tinjauan abses hepar

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. EPIDEMIOLOGI Insiden Abses Hepar Piogenik diperkirakan berkisar antara 8-15 kasus per 100000 orang di negara maju. Namun kasus tersebut diperkirakan jauh lebih banyak pada negara berkembang, tanpa diketahui jumlah pastinya. Abses hati sering ditemukan pada pasien berusia 50-70 tahun, dan kasus abses hepar pada anak-anak terjadi sebanyak 50% pada usia kurang dari 6 tahun dan seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder. Rasio gender kasus abses hepar piogenik lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 7:1. Seperti yang dikemukakan oleh berbagai penelitian insiden, kasus abses hepar piogenik lebih sering di temukan pada daerah tertinggal seperti pedesaan dibandingkan perkotaan oleh karena berbagai faktor lingkungan, pola hidup, penanganan infeksi, dan ragam mikroorganisme. 2,3 2.2. ETIOLOGI Berdasarkan etiologinya, ada tiga penyebab utama abses hepar secara umumnya yakni; 1) Abses Hepar 1

Upload: kgrab

Post on 19-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Abses Hepar

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. EPIDEMIOLOGIInsiden Abses Hepar Piogenik diperkirakan berkisar antara 8-15 kasus per 100000 orang di negara maju. Namun kasus tersebut diperkirakan jauh lebih banyak pada negara berkembang, tanpa diketahui jumlah pastinya. Abses hati sering ditemukan pada pasien berusia 50-70 tahun, dan kasus abses hepar pada anak-anak terjadi sebanyak 50% pada usia kurang dari 6 tahun dan seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder. Rasio gender kasus abses hepar piogenik lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 7:1. Seperti yang dikemukakan oleh berbagai penelitian insiden, kasus abses hepar piogenik lebih sering di temukan pada daerah tertinggal seperti pedesaan dibandingkan perkotaan oleh karena berbagai faktor lingkungan, pola hidup, penanganan infeksi, dan ragam mikroorganisme.2,32.2. ETIOLOGIBerdasarkan etiologinya, ada tiga penyebab utama abses hepar secara umumnya yakni; 1) Abses Hepar Piogenik (Pyogenic Liver Abcess, PLA) yang seringkali disebabkan oleh lebih dari satu mikroorganisme (polimikrobial) dan merupakan penyebab dari 80% abses hepar yang sering ditemui; 2) Abses Hepar Amoeba (Amoebic Liver Abcess, ALA) disebabkan oleh Entamoeba histolytica sebanyak 10% dari total kasus yang sering ditemukan; 3) Abses Jamur (Fungal Liver Abcess) yang disebabkan oleh spesies jamur kandida dengan jumlah kurang dari 10% dari kasus abses hepar yang ditemui. Kultur darah biasanya memberikan hasil positif pada 33-36% kasus dengan hasil kultur serial yang signifikan sebanyak 73-100%.4 Abses hepar piogenik disebabkan oleh berbagai ragam mikroorganisme dan biasanya merupakan porses infeksi spesifik lebih dari satu mikroorganisme. Bakteri yang paling sering ditemukan pada abses hepar piogenik diantaranya spesies Escherichia coli (33%), Klebsiella pneumonae (18%), Bacteriodes (24%), Streptococcus (37%), Staphylococcus, Pseudomonas, dan Proteus. Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang sering ditemukan pada abses hepar di dunia barat, sedangkan Klebsiella pneumoniae sebagai sebab abses sering muncul pada pasien dengan diabetes di Taiwan.1,4 Di Indonesia penyebab infeksi abses hepar piogenik masih belum ada data yang menerangkan mikroorganisme sebagai penyebab paling sering, namun berdasarkan penelitian internasional diperkirakan sangat besar kemungkinan penyebabnya oleh karena lebih dari satu mikroorganisme. Hal ini memerlukan proses kultur abses hepar yang harus dilakukan selain sebagai alat diagnostik, tujuan terapi, namun juga pencegahan kedepannya. Akan tetapi sayangnya pemeriksaan kultur mikroorganisme pada absess hepar masih jarang terlaksana di sarana pelayanan kesehatan di Indonesia.32.3. PATOFISIOLOGI Mikroorganisme penyebab abses heapar piogenik dapat memasuki organ hati melalui kontak lansung organ lain yang terinfeksi atau melalui aliran darah yang melewati vena portal hati atau arteri organ hati. Pembersihan organ hati dari berbagai mikroorganisme yang ada dalam darah yang melalui sistem portal hati merupakan suatu proses yang normal (hati sebagai organ detoxifikasi dan pembersih) pada seseorang yang sehat. Namun proses proliferasi abnormal, invasi sel dan organ, pembentukan abses, dapat terjadi oleh karena obstruksi bilier, perfusi yang buruk, ataupun mikroemboli pada organ hati. Proses penyebaran mikroorganisme ke organ hati dikemukakan melalui empat cara berbeda yakni oleh karena suatu penyakit empedu atau bilier, infeksi sistem portal hati, penyebaran hematogen (melalui aliran darah), dan kriptogenik.5,6Kelaianan empedu dan salurannya - Penyumbatan saluran empedu merupakan 21-30% penyebab kasus abses hepar. Penyumbatan cairan empedu ekstrahepatik dapat menyebabkan terjadinya suatu kolangitis dan abses, hal ini biasanya terkait dengan kolelduktolitiasis, tumor, ataupun striktur post operasi. Kelainan pada duktus dan striktur post operasi diketahui sebagai salah satu penyebabnya.7Infeksi sistem portal (pyemia portalis) - Proses infeksi ini berawal dari organ abdomen dan bersarang di hati oleh karena suatu emboli atau pembiakan di vena portal. Dengan adanya berbagai antibiotika untuk infeksi intraabdominal, infeksi melalui sistem portal kini mulai jarang ditemukan sebagai penyebab abses hepar piogenik, namun masih sekitar 20% sebagai penyebab patofisiologis abses hepar. Infeksi melalui sistem portal seringkali disebabkan oleh apendisitis dan pylephlebitis, namun infeksi melalui sistem ini juga dapat disebabkan oleh divertikulitis, infeksi saluran pencernaan dan ulkus.1,7Infeksi hematogen melalui arteri hepatik - Proses infeksi ini adalah hasil dari dari pembiakan bakteria di hati oleh karena infeksi sistemik bakterimia yang dapat disebabkan oleh infeksi endokarditis, urosepsis, atau penyalah-gunaan obat-obatan melalui intravena. Laparoskopi kolesistektomi diketahui sebagai salah satu penyebab abses hepar melalui cara infeksi ini. Selain itu proses infeksi hematogen ini baru diketahui dapat disebabkan oleh transarterial emboli dan cryoablasi massa hati.7,8 Kriptogenik - Hampir setengah kasus abses hepar masih belum diketahui penyebabnya. Namun angka insiden semakin bertambah pada pasien dengan diabetes atau metastasis kanker. Pasien dengan kekambuhan abses hepar kriptogenik disarankan untuk mengevaluasi saluran empedu dan gastrointestinal.7 2.4. PERSENTASI KLINISPresentasi klinis abses hepar terkadang sulit diketahui dimana sebagian besar pasien dapat mengalami gejala beberapa minggu sebelum ada penemuan klinis. Demam dan nyeri perut kuadran kanan atas merupakan keluhan paling sering yang ditemui pada pasien. Nyeri ditemukan pada sebagian besar pasien (80%) yang dapat dirasakan sebagai nyeri dada (nyeri pleuritik, tanpa adanya sesak) atau nyeri hingga bahu kanan atas. Gejala-gejala tersebut sering disalah-tafsirkan sebagai kolesistitis akut.1,5 Demam sering muncul pada pasien dengan abses hepar yang terjadi pada 87-100% kasus. Namun hanya sebagian dari pasien yang mengalami febris dan hal tersebut biasa diikuti dengan rasa mengigil dan rasa lemas serta lelah. Penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, serta kebingungan merupakan gejala yang juga sering diketahui pada pasien dengnan abses hepar. Tanda dan gejala abses hepar piogenik tercantum pada tabel dibawah ini.5

Tabel 1. Tanda dan gejala pada pasien abses hepar piogenik.1Gejala-gejala% PersenTanda-tanda% Persen

Nyeri AbdomenDemamMenggigilAnoreksiaPenurunan BeratBatukNyeri Pleuritik Dada89-10067-10033-8838-8025-6811-289-24Tidak ada kelainanNyeri perut kanan atasHepatomegalyMassaJaundice/IkterusKelainan thorax3841-7251-9217-1823-4311-48

Pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada pasien abses hepar adalah nyeri perut kuadran kanan atas. Perkusi dan perabaan juga dapat ditemui hepatomegali ataupun massa pada hati dengan ukuran dan jumlah yang bervariasi pada setiap kasusnya. Jaundice atau ikterus juga sering ditemukan pada kasus abses hepar. Pada pemeriksaan auskultasi terkadang dapat ditemui suara cairan, efusi pleura, gesekan, ataupun konsolidasi pulmonal. Meskipun jarang, beberapa pasien mengalami sepsis dan peritonitis oleh karena ruptur suatu abses hepar.1,5

2.5. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Foto thoraks atau dada umumnya digunakan sebagai pemeriksaan awal untuk dievaluasi, meskipun hasilnya kurang spesifik bagi abses hepar. Sekitar setengah dari pasien dengan abses hepar memiliki kelainan pada foto thoraks. Tanda tidak spesifik diantaranya; meningkatnya hemidiagfragma kanan, subdiagfragma air-fluid level, infeksi pneumonia, konsolidasi, dan efusi pleura. Apabila adanya mikroorganisme aerob atau yang menghasilkan gas, foto abdominal dapat menunjukan bukti adanya udara intrahepatik, udara vena portal, air-fluid level, dan udara pada cabang saluran empedu. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) memiliki sensifitas yang tinggi, yakni 80-100%. Hasil untrasonografi yang menunjukan massa berbentuk bulat atau oval yang bergambar hipoekoik adalah konsisten dengan gambaran abses hepar piogenik.9 Computed Tomografi (CT) scan merupakan alat pilihan untuk mendeteksi kelainan atau massa pada hati. Akan tetapi gambaran pada CT scan tidak dapat diperjelas meskipun dengan penggunaan kontras intravena. Sama halnya dengan USG, CT scan memiliki sensitfitas yang sebanding dengan ultrasonografi, namun keduanya memiliki spesifisitas yang kurang.10,112.6. PEMERIKSAAN LABORATORIUMPemeriksaan darah lengkap hendaknya dilakukan. Anemia ditemukan pada 50-80% kasus abses hepar. Sedangkan leukositosis lebih dari 10000/ liter ditemukan pada 76-96% kasus. Sering pula ditemukan peningkatan pada sedimentasi eritrosit pada pasien dengan abses hepar.7,8Pemeriksaan fungsi hati sangat membantu penegakan diagnosis. Peningkatan kadar alkaline fosfat ditemui pada 95-100% pasien dengan kasus abses hepar yang menunjukan terjadinya suatu hambatan cairan empedu atau kolestasis. Peningkatan kadar serum aspartat aminotransferase (AST atau SGOT), kadar alanine aminotransferase (ALT atau SGPT), atau keduanya terjadi pada 48-60% kasus yang menunjukan terjadinya kerusakan hepatoseluler. Peningkatan bilirubin terlihat pada 28-73% pasien. Penurunan kadar albumin (< 3 g/dL) dan peningkatan globulin (>3 g/dL) sering ditemui pada pasien dengan abses hepar. Waktu protrombin (PT) meningkat pada 71-87% pasien abses hepar.1,7,9 2.7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKGejala dan tanda nonspesifik pada abses hepar dapat membantu mengarahkan diagnosis pada penyakit ini, namun perlu ditunjang oleh berbagai pemeriksaaan lainnya seperti laboratorium dan radiologi. Diagnosis pasti dilakukan menggunakan aspirasi dengan bantuan ultrasonografi atau CT scan dan dapat sekaligus dilakukan drainase kateter. Hasil aspirasi tersebut kemudian dikirim untuk pemeriksaan kultur dan sitologi untuk diketahui mikroorganisme abses sehingga terapi yang sesuai dapat diberikan.1,8,12 2.8. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan abses hepar piogenik secara garis besar dibagi menjadi penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.PENATALAKSANAAN MEDISPenangangan terkini pada abses hepar piogenik adalah menggunakan pemasangan drainase dengan bantuan CT scan atau alat bantu radiologi lainnya. Sebelumnya seringkali pasien harus menjalani bedah terbuka dengan angka mortalitas hingga 70% dan bila ada abses multipel, banyak kateter diperlukan untuk drainase yang adekuat. Penatalaksanaan terkini memiliki tiga langkah sebagai berikut: Inisiasi terapi antibiotika secara empiris Aspirasi diagnostik dan drainase abses pada hepar Drainase dengan cara pembedahan pada beberapa pasien

Terapi AntibiotikAspirasi diagnostik harus dilakukan sedini mungkin untuk mengetahui mikroorganisme yang terlibat. Agen antimicrobial harus memberikan jangkauan yang cukup terhadap bakteria basil aerobis gram negatif, mikroaerofilik streptococci, dan organisme anaerobik termasuk Bacteroides fragilis. Pada umumnya diberikan dua atau lebih jenis antibiotik yang digunakan secara empiris.13 Metronidazole and klindamisin memiliki jangkauan luas dan memberikan penetrasi yang baik pada selaput dan rogga abses. Generasi ketiga sefalosporin atau obat aminoglikosid memberikan jangkauan baik terhadap sebagian besar bakteri gram negatif. Fluorokuinolon dapat diberikan pada pasien yang allergi terhadap penisilin. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan antibiotika diatas memiliki efektifitas yang sangat baik pada uniokular (satu rongga) abses yang ukurannya kurang dari tiga sentimeter.5,13 Drainase PerkutanAspirasi diagnostik dan drainase dapat dilakukan segera setelah diagnose diteggakkan. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan ultrasonografi apabila lesi kecil dan superfisial atau CT scan bila letak lesi lebih dalam. Pemasangan kateter drainase dapat segera dilakukan sesaat setelah aspirasi diagnostik dilakukan. Penganganan abses multipel lebih beruntung pada drainase dengan bantuan CT scan.14,15 Setelah kateter diposisikan dengan baik, hendaknya diirigasi menggunakan cairan isotonik sodium klorida (NaCl 0,9%) dan meletakkannya agar drainase terjadi dengan bantuan gravitasi. Adanya suatu asites dan letaknya yang dekat dengan organ vital lainnya merupakan suatu kontraindikasi mutlak untuk drainase perkutan. Masalah koagulopati dapat diperbaiki dengan pemberian transfusi fresh frozen plasma setelah drainase.15,16 Angka kesuksesan dari drainase perkutan adalah 80-87%. Drainase perkutan dinyatakan gagal apabila tidak terjadi perbaikan, bila terjadi perburukan dalam kurun waktu 72 jam sejak awal drainase, atau abses muncul kembali setelah drainase yang adekuat. Kegagalan tersebut dapat dibenahi dengan pemasangan kateter kembali atau melakukan bedah drainase terbuka.16,17 Komplikasi dari drainase termasuk perforasi oragan abdomen lainnya, pneumothoraks, pendarahan, dan kebocoran abses kedalam rongga peritonium. Pasien dengan immunokompromi dengan mikroabses multipel bukan merupakan kandidat drainase perkutan atau bedah terbuka, melainkan harus ditangani dengan antibiotika dosis tinggi karena pasien sedemikian rupa memiliki angka mortalitas tertinggi. PENATALAKSANAAN BEDAHIndikasi tindak pembedahan pada pasien dengan abses hepar diantaranya adalah; Abses dengan ukuran lebih dari 5 cm Abses yang tidak dapat dijangkau dengan drainase perkutan Adanya penyakit intraabdomen lainnya yang memerlukan tindakan operatif Adanya penyakit saluran empedu secara bersamaan Kegagalan terapi antibiotika Kegagalan aspirasi atau drainase perkutanAdanya tanda rangsang peritoneal pada pasien dengan abses hepar piogenik merupakan kegawatdaruratan mutlak untuk dilakukan laparotomi oleh karena adanya kemungkinan ruptur abses ke dalam rongga peritonium. Reseksi hati diperhitungkan apabila adanya karbunkel hati, hepatolithiasis, atau lesi mencurigakan yang dapat mengakibatkan sepsis.17 Kontraindikasi relatif pembedahan pada abses hepar piogenik adalah abses yang multipel, infeksi polimikrobial, adanya keganasan atau penyakit yang menekan sistem imun, atau adanya penyakit penyerta atau penyulit. 2.9. KOMPLIKASI Komplikasi dari penyakit abses hepar piogenik terjadi oleh karena ruptur abses pada organ sebelahnya atau rongga tubuh lainnya. Hal tersebut secara luas dibagi menjadi tipe pleuropulmonal atau tipe intraabdominal. Komplikasi tipe pleuropulmonal merupakan komplikasi yang paling sering terjadi sebanyak 15-20% dari kasus awal. Komplikasi ini termasuk efusi pleura, empyema, dan bronkohepatik fistula. Komplikasi tipe intraabdominal juga sering ditemukan diantaranya termasuk subfrenik abses dan ruptur kedalam rongga peritoneal, lambung, usus, vena cava, atau ginjal. Abses besar yang menekan inferior vena cava dan vena hepatikum dapat mengakibatkan sindroma Budd-Chiari. Sedangkan ruptur ke dalam pericardium atau abses otak oleh karena penyebaran hematogen sangat jarang ditemukan.1 2.10. PROGNOSIS Bila tidak ditangani dini, abses hepar piogenik memiliki mortalitas hingga 100%. Dengan diagnosis, drainase, dan antibiotika jangka panjang, prognosis secara signifikan membaik dengan mortalitas berkisar 15-20%. Faktor yang memeberikan prognosis buruk diantaranya; umur diatas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikrobial, adanya keganasan atau supresi sistem imun, dan adanya sepsis.1,5

10