tinea kruris

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinea kruris adalah suatu infeksi jamur pada daerah pubis, sela paha, bokong, dan kadang sampai perut bagian bawah, yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Penularan tinea kruris terjadi melalui beberapa cara, antara lain melalui kontak langsung dari pasien ke orang lain, dan penyebaran tidak langsung melalui kontak dengan benda-benda pribadi yang dipakai oleh pasien seperti handuk, perlengkapan tidur, pakaian dalam dan kain sarung. Spesies ini mudah berkembang bila terdapat faktor pencetus, misalnya suhu panas dan lembab, kebersihan diri yang kurang baik, serta faktor predisposisi yang berasal dari tubuh pejamu, antara lain hiperhidrosis, obesitas, diabetes melitus, dan gangguan imunitas. 1,2 Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito- krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. 2 Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang

Upload: prama

Post on 11-Nov-2015

204 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tinea

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTinea kruris adalah suatu infeksi jamur pada daerah pubis, sela paha, bokong, dan kadang sampai perut bagian bawah, yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Penularan tinea kruris terjadi melalui beberapa cara, antara lain melalui kontak langsung dari pasien ke orang lain, dan penyebaran tidak langsung melalui kontak dengan benda-benda pribadi yang dipakai oleh pasien seperti handuk, perlengkapan tidur, pakaian dalam dan kain sarung. Spesies ini mudah berkembang bila terdapat faktor pencetus, misalnya suhu panas dan lembab, kebersihan diri yang kurang baik, serta faktor predisposisi yang berasal dari tubuh pejamu, antara lain hiperhidrosis, obesitas, diabetes melitus, dan gangguan imunitas.1,2Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain.2Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.2Dari data beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan persentase dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari 2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang). Di Jakarta menunjukkan tinea kruris banyak terdapat pada golongan umur 25-45 tahun, yakni sebesar 31,6%, pasien laki-laki 71,1%, dan berpendidikan rendah 78,9%. Penelitian tersebut juga mendapatkan hubungan yang bermakna antara kejadian tinea kruris dengan frekuensi ganti pakaian; persentase tinea kruris pada subyek yang berganti pakaian 1x sehari 0,14%, sedangkan pada subyek yang berganti pakaian 2x sehari hanya 0,01%. Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2008 terdapat 274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58 kasus (21,16%) diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah tinea kruris. Dari segi usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja dan kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda atau lebih tua. Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak berkeringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama.1,2

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:a. Bagaimanakah Definisi dari Tinea Kruris ?b. Bagaimanakah Etiologi dari Tinea Kruris ?c. Bagaimanakah Patogenesisi dari Tinea Kruris ?d. Bagaimanakah Gejala Klinis dari Tinea Kruris ?e. Bagaimanakah Pemeriksaan Penunjang dari Tinea Kruris ?f. Bagaimanakah Diagnosis dan Diagnosis Banding dari Tinea Kruris ?g. Bagaimanakah Penatalaksanaan dari Tinea Kruris ?h. Bagaimanakah KIE dan Prognosis dari Tinea Kruris ?

1.3 Tujuan Penulisana. Mengetahui Definisi dari Tinea Krurisb. Mengetahui Etiologi dari Tinea Kruris c. Mengetahui Patogenesisi dari Tinea Kruris d. Mengetahui Gejala Klinis dari Tinea Kruris e. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari Tinea Krurisf. Mengetahui Diagnosis dan Diagnosis Banding dari Tinea Kruris g. Mengetahui Penatalaksanaan dari Tinea Kruris h. Mengetahui KIE dan Prognosis dari Tinea KrurisBAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiDermatofitosis atau tinea adalah penyakit infeksi jamur superficial yang menyerang kulit, rambut dan kuku yang disebabkan oleh suatu infeksi dermatofita. Infeksi jamur dermatofita yang terjadi pada badan, tungkai dan lengan, tetapi tidak termasuk lipat paha, tangan dan kaki disebut tinea korporis, sedangkan tinea kruris adalah infeksi jamur dermatofita pada daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal.1,2,3

2.2 EtiologiDermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencemakan keratin. Dermatofita termasuk kedalam kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu; Microsporum, Trichopyton, dan Epidermophyton. Selain sifat keratofilik yang dimiliki oleh dermatofita ini masih banyak sifat yang dimiliki, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenic, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya dan penyebab penyakit.3Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum, dan 21 spesies Trichopyton.3

2.3 PatogenesisJika kulit penjamu diinokulasi pada kulit yang sesuai, timbul beberapa tingkatan dimana infeksi berlanjut yaitu periode inkubasi yang berlangsung selama 1-3 minggu, periode refrakter dan periode involusi.4Infeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa in menghasilkan enzim keratolitik yang kemudian berdifusi ke epidermis dan akhirnya menimbulkan reaksi inflamasi akibat kerusakan keratinosis. Pertumbuhan jamur yang radial pada stratum korneum mengakibatkan timbul lesi sirsinar dengan memberikan batas yang jelas dan meninggi, yang disebut ringworm. Reaksi kulit semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.4.Jamur golongan dermatofita ini dapat menumbulkan infeksi ringan sampai berat tergantung dari respon imun penderita. Kekebalan terhadap infeksi ini dapat melibatkan mekanisme imunologis maupun non imunologis. Mekanisme imunologis yang terpenting adalah adanya aktivitas imunitas selular, melalui mekanisme hipersensitifitas tipe lambat, sedangkan mekanisme imunologis antara lain melibatkan adaanya asam lemak jenuh berantai panjang dikulit dan substansi lain yang disebut sebagai serum inhibitory factor. Namun demikian bergantung dari berbagai faktor dapat terjadi pula suatu resolusi spontan sehingga gejala klinis menghilang atau jamur hidup persisten selama beberapa tahun dan kambuh kembali. Radang dermatofitosis mempunyai kolerasi dengan reaktivitas kulit tipe lambat. Derajatnya sesuai dengan sensitisasi oleh dermatofita dan sejalan pula dengan derajat hipersensitivitas tipe lambat (HTL). HTL dimulai dengan penangkapan antigen jamur oleh sel langerhans yang bekerja sebagai APC (Antigen Presenting Cell) yang mampu melakukan fungsi fagositosit, memproduksi IL-1, mengekspresikan antigen, reseptor Fc dan reseptor C3. Sel Langerhans berkumpul di dalam kulit membawa antigen kedalam pembuluh getah bening dan menuju ke pembuluh getah bening dan mempertemukan dengan limfosit yang spesifik. Selain oleh sel Langherhans, peran serupa dilakukan oleh sel endotel pembuluh darah, fibroblast dan keratonitis. Limfosit T yang yang telah aktif ini kemudian menginfiltrasi tempat infeksi dan melepaskan limfokin. Limfokin inilah yang akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu membunuh jamur pathogen.4

2.4 Gejala Klinis1. AnamnesisKeluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. 52. Pemeriksaan FisikEfloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.Manifestasi tinea kruris :a. Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubisb. Daerah bersisik (skuama)c. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatifd. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasie. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar dan sedikit skuamaf. Penis dan skrotum jarang atau tidak terkenag. Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul karena garukanh. Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuleri. Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis.5

2.5 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.a. Pemeriksaan dengan sediaan basahKulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium.b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agarPemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu.c. Punch biopsiDapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc AcidSchiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam.d. Lampu WoodPenggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata.5

2.6 Diagnosis dan Diagnosis BandingDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.Disamping penegakan diagnosis perlu diperhatikan hal-hal untuk menyingkirkan dari kemungkinan diagnosis banding yang ada, yaitu;a. Candidosis intertriginosaKandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina, kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita.Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar.Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.

b. ErytrasmaErytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red).c. PsoriasisPsoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.d. Dermatitis SeboroikDermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5% populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat mengenai bayi sampa orang dewasa. Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak disertai eksudat dan krusta tebal.3

2.7 PenatalaksanaanPada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.Pengobatan anti jamur untuk Tinea kruris dapat digolongkan dalam empat golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti siklopiros, tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin menghambat kerja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:1.Golongan Azola.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidak ada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akan menghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.c.Econazole (Spectazole)Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.d.Ketokonazole (Nizoral)Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.e.Oxiconazole (Oxistat)Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.f.Sulkonazole (Exeldetm)Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).2.Golongan alinamina.Naftifine (Naftin)Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).b. Terbinafin (Lamisil)Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu3.Golongan Benzilamina. Butenafine (mentax)Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4 kali sehari.4.Golongan lainnyaa. Siklopiroks (Loprox)Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNAb.Haloprogin (halotex)Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4 minggu dan dioleskan sebanyak 3 kali sehari.c.TolnaftateTersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea kruris:a. KetokonazoleSebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.

b. ItrakonazoleSebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.c.GriseofulfinTermasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4 minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/haric.TerbinafinePemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan: 12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu; 20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu; >40kg:250mg/ hari selama 2 minggu

2.8 KIE dan PrognosisEdukasi kepada pasien: Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang lembab. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.1,2Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.1,2

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 Identitas PasienNama: IKJUmur: 45 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAlamat: Ubud KelodAgama: HinduSuku/Bangsa: Bali/IndonesiaPendidikan: SDPekerjaan: BuruhStatus Pekawinan: KawinNomor RM:46.72.71.Tanggal Pemeriksaan: 4 Mei 2015

3.2 Anamnesisa. Riwayat Penyakit SekarangKeluhan Utama: Gatal-gatalPasien mengeluhkan gatal-gatal pada daerah paha bagian kiri yang muncul dari 2 minggu yang lalu. Pasien mengakui awal terjadinya gatal yang muncul secara tiba-tiba yang bermula dari mererahan pada kulit dengan luas sebesar uang logam. Pasien tidak mengeluhkan adaanya nyeri. Gatal dirasakan setiap saat dan lebih banyak dirasakan pada saat sedang berkeringatt. Pasien tidak menderita demam dan tidak ada keluhan penyerta lainnya.b. Riwayat Penyakit TerdahuluPasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti ang dialami saat ini. Pasien saat ini memiliki riwayat penyakit sistemik yaitu Diebetes Millitus. Tidak ada riwayat alergi (makanan, obat-obatan), tidak ada riwayat atopi.c. Riwayat Penyakit KeluargaPasien mengtakan bahwa tidak ada yang memiliki keluahan yang sama di keluarga. Serta riwayat asma, diabetes mellitus, hipertensi, alergi maupun penyakit menahun lainnya dalam keluarga disangkal pasien.d. Riwayat SosialPasien merupakan seorang buruh, tapi semenjak menderita diabetes mellitus pasien mengatakan mengurangi intensitas pekerjaannya. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan meminum minuman beralkohol.e. Riwayat PengobatanPasien belum pernah menjalani pengobatan apapun untuk keluhan yang dirasakan saat ini.

3.3 Pemeriksaan FisikStatus Present: dalam batas normalStatus Geeralis: dalam batas normalStatus Dermatologis: pada region gluteus, tampak makula hyperpigmentasi dengan adanya skuama, berbatas tegas, berukuran plakat, dengan bertuk teratur (lonjong), dan dengan penyebaran soliter. Terdapat pula likenifikasi, dan disekitar lesi ditemukan bekas luka.

3.4 Pemeriksaan Penunjang-

3.5 Diagnosis KerjaTinea Kruris

3.6 PenatalaksanaanMedikamentosa: Sistemik Griseoufulvin 4 tablet 125 mg x sehari selama 10 hariTopikal Myconazole krim 10 gr dengan pemakaian 2 x sehari

Non-medikamentosa: menjaga daerah lesi tetap kering terhhindar dari keringan dan kelembaban. bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang telah lembab. jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan akan menyebabkan infeksi. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari atau setiap habis berkeringat. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk harus dipakai secara pribadi tanpak digunakan juga oleh orang lain.

BAB IVPEMBAHASAN

Diagnosisi tinea kruris pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesisi, dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesisi didapatkan bahwa pasien adalah seorang laki-laki berumur 45 tahun. Berdasarkan kepustakaan yang ada disebutkan bahwa tinea kruris ini menyerang orang usia produktif. Anamnesis dilakukan kepada pasien mendapatkan keluhan utama pasien adalah timbulnya rasa gatal di bagian pinggul sebelah kiri, dimana gatal dirasakan secara tiba-tiba sejak 2 minggu yang lalu yang berawal dari kulit kemerahan, karena serelalu digaruk-garuk maka penyebaran lesinya yang berawal sebesar uang logam dan sekarang meluas menjadi sebesar telapak tangan. Status dermatologis adalah tampak makula hyperpigmentasi dengan adanya skuama, berbatas tegas, berukuran plakat, dengan bertuk teratur (lonjong), dan dengan penyebaran soliter. Dilihat dari bentuk lesi, didapatkan bahwa skuama banyak terdapat di pinggir-pinggir lesi yang menandakan tepi lebih aktif lesi ini adalah central healing. Gatal dirasakan setiap saat, tapi gatal lebih berat dirasakan jika saat berkeringat, tidak ada keluhan bahwa beraktifitas banyak, istirahat atau saat suasana dingin memperberat gatal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana disebutkan bahwa rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Dengan diikuti efloresensi terdiri makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustule yang di sebut central healing. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi.1,2,3Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk lebih memastikan diagnosis tinea kruris dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan kepustakaan, disarankan untuk melakukan pemeriksaan Pemeriksaan dengan sediaan basah yaitu dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud, pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu. Pemeriksaan Punch biopsy digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc AcidSchiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam. Pemeriksaan Lampu Wood, penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata.4,5Pasien ini memiliki riwayat penyakit sistemik yaitu diabetes mellitus dimana pada tinea diabetes merupakan faktor utama yang memperberat penyakit ini dan memperlambat proses penyembuhan jika gula darah tidak dikontrol dalam keadaan normal. Diagnosis banding dari tinea kruris ini berupa Candidosis intertriginosa, Erytrasma, Psoriasis dan Dermatitis Seboroik.5Tujuan dari pengobatan pada pasien ini adalah untuk memperpendek perjalanan penyakit dan mengurangi gejala klinis yang ada, yaitu dengan pemberian myconazole krim 10 gr yang digunakan dengan cara mengoleskan didaerah lesi dua kali sehari, dan griseoufulvin tablet 125 gr diminum 4 tablet sehingga dosis bertambah menjadi 500 gr diminum satu kali sehari, hal ini dimaksudkan untuk menekan atau menghambat replikasi dari dermatofita tersebut.5Pasien menjaga daerah lesi tetap kering terhhindar dari keringan dan kelembaban. Bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang telah lembab. Jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan akan menyebabkan infeksi. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari atau setiap habis berkeringat. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk harus dipakai secara pribadi tanpak digunakan juga oleh orang lain.4,5

BAB VPENUTUP

5.1 SimpulanPasien mengeluh gatal-gatal yang dirasakan tiba-tiba sejak 2 minggu yang lalu di bagian pinggul sebelah kiri yang berawal dari kemerahan kecil dan meluas menimbulkan skuama. Gatal dirasakan lebih beraat saat berkeringat. Bentuk dari lesi tersebut adalah central healing dengan tepi yang lebih aktif. Sebelumnya tidak ada riwayat penyakit yang sama dan tidak ada riwayat pengobatan untuk keluhan saat ini. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, tidak ada riwayat alegrgi apapun dan tidak ada menderita penyakit yang sama di keluarga. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat disimpulkan pasien menderita tinea kruris.Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan pengobatan sistemik dengan grisseoufulvil dan topical dengan myconazole bertujuan untuk memperpendek perjalanan penyakit dan menekan replikasi jamur.

5.2 Saran Pasien disarankan menjaga daerah lesi tetap kering terhhindar dari keringan dan kelembaban. Bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang telah lembab. Jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan akan menyebabkan infeksi. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari atau setiap habis berkeringat. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk harus dipakai secara pribadi tanpak digunakan juga oleh orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiederkehr, Michael. (2014). Medscape: TINEA CRURIS. Avaible from: http://books.google.co.id/books?id=NwaOhFlUGK0C&printsec=frontcover&dq= rob68QWUl4KIDw&ved=0CCIQ6AEwAg#v=. [Accessed: 4 Mei 2015]2. Better Health Channel. (2015). TINEA. Avaible from: http://books.google.co.id/jhbsavx_jbLB6AEwAg#v=onepage. [Accessed: 4 mei 2015]3. Djuanda, Adhi. (2010). ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. Edisi keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.4. Jeffrey, C. (2014). Cutaneous Fungal Infection. Avaible from: http://books.google.co.id/jhbsavx_7629754279. [Accessed: 4 mei 2015]5. Mulyaningsih, Sri. (2004). TINGKAT KEKAMBUHAN TINEA KRURIS DENGAN PENGOBATAN KRIM KETONAZOLE KRIM 2% SESUAI LESI KLINIS DIBANDINGKAN DENGAN SAMPAI 3CM DILUAR BATAS LESI KLINIS. FK. Undip. Semarang