tinea cruris

Upload: lutfi-malefo

Post on 10-Oct-2015

154 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

tinae

TRANSCRIPT

  • I.DEFINISI

    Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar

    anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat

    merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas

    pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus,

    daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea

    cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of

    the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)

    II.ETIOLOGI

    Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan

    Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%),

    Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)

    III EPIDEMIOLOGI

    Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah

    tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki

    dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan

    tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan

    kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab (Wiederkehr,

    Michael. 2008)

    III.PATOFISIOLOGI

    Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung.

    Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung

    jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung

  • dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen

    penyebabjuga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk

    atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan

    tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin,

    sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai

    dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang

    mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan

    epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan

    pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan

    batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk

    papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.

    Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit

    adalah:

    a.Faktor virulensi dari dermatofita

    Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,

    zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula

    satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun

    bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang

    menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering

    menyerang liapt paha bagian dalam.

    b.Faktor trauma

    Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.

    c.Faktor suhu dan kelembapan

  • Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak

    pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat

    paha, sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.

    d.Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan

    Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat

    insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih

    rendah sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik

    e.Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)

    IV.MANIFESTASI KLINIS

    1. Anamnesis

    Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis

    dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula

    meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin

    meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah

    pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang

    beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan

    orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat

    menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang

    beresiko terkena dermatophytosis.

    2. Pemeriksaan Fisik

    Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan

    sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri

  • dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang

    tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai

    likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.

    Manifestasi tinea cruris :

    1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat

    paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis

    2.Daerah bersisik

    3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif

    4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya

    dan disertai likenifikasi

    5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus

    yang tersebar dan sedikit skuama

    6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena

    7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi

    mungkin muncul karena garukan

    8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal

    sehingga tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin

    terdapat pustula folikuler

    9.Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis

    (Wiederkehr, Michael. 2008).

  • V.PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri

    atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan

    mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa

    kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.

    a.Pemeriksaan dengan sediaan basah

    Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian

    tepi lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek

    glass tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk

    melarutkan jaringan lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45

    kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat,

    dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit

    yang lama atau sudah diobati, dan miselium

    b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar

    Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada

    medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan

    cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan

    kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur

    biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)

  • c.Punch biopsi

    Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun

    sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc

    AcidSchiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan

    pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam

    (Wiederkehr, Michael. 2008).

    d. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya

    eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr,

    Michael. 2008).

    VI.DIAGNOSIS

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

    dengan melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan

    penunjang seperti yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop

    pada sediaan yang ditetesi KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium

    Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.

    VII.DIAGNOSIS BANDING

    Candidosis intertriginosa

    Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies

    Candida biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut

    dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini

    terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki

    maupun perempuan.

  • Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen

    maupun eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena

    perubahan pH dalam vagina, kegemukan karena banyak keringat,

    debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi,

    imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa iklim panas dan

    kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki dalam

    air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya

    jamur, kontak dengan penderita.

    Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian

    bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela

    antar jari; dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit

    perut, dan glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya

    antara jari ketiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat

    dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa

    panas seperti terbakar.

    Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak

    yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas,

    berupa lenting-lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran

    2-4 mm, bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-

    kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-

    lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah

    meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan

    berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau

    terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari

    menebal dan berwarna putih.

  • Erytrasma

    Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang

    disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa

    eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala

    klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa,

    berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya

    bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi

    kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk.

    Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi

    tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa

    eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari eritrasma.

    Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak.

    Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah

    membara (coral red) (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)

    Psoriasis

    Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat

    kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema

    berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan,

    disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi

    pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas

    ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. Kelainan

    kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama

    diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium

  • penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat

    di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti

    mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi dapat lentikular,

    numular atau plakat, dapat berkonfluensi.

    Dermatitis Seboroik

    Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang

    mengenai daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik

    sebanyak 1-5% populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada

    wanita. Penyakit ni dapat mengenai bayi sampa orang dewasa.

    Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan sedang pada dewasa

    pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan skuama

    yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas.

    Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama

    dan berminyak disertai eksudat dan krusta tebal.

    VIII.PENATALAKSANAAN

    Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti

    jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia

    dalam beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang

    tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan

    pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar

    batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi

    menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan

    terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat

  • sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut.

    Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik

    diberikan lebih dari 4 mingggu.

    Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam

    emapat golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan

    golongan lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini

    akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang

    berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur tersebut

    merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin

    menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang

    mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene

    didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-

    enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol

    tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan

    sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan

    golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian

    topikal dan sistemik:

    Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:

    1.Golongan Azol

    a.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)

    Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan

    tinea cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang

    mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah

    permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan

  • dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa

    ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti

    dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion.

    Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi

    obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan

    hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak

    mata.

    b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)

    Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak

    akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas

    membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia

    dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari

    selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak

    dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari

    kontak dengan mata.

    c.Econazole (Spectazole)

    Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan

    dengan kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme

    protein sehingga mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan

    menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat

    dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali

    atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien

    yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

  • d.Ketokonazole (Nizoral)

    Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang

    bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol

    sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur

    mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 2-4

    minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan

    hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

    e.Oxiconazole (Oxistat)

    Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan

    menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur

    meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan

    oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam

    bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12

    tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada

    pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan

    untuk pemakaian luar.

    f.Sulkonazole (Exeldetm)

    Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas.

    Titik tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan

    menyebabkan kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan

    kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio.

    Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang

    dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu

    sebanyak 4 kali sehari).

  • 2.Golongan alinamin

    a.Naftifine (Naftin)

    Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik

    dari alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari

    ergosterol sehingga menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat.

    Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak

    ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. .

    Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari

    selama 2-4minggu).

    b. Terbinafin (Lamisil)

    Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat

    skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol

    jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan

    kematian sel jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan

    keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi

    penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu

    3.Golongan Benzilamin

    a. Butenafine (mentax)

    Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan

    membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat

    pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan

    selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa

    dioleskan sebanyak 4kali sehari.

  • 4.Golongan lainnya

    a. Siklopiroks (Loprox)

    Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan

    dengan sintesi DNA

    b.Haloprogin (halotex)

    Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan

    selama 2-4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.

    c.Tolnaftate

    Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari

    selama 2-4 minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).

    Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang

    luas atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik

    yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris:

    a. Ketokonazole

    Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral

    yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari

    selama 2-4 minggu.

    b. Itrakonazole

    Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral

    yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan

  • menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang

    merupakan komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian

    disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan

    hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po

    selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan

    tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO

    selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang

    hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena

    berhubunngan dengan aritmia jantung.

    c.Griseofulfin

    Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur

    dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat

    keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa

    500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu,

    untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari

    c.Terbinafine

    Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada

    anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:

    12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu

    20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu

    >40kg:250mg/ hari selama 2 minggu

  • Edukasi kepada pasien di rumah :

    1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering

    2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.

    3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk

    dan mengganti pakaian yang lembab

    4.Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat

    seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.

    5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang

    digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.

    IX.KOMPLIKASI

    Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang

    lain. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan

    hiperpigmentasi kulit.

    X.PROGNOSIS

    Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat

    asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.

  • Pendahuluan

    Dinegara yang beriklim tropis dengan kelembaban udara relatif tinggi , akan

    menyebabkan mudah berpeluh, memicu terjadinya penyakit jamur.Pada

    infeksi kulit karena jamur selain gatal gejalanya berupa bercak putih bersisik

    halus atau bintil merah . Tanda awal kulit terkena infeksi jamur adalah rasa

    gatal yang hebat saat kulit berkeringat .Gejala penyakit jamur pada kulit juga

    bergantung pada bagian kulit yang terkena serta jenis jamur penyebabnya .

    Pada dasarnya jamur paling sering menyerang lokasi yang lembab dan orang

    yang kurang menjaga kebersihannya Tinea adalah penyakit pada jaringan

    yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas pada kulit pada

    epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita

    (jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris sendiri merupakan penyakit kulit

    yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural (selangkangan),

    sekitar anus, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah

    1. Etiologi

    Jamur atau kulat dermatofita yang sering ditemukan pada kes tinea

    kruris adalah, E.Floccosum, T. Rubrum, dan T. Mentagrophytes.

    Lelaki lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat

  • paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan

    memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi

    dari bagian tubuh lain. Jangkitan juga dapat terjadi melalui sentuhan

    langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda

    yang mengandung jamur, misalnya tuala, seluar, tempat tidur hotel dan lain-

    lain.

    2. Patofisiologi

    Penyebab tersering tinea kruris termasuklah Trichophyton rubrum dan

    Epidermophyton floccosum; kadang dijumpai juga Trichophyton

    mentagrophytes and Trichophyton verrucosum . Tinea kruris adalah

    penyakit infeksi berjangkit yang dapat ditularkan melalui pakaian atau bahan

    yang dipakai yang terkontaminasi, seperti tuala,bantal, atau oleh

    autoinokulasi dari reservoir dari tangan atau kaki (tinea manuum, tinea

  • pedis, tinea unguium). Agen penyebab ini menghasilkan keratinases enzim

    yang bersifat toksin, yang membenarkan invasi ke dalam lapisan sel tanduk

    pada epidermis. Respon imun badan akan menghalang invasi lebih dalam.

    Menyebabkan mangsa merasa gatal atau sedikit panas di tempat tersebut

    akibat timbulnya peradangan dan iritasi. .Faktor risiko infeksi awal atau

    kekambuhan adalah memakai pakaian ketat atau basah. Peluh yang

    berlebihan di kawasan tertentu.

    3. Pemeriksaan

    3.a) Anamnesis

    Selalunya mangsa tinea kruris datang ke doktor dengan keluhan bercak

    di lipatan paha, di regio inguinal, kulit terasa gatal dan panas. Waktu

    berpeluh lebih gatal dan tidak selesa. Bercak dapat sampai ke sekitar tepi

    paha,naik ke perut, ke sekitar anus atau ke testis.

    3.b) Fizik

    Bercak pada kulit akibat peradangan dan iretasi yang bewarna merah

    atau hitam. Berbatas tegas dengan warna lebih gelap, simetris dan dapat

    meyebar ke paha, perut, bgian anus dan testis.lLlaki dewasa lebih sering

    terkena berbandinag wanita. Selalunya terasa gatal dan panas.

    3.c) Penunjang

    Wood's Light Examination

    Kebanyakan dermatofitosis tidak fluorensen termasuklah penyebab

    tinea kruris. Pemeriksaan cahaya Wood dapat membantu membezakan

  • erithrasma yang disebabkan oleh bakteria Corynebacterium minutissimum,

    yang fluoresen merah , dan tinea cruris, yang tidak fluoresen

    Apabila positif, uji Wood ini dapat membantu menentukan lamanya infeksi,

    respon dan rawatan yang harus diberi.

    Mikroskop

    Pemeriksaan mikroskop adalah tunjang kepada diagnosis infeksi tinea. Pada

    tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan

    mengikis tepi lesi yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi yang

    berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya harus diambil untuk bahan

    pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop)

    secara langsung menunjukkan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas

    pada infeksi dermatofita.

    Kultur

    Kultur jarang di lakukan karena selalunya mahal dan memakan masa yang

    lama.namun,kultur dilakukan apabila pesakit dengan riwayat terapi obat

    yang lama tetapi diagnosis masih diragui. Identifikasi spesifik zoofilik

    spesies sebagai sumber infeksi dapat membantu mencegah infeksi kembali

    ia juga penting untuk menentukan spesifik jamur penyebab karena aktiviti

    anti jamur bervariasi.

    4. Diagnosis Kerja

    Tinea kruris sering menyebaban kegatalan dan panas di daerah groin

    atau selangkangan, sekitar paha atau anus. Ia mungkin melibatkan bagian

    dalam tepi paha dan genital dan perut. Tempat terkena akan menjadi merah

    atau gelap dengan kulit yang merekah,tipis dan mengelupas.

  • Infeksi akut bermula dengan kulit di kedua lipat paha kemudian menyebar

    dan batasnya lebih tegas dan gelap. Jika infeksi makin lama, kawasan infeksi

    akan merebak ke bagian tepi sebelah dalam paha dan bertambah merah dan

    gatal. Perbezaan kulit normal dan area infeksi kelihatan jelas pada waktu ini.

    Batas kawasan infeksi menjadi lebih merah, kadang wujud nodul atau

    pustule di batas batasnya. Infeksi minimum pada testis dan penis. Awalnya

    pesakit akan mengeluh kegatalan yang sangat kemudian lesi bertambah gatal

    jika maserasi dan superinfesi berlaku.

    Cara terbaik untuk diagnosa tinea kruris adalah dengan melihat hifanya

    di bawah mikroskop, uji KOH. Kulit yang terkena infeksi di kerok sedikit

    dan di letakkan di slide kaca. Tetes sedikit kalium hidroksida KOH dan slide

    dipanaskan sekejap. KOH akan menjadikan bahan pada kulit sel terlepas

    bersamam hifa tanpa menganggu bentuk dan bahannya. Stain khas seperti

    Chlorazol Fungal Stain, Swartz Lamkins Fungal Stain, atau Parker's blue ink

    boleh digunakan untuk membantu melihat hifa dengan lebih baik.

    5. diagnosis banding

    1. Psoriasis Vulgaris

    Psoriasis vulgaris berbeza dengan Tinea Cruris karena terdapat kulit

    mengelupas atau skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis, disertai tanda

    titisan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeza,

    psoriasis sering terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut,

    kuku dan daerah lumbosakral. Perbezaannya ialah skuamanya lebih tebal

  • dan putih, seperti kaca. Selain itu, pada pemeriksan histopatologis terdapat

    papilomatosis.

    2. Pitiriasis Rosea

    Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,

    dimulai dengan lesi awal berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal

    berupa herald patch, umumnya di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas

    eritema serta skuama halus dan tidak berminyak di pinggir. Lesi berikutnya

    lebih khas yang dapat dibedakan dengan Tinea Cruris, yaitu lesi yang

    menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksinya juga berbeda,

    lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas, jarang

    pada kulit kepala.

    3. Kandidiasis

    Kandidiasis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies

    Candida, biasanya oleh Candida albicans.

    Kandidosis kadang sulit dibezakan dengan Tinea Cruris jika mengenai

    lipatan paha dan perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas,

    bersisik, basah dan berkrusta. Perbedaannya ialah pada kandidiasis terdapat

    eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di

    sekitarnya. Biasanya kandidiasis dilipat paha mempunyai konfigurasi hen

    and chicken. Predileksinya juga bukan pada daerah-daerah yang berminyak,

    tetapi lebih sering pada daerah yang lembab. Selain itu, pada pemeriksaan

  • dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu. Pada

    wanita, ada tidaknya flour albus biasanya dapat membantu diagnosis.

    Pada penderita diabetes mellitus, kandidiasis merupakan penyakit yang

    sering dijumpai.

    4 . Eritrasma

    Eritrasma merupakan penyakit yang sering berlokalisasi di sela paha.

    Efloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi

    merupakan tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan biasanya dilakukan

    dengan lampu Wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi merah ( red

    coral ).

    6.a) Non-medika mentosa

    Non medika mentosa termasuklah langkah pencegahan tinea kruris.

    Antaranya dengan memberi pendidikan berkaitan kepentingan menjaga

    kebersihan badan, cara hidup yang sihat. Bahaya penyakit kulit terutama

    infeksi jamur. Cara hidup yang sihat dengan tidak berkongsi bantal, tuala

    dan lain- lain. Mengurangkan peluh di lipat paha, jika berpeluh mengelakkan

    lembap dan memakai pakaian yang ketat.

    6.b)Medika mentosa

    Untuk mendapatkan hasil yang bagus pesakit dinasihatkan mengambil

    terapi topical dan sistemik. Agen antifungi 2 kelas antifungi yang sering

    digunakan untuk pasien tinea kruris adalah azoles dan allylamines. Azoles

  • menghambat enzim lanosterol 14-alpha-demethylase, enzim yang

    menukarkan lanosterol kepada ergosterol, merupakan komponen penting

    pada dinding sel kulat.kerosakan membran menyebabkan masalah

    permeabilitas dan jamur tidak dapat untuk terus memproduksi. Allylamins

    menghambat squalene epoxidase, yaitu enzim yang menukarkan squalene

    kepada ergosterol,menyebabkan akumulasi tahap toksin squalene dalam sel

    dan mengakibatkan sel kulat itu mati.

    Terbinafine (Lamisil)

    Derivat sintetik allylamine yang menghambat enzim squalene

    epoxidase,enzim penting dalam biosintesis sterol jamur, menyebabkan sel

    jamur mati. Dosis oral 50mg/d

    Klotrimazole (Lotrimin, Mycelex)

    Sering digunakan sebagai obat tinea kruris. Obat spectrum luas anti

    jamur yang menghambat pertumbuhan yeast dengan mengubah

    permeabilitas membrane sel jamur menyebabkan jamur mati. Diagnosis

    diteliti apabila tiada perubahan selepas 4 mingu diguna. Hanya terdapat

    dalam bentuk 1% krem,spray dan losion saja.

    Butenafine (Mentax)

    Anti jamur yang poten derivat allylamine. Memusnahkan membrane sel

    jamur dan menghambat pertumbuhan jamur. Merupakan obat topikal.

  • Mikonazole

    Mekanisme kerjanya sama seperti obat yang lain dengan menghambat

    biosintesis ergosterol dan menyebabkan jamur mati

    Ketoconazole (Nizoral)

    Econazole (Spectazole)Efektif pada infeksi kutaneous.merusakkan

    dinding sel .

    Naftifine (Naftin)

    Anti jamur spektrum luas merupakan derivate allylamin.

    Oxiconazole (Oxistat)

  • 1. DefinisiTinea corporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi maupun noninflamasi pada glabrous skin (kulit tubuh yang tidak berambut) seperti: bagian muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.. Sinonim untuk penyakit ini adalah tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Fiechte, kurap, herpes sircine trichophytique.1,2,3,4,5 Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Sinonim untuk penyakit ini adalah eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, dan ringworm of the groin.

    2. EpidemiologiTinea corporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi yang hangat dan lembab membantu penyebaran infeksi ini. Oleh karena itu, daerah tropis dan subtropis memiliki insien yang tinggi terhadap tinea corporis. Tinea corporis dapat terjadi pada semua usia. Bisa didapatkan pada orang yang bekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan.5,6 Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.7Pada tinea cruris, onsetnya biasanya pada orang dewasa, laki-laki lebih sering terjangkiti daripada wanita. Faktor predisposisinya antara lain lingkungan yang hangat dan lembab, pakaian yang ketat, kegemukan dan penggunaan obat glukokortikoid.

    3. EtiologiDermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.

  • Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea corporis, penyebab yang paling umum adalah T. rubrum, T. mentagrophytes, T. canis dan T. tonsurans.1,2,3,5 Pada tinea cruris penyebabnya hampir sama dengan tinea corporis. Penyebab tinea cruris yang tersering yaitu: T. rubrum, T. mentagrophytes, atau E. Floccosum.

    4. PatofisiologiInfeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.1. Perlekatan. Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik2. Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.3. Perkembangan respons host. Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.2,3,4

  • 5. Gejala KlinisPenderita merasa gatal, dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah. wujud lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi, menahun.1,2Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang sering disebut dengan sentral healing1,2Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat terlihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan memberi gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi.Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.1,2Pada tinea cruris kelainannya dapat bersifat akut dan menahun, bahkan seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas tegas pada daerah genito-krural, atau meluas ke sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada didaerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea cruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia.5

    6. Diagnosis1,5,8Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang diderita pasien. Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai, dada, perut atau punggung. Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang yang terinfeksi atau hewan atau objek yang baru terinfeksi. Pasien mungkin mengalami gatal-gatal, nyeri atau pasien dapat merasa sensasi terbakar.1,5Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Ao, yang jika didekatkan pada lesi akan timbul warna kehijauan. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. Sediaan basah dibuat dengan

  • meletakkan bahan diatas bahan alas (objek glass), kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemnasan sediaan basah diatas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan dihentikan. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker superchroom blue black.1Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama dan sensitivitasnya kurang ( 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.8

    7. Diagnosa Banding Tidaklah begitu sukar untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mericuhkan diagnosis itu, misalnya dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.1,5Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Gambaran klinis yang khas dari dermatitis seboroika adalah skuamanya yang berminyak dan kekuningan. 1Psoriasis pada stadium penyembuhan menunjukkan gambaran eritema pada bagian pinggir sehingga menyerupai tinea. Perbedaannya ialah pada psoriasis terdapat tanda-tanda khas yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetes lilin, dan fenomena auspitz. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung. 1Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat

  • seperti pada tinea korporis, skuamanya halus sedangkan pada tinea korporis kasar. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya. 1,5

    8. PenatalaksanaanTerapi yang dapat diberikan pada pasien bervariasi tergantung derajat lesi yang ada. Prinsip pengobatan pada tinea kruris lebih kurang sama dengan prinsip pengobatan tinea korporis

    8.1 Terapi topikalTerapi ini direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada jaringan. Pada masa kini selain obat-obat topical konvensional, misalnya asam salisil 2-4%, asam benzoate 6-12%, sulphur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna (hijau brilian dalam cat Castellani) dikenal banyak obat topical baru. Obat-obat baru ini diantaranya tolnaftat 2%; tolsiklat, haloprogin, berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semua obat-obat baru ini memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.Berikut obat yang sering digunakan :1. Topical azol terdiri atas: Econazol 1 %, Ketoconazol 2 %, Clotrimazol 1%, Miconazol 2% dll. Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur. 2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3 epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran sel jamur, yaitu naftifine 1%, butenafin 1%. Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas. 1.2,4,9,10

    8.2 Terapi sistemikPedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal.

  • 1. Griseofulvin. Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25 mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan. 2. Ketokonazol. Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk golongan imidazol. Dosisnya 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah makan 3. Flukonazol. Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.4. Itrakonazol. Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan makanan.5. Amfoterisin B. Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol. 1.2,4,9,10