timor timur kebenaran, keadilan dan ganti rugi amnesty ... filepembuijuhan 1111 tidak boleh...

26
amnesty_international TIMOR TIMUR Kebenaran, keadilan dan ganti rugi November 1997 Al Index: ASA 21181/97 Distr: SC/CC/CO INTERNATIONAL SECRETARIAT, I EASTON STREET, LONDON WCIX 8DJ, UNITED KINGDOM

Upload: lykien

Post on 02-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

amnesty_international

TIMOR TIMURKebenaran, keadilan

dan ganti rugi

November 1997Al Index: ASA 21181/97

Distr: SC/CC/CO

INTERNATIONAL SECRETARIAT, I EASTON STREET, LONDON WCIX 8DJ, UNITED KINGDOM

TIMOR TIMURKebenaran, keadilan dan ganti rugi

“...Peinbunuhan di Santa Cruz tidak bo!eh dianggap sebagai bagian inasalalu. Pembuijuhan 1111 tidak boleh dilupakan, daii niasih ada waktu untukmemperbaiki kekurangan-kekurangan inL..saat mi inasih belum lena/uterlambat untuk inengadakan penye!idikan yang benar, untukmengidentjfikasi dan membawa kepengadilanparapelaku, untuk memastikannasib para korban dan keberadaan niereka yang hilang, untuk menlberikanganti rugi bagi keluarga korban dan untuk mencegah terjadinyapembunuhanIebih !anjlit... “

Enarn tahun lalu pada bulan mi, sekurang-kurangnya 100 orang Timor Timur danrnungkin Iebih dan itu terbunuh atau “hilang” pada saat mereka ikut ambil bagiandalam unjuk rasa tanpa menggunakan kekerasan di Diii, ibukota Timor Tirnur.Besarriya gaung rnengenai kejadian tersebut memaksa pemerintah Indonesiamengadakan penyelidikan yang berakhir dengan dipenjarakannya 10 orang anggotaAngkatan BersenjataRepubliklndonesia(ABRI) untuk jangka waktu pendek karenaketerlibatan mereka dalam pembantaian tersebut. Namun, tanggapan pemerintahIndonesia mi masih belum cukup.

Kebenaran, keadilan dan ganti rugi, merupakan tiga prinsip utama yang adadalam standar hak asasi manusia internasional, yang bisa membentuk dasar danpenyembuhan yang efektifterhadap pelanggaran hak asasi manusia. Bersama-samaketiga prinsip mi dapat menjadi kerangka untuk merujuk pada pelanggaran hak asasimanusia di masa lalu serta memberikan jaminan agar hal itu tidak terulang di masadepan. Usaha-usaha untuk menyingkap kenyataan dan menemukan para korban, yangmungkin akhirnya bisa mengarah pada diadakannya penguburan secara sepantasnyaserta masa berkabung, akan membantu melegakan perasaan tak menentu yangdialami keluarga korban. Jika apa yang sebenarnya terjadi sudah terungkap,pemerintah rnempunyai kewajiban membawa para pelaku ke pengadilan, yang padagilirannya bisa membantu mencegah terulangnya kembali pelanggaran seperti itu dimasa depan dengan menunjukkanbahwa mereka yang melakukanpelanggaranberat

Laporan Pejabat Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai hukuman mati yangdilakukan di luarjalur hukum, hukuman mati yang cepat dilakukan dan sewenang-wenang pada saatmelakukan kunjungan ke Indonesia dan Timor Timur di bulan Juli 1994, E/CN.4/1995/61/Add.l,iNovember 1994, paragraf 77.

Amnesty International November 1997 Al Index: ASA 21/81/97

2 Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganti rugi

terhadap hak asasi manusia tidak akan dilepaskan dan hukuman. Dan akhirnya,pemerintahj uga mempunyai kewaj iban memulihkan keadaan dimana seseorang telahdicelakai, dan juga memperbaiki kerusakan yang telah dibuat dengan memberikanganti rugi bagi keluarga-keluarga korban.

Sejak terjadinya pembantaian di Santa Cruz, Amnesty International telahmengimbau pemerintah Indonesia untuk memperbaiki keadaan seutuhnya dan secaraindependen mengadakan penyelidikan atas pembantaian tersebut, menahan merekayang terlibat untuk bertanggungj awab serta memberikan ganti rugi pada para korban.Pemerintah Indonesia seharusnya sudah bisa mendapatkan pelajartan yang amatberharga dan pembantaian di Santa Cruz itu dan mengambil langkah-langkah yangakan menjamin peristiwa seperti itu tidak akan terulang lagi. Namun karenapemerintah Indonesia mengabaikan rekomendàsi-rekomendasi bagi pendirianmekanisme yang bisa secara sistematis dan penuh melakukan penyelidikan atastuduhan-tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, maka kondisi mi tetap ada danmembuat pasukan keamanan dengan aman bisa melakukan pelanggaran karenamereka tahu mereka tidak mungkin diselidiki atau dihukurn. Sekali lagi, AmnestyInternational mengimbau pemerintah Indonesia untuk mengakui bahwa pelajaranyang bisa diambil dan peristiwa Santa Cruz tetap berlaku.

Mentaati ketiga prinsip: kebenaran, keadilan dan ganti rugi, kini terutamamenjadi penting untuk mencegah kemunduran dalam perundingan antara pemerintahIndonesia dan mantan penjajah Timor Timur, Portugal, yang disponsori olehPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan j uga dalam usaha-usahamengadakan dialogantar orang-orang Timor Timur. Dengan mengungkapkan kenyataan yang terjadi,menjamin ditegakkannya keadilan dan pemberian ganti rugi yang pantas terhadappara korban akan sangat membantu usaha-usaha menemukanjalan keluargajangkapanjang dan tahan lama bagi masalah Timor Timur. Hal mi juga akan membantumengecek tingginyatingkatpelanggaranhak asasi manusia yang kini terjadi di TimorTimur yang malah menggagalkan serta menghalangi usaha-usaha lebih luas dalampenyelesaian politik dan rekonsiliasi.

Beberapa kasus pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia di Indonesiadan Timor Timur baru-baru in termasuk pembunuhan dan “kasus-kasusmenghilangnya” beberapa orang telah diselidiki.2Namun penyelidikan semacam itu

2Sebagai contoh, dua orang tentara dipenjarakan di tahun 1995 setelah adanya penyelidikanmengenai pembunuhan enam orang di Liquisa, Timor Timur, yang diklaim para tentara sebagaianggota gerilya. Pada bulan Juli 1996, seorang tentara dihukum delapan bulan penjara karena

Al Index: ASA 2 1/81/97 Amnesty International November 1997

Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganti rugi 3

masih merupakan kekecualian, bukannya merupakan peraturan yang selalu harusdilakukan dan penyelidikan itu sendiri tidak selalu dijalankan dengan seksamaataupun dilakukan badan-badan yang independen. Sejumlah pembunuhan serta“kasus orang yang menghilang” serta pelanggaran hak asasi manusia yang terjadiselama mi dan.sejak pembantaian di Santa Cruz belum diperiksa dan para pelakutidak dimintai pertanggungjawaban.

Baru-baru mi pemerintah memang membuka cabang Komisi Hak AsasiManusia Nasional atau Komnas Ham di Diii, Timor Timur. Perkembangan yangkelihatannya sangat positif mi menyembunyikan kekurangan-kekurangan besar.Secara efektif kantor cabang mi dibatasi fungsinya dengan banyaknya pengintaianyang dilakukan militer di Timor Timur dan kantor mi tidak secara sistematismenyelidiki pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran-pelanggaran di masa lalutidak diperiksa oleh Komnas Ham. Lebih dan itu, kantor Komnas Ham yangdipandang oleh orang-orang Timor Timur sebagai organisasi Indonesia tidakdipercaya oieh penduduk setempat dan kelihatannya akan sulit bagi Komnas Hamuntuk bisa mendapatkan kepercayaan itu jika tidak sungguh-sungguh menjadiorganisasi Timor Timur.

Pembunuhan tidak berdasarkan hukum yang baru-baru mi dituduh dilakukanoleh kelompok perlawanan di Timor Timur juga tetap tidak diselidiki. Pada saatpemilihan umum di Timor Timur, kelompok Pasukan Nasional Pembebasan TimorTimur, Falintil, menyerang militer dan rakyat sipil. Sumber-sumber kelompokperlawanan mi mengakui adanya sejumlah rakyat sipil yang meninggal.3AmnestyInternational secara terbuka telah mengecam serangan Falintil terhadap rakyat sipilmi. Dan ada beberapa lagi tuduhan baru-baru mi mengenai dibunuhnya rakyat sipiloleh Falintil, tetapi tidak mungkin mengadakan penyelidikan secara independenmengenai tuduhan mi sebab adanya batasan untuk masuk ke Timor Timur yangdiberlakukan oleh pemerintah Indonesia.

Penyelidikan, penghukuman dan ganti mgi

melakukan pembunuhan di luarjalur hukum terhadap Paulo dos Reis yang dituduh melakukanpelecehan dengan menggunakan kata-kata kepada tentara itu dan melemparinya dengan batu.

3Sebagai contoh, pembunuhan dua orang warga sipil, Miguel Baptismo da Siva dan istrinyadi Baucau pada tanggal 28 Mei 1997.

Amnesty International November 1997 A/Index: ASA 21/81/97

4 Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganti mgi

Prinsip-prinsip PBB menggarisbawahi proses yang harus diterapkan dalam kasuskasus pelanggaran hak asasi manusia. Proses mi menuntut4:

• pemerintah melakukan semua usaha untuk mencegah adanya hukuman matidi luar pengadilan dan juga adanya “kasus orang-orang yang menghilang”,serta bekerjasama sepenuhnya dengan penyelidikan internasional terhadappelanggaran tersebut;

• harus adanya penyelidikan yang tepat, menyeluruh serta tidak memihakterhadap semua kasus-kasus hukuman mati di luar pengadilan dan kasus“orang-orang yang menghilang”;

• pihak yang berwenang rnelakukanpenyelidikanharus mempunyai kekuasaanyang cukup untuk mendapatkan sernua informasi yang dibutuhkan untukpenyelidikan semacam itu dan mempunyai pula anggaran yang cukup sertasumber-sumber daya teknis yang diperlukan untuk penyelidikanyang efektif;pihak yang melakukanpenyelidikanitu harusjuga memiliki kekuasaan yangcukup untuk memerintahkan para pejabat yang dituduh terlibat dalampelanggaran hak asasi manusia muncul dan memberikan kesaksian;

• mayat mereka yang diduga menjadi korban hukuman mati di luar pengadilantidak boleh dipertontonkan sampai adanya otopsi yang cukup dan tidakmemihak yang dilakukan oleh seorang dokter yang ahli dalam ilmu pathologiforensik; jika mayat itu telah dikuburkan , mayat itu harus digali lagi demiotopsi; otopsi haruslah diusahakan untuk menetukan identitas mayat danpenyebab serta cara kematian;

• mereka yang melapor, saksi mata dan mereka yang melakukan penyelidikanserta keluarga mereka harus dilindungi dan intimidasi, ancaman dan tindakkekerasan;

4Prinsip-Prinsip PBB mengenai Pencegahan yang Efektif dan Penyelidikan mengenaihukuman mati di Iuarjalur hukum, hukuman mati yang sewenang-wenang dan hukuman mati yangcepat dilakukan dan Dekiarasi PBB Perlindungan Kepada Semua Orang untuk tidak ‘Dipaksa’Menghilang.

Al Index: ASA 21/81/97 Amnesty International November 1997

Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganti rugi 5

• laporan yang terbuka untuk umumjuga harus dibuat mengenai metode sertahasil-hasil temuan penyelidikan;

• pelaku yang sudah diidentifikasiharus dibawake pengadilanyang memenuhistandar keadilan internasional;

• keluarga dan mereka yang menjadi tanggungan korban harus mendapatkanganti rugi yang adil dan cukup sepanjang periode waktu tertentu yang masukakal.

Penyelidikan terhadap pembantaian di Santa Cruz tidak memenuhi standarstandar mi, dan begitu pula penyelidikan yang, dilakukan terhadap kasus-kasuspelanggaran hak asasi manusia yang lebih baru di Timor Timur. Sampai sekarangbelum ada mekanisme di wilayah tersebut yang bisa membuat adanya penyelidikanterhadap pelanggaran hak asasi manusia secara rnenyeluruh serta tidak memihak danmembuat mereka yang diduga bertanggung jawab dihadapkan ke pengadilan sesuaidengan prinsip-prinsip PBB yang telah dijelaskan di atas. Melihat kenyataan mi,Amnesty International melihat bahwa tidak terelakkan lagi pemerintah Indonesiaharus menerapkan langkal-i-langkahberikut untuk menangani pelanggaran hak asasimanusia di masa lalu dan yang masih terus terjadi:

• Bentuklah komisi hak asasi manusia Timor Timur yang independen danbenar-benar didirikan orang Tirnor Timur.5Komisi mi harus melibatkan parapengamat hak asasi manusia yang mempunyai keahlian serta kredibilitasyang diperlukan untuk memonitor secara efektif serta menyelidikipelanggaran hak asasi manusia. Komisi mi harus pula menyertakanperwakilan dan masyarakat Timor Timur yang memang sudah menunjukkansikap tidak memihak. Sekurang-kurangnyakomisi mi harus dapat menerimakeluhan yang diajukan oleh setiap orang atau kelompok, mewawancaraiorang secara pribadi (termasuk mewawancarai para tahanan), melakukanperjalanan secara bebas dan mempunyai akses masuk tidak terbatas ke semuatempat, termasuk tempat penahanan. Perlindungan harus pula diberikan padapara saksi mata;

5Komisi mi harus sekurang-kurangnya konsisten dengan standar peraturan mengenaiinstitusi-institusi nasional yang ditetapkan dalam Prinsip-Prinsip PBB mengenai status institusiinstitusi nasional, bagian Annex dan resolusi 1992/54 mengenai institusi nasional untukmempromosikan dan melindungi hak asasi manusia.

Amnesty International November 1997 Al Index: ASA 21/81/97

6 Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganfi mgi

• menjamin bahwa semua pelanggaran hak asasi manusia, termasuk yangterjadi di masa lalu seperti pembantaian Santa Cruz, diselidiki secaraindependen dan menyeluruh;

• menskors semua anggota ABRI dan j abatan aktifmereka, termasukj uga parapolisi, yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, termasukpenyiksaan dan perlakuan buruk, selama menunggu penyelidikan terhadaptindakan mereka dilakukan. Mereka yang bertanggung jawab terhadappelanggaran hak asasi manusia hams dibawa ke pengadilan yang memenuhistandar-standar internasional yang adil;

• memberikan ganti rugi kepada korban pelanggaran hak asasi manusia dankeluarganya, termasuk para korban atau keluarga korban pembantaian SantaCruz;

• menjamin bahwa kelompok-kelompokhak asasi manusia dapat menjalankanpekerjaan mereka tanpa merasa takut bahwa mereka sendiri, para korbanataupun keluarga korban akan diganggu atau diintimidasi;

• memberikan akses bagi para pengamat hak asasi manusia internasional.6

Pembunuhan Santa Cruz

Banyak hal telah ditulis mengenai pembantaian yang terjadi di Diii, Timor Timurpada tanggal 12 November 1991 itu, ketika pasukan Indonesia menembaki arakarakan tanpa kekerasan yang dilakukan para pendukung kemerdekaan Timor Timuryang sedang menuju daerah pemakaman Santa Cruz.7 Selama bertahun-tahun sejakpembunuhan terj adi, penderitaan para keluarga yang kehilangan putra, putri, saudara

6Pengawasan mengenai hak asasi manusia yang dilakukan badan internasional yangindependen diterima kebanyakan negara di seluruh dunia. Sebagai contoh, dalam dua tahun terakhirmi Amnesty International telah menguniungi Australia, Bougainville di Papua Nugini, Kamboja,Korea Utara, Cina, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina, namun akses masuk AmnestyInternational ke Indonesia dan Timor Timur tetap dibatasi.

7linjuk rasa mi dilakukan untuk memperingati seorang Timor Timur yang ditusuk sampaimati pada saat terjadi konfrontasi di Diii bulan Oktober 1991. Sekitar tiga sampai empat ribu orangmengadakan iring-iringan di seluruh Diii menuju pemakaman Santa Cruz dimana petugas keamananmenembaki massa yang berkumpul.

Al Index: ASA 21/81/9 7 Amnesty International November 1997

— —... ——————— ib.d.

________________

Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganfi rugi 7

dan saudari mereka terus berlangsung karena pemerintab Indonesia tidak memegangtanggung jawabnya untuk mengadakan penyelidikan secara menyeluruh terhadappelanggaranhak asasi manusia yang terjadi han itu, ataupun tidak menyeret merekayang bertanggungjawab ke pengadilandan memberi ganti rugi pada para korban ataukeluarga mereka.

Segera setelah pembantaian terjadi, pemerintah Indonesia mengumumkandibentuknyakomisi nasional untuk meneliti kejadian tersebut yang terdiri atas paramenteri kabinet dan ABRI. Penelitian mi menyimpulkan bahwajumlah mereka yangterbunuh adalah “sekitar 50 orang”, namun tidak mengidentifikasi para korban.8Ketua kornisi mengakui bahwa penelitian itu mengalami kendala karena orang-orangTimor Timur “. terlalu takut untuk berbicara”. paj 19 mayat yang diakui telahditernukan oleh pihak yang berwenang, hanya satu mayat - yaitu mayat KamalBamadhaj, satu-satunyaorang asing yang ikut terbunuh - yang dikembalikankepadakeluarganya. Setelah adanya penyelidikan, seorang tentara dinyatakan bersalahkarena melakukan penyerangan dan dihukum 17 bulan penjara. Sembilan tentaralainnya dinyatakan bersalah karena tidak mentaati perintah atau tidak bisamengontrol bawahannya dan dihukum penjara berkisar antara delapan sampai 18bulan. Sejumlah pejabat tinggi dicabut dan jabatan mereka. Tidak ada seorang punyang diadili karena membunuh. Sebagai perbandingan yang sangat kontras atashukuman yang diberikan pada para tentara, enam orang Timor Timur yang dituduhmemimpin unjuk rasa Santa Cruz yang berlangsung tanpa kekerasan, sampai kinimasih berada dalam penjara menjalani hukuman mereka dan ada di antara merekayang mendapatkan hukuman penjara seumur hidup.9

sebenarnya mereka yang terbunuh dan ‘menghilang’ pada saat terjadi pembunuhanbesar-besaran tidaklah diketahui. Militer Indonesia mengklaim hanya 19 orang yang terbunuh,namun di tahun 1993 pemerintah Indonesia memberikan kepada Human Rights WatchlAsia sebuahdaftar yang berisikan nama 84 orang, dimana 66 di antaranya disebut-sebut menghilang. Dan masihada keragu-raguan mengenai nama-nama yang ada di daftar tersebut. Hanya 29 nama dalam daftar itudikumpulkan oleh sumber-sumber yang independen dan sekurang-kurangnya satu orang dalam daftaritu ditangkap di penghujung tahun 1992 dan tengah berada dalam tahanan ketika daftar itu disusun.Meskipun daftar mi seharusnya memuatjuga 18 orang yang terbunuh dalam pembunuhan itu, daftaritu tetap tidak merujuk nama Kamal Bamadhaj, satu-satunya orang yang telah diidentifikasi setelahterjadinya pembunuhan. Sumber-sumber non-pemerintah mengklaim bahwa jumlah sesungguhnyayang meninggal dan ‘menghilang’ jauh lebih tinggi.

9Keenam orang itu adalah Fernando de Araujo (dihukum sembilan tahun penjara) dan JoãoFreitas da Camara (10 tahun penjara), keduanya dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang,Jakarta; dan Francisco Miranda Branco (15 tahun), Gregorio da Cunha Saldanha (dipenjara seumurhidup), Jacinto das Neves Raimundo Alves (10 tabun) dan Saturnino da Costa Belo (sembilan tahun),

Amnesty International November 1997 Al Index: ASA 21/81/97

B Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganfi rugi

Tanggapan pihak yang berwenang mi mendesak pejabat khusus PBBmengenai hukuman mati di luar pengadilan, hukuman mati yang cepat dan hukumanmati sewenang-wenang untuk berkomentar:

“... tidak cukupnya da/cwaan yang dikenakan dan ringannya hukuinan yangdUaruhkan pengadilan perang pada beberapa orang anggota angkatanbersenjata yang dituduh terlibat dalam peristiwa 12 November jelasbelumlah memenuhi kewajiban untuk menghukum para pelaku, dan karena1w bisa menyebabkan terulangnya kern bali tragedi yang sama di masadepan.”°

Pemerintah Indonesiajuga dikritik oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB karena tidakmemberikan tanggapan yang Iayak atas kejadian térsebut. Pada saat Komisaris TinggiPBB untuk urusan Hak Asasi Manusia berkunjung ke Indonesia di bulan Desember1995, pemerintah Indonesia mengklaim bahwa mereka masih terus melakukanpencarian atas mereka yang hilang dalam kejadian itu dan bahwa badan-badan sosialtelah mengambil alih memberikan ganti rugi kepada keluarga para korban. Karenamerasa tidak yakin atas pernyataan mi, Komisaris Tinggi PBB juga melaporkanpemerintah Indonesia mengatakan bahwa “pemerinlah telah bertanggungjawab danmengadakan penyelidikan serta menghukum mere/ca yang dinyatakan bersalahmelakukan kejahatan”. Amnesty Intemationaltidak pernah melihat adanya usaha-usahapemerintah Indonesia untuk meneruskan penyelidikan atas peristiwa tersebut.

Setelah enam tahun, para keluarga korban Santa Cruz masih tetap menunggupemerintah Indonesia untuk menjelaskan apa yang terjadi pada han pembantaiantersebut. Kasus-kasus berikut mi hanya merupakan tiga contoh dan sekian banyakkorban yang nasib dan keberadaaimya masih belum diketahui. Semua keluarga yangdiwawancarai Amnesty International mengimbau pemerintah Indonesia untukmemberikanjalan bagi dimungkinkannyapenyelidikanatas pembunuhandi Santa Cruzserta pelanggaran hak asasi manusia lainnya secara independen.

kesemuanya ditahan di Semarang, Jawa Tengah.

‘°Laporan Pejabat Khusus PBB mengenai hukuman mati yang dilakukan di luarjalur hukum,hukuman mati yang cepat dilakukan dan sewenang-wenang pada saat melakukan kunjungan keIndonesia dan Timor Timur. E/CN.4/1995/6IlAdd.1, 1 November 1994, paragraf 70 (g).

Al Index: ASA 21/81/9 7 Amnesty International November 1997

Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganti mgi 9

Francisco da Silva

Francisco da Silva, 19 tahun, adalah juara binaraga nasional dan murid sekolahmenengah umum di jurusan ilmu-ilmu sosial. Ta adalah salah satu dan sekitar tigasampai empat ribu pemuda Timor Timur yang bergabung dalam unjuk rasa tanggal 12November 1991, dan juga saiah seorang yang tidak pernah lagi kelihatan sej ak saat itu.Keluarganya tetap tidak tahu secara pasti apa yang terjadi padanya, namun merekayakin bahwa ia ditembak dua kali dan kemudian dibawa ke rumah sakit militer Diiidimana ia meninggal. Keluarganya diberitahu oleh teman-teman mereka bahwaFrancisco ditembak di kening dan dadanya, namun masih hidup ketika dibawa kerumah sakit. Seorang teman lain yang juga terluka pada saat penembakan itu dan j ugadibawa ke rumah sakit yang sama kemudian mengklaim bahwa malam itu Franciscoditusuk lima kali oieh tentara-tentara yang datang ke ruangan perawatan mereka.

Han-han berikutnya setelah pernbantaian, keluarga Francisco da Silva yangtidak tahu apakah ia masih hidup atau tidak, pergi ke kantor Palang MerahInternasional dan menemui Uskup Timor Timur, Uskup Belo, untuk meminta bantuanmenemukan apa yang terjadi pada putra mereka. Mereka tidak menanyakan padaangkatan bersenjata ataupun polisi karena mereka berpikir ha! tersebut akanmembangkitkan kecurigaanpada keluarga tersebut serta tentunya akan membuat situasimereka bertambah buruk. Mereka juga tidak bisa bertanya ke rumah sakit kemanamereka yakin Francisco dibawa sebab rumah sakit itu dijaga ketat oleh militer.

Salah seorang anggota keluarganya kemudian menemui Komisi PenyelidikanNasional yang memeriksa pembantaian tersebut. Ta bertanya kepada para anggotakomisi itu dimana mayat Francisco berada serta meminta agar mayatnya dikembalikankepada keluarga. Ia mengaku tidak mendapatkan jawaban dan sejak itu keluargatersebut tidak lagi berhubungan dengan pihak yang berwenang. Nama Francisco daSilva tidak ada dalam daftar 84 nama yang dinyatakan pemerintah Indonesia terbunuhatau tidak diketemukan. Tetapi “menghilangnya” Francisco da Silva mi telahdibenarkan oleh beberapa sumber non-pemerintah.

Amnesty International November 1997 Al Index: ASA 21/81/9 7

10 Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganti rugi

PenyelidiIaii yang nze,zveluruh, lepal dan lidak niemihak hariis!ahdiadakaiz lerhadap semua kasus yang dicurigai merupakan kasus hukuman

mali di !uarjalur hukum, hukuman maliyang lidak memilih-nzilih danhukuman mali yang cepal dilakukan....

Prinsip 9 dan Prinsip Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Pencegahan yangEfektifdan Penyelidikan mengenai hukuman mati di Iuarjalur hukum,hukurnan mati yang sewenang-wenang dan hukuman mati yang cepat

dilakukan.

Saudara laki-laki Francisco, Carlos Borromeo, mengatakan kepada AmnestyInternational bahwa keluarganya hanya bisa menduga-duga dimana mayat Franciscodikuburkankarena mereka tidak pernah secara resmi diberitahu. Seperti banyak orangTimor Timur iainnya, Carios Borromeo tetap percaya perlu adanya penyeiidikanindependen atas peristiwa Santa Cruz. Ta tidak bisa menerima bahwa penyelidikanyangteiah dilakukan adalah penyelidikan yang independen.

Egilio

Egiiio - yang nama aslinya tidak bisa diungkapkan karena alasan keamanan bagianggota keluarganya yang masih berada di Timor Timur - diyakini terbunuh dalampembantaian Santa Cruz. Egiiio, seorang pelajar di Diii, berusia sekitar 15 atau 16tahun pada bulan November 1991. Ia diduga ditembak di kakinya ketika berada didalam daerah pemakaman Santa Cruz dan kemudian dibawa ke rumah sakit militer.Amnesty International mewawancarai sepupu Egilio, yang sejak saat itu meninggaikanTimor Timur dan kini tinggai di Portugal. Meskipun sepupu mi berada di dekat Egiiioketika Egiiio tertembak, narnun ia tidak melihat apa yang terjadi, tetapi ia mendengarEgilio menjeritmemanggilibunya. Sepupu Egiiio mi sendirijuga tertembak pada saatpembantaian terj adi.

Pada han pembantaian itu, keluarga Egilio pergi ke rumah sakit militer untukmencoba menemukan anak mereka, namun kemudian diberitahu oleh para pejabatrumah sakit bahwa anak mereka tidak berada di sana. Merekajuga menanyai angkatanbersenjata dan polisi apakah Egilio ditangkap, namunjawabannya adalah negatif.

Keluarga Egiiio yakin bahwa Egilio dibawa ke rumah sakit militer Diii dansumber-sumber lain telah pula membenarkan hal in Selama kira-kira dua atau tigaminggu mereka terus mencoba dan mencari j ej aknya di rumah sakit dan j uga di tempat

Al Index: ASA 21/81/97 Amnesty International November 1997

--

Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganti rugi 11

penahanan militer, namun tidak mendapatkan jawaban. Mereka tidak menghubungiKomisi Penyelidikan Nasional, tetapi kira-kira dua atau tiga minggu setelahpembantaian, menurut sepupu Egilio, tentara datang ke rumah bibinya dan menanyaibibinya kenapa putranya ikut ambil bagian dalarn unjuk rasa. Keuarganyajuga tidakmenghubungi para pejabat pemerintah untuk menanyakan nasib atau keberadaanEgilio, walaupun kemudian nama ash Egilio muncul dalam daftar pemerintahIndonesia mengenai mereka yang terbunuh atau hilang sebagai akibat pembantaian itu.

Sebuah penyelidikan haruslah dilakuka,, sepanjang nasib korban yanghilang dengaiz lerpaksa tetap tidak fe/as.

Pasal 13 ayat 6 Dekiarasi PBB Inengenal Perlindungan Kepada SemuaOrang untuk tidak ‘Dipaksa’ Menghilang.

Sepupu Egilio mengatakan bahwa unj uk rasa Santa Cruz merupakan unj uk rasakedua yang pernah diikuti Egilio. Ia mengatakan bibinya masih sering menangis karenaEgilio. Ta yakin jika mayat Egilio tidak dikembalikan kepada keluarganya atau jikakeluarganya tidak diberitahu dimana ia dikurburkan, maka keluarganya tidak akan bisamembangun kembali kehidupan mereka.

Fernando

Fernando - bukan nama sebenarnya - adalah seorang pelajar sekolah menengah yang“menghilang” setelah ikut ambil bagian dalam demonstrasi di Santa Cruz.Keluarganya, yang khawatir akan adanya pembalasan dendam bahkan sampai saat mi,tidak mau memberi tahu nama aslinya. Fernando tidak memberitahu keluarganyabahwa ia akan ikut unjuk rasa, tetapi ia pergi dan rumah pagi-pagi. AmnestyInternational mewawancarai adik perempuannya yang juga ikut demonstrasi, namunkemudian terpisah dan Fernando ketika penembakan dimulai dan sampai saat mi tetaptidak tahu apa yang terjadi pada Fernando. Seorang kawan memberitahu keluargatersebut bahwa ia melihat Fernando dengan darah di sekujur tubuhnya mencobamelarikan din dan pemakaman itu dengan memanjat dinding. Namun karena lukalukanya ia tidak berhasil keluar.

Han-han berikutnya sesudah pembantaian, pihak yang berwenang Indonesiamengumumkan di radio di Diii bahwa keluarga -keluarga yang kehilangan anggotakeluarganya harus pergi ke rumah sakit militer untuk mengidentifikasi mereka yang

Amnesty International November 1997 Al Index: ASA 2 1/81/97

12 Timor Timur: Kebenaran, keadilan dan ganti rugi

terluka. Dua orang saudara perempuan Fernando pergi ke rumah sakit itu tetapikemudian mengklaim bahwa ketika mereka tiba di sana, seorang polisi menanyaikenapa mereka datang serta mengancam mereka dengan kekerasan j ika mereka tidakmau pulang, sehingga mereka segera meninggalkan tempat tersebut.

Mereka yang melaporkan, para saksi, dan mereka yang melakukanpenyelidikan serta keluarga mereka haruslah dilindungi dan kekerasan,ancaman akan dilakukannya tindak kekerasan dan semua bentuk lain

intimidasi.Prinsip 15 dan Prinsip PBB mengenai Pencegahan yang Efektfdan

Penyelidikan mengenai Hukurnan mati di luarjalur hukurn, hukuman matiyang sewenang-wenang dan hukuinan mali yang cepat dilakukan.

Keluarga Fernando tetap tidak mengetahui apa yang terjadi pada Fernando.Saudara perempuannyamengatakan kepada Amnesty International bahwa keluarganyasudah menyelidiki kemungkinan Fernando dipenjara di Kupang, Timor Barat, besertalainnya yang ditahan setelah pembantaian. Mereka juga menghubungi orang Iainnyayang terluka dan dibawa ke rumah sakit militer, Wirahusada, namun tidak berhasilmendapatkan keterangan mengenai nasib Fernando. Keluarganya juga tidakmenghubungi Komisi Penyelidikan Nasional atau badan perwakilan Iainnyapemerintah Indonesia ataupun angkatan bersenjata, walaupun nama aslinya disebutpemerintah Indonesia sebagai salah satu yang meninggal atau hilang. Saudaraperempuan Fernando mengatakan ayahnya tidak percaya bahwa Fernando sudahmeninggal. Ia hanya barn bisa diyakinkan, kata saudara perempuan Fernando itu, jikakeluarganya menerima mayat Fernando.

Para keluarga dan mereka yang tergantungpada korban hukuman mati diluarjalur hukum, hukuman mati yang cepat dilakukan dan hukuman mati

yang sewenang-wenang berhak mendapatkan ganti rugiyang adil dancukup jumlahnya dalam Jangka waktu yang bisa diterima.

Prinsip 20 dan Prinsip PBB mengenai Pencegahan yang EfektfdanPenyelidikan mengenai hukuman mati di luarjalur hukum, hukuman mali

sewenang-wenang dan hukum mati yang cepal dilakukan.

Al Index: ASA 2 1/81/9 7 Amnesty International November 1997