tingkat kemodernan abdi dalem keraton … · 2 arti keraton yogyakarta berdasarkan garis imajiner...
TRANSCRIPT
TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM KERATON
YOGYAKARTA
RA GUPITA DHYANINGSARI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Tingkat
Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
RA Gupita Dhyaningsari
NIM I34100030
ABSTRAK
RA GUPITA DHYANINGSARI Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton
Yogyakarta. Di bawah bimbingan RILUS A KINSENG
Keraton Yogyakarta merupakan salah satu warisan budaya leluhur yang masih
tetap bertahan di masa modern seperti sekarang. Ada peranan penting yang
terdapat di Keraton yaitu seorang abdi dalem. Abdi dalem merupakan seseorang
yang mengabdi kepada raja dan tidak mengharapkan imbalan namun mereka
mencari ketenangan hidup dengan mewujudkan kesetiaan kepada keraton.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kemodernan para abdi dalem
keraton Yogyakarta dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemodernan abdi dalem. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
dan didukung dengan metode penelitian kualitatif. Pada hasil penelitian ini,
sebanyak 43.34 persen responden memiliki tingkat kemodernan yang rendah dan
56.66 persen lainnya tinggi. Kemudian, faktor yang mempengaruhi merupakan
pendapatan keluarga. Sedangkan lama mengabdi berpengaruh negatif dan yang
tidak berpengaruh adalah usia, jenis kelamin, lama menempuh pendidikan formal,
lama bekerja diluar Keraton dan jenis pekerjaan.
Kata kunci: abdi dalem, Keraton, tingkat kemodernan, nilai budaya
ABSTRACT
RA GUPITA DHYANINGSARI The Modernity Level of Abdi Dalem Keraton
Yogyakarta. Supervised by RILUS A KINSENG
Keraton Yogyakarta is one of the ancestral heritage which still survive in modern
times as now. There is an important role that is abdi dalem. Abdi dalem is a
person who dedicates to king and doesn’t expect a great rewards but they are
looking for peace of life to embody loyalty to the Keraton. This study aims to
analyze the level of modernity of the abdi dalem Keraton Yogyakarta and analyze
the factors that affect the level of modernity as experienced by the abdi dalem.
This study uses quantitative research methods and supported by qualitative
research methods. The results of this study show that 43.34 percent of respondents
have a low level of modernity and the othe 56.66 percent high. Then, the factors
that affect is family income whereas long time dedicate is affect negatively and
that no effect is age, gender, level of education, work outside Keraton and the kind
of work outside Keraton.
Key words: abdi dalem, Keraton, modernity level, cultural value
TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM KERATON
YOGYAKARTA
RA GUPITA DHYANINGSARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta
Nama : RA Gupita Dhyaningsari
NIM : I34100030
Disetujui oleh
Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: _______________________
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang masih
memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis
sehingga skripsi dengan judul “Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton
Yogyakarta“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti.
Penulis menyadari bahwa studi pustaka ini dapat terselesaikan dengan baik
karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan rasa teruma kasih kepada:
1. Ayahanda Sri Hermawan dan Ibunda Emmy Wulandari serta adik penulis
Lusika Mustikamaya yang merupakan sumber motivasi penulis dalam segala
hal.
2. Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak mencurahkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan
yang sangat berarti selama penulisan skripsi ini.
3. Keluarga besar Widitomo dan keluarga besar Marseno Prawiroatmo yang
selalu mencurahkan kasih sayangnya dan dorongan semangat untuk penulis.
4. KRT Kusumonegoro dan Nyi KRT Hamong Tejanegara yang membantu
penulis dalam proses penelitian di Keraton Yogyakarta.
5. Rama Muhammad Bintang atas dorongan semangat dan motivasi yang selalu
dicurahkan kepada penulis.
6. Teman-teman satu bimbingan, Ferdi Tri Wahyudi dan Fuad Habibi Siregar
yang saling menyemangati satu sama lain. 7. Sahabat seperjuangan selama kuliah di IPB, Chyntya Wijaya yang selalu
menyemangati penulis dan membantu selama menempuh pendidikan di IPB. 8. Teman-teman seperjuangan SKPM 47 atas semangat dan kebersamaan
selama ini, khususnya untuk Sahda, Erlisa, Gita, Estya, Adrian, Anggita,
Anggita, Faris dan Mahdi.
9. Sahabat sepanjang masa Mimi, Upay, Dinda, Manyun, Ijung, Agyl dan
Febrian.
10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya
studi pustaka ini
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
pembaca dalam memahami lebih jauh tentang abdi dalem Keraton Yogyakarta.
Bogor, Agustus 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... x
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
Latar Belakang ............................................................................................................. 1
Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 2
Kegunaan Penelitian ..................................................................................................... 3
PENDEKATAN TEORITIS ............................................................................................. 4
Tinjauan Pustaka .......................................................................................................... 4
Keraton dan Kehidupan Abdi Dalem ...................................................................... 4
Tingkat Kemodernan ............................................................................................... 5
Kerangka Pemikiran .................................................................................................... .6
Hipotesis Penelitian ...................................................................................................... 7
Definisi Operasional ..................................................................................................... 8
PENDEKATAN LAPANG ............................................................................................. 11
Metode Penelitian ....................................................................................................... 11
Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 11
Teknik Penentuan Informan Dan Responden ............................................................. 12
Teknik Pengumpulan Data ......................................................................................... 12
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................ 12
GAMBARAN UMUM ................................................................................................... 14
Gambaran Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ......................................... 14
Kondisi Geografis .................................................................................................. 14
Sistem Pemerintahan 15
Keadaan Penduduk 15
Sarana dan Prasarana ............................................................................................. 16
Objek Wisata ......................................................................................................... 19
Gambaran Umum Keraton Yogyakarta ...................................................................... 20
TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM ............................................................... 23
Karakteristik Responden ............................................................................................ 23
Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta ............................................ 24
Tingkat Keterbukaan Terhadap Pengalaman Baru ............................................... 25
Pandangan Terhadap Status dan Kedudukan Perempuan ...................................... 27
Tingkat Keterdedahan Media Massa ..................................................................... 30
Tingkat Kepercayaan Terhadap Media Massa ...................................................... 32
Tingkat Materialisme ............................................................................................. 34
Kontrol Kelahiran .................................................................................................. 37
Tingkat Rasionalitas .............................................................................................. 39
Perencanaan Jangka Panjang ................................................................................. 41
Tingkat Individualisme .......................................................................................... 44
Ikhtisar ........................................................................................................................ 46
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMODERNAN ABDI
DALEM .......................................................................................................................... 47
Faktor Internal ............................................................................................................ 47
Usia ........................................................................................................................ 47
Jenis Kelamin......................................................................................................... 48
Lama Pendidikan ................................................................................................... 48
Lama Mengabdi ..................................................................................................... 48
Pendapatan Keluarga ............................................................................................. 49
Lama Bekerja Mencari Nafkah .............................................................................. 49
Jenis Pekerjaan....................................................................................................... 49
Ikhtisar ........................................................................................................................ 50
PENUTUP ....................................................................................................................... 51
Simpulan ..................................................................................................................... 51
Saran ........................................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 52
LAMPIRAN .................................................................................................................... 53
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... 55 3733333333
DAFTAR TABEL
1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014 11
2 Luas wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY 14
3 Jumlah dan persentase penduduk Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2010
15
4 Jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan
pada tahun 2012
16
5 Jumlah pemeluk agama Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2012
16
6 Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta
tahun 2012/2013 menurut strata pendidikan
17
7 Jumlah sarana kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 18
8 Jumlah tempat peribadatan di Daerah Istimewa Yogyakarta 19
9 Jumlah objek wisata dan pengunjung di Daerah Istimewa Yogyakarta
tahun 2012
19
10 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin, usia dan
tingkat kemodernan
24
11 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
keterbukaan terhadap hal baru
25
12 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner
mengenai tingkat keterbukaan terhadap hal baru, jenis kelamin dan
jawaban pertanyaan
26
13 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan
pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan
27
14 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner
mengenai pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, jenis
kelamin dan jawaban pertanyaan
29
15 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
keterdedahan media massa
30
16 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner
mengenai tingkat keterdedahan media massa, jenis kelamin dan
jawaban pertanyaan
31
17 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
kepercayaan terhadap media massa
32
18 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner
mengenai tingkat kepercayaan terhadap media massa, jenis kelamin
dan jawaban pertanyaan
33
19 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
materialisme
34
20 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner
mengenai tingkat materialisme, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan
36
21
Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan
pandangan terhadap kontrol kelahiran
37
22 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner
mengenai kontrol kelahiran, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan
38
23
Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
rasionalitas
39
24 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner
mengenai tingkat rasionalitas, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan
40
25 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan
perencanaan jangka panjang
41
26 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner
mengenai perencanaan jangka panjang, jenis kelamin dan jawaban
pertanyaan
43
27 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
individualism
44
28 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner
mengenai tingkat individualisme, jenis kelamin dan jawaban
pertanyaan
45
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran 7
2 Arti Keraton Yogyakarta berdasarkan Garis Imajiner 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Keraton Yogyakarta 53
2 Hasil Uji SPSS 54
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari banyak
pulau. Berdasarkan data LIPI tahun 2004 Indonesia terdiri dari 17.504 pulau yang
terdiri dari pulau besar dan kecil. Berdasarkan pendataan penduduk oleh
Kementerian Dalam Negeri terhitung 31 Desember 2010, jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 259.940.857 jiwa. Dan ini membuat Indonesia berada pada
posisi ke-4 sebagai negara dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar di dunia.
Penduduk dengan jumlah yang banyak ini tersebar di seluruh pulau-pulau yang
ada di Indonesia. Setiap pulau terbagi menjadi beberapa daerah dimana setiap
daerah tersebut memiliki kondisi geografis dan topografi yang berbeda-beda
sehingga menimbulkan berbagai macam perbedaan dalam pola perilaku
kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pola perilaku tersebut lambat
laun terinternalisasi dan menjadi suatu kebudayaan. Keanekaragaman bahasa dan
budaya ini, menjadi suatu aset yang berharga bagi Indonesia.
Salah satu budaya Indonesia yang masih sangat kental adalah budaya-
budaya yang terdapat di Keraton. Keberadaan Keraton Yogyakarta sangat
berpengaruh terhadap kuatnya budaya-budaya yang ada di daerah Yogyakarta.
Tingkat kepercayaan masyarakat sekitar terhadap keraton sangatlah tinggi.
Masyarakat menganggap bahwa keraton adalah sumber dari kehidupan mereka,
mereka akan mendapat berkah dari keraton dan akan mendapat petaka apabila
melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh keraton. Menurut Artha
(2009), masyarakat Yogyakarta menganggap Raja sebagai wakil Tuhan sehingga
siapa yang tidak tunduk pada raja sama saja menentang kehendak Tuhan.
Soemardjan (1981) dalam bukunya yang berjudul Perubahan Sosial di
Yogyakarta menyatakan bahwa pada awalnya Keraton Yogyakarta dan Keraton
Surakarta merupakan suatu kesatuan yaitu Kerajaan Mataram Kuno. Namun,
setelah adanya perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Kerajaan Mataram Kuno
tepecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini tidak hanya menyangkut
pembagian tanah dan rakyat akan tetapi juga pembagian tanda-tanda kebesaran
kerajaan seperti lambang-lambang kekuasaan dan juga pusaka-pusaka kerajaan.
Pusaka-pusaka tersebut merupakan benda-benda suci dengan kekuatan magis,
yang tidak dapat dipisahkan dengan raja yang memerintah.
Kehidupan di Keraton tidak dapat dipisahkan dengan peran seorang abdi
dalem. Abdi dalem merupakan seseorang yang mengabdi kepada raja keraton dan
tidak mengharapkan imbalan yang besar namun mereka mencari ketenangan
hidup dengan mewujudkan kesetiaan kepada keraton. Meskipun gaji yang
diterima oleh abdi dalem tergolong kecil, namun seorang abdi dalem percaya
bahwa imbalan berupa berkah dari keraton yang diterima jauh lebih besar dan
berharga. Untuk menjadi seorang abdi dalem tidak diperlukan kriteria khusus,
namun harus merupakan masyarakat asli Yogyakarta. Masyarakat yang mendaftar
dan menjadi abdi dalem terdiri dari latar belakang yang beragam, mulai dari
pengusaha, dokter, hakim, pensiunan PNS, hingga siswa SMA. Ini menunjukkan
2
bahwa usia dan pekerjaan tidak menjadi faktor penentu untuk menjadi seorang
abdi dalem.
Dalam kehidupannya, seorang abdi dalem sudah tentu menjunjung tinggi
nilai-nilai kebudayaan keraton. Namun seiring dengan berkembangnya zaman,
masuknya arus modernisasi ke dalam negara-negara berkembang termasuk
Indonesia mempengaruhi kehidupan masyarakat di dalamnya baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada dasarnya modernisasi merupakan suatu
bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu
perencanaan yang biasanya dinamakan social planning (Soekanto, 1982).
Keraton Yogyakarta terletak di Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta,
Provinsi Daerah Isimewa Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan salah satu
kerajaan di Indonesia yang masih bertahan dan menjunjung tinggi nilai-nilai
budaya di tengah era globalisasi seperti sekarang ini. Oleh karena itu, akan
menjadi menarik bagi penulis untuk menganalisis tentang tingkat
kemodernan yang dialami oleh abdi dalem keraton.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ingin dianalisis dalam penulisan penelitian yang
berjudul “Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta” ini adalah:
1. Bagaimanakah tingkat kemodernan para abdi dalem keraton Yogyakarta.
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan yang dialami
abdi dalem keraton Yogyakarta.
Tujuan
Tujuan dari penulisan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis
“Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta” dan secara khusus
bertujuan untuk:
1. Menganalisis tingkat kemodernan para abdi dalem keraton Yogyakarta.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan yang
dialami abdi dalem keraton Yogyakarta.
3
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai
pihak terkait, yakni:
1. Bagi peneliti dan kalangan akademisi, penelitian ini dapat memberikan
wawasan dan menjadi referensi tambahan dalam menjelaskan tentang
tingkat kemodernan dan orientasi nilai budaya abdi dalem keraton.
2. Bagi Keraton, penelitian ini dapat menambah wawasan tentang abdi dalem
dan menambah koleksi perpustakaan Keraton Yogyakarta.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan
pertimbangan dalam mengevaluasi program pemberdayaan masyarakat.
4. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
dan gambaran mengenai peran abdi dalem secara keseluruhan.
4
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Keraton dan Kehidupan Abdi Dalem
Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat beragam. Budaya yang
masih cukup kental yang ada di Indonesia merupakan budaya yang ada di
kerajaan. Masih banyak kerajaan-kerajaan yang merupakan warisan budaya
leluhur yang tetap berdiri tegak dan kokoh ditengah arus modernisasi. Salah satu
kerajaan tersebut adalah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebelum terjadinya
perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755, Keraton Yogyakarta merupakan
bagian dari kerajaan Mataram. Pada perjanjian itu, Kerajaan Mataram dibagi
menjadi dua bagian yaitu Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Keraton Kasunanan
Surakarta. Hingga saat ini kedua keraton tersebut masih teguh berdiri ditengah
arus modernisasi. Keraton Yogyakarta resmi mulai berdiri sejak tanggal 13
Februari 1755 dibawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono I atau
Pangeran Mangkubumi. Sri Sultan Hamengkubuwono I terkenal sebagai ahli
bangunan, perwira perang yang perkasa sekaligus pemuka kebatinan. Bangunan
Keraton Yogyakarta dibangun dimasa kepemimpinan Sri Sultan
Hamengkubuwono I dan beliau juga merupakan arsitek bangunan keraton ini.
Segala sesuatu yang ada di dalamnya, arsitektur bangunannya, letak bangsal-
bangsalnya, ukiran-ukirannya, hiasannya sampai pada warna gedung-gedungnya
mempunyai arti. Pohon-pohon yang ditanam di kawasan ini juga tidak
sembarangan, melainkan terdiri dari jenis-jenis yang ada maknanya. Konon semua
itu mengandung nasihat agar manusia cinta dan menyerahkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berlaku sederhana, berhati-hati dalam bertingkah laku sehari-hari
dan sebagainya.
Terdapat nilai-nilai spiritual tentang tata letak Keraton Yogyakarta. Keraton
Yogyakarta terdapat di pusat Kota Yogyakarta dan berada satu garis lurus dengan
Gunung Merapi dan Tugu Pal Putih di bagian utara dan dengan Panggung
Krapyak dan Pantai Parangtritis di bagian selatan. Terdapat filosofi antara Tugu
Pal Putih dengan Panggung Krapyak, dalam kepercayaan umat Hindu manusia
tercipta dari seorang ayah dan ibu, maka di setiap bangunan-bangunan yang
bergaya Hindu sudah tentu terdapat sebuah Lingga dan Yoni. Tugu Pal Putih
melambangkan Lingga dan Panggung Krapyak melambangkan Yoni. Kompleks
keraton terletak ditengah-tengah, luasnya lebih kurang 14.000 m², tetapi daerah
keratonnya membentang antara sungai Code dan sungai Winanga, membujur dari
utara ke selatan, dari Tugu sampai Krapyak. Nama kampung-kampungnya
memperlihatkan bahwa di jaman dulu penghuninya mempunyai tugas tertentu di
keraton. Misalnya Pasindenan merupakan tempat tinggal para pesinden atau
Gandekan ialah tempat tinggal para gandek atau kurir para sultan. Kompleks
keraton dikelilingi oleh sebuah tembok lebar, bètèng namanya. Panjangnya 1 km,
berbentuk persegi 4, tingginya 3,5 m, lebarnya 3 sampai 4 m. Keraton juga
memiliki beberapa bangunan lain diluar kompleks keraton yaitu Istana Air Taman
5
Sari, Makam Raja-Raja Keraton Yogyakarta dan Surakarta di Imogiri, Makam
Kotagedhe dan masih banyak lagi. Istana Air Taman Sari berfungsi sebagai
tempat pemandian raja bersama permaisuri dan para selir serta putri-putri raja.
Kehidupan di keraton tidak dapat dilepaskan dari peran seorang raja.
Namun, ada juga peran penting lain yang ada di keraton yaitu peran seorang abdi
dalem. Abdi dalem merupakan seseorang yang mengabdi kepada keraton dan raja
untuk mencari ketenangan hidup dengan mewujudkan kesetiaan kepada keraton.
Dijelaskan dalam jurnal penelitian Sulistyawati (2004) abdi dalem dibagi menjadi
dua bagian yaitu abdi dalem punakawan dan abdi dalem kaprajan. Abdi dalem
punakawan merupakan abdi dalem yang bertugas di keraton sedangkan abdi
dalem kaprajan merupakan seluruh pegawai pemerintah daerah yang mendapat
SK Gubernur dan meminta pangkat di keraton. Nama untuk para abdi dalem
diberikan berdasarkan pangkat dan kedudukannya. Abdi dalem punakawan diberi
nama sesuai dengan pangkat dan tempat kerja di keraton. Sementara itu, abdi
dalem kaprajan diberi nama sesuai dengan pangkat dan dinas atau instansi
kerjanya. Gelar anugerah juga diberikan kepada abdi dalem. Pemberian gelar ini
berdasarkan pangkat dan pengabdian. Sistem penamaan dan pemberian gelar di
Keraton Yogyakarta bervariasi dan terpola. Nama dan gelar memberikan identitas
sosial pemiliknya dan dapat meningkatkan status sosial seorang abdi dalem.
Dalam kehidupannya, seorang abdi dalem tidaklah mencari kepuasan
kehidupan duniawi atau kepuasan materi melainkan tulus ikhlas mengabdikan
dirinya untuk keraton dan akan mendapatkan ketenangan hidup dan berkah yang
akan diberikan oleh keraton sudah cukup memenuhi kebutuhan mereka. Tingkat
kepercayaan seorang abdi dalem terhadap hal-hal mistis dan nilai-nilai budaya
yang dijunjung tinggi oleh keraton masih sangat tinggi. Mereka percaya bahwa
akan ada bencana atau malapetaka yang akan menimpa mereka apabila mereka
menentang perintah raja atau tidak melakukan suatu ritual tertentu.
Tingkat Kemodernan
Pada dasarnya modernisasi merupakan suatu bentuk dari perubahan sosial
yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan
social planning (Soekanto, 1982). Menurut Koentjaraningrat seperti dikutip dalam
Setiadi et al (2006), modernisasi merupakan usaha penyesuaian hidup dengan
konstelasi dunia sekarang ini. Sedangkan menurut Inkeles dan Smith (1974)
menjelaskan modern sebagai kecenderungan perilaku individu dalam berbagai
cara. Seperti yang tertera dalam halaman 16 dalam bukunya yang berjudul
Becoming Modern :
“The modern is defined as a mode of individual functioning, a set of
dispositions to act in certain ways. It is, in other words, an “ethos” in
the sense in which Max Weber spoke of “the spirit of capitalism.” As
Robert Bellah expressed it, the modern should be seen not “as a form
of political or economic system, but as a spiritual phenomenon or a
kind of mentality.”
6
Seperti pada buku yang ditulis oleh Alkadri, Kusrestuwardhani dan
Gauthama (2003) yang berjudul Budaya Jawa dan Masyarakat Modern,
berkembangnya suatu masyarakat dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat
modern, tentu saja merubah pemahaman mereka tentang falsafah hidup yang
dianut. Ada yang menyatakan bahwa kebudayaan tradisional acapkali
menghambat perkembangan suatu masyarakat, terutama yang berhubungan
dengan proses modernisasi. Nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta sangat
mendukung masyarakatnya untuk berperilaku yang bercirikan masyarakat
modern. Hanya saja, dalam mempercayai hal baru, mereka cenderung berhati-hati
namun tetap menghargai pendapat lain. Dengan demikian keadaan Yogyakarta
saat ini dapat berkembang mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, kehati-
hatian masyarakat Yogyakarta terhadap hal-hal baru dapat mengukuhkan
kesadaran masyarakatnya untuk tidak melupakan kebudayaan asli daerahnya.
Inilah yang menjadikan Yogyakarta daerah yang unik karena budaya asli dan
budaya yang dibawa pendatang dapat hidup berdampingan secara selaras. Pada
saat kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sultan sempat pindah ke
Jakarta dalam melaksanakan tugas sebagai Wakil Presiden, pada masa ini
kehidupan istana mulai berubah, kehidupan tradisional mulai ditinggalkan dan
keluarga keraton mulai hidup dengan cara yang berbeda. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kehidupan abdi dalem sudah modern namun keaslian dari
kebudayaan mereka tidak pernah mereka tinggalkan.
Kepercayaan mereka terhadap hal-hal mistik dan irrasional yang
menyebabkan mereka tetap mempercayai nilai-nilai budaya yang mereka miliki.
Seperti pada buku yang ditulis oleh Artha (2009), masyarakat Yogyakarta percaya
bahwa Sultan merupakan wakil Tuhan yang apabila melanggar perintah Sultan
sama dengan melanggar perintah Tuhan. Ditengah arus modernisasi yang masuk
ke Indonesia, Sultan tetap melakukan ritual-ritual yang wajib dilakukan dan
apabila ritual tersebut tidak dilakukan maka penguasa alam semesta akan murka.
Beliau tetap percaya terhadap hal-hal yang berbau mistik dan irrasional. Setiap
Sultan dianggap memiliki hubungan dekat dengan penguasa Pantai Selatan atau
Ratu Kidul. Hingga saat ini Sultan masih rutin menyelenggarakan upacara-
upacara keagamaan yang bertujuan menyeimbangkan kosmos, menyimpan benda-
benda pusaka yang digunakan sebagai simbol kekuasaan.
Kerangka Pemikiran
Abdi dalem memiliki peran yang penting dalam kehidupan keraton
Yogyakarta. Pada zaman modern ini, abdi dalem Keraton Yogyakarta masih
memegang teguh nilai-nilai kebudayaan yang ada di keraton sejak zaman dahulu,
maka menjadi menarik bagi peneliti untuk menganalisis seberapa besar tingkat
kemodernan para abdi dalem dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kemodernan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemodernan abdi dalem merupakan faktor internal dan eksternal, namun dalam
penelitian ini faktor eksternal tidak dikaji secara mendalam karena keterbatasan
waktu, biaya dan tenaga.
7
Keterangan : --- tidak dikaji
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini dapat dijelaskan bahwa tingkat kemodernan
dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama mengabdi,
pendapatan keluarga dan lama bekerja mencari nafkah. Secara lebih khusus
diduga lama mengabdi mempengaruhi tingkat kemodernan secara negatif.
Faktor Eksternal
- Interaksi dengan
Wisatawan
- Perkembangan Teknologi
- Pembangunan Ekonomi
- Perkembangan Pendidikan
Faktor Internal (X)
- Usia (X1)
- Jenis Kelamin (X2)
- Tingkat Pendidikan (X3)
- Lama Mengabdi (X4)
- Pendapatan Keluarga (X5)
- Lama Bekerja Mencari Nafkah
(X6)
- Jenis Pekerjaan (X7)
Abdi Dalem
Tingkat Kemodernan (Y)
- Tingkat keterbukaan terhadap hal baru
- Pandangan terhadap status dan kedudukan
perempuan
- Tingkat keterdedahan media massa
- Tingkat kepercayaan terhadap media massa
- Tingkat materialisme
- Kontrol kelahiran
- Tingkat rasionalitas
- Perencanaan jangka panjang
- Tingkat individualisme
8
Definisi Operasional
Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
1. Tingkat Kemodernan
Berdasarkan dimensi kemodernan individu menurut Inkeles dan Smith
(1974) dan pola variabel Parson, maka tingkat kemodernan individu dalam
penelitian ini diukur melalui indikator di bawah ini:
a. Tingkat keterbukaan terhadap pengalaman baru merupakan pandangan
seseorang untuk menerima pengalaman maupun hal baru. Diukur
menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat
keterbukaan terhadap hal baru diberikan 5 pertanyaan, seluruh
pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif. Pada pembahasan ini,
diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada.
Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.
b. Pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, misalnya
apakah perempuan dianggap setara dengan laki-laki. Diukur
menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini,
pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan diberikan 5
pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif.
Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan
yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin
responden.
c. Tingkat keterdedahan media massa adalah frekuensi seseorang
menerima infomasi melalui berbagai macam media massa, baik media
cetak maupun media elektronik. Diukur menggunakan skala ordinal.
Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat keterdedahan media massa
diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini
bersifat positif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan
dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan
jenis kelamin responden.
d. Tingkat kepercayaan terhadap media massa adalah tingkat
kepercayaan seseorang terhadap hal-hal yang disajikan di media
massa. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner
penelitian ini, tingkat kepercayaan terhadap media massa diberikan 5
pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif.
Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan
yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin
responden.
e. Tingkat materialisme adalah sikap seseorang terhadap pentingnya
materi. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner
penelitian ini, tingkat materialisme diberikan 5 pertanyaan, 4
pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif dan 1 pertanyaan
bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan
dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan
jenis kelamin responden.
f. Kontrol kelahiran adalah usaha seseorang untuk mengontrol kelahiran
anak dalam suatu keluarga. Diukur menggunakan skala ordinal.
9
Dalam kuesioner penelitian ini, kontrol kelahiran diberikan 5
pertanyaan, 1 pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif dan 4
pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh
pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan
jawaban dan jenis kelamin responden.
g. Tingkat rasionalitas adalah tingkat kepercayaan seseorang kepada hal-
hal rasional dan mengesampingkan hal-hal yang dianggap irrasional.
Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini,
tingkat rasionalitas diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan bersifat
negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5
pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis
kelamin responden.
h. Perencanaan jangka panjang adalah rencana seseorang dengan apa
yang akan dilakukan di masa mendatang. Diukur menggunakan skala
ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, perencanaan jangka panjang
diberikan 5 pertanyaan, 4 pertanyaan bersifat positif dan 1 pertanyaan
bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan
dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan
jenis kelamin responden.
i. Tingkat individualisme adalah seseorang mengutamakan diri sendiri
dibanding kepentingan umum. Diukur menggunakan skala ordinal.
Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat individualisme diberikan 5
pertanyaan, 1 pertanyaan bersifat positif dan 4 pertanyaan bersifat
negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5
pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis
kelamin responden.
2. Faktor Internal
a. Usia merupakan lama hidup seseorang sejak dilahirkan sampai
sekarang berdasarkan satuan waktu.
b. Jenis kelamin adalah ciri khas biologis yang melekat pada diri
seseorang. Dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan.
c. Lama pendidikan adalah berapa lama seseorang menempuh
pendidikan formal. Dihitung berdasarkan satuan waktu.
d. Lama mengabdi adalah berapa lama seorang abdi dalem mengabdikan
dirinya untuk Keraton Yogyakarta. Dihitung berdasarkan satuan
waktu.
e. Pendapatan keluarga adalah pendapatan setiap bulan yang dihasilkan
oleh seluruh anggota keluarga inti yang sudah berpenghasilan. Akan
dikategorikan sesuai dengan hasil survei di lapangan.
f. Lama bekerja mencari nafkah adalah berapa lama seorang abdi dalem
bekerja diluar mengabdi kepada Keraton Yogyakarta dengan tujuan
memenuhi kebutuhan keluarga yang bersifat material. Dihitung
berdasarkan satuan waktu.
g. Jenis pekerjaan merupakan pekerjaan yang dilakukan abdi dalem
Keraton Yogyakarta dalam mencari nafkah dengan tujuan memenuhi
kebutuhan keluarga yang bersifat material. Digolongkan menjadi:
1. Petani kecil/nelayan kecil
10
2. Pedagang kecil/informal
3. Pekerja pabrik/industri
4. Pegawai kantor
5. Pedagang besar
11
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif dan didukung dengan data kualitatif untuk memperkaya analisis.
Metode kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam dengan
abdi dalem Keraton Yogyakarta. Metode kuantitatif yang digunakan adalah
penelitian survey melalui kuesioner.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Keraton Yogyakarta, Kecamatan Kraton, Kota
Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lampiran 1). Lokasi tersebut
dipilih dengan alasan budaya yang terdapat di Keraton Yogyakarta masih kental
dan nilai-nilai lokal yang ada masih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat keraton.
Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan (Tabel 1). Kegiatan
penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal
skripsi, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft
skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.
Tabel 1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014
Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus
Penyusunan proposal
skripsi
Kolokium
Perbaikan proposal
penelitian
Pengambilan data
lapangan
Pengolahan dan analisis
data
Penulisan draft skripsi
Sidang skripsi
Perbaikan laporan
penelitian
12
Teknik Penentuan Informan dan Responden
Populasi penelitian ini adalah abdi dalem punakawan di Keraton
Yogyakarta. Abdi dalem punakawan merupakan abdi dalem yang bertugas di
dalam lingkungan Keraton Yogyakarta. Teknik penentuan informan menggunakan
teknik purposive sampling. Informan ditentukan berdasarkan informasi yang
dimiliki mengenai abdi dalem dan Keraton Yogyakarta. Kemudian, teknik
penentuan responden menggunakan teknik accidental sampling (Sugiyono 2004)
dengan kriteria, pertama jenis kelamin, diambil 30 orang laki-laki dan 30 orang
perempuan kemudian yang kedua usia, untuk masing-masing kelompok jenis
kelamin, diambil 15 orang yang berusia >50 tahun dan 15 orang yang berusia ≤50
tahun. Teknik accidental sampling dilakukan dalam penelitian ini karena pihak
Keraton tidak memiliki data-data tentang abdi dalem yang akurat seiring dengan
berjalannya waktu dan pihak Keraton pun tidak bersedia untuk memberikan data
tersebut.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui kuesioner dan
wawancara dengan informan dan responden. Wawancara dilakukan menggunakan
bahasa Jawa. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai pustaka
lainnya seperti buku, jurnal penelitian, skripsi, dan lain-lain mengenai abdi dalem
Kraton Yogyakarta.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel
2007 dan Minitab 16. Data primer yang diperoleh secara kuantitatif kemudian
diolah dengan menggunakan teknik analisis regresi. Analisis regresi
menggunakan uji statistik yaitu uji regresi dengan nilai signifikansi sebesar
α(0,10), artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat
kepercayaan sebesar 90 persen dan tingkat kesalahan sebesar 10 persen. Berikut
adalah persamaan regresi linier berganda:
Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data secara kualitatif
melalui dua tahap, yaitu reduksi data dan penyajian data. Reduksi data terdiri dari
proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data berupa
catatan-catatan tertulis di lapangan selama penelitian berlangsung. Reduksi data
ditujukan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan data, dan
membuang data yang tidak perlu. Selanjutnya, penyajian data dilakukan dengan
cara menyusun sekumpulan informasi agar mudah dalam penarikan kesimpulan
yang disajikan dalam bentuk teks naratif berupa catatan lapang.
13
Berdasarkan dimensi kemodernan individu menurut Inkeles dan Smith
(1974) dan pola variabel Parson, maka tingkat kemodernan individu dalam
penelitian ini diukur melalui 9 indikator yaitu: tingkat keterbukaan terhadap
pengalaman baru, pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, tingkat
keterdedahan media massa, tingkat kepercayaan media massa, tingkat
materialisme, kontrol kelahiran, tingkat rasionalitas, perencanaan jangka panjang
dan tingkat individualisme.
Tingkat kemodernan diuji menggunakan kuesioner yang diambil dan
dimodifikasi dari beberapa pertanyaan yang dibuat oleh Inkeles dan Smith dalam
buku Becoming Modern. Kuesioner terdiri atas 45 pertanyaan. Dari 9 indikator,
terdapat masing-masing 5 pertanyaan dari setiap indikator. Setiap pertanyaan
diberikan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”, setiap pertanyaan yang bersifat positif
jawaban “ya” akan mendapat skor 1 dan jawaban “tidak” akan mendapat skor 0.
Sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat negatif, jawaban “ya” akan mendapat
skor 0 dan jawaban “tidak” akan mendapat skor 1. Sehingga masing-masing
indikator mendapat skor 0 sampai 5. Skor 0 sampai 2 tergolong rendah dan 3
sampai 5 tergolong tinggi. Kemudian, akan dihitung berapa responden yang
tergolong rendah dan tinggi dan dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dengan
data tersebut juga akan dihitung persentase dari data tersebut.
14
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari 33 provinsi yang
ada di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki keunikan dan daya tarik
tersendiri. Keberadaan Keraton Yogyakarta sangat berpengaruh terhadap
keistimewaan provinsi ini.
Kondisi Geografis
Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah
Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di
bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah provinsi
Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Klaten di sebelah timur laut, Kabupaten
Wonogiri di sebelah tenggara, Kabupaten Purworejo di sebelah barat dan
Kabupaten Magelang di sebelah barat laut.
Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7°.33 - 8°.12 LS
dan 110°.00 - 110°.50 BT, tercatat memiliki luas 3 185.80 km² atau 0.17 persen
dari luas Indonesia, merupakan provinsi terkecil setelah provinsi DKI Jakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 1 kotamadya dan 4 kabupaten yang
terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa atau kelurahan.
Tabel 2 Luas wilayah Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km²) Luas Wilayah (%)
Kabupaten Kulonprogo 586.27 18.40
Kabupaten Bantul 506.85 15.91
Kabupaten Gunungkidul 1 485.36 46.63
Kabupaten Sleman 574.82 18.04
Kota Yogyakarta 32.50 1.02
Daerah Istimewa Yogyakarta 3 185.80 100.00
Sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada
ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 65.65 %,
ketinggian kurang dari 100 m dari permukaan laut sebesar 28.84 %, ketinggian
antara 500 m – 999 m dari permukaan laut sebesar 5.04 % dan ketinggian di atas
1000 m dari permukaan laut tercatat sebesar 0.74 %.
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki satu gunung berapi yang masih aktif
dan terletak di Kabupaten Sleman yaitu Gunung Merapi. Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan pulau Jawa dan berbatasan
langsung dengan Samudera Indonesia maka Daerah Istimewa Yogyakarta
memiliki banyak pantai yang indah dan memiliki ombak yang besar.
15
Sistem Pemerintahan
Daerah Istimewa Yogyakarta dipimpin oleh seorang Gubernur dan Wakil
Gubernur. Sesuai dengan tradisi dan UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang
keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah Sultan Yogyakarta yang bertahta dan Wakil Gubernur
merupakan Pangeran Paku Alam yang bertahta.
Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 1 kotamadya yaitu Kota
Yogyakarta dan 4 kabupaten yaitu Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten
Gunugkidul, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Kepala daerah masing-
masing wilayah tersebut dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada umumnya,
masa jabatan Bupati dan Walikota pun sama seperti di daerah lain di luar Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Keadaan Penduduk
Menurut Sensus Penduduk 2010, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
jumlah penduduk sebanyak 3 452 390 jiwa dengan proporsi 1 705 404 laki-laki
dan 1 746 986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1 084 jiwa
per km².
Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2010
Kabupaten/
Kota
Laki-laki Perempuan Jumlah
Jiwa % Jiwa % Jiwa %
Kulonprogo 192 829 5.49 200 392 5.70 393 221 11.18
Bantul 462 793 13.17 465 158 13.23 927 956 26.40
Gunungkidul 331 220 9.42 353 520 10.06 684 740 19.48
Sleman 558 900 15.90 555 933 15.82 1 114 833 31.72
Yogyakarta 191 759 5.46 202 253 5.75 394 012 11.21
DI
Yogyakarta
1 737 506 49.44 1 777 256 50.56 3 514 762 100.00
Sumber: Sensus Penduduk tahun 2010
Menurut Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta terdapat 7 jenis pekerjaan, yaitu tenaga profesional, tenaga
kepemimpinan, tenaga tata usaha, tenaga usaha penjualan, tenaga usaha jasa,
tenaga usaha pertanian, dan tenaga produksi. Survey ini dilakukan pada bulan
Februari dan Agustus tahun 2012.
16
Tabel 4 Jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan pada
tahun 2012
Jenis Pekerjaan Februari Agustus
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Tenaga Profesional 74 093 86 735 56 266 70 790
Tenaga
Kepemimpinan
29 600 5 389 26 128 7 873
Tenaga Tata Usaha 59 417 57 080 77 445 46 037
Tenaga Usaha
Penjualan
162 626 223 101 147 910 211 998
Tenaga Usaha Jasa 63 923 83 005 68 450 84 998
Tenaga Usaha
Pertanian
232 520 211 303 255 043 238 033
Tenaga Produksi 395 008 164 596 401 880 174 857
Total 1 017 187 831 182 1 033 122 834 586
Pada tahun 2012, dari 3 629 679 pemeluk agama yang ada di Daerah
Istimewa Yogyakarta, 92.28 persen diantaranya memeluk agama Islam.
Kemudian 4.73 persen beragama Katholik, pemeluk agama Kristen sebanyak 2.60
persen, pemeluk agama Hindu sebanyak 0.24 persen dan pemeluk agama Budha
sebanyak 0.14 persen.
Tabel 5 Jumlah pemeluk agama Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
tahun 2012
Kabupat
en / Kota
Islam Kristen Katholik Hindu Budha Total
Kulon
progo
446 799 6 770 22 272 34 700 476 576
Bantul 847 495 16 458 24 252 1 809 420 890 434
Gunung
kidul
730 863 13 022 10 934 2 823 1 237 758 879
Sleman 866 703 26 957 64 638 1 580 998 960 876
Yogya
karta
457 701 31 267 49 644 2 470 1 833 542 961
DI
Yogya
karta
3 349 561 94 474 171 740 8 716 5 188 3 629 961
Sumber: Kementrian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta
Sarana dan Prasarana
Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal juga sebagai Kota Pelajar, hal ini
karena banyaknya sekolah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Baik sekolah
negeri maupun swasta dari berbagai jenjang berkembang dengan baik di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kualitas pendidikan yang memadai diperlukan penduduk
untuk meningkatkan kualitas penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta. Tingginya
permintaan jasa pendidikan menuntut tersedianya penyelenggara pendidikan yang
bermutu.
17
Tabel 6 Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta
tahun 2012/2013 menurut strata pendidikan
Tingkat
Sekolah
Kabupaten / Kota Daerah
Istimewa
Yogyakarta Kulon
Progo
Bantul Gunung
kidul
Sleman Yogya
karta
TK 303 496 568 489 212 2 068
SD 343 355 486 499 170 1 853
SMP 65 88 106 110 59 428
SMA 16 35 23 45 47 166
SMK 35 44 42 54 33 208
SLB 7 18 8 29 9 71
MI 27 27 75 20 2 151
MTS 12 22 29 19 7 89
MA 3 10 5 13 6 37
Total 811 1 095 1 342 1 278 545 5 071 Sumber: Dinas Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta
Pada jenjang perguruan tinggi, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 10
Perguruan Tinggi Negeri. Adapun Perguruan Tinggi Swasta tercatat sebanyak 112
institusi, dengan rincian sebanyak 18 universitas, 42 sekolah tinggi/institut, serta 7
politeknik dan 45 akademi.
Untuk meningkatkan kualitas kesehatan penduduk, pemerintah berupaya
menyediakan sarana dan prasarana kesehatan disertai tenaga kesehatan yang
memadai baik kualitas maupun kuantitas. Upaya ini diarahkan agar tempat
pelayanan kesehatan mudah dikunjungi dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2012 sarana kesehatan yang
tersedia di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 47 unit Rumah Sakit Umum,
70 unit Rumah Sakit Bersalin, 181 unit Balai Pengobatan, 121 unit Puskesmas
Induk dan 1 526 praktek dokter perorangan.
18
Tabel 7 Jumlah sarana kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012
Fasilitas
Kesehatan
Kabupaten / Kota Daerah
Istimewa
Yogyakarta Kulon
progo
Ban
tul
Gunung
Kidul
Sle
man
Yogya
Karta
Rumah Sakit
Umum
7 9 3 20 8 47
Rumah Sakit
Jiwa
- - - 1 1 2
Rumah Sakit
Khusus
1 2 - 5 9 17
Puskesmas
Induk
21 27 30 25 18 121
Puskesmas
Pembantu
62 68 107 71 10 318
Puskesmas
Keliling
21 27 30 41 18 137
Praktek Dokter
Perorangan
- 491 84 691 260 1 526
Rumah Bersalin 8 32 3 16 11 70
Balai
Pengobatan
8 78 46 26 23 181
Apotik 22 105 30 186 121 464
Sumber: Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta
Pemeluk agama di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat beragam. Hal ini
diikuti pula dengan fasilitas peribadatan yang tersedia hampir di setiap daerah dan
fasilitas tersebut memadai untuk masyarakat dapat berhubungan dengan Sang
Maha Pencipta secara khidmat dan sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
19
Tabel 8 Jumlah tempat peribadatan di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tempat Ibadah Kabupaten / Kota DIY
Kulon
progo
Bantul Gunung
kidul
Sleman Yogya
karta
Masjid 984 1 852 1 703 2 008 486 7 033
Mushola 1 020 1 869 996 1 601 416 6 902
Gereja 21 28 45 60 42 196
Rumah
Kebaktian
12 6 3 9 2 32
Gereja 5 3 3 13 7 31
Kapel 37 43 42 53 41 216
Pura - 4 16 3 1 24
Sanggar - 1 - 1 - 2
Wihara - - 8 2 5 15
Cetya - - - 1 1 2 Sumber: Kementrian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki satu bandar udara
Adisucipto. Bandar udara ini digunakan untuk penerbangan domestik maupun
internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta juga memiliki dua stasiun kereta api
besar yaitu stasiun kereta api Tugu dan Lempuyangan. Transportasi umum yang
tersedia di Yogyakarta merupakan bis kota dan Trans Jogja. Trans Jogja
merupakan bis kota yang menghubungkan antara kota Yogyakarta dengan
kabupaten yang lain.
Objek Wisata
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak daya tarik tersendiri bagi
wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki banyak objek wisata yang menarik bagi
wisatawan. Objek wisata yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat
beragam, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata belanja dan wisata kuliner.
Tabel 9 Jumlah objek wisata dan pengunjung di Daerah Istimewa Yogyakarta
tahun 2012
Kabupaten / Kota Jumlah Objek
Wisata
Wisatawan Asing Wisatawan Lokal
Kulonprogo 18 705 595 824
Bantul 8 - 2 378 209
Gunungkidul 18 2 053 1 277 012
Sleman 63 455 996 2 713 452
Yogyakarta 23 234 539 3 849 764
DIY 130 693 295 10 814 261 Sumber: Badan Pariwisata Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
20
Gambaran Umum Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada
tahun 1756 di wilayah Hutan Beringan. Istilah dari Yogyakarta sendiri berasal
dari kata Yogya dan Karta. Yogya artinya baik dan Karta artinya makmur. Istilah
Keraton berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti tempat tinggal ratu atau raja.
Dapat diuraikan secara sederhana bahwa lingkungan seluruh struktur dan
bangunan wilayah keraton mengandung arti tertentu yang berkaitan dengan salah
satu pandangan hidup Jawa yang sangat esensial, yaitu Sangkan Paraning Dumadi
(dari mana asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati).
Wilayah Keraton Yogyakarta membentang antara Tugu (batas utara) dan
Krapyak (batas selatan), antara Sungai Code (sebelah timur) dan Sungai Winongo
(sebelah barat), antara Gunung Merapi dan Laut Selatan. Garis besarnya, wilayah
Keraton memanjang sepanjang 5 kilometer dari Panggung Krapyak di sebelah
selatan hingga Tugu Keraton di sebelah utara dan terdapat garis linier dualisme
terbalik yang bisa dibaca secara simbolik filosofis.
Dari arah selatan ke utara mulai dari Panggung Krapyak melambangkan arti
proses terjadinya manusia, mulai ketika masih berada di alam arwah sampai hadir
ke dunia karena adanya ibu dan bapak. Panggung Krapyak dianggap sebagai
penjelmaan dari perempuan atau ibu (Yoni) dan Tugu Keraton Yogyakarta
dianggap sebagai penjelmaan dari laki-laki atau bapak (Lingga). Dalam hal ini
Keraton sebagai badan jasmani manusia, sedang Raja atau Sultan adalah lambang
jiwa sejati yang hadir ke dalam badan jasmani. Sedangkan dari arah utara ke
selatan, melambangkan proses perjalanan manusia pulang kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, sebagai asal dari segala apa yang ada (Dumadi). Oleh karena itu
sebutan Sangkan Paraning Dumadi adalah sebutan lain untuk Tuhan dalam
pandangan hidup Jawa. Panggung Krapyak adalah tempat tinggi, dalam hal ini
adalah lambang tempat asalnya manusia secara esensial di sisi Tuhan sebagai
tempat yang tinggi.
Gambar 2 Arti Keraton Yogyakarta berdasarkan Garis Imajiner
21
Adapun fungsi Keraton Yogyakarta antara lain:
1. Sebagai tempat tinggal Raja dan keluarganya.
2. Sebagai pusat pemerintahan.
3. Sebagai pusat kebudayaan dan pengembangannya.
4. Pada masa kemerdekaan, mulai dibuka untuk kepentingan umum,
seperti kegiatan pariwisata, ilmu pengetahuan, serta kegiatan lain yang
ada hubungannya dengan kepentingan masyarakat.
5. Merupakan museum perjuangan bangsa karena Yogyakarta dengan
Keratonnya pernah digunakan sebagai tempat kegiatan perjuangan fisik
maupun kegiatan pemerintahan ketika Ibukota Republik Indonesia
berada di Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta dipimpin oleh seorang raja atau Sultan yang dimulai
oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I yang terus dilanjutkan oleh keturunannya.
Saat ini, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang memimpin Keraton Yogyakarta
Hadiningrat sejak tanggal 7 Maret 1989. Untuk menyelenggarakan pemerintahan
Keraton, Sri Sultan dibantu oleh para Pangeran dan Abdi Dalem. Setiap Pangeran
diberi tugas untuk mengepalai sebuah kantor yang ada di dalam Keraton yang
bertugas mengurus segala kebutuhan Keraton. Menurut Pranatan yang mengatur
tentang struktur pemerintahan Keraton Yogyakarta, yang ditetapkan oleh Sri
Sultan Hamengkubuwono X, pada tanggal 8 November 1999, kantor yang ada di
Keraton terdiri dari beberapa bebadan yang masing-masing mempunyai tugas dan
wewenang yang berbeda. Kantor-kantor tersebut antara lain:
A. KAWEDANAN HAGENG PUNOKAWAN PARWA BUDAYA, yang
dibentuk dari gabungan:
1. KHP. Krida Mardawa
2. Kawedanan Pengulon
3. Kawedanan Puralaya
4. Kawedanan Keputren
B. KAWEDANAN HAGENG PUNOKAWAN NITYA BUDAYA, yang
dibentuk dari gabungan:
1. KHP. Widya Budaya
2. KHP. Purayakara
3. Tepas Banjar Wilapa
4. Tepas Museum
5. Tepas Pariwisata
C. KAWEDANAN HAGENG PUNOKAWAN PARASRAYA BUDAYA,
yang dibentuk dari gabungan:
1. KHP. Wahana Sarta Kriya
2. KHP. Puraraksa
3. Tepas Panitikisma
4. Tepas Keprajuritan
5. Tepas Halpitapura
6. Tepas Security
D. KAWEDANAN HAGENG PANITRA PURA, yang dibentuk dari
gabungan:
1. Parentah Hageng
2. Kawedanan Hageng Sri Wandawa
3. KH. Tepas Dwarapura
22
4. Tepas Darah Dalem
5. Tepas Rantam Harta
6. Tepas Danarta Pura
7. Tepas Witardana
23
TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM
Karakteristik Responden
Abdi dalem punakawan merupakan abdi dalem yang bekerja di dalam
lingkungan Keraton Yogyakarta. Abdi dalem memiliki kepercayaan bahwa
mengabdi di Keraton untuk mendapatkan ketenangan hidup yang abadi. Dalam
penelitian ini, diambil 60 responden yang merupakan abdi dalem punakawan.
Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini, diambil sebanyak 60 responden yang merupakan abdi
dalem punakawan. 30 responden merupakan responden laki-laki dan 30 yang
lainnya merupakan responden perempuan. Hal ini bertujuan agar terlihat
perbedaan tingkat kemodernan antara laki-laki dan perempuan.
Usia
Responden dalam penelitian ini dikategorikan menurut usia >50 tahun dan
≤50 tahun. Hal ini bertujuan agar terlihat perbedaan antara abdi dalem yang
mengalami kepemimpinan raja yang sebelumnya dan yang tidak mengalami
kepemimpinan raja yang sebelumnya.
Status Sosial atau Jabatan
Responden dalam penelitian ini, sebanyak 20 responden yang berpangkat
sebagai bekel. Kemudian, sebanyak 10 responden yang berpangkat sebagai jajar.
Sebanyak 5 orang responden berpangkat sebagai penewu. Sebanyak 7 orang
responden berpangkat sebagai lurah. Sebanyak 3 responden yang berpangkat
sebagai riyo. Sebanyak 5 orang responden berpangkat sebagai wedana. Kemudian,
sebanyak 10 orang responden berpangkat sebagai Kangjeng Raden Tumenggung.
Pendidikan
Dalam penelitian ini, pendidikan responden diukur dengan seberapa lama
responden menempuh pendidikan formal. Dikategorikan rendah, sedang dan
tinggi. Kategori rendah antara 0-6 tahun, kategori sedang antara 7-9 tahun dan
kategori tinggi diatas 10 tahun. Sebanyak 12 orang responden berada dalam
kategori rendah, sebanyak 9 orang responden berada dalam kategori sedang dan
sebanyak 49 orang responden termasuk ke dalam kategori tingkat pendidikan
yang tinggi.
24
Pendapatan Keluarga
Dalam penelitian ini, pendapatan keluarga abdi dalem sangat beragam. Hal
itu disebabkan oleh apakah abdi dalem memiliki pekerjaan lain atau tidak diluar
mengabdi dan pekerjaan suami atau istri abdi dalem. Sebanyak 43 responden
mendapatkan pendapatan keluarga sebesar ≤ Rp 1 500 000 setiap bulan, kemudian
sebanyak 12 responden mendapatkan pendapatan keluarga antara Rp 1 500 001 –
Rp 3 000 000 setiap bulan dan sebanyak 5 responden mendapatkan pendapatan
keluarga sebesar > Rp 3 000 001.
Lama Mengabdi
Dalam penelitian ini, lama mengabdi diukur dengan seberapa lama
responden mengabdi di Keraton. Dikategorikan rendah, sedang dan tinggi.
Kategori rendah antara 0-10 tahun, kategori sedang antara 11-20 tahun dan
kategori tinggi diatas 21 tahun. Sebanyak 22 orang responden termasuk dalam
kategori rendah, sebanyak 26 orang responden termasuk dalam kategori sedang
dan sebanyak 12 orang responden termasuk dalam kategori tinggi.
Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta
Penelitian ini dilakukan kepada 60 orang abdi dalem Keraton Yogyakarta
yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan.
Penelitian tentang tingkat kemodernan yang terjadi pada abdi dalem Keraton
Yogyakarta ini menunjukkan bahwa abdi dalem yang memiliki tingkat
kemodernan yang tinggi lebih banyak dibanding abdi dalem yang tingkat
kemodernannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa abdi dalem sudah
mengalami perubahan walaupun prinsip-prinsip dan kepercayaan yang ada di
Keraton Yogyakarta tetap dipegang teguh oleh para abdi dalem.
Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin, usia dan
tingkat kemodernan
Jenis Kelamin Usia Tingkat Kemodernan Total
Rendah Tinggi
n % n % N %
Laki-laki > 50 tahun 7 11.67 8 13.33 15 25.00
≤ 50 tahun 7 11.67 8 13.33 15 25.00
Perempuan > 50 tahun 4 6.67 11 18.33 15 25.00
≤ 50 tahun 8 13.33 7 11.67 15 25.00
Total 26 43.34 34 56.66 60 100.00
Menurut tabel di atas, abdi dalem yang memiliki tingkat kemodernan rendah
terdapat 43.34 persen dan yang memiliki tingkat kemodernan tinggi 56.66 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa abdi dalem yang memiliki tingkat kemodernan tinggi
lebih banyak dibanding abdi dalem yang tingkat kemodernan rendah.
25
Tingkat Keterbukaan Terhadap Pengalaman Baru
Tingkat keterbukaan terhadap hal baru merupakan suatu cara untuk melihat
pandangan seseorang untuk menerima pengalaman maupun hal baru. Hal ini juga
untuk melihat apakah seseorang siap untuk menerima suatu perubahan. Semakin
tinggi tingkat keterbukaan seseorang terhadap hal baru, maka semakin tinggi pula
tingkat kemodernan orang tersebut.
Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
keterbukaan terhadap hal baru
Jenis
kelamin
Tingkat keterbukaan Total
Rendah Tinggi
N % n % N %
Laki-laki 13 21.67 17 28.33 30 50.00
Perempuan 19 31.67 11 18.33 30 50.00
Total 32 53.34 28 46.66 60 100.00
Berdasarkan tabel 11 di atas, dari 60 responden terdapat 53.34 persen
responden yang memiliki tingkat keterbukaan terhadap hal baru rendah dan 46.66
persen yang lainnya tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 53.34 persen responden
tersebut masih belum membuka diri untuk hal-hal baru. Abdi dalem juga masih
belum berani untuk melakukan sesuatu yang akan mendatangkan resiko yang
besar. Mereka beranggapan bahwa mereka sudah memiliki hidup yang baik
dengan mengabdi di Keraton dan tidak ingin meninggalkan kehidupan di Keraton
hanya demi mendapatkan kebutuhan materi.
Seperti yang diungkapkan salah seorang responden yaitu Bapak Y yang
berusia 69 tahun, beliau merupakan seorang pedagang informal. Berikut
pernyataan Bapak Y mengenai pandangannya terhadap hal baru:
“... Ya mau ngapain lagi Mbak, udah enak hidup di
Keraton, kenapa mesti nyari kerja di luar kota. Hidup ini
kan nggak cuma nyari materi aja, ketentraman hati itu
yang paling utama. Kalau hati tentram, semuanya pasti
lancar. Intinya nurut sama perintah Sultan pasti
hidupnya enak.”
Pada pertanyaan nomor 11 yang menanyakan apakah responden tergabung
dalam suatu organisasi, kelompok sosial atau kelompok politik, sebanyak 30.00
persen responden menjawab ya dan 70.00 persen responden menjawab tidak. Pada
pertanyaan nomor 12 yang menanyakan apakah responden tertarik untuk
mendapatkan jaminan kehidupan yang lebih baik namun harus pindah jauh dari
rumah, sebanyak 11.67 persen responden menjawab ya dan 88.33 persen
responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 15 yang menanyakan apakah
responden pernah melakukan perjalanan yang jauh dari rumah dan belum pernah
mengenal daerah tersebut sama sekali, sebanyak 78.33 persen responden
menjawab ya dan 21.67 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan
lebih lanjut dalam tabel 12.
26
Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat keterbukaan terhadap hal baru, jenis
kelamin dan jawaban pertanyaan
Pertanyaan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
Jawaban Jawaban Jawaban
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n % N % N %
Apakah Anda tergabung ke dalam suatu organisasi, seperti
kelompok sosial atau kelompok politik ?
11 18.33 19 31.67 7 11.67 23 38.33 18 30.00 42 70.00
Apakah Anda tertarik untuk mendapat jaminan kehidupan yang
lebih baik tetapi Anda harus pindah jauh dari rumah dengan
kondisi budaya dan bahasa yang berbeda ?
6 10.00 24 40.00 1 1.67 29 48.33 7 11.67 53 88.33
Apakah Anda pernah melakukan perjalanan yang jauh dari
rumah dan anda belum mengenal sama sekali daerah tersebut ?
26 43.33 4 6.67 21 35.00 9 15.00 47 78.33 13 21.67
27
Pandangan Terhadap Status dan Kedudukan Perempuan
Pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan merupakan ukuran
untuk melihat anggapan seseorang bahwa seorang perempuan memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan laki-laki, atau biasa dikenal dengan kesetaraan
gender. Semakin tinggi pandangan seseorang terhadap status dan kedudukan
seorang perempuan, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut.
Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan
terhadap status dan kedudukan perempuan
Jenis
Kelamin
Pandangan terhadap status dan kedudukan
perempuan
Total
Rendah Tinggi
N % n % N %
Laki-laki 1 1.67 29 48.33 30 50.00
Perempuan 4 6.67 26 43.33 30 50.00
Total 5 8.34 55 91.66 60 100.00
Berdasarkan tabel 13 di atas, sebanyak 8.34 persen responden mendapatkan
hasil yang rendah dan 91.66 persen responden mendapatkan hasil yang tinggi
dalam indikator pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan. Hal ini
menunjukkan bahwa 91.66 persen responden setuju apabila perempuan memiliki
hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Mereka tidak lagi beranggapan
bahwa perempuan hanya boleh mengurus rumah tangga dan tidak boleh bekerja di
luar rumah.
Pada pertanyaan nomor 16 yang menanyakan apabila responden memiliki
seorang anak perempuan yang masih lajang dan sudah bekerja akan bekerja di
luar kota apakah responden akan mengizinkan, sebanyak 56.66 persen responden
menjawab ya dan 43.34 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan
nomor 17 yang menanyakan menurut pandangan responden apakah seorang
perempuan boleh menjadi pemimpin sebuah kelompok yang beranggotakan laki-
laki, sebanyak 91.67 persen responden menjawab ya dan 8.33 persen responden
menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 18 yang menanyakan menurut
pandangan responden apakah seorang perempuan yang sudah berkeluarga boleh
Box 1 Kasus Ibu H (75 Tahun)
Beliau menyatakan bahwa pandangan perempuan yang hanya boleh mengurus
rumah tangga dan tidak boleh bekerja di luar rumah tidak lagi dianut olehnya.
Beliau merupakan seorang pensiunan Kepala Sekolah SD Negeri yang terkenal
di Kota Yogyakarta. Beliau seorang wanita yang tangguh dan menjadi tulang
punggung keluarga ketika suaminya meninggal dunia. Beliau sangat aktif di
organisasi dan memliki karier yang baik hingga masa pensiunnya. Beliau
memiliki 3 anak perempuan dan 1 anak laki-laki, ketiga anak perempuannya
menempuh pendidikan hingga di Perguruan Tinggi kemudian bekerja dan
memiliki karier yang baik seperti dirinya.
28
bekerja di luar rumah, sebanyak 88.33 persen responden menjawab ya dan 11.67
persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 14.
29
Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai pandangan terhadap status dan kedudukan
perempuan, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan
Pertanyaan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
Jawaban Jawaban Jawaban
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
N % n % n % n % N % N %
Misalnya, Anda memiliki seorang anak perempuan yang masih
lajang dan sudah bekerja. Suatu ketika, anak perempuan Anda
diharuskan untuk bekerja di luar kota. Demi memenuhi
kebutuhan keluarga Anda, apakah Anda mengizinkan ?
23 38.33 7 11.67 11 18.33 19 31.67 34 56.67 26 43.33
Menurut pandangan Anda, apakah perempuan boleh menjadi
seorang ketua atau memimpin sebuah kelompok yang
beranggotakan laki-laki ?
27 45.00 3 5.00 28 46.67 2 3.33 55 91.67 5 8.33
Menurut pendapat Anda, apakah seorang perempuan yang sudah
berkeluarga boleh bekerja di luar rumah ?
30 50.00 0 0.00 23 38.33 7 11.67 53 88.33 7 11.67
30
Tingkat Keterdedahan Media Massa
Tingkat keterdedahan media massa merupakan frekuensi seseorang
menerima informasi melalui berbagai macam media massa, baik media cetak
maupun media elektronik. Semakin tinggi tingkat keterdedahan seseorang
terhadap media massa, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang
tersebut.
Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
keterdedahan media massa
Jenis
Kelamin
Tingkat keterdedahan media massa Total
Rendah Tinggi
N % n % N %
Laki-laki 16 26.67 14 23.33 30 50.00
Perempuan 20 33.33 10 16.67 30 50.00
Total 36 60.00 24 40.00 60 100.00
Berdasarkan tabel 15 di atas, sebanyak 60.00 persen responden
mendapatkan hasil rendah dan 40.00 persen responden mendapatkan hasil tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa 60.00 persen responden masih belum mendapatkan
akses yang mudah untuk mendapatkan informasi melalui media massa.
Khususnya media internet, masih banyak abdi dalem yang belum mengerti
tentang penggunaan internet. Hal ini juga dikarenakan oleh tingkat pendidikan
responden.
Seperti yang diungkapkan salah seorang responden Ibu S (32 tahun) yang
sudah 10 tahun mengabdi di Keraton. Beliau hanya menempuh pendidikan hingga
lulus Sekolah Dasar. Berikut pernyataan Ibu S mengenai tingkat keterdedahan
media massa:
“... Walah Mbak, boro-boro saya mau belajar soal
internet. Saya kan cuma lulusan SD. Kerja juga cuma
ngurus anak-anak dan suami sama tugas di Keraton.
Nggak perlu pake internet segala.”
Pada pertanyaan nomor 21 yang menanyakan apakah responden
berlangganan koran atau majalah, sebanyak 40.00 persen responden menjawab ya
dan 60.00 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 23 yang
menanyakan apakah responden selalu menonton televisi ketika mempunyai waktu
luang, sebanyak 98.33 persen responden menjawab ya dan 1.67 persen responden
menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 24 yang menanyakan apakah responden
pernah melakukan browsing di internet, sebanyak 23.33 persen responden
menjawab ya dan 76.67 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan
lebih lanjut dalam tabel 16.
31
Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat keterdedahan media massa, jenis kelamin
dan jawaban pertanyaan
Pertanyaan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
Jawaban Jawaban Jawaban
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n % N % N %
Apakah Anda berlangganan koran atau majalah ? 13 21.67 17 28.33 11 18.33 19 31.67 24 40.00 36 60.00
Apakah Anda selalu menonton televisi ketika Anda memiliki
waktu luang ?
29 48.33 1 1.67 30 50.00 0 0.00 59 98.33 1 1.67
Apakah Anda pernah melakukan browsing di Internet? 9 15.00 21 35.00 5 8.33 25 41.67 14 23.33 46 76.67
32
Tingkat Kepercayaan Terhadap Media Massa
Tingkat kepercayaan terhadap media massa merupakan tingkat kepercayaan
seseorang terhadap hal-hal yang disajikan di media massa. Semakin tinggi tingkat
kepercayaan seseorang terhadap media massa, maka semakin modern orang
tersebut.
Tabel 17 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
kepercayaan terhadap media massa
Jenis
Kelamin
Tingkat kepercayaan terhadap media massa Total
Rendah Tinggi
N % n % N %
Laki-laki 16 26.67 14 23.33 30 50.00
Perempuan 6 10.00 24 40.00 30 50.00
Total 22 36.67 38 63.33 60 100.00
Berdasarkan tabel 17 di atas, sebanyak 36.67 persen responden mendapat
hasil rendah dan 63.33 persen responden mendapat hasil tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa sebanyak 63.33 persen responden percaya akan informasi-
informasi yang disajikan di media massa dibanding informasi yang didapat dari
seseorang yang dikenal.
Pada pertanyaan nomor 26 yang menanyakan apakah responden lebih
percaya kepada berita yang terdapat di koran atau majalah dibanding informasi
yang didapat dari teman, sebanyak 53.33 persen responden menjawab ya dan
46.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 27 yang
menanyakan apakah responden lebih tertarik menonton televisi swasta nasional
dibanding televisi lokal, sebanyak 75.00 persen responden menjawab ya dan 25.00
persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 29 yang menanyakan
apakah responden lebih tertarik membaca berita di surat kabar nasional dibanding
surat kabar yang hanya terbit di Yogyakarta, sebanyak 53.34 persen responden
menjawab ya dan 46.66 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan
lebih lanjut dalam tabel 18.
33
Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat kepercayaan terhadap media massa, jenis
kelamin dan jawaban pertanyaan
Pertanyaan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
Jawaban Jawaban Jawaban
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % n % N % N %
Apakah Anda lebih percaya kepada berita yang terdapat di
koran atau majalah dibanding informasi yang Anda dapat dari
teman ?
14 23.33 16 26.67 18 30.00 12 20.00 32 53.33 28 46.67
Apakah Anda lebih tertarik menonton televisi swasta nasional
dibanding televisi lokal ?
19 31.67 11 18.33 26 43.33 4 6.67 45 75.00 15 25.00
Apakah Anda lebih tertarik membaca berita di surat kabar
nasional dibanding surat kabar yang hanya terbit di Yogyakarta
saja ?
13 21.67 17 28.33 19 31.67 11 18.33 32 53.33 28 46.67
34
Tingkat Materialisme
Tingkat materialisme merupakan sikap seseorang terhadap pentingnya
materi bagi hidup orang tersebut. Inkeles dan Smith (1974) menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat materialisme seseorang maka semakin tinggi tingkat
kemodernan seseorang tersebut. Manusia modern dianggap realistis bahwa hidup
di dunia ini pasti membutuhkan materi. Sehingga semakin tinggi tingkat
materialisme seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang
tersebut.
Tabel 19 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
materialisme
Jenis
Kelamin
Tingkat materialism Total
Rendah Tinggi
n % n % N %
Laki-laki 29 48.33 1 1.67 30 50.00
Perempuan 30 50.00 0 0.00 30 50.00
Total 59 98.33 1 1.67 60 100.00
Berdasarkan tabel 19 di atas, sebanyak 98.33 persen responden memiliki
tingkat materialisme yang rendah dan hanya 1.67 persen yang memiliki tingkat
materialisme tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 98.33 persen responden memang
mengabdi dengan ketulusan hati mereka tanpa memikirkan materi atau upah apa
yang akan mereka dapatkan nantinya. Ketentraman batin dan ketenangan hidup
adalah tujuan mereka dalam mengabdi di Keraton. Mereka percaya bahwa dengan
ketulusan mengabdi yang mereka berikan untuk Keraton, maka keluarga mereka
akan selalu mendapatkan rezeki dan dijauhkan dari segala malapetaka.
Pada pertanyaan nomor 31 yang menanyakan apakah responden bersedia
mengabdi untuk Keraton walaupun tidak diberi imbalan berupa gaji, sebanyak
88.33 persen responden menjawab ya dan 11.67 persen responden menjawab
tidak. Pada pertanyaan nomor 32 yang menanyakan apakah responden selalu
berharap diberi imbalan ketika melakukan sesuatu, sebanyak 18.33 persen
responden menjawab ya dan 81.67 persen responden menjawab tidak. Pada
pertanyaan nomor 33 yang menanyakan apakah responden akan menerima apabila
responden akan diberi gaji tetap tetapi mengharuskan untuk berhenti menjadi
Box 2 Kasus Bapak A (53 Tahun)
Beliau menyatakan bahwa beliau sudah mengabdi kepada Keraton
selama 23 Tahun. Upah atau gaji yang beliau terima setiap bulan hanya sebesar
Rp300 000. Prinsip beliau dalam mengabdi kepada Keraton hanyalah untuk
mencari ketenangan batin dan mendapat berkah kehidupan dari Keraton.
Baginya, hal ini merupakan hal yang paling berharga dalam hidupnya
dibanding materi atau uang yang berlimpah. Beliau memiliki 3 orang anak
perempuan yang kini ketiganya sudah menjadi pramugari di maskapai
penerbangan ternama di Indonesia. Hal ini, beliau anggap sebagai berkah dari
Keraton atas pengabdiannya selama ini.
35
seorang abdi dalem, sebanyak 3.33 persen responden menjawab ya dan 96.67
persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 20.
36
Tabel 20 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat materialisme, jenis kelamin dan jawaban
pertanyaan
Pertanyaan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
Jawaban Jawaban Jawaban
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
n % n % N % n % N % N %
Apakah Anda bersedia mengabdi untuk Keraton walaupun tidak
diberi imbalan berupa uang/gaji ?
27 45.00 3 5.00 26 43.33 4 11.67 53 88.33 7 11.67
Apakah Anda selalu berharap diberi imbalan ketika Anda
melakukan sesuatu ?
2 3.33 28 46.67 9 15.00 21 35.00 11 18.33 49 81.67
Jika ada seseorang yang menawarkan kepada Anda suatu
pekerjaan dengan gaji sebesar Rp. 10.000.000 setiap bulannya
tetapi mengharuskan Anda untuk berhenti menjadi seorang abdi
dalem, apakah Anda akan menerima ?
2 3.33 28 46.67 0 0.00 30 50.00 2 3.33 58 96.67
37
Kontrol Kelahiran
Kontrol kelahiran merupakan usaha seseorang untuk mengontrol kelahiran
anak dalam suatu keluarga. Keluarga yang dapat mengontrol kelahiran anak
mereka maka sudah dianggap sebagai keluarga yang modern. Kontrol kelahiran
sangat berhubungan dengan jumlah anak yang dimiliki dan jarak kelahiran antara
anak yang satu dengan yang lain. Apabila jumlah anak yang relatif banyak dan
jarak usia anak yang dekat maka dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut tidak
dapat mengontrol kelahiran anak-anak mereka. Kontrol kelahiran ini dapat
diusahakan melalui penggunaan alat kontrasepsi yang dianjurkan oleh pemerintah.
Tabel 21 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan
terhadap kontrol kelahiran
Jenis
Kelamin
Kontrol kelahiran Total
Rendah Tinggi
n % n % N %
Laki-laki 0 0.00 30 50.00 30 50.00
Perempuan 5 8.33 25 41.67 30 50.00
Total 5 8.33 55 91.67 60 100.00
Berdasarkan tabel 21 di atas, sebanyak 8.33 persen responden memiliki
tingkat kontrol kelahiran yang rendah dan sebanyak 91.67 persen responden
memiliki tingkat kontrol kelahiran yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 91.67
persen responden tidak setuju dengan anggapan bahwa jumlah anak yang banyak
maka akan banyak pula rezeki yang didapat. Mereka juga tidak setuju dengan
jarak kelahiran anak yang terlalu dekat.
Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden, Ibu T (71 tahun)
yang hanya memiliki 1 orang putra dan 1 orang putri. Beliau mengaku melakukan
program Keluarga Berencana. Berikut pernyataan Ibu T mengenai kontrol
kelahiran:
“...Ya kalau dulu sih KB Mbak, makanya anak saya cuma
dua. Kebutuhan kan banyak, kalau anaknya banyak ya
kebutuhannya kan pasti lebih banyak. Saya mau anak saya
dapat pendidikan sampai kuliah, rumah nyaman, makan
serba kecukupan. Anak kan titipan Tuhan, harus dijaga
dengan baik. Kalau anak banyak tapi terlantar kan malah
jadi dosa.”
Pada pertanyaan nomor 37 yang menanyakan apakah responden setuju
dengan anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki, sebanyak 20.00 persen
responden menjawab ya dan 80.00 persen responden menjawab tidak. Pada
pertanyaan nomor 39 yang menanyakan apakah responden setuju dengan menikah
di usia muda, sebanyak 20.00 persen responden menjawab ya dan 80.00 persen
responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 40 yang menanyakan apakah
responden setuju dengan kelahiran anak dengan jarak yang dekat, sebanyak 5.00
persen responden menjawab ya dan 95.00 persen responden menjawab tidak. Hal
ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 22.
38
Tabel 22 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai kontrol kelahiran, jenis kelamin dan jawaban
pertanyaan
Pertanyaan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
Jawaban Jawaban Jawaban
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
N % n % n % n % N % N %
Apakah Anda setuju dengan anggapan bahwa banyak anak
banyak rezeki ?
6 10.00 24 40.00 6 10.00 24 40.00 12 20.00 48 80.00
Apakah Anda setuju dengan menikah di usia muda ? 11 18.33 19 31.67 1 1.67 29 48.33 12 20.00 48 80.00
Apakah Anda setuju dengan kelahiran anak dengan jarak yang
dekat ?
3 5.00 27 45.00 0 0.00 30 50.00 3 5.00 57 95.00
39
Tingkat Rasionalitas
Tingkat rasionalitas merupakan tingkat kepercayaan seseorang kepada hal-
hal rasional dan mengesampingkan hal-hal yang dianggap irrasional. Semakin
tinggi tingkat rasionalitas seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat
kemodernan seseorang tersebut.
Tabel 23 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
rasionalitas
Jenis
Kelamin
Tingkat rasionalitas Total
Rendah Tinggi
n % n % N %
Laki-laki 21 35.00 9 15.00 30 50.00
Perempuan 21 35.00 9 15.00 30 50.00
Total 42 70.00 18 30.00 60 100.00
Berdasarkan tabel 23 di atas, sebanyak 70.00 persen responden memiliki
tingkat rasionalitas yang rendah dan 30.00 persen responden memiliki tingkat
rasionalitas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 70.00 persen
responden masih percaya akan adanya hal-hal gaib dan bersifat irrasional.
Kepercayaan bahwa pusaka-pusaka dan kereta kuda memiliki penunggu masih
dipegang teguh oleh para abdi dalem.
Pada pertanyaan nomor 41 yang menanyakan apakah responden percaya
dengan hal-hal mistis, sebanyak 63.33 persen responden menjawab ya dan 36.67
persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 42 yang menanyakan
apakah responden percaya apabila sebuah keris atau kereta kuda memiliki
“penunggu”, sebanyak 75.00 persen responden menjawab ya dan 25.00 persen
responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 44 yang menanyakan apakah
responden percaya apabila tidak melakukan ritual tertentu maka penguasa alam
akan marah dan akan terjadi bencana alam, sebanyak 45.00 persen responden
menjawab ya dan 55.00 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan
lebih lanjut dalam tabel 24.
Box 3. Kasus Bapak B (43 Tahun)
Bapak B merupakan seseorang yang memiliki keahlian dalam
merancang bangunan. Beliau mengaku masih mempercayai adanya hal-hal
mistis dan gaib. Beliau mengaku pernah melihat sebuah keris dapat terbang
dan dapat berdiri sendiri. Beliau juga pernah melihat sebuah kereta kuda yang
berjalan sendiri di depan rumahnya tanpa kusir dan tanpa penumpang. Pada
saat itu juga tercium aroma bunga melati dan hari itu bertepatan dengan
Malam Jumat Kliwon. Pendidikan yang tinggi tidak mempengaruhi tingkat
rasionalitas seseorang. Apabila orang tersebut pernah mengalami, apapun
pendidikannya pasti akan percaya dengan apa yang dialami sendiri.
40
Tabel 24 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat rasionalitas, jenis kelamin dan jawaban
pertanyaan
Pertanyaan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
Jawaban Jawaban Jawaban
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % N % N % N %
Apakah Anda percaya dengan hal-hal mistis ? 21 35.00 9 15.00 17 28.33 13 21.67 38 63.33 22 36.67
Apakah benar apabila sebuah keris atau kereta kuda memiliki
seorang “penunggu” ?
22 36.67 8 13.33 23 38.33 7 11.67 45 75.00 15 25.00
Apakah apabila tidak dilakukan ritual-ritual tertentu, maka
penguasa alam atau makhluk gaib akan marah dan akan terjadi
bencana alam ?
7 11.67 23 38.33 20 33.33 10 16.67 27 45.00 33 55.00
41
Perencanaan Jangka Panjang
Perencanaan jangka panjang merupakan penyusunan rencana yang
dilakukan seseorang di masa mendatang. Semakin matang perencanaan seseorang
terhadap masa depannya, maka semakin tinggi tingkat kemodernan seseorang
tersebut.
Tabel 25 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan
perencanaan jangka panjang
Jenis
Kelamin
Perencanaan jangka panjang Total
Rendah Tinggi
n % n % N %
Laki-laki 5 8.33 25 41.67 30 50.00
Perempuan 3 5.00 27 45.00 30 50.00
Total 8 13.33 52 86.67 60 100.00
Berdasarkan tabel 25 diatas, sebanyak 13.33 persen responden memiliki
tingkat perencanaan terhadap jangka panjang yang rendah dan 86.67 persen
responden memiliki tingkat perencanaan jangka panjang yang tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa sebanyak 86.67 persen responden sudah merencanakan apa
yang akan mereka lakukan 5 sampai 10 tahun ke depan.
Seperti yang dinyatakan salah seorang responden, Bapak E (47 tahun).
Beliau memiliki 1 orang putra dan 2 orang putri. Beliau mengaku sudah
menyiapkan pendidikan untuk ketiga anaknya hingga perguruan tinggi. Berikut
pernyataan Bapak E mengenai perencanaan jangka panjang:
“...Saya sudah menyiapkan tabungan pendidikan untuk
anak-anak saya bahkan sejak mereka masih TK. Saya juga
ikut program asuransi, prepare for the worst Mbak
takutnya ada apa-apa kan kita nggak tau. Jangan sampai
anak-anak sama istri saya hidup kekurangan.”
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Bapak B (43 tahun). Beliau
merupakan seorang abdi dalem yang juga seorang ahli perancang bangunan.
Beliau mengaku sudah menyiapkan tabungan dan mendaftarkan diri ke salah satu
perusahaan asuransi. Berikut pernyataan Bapak B mengenai perencanaan jangka
panjang:
“...Saya belum punya anak Mbak, saya cuma hidup
berdua sama istri saya. Saya pingin banget punya anak,
siapa juga kan Mbak yang nggak mau punya anak. Tapi
ya walaupun saya belum punya anak, saya sama istri saya
udah nyiapin tabungan pendidikan sama asuransi buat
anak-anak saya nanti. Kalau saya udah tua nanti kan
makin susah cari uang, biaya hidup juga pasti makin
tinggi. Nggak ada salahnya kan kalau saya siapin buat
anak saya dari sekarang, sekalipun anaknya belum ada.”
Pada pertanyaan nomor 46 yang menanyakan apakah responden selalu
menyisihkan uang untuk tabungan masa depan anak-anak mereka, sebanyak 85.00
42
persen responden menjawab ya dan 15.00 persen responden menjawab tidak. Pada
pertanyaan nomor 47 yang menanyakan apakah responden sudah menyiapkan
warisan untuk anak-anak mereka, sebanyak 68.33 persen responden menjawab ya
dan 31.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 49 yang
menanyakan apakah responden sudah mempersiapkan pendidikan anak hingga
Perguruan Tinggi, sebanyak 80.00 persen responden menjawab ya dan 20.00
persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 26.
43
Tabel 26 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai perencanaan jangka panjang, jenis kelamin dan
jawaban pertanyaan
Pertanyaan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
Jawaban Jawaban Jawaban
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
N % n % n % n % N % N %
Apakah Anda selalu menyisihkan uang Anda untuk tabungan
masa depan anak Anda ?
25 41.67 5 8.33 26 43.33 4 6.67 51 85.00 9 15.00
Apakah Anda sudah memikirkan warisan untuk anak-anak Anda
kelak ?
21 35.00 9 15.00 20 33.33 10 16.67 41 68.33 19 31.67
Apakah Anda sudah merencanakan pendidikan anak Anda
hingga Perguruan Tinggi ?
23 38.33 7 11.67 25 41.67 5 8.33 48 80.00 12 20.00
44
Tingkat Individualisme
Tingkat individualisme merupakan seberapa jauh seseorang mementingkan
kepentingan pribadinya dibanding kepentingan umum. Semakin tinggi tingkat
individualisme seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang
tersebut.
Tabel 27 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat
individualisme
Jenis
Kelamin
Tingkat individualism Total
Rendah Tinggi
n % n % N %
Laki-laki 30 50.00 0 0.00 30 50.00
Perempuan 30 50.00 0 0.00 30 50.00
Total 60 100.00 0 0.00 60 100.00
Berdasarkan data tabel 27 di atas, sebanyak 100.00 persen responden
memiliki tingkat individualisme yang rendah. Mereka memiliki hubungan yang
baik terutama dengan sesama abdi dalem. Responden lebih mementingkan
kepentingan umum dibanding kepentingan pribadinya. Hal ini juga ditunjukkan
pada sikap abdi dalem yang tidak mementingkan kebutuhan materi mereka tapi
memang tulus mengabdi untuk Keraton.
Seperti yang diungkapkan seorang responden, Ibu D (52 tahun). Beliau
tidak bekerja di luar Keraton, sehingga aktivitasnya lebih banyak terjadi di rumah.
Beliau seorang ibu rumah tangga yang memiliki 3 anak. Hubungan dengan
tetangga dan teman sesama abdi dalem harus beliau bina dengan baik. Berikut
pernyataan Ibu D mengenai tingkat individualisme:
“... Di dunia ini kita kan nggak bisa sendiri Mbak, selalu
saling membutuhkan. Tukang cukur aja butuh tukang
cukur yang lain buat nyukur rambutnya. Jangan merasa
bisa hidup sendiri, apalagi kalo merasa udah punya
banyak uang. Pasti jadi sombong dan nggak merasa butuh
orang lain. Saya nggak mau kayak gitu Mbak.”
Pada pertanyaan nomor 52 yang menanyakan apakah responden selalu
bertegur sapa dengan tetangga sekitar rumah, sebanyak 96.66 persen responden
menjawab ya dan 3.34 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor
53 yang menanyakan apakah responden mengenal baik tetangga sekitar rumah,
sebanyak 100.00 persen responden menjawab ya dan 0.00 persen responden
menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 54 yang menanyakan apakah responden
selalu membantu sesama abdi dalem ketika mengalami kesulitan, sebanyak 98.33
persen responden menjawab ya dan 1.67 persen responden menjawab tidak. Hal
ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 28.
45
Tabel 28 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat individualisme, jenis kelamin dan
jawaban pertanyaan
Pertanyaan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
Jawaban Jawaban Jawaban
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
n % n % n % N % N % N %
Apakah Anda selalu bertegur sapa kepada tetangga sekitar rumah
Anda ?
29 48.33 1 1.67 29 48.33 1 1.67 58 96.66 2 3.34
Apakah Anda mengenal baik tetangga sekitar rumah Anda ? 30 50.00 0 0.00 30 50.00 0 0.00 60 100.00 0 0.00
Apakah Anda selalu membantu sesama abdi dalem ketika mengalami
kesulitan ?
29 48.33 1 1.67 30 50.00 0 0.00 59 98.33 1 1.67
46
Ikhtisar
Tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta terbagi menjadi dua
bagian, yaitu rendah dan tinggi. Sebanyak 43.34 persen responden memiliki
tingkat kemodernan yang rendah dan 56.66 persen responden memiliki tingkat
kemodernan yang tinggi. Dari 9 indikator tingkat kemodernan, sebanyak 46.66
persen responden yang sudah dapat menerima dengan terbuka akan hal-hal baru.
Kemudian sebanyak 91.66 persen responden yang mendukung bahwa perempuan
memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Sebanyak 40.00 persen
responden sudah terdedah oleh media massa, lalu 63.33 persen responden percaya
akan informasi-informasi yang disajikan di media massa. Kemudian, sebanyak
98.33 persen responden yang menganggap bahwa materi bukanlah segalanya.
Lalu 91.67 persen responden mendukung program pemerintah dalam
melaksanakan program Keluarga Berencana dan tidak setuju dengan jarak
kelahiran anak yang terlalu dekat. Sebanyak 70.00 persen responden masih
percaya terhadap hal-hal yang bersifat irrasional. Selanjutnya, 86.67 persen
responden sudah merencanakan apa yang akan mereka lakukan 5 sampai 10 tahun
ke depan dan 100.00 persen responden tidak memiliki sifat individualis karena
mereka menganggap bahwa manusia hidup di dunia pasti saling membutuhkan.
47
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
KEMODERNAN ABDI DALEM
Dalam penelitian yang menganalisis tentang tingkat kemodernan abdi dalem
Keraton Yogyakarta beserta faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemodernan tersebut. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat
kemodernan tersebut yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Namun, dalam
penelitian ini faktor eksternal tidak dikaji lebih dalam. Terdapat 7 variabel dalam
faktor internal yaitu, usia, jenis kelamin, lama menempuh pendidikan formal,
lama mengabdi di Keraton Yogyakarta, lama bekerja di luar Keraton, jenis
pekerjaan, dan pendapatan keluarga.
Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem
Keraton Yogyakarta merupakan usia, jenis kelamin, lama pendidikan, lama
mengabdi, pendapatan keluarga, lama bekerja mencari nafkah dan jenis pekerjaan.
Faktor internal ini diuji secara kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan
kemudian diolah menggunakan uji analisis regresi linier berganda yang
persamaanya sebagai berikut:
Usia
Menurut hasil uji analisis regresi linier berganda, usia tidak berpengaruh
terhadap tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta. Hal ini,
bertentangan dengan hipotesis penelitian. Pada hipotesis penelitian disebutkan
bahwa usia akan berpengaruh. Dengan kata lain, semakin tua usia seseorang maka
semakin rendah tingkat kemodernannya. Namun, berbeda dengan yang terjadi di
lapangan.
Seperti yang terjadi pada salah seorang responden, Bapak K (43 tahun).
Beliau merupakan abdi dalem yang tingkat kemodernannya tergolong rendah.
Beliau menyatakan bahwa tuntunan hidup beliau merupakan kepercayaan yang
ada di Keraton. Nilai-nilai tradisional yang masih beliau jadikan panutan untuk
menjalani hidup. Berikut pernyataan Bapak K mengenai tuntunan hidup yang
beliau pegang:
“... Ya memang paling tenang itu ya nurut perintah
Sultan, nggak neko-neko, nggak ngejar materi. Hidup
gotong royong. Nggak punya uang tapi hati tetep tenang
Mbak.”
48
Jenis Kelamin
Menurut hasil analisis regresi linier berganda, jenis kelamin tidak
berpengaruh terhadap tingkat kemodernan seorang abdi dalem. Laki-laki dan
perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal tingkat
kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta.
Lama Pendidikan
Lamanya seseorang menempuh pendidikan formal tidak berpengaruh
terhadap tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta. Latar belakang
pendidikan abdi dalem Keraton Yogyakarta sangat beragam. Ada yang hanya
menempuh kelas 2 Sekolah Dasar, tetapi tidak jarang juga seorang Doktor
bersedia menjadi seorang abdi dalem.
Lama Mengabdi
Menurut hasil uji analisis regresi linier berganda, lama mengabdi kepada
Keraton berpengaruh negatif. Hal ini sejalan dengan hipotesis penelitian. Semakin
lama seorang abdi dalem mengabdi kepada Keraton maka tingkat kemodernan
abdi dalem tersebut semakin rendah. Hal ini dikarenakan bahwa semakin kuat
kepercayaan seorang abdi dalem tersebut terhadap kepercayaan-kepercayaan dan
nilai-nilai yang ada di Keraton Yogyakarta.
Seperti pernyataan salah seorang responden, Bapak J (64 tahun). Beliau
sudah mengabdi di keraton selama 39 tahun. Lebih dari separuh hidupnya
didedikasikan untuk Keraton Yogyakarta. Bukan lagi materi yang beliau cari,
ketenangan hidup hingga nanti di kehidupan setelah mati. Berkah Sultan atau
Keraton dianggap akan selalu abadi. Berikut pernyataan Bapak J mengenai
pengabdiannya selama ini:
“...Mau cari apa lagi Mbak hidup di dunia ini. Yang
penting kan nanti bekal buat di alam abadi. Nggak perlu
sekarang ngoyo buat nyari materi tapi nanti matinya
nggak tenang. Ikhlas untuk Keraton, pasti nanti tenang
sampai nanti 7 turunan saya.”
Box 4. Kasus Ibu M (57 Tahun)
Beliau merupakan seorang abdi dalem yang sudah 14 tahun mengabdi di
Keraton. Beliau juga merupakan seorang pedagang kecil atau usaha berjualan
gorengan di sekolah yang tak jauh dari rumahnya. Hanya dua tahun beliau
menempuh pendidikan formal. Namun, tingkat kepeduliannya terhadap
pendidikan sangat tinggi. Beliau memiliki 2 orang anak, yang keduanya
menempuh pendidikan S2 di universitas ternama di Yogyakarta.
Beliau menganggap bahwa pendidikan sangat penting bagi kehidupan
seseorang. Menurut beliau, dengan pendidikan yang tinggi maka masa depan
pun akan cerah. Walaupun kedua anaknya telah berhasil, beliau tidak ingin
berhenti berjualan gorengan.
49
Pendapatan Keluarga
Menurut hasil penelitian ini, pendapatan keluarga memiliki pengaruh
terhadap tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta. Pendapatan
keluarga mempengaruhi daya beli keluarga tersebut. Tingkat konsumerisme
sebuah keluarga abdi dalem dipengaruhi oleh pendapatan keluarga di setiap
bulannya.
Lama Bekerja Mencari Nafkah
Pada hasil penelitian yang menggunakan analisis regresi ini, lama bekerja
mencari nafkah tidak berpengaruh terhadap tingkat kemodernan abdi dalem
Keraton Yogyakarta. Hipotesis penelitian ini adalah apabila semakin lama seorang
abdi dalem bekerja di luar Keraton, maka abdi dalem tersebut memiliki tingkat
kemodernan yang tinggi. Namun, fakta di lapangan menyatakan bahwa semakin
lama seorang abdi dalem bekerja di luar Keraton, maka semakin rendah tingkat
kemodernannya. Keyakinan yang dimiliki abdi dalem yang bekerja di luar
Keraton terhadap nilai dan norma yang ada di Keraton semakin kuat dan
menganggap yang terjadi di luar Keraton merupakan hal yang tidak benar.
Tingkat materialisme abdi dalem tersebut akan rendah karena hidupnya sudah
merasa cukup dengan berkah yang diberi oleh Keraton selama abdi dalem tersebut
mengabdi.
Jenis Pekerjaan
Menurut hasil uji analisis regresi linier berganda, jenis pekerjaan
berpengaruh negatif terhadap tingkat kemodernan abdi dalem Keraton
Yogyakarta. Hal ini dikarenakan bahwa semakin banyak pengaruh dari luar
Keraton, maka semakin kuat pendirian seorang abdi dalem terhadap kepercayaan-
kepercayaan dan nilai-nilai yang ada di Keraton Yogyakarta.
Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden, Bapak S (74
tahun). Beliau merupakan seorang pensiunan PNS yang sudah 18 tahun mengabdi
untuk Keraton. Sebelumnya, beliau bekerja sebagai PNS di salah satu Kantor
Pemerintahan di Yogyakarta selama 23 tahun. Beliau menyatakan bahwa
kepercayaan beliau terhadap nilai dan norma yang ada di Keraton semakin kuat
ketika mengetahui kehidupan di luar Keraton. Beliau menganggap bahwa yang
terjadi di luar Keraton merupakan suatu hal yang tidak benar. Berikut pernyataan
Bapak S:
Box 5. Kasus Bapak P (59 Tahun)
Beliau merupakan seorang Dokter yang memperoleh pendapatan
keluarga sebesar Rp. 8.000.000. Istri beliau juga bekerja di bidang kesehatan.
Kedua putra beliau juga kuliah di bidang yang sama. Dengan pendapatan
keluarga beliau yang tinggi, maka daya beli pun akan meningkat. Diiringi
dengan latar belakang pendidikan yang tinggi pula maka tingkat
kemodernannya pun tinggi. Namun, beliau tidak pernah mengesampingkan
norma dan nilai yang berlaku di Keraton.
50
“...Waduh Mbak, mau gimana juga ya emang paling enak
hidup di Keraton. Nggak ada yang berani jahatin temen
sendiri. Kalau waktu saya kerja di kantor ya sikut-sikutan
Mbak biar dapet perhatian dari bos. Banyak yang cari
muka, korupsi. Macem-macem lah Mbak.”
Ikhtisar
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem
Keraton Yogyakarta, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Dalam penelitian
ini, faktor eksternal tidak dikaji secara mendalam. Sedangkan faktor internal yang
mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta adalah
pendapatan keluarga dan yang mempengaruhi secara negatif adalah lama
mengabdi di Keraton Yogyakarta. Kemudian, usia, jenis kelamin, lama
menempuh pendidikan formal, lama bekerja di luar Keraton dan jenis pekerjaan
menurut hasil analisis regresi linier berganda, faktor tersebut tidak berpengaruh
terhadap tingkat kemodernan.
51
PENUTUP
Simpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa:
1. Tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta, yang diukur dari
9 indikator sebanyak 43.34 persen responden memiliki tingkat
kemodernan rendah dan 56.66 persen responden memiliki tingkat
kemodernan tinggi.
2. Faktor internal yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem
Keraton Yogyakarta adalah pendapatan keluarga. Semakin tinggi
pendapatan keluarga maka semakin tinggi juga tingkat kemodernan abdi
dalem dan yang mempengaruhi secara negatif adalah lama mengabdi di
Keraton Yogyakarta. Semakin lama seorang abdi dalem mengabdi maka
tingkat kemodernan abdi dalem akan semakin rendah.
Saran
Saran dari penelitian ini yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya:
1. Pembahasan lebih lanjut mengenai faktor eksternal yang mempengaruhi
tingkat kemodernan abdi dalem.
2. Pembahasan lebih lanjut mengenai abdi dalem kaprajan atau abdi dalem
yang bekerja diluar lingkungan Keraton.
52
DAFTAR PUSTAKA
Alkadri, Kusrestuwardhani, dan Gauthama, MP. 2003. Budaya Jawa dan
Masyarakat Modern. Jakarta [ID] : Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi
Artha AT. 2009. Laku Spiritual Sultan Langkah Raja Jawa Menuju Istana.
Yogyakarta [ID] : Galangpress
BPS Provinsi DIY. 2013. Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka. Yogyakarta
[ID] : BPS Provinsi DIY.
Dinas Pariwisata Provinsi DIY. Statistik Kepariwisataan 2012. Yogyakarta [ID] :
Dinas Pariwisata Provinsi DIY.
Inkeles A dan Smith DH. 1974. Becoming Modern. Cambridge [USA] : Harvard
University Press
Setiadi EM, Hakam KA, Effendi R. 2006. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta [ID]
: Kencana
Singarimbun M. 1989. Metode dan proses penelitian. Dalam: Singarimbun M dan
Effendi S, editor. Metode penelitian survai. Jakarta[ID]: LP3ES.
Soekanto S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID] : Rajawali Press
Soemardjan S. 1981. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta [ID] : Gajah
Mada University Press
Sugiyono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Bandung [ID]: CV. Alfabeta
Sulistyawati. 2004. Nama dan Gelar di Keraton Yogyakarta. [internet]. [diunduh
tanggal 19 Desember 2013]. Volume 16, Nomor 03. Dapat diunduh dari :
http://jurnal.ugm.ac.id/index.php/jurnal-
humaniora/article/view/1306/1106
Wallace, RA dan Wolf, A. 2005. Contemporary Sociological Theory: Expanding
The Classical Tradition. Upper Saddle River [USA] : Pearson Education,
Inc.
53
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Keraton Yogyakarta Hadiningrat, Kecamatan Kraton, Kota
Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
54
Lampiran 2. Hasil Uji SPSS
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
90% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step
1a
USIA ,166 ,070 5,645 1 ,018 1,180 1,052 1,324
JK(1) -1,287 1,121 1,319 1 ,251 ,276 ,044 1,744
PENDIDIKAN ,181 ,147 1,508 1 ,219 1,198 ,941 1,526
LAMAMENGABDI -,109 ,075 2,123 1 ,145 ,897 ,793 1,014
LAMABEKERJAD
IUAR -,024 ,049 ,228 1 ,633 ,977 ,901 1,059
PEKERJAAN 5,251 5 ,386
PEKERJAAN(1) -2,106 1,811 1,352 1 ,245 ,122 ,006 2,395
PEKERJAAN(2) -1,227 2,139 ,329 1 ,566 ,293 ,009 9,885
PEKERJAAN(3) -1,023 1,782 ,330 1 ,566 ,359 ,019 6,737
PEKERJAAN(4) 20,341
40192
,970 ,000 1 1,000
68214040
6,420 ,000 .
PEKERJAAN(5) -6,598 3,080 4,588 1 ,032 ,001 ,000 ,216
PENDAPATAN ,000 ,000 7,789 1 ,005 1,000 1,000 1,000
Constant -9,384 4,388 4,573 1 ,032 ,000
55
RIWAYAT HIDUP
RA. Gupita Dhyaningsari dilahirkan di Sleman pada tanggal 19 Desember
1992 dari Bapak Sri Hermawan dan Ibu RA. Emmy Wulandari, merupakan putri
pertama dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal sejak taman
kanak-kanak di TK Tunas Karya Kertajaya Lebak, Banten hingga tahun 1998.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN Batutulis 1
Bogor hingga tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sekolah
menengah pertama di SMP Negeri 7 Bogor hingga tahun 2007. Lalu penulis
melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 4 Bogor hingga
tahun 2010 dan pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswi di
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama berkuliah di IPB, penulis aktif dalam mengikuti kegiatan
kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota Divisi Dana Usaha Acara Buka
Bersama SKPM, penulis juga pernah menjadi anggota Divisi Publikasi, Dekorasi
dan Dokumentasi Acara Masa Perkenalan Departemen SKPM angkatan 48.
Penulis juga pernah menjadi anggota Divisi Konsumsi Acara Himasiera Olah
Talenta tahun 2012 dan Indonesia Ecology Expo tahun 2013.