahidin Raya Nomor 1 Jakarta 10710

Situs Web: www.fiskal.kemenkeu.go.id

Tinjauan Kebijakan Fiskal diterbitkan oleh

Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan,

dengan periode publikasi triwulanan dan

memuat mengenai perkembangan kebijakan

ekonomi, fiskal, dan keuangan terkini.

Edisi III 2019 Foto Sampul : Pasar Kain

Page 3: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi Triwulan II 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 3

TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL Edisi III 2019

Page 4: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

VISI BKF

“Menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan yang antisipatif dan responsif untuk mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera.”

Page 5: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 1

KATA PENGANTAR

rospek perekonomian global ke depan masih lesu dengan tekanan yang makin

tereskalasi. Tensi perang dagang sempat meningkat awal Agustus lalu dan tidak

menunjukkan tanda-tanda rekonsiliasi dalam waktu dekat. Di Indonesia, dinamika

tersebut sudah mulai terlihat dampaknya pada kinerja investasi dan perdagangan

internasional yang belum memenuhi ekspektasi. Namun demikian, Indonesia mampu menjaga

fundamental makroekonominya tetap sehat dengan pertumbuhan ekonomi terutama

konsumsi domestik yang solid, inflasi yang terkendali, perbankan yang stabil, serta arus modal

yang masih mencatatkan net inflow.

Terjaganya kondisi fundamental tersebut harus terus dipertahankan bahkan ditingkatkan

karena kondisi perekonomian global ke depan semakin tidak pasti. Konsumsi sebagai mesin

penggerak pertumbuhan ekonomi harus terus dijaga seiring dengan upaya mendorong

investasi. Kebijakan fiskal dan APBN harus terus didorong sebagai salah satu instrumen untuk

mendukung upaya tersebut hingga terwujudnya stabilitas ekonomi. Hingga Juli 2019, realisasi

APBN masih menunjukkan kinerja penyerapan yang baik dengan tingkat defisit yang masih

terkendali. Ke depannya, Pemerintah akan berfokus pada akselerasi daya saing dan kualitas

SDM melalui instrumen RAPBN 2020.

Mengambil tema Permintaan Domestik Menopang Pertumbuhan Ekonomi, Tinjauan

Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal Edisi III Tahun 2019 ini berusaha untuk memberi ulasan lebih

terhadap kinerja konsumsi domestik Indonesia yang menjadi penopang di tengah

ketidakpastian global. Dalam edisi ini terdapat tinjauan yang mengulas secara khusus strategi

pembiayaan jangka panjang untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu,

juga terdapat boks yang membahas penurunan angka kemiskinan dan fenomena inverted yield

curve di AS.

Tinjauan ini merupakan terbitan triwulanan yang menyajikan data-data dan informasi terkini

mengenai ekonomi makro, sektor keuangan, dan kebijakan fiskal. Diharapkan, materi yang

terangkum dalam tinjauan ini dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dan

masyarakat luas dalam memahami kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal terkini.

P

Page 6: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

2 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah mendukung

kelancaran terbitnya tinjauan ini. Kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat

kami butuhkan untuk perbaikan ke depan. Selamat membaca.

September 2019

Suahasil Nazara

Kepala Badan Kebijakan Fiskal

Page 7: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................................... 1 DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................................ 3 ABREVIASI ........................................................................................................................................................................ 4 SEKILAS PEREKONOMIAN INDONESIA 2019 ................................................................................................. 6 RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................................................................... 7 ANALISIS PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ..................................................................................... 10 A. PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL ............................................................................................... 12 B. PERKEMBANGAN SEKTOR KEUANGAN DAN MONETER INDONESIA ........................... 15 C. PERDAGANGAN INDONESIA .................................................................................................................. 21 D. NERACA PEMBAYARAN INDONESIA ................................................................................................ 23 E. PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II 2019 ............................................... 24 F. INFLASI INDONESIA ..................................................................................................................................... 27 G. KINERJA SEKTOR PERBANKAN INDONESIA ................................................................................. 29 ANALISIS KINERJA APBN & KEBIJAKAN FISKAL .................................................................................. 40 A. ANALISIS KINERJA APBN PER JULI 2019 ......................................................................................... 42 B. RAPBN 2020: AKSELERASI DAYA SAING MELALUI INOVASI DAN KUALITAS SDM

MENUJU INDONESIA MAKMUR 2045 ............................................................................................................. 46 ULASAN KHUSUS: KAJIAN ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN JANGKA PANJANG

MELALUI DANA PENSIUN ..................................................................................................................................... 52 A. LATAR BELAKANG ....................................................................................................................................... 54 B. GAMBARAN UMUM INDUSTRI DANA PENSIUN DI INDONESIA ....................................... 54 C. PERMASALAHAN SAAT INI .................................................................................................................... 54 D. ALTERNATIF KEBIJAKAN ........................................................................................................................ 59 DATA PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO ................................................................. 63 PERBANDINGAN PENYERAPAN APBN MEI 2018 DAN MEI 2019 .................................................... 64

Page 8: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

4 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

ABREVIASI

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

AS : Amerika Serikat

ATMR : Aktiva Tertimbang Menurut Risiko

BI : Bank Indonesia BKF : Badan Kebijakan Fiskal

BOPO : Belanja Operasional terhadap Pendapatan Operasional

BOS : Bantuan Operasional Sekolah

BPJS : Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

BPS : Badan Pusat Statistik

bps : basis points

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CAR : Capital Adequacy Ratio

CHT : Cukai Hasil Tembakau

CPO : Crude Palm Oil

DAU : Dana Alokasi Umum

DJIA : Dow Jones Industrial Average

DJPK : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

DJS : Dana Jaminan Sosial

DN : Dalam Negeri

DPK : Dana Pihak Ketiga

DPLK : Dana Pensiun Lembaga Keuangan

DPPK : Dana Pensiun Pemberi Kerja

DRFI : Disaster Risk Financing and Insurance

7DRR : 7 Days Repo Rate

DTK : Dana Transfer Khusus

DTU : Dana Transfer Umum

FDI : Foreign Direct Investment

FFR : Fed Fund Rate

FOB : Freight on Board

FTSE : Financial Times Stock Exchange

G-20 : Kelompok 20 ekonomi utama

GFC : Global Financial Crisis

GDP : Growth Domestic Product

GWM : Giro Wajb Minimum

HBKN : Hari Besar Keagamaan dan Nasional

HS : Harmonized System

IBS : Industri Manufaktur Besar dan Sedang

ICT : Information and Communications Technology

IHPR : Indeks Harga Properti Residensial

IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan

IKK : Indeks Keyakinan Konsumen

IKNB : Industri Keuangan Non-Bank

IMD : International Institute for Management Development

IMF : International Monetary Fund

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

IPR : Indeks Penjualan Riil

Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja

JHT : Jaminan Hari Tua

JP : Jaminan Pensiun

K/L : Kementerian/Lembaga

KI : Kredit Investasi

KIP : Kartu Indonesia Pintar

KK : Kredit Konsumsi

KLCI : Kuala Lumpur Composite Index

KMK : Kredit Modal Kerja

KN : Kekayaan Negara

KND : Kekayaan Negara Dipisahkan

KPSH : Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga

LCC : Low Cost Carrier

LDR : Loan to Deposit Ratio

LNPRT : Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga

Page 9: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 5

Migas : Minyak dan Gas

MODI : Minerba One Data Indonesia

MSCI : Morgan Stanley Capital International

mtd : month-to-date

NBER : National Bureau of Economic Research

NIM : Net Interest Margin

NPI : Neraca Pembayaran Indonesia

NPI : Nickel Pig Iron

NPL : Non-Performing Loan

NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak

OECD : Organisation for Economic Co-operation and Development

OJK : Otoritas Jasa Keuangan

OP : Orang Pribadi

PARB : Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana

PDB : Produk Domestik Bruto Pemda : Pemerintah Daerah

PHK : Pemutusan Hubungan Kerja

PIBC : Pasar Induk Beras Cipinang

PICE-BT : Penerbitan Impor, Cukai, dan Ekspor Berisiko Tinggi

PKH : Program Keluarga Harapan

PMA : Penanaman Modal Asing

PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri

PMI : Purchasing Managers’ Index PMK : Peraturan Menteri Keuangan

PMTB : Pembentukan Modal Tetap Bruto

PNBP : Pendapatan Negara Bukan Pajak

PNS : Pegawai Negeri Sipil

POLRI : Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia

PPh : Pajak Penghasilan

PPN : Pajak Pertambahan Nilai

PT : Perseroan Terbatas

qoq : quarter on quarter

RAPBN : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

RHS : Right Hand Side

RIT : Rencana Investasi Tahunan

RMB : Renminbi

ROA : Return on Asset

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

RT : Rumah Tangga

S&P : Standard & Poor

SBN : Surat Harga Berharga

SD : Sekolah Dasar

SDA : Sumber Daya Alam

SDM : Sumber Daya Manusia

SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional

SET : Stock Exchange of Thailand

SMA : Sekolah Menengah Atas

SML : Special Mention Loan

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SPI OJK : Statistik Perbankan Indonesia Otoritas Jasa Keuangan

SPT : Surat Pemberitahuan Tahunan

STI : Straight Times Index

TEKF : Tinjauan Ekonomi, Keuangan dan Fiskal

The Fed : The Federal Reserves

TKDD : Transfer ke Daerah dan Dana Desa

TMF : Transaksi Modal dan Finansial

TNI : Tentara Nasional Indonesia

UE : Uni Eropa

UEA : Uni Emirat Arab

UK : United Kingdom

ULN : Utang Luar Negeri

US : United States

USD : United States Dollar

UU : Undang-Undang

WTI : West Texas Intermediate

yoy : year-on-year

ytd : year-to-date

Page 10: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

6 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

SEKILAS PEREKONOMIAN INDONESIA 2019

USD123,8 miliar

Rp14.237 Nilai Tukar per 30 Agustus

6.328 IHSG per 30 Agustus

3,49% 5,05%

5,39% Inflasi Agustus (yoy) Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II (yoy)

I

Pertumbuhan Konsumsi RT & LNPRT Triwulan II (yoy)

5,01% Pertumbuhan Investasi Triwulan II (PMTB)

(yoy)

5,5% BI 7 Days Reverse Repo Rate (DRR) per 30 Agustus

-8,0% Pertumbuhan Ekspor per Juli (ytd) Pertumbuhan Impor per Juli (ytd)

-9,0%

7,9% Pertumbuhan Belanja per Juli

Defisit Transaksi Berjalan terhadap PDB Triwulan II

3,04%

1,14%

Cadangan Devisa Triwulan II

Rp25,1triliun Defisit APBN terhadap PDB per Juli Defisit Primary Balance per Juli

Page 11: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 7

RINGKASAN EKSEKUTIF

ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang

melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi perang dagang meningkat

setelah Pemerintah AS kembali meningkatkan tarif impor sebesar 10 persen atas impor

Tiongkok senilai USD300 miliar. Pemerintah AS juga memberikan label currency

manipulator seiring dengan terjadinya pelemahan mata uang Yuan hingga melewati level

RMB7 untuk pertama kalinya sejak 2008, yang dianggap sebagai sebuah langkah disengaja

untuk mendorong daya saing Tiongkok. Berlanjutnya perang dagang dan indikasi ke arah

perang mata uang mendapat respon negatif di pasar keuangan global. Perang dagang juga

semakin menciptakan risiko pada prospek perekonomian AS dan Tiongkok yang sama-sama

menghadapi perlambatan. Kekhawaritan akan terjadinya resesi pada perekonomian AS

bahkan tercermin pada pembalikan kurva imbal hasil (inverted yield curve).

Meskipun di tengah ketidakpastian global, hingga Agustus 2019, pasar keuangan Indonesia

mencatatkan kinerja cukup positif. IHSG tercatat tumbuh sebesar 2,16 persen (ytd, 30 Agustus

2019) dengan dana asing tercatat masuk sebesar Rp59,25 triliun. Sementara itu di pasar Surat

Berharga Negara (SBN), imbal hasil (yield) untuk tenor 10 tahun generik turun sebesar 69 bps

dengan dana asing yang masuk mencapai Rp116,35 triliun. Perkembangan positif tersebut

menopang kinerja nilai tukar Rupiah yang terapresiasi terapresiasi sebesar 1,7 persen (ytd)

hingga Agustus 2019. Guna memberikan stimulasi pada aktivitas perekonomian domestik BI

telah menurunkan suku bunga acuan 7DRR masing-masing sebesar 25 bps pada bulan Juli,

Agustus dan September.

Tingkat permintaan global yang lemah turut memberi imbas pada kinerja perdagangan

internasional Indonesia. Sampai dengan Juli 2019, ekspor Indonesia masih mencatatkan

pertumbuhan negatif sebesar -8,02 persen (ytd). Di sisi lain, pertumbuhan impor juga masih

terkontraksi 9,00 persen (ytd). Dalamnya kontraksi impor disebabkan oleh penurunan impor

migas seiring dengan kebijakan Pemerintah untuk memanfaatkan minyak domestik serta

terbatasnya pertumbuhan kinerja industri dan pertambangan. Dengan perkembangan

tersebut, neraca perdagangan hingga Juli 2019 masih mencatatkan defisit sebesar USD1,90

miliar. Kinerja perdagangan internasional yang belum optimal turut berkontribusi pada

pelebaran defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2019 pada tingkat 2,6 persen terhadap PDB.

Meski demikian kondisi eksternal tetap terjaga ditandai dengan cadangan devisa yang

memadai untuk memenuhi kebutuhan 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri

Pemerintah.

T

Page 12: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

8 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih sangat stabil ditandai oleh pertumbuhan PDB

yang pada triwulan II tahun 2019 tercatat sebesar 5,05 persen (yoy) serta inflasi yang

terkendali pada sasarannya. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh kuatnya kinerja

konsumsi dan dukungan kebijakan belanja Pemerintah yang countercyclical. Tekanan dari

kondisi perekonomian global dan tren penurunan harga komoditas berdampak pada moderasi

kinerja investasi dan pertumbuhan negatif perdagangan internasional. Dari sisi produksi,

kinerja seluruh sektor tumbuh positif, kecuali sektor pertambangan dan penggalian.

Pertumbuhan ekonomi didukung inflasi yang stabil dan berada pada tingkat 2,48 persen (ytd)

atau 3,49 persen (yoy) pada Agustus 2019. Di sisi lain, kinerja industri perbankan Indonesia

terpantau stabil dengan dukungan pertumbuhan aset yang solid dan kinerja intermediasi yang

positif.

Kinerja fiskal dan APBN positif ditandai oleh pertumbuhan positif pada hampir semua

komponen APBN hingga Juli 2019. Pendapatan negara mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,9

persen (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Sementara itu, belanja negara tercatat tumbuh sebesar 7,9 persen (yoy) antara lain didukung

peningkatan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang tumbuh 5,9 persen

(yoy). Dengan risiko global yang semakin meningkat, Pemerintah menerapkan strategi front

loading sehingga pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 10,5 persen (yoy). Pemerintah juga terus

melanjutkan strategi pembiayaan dengan risiko minimal dan terkendali, salah satunya dengan

mengoptimalkan pembiayaan dalam negeri. Meski demikian, dampak dari tekanan global turut

mempengaruhi beberapa komponen seperti penerimaan yang bersumber dari impor dan

komoditas.

Dalam rangka akselerasi daya saing Pemerintah mendorong inovasi dan peningkatan

kualitas sumber daya manusia, termasuk melalui dukungan yang optimal dari kebijakan

fiskal dan APBN di 2020. Pemerintah akan mengedepankan program spending better dalam

rangka peningkatan belanja negara yang lebih berkualitas yang fokus pada program-program

yang memiliki efek pengganda bagi perekonomian nasional. Untuk mendukung program

tersebut, Pemerintah akan melakukan upaya mobilisasi pendapatan Negara yang inovatif, baik

dari sisi perpajakan maupun PNBP. Namun, upaya mobilisasi pendapatan Negara dilakukan

dengan tetap memperhatikan dunia usaha dan kelestarian lingkungan. Defisit RAPBN 2020

ditetapkan sebesar Rp307,2 triliun atau 1,76 persen terhadap PDB. Rasio utang pemerintah juga

akan dijaga pada tingkat yang aman, yakni dibawah 30 persen, atau jauh di bawah tingkat

utang negara-negara lain di dunia.

Dalam rangka mendukung pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan, Pemerintah

juga terus mendorong optimalisasi dana pensiun. Untuk dapat memaksimalkan dana kelolaan

dana pensiun sebagai sumber pembiayaan jangka panjang, secara garis besar opsi perbaikan

yang dilakukan adalah melalui optimalisasi pengelolaan aset dana pensiun serta perbaikan

sistem pensiun. Dengan melakukan opsi perbaikan optimalisasi pengelolaan dana pensiun

berupa perubahan pengukuran kinerja manajemen dan meminimalisasi penarikan dana

pensiun sebelum usia pensiun, simulasi menunjukkan bahwa terdapat potensi dana jangka

panjang sebesar Rp226 triliun. Ulasan lengkap mengenai topik ini terdapat pada Bab III TEKF

ini.

Page 13: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 9

Page 14: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

10 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

ANALISIS PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

BAGIAN I

Page 15: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 11

Page 16: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

12 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

A. PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL

Ketidakpastian di perekonomian global kembali meningkat yang diakibatkan oleh berbagai

gejolak, terutama perang dagang. Tensi perang dagang kembali tereskalasi akibat pernyataan

Presiden AS yang akan menaikkan tarif tambahan 10 persen atas impor senilai USD300 miliar

dari Tiongkok pada awal Agustus lalu. Tarif tambahan ini rencananya mulai diberlakukan pada

bulan September, meskipun pada akhirnya dilakukan penundaan hingga Desember untuk

beberapa komoditas barang. Tiongkok telah merencanakan untuk melakukan balasan dengan

menaikkan tarif impor dari AS senilai USD75 miliar. Berlanjutnya perang dagang menciptakan

gejolak secara global dan merupakan sebuah langkah mundur dari pertemuan Pemerintah AS

dan Tiongkok sebelumnya dalam forum G-20 Osaka.

Grafik 1. (a) Pergerakan Mata Uang Yuan hingga 30 Agustus 2019; (b) Pergerakan Indeks Saham Negara Berkembang dan Negara Maju (MSCI Stock Index)

(a)

(b)

Sumber: Bloomberg

Ketidakpastian yang tercipta pada perekonomian global semakin meningkat setelah Yuan

mengalami pelemahan yang cukup dalam hingga melewati batas RMB7, pertama kalinya

sejak Mei 2008. Pemerintah AS merespon dengan tuduhan bahwa pelemahan Yuan tersebut

merupakan manipulasi untuk meningkatkan daya saing ekspor Tiongkok. Pemerintah AS

memberikan label “currency manipulator” pada Tiongkok yang dapat berujung pada

diberikannya hambatan perdagangan tambahan bagi Tiongkok. AS melihat bahwa Tiongkok

memenuhi tiga kriteria sebagai currency manipulator, yakni surplus transaksi berjalan yang

tinggi, surplus perdagangan dengan AS yang signifikan, serta melakukan intervensi satu arah

di pasar valuta asing.

Berlanjutnya perang dagang dan indikasi ke arah perang mata uang mendapat respon negatif

di pasar keuangan global. Pasar saham global, baik di negara maju maupun berkembang,

sempat mengalami penurunan nilai secara tajam, seperti yang tercermin pada pergerakan MSCI

Stock Index. Mata uang beberapa negara berkembang mengalami depresiasi seiring dengan

keluarnya arus modal dari pasar keuangan negara berkembang. Tingginya gejolak juga

mendorong peningkatan permintaan pada safe haven assets, seperti emas dan Yen Jepang.

Selama Juli-Agustus, harga emas global meningkat sebanyak 10,4 persen, sementara Yen

mengalami apresiasi sebesar 1,5 persen.

5,5

6

6,5

7

7,5

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

850

900

950

1000

1050

1100

1150

1700

1800

1900

2000

2100

2200

2300

Jan-19

Feb-19

Mar-19

Apr-19

May-19

Jun-19

Jul-19

Aug-19

Negara Berkembang

Negara Maju (RHS)

Page 17: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 13

Grafik 2. (a) Harga Emas (USD/Troy Ons) Hingga 30 Agustus 2019; (b) Imbal Hasil Surat Berharga Pemerintah AS

(a) (b)

Sumber: Bloomberg

Isu perang dagang memberikan tekanan tambahan pada prospek ekonomi Tiongkok dan AS,

serta global. Di tengah berlanjutnya moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok, perang dagang

menciptakan tambahan risiko bagi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada

triwulan II 2019 berada di tingkat 6,2 persen (yoy), atau melemah dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 6,4 persen (yoy). Kinerja perdagangan internasional Tiongkok masih lemah

dan indeks manufaktur (Purchasing Manager Index) berada pada level kontraksi. Dalam

proyeksi IMF, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini diperkirakan akan berada di tingkat

6,2 persen (yoy), dan melambat ke tingkat 6,0 persen (yoy) di 2020.

Grafik 3. (a) PMI Manufaktur Global; (b) PMI Manufaktur Negara Maju Hingga Juli 2019

(a) (b)

Sumber: Bloomberg

Di sisi lain, perekonomian AS juga sedang menghadapi banyak tantangan, termasuk adanya

ancaman resesi seperti yang ditunjukkan oleh kurva imbal hasil yang berbalik (inverted yield

curve). Inverted yield curve adalah kondisi dimana tingkat imbal hasil dimana surat berharga

Pemerintah AS (US Treasury) bertenor pendek berada pada tingkat yang lebih tinggi

dibandingkan tenor jangka panjang, sedangkan dalam kondisi normal terjadi sebaliknya. Hal

1000

1200

1400

1600

Jan-18

Apr-18

Jul-18

Oct-18

Jan-19

Apr-19

Jul-19 0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

1M3M6M12M2Y3Y5Y7Y10Y 15Y 20Y 30Y

31-Des-16

31-Des-17

49,3

46

48

50

52

54

56

Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul

2017 2018 2019

PMI Manufacture Index Limit

40

45

50

55

60

65

Jan

Mar

Mei Ju

l

Sep

Nov Ja

n

Mar

Mei Ju

l

Sep

Nov Ja

n

Mar

Mei Ju

l

2017 2018 2019

AS Uni EropaInggris JepangEkspansi ≥ 50

Page 18: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

14 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

ini umumnya terjadi ketika pasar memperkirakan akan ada pelemahan ekonomi dalam waktu

dekat, sehingga fenomena ini sering dijadikan tolok ukur terjadinya resesi dalam

perekonomian. Beberapa resesi ekonomi AS terdahulu selalu diawali oleh kondisi inverted yield

curve pada jangka waktu 12 bulan sebelum resesi terjadi. Beberapa indikator ekonomi AS

menunjukkan tanda-tanda perlambatan, seperti pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2019

yang berada pada tingkat 2,3 persen (yoy). PMI manufaktur juga menunjukkan perlambatan

sementara ekspor telah terkontraksi sejak April 2019. Kondisi perekonomian yang

menunjukkan pelemahan mendorong The Fed melakukan penurunan suku bunga acuan

sebesar 25 bps menjadi 2-2,5 persen pada Juli 2019. Pasar memperkirakan The Fed akan kembali

melakukan penurunan suku bunga acuan dalam waktu dekat.

Pelemahan aktivitas riil terjadi secara luas di banyak negara maju. Indeks manufaktur di

Inggris, Uni Eropa, dan Jepang telah menunjukkan kontraksi di tengah rendahnya

permintaan dan perdagangan global. Jerman menjadi salah satu negara besar di kawasan

Eropa yang menghadapi tekanan di sektor manufaktur. Indeks PMI manufaktur merosot tajam

ke tingkat 40,5 atau yang terendah sejak krisis keuangan global dan krisis utang Eropa. Selain

akibat permintaan global yang rendah, tekanan di sektor manufaktur Jerman juga sebagai

imbas dari kebijakan pengetatan emisi untuk industri otomotif. Seiring dengan kondisi industri

manufaktur di beberapa negara maju yang juga mengalami kontraksi, PMI manufaktur global

pun pada akhirnya tergerus ke tingkat di bawah 50 pada bulan Juli 2019.

Grafik 4. Indeks Harga Komoditas

Sumber: Bloomberg

Di tengah situasi pelemahan ekonomi, pembuat kebijakan di negara maju diperkirakan akan

mempertahankan kebijakan ekonomi ekspansif. Bank Sentral Eropa (European Central Bank/

ECB) telah mengeluarkan paket kebijakan yang antara lain kembali meluncurkan quantitative

easing melalui pembelian surat utang surat berharga sebesar EUR20 miliar per bulan yang akan

dilakukan mulai November 2019. Selain itu, suku bunga deposito diturunkan dari -0,4 persen

menjadi -0,5 persen. ECB juga menyatakan suku bunga akan dipertahankan pada tingkat saat

ini atau lebih rendah, hingga inflasi mencapai target institusi dan kondisi ekonomi membaik.

Saat ini inflasi di Eropa masih berada di bawah tingkat 2 persen.

Penurunan yang terjadi pada aktivitas perekonomian global dan perlambatan permintaan

juga berimbas pada rendahnya harga-harga komoditas. Secara umum indeks harga komoditas

60

80

100

120

140

160

Jan-

17Fe

b-17

Mar

-17

Apr-

17M

ay-1

7Ju

n-17

Jul-

17Au

g-17

Sep-

17Oc

t-17

Nov

-17

Dec-

17Ja

n-18

Feb-

18M

ar-1

8Ap

r-18

May

-18

Jun-

18Ju

l-18

Aug-

18Se

p-18

Oct-

18N

ov-1

8De

c-18

Jan-

19Fe

b-19

Mar

-19

Apr-

19M

ay-1

9Ju

n-19

Jul-

19Au

g-19

Indeks Harga Komoditas Global Makanan dan Pertanian LogamMinyak Mentah Dunia Batu Bara

Page 19: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 15

global mengalami penurunan pada periode Juli-Agustus khususnya minyak mentah dan

pertanian. Harga minyak yang sempat meningkat akibat peningkatan ketegangan AS dan Iran,

kembal mengalami penurunan di tengah permintaan yang menurun serta komitmen AS untuk

mempertahankan produksi pada level tinggi. Harga komoditas pertanian turun sebagai akibat

dari penguatan dolar AS di tengah tekanan perang dagang yang membuat harga komoditas

pertanian AS tidak kompetitif. Di sisi lain, harga batu bara global sedikit mengalami kenaikan,

meskipun secara umum masih rendah, yang terdorong oleh peningkatan impor batu bara oleh

Tiongkok dan penurunan produksi di AS. Harga nikel juga mengalami kenaikan yang cukup

signifikan seiring dengan adanya rencana pelarangan ekspor nikel mentah oleh Indonesia

sebagai eksportir terbesar di dunia.

B. PERKEMBANGAN SEKTOR KEUANGAN DAN MONETER INDONESIA

Perkembangan Aliran Modal Asing

Hingga Agustus 2019, pasar keuangan Indonesia mencatatkan kinerja cukup positif. IHSG

tercatat tumbuh sebesar 2,16 persen (ytd, 30 Agustus 2019) dengan dana asing tercatat masuk

sebesar Rp59,25 triliun. Sementara itu di pasar SBN, yield SBN tenor 10 tahun generik turun

sebesar 69 bps dengan dana asing yang masuk mencapai Rp116,35 triliun. Dengan demikian,

jumlah agregat dana asing yang masuk ke pasar modal Indonesia selama periode tersebut

mencapai Rp175,59 triliun. Kuatnya aliran modal yang masuk ke pasar keuangan dalam negeri

menggambarkan persepsi investor yang positif terhadap pasar keuangan dan perekonomian

Indonesia.

Grafik 5. Aliran Dana Asing di Pasar Modal sampai dengan 30 Agustus 2019 (Ytd)

Sumber: Bloomberg, CEIC, diolah

Perkembangan Kinerja IHSG dan Bursa Saham Global Sepanjang tahun 2019, hampir seluruh bursa saham di seluruh dunia menguat. Penguatan

tertinggi dialami oleh indeks S&P 500 dan indeks Shanghai Tiongkok yang masing-masing

menguat sebesar 16,7 dan 15,7 persen (ytd) sejak awal tahun. Sementara itu, terdapat 3 bursa

saham yang mengalami pelemahan sepanjang tahun 2019, yaitu Kospi Korea, Hangseng

87,76

27,10 47,66 53,31

137,52 97,17

107,29

170,34

57,10 116,35

22,85

25,66 15,88

(20,65)

45,09

(22,70)

16,27

(39,10) (49,89)

59,25

(100)

(50)

-

50

100

150

200

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019*

Rp tr

iliun

SBN Saham Total

Page 20: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

16 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Hongkong, dan KLCI Malaysia, masing-masing melemah sebesar 3,6 persen, 0,5 persen, dan 4,6

persen (ytd).

Grafik 6. Kinerja Pasar Saham Global sampai dengan 30 Agustus 2019 (% Ytd)

Sumber: Bloomberg, diolah

Perkembangan Sektoral IHSG

Sebagian besar sektor IHSG selama

tahun 2019 mencatatkan kinerja yang

positif, khususnya sektor infrastruktur

dan konstruksi serta properti.

Beberapa sektor lain yang menopang

kinerja positif IHSG adalah keuangan,

perdagangan, dan industri dasar.

Namun, sektor barang konsumsi, aneka

industri, pertambangan, pertanian, dan

manufaktur mengalami tekanan secara

kumulatif di tahun 2019.

Sektor Keuangan

Indeks sektor keuangan pada Agustus

2019 tercatat tumbuh negatif sebesar

4,54 persen (mtm), namun secara

agregat hingga Agustus 2019 kinerjanya masih positif (naik 7,79 persen). Hal ini tercermin

pada kinerja lembaga jasa keuangan yang tumbuh positif pada Juli 2019, antara lain kredit

perbankan yang mencatatkan pertumbuhan 9,58 persen (yoy), Dana Pihak Ketiga (DPK)

perbankan tumbuh sebesar 8,04 persen (yoy), serta Rasio Non-Performing Loan (NPL) perbankan

sebesar 2,55 persen. Pada triwulan III 2019, pertumbuhan kredit perbankan diprediksi akan

meningkat, didorong oleh optimisme terhadap kondisi ekonomi yang menguat serta kondisi

politik yang lebih stabil pasca Pemilu.

7,1%

13,2%

16,7%

2,1%

-3,6%

15,7%

-0,5%

3,4%

5,8%

1,2%

-4,6%

2,2%

-10,0% -5,0% 0,0% 5,0% 10,0% 15,0% 20,0%

FTSE 100

DJIA

S&P 500

MSCI Asia Exc. Jepang

Kospi Korea

Shanghai Tiongkok

Hangseng Hongkong

Nikkei 225 Jepang

SET Thailand

STI Singapura

KLCI Malaysia

IHSG

Tabel 1. Kinerja Pasar Saham Global sampai dengan 30 Agustus 2019 (mtm)

Sektor May Jun Jul Aug Ytd.*

IHSG -3,81 2,41 0,50 -0,97 2,16

Keuangan -3,96 4,23 1,37 -4,54 7,79

Barang Konsumsi -2,67 -2,12 -1,64 1,86 -6,63

Infrastruktur -1,46 5,25 -0,70 2,03 15,22

Perdagangan -3,50 0,80 1,55 -2,30 2,04

Industri Dasar -6,81 2,08 7,73 5,59 4,57

Konstruksi dan Properti -5,67 6,25 2,28 0,12 11,56

Aneka Industri -2,24 0,09 -4,13 -4,14 -14,89

Pertambangan -7,30 4,01 -4,64 -1,47 -8,81

Pertanian -2,94 0,58 -3,32 0,03 -13,21

Manufaktur -3,68 -0,70 0,37 1,95 -5,16

Sumber: Bloomberg, diolah

Page 21: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 17

Sektor Barang Konsumsi

Kinerja indeks sektor konsumsi mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 6,63 persen (ytd).

Namun, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juli 2019 berada pada level optimis, yaitu sebesar

124,8. Optimisme ini ditopang oleh ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan

yang membaik. Sementara itu, penjualan eceran pada Juni 2019 menurun 1,8 persen (yoy) dari

bulan sebelumnya. Penurunan itu terutama terjadi pada kelompok Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor dan kelompok Barang Budaya dan Rekreasi sejalan dengan normalnya pola konsumsi

masyarakat pasca bulan Ramadan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Kinerja saham sektor

konsumsi diperkirakan masih tetap positif karena RAPBN 2020 akan lebih fokus untuk

menopang daya beli masyarakat.

Sektor Infrastruktur

Indeks sektor infrastruktur tercatat tumbuh positif sebesar 15,22 persen (ytd) sepanjang

periode Januari-Agustus 2019. Penguatan pada indeks infrastruktur tidak lepas dari kontribusi

subsektor telekomunikasi dan transportasi yang disebabkan tingginya ekspansi di bidang

transportasi, seperti produsen mobil yang masuk ke Indonesia. Namun, utang tinggi pada

perusahaan infrastruktur menjadikan sektor ini paling rentan jika currency dan trade war terus

berlanjut. Hal tersebut membuat perbankan mulai selektif dalam memberikan pembiayaan dan

mewaspadai sektor-sektor yang dinilai berisiko.

Sektor Konstruksi dan Properti

Indeks sektor konstruksi dan properti mencatatkan kinerja positif sebesar 11,56 persen (ytd).

Kinerja sektor ini terjaga positif meskipun sebagian besar emiten konstruksi membukukan

penurunan pendapatan pada semester I 2019. Selain itu, Survei Harga Properti Residensial BI

mengindikasikan perlambatan kenaikan harga properti residensial pada triwulan II 2019.

Namun, keberhasilan sektor ini tetap tumbuh positif disebabkan solusi Pemerintah untuk

mendorong dan memfasilitasi perusahaan BUMN dalam membangun hunian terjangkau bagi

masyarakat.

Industri Pertambangan

Pada periode Januari hingga Agustus, sektor ini mencatatkan kinerja sebesar negatif 8,81

persen (ytd). Pelemahan pada sektor pertambangan ini didorong oleh sentimen negatif dari

faktor eksternal, yaitu penguatan dolar AS yang membuat harga komoditas global tertekan

serta dampak perang dagang antara AS-Tiongkok yang masih terus berlanjut. Selain itu,

Pemerintah membuat kebijakan ekspor bijih nikel yang akan dihentikan secara efektif per 1

Januari 2020. Salah satu alasannya adalah untuk menjaga cadangan dalam rangka memenuhi

potensi kebutuhan domestik serta mempertimbangkan terus bertambahnya smelter nikel yang

mulai beroperasi di Indonesia. Hal ini diperkirakan berdampak pada penurunan pasokan bijih

nikel global akibat penurunan produksi Nickel Pig Iron (NPI/feronikel berkadar rendah),

terutama ke Tiongkok. Oleh karena itu, sektor pertambangan perlu mendapat perhatian khusus

terkait dengan tingginya resiko potensi pelemahan ekonomi yang terjadi di Tiongkok.

Sektor Pertanian/Perkebunan

Page 22: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

18 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Sektor ini mengalami pertumbuhan negatif sebesar 13,21 persen (ytd) sepanjang Januari

hingga Agustus 2019. Hal ini dipengaruhi oleh keputusan UE yang mengumumkan bahwa

bahan bakar biofuel yang menggunakan minyak kelapa sawit (CPO) diberikan label

unsustainable atau tidak berkelanjutan. Namun, sektor ini tetap mampu memberikan

kontribusi, yaitu melalui peningkatan PDB sebesar 5,41 persen di luar sektor Kehutanan dan

Perikanan pada triwulan II 2019. Peningkatan tersebut merupakan keberhasilan Pemerintah

dalam meningkatkan produksi pertanian, khususnya pada subsektor tanaman pangan,

holtikultura, perternakan, dan perkebunan.

Industri Manufaktur

Indeks sektor manufaktur tercatat tumbuh negatif sebesar 5,16 persen (ytd) hingga Agustus

2019. Hal tersebut sejalan dengan pelemahan pada PMI manufaktur Indonesia yang disebabkan

turunnya permintaan baik dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah, BI serta OJK telah

menyepakati enam langkah strategis yang akan ditempuh guna memperkuat kinerja industri

manufaktur yang terkait tentang 1) peningkatan infrastruktur; 2) permudahan perizinan; 3)

peningkatan produktivitas industri; 4) mendukung kelancaran sistem pembayaran

perdagangan internasional; 5) mendorong green financing; dan 6) memfasilitasi negosiasi untuk

menjadi pemasok merk global. Selain itu, disepakati pula strategi pengembangan industri

manufaktur yang didukung keterlibatan aktif pelaku industri.

Perkembangan Pasar SBN

Grafik 7. Perkembangan Yield Curve SBN 2019 (Ytd)

Sumber: Bloomberg (diolah)

Di pasar SBN, yield SBN tenor 10 tahun generik turun sebesar 27 bps selama triwulan II 2019

dan turun 4 bps pada triwulan III 2019 (per 30 Agustus). Setelah mencatatkan peningkatan

pada triwulan II 2019, aliran modal asing kembali masuk ke pasar SBN Indonesia sepanjang Juli-

Agustus 2019 (Rp20,84 triliun). Di sisi lain, kepemilikan investor non residen atas SBN tercatat

sebesar Rp1.009,60 triliun atau sebesar 38,45 persen dari total SBN yang dapat diperdagangkan

per 30 Agustus 2019.

Grafik 8. Kepemilikan SBN 2017 – 2018 (a) Desember 2018; (b) Agustus 2019

(150)

(50)

50

150

250

4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00

10,00

0,1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

pers

en

tenor, tahun

Perubahan yield ytd (bps, rhs) 28-Dec-18 28-Jun-19 30-Aug-19

Page 23: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 19

(a) (b)

Sumber: DJPPR (diolah)

Turunnya imbal hasil dari surat berharga tenor 10 tahun berdampak pada pasar SBN

Indonesia. Volume perdagangan tercatat sebesar Rp2.625,62 triliun (23,16 persen dibeli oleh

bank dan 69,74 persennya oleh non-bank). Di sisi lain, BI tercatat membeli SBN sebesar

Rp230,75 triliun pada akhir triwulan II 2019 dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah dan ini

membuat kepemilikan BI naik per 30 Agustus 2019 (dari 6,08 persen ke 7,10 persen dalam

periode yang sama). Hal ini tidak terlepas dari operasi moneter BI untuk mempertahankan nilai

Grafik 9. Jumlah Obligasi Korporasi yang Beredar – s.d. akhir Agustus 2019

Sumber: KSEI (diolah)

tukar Rupiah melalui pengendalian suplai Rupiah di pasar. Selanjutnya, di pasar primer, rata-rata

penawaran/incoming bid yang masuk selama lelang 2019 tercatat sebesar Rp36,18 triliun. Hal ini

diikuti aktivitas penghimpunan dana dari masyarakat melalui penerbitan surat utang oleh

korporasi yang mengalami pertumbuhan selama 2019.

Perkembangan Rupiah dan Moneter

Grafik 10. Perkembangan Suku Bunga Acuan AS dan Indonesia (%)

Bank20%

BI11%

Reksadana5%Asuransi

8%

Asing38%

Dana Pensiun

9%

Perorangan3%

Lainnya6% Bank

23%

BI7%

Reksadana5%

Asuransi8%

Asing39%

Dana Pensiun

9%

Perorangan3%

Lainnya6%

LembagaKeuanganNonbank

Bank Telekomunikasi EnergiKonstruksibangunan

Properti danReal Estate

Kertas

Ags 19 156,68 143,64 37,75 32,55 22,37 18,89 17,26

Jun 19 147,69 142,34 33,37 28,34 22,13 18,51 17,26

Ags 18 151,54 139,67 30,62 5,33 12,01 16,77 12,95

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

Rp tr

iliun

Page 24: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

20 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Sumber: Bloomberg

Pergerakan nilai tukar masih dipengaruhi oleh ketidakpastian pada perekonomian global.

Ketidakpastian tersebut antara lain disebabkan eskalasi perang dagang yang terjadi antara AS

dan Tiongkok. Perang dagang tersebut mengakibatkan arus modal mengalir menuju safe haven

assets dan memberikan tekanan terhadap mata uang negara berkembang. Faktor lain yang

menyebabkan ketidakpastian yakni perubahan arah kebijakan The Fed. Untuk pertama kali

sejak tahun 2008, The Fed menurunkan suku bunga acuannya guna mendorong perekonomian

domestik AS. Padahal, The Fed sebelumnya diperkirakan akan melakukan normalisasi dengan

menaikkan suku bunganya di tahun 2019.

Grafik 11. Perkembangan Nilai Tukar (a) %, Ytd 30 Agustus 2019; (b) %, Mtd 30 Agustus 2019

(a) (b)

Keterangan: Depresiasi Apresiasi

Sumber: Bloomberg

BI juga mulai melakukan pelonggaran kebijakan moneter untuk lebih akomodatif terhadap

pertumbuhan ekonomi domestik. Pada bulan Juli, Agustus, dan September BI menurunkan

suku bunga acuan 7DRR masing-masing sebesar 25 bps. Saat ini, suku bunga 7DRR tercatat

berada pada level 5,25 persen (Grafik 10). Langkah-langkah tersebut ditempuh dengan

mempertimbangkan dinamika perekonomian dunia dan perkiraan inflasi dalam negeri yang

masih terjaga pada level yang cukup rendah dan stabil. Selain itu, sejak 1 Juli, BI juga

memberlakukan ketentuan penurunan GWM sebesar 50 bps untuk menjaga kecukupan

2

5,25

0

2

4

6

8

Apr-16 Aug-16 Dec-16 Apr-17 Aug-17 Dec-17 Apr-18 Aug-18 Dec-18 Apr-19 Aug-19

FFR 7DDR

-80 -60 -40 -20 0 20

ArgentinaTurkiKorselBrazilTiongkokIndiaSingapuraMalaysiaVietnamFilipinaIndonesiaJepangRusiaEropaThailand

-40 -30 -20 -10 0 10

Page 25: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 21

likuiditas sistem keuangan dalam rangka memberikan dorongan bagi ekspansi kredit

perbankan.

Dengan berbagai dinamika tersebut, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS per 31 Agustus

2019 tercatat sebesar Rp14.237 atau terapresiasi sebesar 1,7 persen (ytd) dibandingkan dengan

akhir tahun 2018. Kinerja nilai tukar Rupiah tersebut relatif lebih baik dibandingkan mata

uang negara berkembang yang didorong oleh kenaikan peringkat utang Indonesia oleh S&P

pada akhir Mei 2019 dan kenaikan peringkat daya saing Indonesia berdasar IMD World

Competitiveness Ranking 2019. Sementara itu, pembelian neto SBN oleh asing pada kurun

waktu Juni-Agustus tercatat mencapai Rp59,4 triliun dan di pasar saham juga tercatat net beli

oleh asing sebesar Rp1,8 triliun.

C. PERDAGANGAN INDONESIA

Sampai dengan Juli 2019, ekspor Indonesia tercatat sebesar USD95,79 miliar dan masih

mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar -8,02 persen (ytd). Kondisi tersebut dipengaruhi

oleh perkembangan harga yang cenderung tidak stabil serta penurunan permintaan dari

negara mitra dagang. Harga komoditas seperti batu bara, palm oil dan kernel oil hingga Juli masih

menunjukan tren yang menurun dan hal ini telah berdampak pada terkontraksinya kinerja

ekspor non-migas Indonesia. Hingga Juli 2019, ekspor non-migas tumbuh negatif 6,58 persen

(ytd), sementara ekspor migas terkontraksi sebesar 21,77 persen (ytd). Kondisi ini sejalan dengan

masih berlanjutnya kebijakan pemenuhan kebutuhan migas domestik.

Secara sektoral, ketiga sektor ekspor non-migas masih terkontraksi. Kontraksi terdalam

dialami oleh sektor pertambangan (-17,09 persen, ytd) diikuti oleh sektor manufaktur (-4,28

persen, ytd) dan sektor pertanian (-0,16 persen, ytd). Meskipun terkontraksi, sektor manufaktur

dan sektor pertanian menunjukkan perbaikan. Perbaikan kinerja ekspor sektor pertanian

terutama ditopang oleh meningkatnya ekspor tanaman obat, aromatik dan rempah-rempah

(HS09). Sementara itu, positifnya ekspor pakaian jadi bukan rajutan (HS62) telah mendorong

perbaikan pada ekspor sektor manufaktur. Harga komoditas pertambangan yang masih berada

dalam tren menurun telah berimbas pada kinerja ekspor sektor pertambangan, terutama

ekspor bijih, kerak dan abu logam (HS26) serta bahan bakar mineral (HS27).

Di sisi lain, pertumbuhan impor juga masih terkontraksi, lebih dalam dibandingkan

komponen ekspor. Sampai dengan Juli 2019, impor tercatat sebesar USD97,68 miliar dan

terkontraksi 9,00 persen (ytd). Dalamnya kontraksi impor disebabkan oleh penurunan impor

migas seiring dengan kebijakan Pemerintah untuk memanfaatkan minyak domestik serta

terbatasnya pertumbuhan kinerja industri dan pertambangan. Hal ini berdampak pada

menurunnya impor kebutuhan di kedua sektor.

Grafik 12 Kontribusi Pertumbuhan Komponen Ekspor (Ytd)

Page 26: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

22 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Sumber: Badan Pusat Statistik

Lebih jauh, penurunan impor juga terlihat berdasarkan golongan penggunaan. Seluruh

golongan penggunan impor hingga Juli 2019 mencatatkan pertumbuhan negatif, terutama

impor barang konsumsi diikuti dengan bahan baku dan barang modal. Ketiga golongan

penggunaan masing-masing terkontraksi sebesar 10,22 persen (ytd), 9,55 persen (ytd) dan 5,71

persen (ytd). Dari sepuluh komoditas utama non migas, kontraksi terdalam terjadi pada produk

Benda-Benda dari Besi dan Baja (HS73), Bahan Kimia Organik (HS29), serta Kendaraan dan

Bagiannya (HS87).

Grafik 13. Kontribusi Pertumbuhan Komponen Impor (Ytd)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Dengan perkembangan ekspor impor di atas, neraca perdagangan hingga Juli 2019 masih

mencatatkan defisit sebesar USD1,90 miliar. Defisit ini terdiri dari surplus neraca non-migas

sebesar USD3,03 miliar dan defisit neraca migas sebesar USD4,92 miliar. Neraca perdagangan

non migas kumulatif ini masih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (3,65 miliar dolar

AS). Belum adanya diversifikasi komoditas ekspor Indonesia dan fokus pengembangan ekspor

Indonesia membuat daya saing di pasar global masih terbatas. Sementara itu, defisit migas

kumulatif menunjukkan perbaikan defisit sekitar USD1,94 miliar (defisit neraca migas

-40,0%

-20,0%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

Jan-17 Apr-17 Jul-17 Oct-17 Jan-18 Apr-18 Jul-18 Oct-18 Jan-19 Apr-19 Jul-19

Pertanian (ytd) Manufaktur (ytd) pertambangan dll (ytd) Migas (ytd)

-40,0%

-20,0%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

Jan-17 Apr-17 Jul-17 Oct-17 Jan-18 Apr-18 Jul-18 Oct-18 Jan-19 Apr-19 Jul-19

Barang Konsumsi (ytd) Bahan Baku (ytd) Barang Modal (ytd)

Page 27: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 23

kumulatif Jan-Jul 2018: USD6,86 miliar), sejalan dengan penurunan harga minyak global sejak

tahun 2018 dan kebijakan pengendalian impor migas.

D. NERACA PEMBAYARAN INDONESIA

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di triwulan 2 2019 mencatatkan defisit USD2,0 miliar,

dipengaruhi meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan dan penurunan surplus neraca

transaksi modal dan finansial. Peningkatan defisit transaksi berjalan terutama dipengaruhi

oleh pembayaran dividen, dampak perlambatan perekonomian global, serta penurunan harga

komoditas. Namun demikian hal ini masih dapat ditopang oleh surplus neraca transaksi modal

finansial seiring dengan tetap terjaganya persepsi positif investor asing terhadap

perekonomian Indonesia.

Neraca Transaksi Berjalan pada triwulan II tahun 2019 mengalami pelebaran defisit dari

triwulan sebelumnya. Defisit pada triwulan II 2019 sebesar USD8,4 miliar (3,04 persen

terhadap PDB), melebar dibandingkan defisit pada triwulan sebelumnya yang sebesar USD7,0

miliar (2,60 persen terhadap PDB). Peningkatan defisit neraca perdagangan jasa dan

pendapatan primer di tengah anjloknya surplus neraca perdagangan barang memicu kondisi

defisit Transaksi Berjalan yang melebar.

Grafik 14. Neraca Pembayaran Indonesia (miliar USD)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Neraca Perdagangan Barang masih mengalami surplus USD187 juta, nilai surplus yang relatif

kecil pada triwulan II dalam sepuluh tahun terakhir. Rendahnya surplus neraca perdagangan

barang disebabkan oleh peningkatan defisit neraca perdagangan migas yang lebih besar

daripada surplus neraca perdagangan non-migas. Berdasarkan metode FOB, pada triwulan II

2019 surplus non-migas meningkat USD0,1 miliar dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal

tersebut mampu menjaga kinerja neraca non migas.

Komponen Pendapatan Primer mengalami peningkatan defisit. Hal ini didorong oleh

pembayaran investasi portofolio yang meningkat dibandingkan triwulan I 2019. Peningkatan

pada komponen ini disebabkan adanya pola tahunan pembayaran dividen oleh korporasi.

0

20

40

60

80

100

120

140

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2

2016 2017 2018 2019

Transaksi Berjalan Transaksi Modal dan Finansial

Neraca Keseluruhan Cadangan Devisa (RHS)

(LHS)

(LHS)

(LHS)

Page 28: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

24 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Selain itu, peningkatan pembayaran bunga pinjaman luar negeri juga ikut menyumbang

pelebaran pada defisit pendapatan primer.

Ketidakpastian di pasar keuangan global menyebabkan tekanan pada kinerja pada Transaksi

Modal dan Finansial (TMF) pada triwulan II 2019. Kinerja TMF masih mampu mencatatkan

surplus sebesar USD7,1 miliar (2,5 persen PDB) namun lebih rendah jika dibandingkan triwulan

I 2019 yang sebesar USD9,9 miliar. Tekanan pada TMF terutama bersumber dari turunnya

performa investasi portfolio serta adanya pola musiman pembayaran pinjaman pemerintah

dan swasta yang menyebabkan defisit pada investasi lainnya. Di sisi lain, meningkatnya

surplus investasi langsung mampu menjaga surplus pada TMF. Hal ini menunjukkan perspektif

investor masih tetap positif dalam investasi jangka panjang di Indonesia sejalan dengan

perbaikan iklim investasi yang terus dilakukan.

Posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2019 tercatat sebesar USD123,82 miliar, sedikit lebih

rendah dibanding posisi triwulan I 2019 (USD 124,5 miliar). Jumlah cadangan devisa ini setara

dengan pembiayaan 7,1 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri

pemerintah, masih pada tingkat aman di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan

impor. Penurunan cadangan devisa tersebut mengiringi pelemahan nilai tukar yang terjadi

pada periode triwulan II 2019. Nilai tukar rata rata selama triwulan II mencapai Rp14.261 per

dolar AS, melemah 0,9% dibandingkan triwulan I 2019 yang mencapai Rp14.139 per dolar AS.

Namun demikian dapat disampaikan bahwa hingga akhir Juli 2019, posisi cadangan devisa

telah kembali meningkat menjadi USD125,9 miliar.

E. PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II 2019

Perekonomian Indonesia pada triwulan II tahun 2019 tumbuh sebesar 5,05 persen (yoy).

Pertumbuhan ini terutama didorong oleh kuatnya kinerja konsumsi dan dukungan kebijakan

belanja Pemerintah countercyclical. Tekanan dari kondisi perekonomian global dan tren

penurunan harga komoditas yang berdampak pada moderasi kinerja investasi dan

pertumbuhan negatif perdagangan internasional. Dari sisi produksi, kinerja seluruh sektor

tumbuh positif, kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang terkontraksi. Dengan

demikian, sepanjang Semester I 2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,06 persen

(Tabel 2).

Kinerja ekonomi di triwulan II 2019 terutama didorong oleh peningkatan kinerja seluruh

komponen konsumsi. Kinerja konsumsi rumah tangga mampu tumbuh 5,17 persen didukung

oleh tingkat inflasi yang terjaga pada kisaran 3 persen, serta peningkatan aktivitas masyarakat

dengan adanya momentum Ramadan, Idul Fitri, dan libur sekolah. Selain itu, aktivitas terkait

Pemilu juga memberikan dorongan tidak langsung terhadap peningkatan konsumsi rumah

tangga. Tidak hanya pada rumah tangga, rangkaian kegiatan Pemilu mendorong tingginya

pengeluaran partai politik serta organisasi sosial. Hal ini menjadi faktor utama tingginya

pertumbuhan konsumsi LNPRT (15,27 persen) sehingga secara total pertumbuhan konsumsi RT

dan LNPRT tumbuh sebesar 5,39 persen.

Konsumsi Pemerintah juga tumbuh tinggi sebesar 8,23 persen. Pertumbuhan ini menjadi

pertumbuhan yang tertinggi sejak tahun 2014. Hal ini ditopang oleh perbaikan pola

penyerapan belanja di awal tahun yang tercermin dari tingginya realisasi belanja pegawai,

barang, dan belanja lain-lain. Belanja Pemerintah yang bersifat ekspansif perlu dilakukan

dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, tingginya

Page 29: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 25

aktivitas belanja di paruh pertama tahun ini perlu diwaspadai dan diikuti dengan pola

penyerapan belanja yang baik sehingga pada paruh kedua pertumbuhan konsumsi Pemerintah

tetap terjaga.

Tabel 2. Pertumbuhan PDB Menurut Pengeluaran (%, yoy)

Komponen Pengeluaran 2017 2018 2019

Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Y

Konsumsi Rumah Tangga dan LNPRT

5,00 5,03 4,93 4,98 4,98 5,01 5,23 5,07 5,20 5,13 5,25 5,39 5,33

Konsumsi Rumah Tangga 4,94 4,95 4,91 4,98 4,94 4,94 5,16 5,00 5,08 5,05 5,01 5,17 5,10

Konsumsi LNPRT 8,08 8,53 6,04 5,26 6,93 8,10 8,75 8,59 10,79 9,08 16,93 15,27 16,09

Konsumsi Pemerintah 2,69 -1,94 3,46 3,80 2,13 2,71 5,20 6,27 4,56 4,80 5,21 8,23 6,93

PMTB 4,77 5,34 7,08 7,26 6,15 7,49 5,85 6,96 6,01 6,67 5,03 5,01 5,02

Ekspor 8,36 2,73 16,48 8,42 8,91 5,94 7,65 8,08 4,33 6,48 -2,08 -1,81 1,84

Impor 4,78 0,18 15,40 11,91 8,06 12,64 15,17 14,02 7,10 12,04 -7,75 -6,73 7,04

PDB 5,01 5,01 5,06 5,19 5,07 5,06 5,27 5,17 5,18 5,17 5,07 5,05 5,06

Sumber: Badan Pusat Statistik

Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB/investasi) pada triwulan II 2019 hanya

tumbuh sebesar 5,01 persen. Sikap investor yang masih wait and see pasca-pemilu terhadap

kondisi ekonomi domestik dan global yang kurang kondusif disinyalir menjadi faktor utama

kurang optimalnya kinerja investasi. Beberapa indikator yang menyebabkan perlambatan

kinerja investasi adalah pertumbuhan negatif impor barang modal dan bahan baku, penurunan

belanja modal pemerintah, serta kontraksi pertumbuhan beberapa komponen PMTB.

Sementara itu, investasi bangunan, yang merupakan komponen utama dari PMTB, masih

mampu tumbuh stabil. Hal ini menandakan kegiatan investasi pembangunan infrastruktur

dan fisik bangunan masih tetap terjaga, meskipun tidak setinggi periode sebelumnya.

Penyebabnya adalah beberapa proyek infrastruktur telah memasuki fase penyelesaian. Di sisi

lain, investasi mesin dan perlengkapan juga masih tumbuh positif, meskipun tidak setinggi

periode sebelumnya. Tumbuhnya komponen ini disebabkan penurunan harga komoditas

primer yang mempengaruhi aktivitas pembelian alat berat di beberapa sektor komoditas.

Sementara itu, indikator kinerja investasi langsung memberikan harapan peningkatan

investasi pada periode yang akan datang. Kinerja realisasi penanaman modal yang sempat

terpuruk di akhir 2018 mulai menunjukkan pemulihan dan berakselerasi pada triwulan II 2019.

Realisasi penanaman modal triwulan II 2019 mampu tumbuh dua digit, didukung oleh kinerja

positif Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). PMA

sendiri mencatatkan titik balik dengan tumbuh positif setelah mengalami kontraksi selama

empat triwulan sebelumnya.

Tekanan masih berlanjut pada komponen perdagangan internasional. Ekspektasi

pertumbuhan positif pada sisi ekspor masih belum tercapai karena terbatasnya permintaan

negara mitra dagang utama terhadap komoditas ekspor Indonesia serta penurunan harga

komoditas. Ekspor turun -1,81 persen, namun impor mengalami kontraksi yang lebih dalam

yaitu turun -6,73 persen. Penurunan investasi dan beberapa aktivitas sektor industri

berdampak pada pertumbuhan negatif seluruh komponen impor, dengan kontraksi terdalam

Page 30: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

26 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

pada barang modal -9,7 persen (yoy), diikuti bahan baku -7,8 persen (yoy) dan barang konsumsi

-4,6 persen (yoy).

Tabel 3. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha (%, yoy)

Lapangan Usaha 2017 2018 2019

Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Y

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

7,11 3,32 2,83 2,39 3,87 3,34 4,72 3,66 3,87 3,91 1,81 5,33 3,66

Pertambangan dan Penggalian

-1,30 2,11 1,83 0,04 0,66 1,06 2,65 2,67 2,25 2,16 2,23 -0,71 0,79

Industri Pengolahan 4,28 3,50 4,88 4,51 4,29 4,60 3,88 4,35 4,25 4,27 3,86 3,54 3,70

Konstruksi 5,96 6,95 6,98 7,24 6,80 7,35 5,73 5,79 5,58 6,09 5,91 5,69 5,80

Perdagangan Besar dan Eceran

4,61 3,47 5,22 4,53 4,46 4,99 5,22 5,28 4,39 4,97 5,26 4,63 4,95

Transportasi & Pergudangan

8,06 8,80 8,88 8,21 8,49 8,56 8,70 5,65 5,34 7,01 5,25 5,78 5,52

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

5,35 5,60 5,52 5,11 5,39 5,17 5,60 5,91 5,95 5,66 5,87 5,52 5,69

Informasi dan Komunikasi

10,48 11,06 8,82 8,27 9,63 7,76 5,11 8,14 7,17 7,04 9,03 9,60 9,33

Jasa Keuangan dan Asuransi

6,01 5,93 6,13 3,82 5,47 4,23 3,06 3,14 6,27 4,17 7,33 4,55 5,93

PDB 5,01 5,01 5,06 5,19 5,07 5,06 5,27 5,17 5,18 5,17 5,07 5,05 5,06

Sumber: Badan Pusat Statistik

Dari sisi produksi, kinerja sektoral pada triwulan II 2019 ditandai dengan perlambatan sektor-

sektor utama. Sektor industri pengolahan masih bergerak relatif lambat dengan tumbuh

sebesar 3,54 persen, melemah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,86 persen.

Beberapa kelompok industri mengalami penurunan produksi dan berkontribusi pada

perlambatan aktivitas manufaktur, antara lain industri kulit dan alas kaki dan industri barang

logam. Sementara industri makanan dan minuman, sebagai kontributor terbesar, masih

mampu tumbuh positif sebesar 8 persen didukung tingginya permintaan domestik.

Sektor perdagangan juga relatif melambat seiring dengan kinerja ekspor impor serta

penurunan penjualan kendaraan. Namun, peningkatan aktivitas jasa reparasi kendaraan

menjelang hari raya dan musim liburan mampu menjaga kinerja sektor ini tetap positif. Sektor

jasa transportasi dan pergudangan juga menjadi sektor yang mengalami perlambatan. Hal ini

disebabkan oleh penurunan pada transportasi udara, sejalan dengan permintaan jasa angkutan

udara yang turun akibat peningkatan tarif angkutan udara.

Kinerja sektor pertanian tumbuh cukup tinggi sebesar 5,3 persen. Pergeseran masa tanam dan

panen pada tanaman pangan dan hortikultura menjadi pendorong tumbuhnya sektor ini.

Selain itu, permintaan atas produk peternakan juga meningkat sejalan dengan adanya

kenaikan permintaan pada momen hari raya. Kinerja sektor tanaman perkebunan juga masih

tumbuh positif 4,45 persen, ditopang oleh peningkatan produksi kelapa sawit. Namun, secara

Page 31: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 27

nilai total penjualan, komoditas ini mengalami penurunan akibat harga yang lebih rendah.

Sektor pertambangan menjadi satu-satunya sektor yang terkontraksi. Penurunan produksi

sektor pertambangan disebabkan penurunan produksi pertambangan bijih logam yang

mencapai -25,9 persen. Penurunan tersebut lebih besar dibandingkan triwulan I tahun 2019

yang sudah mencapai -17,9 persen. Hal ini disebabkan oleh transisi operasional perusahaan

tambang di Papua dari pertambangan permukaan (open pit) menjadi pertambangan bawah

tanah (underground). Alhasil, kinerja produksi pun menurun selama proses transisi operasional

tersebut. Penurunan kinerja sektor pertambangan masih mampu ditahan oleh pertumbuhan

positif pertambangan batubara yang secara volume ekspor meningkat.

Secara kewilayahan, struktur perekonomian Indonesia pada triwulan II 2019 masih

didominasi Pulau Jawa. Pulau Kalimantan dan Sulawesi mampu mencatatkan pertumbuhan

di atas ekonomi nasional. Di sisi lain, terdapat tiga wilayah yang yang memiliki pertumbuhan

ekonomi di bawah PDB nasional, yakni Sumatera serta Maluku dan Papua. Perlambatan di

wilayah Sumatera disebabkan oleh struktur ekonomi yang mengandalkan komoditas batubara

dan kelapa sawit. Sementara itu, wilayah Maluku dan Papua mengalami kontraksi

pertumbuhan cukup dalam sejalan dengan proses transisi operasional tambang pada wilayah

tersebut.

F. INFLASI INDONESIA

Memasuki paruh kedua 2019, laju inflasi mengalami peningkatan namun masih terkendali

pada sasarannya. Secara umum, tekanan inflasi bersumber dari komponen volatile food dan

inti, terutama disumbang oleh kenaikan harga komoditas aneka cabai, emas perhiasan, dan

biaya pendidikan. Sementara itu, komponen administered price relatif mengalami tren

penurunan seiring deflasi tarif transportasi pasca periode Lebaran. Kuatnya sinergi kebijakan

antara Pemerintah dan BI dalam menjaga stabilitas harga mampu menjaga inflasi pada tingkat

terkendali. Selain itu, terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat juga diharapkan menjaga inflasi

tetap berada dalam rentang sasaran hingga akhir 2019.

Musim kemarau yang lebih panjang dan kering berdampak pada penurunan produksi aneka

cabai, menyebabkan inflasi komponen volatile food meningkat. Karakteristik tanaman aneka

cabai memiliki daya tahan relatif lemah terhadap cuaca yang membuat kondisi pasokan

menurun secara signifikan pada musim kemarau. Alhasil, harga komoditas aneka cabai

meningkat secara signifkan selama periode Juni–Juli, setelah sebelumnya mengalami kenaikan

akibat penurunan suplai dan naiknya permintaan pada masa Ramadan. Namun, tekanan inflasi

aneka cabai mulai mengalami sedikit penurunan di akhir bulan Agustus seiring panen di

beberapa daerah sentra produksi.

Grafik 15. Perkembangan Inflasi (%, yoy)

Page 32: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

28 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Sumber: Badan Pusat Statistik

Di sisi lain, tekanan inflasi cabai dapat diredam oleh komoditas pangan lainnya sebagai

dampak penurunan harga. Selain faktor normalisasi permintaan pasca Lebaran, masuknya

musim panen di beberapa sentra produksi juga mendorong terjadinya deflasi bawang merah,

serta beberapa jenis sayuran dan buah-buahan. Melimpahnya stok bawang putih juga

didukung oleh ketersediaan pasokan impor yang mendorong bawang putih juga mengalami

deflasi.

Harga beras juga masih relatif stabil meskipun harga gabah terus meningkat sejak Juni.

Masuknya masa tanam padi menyebabkan kenaikan harga gabah, baik di tingkat petani,

maupun penggilingan. Pada bulan Agustus, harga gabah telah meningkat sekitar 3 persen dari

bulan sebelumnya. Namun, stok beras Bulog dan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) yang

memadai serta program bulanan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) yang

dilakukan oleh Bulog mampu menahan terjadinya gejolak harga pada beras.

Secara kumulatif, inflasi komponen volatile food hingga Agustus 2019 mencapai 5,86 persen

(ytd). Inflasi ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir pada periode yang

sama, yaitu sebesar 2,87 persen (ytd). Secara tahunan pada Agustus, inflasi komponen volatile

food mencapai 5,96 persen (yoy), meningkat dibandingkan Agustus 2018 sebesar 4,97 persen

(yoy). Dampak kemarau panjang serta ketersediaan pasokan antar waktu dan antar wilayah

akan menjadi risiko dan tantangan pengendalian inflasi komponen volatile food hingga akhir

tahun.

Sementara itu, inflasi komponen administered price masih melanjutkan tren penurunan

seiring deflasi tarif transportasi. Kembali normalnya permintaan transportasi pasca periode

Lebaran dan libur sekolah mendorong penurunan tarif angkutan antar kota, kereta api, dan

udara. Selain itu, pemberlakuan kebijakan penurunan tarif untuk penerbangan kelas low cost

carrier (LCC) di bulan Juli mendorong terjadinya penurunan tarif angkutan udara di berbagai

kota. Pemberlakuan kebijakan ini dimaksudkan dengan tujuan menciptakan keterjangkauan

tarif angkutan udara untuk masyarakat. Deflasi tarif angkutan udara yang terjadi juga

didorong mulai masuknya periode low season. Secara kumulatif, inflasi komponen administered

price hingga Agustus 2019 terjaga pada tingkat -0,19 persen (ytd) atau 1,87 persen (yoy), jauh

lebih rendah dibandingkan Agustus 2018 sebesar 1,27 persen (ytd) atau 2,55 persen (yoy).

3,61%

3,13%

3,49%

2,95%

3,07%

3,30%

8,70%

3,36%

1,87%

0,71%

3,39%5,96%

-2,0%

0,0%

2,0%

4,0%

6,0%

8,0%

10,0%

12,0%

Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul

2017 2018 2019

Umum Inti

Harga Diatur Pemerintah Harga Bergejolak

Page 33: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 29

Peningkatan inflasi komponen inti juga dipengaruhi oleh periode dimulainya tahun ajaran

baru. Pada masa HBKN Ramadan dan Lebaran, inflasi komponen inti meningkat seiring dengan

naiknya harga barang-barang. Setelah sempat mengalami penurunan pada masa setelah

Lebaran karena mulai normalnya permintaan, inflasi inti kembali naik seiring mulai masuknya

tahun ajaran baru. Tekanan inflasi tersebut bersumber dari kenaikan biaya pendidikan di

seluruh tingkatan SD, SMP, SMA, kuliah/perguruan tinggi, serta bimbingan belajar.

Peningkatan biaya pendidikan ini terutama terjadi sejak bulan Juli seiring masuknya tahun

ajaran baru.

Selain itu, naiknya inflasi inti juga didorong oleh faktor ketidakpastian perekonomian global.

Hal ini mempengaruhi peningkatan permintaan investor global dan bank sentral pada safe-

haven asset, salah satunya emas. Alhasil, harga emas global terus bergerak naik dan turut

mempengaruhi harga emas perhiasan domestik yang menyumbang inflasi sejak bulan Juni.

Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas lain, seperti upah pembantu rumah tangga dan

tukang bukan mandor pasca periode Lebaran. Tarif sewa rumah juga mendorong inflasi

komponen inti disebabkan oleh kenaikan biaya bahan bangunan atau pemeliharaan rumah,

seperti pasir, asbes, batu bata, papan, semen, dan upah tukang. Hingga Agustus 2019, inflasi

komponen inti mencapai 2,32 persen (ytd) atau 3,30 persen (yoy), meningkat dibandingkan

Agustus 2018 yang mencapai 2,09 persen (ytd) atau 2,90 persen (yoy).

G. KINERJA SEKTOR PERBANKAN INDONESIA

Stabilitas sektor keuangan hingga akhir triwulan II 2019 masih terjaga di tengah

ketidakpastian ekonomi global. Kinerja industri perbankan Indonesia terpantau stabil dengan

dukungan pertumbuhan aset yang solid dan kinerja intermediasi yang positif. Likuditas

perbankan juga membaik seiring dengan pertumbuhan DPK yang melanjutkan tren

peningkatan, meskipun pertumbuhan kredit perbankan relatif moderat.

Aset dan sumber dana

Grafik 17. Perkembangan Aset Perbankan

Grafik 16. Komponen Pembentuk Inflasi (%, ytd)

Sumber: Badan Pusat Statistik

0,32 0,24 0,35

0,80

1,48

2,052,36 2,48

-0,4

0,0

0,4

0,8

1,2

1,6

2,0

2,4

2,8

Jan-19 Feb-19 Mar-19 Apr-19 May-19 Jun-19 Jul-19 Aug-19

Inti Harga Diatur Pemerintah Harga Bergejolak Umum

Page 34: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

30 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Sumber: SPI OJK dan SEKI BI

Aset perbankan masih tumbuh solid pada akhir triwulan II 2019 seiring dengan

pertumbuhan DPK yang meningkat dan penyaluran kredit yang relatif stabil (Grafik 17).

Secara komposisi, porsi aset atau pangsa pasar tertinggi dimiliki oleh bank BUKU IV sebesar

53,22 persen dengan pertumbuhan asetnya yang tercatat sebesar 15 persen (yoy). Hal ini

didorong oleh migrasi Bank Panin menjadi kelompok BUKU IV yang menyebabkan

pertumbuhan aset kelompok BUKU III mengalami perlambatan pada akhir triwulan II 2019.

Grafik 18. (a) Pertumbuhan Sumber Dana Pihak Ketiga (%, yoy) dan (b) Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Valuta (%, yoy)

(a) (b)

Sumber: SPI OJK

Kondisi likuiditas perbankan membaik seiring dengan tren kenaikan DPK pada triwulan II

2019 yang tumbuh sebesar 7,42 persen (yoy). Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam

delapan bulan terakhir, didorong oleh meningkatnya pertumbuhan giro perbankan dan

simpanan berjangka. Sementara itu, simpanan berjangka mampu mencatatkan pertumbuhan

sebesar 8,30 persen (yoy) yang didorong oleh peningkatan simpanan berjangka tenor 6 dan di

atas 12 bulan (Grafik 18).

Grafik 19. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga: (a) Berdasarkan Buku (%, yoy) dan (b) Berdasarkan Mata Uang (%, ytd)

8.243

0102030405060

5.5006.0006.5007.0007.5008.000

Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar Mei

2017 2018 2019

Aset (Triliun) Pertumbuhan (% yoy) - RHS % PDB - RHS

53,57

7,74

7,42

7,24

6,34

8,30

-1

1

3

5

7

9

11

13

Jan

Mar

Mei Ju

lSe

pN

ov Jan

Mar

May Ju

lSe

pN

ov Jan

Mar

Mei

2017 2018 2019

DPK Giro

Tabungan Simpanan Berjangka

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Jan

Apr

Jul

Okt

Jan

Apr

Jul

Okt

Jan

Apr

Jul

Okt

Jan

Apr

2016 2017 2018 2019

Rupiah Valas

Page 35: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 31

(a) (b)

Sumber: SPI OJK

Pertumbuhan DPK valuta asing tercatat sebesar 3,11 persen (yoy) pada periode akhir triwulan

II. Pertumbuhan DPK valuta asing yang relatif rendah pada tahun 2019 mengonfirmasi

perilaku masyarakat yang cenderung meningkatkan simpanan dalam valuta asing di

perbankan saat Rupiah melemah. Hal ini disebabkan ekspektasi masyarakat akan adanya gain

dari suku bunga serta pelemahan dari nilai tukar Rupiah lebih lanjut. Secara keseluruhan,

pertumbuhan DPK hingga Juni 2019 tercatat sebesar 3,00 persen (ytd), yang ditopang oleh

kenaikan DPK rupiah sebesar 3,44 persen (ytd) (Grafik 19).

Grafik 20. Suku Bunga Rata-Rata DPK Bank Umum

Sumber: SPI OJK

Apabila dilihat per BUKU, pertumbuhan DPK pada kelompok BUKU I dan BUKU II kembali

positif, yakni masing-masing sebesar 2 persen dan 7 persen (yoy). Tren peningkatan

pertumbuhan DPK terjadi seiring disbursement belanja Pemerintah dan kondisi moneter global

yang memasuki rezim bunga rendah yang menyebabkan masuknya aliran modal asing. Hal ini

juga didukung oleh penyaluran TKDD dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah melalui

BPD selama triwulan II 2019.

Selain itu, meningkatnya pertumbuhan giro dan simpanan berjangka tenor panjang juga

terjadi seiring dengan transmisi dari kenaikan suku bunga acuan BI yang mencapai 75 bps

dalam periode Juli 2018-Juni 2019. Faktor pendorong kenaikan ini juga didorong upaya dari

perbankan untuk berlomba menarik dana nasabah dalam bentuk DPK dengan memberikan

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Feb-

18

Apr-

18

Jun-

18

Aug-

18

Oct

-18

Dec-

18

Feb-

19

Apr-

19

Jun-

19

BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3BUKU 4 Industri

4,99%3,27%

13,67%3,66%

6,28%-9,17%

4,33%5,19%

-0,42%2,07%

1,62%4,80%

3,00%3,44%

0,37%

TotalRp

ValasTotal

RpValasTotal

RpValasTotal

RpValasTotal

RpValas

2015

2016

2017

2018

2019

2,21

1,29

7,22

7,05

6,0

6,5

7,0

7,5

1,0

1,5

2,0

2,5

Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

2019

SB Giro Rp SB Tabungan Rp SB Deposito 6bln (RHS) SB Deposito >12 (RHS)

Page 36: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

32 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

suku bunga yang lebih tinggi. Namun, BI tetap merevisi turun target pertumbuhan DPK tahun

ini menjadi 7-9 persen seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian.

Penggunaan dana

Tabel 4. Pertumbuhan Kredit

Uraian Kredit Nominal (Rp triliun) Pertumbuhan Kredit (% yoy)

Des-18 Mar-19 Jun-19 Des-18 Mar-19 Jun-19 Total Kredit 5.294,9 5.291,2 5.467,6 11,75 11,55 9,92 Berdasarkan Golongan Debitur Pemerintah 537,4 539,5 587,3 38,37 39,02 26,37 Swasta 4.751,9 4.747,3 4.868,8 9,49 9,18 8,18

Institusi Keuangan Non Bank 196,2 184,1 193,2 8,41 -0,08 -1,30 Bukan Lembaga Keuangan 2.221,5 2.199,7 2.269,3 9,24 10,31 8,69 Perseorangan 2.334,2 2.363,5 2.406,4 9,82 8,93 8,55

Lainnya 5,5 4,5 11,6 -41,74 -37,19 30,33 Sumber: SPI OJK

Pertumbuhan kredit perbankan (yoy) pada akhir triwulan II 2019 masih cukup tinggi

meskipun cenderung melambat dibandingkan dua triwulan sebelumnya (Tabel 4). Di saat

bersamaan, perbankan juga cenderung selektif dan lebih banyak melakukan intensifikasi

kredit mengingat tingginya ketidakpastian kondisi sektor keuangan dan perekonomian. Hal ini

sejalan dengan perlambatan yang terjadi pada ekspor Indonesia serta aktivitas perdagangan

internasional.

Grafik 21. Penyaluran Kredit: (a) Berdasarkan Jenis Penggunaannya (%, yoy) dan (b) Berdasarkan Valuta Asing (%, ytd)

(a) (b)

Sumber: SPI OJK

Kepemilikan perbankan atas Surat Berharga Negara terus meningkat. Berdasarkan golongan

debitur, kredit yang disalurkan kepada Pemerintah hingga akhir triwulan II 2019 tercatat naik

26,37 persen (yoy), sedangkan kredit swasta tercatat tumbuh 8,18 persen (yoy). Melambatnya

pertumbuhan kredit swasta dibandingkan dua triwulan sebelumnya disebabkan penurunan

penyaluran kredit Institusi Keuangan Non Bank. Selain itu, perlambatan pertumbuhan

penyaluran kredit kepada swasta bukan lembaga keuangan dan perseorangan juga ikut

berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan kredit swasta.

Grafik 22. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja (%, yoy)

9,92

9,22

13,85

7,64

0

3

6

9

12

15

18

Jan

Mar

Mei Ju

lSe

pN

ov Jan

Mar

May Ju

lSe

pN

ov Jan

Mar

Mei

2017 2018 2019

Kredit KMKKI KK

4,184,144,42

2,724,43

-6,482,602,92

0,774,98

4,398,44

3,263,82

0,14

Total

Valas

Rp

Total

Valas

Rp

Total

Valas

2015

2016

2017

2018

2019

Page 37: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 33

Sumber: SPI OJK

Berdasarkan jenis penggunaannya, seluruh kategori kredit masih menunjukkan

pertumbuhan yang positif meskipun terlihat indikasi penurunan laju pertumbuhan (Grafik

22). Berdasarkan sektornya, pertumbuhan KMK masih disumbang oleh sektor perdagangan,

jasa keuangan, industri pengolahan, dan sektor pertanian, dengan keempat sektor tersebut

memiliki pangsa sekitar 75 persen dari total KMK yang disalurkan oleh perbankan. Di luar

empat sektor tersebut, beberapa sektor yang mengalami penurunan pertumbuhan KMK cukup

dalam di antaranya adalah sektor pertambangan, listrik dan gas, serta informasi dan

komunikasi.

Grafik 23. Pertumbuhan Kredit Investasi (%, yoy)

Sumber: SPI OJK

Sementara itu, pertumbuhan Kredit Investasi (KI) hingga akhir Juni 2019 terpantau sedikit

melambat dibandingkan dua bulan sebelumnya, meskipun secara umum masih berada dalam

tren yang stabil (Grafik 23). KI tercatat tumbuh 13,85 persen (yoy) pada akhir triwulan II 2019

yang masih didominasi oleh sektor pertanian, industri pengolahan, listrik dan gas, serta sektor

perdagangan. Di sisi lain, KI sektor industri pengolahan masih mencatatkan pertumbuhan

negatif, yakni turun 5,31 persen (yoy) hingga akhir Juni. Kondisi ini mengonfirmasi adanya

tantangan yang dihadapi industri manufaktur nasional, dimana industri ini hanya tumbuh 3,62

persen (yoy) pada triwulan II 2019.

Penyaluran Kredit Konsumsi (KK) mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,64 persen (yoy).

Melambatnya penyaluran KK dibandingkan dua triwulan sebelumnya disebabkan turunnya

pertumbuhan kredit kendaraan bermotor, kredit multiguna, serta kredit pemilikan rumah. Hal

ini terkonfirmasi oleh data penjualan mobil wholesales yang dirilis oleh Gabungan Industri

Bermotor Indonesia untuk periode Januari-Juni 2019 dimana terdapat penurunan sekitar 13

persen. Perlambatan kredit pemilikan rumah juga tercermin dari lemahnya pertumbuhan

Indeks Harga Properti Residensial di triwulan II 2019 yang hanya sebesar 1,47 persen (yoy).

Risiko Kredit Perbankan

13,7

6

7,22

11,4

4

5,74

15,9

0

14,9

1

12,2

7

10,8

2

14,1

2 17,9

5

10,9

3

10,9

3

9,98

17,1

4

10,9

6

8,26

Pertanian Industri Pengolahan Jasa Keuangan Perdagangan

Q4 2017 Q4 2018 Q1 2019 Q2 2019

10,0

6

-0,5

0

8,41

1,759,

20

-4,4

3

15,3

8

6,3810

,71

-4,0

2

23,4

5

12,9

7

8,82

-5,3

1

37,9

2

10,0

5

Pertanian Industri pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Perdagangan

Q4 2017 Q4 2018 Q1 2019 Q2 2019

Page 38: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

34 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Grafik 24. Risiko Kredit: (a) Non Performing Loan dan Special Mention Loan (%); (b) NPL per jenis (%)

(a) (b)

Sumber: SPI OJK

Seiring dengan pertumbuhan kredit yang sedikit melambat, profil risiko kredit perbankan tetap

terkendali yang tercermin dari turunnya rasio NPL di triwulan II 2019. Namun, rasio Special

Mention Loan (SML) atau kredit dalam pengawasan khusus justru terpantau meningkat menjadi

5,62 persen pada akhir triwulan II 2019. Penurunan NPL perbankan mengindikasikan terjadinya

peningkatan kualitas kredit, tetapi kenaikan rasio SML mengindikasikan peningkatan risiko kredit

yang sewaktu-waktu dapat memicu peningkatan NPL Walaupun terdapat kenaikan rasio SML,

risiko kredit perbankan relatif masih stabil, didukung oleh penurunan suku bunga acuan BI yang

diikuti oleh penurunan suku bunga KI, KMK, dan KK sehingga kemampuan membayar perusahaan

sedikit membaik.

Berdasarkan jenis penggunaan kredit, NPL untuk KMK merupakan yang tertinggi di triwulan II

2019. NPL KMK tercatat sebesar 3,12 persen, disusul oleh NPL KI dan KK berturut-turut sebesar 2,16

persen dan 1,77 persen. Jika dilihat berdasarkan kelompok BUKU, bank BUKU II masih memiliki

NPL yang tergolong tinggi di periode Juni 2019 (3,52 persen). Tingginya NPL bank BUKU II disusul

oleh bank BUKU I sebesar 3,28 persen, kemudian NPL bank BUKU III dan BUKU IV berturut-turut

sebesar 2,60 persen dan 2,20 persen (Grafik 25).

5,62

2,50

2

3

4

5

6

Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan MarMay Jul Sep Nov Jan Mar Mei

2017 2018 2019

SML(%) NPL (%)

3,12

2,16

1,77

2,50

1

2

3

4

Jan

Mar

Mei Juli

Sep

Nov Ja

nM

arM

ei Jul

Sep

Nov Ja

nM

arM

ei

2017 2018 2019

Modal Kerja Investasi Konsumsi Total

Page 39: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 35

Grafik 25. Non Performing Loan per BUKU (%)

Sumber: SPI OJK

Apabila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, risiko kredit perbankan relatif mengalami

penurunan di sebagian besar sektor (Tabel 5). Penyumbang penurunan NPL perbankan pada

triwulan II 2019 antara lain adalah sektor pertambangan; sektor listrik, gas, dan air; serta sektor

transportasi, pergudangan, dan komunikasi, dengan penurunan nominal NPL (qoq), masing-

masing sebesar 18,28 persen, 6,84 persen, dan 4,38 persen. Adapun persentase NPL untuk ketiga

sektor tersebut masing-masing sebesar 3,58 persen, 0,86 persen, dan 2,07 persen.

Tabel 5. Perkembangan Kredit per Sektor

No Sektor Kredit

(% qoq)

Nominal NPL (% qoq)

NPL (%) Delta NPL Share Kredit Jun-19 (%) Mar-19 Jun-19 (% qoq)

1 Pertanian 2,40 1,14 1,34 1,32 -0,02 6,63

2 Pertambangan -0,87 -18,28 4,34 3,58 -0,76 2,50

3 Industri Pengolahan 3,82 7,03 2,78 2,87 0,09 16,50

4 Listrik, gas dan air 11,81 -6,84 1,03 0,86 -0,17 3,82

5 Konstruksi 7,59 7,64 3,67 3,67 0,00 6,37

6 Perdagangan 2,79 1,81 3,78 3,74 -0,04 18,29

7 Perantara Keuangan 7,65 14,97 1,21 1,29 0,08 4,57

8 Transportasi, pergudangan dan komunikasi

8,64 -4,38 2,35 2,07 -0,28 4,25

9 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan

1,83 12,23 1,82 2,01 0,19 4,73

Sumber: SPI OJK

Kinerja Perbankan

Kinerja perbankan pada triwulan II 2019 secara umum membaik dengan rasio permodalan

perbankan yang masih relatif tinggi, fungsi intermediasi yang positif, serta efisiensi

perbankan yang menunjukkan perbaikan (Tabel 6). Secara komposisi, permodalan bank masih

didominasi oleh modal inti (Tier 1) dengan pangsa 93 persen sementara rasio modal inti terhadap

ATMR tercatat sebesar 21,05 persen pada triwulan II 2019. Sementara itu, kinerja intermediasi

perbankan di triwulan II 2019 masih positif dengan tren pertumbuhan DPK yang positif

meskipun pertumbuhan kredit sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2019. Efisiensi

perbankan secara umum juga menunjukkan perbaikan sebagaimana tercermin dari indikator

3,28

3,52

2,20

2,502

3

4

5Ja

n-18

Feb-

18

Mar

-18

Apr-

18

May

-18

Jun-

18

Jul-1

8

Aug-

18

Sep-

18

Oct-

18

Nov

-18

Dec-

18

Jan-

19

Feb-

19

Mar

-19

Apr-

19

May

-19

Jun-

19

BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 Industri

Page 40: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

36 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

BOPO bank umum konvensional yang turun menjadi 80,24 persen pada triwulan II 2019.

Efisiensi perbankan juga diikuti oleh profitabilitas perbankan yang meningkat dengan ROA

bank umum konvensional yang terjaga pada tingkat 2,51 persen di triwulan II 2019.

Tabel 6. Rangkuman Kinerja Perbankan

Indikator Umum

Satuan 2016 2017 2018 2019

Des Des Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Aset (T Rp) 6.729,8 7.387,1 8.068,3 7.913,5 7.964,6 8.130,6 8.119,6 8.132,8 8.243,0

DPK (T Rp) 4.836,8 5.289,4 5.630,4 5.563,2 5.600,4 5.672,9 5.670,0 5.671,3 5.799,5

DPK (yoy) (%) 9,60 9,36 6,45 6,39 6,57 7,18 6,63 6,27 7,42

Kredit (T Rp) 4.377,2 4.738,0 5.294,9 5.186,6 5.228,0 5.291,2 5.306,0 5.418,7 5.467,6

Kredit (yoy) (%) 7,87 8,24 11,75 11,97 12,13 11,55 11,05 11,05 9,92

LDR (%) 90,50 89,58 94,04 93,23 93,35 93,27 93,58 95,54 94,28

NPL (%) 2,93 2,59 2,37 2,56 2,59 2,51 2,57 2,61 2,50

CAR* (%) 22,93 23,18 22,97 23,22 23,45 23,42 23,21 22,43 22,63

BOPO* (%) 82,22 78,64 77,86 87,79 85,33 82,92 83,48 81,51 80,24

NIM* (%) 5,63 5,32 5,14 4,92 4,81 4,86 4,87 4,90 4,90

ROA* (%) 2,23 2,45 2,55 2,59 2,45 2,60 2,42 2,41 2,51

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah *) Bank Umum Konvensional

Page 41: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 37

Boks 1. Inversi Kurva Imbal Hasil AS: Indikasi Resesi?

Seiring dengan tensi perang dagang yang meningkat, kekhawatiran pasar keuangan tertuju

pada inverted yield curve. Sejauh ini, inverted yield curve merupakan sinyal krisis yang akurat.

Kondisi tersebut telah mendahului seluruh resesi di AS sejak 1950-an, meski sempat satu kali

meleset di pertengahan 1960-an di mana inversi kurva imbal hasil hanya diikuti oleh

pelemahan ekonomi dan tidak diikuti oleh resesi (Grafik 26). Secara teknis, menurut definisi

NBER, resesi adalah penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang berlangsung lebih dari

dua kuartal.

Grafik 26. Perbedaan Imbal Hasil Surat Berharga AS Tenor Jangka Panjang dan Jangka Pendek Mulai Negatif (%)

Sumber : Bloomberg, NBER

Inverted yield curve atau kurva imbal hasil yang terbalik adalah kondisi di mana imbal hasil

pemerintah untuk surat utang jangka panjang lebih rendah daripada surat berharga dengan

tenor jangka pendek. Pada ekonomi yang sehat, surat utang jangka panjang memiliki imbal

hasil yang lebih tinggi sebagai kompensasi kepada para investor yang mau mengunci uangnya

dalam jangka waktu yang lebih lama dan dalam kondisi ketidakpastian yang juga lebih besar.

Sebaliknya, surat berharga jangka pendek memerlukan pengorbanan yang lebih kecil sehingga

imbal hasilnya juga lebih rendah. Namun dalam beberapa kondisi, kaidah tersebut bisa tidak

berlaku sehingga kurva imbal hasil yang seharusnya memiliki kemiringan positif berubah

menjadi negatif.

Adanya lonjakan permintaan surat utang tenor jangka panjang oleh investor diperkirakan

membuat kurva imbal hasil terinversi. Lonjakan permintaan tersebut dilihat oleh sebagian pihak

sebagai kekhawatiran pasar atas kondisi jangka pendek sehingga mereka lebih memilih

menyimpan uangnya dalam surat utang jangka panjang. Akibatnya, harga surat utang tenor jangka

panjang meningkat dan imbal hasilnya turun. Di AS, surat utang jangka panjang khususnya dengan

tenor sepuluh tahun merupakan salah satu indikator yang baik untuk melihat ekspektasi inflasi di

masyarakat. Kerelaan investor untuk mendapatkan imbal hasil yang sedikit untuk surat utang

jangka panjang mengindikasikan bahwa mereka bersedia menerima imbal hasil yang lebih rendah

namun lebih aman dibandingkan utang jangka pendek, serta tidak terlalu khawatir tentang inflasi.

-5

-3

-1

1

3

5

1976

1978

1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

2006

2008

2010

2012

2014

2016

2018

10Y-3M

10Y-2Y

Page 42: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

38 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Secara implisit, hal tersebut juga menjelaskan ekspektasi masyarakat atas melambatnya

pertumbuhan ekonomi, yang biasanya beriringan dengan rendahnya inflasi.

Grafik 27. (a) Berbagai Slope Kurva Imbal Hasil AS (%); (b) Kinerja AS Tertinggi dalam Indeks PDB (Q2 2009 = 100)

(a) (b)

Sumber : Bloomberg, perhitungan staf.

Terdapat beberapa metode dalam menghitung dan membaca inversi kurva imbal hasil surat

utang AS. Biasanya, para analis menggunakan perbedaan imbal hasil atas surat utang bertenor

sepuluh tahun dan dua tahun (10Y-2Y). Metode lainnya adalah penggunaan selisih imbal hasil

yang telah disesuaikan dengan premi risikonya (adjusted). Namun, peneliti The Fed San

Francisco dalam tulisannya Information in the Yield Curve about Future Recessions (Bauer &

Thomas, 2018) menyatakan bahwa dari beberapa metode pengukuran, yang lebih dapat

diandalkan adalah selisih antara imbal hasil surat utang bertenor sepuluh tahun dengan tiga

bulan (10Y-3M). Lebih lanjut Campbell Harvey, ekonom yang mendalami inversi kurva imbal

hasil, menjelaskan bahwa krisis akan terjadi satu sampai dua tahun setelah inverted yield curve

bertahan selama satu triwulan kalender penuh. Hal ini juga yang terjadi sebelum krisis

finansial global tahun 2008.

Grafik 28 (a) Tingkat Pengangguran (%) dan Inflasi AS (% yoy); (b) Tingkat Kepercayaan Konsumen (Indeks)

(a) (b)

Sumber : Bloomberg

Setelah pulih dari krisis finansial global 2008, kurva imbal hasil tampak kembali terinversi

sejak pertengahan Mei 2019 lalu dan masih bertahan hingga pertengahan September 2019.

Hal tersebut jika melihat selisih imbal hasil 10Y-3M. Sementara itu, jika melihat perbedaan

0

1

2

3

4

5

6

7

1M 3M 1Y 2Y 3Y 5Y 10Y 30Y

Nov-00 Jan-04 Mar-07Agu-17 Agu-19

Terinversi (sebelum resesi 2001)

Terinversi (sebelum GFC)

Kemiringan curam Kemiringan Landai

Akhir Agustus 2019 90

100

110

120

130

Mar

-09

Dec-

09

Sep-

10

Jun-

11

Mar

-12

Dec-

12

Sep-

13

Jun-

14

Mar

-15

Dec-

15

Sep-

16

Jun-

17

Mar

-18

Dec-

18

-0,500,511,522,533,5

3

4

5

6

7

8

9

Jan-

13

Aug-

13

Mar

-14

Oct-

14

May

-15

Dec-

15

Jul-1

6

Feb-

17

Sep-

17

Apr-

18

Nov

-18

Jun-

19

Pengangguran Inflasi (RHS)

50

60

70

80

90

100

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

Tingkat kepercayaankonsumen dalam trenmeningkat sejak krisis2008

Jepang Jerman Perancis Italia Inggris Kanada AS

Page 43: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 39

imbal hasil 10Y-2Y, inversi hanya terjadi sekitar satu pekan di bulan Agustus dan saat ini

selisihnya sudah kembali positif. Mengingat studi sebelumnya yang menerangkan bahwa

indikator 10Y-3M lebih dapat diandalkan, dan apabila hanya melihat pembalikan kurva imbal

hasil sebagai sinyal krisis, maka resesi diperkirakan dapat terjadi sekitar akhir tahun 2020 atau

awal tahun 2021 jika inversi 10Y-3M tersebut bertahan penuh selama triwulan III atau bahkan

berlanjut hingga triwulan IV 2019.

Namun, faktor-faktor ekonomi lainnya juga harus dipertimbangkan sebelum mencapai simpulan

tersebut. Secara umum, ekonomi AS relatif lebih kuat dibandingkan negara-negara sejawatnya,

baik dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, inflasi yang mencapai target, pengangguran yang

rendah, serta harga minyak juga masih rendah. Data menunjukkan bahwa sejak 1970, setiap resesi

juga didahului oleh tingginya harga minyak (bahkan meningkat hingga 100 persen), setidaknya dua

belas bulan sebelumnya. Kenaikan harga minyak tersebut menekan konsumsi, yang merupakan

penggerak utama ekonomi di AS dengan porsi sekitar dua per tiga ekonominya. Sementara itu data

saat ini masih menunjukkan moderatnya harga minyak dan masih kuatnya konsumsi. Menarik

bahwa harga minyak juga rendah dalam pertengahan tahun 1960-an, di mana pembalikan kurva

imbal hasil hanya menjadi false alarm resesi AS. Selain itu, ekspansi moneter yang cukup besar pasca

krisis finansial global mungkin saja telah mendistorsi pasar surat utang dan membuat inversi kurva

imbal hasil sebagai prediktor resesi berkurang keakuratannya.

Bagaimanapun, inversi kurva imbal hasil surat utang AS yang mengindikasikan adanya resesi

ekonomi AS menambah satu lagi downside risk di tataran ekonomi global. Apabila resesi AS

benar-benar terjadi, maka pelemahan ekonomi global merupakan sesuatu yang harus diantisipasi

ke depannya. Dalam nuansa tersebut, penguatan ekonomi domestik menjadi sangat krusial. Dalam

ketidakpastian ekonomi global, Indonesia harus lebih fokus dalam menjaga konsumsi dan investasi

domestik, serta mengoptimalkan belanja pemerintah sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.

Page 44: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

40 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

ANALISIS KINERJA APBN & KEBIJAKAN FISKAL

BAGIAN II

Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan

Page 45: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 41

Page 46: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

42 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

A. ANALISIS KINERJA APBN PER JULI 2019

Walaupun Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi pada triwulan

II, hampir semua komponen APBN masih mampu tumbuh positif pada Juli 2019. Pendapatan

negara mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,9 persen (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan

pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sementara itu, belanja negara tercatat tumbuh

sebesar 7,9 persen (yoy) sebagai dampak peningkatan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana

Desa (TKDD) yang tumbuh 5,9 persen (yoy). Dengan risiko global yang semakin meningkat,

pemerintah menerapkan strategi front loading sehingga pembiayaan tercatat tumbuh sebesar

10,5 persen (yoy).

Tabel 7. Kinerja APBN Per Juli 2019 (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi pendapatan negara secara nominal masih menunjukkan hasil positif, didorong

pertumbuhan pada pendapatan dalam negeri. Namun, dibandingkan periode yang sama tahun

2018, terdapat penurunan pada realisasinya, yakni 48,6 persen dari target APBN (2018: 52,5

persen). Ketidakpastian pada perekonomian global memiliki dampak besar terhadap

penerimaan negara, terutama yang berkaitan pada pajak impor maupun pajak terkait

komoditas.

Penerimaan pajak masih mampu mencatatkan pertumbuhan 2,68 persen (yoy), ditopang oleh

kinerja PPh nonmigas yang tumbuh 5,27 persen (yoy). Tumbuhnya PPh nonmigas berasal dari

jenis pajak PPh pasal 21 yang mampu tumbuh dua digit, mengindikasikan kondisi

ketenagakerjaan masih stabil. Hal ini sejalan dengan penurunan pada rasio gini yang pada

Maret 2019 lalu tercatat turun 0,002 poin dibandingkan September 2018. Pajak lainnya yang

mampu tumbuh dua digit yakni PPh Orang Pribadi yang didorong perluasan basis pembayar

pajak pasca program Amnesti Pajak.

Page 47: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 43

Tabel 8. Penerimaan Beberapa Jenis Pajak; Grafik 29. Pertumbuhan Penerimaan Beberapa Jenis Pajak

PPh 21 Rp 91,56 T 13,0 %

PPh 22 Impor Rp 32,39 T 4,6 %

PPh OP Rp 8,50 T 1,2 %

PPh Badan Rp 139,19 T 19,7 %

PPh 26 Rp 33,63 T 4,8 %

PPh Final Rp 65,28 T 9,3 %

PPN DN Rp 143,93 T 20,4 %

PPN Impor Rp 97,3 T 13,8 %

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencatatkan pertumbuhan sebesar 13,21 persen

(yoy) yang disebabkan pertumbuhan signifikan komponen penerimaan cukai. Kinerja

penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) masih menjadi kontributor dalam penerimaan cukai

sebagai dampak penerapan kebijakan relaksasi pelunasan pita cukai. Hal ini juga didukung oleh

program Penerbitan Impor, Cukai, dan Ekspor Berisiko Tinggi (PICE-BT) yang mendorong

terciptanya suasana kondusif dalam dunia usaha.

Tabel 9. Kinerja Realisasi PNBP (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

PNBP juga mengalami kenaikan pada realisasinya, yakni sebesar 14,21 persen (yoy), didorong

oleh kenaikan PNBP Kekayaan Negara Dipisahkan (KND). Peningkatan pada realisasi KND

disebabkan adanya setoran sisa surplus BI pada Bulan Mei 2019 serta setoran dividen yang

terealisasi sampai Juli 2019. Namun, kinerja penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) masih

terpengaruh oleh kecenderungan penurunan harga komoditas, terlihat pada penurunan

growth y-o-y 2019

growth y-o-y 2018

12,3%

1,2%

15,9%

0,9%

6,4%

4,5%

-4,7%

-4,5%

16,1%

28,3%

20,5%

23,3%

13,9%

11,9%

8,1%

27,5%

Page 48: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

44 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

realisasi penerimaan SDA pada Juli 2019. Selain itu, penurunan produksi pertambangan bijih

logam yang mencapai -25,9 persen (yoy) juga berpengaruh terhadap penurunan ekspor dan

PNBP Non Migas. Hal ini berdampak pada realisasi PNBP non migas dari pertambangan

minerba yang tumbuh -8,15 persen (yoy).

Tabel 10. Kinerja Penyerapan Belanja Pemerintah Pusat (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi belanja negara sampai bulan Juli 2019 mencatatkan peningkatan sebesar 7,9 persen

(yoy). Hal tersebut sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam meningkatkan kualitas

pengelolaan APBN, salah satunya yakni melalui perbaikan pola penyerapan belanja.

Peningkatan pada realisasi belanja negara juga terefleksi pada pertumbuhan komponennya,

baik pada realisasi Belanja Pemerintah Pusat serta TKDD.

Belanja Pemerintah Pusat mengalami kenaikan pada realisasinya sebesar 9,2 persen (yoy),

ditopang peningkatan pada kinerja belanja bantuan sosial. Hal ini terealisasi melalui beberapa

program, yakni pencairan Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah mencapai 82,4 persen

dari pagu serta realisasi bantuan pangan yang sudah mencapai 52,3 persen dari pagu. Baiknya

kinerja belanja bantuan sosial menunjukkan komitmen Pemerintah dalam menjaga daya beli

masyarakat miskin maupun rentan guna mencukupi kebutuhannya.

Di sisi lain, realisasi penyaluran TKDD mencatatkan pertumbuhan 5,89 persen (yoy)

dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Peningkatan pada realisasi penyaluran Dana

Alokasi Umum (DAU) menjadi faktor yang mendorong kinerja penyaluran TKDD yang baik.

Hal ini didorong oleh penyelesaian tunggakan iuran jaminan kesehatan kepada Badan

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan (BPJS) oleh 11 Pemerintah Daerah.

Page 49: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 45

Tabel 11. Kinerja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Secara umum, kinerja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) masih menunjukkan

peningkatan realisasi, dimana secara nominal tumbuh sebesar 1,12 persen (yoy). Hal ini

menunjukkan komitmen pemerintah dalam pemerataan pertumbuhan sampai ke daerah.

Namun demikian, terjadi sedikit perlambatan kinerja yang tercermin dari realisasi sebesar 39,3

persen dari target APBN 2019, dibandingkan dengan kinerja 2018 sebesar 42,0 persen.

Peningkatan pada realisasi TKDD didorong oleh kenaikan realisasi penyaluran Dana Transfer

Umum (DTU) yang disebabkan kenaikan pada pagu Dana Alokasi Umum (DAU).

Tabel 12. Kinerja Pembiayaan (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi Pembiayaan Utang hingga Bulan Juli 2019 sudah mencapai 65,2 persen target APBN.

Kenaikan ini didorong oleh realisasi SBN neto, dimana ini merupakan salah satu dari strategi

front loading yang dilakukan Pemerintah dalam memanfaatkan kondusifnya pasar keuangan

di semester I. Namun, realisasi angka pinjaman mencapai angka negatif pada periode ini yang

disebabkan realisasi pembayaran cicilan pokok Pinjaman Luar Negeri lebih besar dibandingkan

Pinjaman Dalam Negeri.

Page 50: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

46 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Pemerintah akan terus melanjutkan strategi pembiayaan dengan risiko minimal dan

terkendali, salah satunya dengan mengoptimalkan pembiayaan dalam negeri. Pemerintah

juga melakukan pendalaman pasar domestik dengan menerbitkan SBN ritel secara online.

Hingga akhir Juli 2019, penerbitan ritel online telah dilakukan sebanyak 6 kali, yakni pada

SBR005, ST003, SR011, SBR006, ST004, dan SBR007. Sedangkan dari sisi pembiayaan syariah,

Pemerintah juga mengembangkan beberapa terobosan melalui penerbitan Green Global Sukuk

serta Project Financing Sukuk. Strategi pembiayaan tersebut pada akhirnya mampu menjaga

rasio utang pemerintah terhadap PDB tetap terjaga di bawah 30 persen.

B. RAPBN 2020: AKSELERASI DAYA SAING MELALUI INOVASI DAN KUALITAS SDM

Pendahuluan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 memiliki posisi dan makna

yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. APBN tahun 2020 merupakan awal

dari pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Fokus dari APBN 2020 yakni untuk meningkatkan

penyediaan infrastruktur dan perbaikan kualitas SDM guna menunjang kemampuan untuk

memperkaya inovasi dan mengembangkan teknologi dalam menjawab kebutuhan masa depan.

Di samping itu, Pemerintah juga dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas layanan

birokrasi sekaligus mampu mengalokasikan sumber-sumber ekonomi dan keuangan secara

lebih efisien dan efektif. Pemerintah akan menggunakan semua instrumen kebijakan untuk

mendukung stabilitas perekonomian dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam

jangka menengah, Pemerintah akan memfokuskan pada empat kebijakan utama, yaitu

peningkatan produktivitas SDM dan infrastruktur, reformasi institusi, transformasi ekonomi

dan pendalaman sektor keuangan.

Kebijakan Fiskal dalam Jangka Menengah

Dalam jangka menengah, kebijakan fiskal diarahkan untuk mendorong produktivitas dan

daya saing bangsa melalui pengelolaan fiskal yang sehat, berkelanjutan dan efektif. Untuk

itu, kebijakan fiskal jangka menengah adalah, pertama, tetap menempuh kebijakan ekspansif,

terarah, dan terukur untuk meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing. Defisit anggaran

dijaga dalam batas aman, namun tetap mampu menstimulasi perekonomian secara optimal.

Kedua, mengendalikan risiko utang dengan menjaga rasio utang terhadap PDB dalam batas

aman dan diupayakan semakin menurun dalam jangka menengah. Ketiga, mendorong

peningkatan tax ratio melalui berbagai inovasi kebijakan dengan tetap memberikan insentif

fiskal untuk daya saing dan investasi. Terakhir, mendorong keseimbangan primer mulai positif

pada tahun 2020.

Untuk mendukung hal tersebut, maka strategi yang akan ditempuh adalah dengan

memperkuat belanja yang berkualitas, memperlebar ruang fiskal, dan mengendalikan risiko.

Penguatan belanja yang berkualitas ditempuh dengan memfokuskan belanja untuk

memperkuat kualitas SDM, percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan efektivitas

program perlindungan sosial dan subsidi, serta mendukung kemandirian daerah. Pelebaran

ruang fiskal ini akan dilakukan baik melalui sisi penerimaan maupun sisi belanja.

Page 51: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 47

Dari sisi penerimaan, Pemerintah akan terus mengupayakan peningkatan tax ratio sambil

menjaga iklim investasi, serta optimalisasi penerimaan pengelolaan kekayaan negara.

Sementara dari sisi belanja, pelebaran ruang fiskal ditempuh melalui efisiensi belanja non

prioritas. Pemerintah juga akan melakukan mengembangan pembiayaan kreatif dan inovatif

serta pendalaman pasar keuangan domestik. Strategi penguatan kualitas belanja dan pelebaran

ruang fiskal tersebut akan dilakukan dengan tetap mempertimbangkan risiko fiskal agar APBN

tetap sehat dan berkelanjutan.

Kebijakan Fiskal 2020

Sebagaimana tertuang dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok

Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2020, kebijakan fiskal tahun 2020 didesain agar mampu

menjadi instrumen kebijakan yang dapat memastikan arah pencapaian target pembangunan

ekonomi, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang. Oleh karena itu, perumusan

arah kebijakan fiskal ditempuh dengan menggunakan tiga pendekatan. Pertama, kebijakan

fiskal diarahkan untuk menstimulasi perekonomian agar bertumbuh pada tingkat cukup tinggi,

menggerakan sektor riil, menggairahkan investasi, dan meningkatkan daya saing. Kedua,

diarahkan untuk mendorong pengelolaan fiskal yang semakin sehat, terefleksi dari pendapatan

yang optimal, belanja yang berkualitas serta pembiayaan yang efisien dan berkelanjutan.

Ketiga, diarahkan untuk mendorong perbaikan neraca keuangan Pemerintah yang ditandai

dengan peningkatan aset, terkendalinya liabilitas, dan peningkatan ekuitas.

Sebagai pelaksanaan tahun pertama RPJMN 2020-2024, kebijakan fiskal tahun 2020

mengangkat tema “APBN untuk Akselerasi Daya Saing melalui Inovasi dan Penguatan

Kualitas Sumber Daya Manusia”. Tema tersebut mengisyaratkan bahwa RAPBN 2020 disusun

dan diformulasikan untuk memperkuat daya saing sumber daya manusia Indonesia.

Diharapkan RAPBN 2020 dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dan

kesehatan, memperkuat program perlindungan sosial dan mengurangi ketimpangan, serta

mengakselerasi pembangunan infrastruktur untuk mendukung transformasi ekonomi.

Program-program tersebut kemudian dijabarkan dalam spending better berupa peningkatan

belanja negara yang lebih berkualitas. Spending better tidak hanya difokuskan pada upaya

peningkatan efisiensi, tetapi juga menitikberatkan pada program-program yang memiliki efek

pengganda bagi perekonomian nasional. Kebijakan spending better dilakukan dengan

merealokasi belanja konsumtif menjadi belanja produktif serta penajaman belanja barang. Oleh

karena itu, selain proses realokasi belanja dari konsumtif menjadi produktif, diperlukan juga

peningkatan belanja modal yang produktif, sinergitas belanja subsidi dan bantuan sosial agar

lebih tepat sasaran, serta peningkatan kualitas desentralisasi fiskal.

Untuk mendukung program tersebut, Pemerintah akan melakukan upaya mobilisasi

pendapatan Negara yang inovatif, baik dari sisi perpajakan maupun PNBP. Namun, upaya

mobilisasi pendapatan Negara dilakukan dengan tetap memperhatikan dunia usaha dan

kelestarian lingkungan. Selanjutnya, agar dapat terus menstimulasi perekonomian nasional

dan mendukung pencapaian target pembangunan, Pemerintah masih akan menempuh

kebijakan ekspansif yang terarah dan terukur di tahun 2020. Hal tersebut mengisyaratkan

bahwa RAPBN 2020 masih akan mengalami defisit. Guna menutup defisit tersebut, Pemerintah

akan terus mencari sumber-sumber pembiayaan, baik utang maupun non utang. Namun,

Page 52: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

48 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Pemerintah akan tetap memenuhi aspek kehati-hatian (prudent), untuk kegiatan produktif

(productive), dan efisien, serta mempertimbangkan keseimbangan makro (macro equilibrium).

RAPBN 2020

Dengan memperhatikan ketidakpastian pada perekonomian global yang mengalami

peningkatan, pendapatan negara dalam tahun 2020 diproyeksikan mencapai Rp2.221,5

triliun, atau meningkat 9,4 persen dari outlook APBN 2019. Pendapatan Negara tersebut

terdiri dari penerimaan perpajakan Rp2.221,0 triliun dan PNBP sebesar Rp359,3 triliun atau

tumbuh masing-masing sebesar 13,3 persen dan negatif 7,0 persen dari outlook APBN 2019.

Pertumbuhan penerimaan perpajakan di tahun 2020 tidak lepas dari langkah-langkah

Pemerintah dalam melakukan optimalisasi penerimaan perpajakan, seperti peningkatan

tingkat kepatuhan wajib pajak, program Penertiban Impor, Cukai, Ekspor Berisiko Tinggi (PICE-

BT), serta optimalisasi penggalian potensi perpajakan. Sebaliknya, pertumbuhan negatif PNBP

dalam RAPBN tahun 2020, terutama dipengaruhi oleh penurunan penerimaan SDA dan

penurunan pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan.

Selanjutnya, upaya peningkatan kualitas belanja negara tercermin dalam alokasi belanja

negara tahun 2020 yang mencapai Rp2.528,8 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat

Rp1.670,0 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp858,8 triliun. Alokasi belanja

pemerintah pusat akan dimanfaatkan, terutama untuk bidang prioritas pembangunan, seperti

bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang perlindungan sosial, dan bidang infrastruktur.

Untuk bidang pendidikan, upaya pemerintah dilakukan terutama pada inisiatif perluasan akses

pendidikan dan peningkatan skill SDM dengan melanjutkan bantuan pendidikan, yakni

melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sementara itu,

untuk menjawab tantangan di era industri 4.0 serta mengatasi rendahnya produktivitas

pekerja, Pemerintah meluncurkan Kartu Pra Kerja. Program ini diharapkan dapat

meningkatkan skill dalam rangka mengakselerasi penyerapan tenaga kerja muda melalui

penguatan skilling dan re-skilling sebanyak 2 juta penerima manfaat. Untuk menjaga stabilitas

harga dan daya beli masyarakat golongan miskin, Pemerintah tetap memberikan subsidi energi

secara lebih tepat sasaran dan tepat jumlah.

Selanjutnya, untuk mendukung upaya penajaman belanja Negara, penguatan peran Transfer

ke Daerah dan Dana Desa diarahkan untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas pelayanan

publik serta mengurangi ketimpangan antardaerah. TKDD juga akan difokuskan untuk

peningkatan daya saing melalui percepatan penyediaan infrastruktur publik dan penguatan

kualitas SDM. Peningkatan daya saing daerah juga diupayakan, antara lain melalui penguatan

Dana Transfer Umum (DTU) dalam mendanai kewenangan desentralisasi serta mengarahkan

pengelolaan Dana Transfer Khusus (DTK) guna mendukung implementasi desentralisasi.

Dengan memperhatikan pendapatan Negara dan belanja Negara, defisit RAPBN 2020

ditetapkan sebesar Rp307,2 triliun atau 1,76 persen terhadap PDB. Defisit fiskal tersebut

diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan serta

mendukung kegiatan produktif guna meningkatkan produktivitas dan daya saing. Sumber-

sumber pembiayaan defisit diperoleh, baik melalui utang maupun penerbitan SBN. Kebijakan

pembiayaan utang diarahkan agar berhati-hati serta mengendalikan rasio utang dalam batas

aman penerbitan SBN. Sementara untuk pinjaman dalam dan luar negeri difokuskan untuk

pemberdayaan industri dalam negeri serta pembangunan infrastruktur. Rasio utang

Page 53: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 49

pemerintah juga akan dijaga pada tingkat yang aman, yakni dibawah 30 persen, atau jauh di

bawah tingkat utang negara-negara lain di dunia.

Tabel 13. Postur RAPBN 2020 (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Boks 2. Peran Daya Beli yang Terjaga dan Penyaluran Bansos dalam Mendorong

Penurunan Kemiskinan dan Rasio Gini (UPDATED)

Sasaran angka kemiskinan yang ingin dicapai Pemerintah pada tahun 2019 berada pada

kisaran 8,5-9,5 persen. Pada Maret 2019, persentase penduduk miskin turun menjadi 9,41

(turun 0,25 persen poin dibandingkan periode September 2018 dan turun 0,41 persen poin

dibandingkan periode Maret 2018). Sementara itu, jumlah penduduk miskin pada Maret

2019 tercatat 25,14 juta orang (menurun 0,53 juta orang dari September 2018 atau menurun

2020

APBN Outlook RAPBN

A. PENDAPATAN NEGARA 2,165.1 2,030.8 2,221.5

I PENDAPATAN DALAM NEGERI 2,164.7 2,029.4 22,210.0

1 Peneriman Perpajakan 1,786.4 2,029.4 1,861.8

2 PNBP 378.3 386.3 359.3

II PENERIMAAN HIBAH 0.4 1.3 0.5

B. BELANJA NEGARA 2,461.1 2,341.6 2,528.8

I BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1,634.3 1,527.2 1,670.0

1 Belanja K/l 855.4 854.9 884.6

2 Belanja Non K/L 778.9 672.2 785.4

II TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 826.8 814.4 858.8

1 Transfer ke daerah 756.8 744.6 786.8

2 Dana Desa 70.0 69.8 72.0

C KESEIMBANGAN PRIMER (20.1) (34.7) (12.0)

D SURPLUS/(DEFISIT) ANGGARAN (296.0) (310.8) (307.2)

% Surplus/(Defisit) Anggaran terhadap PDB (1.8) (1.9) (1.8)

E PEMBIAYAAN ANGGARAN 296.0 310.8 307.2

I PEMBIAYAAN UTANG 359.3 373.9 351.9

II PEMBIAYAAN INVESTASI (75.9) (75.8) (74.2)

III PEMBERIAN PINJAMAN (2.4) (2.3) 5.2

IV KEWAJIBAN PENJAMINAN 0.0 0.0 (0.6)

V PEMBIAYAAN LAINNYA 15.0 15.0 25.0

URAIAN2019

Page 54: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

50 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

0,81 juta orang terhadap Maret 2018), dengan persentase penduduk miskin di perkotaan

turun menjadi 6,69 persen dan di pedesaan turun menjadi 12,85 persen pada Maret 2019.

Indeks kesenjangan (gini ratio) pada tahun 2019 diupayakan berada pada kisaran 0,380

hingga 0,385. Pada Maret 2019, rasio gini menjadi sebesar 0,382, turun 0,002 poin

dibandingkan September 2018 atau turun 0,007 poin dibandingkan dengan gini ratio

Maret 2018. Lebih lanjut, rasio gini perkotaan naik menjadi 0,392 pada Maret 2019,

sedangkan di perdesaan turun menjadi 0,317.

Berdasarkan ukuran ketimpangan World Bank, distribusi pengeluaran pada kelompok

40 persen terbawah yakni 17,71 persen. Hal ini mengindikasikan pengeluaran penduduk

telah berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Apabila dirinci menurut wilayah,

daerah perkotaan mencatatkan angka sebesar 16,93 persen (tergolong pada kategori

ketimpangan sedang), sedangkan perdesaan sebesar 20,59 persen (tergolong dalam

kategori ketimpangan rendah).

Perbaikan dua indikator kesejahteraan di atas antara lain disebabkan oleh kenaikan

pengeluaran per kapita masyarakat kelompok bawah dan menengah, baik di daerah

pedesaan maupun perkotaan. Di samping pertumbuhan ekonomi yang merata dan

terjaganya inflasi, pencairan bantuan sosial oleh Pemerintah di awal 2019 juga telah

memberi kontribusi terhadap penurunan kemiskinan dan ketimpangan. Alokasi anggaran

bantuan sosial sendiri pada tahun 2019 mengalami peningkatan dengan harapan agar

dapat mempercepat penurunan kemiskinan dan ketimpangan.

Grafik 30. Tingkat Kemiskinan dan Gini Ratio

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah

0,3820,413 0,38411,669,66

9,41

0

5

10

15

0,000

0,200

0,400

0,600

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Jan-19 Feb-19 Mar-19 Apr-19 May-19 Jun-19 Jul-19

(%)

Rasio Gini Bantuan Sosial untuk Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan (100 Triliun Rp)

Page 55: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 51

[ Halaman ini sengaja dikosongkan ]

Page 56: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

52 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

BAGIAN III ULASAN KHUSUS: KAJIAN ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN JANGKA PANJANG MELALUI DANA PENSIUN

Page 57: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 53

Page 58: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

54 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

A. LATAR BELAKANG

Keberadaan infrastruktur yang layak menjadi sebuah prasyarat penting dalam menyokong

mobilitas dan mendorong pembangunan sehingga infrastruktur menjadi salah satu poin

penting dalam RPJMN 2020-2024. Berdasarkan RPJMN 2020-2024, terdapat 19 major project

yang terkait dengan Prioritas Nasional Nomor 5: Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung

Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar yang membutuhkan alokasi dana sekitar

Rp2.085 triliun. Sumber pendanaan yang diharapkan dapat digunakan untuk membiayai

proyek tersebut berasal dari APBN dan skema-skema lain, seperti skema penugasan kepada

BUMN, Pembangunan Infrastruktur Non Anggaran, serta Kerjasama Pemerintah dan Badan

Usaha.

Inovasi menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan demi menggali sumber-sumber lain yang

dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur. Adapun karakteristik

sumber pembiayaan sudah seharusnya disesuaikan dengan karakteristik proyek jangka

panjang tersebut. Salah satu sumber pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik tersebut

adalah dana kelolaan asuransi jiwa dan dana pensiun.

B. GAMBARAN UMUM INDUSTRI DANA PENSIUN DI INDONESIA

Sistem pensiun di Indonesia mencakup program pensiun wajib dan pensiun sukarela.

Program pensiun wajib meliputi program pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dikelola

oleh PT Taspen (Persero), sedangkan bagi anggota TNI/POLRI dikelola oleh PT Asabri (Persero).

Adapun untuk program pensiun nasional bagi pekerja formal swasta dikelola oleh BPJS

Ketenagakerjaan. Selain program pensiun wajib, terdapat program pensiun yang bersifat

sukarela yang diselenggarakan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun

Lembaga Keuangan (DPLK).

Total dana kelolaan program pensiun saat ini relatif tinggi. Per Desember 2018, total dana

tercatat sebesar Rp850,78 triliun yang didominasi oleh program pensiun wajib BPJS

Ketenagakerjaan (Rp319,33 triliun). Meskipun aset program pensiun nasional mengalami

pertumbuhan cukup pesat, peran dana pensiun dalam pengembangan sektor keuangan di

Indonesia masih sangat kecil. Per Desember 2018, total dana kelolaan industri dana pensiun

hanya sekitar 5,63 persen dari PDB, relatif sangat kecil dibandingkan dengan negara lainnya.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa aset dana pensiun di Indonesia saat ini belum dikelola

secara optimal.

C. PERMASALAHAN SAAT INI

Secara umum, minimnya sumber pembiayaan jangka panjang terutama yang berasal dari

dana kelolaan program pensiun saat ini. Hal ini disebabkan belum optimalnya pengelolaan

aset dana pensiun dan belum baiknya sistem pensiun saat ini.

1. Belum Optimalnya Pengelolaan Aset Dana Pensiun

Aset dana pensiun di Indonesia sebagian besar diinvestasikan pada instrumen investasi

jangka pendek. Hal tersebut tidak sesuai dengan karakteristik program pensiun yang

memiliki liabilitas jangka panjang (asset-liability mismatch). Dengan demikian, aset dana

pensiun yang dikelola saat ini tidak dapat dikembangkan secara optimal. Beberapa hal

yang menyebabkan asset-liability mismatch adalah sebagai berikut.

Page 59: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 55

Tabel 14. Ketidaksesuaian Aset dan Kewajiban

BPJS – Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS – Jaminan Pensiun (JP)

TENOR Aset/Liabilitas Aset Aset/Liabilitas Aset

<1 113% 35,1 T 3946% 6,8 T

1-5 37% 34,4 T 159% 2,2 T

5-10 47% 33,1 T 234% 4,1 T

10-20 215% 157,1 T 552% 24,9 T

>20 90% 19,1 T 6% 2,9 T

TASPEN ASABRI DPPK dan DPLK

TENOR Aset/Liabilitas Aset Aset/Liabilitas Aset Aset/Liabilitas Aset

<1 688% 71,7 T 244% 11,5 T 238% 120,7 T

1-5 238% 56,6 T 155% 3,5 T 140% 52,7 T

5-10 74% 19,9 T 139% 3,3 T 68% 28,7 T

>10 282% 82,8 T 85% 4,3 T 68% 68,6 T

Sumber: BPJS Ketenagakerjaan

a) Pengukuran kinerja manajemen pengelola dana, baik program wajib maupun

sukarela, dilakukan berdasarkan kinerja satu tahun terakhir saja.

Adanya aturan terkait pencapaian suatu target investasi bagi institusi pengelola dana

pensiun sesuai Peraturan Menteri BUMN dan target Rencana Investasi Tahunan (RIT)

pada PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) sesuai Peraturan Menteri Keuangan

(PMK). Hal tersebut membuat manajemen cenderung menempatkan aset dana kelolaan

pada instrumen investasi dengan tenor pendek tingkat volatilitas yang kecil walau

imbal hasil yang diperoleh relatif kecil. Kondisi ini berbeda dengan praktik di beberapa

negara lain (seperti Malaysia, Australia, dan Kanada) di mana pengukuran kinerja

tahunan manajemen dilakukan berdasarkan rata-rata kinerja 3-5 tahun terakhir.

b) Penarikan dana pensiun yang relatif dini sebelum memasuki usia pensiun,

khususnya pada program Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan

berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata

Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Program JHT, program dengan aset kelolaan terbesar (per Desember 2018 sebesar

Rp278,9 triliun), tidak tumbuh optimal karena banyak peserta yang melakukan

penarikan dana jauh sebelum usia pensiun. Penarikan dana JHT saat ini dapat

dilakukan kapan saja, termasuk sesaat setelah berhenti bekerja. Hal ini mungkin terjadi

karena beberapa peraturan yang ada memperkenankan hal tersebut dapat dilakukan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (UU SJSN), dana JHT diperkenankan untuk diambil sebagian apabila peserta

telah memiliki masa iuran paling sedikit 10 tahun. Dengan demikian, penarikan dini

dana JHT yang terjadi saat ini sangat bertentangan dengan ketentuan pada UU SJSN.

Secara umum di banyak negara, dana pensiun hanya dapat diakses/ditarik pada saat

peserta telah mencapai usia pensiun.

Page 60: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

56 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

c) Peraturan OJK yang mewajibkan lembaga Industri Keuangan Non-Bank (IKNB)

untuk mengalokasikan aset pada instrumen investasi SBN dalam batas tertentu tanpa

mempertimbangkan karakter dan durasi liabilitas program.

Salah satu ketentuan di dalam POJK tersebut mengatur bahwa paling sedikit 50% dari

aset investasi Dana Jaminan Sosial (DJS) Ketenagakerjaan harus ditempatkan pada

instrumen SBN. Ketentuan tersebut mengakibatkan alokasi dana pada SBN cukup besar

sehingga kurang memberi ruang bagi surat berharga korporasi dan instrumen investasi

lain untuk dapat berkembang. Mengingat pengukuran kinerja diukur berdasarkan

kineja tahunan, pengelola dana pensiun cenderung mengalokasikan dana pada SBN

yang memiliki tenor pendek atau menengah.

d) Literasi investasi (termasuk tentang asset liability management) masyarakat secara

umum, baik peserta, badan pengelola, dan regulator masih relatif rendah.

Mengacu pada best practices, prinsip utama dari penentuan strategi investasi atas aset

program pensiun ditentukan oleh profil liabilitas program tersebut. Apabila profil

liabilitas dari suatu program didominasi oleh liabilitas jangka pendek, strategi investasi

yang sebaiknya dilakukan adalah strategi konservatif. Sebaliknya, apabila profil

liabilitas dari suatu program didominasi oleh liabilitas jangka panjang, strategi investasi

yang sebaiknya dilakukan adalah strategi yang lebih agresif. Prinsip inilah yang belum

dipahami secara benar. Selain itu, masyarakat hanya familiar dengan instrumen

konvensional seperti tabungan, deposito, dan SBN namun kurang memahami

instrumen lain seperti saham dan reksadana.

2. Belum Baiknya Sistem Pensiun Saat Ini

Dalam sejarah perkembangannya, Indonesia telah memiliki program pensiun sejak

tahun 1960-an. Program pensiun wajib yang diterapkan di Indonesia telah mencakup

seluruh pekerja formal, namun belum termasuk pekerja informal (saat ini telah mencapai

57 persen dari total pekerja di Indonesia). Secara garis besar program pensiun wajib di

Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut.

a) Indonesia telah memiliki program pensiun sejak tahun 1966, yaitu program pensiun

wajib untuk militer dan diikuti program pensiun wajib bagi PNS. Selanjutnya, pada

tahun 1992 pemerintah mulai menerapkan program JHT melalui program Jaminan

Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi pegawai swasta, serta program pensiun sukarela

melalui DPPK dan DPLK.

b) Pada tahun 2003, melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), Pemerintah mulai mewajibkan para

pengusaha untuk memberikan kompensasi bagi pekerja yang mengalami pemutusan

hubungan kerja (PHK), berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan

uang penggatian hak.

c) Selanjutnya, pada tahun 2004 pemerintah memperkenalkan SJSN melalui UU SJSN,

yaitu negara memberikan perlindungan berupa jaminan sosial kepada seluruh warga

negara, antara lain melalui program pensiun berupa Jaminan Pensiun (JP) dan JHT,

serta membentuk BPJS.

Page 61: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 57

Grafik 31. Total Distribusi Klaim JHT 2017

Sumber: BPJS Ketenagakerjaan

Sejak berlakunya UU Ketenagakerjaan dan UU SJSN, terdapat beberapa program

jaminan sosial yang wajib diberikan kepada pekerja, antara lain JP, JHT, dan uang

pesangon. Namun, regulasi yang mengatur tentang program pensiun kurang terintegrasi

dengan baik antara satu dengan yang lain. Hal tersebut mengakibatkan penerapan

program pensiun yang kurang harmonis dan bahkan terjadi tumpang tindih manfaat pada

program yang berbeda. Belum baiknya sistem pensiun yang ada saat ini tercermin dari

dampak yang ditimbulkan antara lain sebagai berikut.

a) Berdasarkan International Labor Organization EPLex Indicators (International Labor

Organization, 2015), regulasi tentang perlindungan pekerja di Indonesia termasuk

paling kaku apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Selain itu,

penegakan dan tingkat kepatuhan terhadap regulasi tersebut sangat rendah (Kajian

World Bank, 2019).

b) Dari sisi pengusaha, beban iuran yang ditanggung untuk program pensiun wajib dan

program wajib sejenis relatif besar. Adapun beban iuran tersebut termasuk salah satu

yang tertinggi di Asia (Social Security Administration - International Social Security

Association, 2016), dengan rincian sebagai berikut.

i. Untuk program pesangon, berdasarkan perhitungan aktuaria rata-rata beban

iuran yang ditanggung pengusaha sebesar 8 persen atas upah pekerja, sementara

untuk pekerja dengan masa kerja yang relatif singkat, iuran yang dibutuhkan

dapat mencapai 12 – 15 persen.

ii. Program pensiun wajib bagi pegawai swasta (dalam SJSN) yang diterapkan sejak

2015, dengan iuran sebesar 3 persen atas upah pekerja (pembagian antara

pengusaha sebesar 2 persen dan pekerja sebesar 1 persen), memberikan tambahan

beban bagi pengusaha, sehingga total beban pengusaha untuk memenuhi

kewajiban kepada pekerja berkisar antara 18,24 - 23,74 persen dari upah pekerja.

0%

50%

100%

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Masa Kepesertaan (tahun)

Memasuki UsiaPensiunMeninggal Dunia

Cacat Total Tetap

MeninggalkanWilayah RIPHK

Mengundurkan Diri

Klaim Sebagian(30%)Klaim Sebagian(10%)

Page 62: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

58 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

c) Jumlah kepesertaan program pensiun (dan program ketenagakerjaan lain yang

sejenis) yang saat ini relatif sangat rendah, secara garis besar sebagai berikut.

i. Sebagian besar pekerja yang telah terproteksi program pensiun sebagaimana

dimaksud adalah pekerja sektor formal, namun belum semua pekerja formal

terproteksi program pensiun (hanya sekitar 43 persen dari pekerja formal atau 16

persen dari total tenaga kerja).

ii. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari separuh tenaga kerja di

Indonesia adalah pekerja pada sektor informal. Meskipun demikian, hampir

seluruh pekerja pada sektor tersebut belum terproteksi program pensiun.

Grafik 32. (a) Perkembangan Pekerja Formal; (b) Jaminan Sosial

(a) (b)

Sumber: BPJS Ketenagakerjaan d) Di sisi lain, program pensiun sukarela, yang diselenggarakan Dana Pensiun Pemberi

Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), belum berkembang

dengan baik yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.

i. Persepsi masyarakat, baik pekerja maupun pengusaha, yang menganggap bahwa

dana pensiun cukup diperoleh dari program wajib saja.

ii. Belum adanya insentif yang cukup menarik bagi masyarakat (khususnya yang

sangat mampu) untuk menabung di dana pensiun.

Di banyak negara, pemberian insentif pajak menjadi kunci utama besarnya akumulasi

dana kelolaan pada program pensiun sukarela. Saat ini, insentif pajak program pensiun

(yaitu iuran dapat menjadi tax deductible) hanya dapat diperoleh apabila dibayar melalui

pemberi kerja, dan belum dimungkinkan apabila iuran dibayarkan langsung secara

perorangan ke DPLK. Belum baiknya sistem pensiun yang ada saat ini memberikan

dampak yang kurang baik (merugikan) bagi semua stakeholder, baik Pemerintah, Pekerja,

maupun Pengusaha, yang tercermin pada hal-hal sebagai berikut.

a) Akumulasi dana jangka panjang di Indonesia, terutama dari akumulasi dana pensiun

sangat rendah. Total dana kelolaan seluruh program pensiun saat ini 5,6 persen dari

PDB. Jumlah tersebut relatif sangat rendah apabila dibandingkan dengan negara-

0,4

0,45

0,5

0,55

0,6

40

60

80

100

120

140

2015 2016 2017 2018

Juta

TotalPekerja FormalPersentase Pekerja Formal

Tenaga Kerja*)[124 JUTA]

Tenaga KerjaFormal

[53,5 JUTA; 43%]

Peserta JaminanSosial

Ketenagakerjaan[20,2 JUTA; 16%]

Page 63: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 59

negara lain seperti Australia (+130 persen), Kanada (+154 persen), dan Malaysia (+60

persen) (OECD dan World Bank, 2018).

b) Iklim investasi yang tidak kondusif.

c) Perlindungan ketenagakerjaan yang sangat rendah.

D. ALTERNATIF KEBIJAKAN

Untuk dapat memaksimalkan dana kelolaan dana pensiun sebagai sumber pembiayaan jangka

panjang, secara garis besar opsi perbaikan dapat dibagi menjadi optimalisasi pengelolaan aset

dana pensiun serta perbaikan sistem pensiun.

1. Optimalisasi Pengelolaan Aset Dana Pensiun

Dalam jangka pendek, tambahan dana jangka panjang bisa didapatkan dengan melakukan

optimalisasi pengelolaan aset program pensiun yang ada saat ini. Beberapa hal yang dapat

dilakukan untuk mengoptimalkan pengelolaan aset dana pensiun antara lain sebagai

berikut.

a) Melakukan pengubahan pengukuran kinerja tahunan manajemen (yang semula

hanya berdasarkan kinerja 1 tahun terakhir) berdasarkan rata-rata kinerja untuk

periode (rolling) yang lebih panjang (misalnya 3 – 5 tahun terakhir).

b) Meminimalisasi penarikan dana pensiun sebelum usia pensiun, terutama penarikan

yang terlalu dini. Berkenaan dengan penarikan dana JHT, perlu dipertimbangkan hal-

hal sebagai berikut:

i. dapat menyesuaikan kembali aturan yang ada saat ini agar kembali sesuai dengan

ketentuan UU SJSN (diperkenankan untuk diambil sebagian apabila peserta telah

memiliki masa iuran paling sedikit 10 tahun); atau

ii. melakukan pemisahan aset JHT menjadi dua bagian dengan komposisi

(persentase) tertentu, yaitu sebagian kecil dana dapat diakses (ditarik) kapan saja

oleh peserta untuk tujuan tertentu sementara sebagian lain dari dana program

hanya dapat diakses (ditarik) oleh peserta ketika mencapai usia pensiun (contoh:

pengelolaan program pensiun pada Malaysia).

c) Melakukan penyesuaian ketentuan pada POJK terkait minimal kepemilikan SBN,

yaitu dengan dengan turut memperhatikan kesesuaian pada karakter program dan

durasi liabilitas program. Penyesuaian ini dapat dimanfaatkan Pemerintah dengan

lebih banyak menerbitkan SBN bertenor panjang.

d) Melakukan edukasi tentang investasi dilakukan sejak dini dan berkelanjutan.

e) Membuka ruang untuk menambah penyediaan instrumen jangka panjang untuk

menyerap kebutuhan.

Dengan melakukan opsi perbaikan optimalisasi pengelolaan dana pensiun berupa perubahan

pengukuran kinerja manajemen dan meminimalisir penarikan dana pensiun sebelum usia

pensiun, simulasi menunjukkan bahwa terdapat potensi dana jangka panjang sebesar Rp226

triliun.

2. Perbaikan Sistem Pensiun

Dalam jangka yang relatif panjang, penambahan dana jangka panjang dapat dilakukan melalui

perbaikan sistem pensiun. Perbaikan yang komprehensif akan menghasilkan program-

program yang terintegrasi dengan baik, memberikan perlindungan secara menyeluruh, efektif

Page 64: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

60 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

dan efisien, serta menciptakan akumulasi dana jangka panjang yang sangat besar dan

berkesinambungan. Beberapa upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

a) Melakukan harmonisasi program-program yang ada saat ini secara wajar dengan

memperhatikan besaran iuran berdasarkan kemampuan dan keterjangkauan pekerja

dan/atau pengusaha., yang menyangkut beberapa hal sebagai berikut:

i. mengubah atau melakukan penyesuaian skema pesangon;

ii. melakukan realokasi iuran dari beberapa program yang ada saat ini. Usulan realokasi

secara lengkap disampaikan pada Lampiran II; dan/atau

iii. meningkatkan penegakan dan kepatuhan terhadap regulasi.

b) Membentuk program Unemployment Insurance, sebagai salah satu program yang wajib ada

sebagai konsekuensi dari penyesuaian skema pesangon.

c) Melakukan penyesuaian ketentuan terkait insentif pajak dengan memberikan insentif

pajak (tax deductible) atas iuran perorangan yang digunakan untuk men-top-up atau

berinvestasi di dana pensiun. Apabila ini disetujui, perlu kiranya form SPT Pajak

perorangan diperbaiki dengan menyertakan field iuran dana pensiun perorangan sebagai

pengurang penghasilan kena pajak.

d) Meningkatkan perlindungan dan partisipasi pekerja informal pada program pensiun,

dengan membentuk program pensiun wajib bagi pekerja informal dan/atau

mengupayakan transisi pekerja informal menjadi formal. Salah satu upaya sederhana yang

dapat dilakukan adalah setiap masyarakat (pekerja) yang memiliki NPWP dapat dicatat

sebagai pekerja formal.

Page 65: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 61

[ Halaman ini sengaja dikosongkan ]

Page 66: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

62 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

PERKEMBANGAN

INDIKATOR

EKONOMI MAKRO

LAMPIRAN

Page 67: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 63

D

ata Perk

emb

angan

Ind

ikator E

kon

omi M

akro

AgustusSeptember

OktoberNovember

DesemberJanuari

FebruariMaret

AprilMei

JuniJuli

Agustus

5.175.18

5.075.05

2,684.192,638.89

2,625.042,735.19

3,841.763,798.68

3,782.363,963.46

3.202.88

3.163.23

3.132.82

2.572.48

2.833.32

3.28

134.07133.83

134.20134.56

135.39135.83

135.72135.87

136.47137.40

138.16138.59

138.75

2.902.82

2.943.03

3.073.06

3,063.03

3.053.12

3.253.18

3.30

2.552.40

2.743.07

3.363.39

3.383.25

3.173.38

1.892.22

1.87

4.973.75

4.484.32

3.391.76

0.330.16

2.054.08

4.914.90

5.96

14,56014,869

15,17914,697

14,49714,163

14,03514,211

14,14314,393

14,22714,044

14,242

14,71114,929

15,22714,339

14,48114,072

14,06214,244

14,21514,385

14,14114,026

14,308

5.505.75

5.756.00

6.006.00

6.006.00

6.006.00

6.005.75

5.50

11.9611.9

11.8311.8

11.7311.72

11.6811.64

11.6211.57

11.57

10.4810.59

10.4710.48

10.3410.52

10.5510.51

10.510.43

10.42

10.3710.54

10.3810.51

10.3810.38

10.3610.34

10.3110.26

10.24

69.468.3

69.268.6

54.856.6

61.363.6

68.368.1

61.061.3

69.873.3

65.350.9

49.051.6

55.058.2

63.960.9

54.755.0

77.283.0

73.958.4

57.760.2

64.066.1

71.371.1

64.164.0

ObligasiYield (5YR)

7.988.05

8.357.82

7.917.85

7.517.15

7.317.54

6.786.84

6.79

ObligasiYield (10YR)

8.208.12

8.547.87

8.038.01

7.827.63

7.837.96

7.377.38

7.33

SahamIHSG

6,0185,977

5,8326,056

6,1946,533

6,4436,469

6,4556,209

6,3596,391

6,328

NFBSUN, Saham, SBI

14,975-5,919

10,05546,065

-12,39530,502

30,84224,141

46,030-16,807

50,38224,265

22.8322.91

22.9723.32

23.323.22

23.4523.42

23.2122.43

22.63

93.7994.09

93.7193.19

94.7893.97

94.1294

94.2596.19

9.98

2.72.66

2.672.7

2.592.56

2.62.5

2.572.61

2.511.91

12.4313.09

12.0511.7

11.912.7

11.5511.06

11.069.34

Sumber: Bank Indonesia, BPS, Bloomberg, dan DJA

Pertumbuhan Kredit

Kredit Modal Kerja (eop)

Kredit Investasi (eop)

Harga Minyak (US$/barel)

Rata-rata (ICP)

WTI

Brent

SUN dan Saham

Perbankan (%)

CAR

LDR

NPL

Kredit Konsumsi (eop)

Nominal harga berlaku (triliun rupiah)

Inflasi (%)

IHK

Core

Administrative Price

Volatile Food

Nilai Tukar (Rp/US$)

Rata-rata

End Of Period

Suku Bunga (%)

BI-7days Repo Rate

20182019

Produk Domestik Bruto (PDB)

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Indikator

Nominal harga konstan (triliun rupiah)

Page 68: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

64 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

APBNRealisasi s.d 31

Juli%

thd APBN

APBNRealisasi s.d 31

Juli%

thd APBN

1,894,720.4

994,357.50

52.5%2,165,111.8

1,052,826.8

48.60%

1,893,523.5

991,087.40

52.3%2,164,676.5

1,052,021.4

48.60%

1,618,095.5

780,052.20

48.2%1,786,378.7

810,748.5

45.40%

a. Pajak Dalam Negeri

1,579,395.5

754,722.40

47.8%1,577,600.0

788,213.5

44.70%

b. Pajak Perdagangan Internasional38,700.0

25,329.80

65.5%

43,321.8

22,535.0

52.00%275,428.0

211,035.20

76.6%

378,297.9

241,272.9

63.80%1,196.9

3,270.10

273.2%

435.3

805.4

185.00%2,220,657.0

1,145,656.10

51.6%

2,461,112.1

1,236,500.0

50.20%1,454,494.4

697,020.50

47.9%

1,634,339.5

761,467.2

46.60%847,435.2

375,930.50

44.4%

855,445.8

419,900.0

49.10%607,059.2

321,090.00

52.9%

778,893.7

341,600.0

43.90%766,162.6

448,635.60

58.6%

826,772.5

475,069.9

57.50%706,162.6

412,774.90

58.5%

756,772.5

433,190.1

57.20%60,000.0

35,860.70

59.8%

70,000.0

41,879.7

59.80%(87,329.5)

(4,853.80)

-11.5%

(20,115.0)

(25,080.4)

124.70%(325,936.6)

(151,299.20)

(296,000.2)

(183,700.0)

62.10%

(2.2)

(1.02)

(1.8)

(1.1)

325,936.6

206,598.30

63.4%296,000.2

229,731.8

77.60%

399,219.4

205,567.70

51.5%359,250.6

234,131.4

65.20%

(65,654.3)

(1,550.00)

2.4%(75,900.3)

(5,133.9)

6.80%

(6,690.1)

2,474.00

-37.0%(2,350.0)

715.8

-30.50%

(1,121.3)

-

0.0%-

-

0.00%

183.0

106.60

58.3%15,000.0

18.6

0.10%

55,299.10

46,021.6

1. Penerimaan Perpajakan

Uraian

2019

A. Pendapatan Negara dan HibahI. Penerim

aan Dalam Negeri

2018

% Surplus / (Defisit) Anggaran thd PDB

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak

II. HibahB. Belanja Negara

I. Belanja Pemerintah Pusat

1. Belanja K/L2. Belanja Non K/L

II. Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa1. Transfer ke Daerah2. Dana Desa

C. Keseimbangan Prim

erD. Surplus/Defisit Anggaran (A - B)

KELEBIHAN / (KEKURANGAN) PEMBIAYAAN

E. Pembiayaan

I. Pembiayaan Utang

II. Pembiayaan Investasi

III. Pemberian Pinjam

anIV. Kew

ajiban Penjaminan

V. Pembiayaan Lainnya

Perb

and

ingan

Pen

yerap

an A

PB

N Ju

li 2018

dan

Juli 20

19

Page 69: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 65

[ Halaman ini sengaja dikosongkan ]

Page 70: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

66 Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal

Page 71: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKALRINGKASAN EKSEKUTIF ekanan ekonomi global masih tinggi yang bersumber dari aktivitas riil yang melambat serta ketidakpastian perang dagang. Eskalasi

Edisi III 2019 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal 67