the kcrda short story collection

118

Upload: kumpulan-cerpen-remaja-dan-anak

Post on 22-Feb-2016

246 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Buku ini adalah buku online (e-book) yang berisi cerpen-cerpen yang pernah diposting di kumpulancerpenremajadananak.blogspot.com untuk merayakan Ulang Tahun Pertama KCRdA.

TRANSCRIPT

Page 1: The KCRdA Short Story Collection
Page 2: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

2

Pengantar

Masa lalu itu untuk dikenang, maka dari itu dinamakan kenangan.

Buku kumcer ini adalah buku informal KCRdA, artinya hanyalah buku yang terbentuk dari

cerpen-cerpen yang sudah pernah tercipta dan terposting di blog. Tanpa penerbit, tanpa

ISBN, dan embel-embel yang biasa ada dalam sebuah buku. Hanya diterbitkan di

Issuu.com, yang berarti semua orang dapat melihatnya.

Memories, judul buku ini, diambil karena isi buku ini sudah pernah ada. Kami ingin

mengabadikannya, dan menjadikannya kenangan tak terlupa. Maka judul buku ini menjadi

‘Memories’, kenangan-kenangan.

Buku ini hanyalah kumpulan karya yang sudah pernah diterbitkan di blog Kumpulan

Cerpen Remaja dan Anak (http://kumpulancerpenremajadananak.blogspot.com atau sudah

diubah ke http://kcrda.blogspot.com) yang telah diedit ulang ditambah beberapa cerpen

dari lomba Perayaan Ulang Tahun Pertama blog ini.

Harapannya, buku ini bisa membawa manfaat bagi kita semua.

Selamat Membaca,

Tim Admin KCRdA.

Page 3: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

3

Thanks To

Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, terimakasih atas anugerah-Mu, terimakasih atas kesempatan

yang Engkau berikan sehingga kami dapat hidup dan berkarya.

2. Untuk keluarga dari para penulis di blog, terimakasih!

3. Terimakasih untuk para pembaca blog KCRdA yang tersayang, terimakasih atas

partisipasinya! Entah itu memberi like pada FansPage, atau mengikuti Twitter kami,

terimakasih! Untuk partisipasinya dalam membaca karya-karya kami yang tidak ada

apa-apanya, terimakasih!

4. Terimakasih atas partisipasi dari para peserta lomba, terimakasih banyak!

5. Terimakasih untuk Issuu.com sebagai media yang telah membuat kami bisa

menerbitkan ini.

6. Terimakasih kepada sosial media terutama Facebook dan Twitter serta server blog

Blogspot/Blogger, yang telah mempermudah komunikasi dan memperpendek jarak

diantara kami.

7. Terimakasih untuk seluruh alam semesta.

Page 4: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

4

Daftar Isi

Pengantar

Thanks To

Daftar Isi

Cerpen 1: Silverista

Cerpen 2: My Little Brother

Cerpen 3: Author Is My Dream

Cerpen 4: Sang Diva [Sekuel Silverista]

Cerpen 5: Sebuah Kejujuran (Cerpen Freelance)

Cerpen 6: Notes

Cerpen 7: Frenemies

Cerpen 8: It’s Too Late

Cerpen 9: Selayaknya Kisah Mereka (Cerpen Freelance)

Cerpen 10: Gara-Gara Telat (Cerpen Freelance)

Cerpen 11: The Reason

Cerpen 12: Hilangnya Jejak Amita

Cerpen 13: Kugantungkan Mimpiku Bersamamu (Cerpen Freelance)

Cerpen 14: Dari Salah Sambung Cinta Pun Bersambung (Cerpen Lomba)

Cerpen 15: Nggak Nyangka (Cerpen Lomba)

Profil Penulis

2

3

4

5

19

27

37

45

49

59

67

73

79

83

87

93

105

109

116

Page 5: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

5

‘Cause that’s love...

Silverista

KARYA R

Page 6: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

6

Verist melangkahkan kakinya yang terbalut kaus kaki putih dan sepatu kets hitam

bergaris silver dengan penuh kemalasan. Gadis cantik bernama lengkap Sesillia Verista itu

pun sukses menarik perhatian massa disekelilingnya.Tetapi Verist hanya mengabaikan

tatapan heran orang-orang sekitarnya. Ia hanya terus melangkah.

Memandang pintu kelas sebelum masuk. Kebiasaan itu dilakoninya sejak masuk

sekolahnya ini sejak setahun lalu, yang rata-rata bersiswa orang-orang menengah keatas. Ia

menatap tulisan di atas pintu kelasnya. X-2.

Verist berjalan memasuki kelasnya. Mata siswa satu kelas langsung terarah ke dirinya.

Yang tadi bergosip, langsung memandang Verist. Yang tadinya berlari-larian, berhenti lalu

menatap Verist. Singkatnya, seluruh murid seolah diatur mesin sehingga menatap Verist.

Dengan tatapan heran, tentu saja.

Tetapi beberapa detik kemudian, mereka kembali menyibukkan diri dengan aktifitas

masing-masing. Verist tersenyum masam, dan tanpa basa-basi ia menyeret kakinya menuju

kursi yang telah disewanya sampai dua tahun kedepan, yang terletak di sebelah sahabatnya.

‚Verist? Lo kenapa?‛ tanya Dynda, kawan seperjuangannya dengan tampang super-

heran.

‚Emang gue kenapa?‛ Yang ditanya balik bertanya.

‚Lo aneh banget! Lo jalan dengan amat sangat benar-benar malas-malasan.‛ ucap Dynda

mulai berlebihan.

‚Lebay banget!‛ cibir Verist sinis. Sepertinya ia tidak suka jika penyakit lama best friend-

nya mulai kambuh.

‚Ngomong-ngomong, lo udah tau gosip terbaru?‛ Dynda mengabaikan cibiran Verist.

‚Gak dan gue gak mau tau.‛ Verist menatap Dynda tajam. ‚Gue gak suka gosip.‛

‚Oke, oke. Ini bukan gosip. Ini realitas.‛ Dynda berusaha menarik perhatian Verist agar

mau mendengarkan kabar yang dibawanya.

‚Oke, apa?‛

Dynda tersenyum. ‚Akan, bakal, hendak…‛

‚Mulai lagi!‛ gertak Verist kesal. Mood Verist yang memang sudah bad pun tambah

buruk. Sohibnya satu itu hanya nyengir.

‚Oke, sori. Bakal ada murid baru.‛ ujar Dynda. ‚Gosipnya…‛

Page 7: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

7

Dan Dynda segera menyadari kesalahannya, sebab ia melihat tatapan setajam pisau

terhunus kearahnya. ‚Kabarnya…‛

Sama saja! Dengus Verist kesal dan kembali melemparkan pandangan membunuh pada

Dynda.

‚Oke, oke,‛ suara Dynda bergetar karena ngeri melihat tatapan Verist. ‚Dia cowok,

ganteng, pinter.‛

Mata Verist berputar, lalu memandang sahabatnya. ‚Terus? Gue harus ngomong WOW

gitu?‛

‚Ih, Verist. Kok lo nggak tertarik sih?‛

‚Kenapa juga gue harus tertarik sama yang namanya ‘gosip’, ‘katanya’, ‘kabarnya’. Itu

Cuma ‘katanya’, kan? Lo udah tau kebenarannya?‛

Dynda tersenyum. Tak ingin kalah telak, ia membalas, ‚Dia sepupu gue.‛

Diluar dugaan Dynda, alih-alih terkejut Verist berkata,‛Masalah gitu buat gue?‛

‚Oke, oke,‛ Dynda mengalah. ‚Emang gak masalah. Cuma aja...‛

‚Udah ah! Gue capek nih,‛

‚Oya Ver, tau ga, dia masuk kelas kita lho,‛

Mata coklat Verist memandang tajam Dynda. Yang dipandang meringis. ‚Sori,

kelewatan,‛

Verist mendengus, dan kembali menekuni bukunya.

***

Bunyi hak tinggi yang bersentuhan dengan lantai menentramkan suasana ribut. Apalagi

ketika melihat Bu Desi memasuki kelas dengan mata tajamnya yang mengitari kelas. Pasar

dadakan langsung jadi kuburan.

Di belakang Bu Desi, seorang siswa mengekor. Cewek satu kelas langsung memekik

melihat ketampanan sang siswa baru. Dan langsung terdiam mendengar hak merah Bu Desi

beradu dengan lantai. Verist hanya berpikir, salah apakah dia sampai mendapat wali kelas

semenyeramkan itu. Hii...

‚Anak-anak,‛ Bu Desi mulai membuka mulutnya. Ia geleng-geleng kepala melihat anak

didiknya seramai pasar. Tepatnya, ia geleng-geleng kepala karena heran, apakah sebegitu

menakutkannya ia. Rambut keriting hitamnya yang dikuncir kuda ikut bergoyang. ‚Kalian

kedatangan teman baru.‛

Page 8: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

8

Verist kembali berpikir, tak adakah kata lain yang dapat dikeluarkan ketika ada murid

baru? Dan otaknya langsung beku ketika memperadukan matanya dengan tatapan Bu Desi.

‚Silahkan, Rafa,‛ Bu Desi mundur satu langkah.

Yang dipersilahkan menarik napas. ‚Saya Rafael Arvito, biasa dipanggil Rafa. Pindahan

Bandung. Pindah karena pekerjaan ayah saya,‛ Rafa terdiam. Ia bingung harus bicara apa

lagi. ‚Mohon bantuannya.‛

‚Ya, Rafa. Silahkan duduk di sana,‛ Bu Desi menunjuk bangku di kiri Verist.

Satu kelas semakin tegang karena pelajaran akan segera dimulai. Sebab, rata-rata banyak

yang belum mengerjakan PR!

‚Siapa yang belum kerjakan PR, kecuali Rafa?‛ Dua per tiga kelas mengangkat

tangannya dengan rela, yang benar sih karena suara guru itu sudah membuat mereka

merinding.

‚Apa?! Sekarang juga kalian yang tidak kerjakan PR keluar!!!‛

Hebatnya, dengan kompak mereka berjalan keluar kelas. Sangat terlihat, mereka takut

hukuman mereka diperbanyak.

Bu Desi hanya dapat menggelengkan kepalanya, melihat dari ke 35 siswa –maksudnya

36, karna ditambah Rafa— tinggal 12 siswa yang masih ada di kelas. Sisanya… Memalukan,

pikir Bu Desi.

***

‚Oke, jadi jika amoniak dicampur dengan pemutih...‛

Verist menatap buku sambil mendengar penjelasan si guru galak. Ia tak begitu suka

Biologi. Sudah tidak suka, gurunya...

Ia tidak tega melanjutkan pikirannya. Untung ia sempat mengerjakan PR nya di mobil

saat berangkat tadi. Jadi, ia tak ‘ter’hukum.

‚Maka, jika kamu menambahkan cairan berwarnaaaa biru...‛ suara gurunya yang

ditekankan menyadarkan Verist dari pembatinannya. Verist mendongak menatap Bu Desi

yang ternyata… Sedang… Memandangnya! Dengan tajam. Sepertinya guru itu punya indra

keenam, pikirnya.

Meski sebenarnya bukan itu. Tapi tadi, si guru melihat Verist melamun sambil bertopang

dagu. Verist meringis.

‚Sesillia Verista, mengapa kamu melamun di pelajaran saya?‛

Page 9: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

9

Aura kuburan menyebar ke setiap sudut kelas. Tiap siswa, baik yang ada di dalam

maupun di luar membeku dalam posisi masing-masing.

Terlebih Verist. Ia sudah seperti patung hidup dalam posisinya yang menunduk dan

mengatupkan tangannya, seolah berdoa. Otaknya sudah membeku dan ia serasa tak dapat

berpikir. Batinnya sudah terkunci rasanya. Sisa hatinya saja yang belum kaku. Maka dengan

hati itu ia berdoa, Tuhan tolong Tuhan... Please… persis anak kecil jalanan yang memelas

minta makan.

‚Verista!‛

Bentakan itu semakin mengkakukan tubuhnya seolah mati rasa.

‚M-maaf Bu-u,‛

‚Maaf maaf! Kamu pikir dengan begitu bisa menggantikan ilmu yang tidak kamu

serap?!‛ bentak Bu Desi lagi.

‚Ma-maaf Bu, tadi saya cuma...‛

‚Cuma apa lagi! Hah? Dasar kamu itu!!!‛

***

Verist menghela nafasnya. ‚Astaga, gue udah gila Dyn!‛ keluhnya pada sahabatnya.

‚Nah, udah tau Bu Desi galak, kok lo ngelamun?‛

Ingin sekali Verist menjitak kepala sahabatnya, tetapi ditahannya. ‚Gue itu bukan sengaja

ngelamun, tau!‛

‚Lah, trus? Lo nyambil topang dagu, jelas-jelas terlihat melamun, dan ngeliat kosong ke

papan tulis, itu apa namanya?‛

‚Hah? Gue topang dagu?‛ Verist terkejut.

‚Jadi lo ga nyadar?‛

Verist menggeleng. ‚Kirain Bu Desi punya indra keenam.‛

‚Ngaco!‛

‚Hei, boleh gue duduk di sini? Tempat lain udah penuh.‛ sapa seseorang, membuat

Verist dan Dynda menoleh.

‚Oh, elo Raf. Silahkan aja,‛ jawab Dynda sang sepupu.

Page 10: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

10

Beberapa cewek perfect sekolah menghampiri meja mereka. Sudah pasti kelima cewek itu

naksir sama Rafa (atau ingin mencari sensasi dengan mendekati Rafa). Mereka malah

mengusir Dynda yang notabene sepupu Rafa.

‚Woy, Dyn, pergi lo!‛ bentak seorang cewek kelas 11, salah satu anggota geng itu.

‚Tunggu,‛ tahan Rafa sebelum sang sepupu ingin protes. ‚Kenapa lo ngusir Dynda?‛

‚Dia tuh ga pantes makan di sini,‛ ucap salah satu dari mereka, membuat Rafa sewot.

‚Enak aja!‛ bentak Rafa, keras dan kesal. ‚Terserah lo pantes gak pantes, yang jelas, dia

sepupu gue!‛

Wajah kelima cewek itu langsung merah. Malu sendiri karena tidak mengerti apa-apa,

dan dengan soknya mengusir Dynda.

‚Sori,‛ Mereka menunduk dengan mimik menyesal yang dibuat-buat.

‚Nggak! Lo pada minta maaf ke Dynda, SE-KA-RANG!‛

Akhirnya, dengan terpaksa serta keberatan mereka meminta maaf di bawah tatapan

tajam Rafa. Tujuannya sih untuk mencari perhatian pada Rafa. Tapi setelah itu Rafa

menyuekkan kelima gadis nyebelin itu. Mungkin kalian bertanya, kenapa mereka tak

mengusir Verist?

Mereka tak berani mengusir Verist. Karna, Verist ialah kembang SMA. Fansnya banyak.

Sampe berani ngusir, bakal dikeroyok. Begitu pemahaman mereka.

‚Kalian berdua lagi ngapain?‛ Tanya Rafa.

‚Gosip!‛ jawab Dynda asal. Verist memutar kedua bola matanya, menatap Dynda.

‚Jadi tadi itu gosip?‛

‚Eh, engga kok Ver! Sumpah tadi bukan gosip. Maksud gue…‛ Dynda tambah panik

melihat tatapan Verist, ‚…abis ini gue mau ngomongin gosip!‛

Dynda bernafas lega melihat Verist mengalihkan pandangan dan perhatiannya ke

mangkuk baksonya. Ia menyendok kuah bakso dan menyeruputnya. Suasana sunyi sesaat.

‚Abis ini pelajaran apa?‛ tanya Rafa memecah keheningan.

‚Matematika,‛ sahut Dynda.

‚Ooh… Ada PR ngga?‛

Page 11: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

11

‚Astaga mampus gue… PR Matematika belom gue bikin!‛ Verist menepuk dahinya.

‚Dyn… temenin gue balik ke kelas… Lo mau ngasih gue contekan kan? Please Dyn… Lo

kan sohib gue yang paling baik dan cantik. Ayo,‛ Verist panik.

‚Oke, tenang aja,‛ Dynda berdiri. ‚Raf, kita duluan.‛

Rafa memandang sepupunya dan sahabat sepupunya yang berjalan sambil sesekali

berlari kecil. Tanpa sadar Rafa tersenyum samar.

***

Rafa memasuki kelas. Ia melihat Verist menyalin PR sepupunya. Lagi-lagi ia tersenyum

samar.

‚Dyn, ini apa?‛

‚Lo ga kebaca apa tulisan gue? Aljabar!‛

‚Ga, tulisan lo ancur!‛ ucap Verist asal, membuat Dynda memelototinya.

‚Dasar! Udah gue kasih contekan juga!‛ dengus Dynda.

Verist segera menyadari aura perang dari diri sahabatnya. ‚Eh sori Dynda-ku yang

paling baik, cantik, tulisannya paling rapi,‛ Verist menarik kata-katanya sambil nyengir.

‚Nah, udah! Thanks ya Dynda yang terimut tercantik terbaik…‛

‚Nah kalo dibantu baru muji!‛ potong Dynda sewot.

‚He he…‛

Rafa memandangi kedua sahabat yang bertengkar kecil itu. Ck ck ck, pikirnya. Tu cewek

cantik banget, batinnya menatap Verist.

‚Ehem!‛ Rafa berdehem, membuat Verist dan Dynda menoleh. Rafa pura-pura membaca

majalah.

‚Raf!‛ panggil Verist.

‚Kenapa?‛ tanya Rafa.

‚Majalah lo kebalik,‛ ucap Verist to the point. Dynda terkikik melihat kebodohan

sepupunya. Rafa hanya bisa menggaruk-garuk kepala menahan malu.

***

Bel tanda pulang sekolah bernyanyi nyaring. Semuanya langsung membereskan buku.

Suara Pak Arvi masih memenuhi kelas.

Page 12: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

12

‚Pokoknya, kalo besok PR ga dibuat, bapak kasih hukuman seberat-beratnya!‛

Setelah berdoa, dan si guru killer sudah keluar kelas, Rafa segera melesat. Seisi kelas

hanya melongo sejenak, lalu… Asik dengan aktifitas masing- masing.

‚Ver, si Rafa nungguin lo di taman belakang,‛ Dynda jadi kurir pos. ‚Nah, so, lo ke

taman bentar, ya? Gue duluan,‛

‚Hah?‛ Sejenak Verist berusaha menyesap tiap kata yang terlontar dari bibir kawannya.

Yah, akhirnya kakinya yang tadinya bimbang memutuskan untuk menuju taman belakang

saja.

Langkah Verist lambat dan malas- malasan. Sampai di taman belakang, ia melihat Rafa

yang duduk di bangku taman.

‚Ada apa, Raf?‛ tanya Verist langsung. Verist tipe cewek to the point. Tanpa basa-basi.

‚Mmm…‛ ucap Rafa ragu. ‚Duduk dulu, yuk,‛ ajaknya.

‚Oke, ada apa?‛ Verist mengambil tempat di sebelah Rafa. Membuat cowok itu agak

gugup.

‚E-eh,‛ gagap Rafa. ‚Gini… Gue minta lo pura-pura jadi pacar gue,‛

‚Hah?‛ Verist bertanya-tanya. ‚Why?‛

‚Ah… Jadi, ortu gue mau jodohin gue sama rekan bisnisnya,‛ kalimat itu yang dipilih

Rafa untuk memulai ceritanya. ‚Sebetulnya bokap gue juga ga minat. Satu-satunya cara

untuk nolak perjodohan itu, gue harus punya pacar dalam waktu 3 hari. Aah,‛ keluh Rafa.

‚So, gue putusin pura-pura pacaran aja.‛ Rafa menghela nafas lalu memandang Verist. Ia

mencoba menahan debar jantungnya yang semakin berpacu melihat wajah cantik Verist.

‚Hm,‛ Verist nampak berpikir. ‚Gue heran, lo kan keren, ganteng lagi. Ngapain coba

dijodohin? Padahal yang ngejer lo segudang, ck ck ck,‛ Verist menggeleng-gelengkan

kepala. Rafa hanya mengangkat kedua bahunya, memendang paras ayu Verist yang

kembali membuatnya berdebar. Duh, masa gue naksir itu cewek sih… keluhnya dalam batin.

‚Yah… Gimana ya?‛

‚Please. Cuma untuk 3 hari… Abis itu, mau lo tetep pura-pura jadi pacar gue, atau karna

udah ada cowok yang lo suka lo mau pergi, silakan…‛ bujuk Rafa.

‚Hm,‛ Verist tampak cool. ‚Yeah, okey, gue kasian sama lo, so… Gue setuju.‛

‚Serius?‛ Rafa menatap biji mata Verist.

‚Yey!‛ Ia bersorak. Tanpa sadar memeluk Verist.

Page 13: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

13

‚Ehem,‛

‚Eh, sori,‛ Rafa melepaskan pelukannya dengan semu merah di pipi akibat malu. Verist

tertawa kecil. Diam-diam ia memandangi Verist yang sedang tertawa. Cantik, batinnya.

‚Kenapa?‛ Verist memergoki Rafa menatapnya.

Rafa gelegapan, tanpa sadar ia berkata, ‚Lo cantik,‛

Ups! Verist kembali tertawa. Ia menggeleng-gelengkan kepala. Rambut lurusnya yang

dikuncir kuda bergoyang seirama.

‚Ya…‛ Verist menganggukkan kepala. ‚Udah kan? Gue pulang dulu, ya,‛

Rafa mengiyakan. Ia menatap Verist dari kejauhan. ‚Kalo dia udah jatuh cinta sama gue,

bakal gue jadiin pacar beneran,‛ gumam Rafa.

***

2 hari kemudian.

‚Ver, lo siap-siap ya, gue jemput. Ngenalin lo ke ortu gue,‛

‚Hah? Verist menelan ludah. ‚Hari ini?‛

‚Ya, cepet! Gue jemput lo!‛

Entah mengapa rasanya Verist mulai jatuh cinta pada Rafa. Jantungnya berdetak tak

karuan sewaktu berada di dekat Rafa.

‚Verist! Kamu siap-siap ya! Keluarga kita mau ketemu rekan bisnis, kamu harus ikut!‛

‚APA!?‛ teriak Verist, kaget. ‚AKU ADA ACARA MA!‛

‚Ga mau tau, kamu siap-siap!‛

Ucapan ibunya sudah tidak bisa diganggu gugat. Buru-buru ia menelepon Rafa.

‚Raf! Sori banget gue ada kepentingan mendadak! Kata nyokap gue penting banget!

Sori!‛ Verist merasa sangat bersalah.

‚Jadi… Lo ga bisa pergi?‛ Suara Rafa terdengar terkejut. Lebih tepatnya sangat terkejut.

‚Iya, sori!‛ sesal Verist.

‚Ah, gimana dong?!‛

‚Sori, ya… Sori…‛ Menutupi rasa bersalah, Verist langsung memutus telepon.

Page 14: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

14

***

Verist merasa lama dekat dengannya… Begitu fisiknya dekat dengan Rafa hatinya tak

terkontrol lagi. Debar jantungnya keras. Aish, ada apa? Apakah ia jatuh cinta?

Ia dan orangtuanya menuju tempat untuk menyelesaikan urusan yang katanya ‚penting‛

dan tidak bisa diganggu gugat itu.

Ya… Verist merasa lebih suka membantu Rafa, sebenarnya. Tapi… Ia merasa, jika takdir

yang bicara… raksasa terbesar sekalipun tak dapat menyangkalnya.

***

Gaun putih polos yang berhiaskan bunga-bunga pita itu nampak cocok sekali dipakai

Verist. Riasan wajahnya yang sederhana saja seolah menambah aura cantiknya. Hanya lip

gloss saja, tapi setiap orang seolah tak mampu mengalih pandangkan wajah mereka dari

paras Verist : Mata indah, bibir tipis, hidung mancung. Tetapi paras ayunya hanya

ditundukkan. Mata beningnya menatap lantai.

‚Halo, Arnold,‛ sapa rekan bisnis ayah Verist itu. Verist dan ibunya menunduk sedikit

untuk sopan santun.

‚Oh, hai, Rino. Ini putriku, Verista. Mana Vito?‛

‚Oh, dia sedang ke toilet,‛ jawab rekan bisnis ayah Verist. Tiba-tiba mataVerist

membelalak. Ia melihat wajah yang tak asing baginya…

Rafa!? Batin Verist terkejut.

‚Verist?!‛ kaget Rafa.

‚Kalian sudah kenal?‛ tanya ayah Rafa heran.

‚Dia kan pacarku, pa!‛ ucap Rafa yang seketika membuat Verist membeku.

‚Kebetulan!‛ Kedua ayah itu berseru.

‚Jadi, kapan tanggal pertunangannya?‛

‚Uhuk!‛ Verist dan Rafa batuk bersamaan. Air dalam mulut Verist nyaris tumpah.

Pertunangan? Jadi... Ia dijodohkan?!

***

Rafa merasa bahagia sekali. Inikah jatuh cinta? Merindukan wajah ayunya, sikapnya

yang manis, ah… Padahal baru sejam lalu mereka bertemu! Sepertinya Rafa benar-benar

jatuh cinta.

Page 15: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

15

Sementara di sisi lain…

Verist termenung. Pacar?! Gue pacar dia?

Tanggal pertunangannya satu bulan lagi. Aish. Cepat sekali! Apa yang harus setiba-tiba

ini? Dunia memang aneh!

***

Langkah Verist jauh lebih malas dari biasanya. Ia malas ke kelas. Tasnya terasa jauh lebih

berat. Tak punya pilihan, ia melangkah ke kelasnya, X-2.

‚Verist!‛ Dynda langsung menariknya keluar kelas ke taman belakang. ‚Lo beneran

jadian ama sepupu gue?‛

Verist menceritakan semuanya pada sahabatnya, termasuk ia dijodohkan. Yah, untung

taman belakang sepi, tiada orang selain mereka.

‚Apa?!‛ Dynda terkejut.

‚Trus gue harus bilang gimana Dyn… Akh…‛

‚Mau gimana lagi… Ya lo cuma bisa pasrah, Ver.‛ ucap Dynda.

‚Masalahnya gue belom mau pacaran, apalagi tunangan,‛

‚Gue bilang, ga ada pilihan lain selain pasrah, Ver,‛

‚Akh…‛ desah Verist putus asa.‛

‚Tenang, sepupu gue baik kok,‛ celetuk Dynda yang langsung terjitak.

***

Bukan itu alasan Verist menolak perjodohan konyol ini. Bukan belum mau pacaran,

tapi… Menunggu seseorang.

Seorang cinta pertamanya. Tahukah istilah sahabat menjadi cinta? Itulah yang terjadi

pada Verist. Tapi ia merasa entahlah, siapa nama cinta pertamanya!

Bagaimana ia bisa lupa? Verist sendiri tidak tahu. Dugaan terkuatnya adalah akibat

terjatuh dari tangga. Tidak pernah diperiksakan, sebenarnya.

Wajah cinta pertamanya itu juga samar di ingatan Verist. Tapi, Verist merindukannya.

Amat merindukannya.

***

Page 16: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

16

Hari Pertunangan.

Oh no, keluh Verist. Ini benar-benar bencana. Bagaimana ini?

Saat itu ia teringat dua kata—move on.

Ya, move on. Hanya itu yang bisa ia lakukan.

Meskipun sulit, ia harus mencobanya. Sebab itulah satu-satunya solusi yang bisa dia

lakukan.

***

Seminggu berlalu sejak pertunangan itu. Dan Verist justru semakin cuek dengan Rafa.

Ironisnya, Rafa justru merasa makin menyukai Verist.

Dynda berkali-kali menasehati Verist, namun sepertinya tidak mempan. Ah... Begitu

sulit. Memang sulit. Karena memang, cinta pertama sulit dilupakan dan cinta tak bisa

dipaksakan.

***

Matahari muncul malu-malu dari balik tirai, membuat Verist terbangun dengan tersentak

kaget.

‚Hah?! Jam 7?!‛

Buru-buru ia mandi dan berpakaian, lalu menuruni tangga dengan buru-buru.

Akibatnya…

‚Bruk!!!‛

Ia terjatuh lagi. Seketika bagaikan roll film berputar di otaknya, ia mengingat segalanya

seperti sediakala.

‚Vi… Vito…‛

Verist mengucapkan nama sahabat masa kecilnya. Wajah sahabatnya sekilas muncul di

pikirannya.

‚Raf… Rafa…‛

Jadi… Vito itu Rafa dan Rafa itu Vito?

Ya ampun. Tolong Tuhan… batin Verist. Bagaimana ini...

***

Page 17: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

17

Sampai di sekolah. Verist langsung melangkah ke kelasnya. Dilihatnya Rafa sudah

datang.

Ia menyeret kakinya menuju bangku.

‚Hai, Ver,‛ sapa Rafa.

‚Hai,‛ balas Verist canggung. Rafa terbelalak tak percaya, Verist membalas sapaannya.

Padahal, sudah beberapa hari, Verist bersikap dingin padanya.

‚Eh, Raf,‛ lanjut Verist. ‚Em… nama kecil lo Vito bukan?‛

Rafa terkejut menatap Verist lekat. Apa maksudnya? Tapi tak luput ia menjawab juga,

‚Mm… iya, kenapa?‛

‚Mmmm… ki-kita pernah bersahabat ya waktu kecil?‛

‚Tunggu…‛ Rafa mengingat-ingat ‚Eris…‛

‚Nama kecil gue,‛ gumam Verist.

‚Berarti lo Eris?‛

‚Iya…‛ jawab Verist. ‚Lo Vito?‛

‚Ya…‛

Hening.

Suasana mendadak terasa tidak jelas, dan aneh. Awkward. Mereka berdua terlalu terkejut

dengan kenyataan ini.

‚Ah, gue ga nyangka ketemu lagi sama lo.‛ Verist berusaha memecah suasana hening itu.

Apalagi di dalam kelas hanya ada mereka berdua.

Tapi tak lama mereka saling melempar senyum...

***

Taman belakang.

‚Gue… pengen ngomong sesuatu… yang ada sejak du-dulu,‛ gugup Rafa.

‚Apa?‛

‚Dari kecil… Gue tuh udah suka sama lo.‛

‚S-sama dong!‛ jawab Verist spontan, lalu ia menutup mulut besarnya yang terlalu jujur.

Page 18: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

18

‚Benar?‛ Mata Rafa berbinar. Bibirnya membentuk senyum.

‚E-eh,‛ Verist canggung.

‚Thanks God,‛ ucap Rafa menengadah. ‚So?‛

‚So?‛ tanya Verist balik.

‚Lo jangan cuek-cuek gitu dong ama gue…‛ Rafa menggenggam tangan Verist.

Dilihatnya warna pipi Verist memerah.

‚Ih, lo lucu banget,‛ Rafa mencubit pipi Verist. ‚Gue inget, dulu gue sering banget

nyubitin pipi lo,‛ celetuk Rafa.

‚Iya, terus gara-gara lo gue nangis,‛ Mereka terhanyut dalam nostalgia.

‚Hehe… Iya. Dan satu-satunya cara biar lo berenti nangis cuma ngasih lo benda

berwarna perak. Ck ck,‛

‚Masih inget aja lo!‛

‚Iya dong…‛

Tanpa diduga, kemudian Rafa mengecup pipi Verist cepat. Wajah Verist langung

berubah sewarna tomat.

‚Aish… Lihat, muka lo merah gitu… Haha,‛ ledek Rafa.

‚Sial lo,‛ Verist menyodok punggung Rafa.

‚Haha. Tapi bagaimanapun,‛ Rafa mendekatkan wajah ke telinga Verist. ‚Gue sayang

sama lo,‛

Pipi Verist semakin merah.

THE END

Page 19: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

19

Do not hopeless.

My Little Brother

KARYA R

Page 20: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

20

‚Apa?!‛

Lidahku benar-benar kelu. Tak ada yang dapat kuucapkan selain satu kata itu. Jika aku

pengidap jantung lemah, pastilah aku sudah mati. Untungnya aku bukan.

Kukumpulkan segala energi. Berusaha berbicara.

‚Kecelakaan?‛

‚…‛

‚I-iya ma! Aku ke s-sana!‛

Aku menelan ludah. Kenapa itu bisa terjadi?

***

‚Permisi, suster. Ruang UGD dimana ya?‛ tanyaku terengah.

Perempuan dalam balutan seragam putih itu tersenyum kecil melihatku sebelum

menjawab, ‚Lurus, lalu kiri.‛

‚Makasih suster,‛ aku langsung berlari.

Hah, hah. Aku mengatur napas. ‚Bunda!‛

‚Ah, Lysta! M-maaf bunda lupa suruh mang Ujang jemput k-kamu,‛ Bundaku sedikit

terisak.

‚Ngga apa-apa ma! Gimana Fael?‛

‚Hmmm,‛ Bundaku mengeluarkan napas agar bebannya berkurang sedikit. Ayahku

mengelus punggungnya. ‚Masih diperiksa,‛

Aku hanya dapat duduk di samping ibuku dan merenung dalam diam. Membayangkan

wajah imut adikku… Hatiku hanya terus berdoa.

***

Sudah sepuluh menit aku duduk disini. Dokter mana sih? Uh! umpatku dalam hati. Tepat

saat itu dokter keluar.

‚Dengan keluarga ananda Rafael Erol Fulvian?‛

‚Saya ibunya!‛ Ibuku langsung menghadap dokter. Aku mengikutinya.

‚Ia selamat. Hanya saja…‛ ucap dokter ragu.

‚Hanya apa dok?‛ desakku.

Page 21: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

21

‚Ingatannya sekarang hanya sampai usia enam tahun. Tepatnya ingatannya hilang

sebagian. Ia tidak dapat mengingat orang yang baru dikenalnya satu tahun ini. Em…

Tulang kakinya patah sehingga harus menggunakan kursi roda dan digips.‛

‚Apakah ia sudah sadar dok? Boleh dijenguk?‛

‚Ia belum sadar, tapi sudah boleh dijenguk.‛

‚Terimakasih dok!‛

‚Ayo Lys,‛ ajak bunda dan ayahku. Kami memasuki ruangan.

Ah iya, namaku Angela Callysta Griselda. Menurut ibuku, aku cantik seperti namaku,

Callysta. Bukan narsis. Kan menurut ibuku. Meski begitu, teman-temanku juga mempunyai

anggapan yang sama sih.

Back to problem.

‚Fael,‛ gumamku ketika melihat adikku tersayang terbaring di atas ranjang pasien. Aku

menggenggam jemarinnya hati-hati. ‚Ah!‛ Aku tersentak merasakan jari-jarinya bergerak.

Fael… Sadar.

‚Fael!‛ Bundaku histeris.

‚Halo Bun… Yah… Kak… Aku kenapa? Kok kakiku sakit sih?‛

‚Jangan digerakin, Fa!‛ larangku.

‚Kenapa aku, kak?‛

‚Apa kamu inget kamu umur berapa sekarang?‛ tesku.

‚Em… enam. Iya kan?‛

Akh! Aku terkulai lemas. Benar, ingatannya setahun ini lenyap.

‚Fael…‛ bunda menjelaskan dengan lembut tentang kecelakaan dan kondisinya.

‚Iya?!‛ wajah terkejut itu membuatku makin terkulai.

***

‚Jadi aku kayak amnesia gitu ya kak?‛

Astaga.

Page 22: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

22

Ini sebulan setelah Fael dirawat, dan sekarang ia boleh pulang. Seminggu yang lalu

seorang temannya yang baru dikenal di kelas 2 menjenguk. Miris, Fael bilang, ‚Kamu

siapa?‛

Aku tersenyum pahit. ‚Iya…‛

‚Oh. Berarti aku kelas 2?‛

‚Hm,‛ aku mengangguk.

‚Kalo amnesia, aku lupa semua pelajaran kelas 2 dong! Ajarin aku lagi dong kak!‛

Aku menatap Fael yang duduk di kursi roda. ‚Kamu… Mau belajar? Kamu baru keluar

dari RS!‛

‚Gapapa deh kak… Aku mau nginget semuanya lagi…‛ ucapnya bertekad.

Aku meyakinkan diri dengan bertanya lagi. ‚Kamu… serius?‛

‚Iya!‛ angguknya semangat.

‚Mulai kapan?‛

‚Sekarang!‛

Aku tersentak kaget. Benar-benar gagah berani seperti namanya, Erol.

Sampailah di depan kamar Fael. Aku membuka pintu dari kayu jati perlahan, lalu

mendorong kursi rodanya sampai depan meja belajar.

‚Ini bukuku ya?‛ celetuknya. Aku tersenyum memandang buku matematika itu.

‚Iya. Ini buku tugasnya.‛

Ia membuka buku itu. ‚Tulisanku… Berarti aku bener-bener amnesia…‛

Miris rasanya mendengar itu. Hatiku serasa diiris pisau, diusap jeruk nipis lalu ditaburi

garam. Sakiitt.

‚Oke. Sekarang kamu tidur dulu. Abis itu baru kakak ajarin ya!‛

‚Sekarang aja!‛

‚Istirahat dulu. Nanti aku dimarahin bunda, de!‛

‚Yaudah,‛ ucapnya. Aku tersenyum. Mendorong kursi roda mendekati kasur yang

berseprai dandan terlapis selimut bergambar kartun.

‚Ayo,‛ aku memapahnya. ‚Tidur ya Fa,‛

Page 23: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

23

‚Kak, tetep disini,‛

‚Kenapa?‛

‚Kak…‛ Ia memelas. Aku luluh.

‚Oke, deh,‛ setujuku.

‚Ye!‛

‚Tapi kakak mau ambil buku dulu ya. Ada PR.‛

‚Cepet kak,‛

Aku melangkah keluar dari kamar Fael. Aku memasuki kamar dan mencari buku.

***

‚Hei, Fael! Jangan ngelamun! Tidur!‛ Aku masuk ke kamarnya.

Fael menurut. Aku mengelus rambutnya dan mulai membuka bukuku. Sekelompok

rumus fisika menyerbuku.

***

Demikian, akhirnya tiap pulang sekolah aku memberikan les untuk Fael. Suatu saat, Fael

berkata pada kami, ia ingin kembali sekolah. Ayah-bunda kaget tentu, tapi mereka

membolehkan. Aku disuruh menjaga Fael di sekolah.

Aku mendorong kursi roda Fael ke kelasnya.

‚Udah ya Fael,‛

‚Disini aja kak,‛

Aku terpaksa menungguinya hingga masuk, sebab di kelas itu tak ada yang Fael kenal.

Untung, saat bel berbunyi, seorang sahabat Fael dari kelas satu masuk. Fael

mengenalnya.

‚Gavin, titip Fael ya,‛ ucapku, lalu beralih ke guru. ‚Makasih bu Sita, titip Fael ya bu,‛

Bu Sita mengiyakan.

***

Aku berlari ke kelas. Oh no, Bu Vona, guru ter-killer sepanjang sejarah SD-ku.

‚Permisi bu,‛ aku mengetuk pintu.

Page 24: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

24

‚Dari mana kamu?‛

‚Maaf bu, tadi saya…‛

‚Dasar pemalas! Lari keliling lapangan 5 kali!‛

Meski aku tahu, aku tak salah, tapi aku menurutinya. Sebab menolak perintah guru itu

sama saja meloncat ke kandang buaya.

***

Ngga bisa, kata Gavin, ia tiap hari pasti terlambat karena harus membantu ibunya dan itu

diperbolehkan sekolah. Aku harus cari anak lain untuk menitipkan Fael.

Aha! Ide sampai kepadaku. Terimakasih Tuhan!

Aku kan mengenal salah satu sahabat Fael kelas 2-nya. Mungkin Fael sudah lupa, tapi

sifat Fael yang mudah bergaul itu sangat membantu.

***

‚Josua, titip Fael ya!‛

‚Oke kak!‛

‚Fael, kakak tinggal dulu ya. Oya,‛ Aku memandang seisi kelas Fael. ‚Kalian bantu jaga

Faal ya. Pulang sekolah kakak kasih permen,‛

‚Hore!‛ sorak mereka. Aku tersenyum, mengacak rambut Fael, lalu melangkah keluar

kelas adikku.

Aku berjalan dengan ringan. Ah, betapa segarnya udara! Matahari pun tampak sangat

cantik hari ini. Bunga-bunga berseri menyapaku. Masalah selesai!

***

CITT! BRAK!

Mobil berbanting setir 90 derajat. Aw! Aku segera melindungi kepala Fael dan kepalaku

dengan tangan.

Beberapa detik kemudian, mata kami yang terkatup ketakutan terbuka.

‚Kak?‛

‚Ya?‛

Page 25: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

25

‚Aku inget semua!‛ seru Fael. Wajahnya benar-benar cerah. Mataku membulat

sempurna, menatap mata berbinarnya. ‚Sungguh?‛

‚Ya! Ya!‛ jawabnya semangat.‛Hore!!!‛

Supir kami, Mang Ujang, menoleh ke belakang. ‚Aduh non, den, maap ya…‛

‚Gapapa mang!‛ potongku. ‚Karena mamang, Fael inget semua!‛ kataku riang mengacak

rambut adikku, seraya mengembangkan senyum.

Senyum bahagia.

THE END

Page 26: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

26

Page 27: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

27

Dream. Try. Work hard. And it will be.

Don’t forget if problems can contribute to your

success.

Author Is My Dream

KARYA L

Page 28: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

28

Tenang.

Ya, tenang menyelimuti kamar nan besar, dalam rumah yang mewah.

Tidak ada gelap disana. Pertengkaran pun tidak.

Gadis remaja yang bertubuh kekar sedang menikmati buku novel kesukaannya, Sebatang

Pensil Usang. Novel ini menceritakan kehidupan anak yang miskin papa yang sukses

menjadi penulis.

Di kepalanya yang sangat cemerlang itu, sudah terbayanglah cita-citanya untuk menjadi

penulis. Entah bagaimana ia dapat mewujudkannya.

Kemudian ia keluar kamar dan melakukan yang biasanya ia lakukan.

***

‚Hei! Kamu ini, nonton TV mulu. Belajar! Nggak kelar-kelar! Kamu tau sendiri, kan?‛

tanya Asti pada adiknya, Rino.

‚Ah, tau kan Kak, aku lagi makan. Bentar Kak, 5 menit.‛ Rino membalas kakaknya itu.

Hhh. Biasa, Rino. Susah sekali diajak belajar. Main mulu. Nonton mulu. Asti sudah

sampai berbusa untuk memberitahu saudara kandung satu-satunya.

Lupakan hal ini. Pindah ke topik utama tadi.

***

‚Apa yang harus gue tulis?‛ pikir Asti.

Asti bingung, tak tau harus menulis apa. Pikirannya kosong melompong, inspirasi belum

juga menghampirinya.

Padahal cita-cita yang tinggi sudah di hadapannya. Tinggal dijaga agar terus tumbuh

saja, secara alamiah.

Memang susah.

Tapi tak pernah hati Asti padam apinya.

Tak pernah.

***

‚Asti! Ngapain aja? Bengong bengong... ‚ tanya Violet, teman dekatnya.

‚Ah, enggak. Gapapa kok.‛ jawab Asti.

Page 29: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

29

‚Ngapain mandang papan pengumuman sih? Ga ada yang menarik kan? Biasa aja kok.‛

tanya Violet lagi, dengan lebih penasaran. Sebagai teman dekat, ia sudah mengerti bila

temannya itu mengalami sedih, gembira...

Dan itu sudah sering.

Ia tau bila ada hal yang salah dengan teman dekatnya, sia-sialah ia bertanya.

Tak ada respon.

***

Dua bola matanya dengan tajam menatap papan itu. Seolah sebuah tayangan yang

menarik. Pikirannya tertuju pada pengumuman ini...

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

IKUTILAH!!!

KOMPETISI KARYA NOVEL

GRATIS!

KIRIMKAN KARYAMU KE SINI!

Penerbit Jendela Dunia, Jakarta

Pendaftaran di sekolah masing-masing, PALING LAMBAT 22 Juni 2013.

Lomba diadakan 10 Juli 2013.

Segera daftar! Hadiahnya berupa:

1. 5 unit Laptop

2. 3 unit I-Pad

3. 2 unit sepeda lipat

4. 1 unit buku terbitan terbaru

Pemenang pertama akan mendapatkan laptop + uang tunai sebesar Rp

5.000.000,00

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Peluang itu sangatlah ingin didapatkannya. Ya, ingin sekali untuk meraihnya.

Tapi...

Baginya, ia belum mahir untuk membuat novel. Ia sangat kuatir kalau sampai ia kalah.

Waktu yang mepet sudah memaksanya.

22 Juni, sekitar 3 minggu lagi!!

Page 30: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

30

Oh my goodness!!

***

Bruk!

Asti membanting tasnya dengan keras. Apa yang bisa ia hasilkan dari waktu yang begitu

mepet itu?

Hhh...

Sulit, tak mudah untuk melakukan ini.

‚Hmm, kalo gue ikut, ada peluang jadi author novel. Kalo nggak kan sia-sia. Tapi gue

belom punya modal apa-apa...‛ batin Asti.

Ia memutuskan untuk ikut. Entah bagaimana caranya.

***

Asti semakin menyadari waktu yang terus menderanya, sangat singkat.

3 minggu!

Tetapi ia belum mempersiapkan apa yang harus ia tulis...

Ya.

Seperti itulah.

Dia terus mencari inspirasi, apa yang mesti ia tulis.

Ia sudah menulis banyak karya, tetapi tidak ada yang dapat memuaskan hatinya.

Baginya, itu masih terlalu amatiran...

***

‚Gue, orang kaya begini. Masa malu sih sama orang yang di novel yang gue baca...?‛

pikirnya.

‚Oke, gue harus cari inspirasi. Kalo nggak, gue pasti kalah.‛ batin gadis muda itu.

Karena matanya sudah memerah dan ia hanya bisa menguap, ia pun kembali berbaring

di tempat tidurnya yang sangat nyaman itu.

***

Page 31: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

31

‚Aaaaa!! Handphone gueee, laptop gue!! Bisa-bisanya ya, pulang sekolah juga, pada ga

ada! Tolong gue, siapa aja!‛ Asti pontang-panting kebingungan, semua barang miliknya

hilang seketika.

‚Nak, kamu kenapa? Nangis sampai teriak-teriak begitu?‛ tanya ibunya.

‚Ini, ma, punyaku pada nggak ada semua! Padahal kan kita udah mahal-mahal belinya.‛

kata Asti sambil ngomel-ngomel sendiri.

‚Sabar lah nak, mama maklumi itu. Karena punya mama hapenya juga nggak ada. Kita

sama, nak.‛ hibur ibunya.

‚O, rupanya rumah kita ini kecolongan, ya? Apakah Papa juga kehilangan?‛ tanya Asti

polos.

‚Sepertinya iya, nak. Pembantu kita, Bi Isah baru saja pulang tadi pagi, sementara kita

pergi. Nenek yang tadi menjaga rumah. Mungkin Bi Isah pelakunya.‛ kata Mama yakin.

‚Hhh... Cita-cita gue belom keurus, barang udah ilang semua... Apa dunia ini mau

terbalik?‛ Cewek ini sudah panik luar biasa.

‚Aaaaaaaaaa!!‛ teriaknya.

***

Suatu suara mengagetkannya.

‚Hei! Kamu pikir ini dimana? Bebas buat teriak? Ini sudah sore, tau! Lagian ngapain

kamu teriak-teriak?‛

Ternyata hanya mimpi...

‚Eh, adek. Kamu bikin aku kaget. Oke dee, tunggu bentar.‛ kata cewek yang rada malas

bangun itu.

Menunggu 5 menit, ia pun bangun.

***

Ia pun bergegas untuk membuka laptopnya. Tapi laptop yang sangat sering ia pakai itu

lenyap. Tidak ada di tempat biasa.

‚Dek, mana laptopku? Kok nggak ada?‛ tanya Asti.

‚Tadi ada di situ, kamu cari dulu dong yang bener!‛ kata adiknya yang lebih tegas itu.

‚Apaan dek, mana? Kamu aja deh yang cari. Aku puyeng banget dek.‛

Page 32: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

32

Biasanya kakak yang satu ini memang rada malas mencari barang. Seperti biasanya, ia

selalu minta bantuan adik atau siapapun yang ada di rumah.

Tapi untuk kali ini, adiknya tidak menemukan laptop miliknya.

Akhirnya ia yang mencari, tetap tak ada. Di setiap sudut kamar. Kamar adiknya. Ruang

tamu.

Ia baru teringat, tadi saat ia sekolah ada yang menyervis AC kamarnya. Apakah mereka

yang mengambilnya?

Tidak, tidak.

Tapi mungkin saja iya.

‚Mimpi jangan beneran dong!!! Plis deh.....‛

Mana karangan gue belom jadi... Belom ada apa-apanya...

***

‚Inspirasi, inspirasi. Datanglah ke otakku...‛ gumam Asti.

Ia mulai menulis, dan menulis. Sedikit demi sedikit apa yang ia alami. Pengalamannya,

pengalaman temannya, yang ia dengar...

‚Gue harap ini yang gue masukin ke lomba. Gue udah bingung, mau apa lagi yang gue

buat...‛ batin Asti.

Ia melihat satu bab yang sudah jadi itu. Tidak sesempurna yang ia bayangkan.

Biarpun itu, semuanya cukup memuaskan. Biarkan saja.

***

Waktu terus berlalu, 2 minggu tersisa. Persiapan semakin dimatangkan. Tetapi tetap,

laptop kesayangannya tak dapat ditemukan.

Apakah benar apa yang terjadi dalam mimpinya?

Berharap tidak semuanya. Tidak semuanya.

***

Hari terus berlalu. 1 minggu lagi pengiriman naskah ke penerbit.

Media sudah siap, ia sudah mengetik di laptop milik sahabatnya, karena memang benar

apa yang ada dalam mimpinya itu.

Page 33: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

33

***

Hari Rabu yang cerah, tanggal 19 Juni.

Seorang remaja dengan rambut panjang yang diikat ekor kuda itu berlari terburu-buru

menuju meja tempat Asti duduk, bersama Violet, sahabat karibnya.

‚Asti! Lo cepet jalan, lo dipanggil Bu Fiona! Cepet! Ada tuh, penting banget katanya.

Sana!‛ seru gadis itu. Namanya Vira, ia terkenal paling judes satu sekolah.

‚Iya sabaran dikit kek, sok galak lu...‛ Asti berkata dengan geram.

‚Apaan lu? Kata kata guru, bukan gue!‛ Vira kembali melawannya.

‚Ssst... diem. Pagi-pagi udah marahan. Gue temenin lo, Ti.‛ Violet, yang punya

kewajiban untuk menyelamatkan sahabatnya, berkata dengan marah.

Violet dan Asti berjalan menuju ruang guru.

‚Asti! ‚ seru Bu Fiona.

‚Iya Bu?‛ balas Asti.

‚Ibu pagi ini mendapat kabar, bahwa ibumu koma di rumah sakit. Saat kamu pergi ke

sekolah, ibumu masih baik-baik saja. Tetapi setelah beberapa menit, ia langsung pingsan,

tak tahu kenapa. Kemudian langsung dibawa oleh ayahmu ke rumah sakit, kata dokter

ibumu sakit jantung. Di luar ayahmu sudah menanti. Kamu disuruh pulang. Cepatlah. Ibu

akan laporkan ini kepada kepala sekolah.‛ kata Bu Fiona prihatin.

‚Iya Bu, terimakasih infonya.‛ kata Asti dengan setetes air mata.

***

‚Asti, kenapa?‛ tanya Violet.

‚Ini... Nyokap gue... Koma.....‛ Asti tak dapat menyampaikan pesan ini dengan jelas.

‚Koma? Terus lombanya?‛ tanya Violet.

‚Makanya itu.‛ kata Asti risau.

***

Ayahnya langsung mengantarnya pulang ke rumah, karena kondisi ibunya sangat

berbahaya.

‚Huh... Pengiriman karangan 3 hari lagi. Nyokap gue sakit udah ngerepotin. Gue harus

nungguin di rumah sakit kalo kondisinya udah sadar. Naskahnya tinggal dikirim doang…

Page 34: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

34

Tapi siapa yang nganter gue buat ngirimin? Gue pun gatau tempatnya... Haduhh...‛ pikiran

Asti melayang-layang kebingungan.

Asti mendesah. Ia kembali membaringkan diri di tempat tidurnya.

‚Laptop, nyokap gue, naskahnya... Jangan dong... Jangan sampe nyokap gue

meninggal...‛ batinnya.

***

‚Violet, bisa tolong gue gak? Tolong ya, kirimin ini. Naskah lomba gue. Lo ya. Gue… gue

gabisa. Gue harus ke rumah sakit setiap hari. Plis, ya.‛ kata Asti sambil berharap.

‚Mama papa gue kerja semua. Mau gimana? Gue juga ga bisa.‛ kata Violet murung.

‚Yahh... Terus mau gimana? Gue kemaren cek ke sana, malah makin memburuk,

bukannya membaik. Gue udah panik nih. Laptop ilang, masalah nyokap gue lagi... Rumah

kecolongan... Lengkap dah penderitaan keluarga gue...‛ bibir Asti melengkung ke bawah.

‚Udah, biar sekolah yang nganterin ini aja. Kan gapapa.‛ Violet mengusulkan.

‚Gue udah daftar, tapi katanya harus dianter sendiri.‛ kata Asti.

‚Yaudah, tanggal 22 kan? Gue tanya dulu deh.‛ ucap Violet dengan tampang tidak yakin.

***

Dua hari kemudian.

‚Sakitnya parah nggak Pa?‛ Asti bertanya.

‚Lumayan, udah hampir sembuh tuh. Besok Mama udah pulang.‛ Papa Asti yakin.

‚Yey... Nggak sia-sia ya Pa kita berdoa terus... Thanks God!‛ sorak sorai terdengar di

dalam kamar rawat inap itu.

***

‚Udah dikirim?‛ tanya Asti pada Violet.

‚Udah dong...‛ ujar sahabat yang paling setia itu.

‚Yey. Makasih banget... Mak gue udah sembuh, besok pulang, lhooo!‛ kata Asti dengan

ceria.

***

10 Juli.

Page 35: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

35

‚Pengumuman penting, pengumuman penting, yee!‛ Asti bersorak, setelah ia

melangkahkan kakinya menuruni kasur yang sangat empuk, yang menjadi favoritnya.

Langkah kaki yang lain pun mengikuti.

Perlahan ia membuka laptop ayahnya. Mengetik, mencari hasil perlombaan, dan...

Dan ia telah menemukannya.

‚Yey! Laptop baru!‛ Suara teriakan terdengar dari kamar.

***

Kini, ia menyadari kalau masalah dijalani dengan tenang, semua akan selesai...

Dan membawa kebahagiaan, seperti ia kini.

THE END

Page 36: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

36

Page 37: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

37

Want to be fame? You mustn’t forget all people

that help you in the past, first.

Sekuel Silverista

Sang Diva

KARYA R

Page 38: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

38

Hari ini, aku berdiri disini bersama diam, sepi, dan dingin.

Kemana kehangatan? Dimana kedamaian?

Aku telah mencampakkannya.

Oh ya, hai, aku Sesillia Verista.Mungkin kalian telah mengenalku, tapi sekarang kalian

tak mungkin mengenaliku lagi. Aku telah berbeda, jauh berbeda. Bukan pribadi Verista

penyuka warna silver yang bertunangan dengan Rafael Arvito yang amat baik, bukan si

kembang SMA tukang ngelamun yang bersahabat dengan Adynda Mutiarani. Bukan. Sekali

lagi kutegaskan, BUKAN.

Sekarang aku menjelma sebagai seorang pemenang audisi model SANG DIVA yang

cantik, elegan, sempurna, tapi kesepian. Ck, ini menyedihkan.

Rafa kesal denganku, aku terlalu mementingkan pekerjaan dan terkesan

mengabaikannya. Puncaknya, kami perang mulut dan akhirnya selama dua minggu

terakhir kami perang dingin.

Eoh.

Dynda telah kuabaikan jauh lebih parah.

Mengapa?

Maaf, aku sedang tak ingin menceritakannya.

Kupandangi gemerlapan lampu dibawahku, dari ketinggian kesepuluh apartemen

milikku.

Aku belum cerita ya, aku telah lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas

Airlangga dengan peringkat cum laude. Sempurna? Ya, seandainya…

Cukup, aku tak mau memikirkannya lagi.

Kembali kutatapi gemerlapan cahaya malam perkotaan, dari apartemen pribadiku ini.

Kebetulan, jadwalku sepi dan aku pun keSEPIan.

Sungguh, aku menyesal mengikuti audisi itu. Karenanya, aku kesepian.

Jadwalku padat, tapi relung hati dan jiwaku kosong pun hampa.

Sejak mengikuti audisi model itu, aku menjadi seorang model papan atas. Pantas saja

jadwalku sibuk.

‚Ting tong,‛

Page 39: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

39

Aku menegang. Siapa? Pikirku.

Kubangkit dari dudukku. Berjalan ke arah pintu, memegang gagangnya, dan

membukanya…

Dia, Rafa.

Ia langsung masuk dan duduk di sofa ruang tamu.

‚Gue mau ngomong,‛

Perlahan, aku menengang. ‚Ya.‛

‚Dan gue ga pengen ini berakhir dengan perang mulut.‛

‚Ya.‛ Mulutku tak dapat mengeluarkan kata lain.

‚Gue pikir, kita perlu nenangin diri dulu.‛

‚Ya.‛

‚Jadi kita perlu rehat sementara dari hubungn kita.‛

‚Ya.‛Tapi kemudian aku tersadar dan tergeragap. ‚Kenapa?‛

‚Lo perlu intropeksi diri.‛ ucapnya seraya tersenyum agak pahit. ‚Yah, oke. Bye. Sampe

ketemu setelah lo nyadar apa salah lo.‛

‚Ya.‛

Setelah dia keluar dari apartemen pribadiku, aku baru tersadar bahwa aku melakukan

suatu kesalahan bodoh yang besar. Kenapa aku selalu bilang ‘ya’?

***

Aku menghembuskan napas panjang, lagi dan lagi. Bukan berarti sekarang aku merasa

lega.

Oke, sekarang aku kembali sendiri dan kesepian.

Apakah kalian ingin tahu, apa yang terjadi padaku dan Dynda?

Baiklah.

Ini semua dimulai dari salah paham dan diperparah kecuekanku sebab kesibukan yang

meninggi.

Jadi begini.

Page 40: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

40

Dynda melihatku berjalan bersama seorang lelaki dan menganggap aku mengkhianati

sepupunya.

Hei, tunggu dulu, jangan menyalahkanku! Sudah kukatakan, ini salah paham. Lelaki itu

seorang sutradara yang menawariku untuk membintangi sebuah film. Tapi kutolak, karna

seperti yang kalian tahu, aku sangat sibuk oleh profesi model. Dan... Kesalahpahaman terus

berlanjut. Aku tidak tahu kesalahpahaman Dynda dan tak akan pernah tahu kalau saja July,

sahabatku lainnya yang juga sahabat Dynda, mengatakannya padaku.

Lalu... Apakah Rafa tahu?

Tidak. Meski karna kesalahpahaman itu Dynda kecewa dan menjauhiku, ia bukan tipe

menusuk-dari-belakang. Ia bukan musuh dalam selimut, bukan, dia bukan pengkhianat.

Ah, ya. Aku menjelaskan pada July segala kesalahpahaman itu dan July memercayaiku. Ia

berusaha menjelaskan pada Dynda, tapi Dynda yang terlanjur kecewa tidak mau

mendengarkannya.

Aku memejamkan mata. Mengingat saat July datang kesini.

‚Ver, gue udah berusaha jelasin ke Dynda segalanya. Tapi dia gak mau dengerin segala yang

menyangkut nama lo. Sori,‛

Aku tersenyum. ‚Gak, harusnya gue yang minta maaf. Gue terlalu sibuk, ngabaiin sahabat.

Harusnya gue yang jelasin, bukan lo,‛ ucapku. Kuremas tangan July. ‚Thanks, atas pengertian lo

yang gue butuhin banget.‛

July mengulas senyum. Ia menepuk bahuku. ‚That’s what best friends are for, sob,‛

Aku ikut tersenyum.

Saat itu, aku sangat mengingatnya. Raut penyesalan July yang terekam menambah

sesalku, menggalinya lebih dalam.

Ah.

‘Ting Tong,’

Sekejap, aku membeku, otakku bertanya-tanya. Siapa?

Beberapa detik kemudian aku tersadar. Langsung aku melangkah ke arah pintu dan

membukanya.

July.

Ada apa?

July melangkah masuk. Senyum mengembang di wajahnya. Aku menatapnya heran.

Page 41: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

41

‚Ada apa, Ly?‛

‚Gue berhasil membuktikan ke Dynda kalo lo dan dia salah paham!‛

‚Dia percaya ke gue?‛

‚Ya. Persahabatan kita kembali lagi.‛ Senyum July makin lebar.

‚Astaga, thanks, Ly! Harusnya gue yang jelasin, bukan lo. Thanks banget!‛

‚You know…‛ ucap July. ‚That’s what…‛

‚… best friend are for!‛ potongku. Kami tertawa.

‚Oke, jadi lo tenang aja Ver. Ahahaha,‛

Malam itu, aku dan July bercengkrama dalam tawa.

***

Aku bangun dengan senyum tergambar di wajah. Segala yang terjadi semalam

membuatku berseri, tentu saja.

Beberapa menit kemudian, aku selesai mandi dan sarapan. Umm, ada schedule apa aku

hari ini? Kulirik kalender meja.

Pemotretan untuk majalah The Fashion.

Hanya satu. Baguslah, aku bisa meminta maaf pada orang yang telah terabaikan olehku.

Srekkk

Aku membuka tirai jendela. Huah, segar sekali udara ini. Kapan terakhir aku

merasakannya? Kurasa sudah beberapa bulan lalu.

Dari apartemenku, aku bisa melihat aktifitas orang-orang berlalu lalang. Tapi karena

halaman apartemenku yang sejuk dipenuhi pepohonan, aku bisa merasakan kesegaran yang

lama tak kurasakan karena terkungkung dalam penjara kesibukan.

Kurasa aku harus mengurangi job. Aku ingin menikmati hari seperti sebelum aku

menjadi model.

Kubiarkan tirai terbuka. Udara kebebasan ini menyenangkan hati.

Jam menunjukkan pukul 7 pagi. Pemotretanku pada jam 8. Manajerku kurasa sudah

menunggu. Aku segera melangkah kebawah.Sebelum melangkah, aku kembali ke jendela.

Kuhirup lagi dalam-dalam udara sebelum menutup jendela dan tirainya.

Page 42: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

42

Srekkk

Hatiku terasa lapang dan lega.

***

Kurenggangkan otot-ototku. Lelah? Tentu saja. Tapi bibirku masih merekahkan senyum

yang sama sejak pagi.

Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi.

Senyumku lenyap. Kenapa nomor Rafa sibuk? Kucoba sekali lagi. Tetap sama.

Kenapa dia? Sangat kesalkah padaku hingga mengabaikanku?

Aku beralih ke nomor Dynda.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.

Hya, ini lagi. Tidak aktif?

Handphoneku berdering. July? Ada apa? Apa dia mau mengabarkan kalau Dynda

kembali tidak memercayaiku? Ah, tidak! Jangan sampai.

‚Halo?‛

‚Ya, July?‛ tanyaku.

‚Lo lagi sibuk?‛

‚Ngga, lagi free. Ada apa?‛

‚Ke kafe ‘Caca O’ ya!‛

‚Ngapain?‛

‚Lo kira mau ngapain? Ya ketemuan lah! Sampai nanti!‛ klik.

Kafe ‘Caca O’?

***

‚Gue udah di depan, Ly.‛

‚Masuk lah! Ke meja nomor 11!‛

‚Oke.‛

Aku melangkah masuk. Kulihat July duduk tenang di salah satu meja.

Page 43: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

43

‚Hei!‛ lambainya.

‚Oh, hei!‛ Kafe ini memang sepi, atau hanya perasaanku saja?

July tersenyum sangat manis sampai aku curiga.

Pet!

Semua lampu mati. Ck, generator kafe ini gimana sih? Apakah tidak kuat? Kenapa

lampunya mati? Kenapa juga huh, July memilih tempat ini?

Hening menguasai tempat ini.

Tiba-tiba beberapa suara yang familiar denganku terdengar.

‚Selamat ulang tahun, kami ucapkan,‛

Aku menoleh.

Ada Dynda, beberapa kawan SMAku, dan… Rafa. Mereka tersenyum membawa kue tart

yang cukup besar dengan lilin diatasnya.

Mataku terbelalak. Kaget? Terkejut? Sudah tentu. Senang? Bahagia? Sangat!

Hampir saja air mataku jatuh. Terharu, tepat. Senyum terlukis di bibirku.

‚Thanks,‛ suaraku nyaris tak terdengar.

‚Tiup lilinnya, dong!‛ pinta Dynda seraya merekahkan senyum lebar. ‚Make a wish!‛

Aku meniup lilin pelangi berbentuk angka 21, sambil mengucapkan permohonan. Berkati

persahabatanku yang indah ini Tuhan… Terimakasih, Amin.

‚Hehe, gimana?‛ Rafa cengengesan.

‚Ih! Kalian mau bikin gue jantungan ya!‛ jariku menuding.

Senyum usil tercetak jelas di wajah tertuduh. ‚Kita cuma pengen nyadarin lo dari

kesalahan lo! Kita bosen diabaiin. Lo udah tau rasanya, kan?‛ tanya Dynda lembut.

‚Sori, ya,‛ ucapku tulus. ‚Thanks udah mau nyadarin gue. Thanks kejutannya,‛

‚Masih ada, lho!‛ July menyeletuk. Ia, Dynda, Rafa, dan kawan-kawanku mengeluarkan

sesuatu.

‚Gift for our Model Princess!‛ seru mereka kompak.

Page 44: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

44

‚Astaga, thanks!‛ tatapanku menyapu kotak-kotak kado warna-warni itu. ‚Thanks!‛

ucapku lagi, memeluk Dynda, July, tiap kawanku, dan yang terakhir, Rafa. ‚Makasih,‛

lirihku.

Sorakan ‘Cieee…’ menggema di penjuru kafe. Aku tersenyum lebar. Beban berat batinku

terangkat. Siang nan cerah itu kami akhiri dengan tawa ceria.

Our friendship can’t be erased, always and forever…

THE END

Page 45: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

45

Be honest.

Cerpen Freelance

Sebuah Kejujuran

KARYA LISIA OKTAFIANI

Page 46: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

46

Andi adalah siswa kelas VI di SD Nusa Bangsa. Sehari-hari ia dikenal sebagai sosok yang

lincah, baik, sopan dan pandai bergaul.

Pada suatu hari, kelas Andi mendapat ulangan mendadak. Namun, Andi sangat tenang

karena semalam ia telah belajar. Dan hasil yang ia dapatkan amat memuaskan. Ia mendapat

nilai sempurna, 100.

Sepulang sekolah…

‚Andi!‛

‚Kenapa, Van?‛

‚Main futsal yok!‛

Andi kebingungan, di satu sisi dia ingin bermain futsal, tetapi besok di kelasnya

diadakan ulangan.

‚Em, gimana ya bro? Besok kan ada ulangan!‛

‚Elah, udah, lo kan pinter, ga belajar juga bisa!‛

‚Ah, elo! Ya udah deh! Yok!‛

Sepulang dari bermain ia langsung mandi dan belajar. Ia hanya sempat belajar 30 menit

untuk ulangan besok. Karena kelelahan ia pun tertidur di meja belajarnya.

***

Di sekolah…

‚Halo bro! Udah belajar?‛

‚Yoo! Ulangan bab 3 kan?‛

‚Yee, bukan bro! Bab 4!‛

‚Elah, bercanda lo!‛

‚Iya, bab 4, tau! Tapi gue sih ga belajar. Kemaren pulang gue langsung tidur!‛

‚Anak-anak,‛ Bu Ria muncul di ambang pintu. Kontan anak-anak langsung ketar-ketir

lari ke tempat mereka masing-masing. Bu Ria menggelengkan kepala.

‚Kalian sudah siap ulangan?‛

‚Belum buu!‛ Dengan kompaknya, satu kelas berteriak.

Page 47: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

47

‚Ibu tidak peduli! Kemarin ibu sudah bilang bukan ada ulangan? Ayo, semua masukkan

buku kedalam tas!‛

Kelas langsung rebut dipenuhi suara kertas dan keluhan anak –anak. Beberapa detik

kemudian, suasana sunyi.

‚Baik, kalian sudah siap? Oke!‛ Bu Ria membagikan kertas yang sudah berisi soal.‛

kerjakan langsung di kertasnya!‛ Bu Ria kembali ke meja guru.

Andi kaget bukan kepalang. Ternyata perkataan temannya benar, ulangan bab 4. Dengan

perasaan was-was ia menulis jawaban seingatnya.

Beberapa menit kemudian…

‚Oke, ibu tinggal dulu!‛ Bu Ria meninggalkan kelas. Setelah guru mereka berjalan agak

jauh, kelas langsung dipenuhi bisik-bisik. Banyak yang malah dengan terang-terangan

membuka buku mereka dan menyontek. Sebagian melihat milik teman mereka. Meskipun

sedang terdesak, Andi tidak mau menyontek seperti teman-temannya yang lain.

Dua hari kemudian hasilnya dibagikan.

‚Andi,‛

Andi berjalan ke depan. Memegang kertasnya, ia tersentak. Ia sangat kaget! Ia mendapat

nilai 90.

Setelah semuanya dibagikan, Bu Ria berjalan ke tengah kelas. ‚Kalian tahu? Ibu tahu

bahwa dua hari yang lalu, kalian semua menyontek,‛

Terdengar jeritan tertahan dari penjuru kelas.

‚Kecuali empat orang. Fira, Annie, Ressa, dan… Andi. Ibu tau semuanya. Bagi ibu, empat

orang ini sangat baik karena mereka jujur, tidak mencontek. Dan untuk Andi,‛ ucap Bu Ria.

‚Kamu satu-satunya anak lelaki yang jujur. Terimakasih atas kejujuran kamu. Kalian juga,

terimakasih Fira, Ressa, Annie.‛ Bu Ria tersenyum. ‚Dan untuk yang menyontek, siap-siap

saja kalian ulangan lagi.‛ ucap Bu Ria ringan sambil menuju meja guru. ‚Oke, buka bab 5.‛

Andi masih dengan tidak konsentrasi membuka bukunya. Ia mendapat 90 tanpa belajar

dan menyontek! Menurutnya, itu pencapaian menakjubkan.

Dia menceritakan semua kejadian itu pada ibundanya tersayang. Ibunya

mengembangkan senyum dan berkata, ‚Makanya, kamu harus ngambil hikmah dari

kejadian ini,‛

‚Iya bunda, aku mengerti,‛ jawab Andi masih dengan wajah berseri.

Page 48: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

48

Sang bunda berucap lagi, masih dengan tersenyum bahagia atas kejujuran anaknya,

‚Kalau kamu ingin lulus, kamu harus belajar dengan sungguh-sungguh karena sebentar lagi

sudah ujian kelulusan.‛

‚Iya bunda, aku akan inget nasihat bunda.‛

***

Sejak kejadian itu, Andi semakin tekun belajar dan pada saat pengumuman kelulusan,

Andi lulus dengan nilai tertinggi dan paling memuaskan.

Sambil menerima penghargaan atas kepandaiannya, seraya menyunggingkan senyum

Andi membatin, jujur itu benar-benar indah dan berharga.

THE END

Page 49: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

49

There’s nothing strange action inside love. But the

strange thing is the love.

Notes

KARYA R

Page 50: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

50

Aku memandangi benda di tanganku yang sejak setahun lalu menarik perhatianku.

Sebuah notes.

Bukan buku catatan kecil biasa. Ini buku yang imut, berwarna pink dan krem.

Sampulnya bergambar kupu-kupu bersayap ungu. Dilengkapi pena mungil berbulu lembut

dan berbentuk bintang yang harum. Tiap helai kertasnya semerbak wangi mawar.

Menakjubkan bukan. Paling tidak bagiku.

Dan karena itulah harganya juga mengejutkan.

Harganya nyaris sama dengan jumlah uang makanku selama dua bulan. Dua ratus ribu.

Hanya untuk notes dan bolpoin. Waw.

Aku memang tidak membelinya, uang sebanyak itu lebih baik kugunakan untuk makan

sehari-hari. Sampai seseorang mengirimiku benda ini kemarin, yang kuterima dengan

bertanya-tanya...

Siapa?

Itulah, aku juga tidak mengerti.

Aku sedang duduk di teras sambil membaca. Tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah

paket. Paket itu disertai kertas yang tertempel rapi dengan tulisan rapi juga berwarna pink

berkilau akibat glitter.

For my lovely, Aranatasha Mariena. Love you. Hope this lil’ gift can make you smile.

Sincerely,

someone.

Aneh. Siapa juga yang rela memberikanku benda ini? Apakah salah satu dari cowok yang

mengejar-ngejarku selama ini?

Oya, karena notes aku lupa memperkenalkan diri. Aku Aranatasha Mariena, siswi

Geregana Senior High School.

Panggil saja aku Tasha. Nama bekenku sih Natasha Marie. Aku termasuk cukup populer,

selalu mendapat peringkat 5 besar. Aku juga selalu memenangkan event kecantikan dan

kepandaian di sekolah.

Kubuka paket itu, dan aku menemukan notes.

Page 51: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

51

Ah.

Aku membuka notes itu. Isinya...

Tulisan lagi.

Sweetie...

You want know who’s me?

If yes, come to International Resto, your favour resto. Come on January 12th, on 7 pm. I’ll

wait you on 12th table.

Love,

RW, your stalker.

PS: Please come, if you want. I wait you.

Nah lho. Siapa ya?

Tapi rasa penasaranku sudah sampai di ubun-ubun. Aku harus kesana.

***

Dress satin biru dan sepatu putih yang kukenakan tidak mampu menyerap rasa

gugupku. Siapa sih, orang itu? Apa yang menyebabkanku mendadak mau memenuhi

undangannya? Tiba-tiba aku meragu.

Nomor 12.

‚Permisi?‛

‚Ah, Tasha! You’re coming!‛

‚Yea...‛

‛Silahkan duduk!‛

Aku duduk dengan gugup. Di depanku duduk the most wanted boy di sekolahku! Huah,

aku sangat gugup.

Page 52: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

52

‚Mau pesan apa?‛

‚Em, it’s up to you.‛

‚Oke, waitress!‛

‚Yes, mister?‛

‚Okay, two International Salad for starter,‛

‚Okay,‛

‚Two International Special Steak for maincourse,‛

‚Yes,‛

‚And two banana split ice cream for dessert.‛

‚Okay, sir. The drink?‛

‚What are you want, Tash?‛

‚Me? Oh,‛ aku membaca menu, ‚Just Strawberry milkshake.‛

‚Okay, one strawberry milkshake and one Japan Jasmine Coke Tea.‛

‚Okay, please wait a minute, sir.‛ Waitress itu tersenyum padaku dan Raf. ‚Kalian cocok

lho,‛ Waitress itu menggoda kami singkat seraya mengembangkan senyum, lalu berjalan

menjauhi meja.

‚Hei,‛ Raf memanggilku.

‛Em?‛

‚Apa yang sedang kaupikirkan, Tash?‛

‛Nothing.‛

‚You’re lie.‛

‛Yah, what am I think? I just think, why...‛

‚Did you suprised when know who’s give you the gifts?‛

‚Yeah, that’s it.‛

‛Haha. Emm, Tasha, are you know what am I think right now?‛

‚No, I’m not a mind-reader girl.‛ Aku tertawa kecil. Raf pun tertawa.

Page 53: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

53

‚Yeah, I know. I want to say to you, I...‛

‚Excuse me… There are your order, sir.‛

‚Oh okay, thank you.‛

‛You’re welcome.‛ Waitress itu kembali ke pantry.

‚Okay, let’s eat. I think you’re hungry,‛

‛Little bit.‛ Aku menatap makanan-makanan itu ragu.

‚Just calm and eat, I’ll pay it.‛

‚Hehe.‛ Aku tertawa kecil melihat Raf mengetahui masalahku. Aku menggeser sepiring

salad ke hadapanku. Dengan hati-hati, aku menyendok salad itu. Kulihat Raf mulai

menyentuh saladnya. Disusul maincourse steak dan dessert ice cream. Aku menyeruput

milkshake-ku. Raf pun meminum Coke Tea-nya.

‚Already, Tash?‛

‚Yeah.‛

‚I want to say something.‛

‚Yah, silahkan.‛

‚I love you.‛ Lalu dalam sekejap dikecupnya keningku. Aku terkejut memandang Raf.

‚Aku ngga bercanda. I’m serious.‛

‚No, you were kidding.‛

‚Please trust me.‛

Aku memandangnya. ‚I’m not sure.‛

‚Can I prove it?‛

‚Go ahead.‛

CUPS

‚Are you trust me?‛

Aku membeku. Di tempat. Bagaikan es. Raf mencium bibirku! Oh, please, that’s my first

kiss. Give it back! gerutuku. Tapi anehnya, ada bagian dalam hatiku yang ngga keberatan

sama sekali.

Page 54: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

54

‚Who are you?‛ tanyaku spontan. Mendadak aku yakin, aku mengenal dirinya sebelum

tahu nama Rafael Williamson.

‚I? I’m Rafael Williamson. Why?‛

‚Full name, please.‛

‚That’s the full name.‛ Ia sedikit tertawa.

‚Don’t lie to me.‛ Kepalaku menggeleng.

‚Oke. I’m Rafael Derico Nandro Will...‛

‚Eric. You’re Derico Nandro, right?‛ Sepasang mata didepanku membesar.

‛Do you... Shara?‛

Aku tersenyum dan mendesah. ‚Yes. Shara or Shasa, or Nat,‛

‚Oh!‛

‚Kamu ngga tau kan? Aku ada selama kamu di Perancis? Tapi dari Perancis kemudian

kamu hilang tiba-tiba. Kamu lenyap! Akhirnya aku balik ke Indonesia. Dua tahun kemudian

kamu datang tanpa kukenal...‛

‚I’m sorry. Suddenly, my dad should go from France to America. Aku ngga sempet pamitan...‛

‚Juga, kamu ngga berusaha mencariku, Shara, begitu pulang dari sana...‛

‚I’ve already search you! But I didn’t find you...‛

‚Karna kamu ngga hapal nama lengkapku. Kamu bukan sahabatku. Bahkan nama

lengkapku kamu ngga hapal. Kamu...‛ Aku emosi.

‚Sori, I’m so sorry Tash. I didn’t mean like th...‛

‚Ah, already all. Thanks for all, Rafael Williamson.‛ Aku memandangnya tajam sambil

beranjak pergi.

‚Wait! Tasha,‛ panggil Raf. Tapi aku tak berbalik. Sampai di depan resto...

‚Tasha!‛ seseorang menarik tanganku sampai tubuhku berputar 180 derajat, dan,

menciumku. Raf! Lagi-lagi

‚Just want to give you that.‛ Ia memberikan sesuatu padaku, berbalik, dan hilang.

Aku melongo. Kemudian tersadar. Kutatap benda yang ada di tanganku.

Notes.

Page 55: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

55

***

I’m sorry, Aranatasha Mariena.

Ia hanya menulis itu saja? Aku membalik halamannya.

Lovely Tasha,

Aku ngga tau kamu bener2 Shara. Aku minta maaf atas semuanya. Ada yg perlu km tau, kalo

aku, udah jatuh cinta padamu sejak awal kt shbtn. I love u.

Love, Raf.

Ckck. Itu pasti baru dia tulis tadi, makanya berantakan tulisannya. Dia pasti buru-buru.

Dan aku yakin dia ngga serius cinta sama aku sebagai Tasha. Dia hanya ingin membuat

sensasi. Hatinya kan udah diambil aku sebagai Shara. Aku mengetahuinya dari dulu, dari

sahabat kami lainnya, Alex.

Ya... Kalau dia masih jadi Eric, aku pasti menerimanya. Tapi sifatnya, kuyakin, telah

berubah. Darimana aku tahu? Dari perilakunya yang mulai dirasuki roh ke-playboy-an.

HUAH.

Kepalaku hampir pecah mengingat kejadian tadi. Apa yang harus kulakukan? Tanganku

mengambil notes yang diberikan langsung padaku tadi.

Ya, dia memang anak orang kaya.

Aku membalik halaman notes lagi. Hey? Tulisan ini rapi. Pasti ditulis sebelum tadi.

I love you.

Satu kalimat sederhana. Menyodok hatiku.

Pasti alam bawah sadarnya mengerti ia sudah mencintaiku.

Meski tadinya ia berpikir ia tak tulus, nyatanya hatinya...

Tulus.

Kepalaku masih saja berdengung memikirkan peristiwa kemarin. Ya, kemarin. Kepalaku

nyaris pecah rasanya. Hari ini kembali masuk sekolah, apa yang harus kulakukan?

***

Page 56: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

56

‚Kak Tasha!‛ Aku menoleh. Benar, kan. Fansku berjejer.

‚Iya?‛

‚Buat kakak,‛

‚Makasih,‛

‚Bukan dari aku, kak. Kalo dari aku ini.‛ Ia mengulurkan sebatang coklat.

‚Oh? Lalu ini dari?‛

‚Katanya nanti kakak tahu kak. Udah ya kak,‛ adik kelas itu lari. Ck, ck. Siapa? Fans?

Gak mungkin, mereka pasti langsung memberikannya padaku.

***

Pulang. Kubuka paket itu. Notes. ASTAGA, sungguh. Bukan notes seperti kemarin. Ini

pasti Eric, maksudku Raf.

Hey, Tash. I mean, Shara.

Okay, I don’t know how to talk with you, so I give it by our junior.

At all. I don’t know, I don’t know! First, I want to give you know. Yeah, I think you can

guess.

I just wanna make sensation.

Aku berhenti membacanya. Benar, kan?! Tapi tak urung aku melanjutkan membaca.

Don’t angry. Okay, it’s at first. Then I know you, is my old best friend, I want you know...

Kosong? Mana lanjutannya? Aku membalik lembarannya. Kosong. Hanya segitu?

Kubalik lagi. Kubalik terus, sampai mataku menangkap tulisan.

I love you.

Page 57: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

57

Whu-whow. Jantungku –entah mengapa—berdetak cepat.

Oke Shara, kamu menemukan tulisan tadi kan? Kali ini aku tulus, sweetie. Aku tidak

menulisnya untuk membuat sensasi, you must trust me. I don’t know why, but I love you. Sejak

kita bersahabat, Manis. Yeah, that’s all.

Raf

PS. Or you can call me Eric, if you want.

PSS. Sorry, it isn’t the Louise Notes.

PSSS. ‘re you want I go from ‘ur life? You must choose: let me go from ur life or meet me

now. If you choose the first, don’t go, don’t meet me. But if no...

Meet me on ‘A Little’ Cafe. Now on! I wait you.

Sekarang? Dia serius?

***

Yang mana yang kupilih? Entahlah.

Aku tidak berdandan sama sekali. Mungkin masih kesal? Padahal jika ini keadaan biasa,

aku bisa saja sudah berdandan Karena tahu akan bertemu the most wanted boy. Kukenakan

kaus putih dan celana jeans, itu saja.

Aku berjalan perlahan. Itu dia. Aku segera duduk di hadapannya.

‚So...?‛

‚Not at two.‛ Aku mengangkat bahu.

Pelayan kafe mendekat. ‚Ada yang bisa saya bantu?‛

‚Segelas caramel macchiato.‛ jawabku singkat.

‚Samakan saja.‛ ujar Raf.

Page 58: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

58

‚Baiklah, silahkan tunggu,‛

Raf menatapku. ‚Kamu harus memilih, Natasha.‛ desisnya pelan.

Aku balas menatapnya. ‚Apa yang kamu harapkan?‛

‚Kamu sudah datang ke sini. Berarti kamu akan mempertahankanku dalam hidupmu,

kan, Sha-sha?‛

Ah, ah. Sha-sha. Sudah lama sekali aku tidak mendengarnya.

Raf memandangku penuh harap.

Aku balik menatapnya serius, dan tersenyum. ‚Benar, Eric. Dan aku tidak akan

membiarkanmu pergi lagi.‛

‚Thanks,‛ Raf tersenyum manis dan menyelipkan jemarinya pada jemariku. Kami saling

pandang dan melempar senyum satu sama lain.

Senyum penuh arti: aku tak akan melepaskanmu lagi.

THE END

Page 59: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

59

Coz’ friendship is so unreasonable.

Frenemies

KARYA L

Page 60: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

60

Marina berjalan ke ruang yang begitu sunyi. Kemudian ia duduk dengan perlahan…

menuju sofanya yang sangat nyaman. Merenung. Melamun.

Entah apa yang dipikirkannya…

***

‚Bingung dah gue sama mereka. Apa pada nggak tau malu ya?‛ pikirnya sambil

memurungkan mulutnya yang penuh dendam itu.

Biasa, sudah biasa.

Terlalu biasa baginya.

‚Rafirra, Cervinna, Oktavy… Ada ada saja mereka ini. ‚ batinnya lagi.

Sahabat yang sudah lama, sangat lama. Marina sudah sangat akrab dengan mereka.

Tetapi, satu hal. Pertikaian sahabat.

***

‚Nak, sini. Kamu ini, merenung aja kerjaannya. Kenapa sayang? Kamu ceritakan saja ke

Ibu.‛ Ibunya memanggil Marina dengan suara yang lejbut.

‚Ah Bu, aku nggak papa kok. Nggak ada masalah.‛ jawab Marina dengan suara lemah.

‚Ya sudah, daripada kamu merenung, ayo bantu Ibu mengangkat jemuran.‛ ajak ibunya.

‚Iya deh Bu.‛ Marina mengangguk pelan.

***

‚Hhh. Sekolah lagi, gue males ada mereka…‛

Sekolah yang biasanya menjadi santapan yang paling enak bagi Marina, kini terasa

hampa. Tidak ada lagi yang membuatnya tertarik. Pelajaran semuanya seakan menjadi

tembok untuknya melangkah.

Teman teman juga dirasa tak ramah lagi padanya. Apalagi perasaannya. Sakit sekali

untuk merasakannya.

***

Sekolah, 09.00

‚Hey Marina! Lu hobi ya pake hand body? Nama lu aja Marina! Sukanya hidup di air

haha… Kita tuh manusia darat ye asal lo tau. Lu manusia air, hidup sonoh sendiri di air…‛

ejek Cervinna.

Page 61: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

61

Marina Kaira Putri, itu nama lengkapnya. Ibunya memberi nama Marina karena ibunya

sangat menyukai pantai, dan air. Dan tak heran, bakat Marina adalah berenang dan

olahraga air. Jadi selama Marina bersahabat dengan Cervinna, Marina sering berenang di

kolam renang pribadi Cervinna yang sangat besar .

Tak heran Cervinna meledek seperti itu.

‚Ehh… Maaf ya, kita itu sahabat, kok lo jadi kaya gini ya Cer? Sahabat penghianat sih

iya, tapi kalo sahabat tuh ga ada yang kaya gini tau!‛ Marina membalas pelan.

‚Hidup hidup gue. Masalah gue sahabat lu apa bukan, itu masa lalu. Sekarang ya

sekarang! Kalo lo masih nganggep gue sahabat lo, berarti lo masih hidup di masa lalu…‛

Cervinna, dengan statusnya yang baru, sebagai musuh sementara Marina itu langsung pergi

meninggalkan Marina.

‚Duh, salah gue apa? Kok bisa bisanya kaya gini? Anak-anak lain aja ngacangin gue?‛

Marina bertanya dalam hatinya.

***

‚Apa dunia udah kebalik? Apa nggak gue yang lagi kena batunya? Apa gara-gara gue

ngambil pacarnya si Cervinna? Kan udah gue putusin tuh dianya… Terus salah gue apa?‛

Marina bingung, apa yang harus ia lakukan.

Hingga suatu hari semuanya menjadi jelas.

Semakin kelihatan dan ketahuan, apa yang ada dibalik semuanya.

Marina merebahkan diri di kasurnya. Main hp, online… Well, itu sudah kegiatan sehari-

hari yang dimilikinya. Tapi tidak untuk siang ini. Ia hanya bisa merenung saja.

***

Sekolah, 10.00

‚Eh friends, gue salah apa ya? Lo pada gituin gue,‛ kata Marina dengan kesalnya.

‚Hahaha pertanyaannya. Ya ampun deh. Lo kayak kurang kasih sayang aja ya,‛ jawab

teman temannya diikuti tawa. Melihat itu, Marina langsung pergi dengan muka marah.

***

‚Eh denger denger, si Marina lagi suka sama seseorang,‛ bisik Cervinna kepada Octavy.

‚Siapa, siapa?‛ tanya Octavy.

Page 62: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

62

‚Itu tuh, lu tau kan anak tukang sampah itu? Haha beneran loh, si Popo,‛ kata Cervinna

meledek.

‚Hah masa?‛ tanya Rafirra ragu.

‚Iyaa,‛ kata Cervinna penuh keyakinan.

Tanpa mereka sadari, Marina mendengar pembicaraan mereka.

‚Ih mereka makin ga bener aja ahh...‛ pikir Marina.

***

Siang semakin panas. Anak-anak sekolah semakin tangguh, ya karena mereka sudah

tidak takut panas lagi, apalagi kulit yang hitam. Mereka malah semakin senang bermain

panas-panasan. Angin sepoi sepoi mulai bertiup di tengah panas yang menyiksa sebagian

orang.

‚Marina!‛ suara nyaring memanggil namanya.

Marina menoleh ke belakang.

‚Cervinna? Kenapa?‛ tanya Marina.

‚Gue udah ngomong sama Rafirra sama Octavy. Begini. Kalo lo mau balik sama kita, lo

harus lakuin beberapa tantangan dari kita, oke? Kalo lo berhasil lo boleh balik, tapi

inget. Warning, caution. Kalo lo gagal, lo ga bisa balik secara langsung. Lo baru bisa balik

kalo kita udah maafin lo. Itu pun ada syarat-syaratnya. Ngerti? Awas ya lu ga ngerti.‛ kata

Cervinna dengan nada mengancam.

‚Kalo itu mau lo, gue ikut.‛ Marina menyetujui.

‚Ya udah. Lo baru akan jalanin itu mulai besok pagi. Oke?‛ kata Cervinna lagi.

‚Iya deh,‛ jawab Marina.

***

‚Kriing... Kriing... Kriing...

‚Apa sih, berisik banget,‛ pikir Marina.

Marina kembali melanjutkan tidurnya.

Kriing... Kriing... Kriing...

Iih, apaan sih? Gue udah enak-enak tidur, nih berisik banget dah.‛ Marina kesal, karena

ia sendiri kemarin tidak memasang alarm.

Page 63: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

63

Kriing... Kriing...

Tiba-tiba alarm itu mati.

‚Kak, bangun! Woy, udah jam 6 kurang loh,‛ adiknya yang bernama Tania memanggil

Marina dengan keras. Rupanya tadi suara alarm Tania.

‚Eh, Tania! Iya?‛ Marina kaget. Ia lupa kalau hari ini ia bertugas doa, dan pastinya ia

tidak boleh terlambat.

‚Iya kak! Cepet mandi, nanti Kakak telat loh,‛ adiknya mengingatkan.

‚Iya deh dek,‛ Marina menjawab dengan bernada mengantuk.

Sebenarnya, Marina kemarin malam tidak bisa tidur, karena masih teringat pada masalah

Cervinna dan kawan-kawannya itu. Tantangan apa yang harus ia lakukan pada hari ini,

apakah ia bisa melakukannya, hal seperti itulah yang masih menyangkut di benaknya.

***

Sekolah, 09.00

‚Eh temen-temen, liat deh. Tuh dia udah dateng,‛ seru Cervinna.

‚Siapa?‛ tanya Rafirra.

‚Itu tuh, yang tadi telat… Hahaha masa petugas doa telat sih? Ditelat-telatin biar makin

malu gitu? Hahaha,‛ kata Cervinna dengan girang.

‚Hai,‛ sapa Marina.

‚Eh elo, tumben ya telat. Lo kan biasanya dateng duluan. Apa lo takut sama tantangan

hari ini, gitu?‛ Cervinna meledek.

‚Nggak, gue telat karena, ya kemaren gue pulang malem, ada acara keluarga kemaren

soalnya,‛ jawab Marina.

‚Yaudah deh, kita mulai aja. Hal pertama, lo harus berani nembak cowo gue. Gapapa,

gue Cuma mau tau aja lo berani ga kaya gitu. Pokoknya pulang sekolah lo langsung nembak

dia. Kalo diterima, oke lo boleh back, kalo ditolak…you failed. Inget! Lo harus nembak cowok

gue yang KETIGA.‛ Cervinna menjelaskan.

‚Yang ketiga? Siapa dia?‛ Marina bertanya.

‚Kepo deh anda. Orangnya bukan yang dulu.‛ jawab Octavy.

‚Udah, cukup? Oke. Yang kedua apa Ra?‛ tanya Cervinna.

Page 64: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

64

‚Mmm... gini. Dulu kita suka main di sana kan, deket tebing itu? Nah, lo hari ini harus...‛

Rafirra berpikir-pikir. ‛Oh nggak! Gini-gini. Yang gampang aja deh. Ini ga seserius

Cervinna. Lo isengin satu cowok nakal di kelas lo. Itu aja,‛ kata Rafirra.

‚Hmm, Ra, kayanya lo kemaren ga bilang kaya gini deh,‛ Cervinna berkata dengan

muka masam.

‚Udah ah, biarin,‛ Rafirra berkata dengan tegas. Rafirra sengaja membuat tantangan

yang gampang, karena sebenarnya ia tidak mau menguji Marina. Saat bermusuhanpun, ia

sebenarnya tidak mau ikut-ikutan, hanya demi persahabatan saja dia asal menurut yang

lainnya.

‚Yang ketiga itu dari Octavy. Katanya, dia mau lo jelekin hasil ulangan lo, kan katanya

hari ini ada ulangan IPS kan?‛ Cervinna bertanya kepada Octavy.

‚Ehm… ga jadi deh. Bukan itu Cer. Gini aja, Mar, lo coba bergaya alay disekitar anak-

anak cewek. Simple kan?‛ kata Octavy.

Kalau dilihat dari tantangannya, rupanya Rafirra dan Octavy lebih memberi

tantangan simple. Kalau Cervinna tidak, karena seperti inilah yang terjadi sesungguhnya,

pacar Cervinna yang kedua pernah ditembak Marina, dan akhirnya setelah tujuh bulan

menjadi pacar Marina, hubungan Marina dengan dia putus. Bukannya Cervinna bisa jadian

lagi, malah laki-laki itu mencari perempuan lain.

Marina pun bergaya alay ditengah teman-teman perempuannya.

Gaya-gaya itu dianggap biasa saja, tapi melihat itu Octavy sudah puas. Untuk tantangan

Rafirra, begini.

Plak!

‚Sapa sih?‛ tanya Tommy dalam hati.

Tidak ada jawaban atau seorang pun disitu.

Plak!

‚Marina! Ngapain lo…‛ tanya Tommy lagi.

‚Hehe...‛ Marina hanya tertawa dan keluar.

‚Apa banget sih lo, gatau adat banget... Sok kuat lo, cih...‛ Tommy berkata dalam hati.

Marina sudah pergi dengan muka ceria.

***

Page 65: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

65

Pulang sekolah.

‚Marina lo masih belom nembak dia? Cepet sonoh nembak.‛ kata Cervinna kesal.

‚Gini, Cer. Gue tau kenapa lo musuhin gue. Hal yang sama. Jadi, gue gak mau lakuin,

nanti lo makin marah. Gue tau itu,‛ kata Marina jujur.

‚Umm. Oke. Gue rundingin dulu ya.‛ kata Cervinna.

***

‚Udah, begini. Lo udah berhasil ngejalanin semua tantangan dari kita bertiga. Buat

tantangan yang dari gue, itu gue cuman mau nguji lo. Lo masih inget, apa lupa.Baguslah, lo

inget. Dan lo boleh banget, balik lagi ke sini, ke sahabat-sahabat lo, ke bestie-bestie lo yang

selalu menerima lo kapanpun lo butuh. Welcome back!‛ Cervinna tersenyum.

‚Hahahaha, emang ga enak musuhan, enakan temenan. Udah yoo kita pulang bareng

naik angkot!‛ ajak Octavy.

‚Yomann!‛ jawab Rafirra.

Dan mereka pun kembali bersahabat, seperti sediakala.

THE END

Page 66: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

66

Page 67: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

67

Don’t follow your ego. You should know you need

friend, a best friend that sad when you cry and

happy when you smile.

It’s Too Late

KARYA R

Page 68: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

68

Ersya menghela napas, kesal. Kenapa Elena begitu? Harusnya dia tau aku menyukai Arya! Ia

menghentakkan kakinya.

'Kring... Kring... You got a call!'

Ersya melirik layar handphone-nya malas.

Elena

Ia mendengus. ‚Mau apa lagi anak itu?‛ gumamnya. Kesal.

Masalah sepele. Bagi Ersya, Elena berusaha menarik perhatian kakak kelas yang ia sukai,

Arya, sehingga Arya me'nembak' Elena. Meskipun Elena menolak Arya.

'...You got a call!'

Elena lagi, batin Ersya malas. Ia segera mengambil langkah ke tempat tidur.

***

Pagi ini terasa sangat aneh, batin Ersya. Kenapa langitnya begitu gelap?

Ersya bangkit dari tempat tidurnya. Ia terlampau emosional kemarin, diakuinya.

Matanya terantuk pada fotonya, adiknya, ibunya beserta ayahnya. Ayah... Mengingat

ayahnya yang ada di rumah sakit, matanya membasah.

‚Ersya...‛

‚Iya bunda... Bunda? Kenapa...?‛

‚Ayah... Ayah...‛

‚Ada apa...?‛

‚Ayah..... Sudah... Meninggal...‛

Ersya membeku. ‚Ayah...‛ Tubuh Ersya merosot. Pantas hari ini begitu kelabu.....

‚Maaf Ers... Ayah... Ayah memang... Sudah pergi...‛

Tangis Ersya pecah. Menangis, bersama sang Bunda.

Bunda Ersya mengusap air matanya. ‚Sudahlah nak,‛ Beliau mengusap air mata Ersya.

‚Sekarang kita harus ke rumah sakit. Adikmu... Masih tidur?‛

Page 69: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

69

Ersya mengangguk, matanya masih basah.

***

‚Ersya... Aku... Aku turut berduka—‛

‚Diam. Gue lagi gak mau ngomong sama lo.‛ potong Ersya tajam. Eena, sang lawan

bicara, terdiam.

‚Baiklah...‛ Elena berjalan mendekati bunda Ersya.

Bunda Ersya nampak sangat amat sedih. Penampilannya tidak begitu baik, wajahnya

juga nampak pucat. Elena merasa bersalah tidak bisa membantu mengihiburnya.

‚Tante...‛

Bunda Ersya menoleh. ‚Ah, Elena... Ada apa?‛

‚A-aku turut berduka cita tante...‛

‚Terimakasih, Elena,‛ ucap Bunda Ersya. Mereka terdiam sejenak.

‚Elena... Boleh kamu menghibur Ersya?‛

Elena menatap ibu Ersya. Matanya memancarkan harapan.

‚Tante... Maaf... Aku... Harus pergi...‛

‚K-kemana?‛

‚Ke Amerika. Aku titip ini buat Ersya, tante,‛ Elena menyelipkan sesuatu di tangan

bunda Ersya.

‛Aku harus pergi sekarang, tante,‛

‚Hati-hati di jalan,‛

Elena menjauh. Hidup ini memang tidak abadi... batinnya. Demikian juga hidupku.

Langkah Elena terhenti. Ia berbalik.

Rumah duka itu sangat ramai. Suatu pikiran melesat di kepalanya. Jika saat ini tiba –

kematiannya— akankah ia begitu dipedulikan, seperti ayah Ersya?

Page 70: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

70

Elena kembali berbalik dan melanjutkan berjalan. Beberapa langkah ia jalani, tiba-tiba,

dadanya terasa sakit. Sedikit lagi sampai mobil, batinnya. Tapi satu langkah lagi itu tak

tercapai. Semua gelap.

‚Non Elena!‛

***

Ersya mengusap air matanya. Pikirannya masih melayang ke saat keluarganya masih

lengkap...

Ia mengacak rambutnya frustasi. Matanya –dengan tidak sengaja— menemukan sebuah

amplop.

Untuk Sahabatku: Ersya

Ersya mengernyit. Matanya masih sembap. Ia membuka amplop itu.

Sebuah surat. Dan... Kancing?

Dibukanya surat itu. Matanya membasah.

Dear Ersya...

Hai, Ers. Aku tidak mengerti dari mana aku harus memulai surat ini.

Ini Elena. Aku hanya ingin meluruskan masalah kita.

Kak Arya memang menembakku, tapi aku tidak, sama sekali tidak menyukainya! Aku tidak

mencari perhatiannya, aku sudah punya orang yang kusuka.

Oke, entah kenapa aku memakai aku-kamu dan bukan lo-gue. Mungkin karena aku-kamu

terdengar lebih manis di telingaku?

Aku harap kamu memaafkanku, Ers.

Aku turut berduka cita atas meninggalnya ayahmu.

Hari ini aku berangkat ke Amerika. Yah, aku takkan mengganggumu lagi.

Aku minta maaf. ErsElenEver.

Sahabatmu,

Elena.

Page 71: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

71

Ps: Kalau kau mau, ini nomorku disana. +112345xxx

Ersya merasa menyesal. Kenapa baru sekarang ia membuka surat itu? Dua hari setelah

meninggalnya sang ayah— kepergian Elena.

Ia segera menelepon nomor yang tertulis di surat itu.

‚Halo?‛

‚E-Ersya?‛

‚Tante?‛ Ini suara ibu Elena, ia kenal persis.

‚Ersya...‛ Ibu Elena terisak, tercekat. ‚Elena... Elena— Dia sudah meninggal...‛

Semua gelap.

***

Tak mengerti, Ersya tak mengerti sudah berapa lama ia pingsan. Yang jelas, begitu

terbangun, ia menemukan dirinya ada di lantai. Matanya terbuka. Ia segera teringat apa

yang menyebabkan ia pingsan. Ia berharap semua hanya mimpi... Tapi... Surat itu nyata.

Diceknya ponsel.

Sial, pulsanya habis!

Ekor mata Ersya menangkap selembar kertas lagi dari amplop tadi.

Oh ya Ers,

Kancing itu -- Kamu tahu kan, dua kancing yang terikat benang ituu-- adalah lambang

persahabatan kita.

Kancing adalah hati kita. Hati kita terkait benang-- benang persahabatan.

Apapun yang terjadi, kita tetap sahabat, Ersya.

ErsElenEver!

PS. Simpan ya kancing itu, Sya. Ehehe, aku membuatnya dengan penuhhh kebingungan. Kamu

tahu kan aku tidak sepintar kamu dalam menjahit.

Thanks semua, Ersya!

THE END

Page 72: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

72

Page 73: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

73

‚For never was a story of more woe than this of

Juliet and her Romeo.‛ ― William Shakespeare, Romeo and Juliet

Cerpen Freelance

Selayaknya Kisah Mereka

KARYA NOVIANA KUSUMAWATI

Page 74: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

74

Satu persatu helaian daun mulai berguguran. Angin seakan begitu bahagia menggoda

daun-daun untuk lepas dari belenggu batang agar ikut menari indah sesuai lantunan

iramanya. Di negeriku memang tak mengenal musin gugur, ini adalah sebuah sapaan

hangat pertanda tetes-tetes air sang hujan akan turun atau bahkan hanya mengecoh. Tapi

saat ini langit memang tampak muram dihiasi mendung pekat. Cuaca seperti ini sangat

tidak disukai oleh sebagian orang kecuali seorang Karina Larasati, itu aku.

Akhirnya rintihan hujanpun mulai menyapa, memang tak begitu deras tapi inilah yang

sangat aku tunggu, disaat seperti ini selalu menginspirasiku untuk berkarya. Menulis

cerpen, artikel maupun puisi adalah duniaku yang kedua. Di dunia kedua inilah yang bisa

membuat hidupku lebih dari sempurna, karena aku bisa berbuat apapun sesukaku dan

semauku, aku berhak menentukan jalan cerita hidupku sendiri, berhak memainkan peran

apapun, berhak dicintai dan mencintai siapa saja.

Pena yang ku pegang mulai menggorekan tintanya, semua yang mengalir di benakku

perlahan tertuang. Semua mengalir dengan lancar, apalagi lagi didukung suasana yang

bersahabat. Ya bersahabat bagiku pastinya. Disini, dibangku kayu ini aku duduk sembari

memainkan tinta menari di kertas putih. Bangku ini mempunyai atap cukup lebar sehingga

hujan tak sempat membasahiku, hanya hawa dingin angin yang berhasil mencolek.

Sekelilingnyapun dihiasi oleh tanaman hijau yang saat ini tertunduk malu oleh hujan.

Sesekali ku perhatikan sekeliling, tampak beberapa orang sedang berteduh di halte sambil

mengepalkan kedua tangannya di dada, menahan dingin dan menahan rasa sebal. Benar

kan yang aku bilang, bagi sebagian orang cuaca seperti ini sangat tidak disukai.

Aku sedang merambat masuk ke dalam dunia Romeo dan Juliet. Aku ingin mengisahkan

kisah cinta sejati itu, dan tentunya menurut versiku. Akhir ceritanya ingin aku ubah, tak ada

kematian karena cinta sejati harus tetap hidup. Seperti yang sudah aku katakan, ini adalah

duniaku. Aku berhak mengatur jalan hidup sesuai keinginanku.

Hujan mulai mereda disusul oleh bunyi ponsel yang berdering menandakan kotak

masuk terdapat pesan baru.

Karin, lo dimana?

Bisa ke rumah gue kan?

Aku masukkan kembali ponselku ke dalam saku celana setelah membalas pesan singkat

dari Tere. Aku sudah paham betul maksud dari pesannya tadi. Teresia Anastasya, kami

sudah bersahabat sejak SMP. Persahabatan itu berawal ketika aku dan Tere ditugaskan

untuk menjadi satu kelompok dalam praktik biologi. Tere seorang perempuan yang cerdas,

nilai ujiannya selalu di atasku. Tapi satu kebiasan buruk Tere yang membuatku harus ekstra

Page 75: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

75

sabar, dia orangnya mudah sekali panik apalagi jika masalahnya behubungan dengan

cowok bernama Bima.

***

‚Kenapa lagi?‛ tanyaku dengan nada sabar. Benarkan dugaanku, lagi-lagi Bima.

‚Ya gue merasa nggak adil aja, Rin,‛ Tere mengeluh dengan muka memelas sambil

memeluk boneka beruang biru besar pemberian Bima sebagai hadiah ulang tahunnya.

Kantung matanyapun tampak sembab, pasti tadi dia habis nangis.

‚Nggak adil bagaimana? Memang keadilan seperti apa yang kamu inginkan? Apa kamu

masih berharap supaya Bima memperjuangkan cinta kalian,‛ kembali aku bertanya pada

Tere tentang ketidakadilan yang dia rasakan sambil menaikkan sedikit garis alisku. Dan aku

masih hafal betul, ini bukan pertanyaan pertamaku.

‚Iya, tapi dia malah pasrah gitu aja terima undangan pernikahan gue sama orang yang

sama sekali nggak gue impikan,‛ jelasnya sambil merebahkan diri di atas kasur empuknya.

Aku menghela nafas lagi untuk kesekian kalinya. Sejenak aku menengadahkan kepala ke

atas memperhatikan langit-langit kamar Tere yang bercat warna biru langit. Warna biru

memang selalu bisa memberikan ketenangan dan semoga Tere juga bisa merasakan

ketenangan itu.

‚Kalau kamu merasa seperti itu, aku rasa dia juga berfikir sama kayak kamu. Ngerti kan

maksudku?‛ aku menoleh ke arah Tere. Seketika pandanganku tertuju pada meja yang

berada tepat disamping tempat tidur Tere, sebuah bingkai foto tampak tertelungkup.

‚Gue nggak yakin. Mukanya datar-datar aja waktu terima undangan dari gue?‛ Tere

bergumam, tapi aku lebih tertarik untuk melihat bingkai foto siapa yang dibiarkan rebah.

Ketika aku balikkan, ternyata itu adalah foto Tere dan Bima ketika sama-sama berlibur ke

Lombok. Ya, aku ingat betul karena akulah fotografernya. Tergerak aku kembalikan bingkai

foto itu tegak kembali.

‚Kamu kan udah lama pacaran sama Bima, masa nggak nyadar kalau wajah Bima itu

memang lempeng nyaris tanpa ekspresi,‛ lanjutku kemudian.

‚Dia itu cool bukannya lempeng, Karin,‛ seperti biasa dengan bibir manyun Tere selalu

protes setiap aku bilang kalau si Bima itu punya wajah yang lempeng.

‚Ya udah, jadi aku bisa bantuin apa buat kamu?‛ tanyaku pasrah.

Page 76: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

76

‚Gue cuma mau tau, gimana jelasnya perasaan Bima sebenarnya ke gue. Tolong ya Rin,

gue mohon banget,‛ lagi-lagi Tere memasang wajah memelas, wajah inilah yang selalu

membuatku merasa tak tega untuk menolak.

‚Kenapa nggak kamu sendiri saja yang bicara berdua sama Bima. Menurutku itu akan

lebih baik,‛ lanjutku sebelum resmi aku mengabulkan permohonannya.

Tapi lagi-lagi Tere memasang wajah memelas bahkan tambah parah, kedua telapak

tangannya ditangkupkan seperti layaknya orang memberi hormat di keluarga keraton.

‚Oke, besok aku coba bicara sama Bima.‛ Tampak senyum Tere terkembang lebar, dihiasi

dua lesung pipi yang bertengger manis di pipi kiri dan kanannya.

***

Hari ini akhirnya aku membuat janji untuk bertemu dengan Bima. Aku sengaja datang

lebih awal, rencananya aku akan melanjutkan cerita tentang kisah sang Romeo dan Julietku.

Saat ini aku sedang di sebuah kafe, pengunjung di kafe ini tidak terlalu ramai. Wajar saja

jam makan siang sudah berlalu sekitar satu jam yang lalu. Di depanku sudah tersedia

secangkir cappuccino panas yang uapnya masih tampak. Cuaca memang agak mendung

menyebarkan hawa dingin, di negeriku memang sedang musin penghujan saat ini.

Sebenarnya bisa dibilang aku kurang konsentrasi untuk meneruskan cerita yang sedang

aku tuangkan dalam tulisan. Konsentrasiku terpecah pada Tere dan Bima.

Singkat cerita tentang Tere dan Bima. Tere terpaksa menerima pinangan laki-laki yang

tidak dia suka namanya Billy, bahkan dia pun tidak terlalu mengenal Billy sebelumnya.

Menurut cerita Tere, Billy adalah anak dari atasan ayahnya bernama Pak Santosa

Atmawijaya. Dan sekarang Pak Santosa tengah kritis akibat penyakit ginjalnya. Pak Santosa

mau kalau anak laki-laki satu-satunya itu menikah dengan anak Pak Ridwan, ayah Tere.

Pak Ridwan sudah menjadi orang kepercayaan Pak Santosa selama ini. Entah ini demi siapa,

akhirnya Tere menerima pinangan itu.

‚Hai,,, koq melamun aja. Udah dingin tuh minumannya.‛

Aku sedikit kaget dengan suara bass milik Bima. Laki-laki itu kini sudah duduk di kursi

depanku dan langsung memesan segelas cappuccino hangat, sama sepertiku. Tanpa sengaja

aku memperhatikan Bima. Ada sepasang mata yang terbingkai indah dibawah alis tebal

yang melengkung sempurna. Tapi satu yang menurutku agak aneh, seperti yang sudah

kubilang wajahnya nyaris tanpa ekspresi.

‚Kenapa sih Karin? Gue kesini bukan buat liat loe bengong kan?‛ Bima melambaikan

tanganya di depan mukaku. Lagi-lagi aku terlihat sedang melamun, dan itu aku tak sengaja.

Page 77: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

77

Apa kabar kamu sama Tere?‛ aku mulai bertanya. Sebenarnya aku bingung mau

memulai dari mana.

‚Gue kira pasti loe udah tau,‛jawab Bima santai sambil mengaduk-aduk cappucinonya.

‚Sebaiknya kalian berdua bicara langsung,‛ aku putuskan untuk to the point saja, malas

rasanya berlama-lama bicara dengan si wajah tanpa ekspresi ini. Lagian hujan yang selalu

aku nantikan saat ini sudah mulai menitik.

‚Tapi buat apa? Apa yang harus dibicarakan, semua kan udah jelas. Tere lebih memilih

cowok pilihan orang tuanya daripada gue.‛

‚Tere punya alasannya. Tere cuma mau kamu perjuangin cinta kalian. Kalau aku lihat

dari mata kalian berdua, sebenarnya kalian punya rasa cinta yang besar tapi sayangnya

sikap egois dan gengsi kalian juga sama besarnya,‛

‚Nggak ada gunanya, Karin. Buat apa kalo cuma gue yang berjuang, sedangkan dia

pasrah gitu aja,‛ kata Bima mulai sewot.

‚Kan sudah aku bilang, Tere punya alasan. Dan darimana kamu tau kalau nggak ada

gunanya, kamu belum mencoba,‛ aku menghela nafas. Suasana hatiku mulai sedikit panas,

dan aku rasa Bima juga begitu.

‚Aku mohon, coba fikirkan lagi. Aku cuma nggak mau Tere terus-terusan sedih,‛

lanjutku dengan nada lunak, aku hanya tidak mau mengecewakan sahabatku.

Terlihat Bima berfikir sejenak. ‚Okey, gue bakalan coba.‛ Aku mengembangkan senyum

terima kasih. Bima lalu menyeruput cappucinonya, tersenyum dan pergi. Baru kali ini aku

lihat Bima tersenyum dengan penuh ketulusan.

Dan akhirnya aku juga memutuskan untuk pulang. Otakku buntu, inspirasi kisah Romeo

dan Julietku tiba-tiba menghilang. Padahal hujan selalu menginspirasiku tapi kali ini tidak.

Aneh.

***

Dua hari kemudian.

Kematian selalu bisa membuat orang merenung. Mencoba mencerna setiap sapaan maut

yang bisa datang kapan saja, tiba-tiba dan sesukanya. Begitu juga dengan Romeo dan

Julietku, ternyata memang harus maut yang memisahkan. Dan aku belajar satu hal. Jika

sebuah takdir harus dipisahkan oleh maut, berarti itulah yang terbaik.

Page 78: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

78

Saat ini aku sedang berada dihadapan mereka yang ditakdirkan untuk berpisah oleh

maut. Pagi buta aku mendapat kabar kematian itu. Aku saja belum lupa senyum mereka

yang sekarang terbaring dengan tubuh kaku mendingin.

Tere dan Bima tewas dalam kecelakaan motor saat mereka pergi jalan-jalan untuk

melepas rindu, itu yang aku tau. Aku belum sempat bertanya lebih, aku cukup tau untuk

tidak membuat orang tuanya lebih terpuruk. Yang aku tau, kini cinta Tere dan Bima sang

Romeo dan Julietku telah abadi selamanya. Selamat jalan Romeo dan Julietku. Kalianlah

inspirasiku.

THE END

Page 79: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

79

Don’t forget your promise.

Cerpen Freelance

Gara-Gara Telat

KARYA IN`AM ULYA MUNA

Page 80: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

80

Pada saat liburan kenaikan kelas, keluarga Ratna, anak perempuan yang duduk di

bangku kelas 5 SD, merencanakan sebuah liburan keluarga sekaligus merayakan ulang

tahun Ratna.

‚Bagaimana kalau kita pergi ke pantai?‛ usul Kak Putri, kakak Ratna.

‚Ah... aku tidak mau! Aku maunya ke kebun binatang!‛ kata Ratna.

‚Ya sudah, kita ke kebun binatang. Tapi, besok kita harus berangkat pagi. Kebun

binatang ‘kan jauh.‛ jelas mama. Semuanya mengangguk setuju.

Keesokan harinya, seusai sarapan, Ratna minta izin ke rumah Salsa.

‚Ma, aku mau ke rumah Salsa dulu, ya. Buku catatanku ketinggalan disana.‛ Ujar Ratna.

‚Ya sudah. Tapi, jangan lama-lama, ya. Karena kita akan berangkat jam 9.‛

Ratna mengangguk lalu pergi ke rumah Salsa.

Sesampainya di rumah Salsa, Ratna langsung meminta buku itu.

‚Oh, iya. Aku ambil dulu, ya. Kamu duduk dulu di sofa.‛ kata Salsa lalu pergi ke

belakang. Ratna pun duduk di ruang tamu rumah Salsa. Ia memandangi sekelilingnya.

‚Banyak sekali boneka.‛ batin Ratna.

Tak lama kemudian, Salsa kembali sambil membawa buku catatan milik Ratna.

‚Kita main dulu, yuk! Kemarin, ayahku membelikan aku boneka baru, lho!‛ ujar Salsa.

Ratna akhirnya mengangguk setuju. Dan merekapun akhirnya bermain boneka bersama.

Tanpa disadari, ternyata sekarang sudah jam 9. Namun, Ratna masih saja asyik bermain

bersama Salsa.

‚Eh... Sekarang sudah jam 10 nih, tapi kok mamaku belum pulang, ya?‛ ujar Salsa

kemudian.

‚Apa? Jam 10?‛ Ratna kaget dan langsung pamit untuk pulang. Ia berlari sangat kencang

menuju rumahnya.

Ketika sampai di rumah, ia mengetuk pintu. Namun tak ada sahutan. Dan Ratna melihat

selembar kertas di bawah pintu. Ia membacanya.

Ratna yang membaca itu hampir menangis. Ia menyesal telah melupakan janjinya untuk

pulang sebelum jam 9. Tapi, tiba-tiba, pintu rumah terbuka. Ratna segera masuk ke dalam

rumah.

Page 81: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

81

‚SELAMAT ULANG TAHUN RATNA!!!‛

Ratna terkejut. Ia tidak menyangka akan seperti ini. Seluruh keluarganya datang kesini

dan memberikan kado untuknya.

‚Kenapa kalian membohongiku?!‛ ujar Ratna sambil menangis terharu.

‚Salahnya kamu juga. ‘kan mama sudah bilang untuk pulang sebelum jam 9!‛ ujar

mama.

‚...‛ Ratna terus saja menangis. Perasaannya sangat kesal di campur juga rasa senang.

‚Jadi, bagaimana acara ke kebun binatangnya?‛ tanya Ratna.

‚Kita tidak jadi hari ini kesana. Kita akan kesana besok.‛ jelas Ayah.

Mereka semua tertawa melihat Ratna yang menangis bahagia.

THE END

Page 82: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

82

Page 83: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

83

True love never dies, even one of us die.

The Reason

KARYA R

Page 84: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

84

Kamu… Kamu sangat jahat, kamu tahu?

Begitu saja kamu melupakan diriku.

Apa kamu tahu kejahatanmu padaku?

Aku tahu, karena aku merasakan itu karenamu!

dan aku hanya butuh satu: alasanmu.

***

Dulu kita bermain bersama, di antara pepohonan yang daunnya tertiup angin dan

berguguran. Aku tahu kala itu kita masih belia, masih polos dan penuh naïf. Ingatkah kamu

saat kita mengukir janji di bawah pohon mahoni?

Ingatkah kamu, senyum kita berdua, yang saat itu, sangat bahagia?

Ingatkah kamu tulisan kita yang merupakan hasil dari menggores kulit pohon? Yang

berkata: kita bersama selamanya?

Dan yang terpenting… Ingatkah kamu, padaku?

Kurasa kamu melupakan semuanya.

Kamu tertawa begitu bahagia bersamanya, tak sadarkah, aku sangat iri?

Tak sadarkah kamu, aku cemburu?

Tak sadarkah kamu hatiku menjerit tak rela?

Kamu tak pernah menyadarinya.

Dulu kukira kita akan selalu bersama, suka dan duka.

Katakanlah aku gila. Memang, aku memang gila karenamu.

Kamu melupakan semuanya!

Janji kita, mahoni kita, dan….

Cinta kita.

***

Kamu juga harus tahu aku juga gila karena kamu berusaha melupakanku.

Aku! Kamu mau melupakanku?!

Page 85: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

85

Apa karna aku tak bisa ada di sisimu lagi?

Apa karna kamu tak menginginkanku?

Dan hatiku merasa perih mengingat kemungkinan satu ini:

Apa kamu tak lagi mencintaiku?

Cinta dan cinta… Selalu membuatku gila.

***

‚Apa yang kamu mau dariku?‛

Apa yang kumau? Tak sadarkah kamu?

‚Aku ingin… k- alasanmu.‛

Tapi aku tak berani untuk berkata aku menginginkanmu. Tidak, aku tidak bisa, karna…

‚Alasan apa?‛

Aku bodoh.

Tentu saja ini salah, sangat salah.

Untuk sebuah alasan, aku memasuki tubuh kembaranku? Saat kamu dan dia bertengkar?

Tentu kamu tahu aku sudah tiada.

Kamu tahu, aku tak bisa lagi ada di sisimu.

Tapi janji itu?

Ah…

Aku harus memanfaatkan kesempatan berbicara denganmu ini.

‚Aku… Aku sebenarnya Vinna, Ren. Aku minta maaf aku menggunakan tubuh Venna,

tapi aku hanya mau mengakui aku memang bodoh karna masih tak sadar aku tidak bisa

lagi ada di sisimu dan menagih janji kita. Sekarang aku sadar,‛ dengan tubuh Venna aku

menutup mata, lalu membukanya lagi dan manyaksikan wajahmu semakin terkejut, ‚Janji

itu terpenuhi di hati kita. Venna gadis baik, dia kembaran dan saudari terbaikku, aku

menyayanginya, sampaikan salamku ya. Jaga dia baik-baik. Dan jangan lupa,‛ Ya, dengan

tubuh Venna kuhela napas, ‚Aku, Vinna Alexandra, selalu mencintaimu.‛

Page 86: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

86

Aku tahu, kamu sudah tau tentang itu. Tentang aku mencintaimu. Tapi kukatakan sekali

lagi, tak apa kan? Aku tahu, kamu akan selalu mengingatku. Dan itu membuatku merasa

tenang.

Dengan tubuh Venna –lagi-lagi—kupejamkan mata. Aku keluar dari tubuh saudariku

dan melayang. Kulihat pohon mahoni kita, masih kokoh, dan kutahu janji akan selalu

terukir di hati kita.

Dan saat Venna mengerjap, kau menyampaikan salamku dan bias keterkejutan nampak

di wajah Venna, saudariku. Kamu berkata kamu juga kaget, dan kalian menangis bersama.

Aku tersentuh. Aku tahu kalian mencintaiku.

Dan Rendi, kau sudah tahu kan?

Sekarang aku, Vinna-mu, sudah tenang di alam baru.

Alasanmu yang secara batin kurasakan menyelamatkan jiwaku yang tak tenang.

Alasan yang berbunyi:

‚Aku mencintaimu. Kamu punya tempat tersendiri di hatiku. Aku juga mencintai venna,

kalian berdua punya tempat khusus tersendiri di hatiku. Aku akan menjaga Venna. Dan aku

juga akan selalu mengukir janji kita, mengingatmu, dan mencintaimu, di dalam hatiku.‛

THE END

Page 87: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

87

Please, be careful!

Hilangnya Jejak Amita

KARYA L

Page 88: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

88

Pagi yang cerah, mentari mulai memancarkan sinarnya. Sinar itulah yang perlahan

membangunkan penghuni bumi ini dengan terang dan kehangatannya, tanda cinta Sang

Pencipta kepada seluruh ciptaanNya. Pagi itu, Amira dan adiknya, Amita sedang bersiap-siap menuju ke sekolah.

‚Mir, hati-hati ya Nak, jaga adikmu baik-baik,‛ kata Ibu dengan perasaan kasih sayang.

‚Iya Bu. Aku akan menjaganya,‛ kata Amira dengan yakin.

Setelah berpamitan, Amira dan Amita segera berangkat sekolah.

***

Amira dan Amita berbeda 3 tahun. Amira yang kini menginjak bangku kelas 5 Sekolah

Dasar, sedangkan adiknya baru menginjak kelas 2 Sekolah Dasar. Mereka satu sekolah,

bersekolah di SD Negeri 1 Bogor.

Amira, yang saking asyiknya berjalan bersama teman-temannya, yang biasanya hanya

berjalan ke sekolah bersama Amita, melangkah dengan ceria. Ceria dan riang.

‚Eh, hari ini nggak ada PR kan?‛ tanya Risa, teman Amira yang berjalan disampingnya

itu.

‚Nggak kok. Tapi kan hari ini kita ulangan IPS,‛ jawab Amira.

Terus, berjalan. Dengan santai mereka terus berjalan.

Bel masuk sekolah masih lama, 2 jam lagi. Kebetulan mereka masuk siang. Melihat

jalanan yang ramai, kendaraan berlalu lalang ke sana dan kemari. Para pejalan kaki dengan

santainya berjalan seperti mereka. Begitupula para pedagang kaki lima, yang menjajakan

dagangan mereka dengan semangat. Inilah suasana kota, yang sangat ramai dan

menyenangkan. Tapi di balik itu ada hal yang mencengangkan dan tak bisa kita duga…

***

Sementara itu, Amita yang asyik berjalan sendiri, mengikuti kakaknya, tiba-tiba sadar

kalau ia sudah sangat jauh dari kakaknya. Inilah satu kelalaian Amira yang melanggar

janjinya dengan ibunya.

Tiba-tiba Amita ditarik oleh seseorang, dan ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang

menariknya.

Dan Amita pun mendengar suara ini, ‚Ayo Bapak antar ke sekolah.‛

Secara tidak sadar Amita pun menuruti pria itu dan naik ke mobil.

Page 89: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

89

Amita pun dibawa pergi jauh dari situ.

Sementara itu…

‚O iya Mir, Amita mana?‛ tanya Risa lagi.

‚Amita? Eh mana ya dia? Dia di belakangku kok,‛ jawab Amira lagi.

‚Mana? Ga ada tuh,‛ kata Risa.

‚Hah? Iya loh, nggak ada! Duh, gimana nih?’’ Amira mendesah.

Amira pun lari mencari adiknya.

‚Amitaaaa....!‛

Kaki-kaki yang lincah berderap cepat layaknya sepatu kuda. Tak peduli panas dan lelah

yang menemani, ataupun keramaian orang, kaki-kaki lincah terus berderap demi tujuan

yang sebenarnya sudah tidak dapat dipandang mata lagi. Adiknya, ya adik tercinta.

Walaupun gadis itu harus rela meninggalkan tugasnya hari ini.

‚Huh, di mana sih dia?‛ batin Amira.

Sepertinya sudah tidak ada orang yang dapat ditanya lagi. Rasa was-was menghantui

pikiran Amira. Takut, jangan sampai ia sendiri terjebak dalam jebakan para penjahat.

Amira, yang masih belum cukup dewasa untuk pergi sendiri, bingung harus berbuat apa.

Yang ia bisa hanya, berdoa dalam hatinya, semoga semuanya akan baik-baik saja.

***

Tuhan tidak pernah melupakan umat-Nya. Dia selalu mengirim siapapun, bahkan yang

tidak kita duga untuk menolong kita. Dan memang benar, keajaiban terjadi pada gadis yang

terus memohon padaNya ini.

Seorang pria berjalan ke arah gadis itu. Pria itu bertanya kepada Amira,‛Dek, kamu

kenapa sedih? Ceritakan masalahmu, mari Bapak bantu.‛ Seketika itu mata Amira terbuka

melihat pakaian yang dikenakan pria itu. Tak diragukan lagi, ia adalah seorang aparat

kepolisian.

‚Tadi saya berangkat sekolah, saya jalan sama temen. Saya lagi ngobrol-ngobrol sama

temen, adek jalan di belakang saya. Saya nggak sadar dia udah jauh banget, Pak. Kirain saya

adek udah di depan, nyampe sekolah, ternyata dia malah…‛

Amira terisak. Air matanya menetes. Ia sudah tak mampu menyelesaikan ceritanya.

‚Ilang ya dek?‛ tanya polisi itu.

Page 90: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

90

Amira terus menangis, membayangkan apa yang terjadi pada adik tercintanya.

Polisi itu mengerti. Kemudian polisi itu berkata dengan lembut, ‚ Iya, iya. Nanti kita cari

ya Dek. Tenang, Dek. Ayo ikut Bapak ke kantor Bapak.‛

Gadis itu mengangguk pelan.

Kemudian bergegaslah mereka menuju kantor polisi.

***

Bangunan itu kecil, sederhana, terlihat menegangkan.

Kemudian polisi itu segera duduk di kursinya, di samping Amira.

‚Dek, kamu sekolah di mana?‛ tanya polisi itu.

‚SD Negeri 1.‛

‚O iya, jadi kamu sudah jalan jauh, kemudian saat kamu menengok ke belakang, adikmu

sudah tidak ada?‛ tanya polisi itu lagi.

‚Iya.‛ jawab Amira lemah.

‚Oke, sekarang Bapak telepon sekolah kamu dulu, untuk memastikan apakah adikmu

benar-benar hilang. Nanti Bapak kabari kamu. Kamu disini dulu ya,‛ kata polisi itu.

***

‚Dek, adikmu tidak ada di sekolah. Kamu tidak usah khawatir, biar Bapak yang

selesaikan semua ini. Boleh saya bertanya beberapa hal?‛ tanya polisi dengan tegas.

‚Iya pak.‛

Polisi itu menanyakan beberapa hal kepada anak itu, dengan detil. Anak-anak memang

selalu polos dan jujur untuk menjawab semua pertanyaan, itulah yang menimbulkan

kepercayaan polisi terhadap tiap kata yang diucapkan anak itu.

***

‚Oke, begini. Bapak tahu, setiap hari kasus penculikan di Bogor ini meningkat. Tetapi,

tenang saja Dek, Bapak tahu lokasi sarang penculikan di sini. Biasanya, polisi-polisi lain

tidak tahu di mana tempatnya. Tetapi Bapak tinggal di dekat sana, sehingga Bapak tahu. Di

belakang Terminal Baranangsiang, itu ada rumah yang isinya para penculik. Anak-anak di

sana dipaksa bekerja jadi pengemis, pengamen, atau kadang ada yang dibawa jadi pekerja

seks. Adikmu belum terlalu lama di sana. Kamu tahu, mengapa adikmu mau dibawa ke

sana? Mereka yang dibawa ke sana selalu dihipnotis. Sehingga mereka ikut begitu saja

Page 91: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

91

bersama penculik itu. Ayo kita ke sana, kamu nanti tunggu di rumah saya saja ya.‛ kata

polisi itu, sambil memegang bahu anak itu, dan mengajaknya.

‚Nggak papa ya Pak, saya menunggu di rumah Bapak?‛ tanya gadis ini.

‚Iya, supaya kamu aman. Nanti saya bilang ke anak saya, kamu nanti main sama dia

sebentar saja, kebetulan dia juga sebaya kok. Lagi libur. Oke?‛

‚Oke Pak,‛ kata Amira mantap.

Dengan mobil polisi, Amira dan polisi itu pergi ke sarang penculik. Polisi itu pulang ke

rumahnya, mengantar Amira, menitipkannya sebentar, dan kemudian polisi ini datang

sebagai seorang tetangga, yang dikenal orang sebagai Pak Rahman.

***

Tok tok tok…

‚Ya? Masuk,‛ suara seorang pria terdengar dari luar, dan pria itu membukakan pintu.

‚Oh, Pak Rahman. Mau antar undangan?‛ tanya pria itu.

‚Iya. Boleh saya masuk sebentar?‛ tanya Pak Rahman.

‚Boleh, sebentar ya,‛ kata pria itu.

Pak Rahman -alias polisi ini- menunggu waktu yang baik untuk beraksi.

Kemudian pria -yang adalah penculik- dan istrinya duduk di ruang tamu, dan

berbincang-bincang dengan Pak Rahman.

Setelah beberapa lama…

‚Angkat tangan!‛

Seisi ruangan kaget mendengar suara yang menggelegar itu, memecah ketenangan yang

ada.

‚Mau apa Anda dengan kami? Kami tidak salah apa-apa.‛

Teman-teman Pak Rahman langsung bergegas datang ke lokasi, sesuai instruksi Pak

Rahman di awal. Mereka menghadapi dua penculik ini, dan Pak Rahman segera pergi ke

ruang bawah tanah. Untunglah kunci rumah Pak Rahman setipe dengan kunci ruang bawah

tanah ini, sehingga kunci ruang itu dapat dibuka. Inilah keunggulan dari Pak Rahman,

polisi yang pintar, tanggap, dan sangat tegas, suap apapun tidak mempan untuk

melawannya. Polisi ini juga sangat pemurah dan bijaksana. Pantaslah ia diangkat menjadi

Kapolres Bogor.

Page 92: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

92

Ia pun membuka kunci ruang itu, dan ia melihat banyak sekali anak-anak yang berada di

situ. Setelah dua penculik telah dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa, anak-anak itu

berlari mengikuti Pak Rahman ke depan rumahnya. Amira, yang kemudian keluar kaget

melihat adiknya yang sepertinya sudah babak belur dipukuli. Ia pun memeluk adiknya

dengan penuh cinta. Lalu Amira berjalan ke arah Pak Rahman.

‚Terima kasih, Bapak sudah menyelamatkan banyak anak di sini, termasuk adik saya,‛

kata Amira dengan tulus.

‚Iya, sama-sama Dek. Mau Bapak antar pulang?‛ tanya Pak Rahman.

‚Boleh, boleh Pak. Terima kasih ya Pak,‛ kata Amira lagi.

Polisi yang bijaksana itu kemudian menelpon kantor polisi lagi dan menyuruh pihak

polisi lain mengirim truk ke sana.

Beberapa saat kemudian, truk itu datang, dan anak-anak itu dibawa ke kantor polisi

untuk dikembalikan kepada orang tua mereka.

Amira dan Amita, sore itu pun pulang dengan selamat menuju rumah.

Begitu ibu mereka melihat ada polisi di tengah mereka, ibu mereka langsung berbincang-

bincang dan berterima kasih kepada polisi itu.

‚Nak, kalian saling menjaga ya lain kali. Dan ingat, Tuhan selalu menjaga kita dalam

keadaan apapun,‛ kata ibu dengan bijak. ‚Nah, siapa yang mau puding? Kalian pasti lapar.

Ayo masuk,‛ ajak ibu.

‚Aku, aku,‛ kata keduanya serempak.

Begitulah, keajaiban selalu terjadi selagi kita berusaha dan berdoa, dan pertolongan

Tuhan pasti selalu tepat pada waktunya.

THE END

Page 93: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

93

Has a big dream is not a fault.

Cerpen Freelance

Kugantungkan Mimpiku

Bersamamu

KARYA ADE ZETRI RAHMAN

Page 94: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

94

Malam sudah sangat larut, semilir angin diluar sana pun telah memainkan senandung

tidur, agar mata mata yang lelah seharian terlelap di peristirahatannya. Hingga kota ini

sunyi seperti kota tanpa penghuni. Tapi kenapa tidak denganku? Dua kelereng hitam ini

masih saja bergelinding kesana kemari padahal sedikitpun aku tak menjentiknya. Telah aku

coba memejamkannya tapi tetap tak bisa, kelopak mataku seolah ada benda kecil yang

menahan agar dia tetap kembali terbuka. Kegelisahan inilah yang mengatur otakku, untuk

tidak mengirim pesan istirahat ke mataku. Kegelisahan ini juga menghentakkan hati ku

menjadi sebuah pemikiran hinggaku di hinggapi insomnia akut malam ini. Duduk, berdiri

telah ku lakukan sekian kali tapi tetap tak menenangkanku. Mataku mencari apa saja yang

dapat membawaku ke alam bawah sadarku. Hingga akhirnya mata ku berhenti tepat pada

sebuah tulisan di atas tempat tidur. Bermimpilah! Maka Allah akan memeluk mimpi-

mimpimu. Bukankah Dia mengisyaratkan dalam firman-Nya: ‚berdo'alah, maka Aku akan

mengabulkannya‛

Ku pandangi lagi, ku baca satu persatu kata. Tepat dibawah kata tersebut tertata rapi

tulisan tentang mimpi mimpiku yang di tulis berurutan nomor. Ada coretan merah pada

beberapa nomor, itu pertanda bahwa mimpi itu telah terjadi, terus ku baca dan tepat di

nomor 33 air mata ku berlinang. Bukan karena angka itu ganjil atau angka itu aneh tapi

karena di sana tertulis sebuah mimpi besarku. Rasanya mimpi itu tidak akan terwujud. Dan

semua sekarang sudah ku genggam. Kertas mimpi yang ku tulis beberapa tahun yang lalu

itu telah kusam memamerkan dirinya terpajang di dinding kamarku hingga ku kembali lagi

ke kamar ini.

33. Melanjutkan Kuliah Di Universitas Negeri di Solo dengan beasiswa.

‚Kenapa harus di Solo Yan?‛ Tanya Uni Fenti yang tiba tiba bangun dan mengagetkan

ku.

‚Uni kan tahu sejak kecil Yanti suka sekali mendengar kota Solo, kotanya indah, asri,

ramai tapi ramah indak seperti kota gadang lainnyo‛ kuceritakan semua kekagumanku

akan kota itu.

‚Itu kan yang kau dengar sajo Yan, sedangkan kau dulunyo indak pernah ke sana‛ Uni

Venti seolah menyindirku.

‚Benar Uni, tapi Yanti suko bana samo kota itu. Indah, bagus dan asri. Dan buktinyo

memang benar seperti itu uni‛ jelasku lagi

‚Tapi apa kau tidak tahu adat desa kito Yan? Anak gadisnyo indak boleh menuntut ilmu

terlalu jauh dari desanyo. Karena bagi mereka itu masih tabu. Makonyo uni kuliah hanyo di

sekitar Sumbar sajo. Sedangkan begini sudah salah juo bagi orang orang itu. Perempuan

tugasnya hanya didapur sajo kato mereka. Lihatlah, Upik, Dewi, Puti, Nilam dan Hani

Page 95: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

95

teman SD kau dahulu. Sekarang mereka telah sibuk mengurus anak dan suaminya. Tamat

SMP pun indak mereka itu.‛ Uni Venti mulai bercerita padaku.

‚Akh, tapi Yanti ingin melanjutkan kuliah, perempuan itu harus mendapat ilmu dan

pendidikan yang samo dengan laki laki agar hidup perempuan itu indak di injak injak

kaum laki laki ni.‛ kata ku bak kata seorang ibu Kartini, emansipasi.

Ya benar, emansipasi di butuhkan di desa ku ini. Karena di desa ku perempuan di larang

mendapat pendidikan yang tinggi. Melanggar adat namanya jika membiarkan anak gadis di

desa itu pergi keluar kota apalagi keluar provinsi. Hanya kakak dan aku saja anak gadis di

sini yang melanjutkan ke bangku Universitas, kakak sudah semester akhir mengambil

magister di salah satu Universitas Negeri di sini. Dan aku semester akhir juga di Universitas

kebanggaanku.

‚Tapi,Yan?‛ kata Uni Venti lagi.

‚Sudahlah uni, biar sajo lah kata mereka. Yang penting aku bisa mendapat ilmu, agar

bisa seperti perempuan perempuan di kota kota lain Uni. Alasan mereka melarang anak

gadisnyo keluar kota agar terhindar dari pergaulan yang menyesatkan seperti saat sekarang

ini. Itu memang baik Uni, tapi jika hal tersebut ikut mematikan ilmu di kalangan

perempuan tentu salah. Agama kito sajo menyuruh untuk menuntut ilmu, bahkan Hadist

Nabi saja Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina. Jadi indak ado salahnyo kan?‛Jelasku

lugas, membuat Uni Venti terdiam.

‚Iyo. Lanjutkanlah mimpi kamu Yan. Sudahlah ayo kito tidur. Sudah malam, besok kau

harus kemas kemas barang dan uni juga kuliah. Yang penting sekarang kito belajar sajo

yang rajin dan kau hati hati di rantau orang,‛ kata Uni Venti sebelum ia beranjak untuk

tidur.

‚Ini semua karena seseorang yang telah membangun motivasi yang kuat dalam diri ku,

ni,‛ gumamku pelan.

Memoriku kembali berputar beberapa tahun yang lalu

***

‚Kamu nak lanjut kuliah kamano Van?‛ ujarku saat melihat Yovan sibuk mengerjakan

soal UN tahun sebelumnya di rumahku sore itu.

‚Aku mau lanjut ke ITB, Yan seperti bapak Habibie. Nanti setelah itu aku mau kerja dan

lanjut kuliah di luar negeri.‛ ucap Yovan optimis tanpa memandangku. Kemudian ia sibuk

lagi dengan soal di tangannya.

Page 96: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

96

‚Apa kau indak takut misalnya kalau di larang abak samo amak kau? Kan di keluarga

kau lah anak laki laki bungsu. Yang nantinya akan mengurus ladang dan ternak orang tua

kau?‛ tanya ku semakin ingin tahu.

‚Ndak Yan, bukankah guru kito bilang pendidikan itu untuk semua golongan dan

seperti Hadist Nabi Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina? Nah jadi untuk apo aku takut.

Lagian aku ni anak laki laki minang. Urang bujang minang indak boleh duduk duduk sajo

di rumah. Tapi hendaknya merantau ke negeri orang, agar bisa mambangkik batang

tarandam, manghapus arang di kaniang.‛ Lagi lagi ucapan Yovan penuh optimis, itu

terlihat dari otot wajah dan tangannya menegang bak memberi semangat, sosok mata yang

tajam dan ada sedikit guratan senyum halus di wajahnya juga membuktikan ia siap.

Kemudian ia hanyut lagi dalam soal soal itu.

‚Ternyata mimpimu lebih indah dari aku Van,‛ ucapku pelan agar kekagumanku

padanya tak terlihat.

Sejak hari itu aku suka dengan kata kata motivasi yang di ucapkannya, entahlah dia

dapat darimana semua kata kata itu. Albert Enstein, Bejamin Franklin, Barac, Mario Teguh,

Andrie Wongso, alm. Uje, orang besar lainnya yang aku lupa namanya dan tak ketinggalan

kata kata Bapak Penjaga Sekolah kami di jadikannya sebagai kereta pendorong saat ia

kesusahan mendaki lembah lembah yang sulit.

‚Tulislah mimpimu nak, maka allah akan memeluk mimpimu. Bukankah Allah telah

berfirman ‚Berdo'alah, maka Aku akan mengabulkannya‛ jangan sampai kau menyesal

nantinyo‛

Begitu lah gayanya siang itu sepulang sekolah saat menirukan kata kata Pak Jon, penjaga

sekolah kami.

‚Kau lucu Van, sungguh pandai kau menirukan Pak Jon tapi sayang kau terlalu jangkung

untuk di samakan samo Pak Jon‛ ledekku sambil tertawa cekikikan membayangkan wajah

pak Jon di adaptasi Yovan. Sungguh menggelikan, Yovan yang jangkung, berhidung

mancung, berpotongan rambut cepak dan berkulit lumayan putih untuk ukuran laki laki

pada umumnya di adaptasikan dengan Pak Jon yang bertubuh bantet, hitam manis dan

berambut gondrong. Hm... kolaborasi yang aneh. Aku tertawa lepas memikirkannya.

‚Hush... kau ini anak gadis Yan, indak boleh galak begitu. Indak baik pandangan orang,‛

ujarnya memandangku tajam. Dan membuat tawaku jadi tertahan.

‚Maaf, habisnyo lucu sajo kalau membayangkan kau jadi Pak Jon,‛ jawabku sambil

tersenyum simpul.

Page 97: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

97

‚Kau ini ado ado sajo, Yanti. Kau tahu ndak? Aku sangat terkesima sekali mendengarkan

nasehat Pak Jon tadi.‛ katanya mulai dengan semangat yang seolah melebihi panas

matahari saat ini.

‚Tentang mimpi mimpi itu? Akh, percaya sajo kau. Hanya dengan menulis mimpi mimpi

itu menurut kau bisa terwujud?‛ sanggahku karena mustahil bagiku menulis impian dan

nanti akan terwujud.

‚Jika kita menulis mimpi mimpi kita dan menempelkannya pada tempat yang mudah

terlihat tentu akan menjadi penyemangat kita untuk meraihnya. Karena Allah saja

menyuruh kita untuk melakukan yang terbaik dan jangan jadi remaja islam yang pemalas.

Orang sukses punya semangat seganas gelombang lautan; tekad sekeras baja. Sebelum

sukses tidak akan mundur! ~ Andrie Wongso‛Jawaban Yovan membawa semangat baru

untukku.

Aku masih saja tertegun menyaksikan sendiri semangat yang membakar dirinya.

‚Ayo kita tulis impian kita!‛ teriaknya optimis dan mulai berjalan ke atas bukit di

samping rumahku. Ku ikuti saja langkahnya.

‚Hal gila apalagi yang akan dilakukannya?‛ gumamku dalam hati.

‚Yan, ayo cepat,‛ ujarnya saat langkahku mulai kendor mendaki bukit yang cukup

tinggi.

‚Iya,‛ jawabku dengan tarikan nafas cepat.

‚Ini pena, ini kertas... Ayo ambil, Tulislah impianmu,‛ kata Yovan sesaat sampai di

puncak bukit itu.

‚Akh kau punyo berapa nyawa? Atau kau mau membunuhku... Aku ingin berhenti

sejenak... Capek sekali aku. Belum sempat aku istirahat sudah kau suguhkan dengan

imajinasimu,‛ ku buang pena dan kertas yang di beri. Ini benar benar menjengkelkan.

Belum lepas penatku, belum beraturan nafasku. Sudah di suruhnya ikut ide gila itu.

Untuk mengikutinya naik ke bukit ini sudah lebih bagus, daripada membiarkan dia naik

sendiri. Tapi sekarang malah dia menyuruhku untuk menulis hal yang mustahil itu.

‚Maaf Yan. Aku bukan bermaksud begitu, tidakkah kau lihat matahari sudah mulai

redup, mendung sudah terlihat. Takutnya kita kehujanan di sini. Apa kata orang nanti.‛

Yovan mencoba menenangkanku.

Page 98: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

98

‚Ya sudah, kau istirahatlah dulu. Aku sajo yang menulis dahulu‛ ucapnya memungut

kertas dan pena yang ku buang itu. Tangannya mulai asyik mencoret kertas itu,

memadupadakan huruf demi huruf yang di rangkainya menjadi kata bahkan kalimat.

‚Desa kita indah ya Van kalo di lihat dari sini. Baru kali ini aku kesini.‛ ucapku padanya

yang tengah berkutat pada mimpi mimpinya.

‚Iyo, aku kalau lagi bosan menghabiskan waktu di sini,‛ jawabnya terus menulis tanpa

menatapku.

‚Sudah selesai,‛ ucapnya 5 menit kemudian.

Ku pandangi kertas putih tadi sudah penuh dengan coretan gilanya, entahlah itu apa. Di

berikannya padaku. Mulai ku baca satu per satu, banyak mimpi yang ku temukan di sana.

Tapi ada mimpi yang mencolok dari tulisan itu yakni kalimat mimpi itu berbunyi kuliah di

ITB jurusan pertambangan, mimpi dan tinggi mimpi itu menurutku.

‚Yakinkah kau akan mimpi kau ini?‛ tanyaku ragu akan hal ini.

‚Ya aku yakin Yan... Sekarang ayo kau tulislah mimpi kau di kertas ini.‛ kata Yovan

meyakinkan aku dengan memberikan kertas kosong padaku.

Dengan ragu ragu ku ambil kertas itu, mulai ku tulis beberapa mimpi yang aku anggap

itu hanya lah bagian dari imajinasi. Universitas Negeri Surakarta itu impian terbesarku.

‚Cukup!‛ teriakku setelah kata terakhir dari lukisan mimpiku. Lalu ku perlihatkan pada

sosok laki laki remaja tanggung yang duduk didepanku.

‚Mimpi mu… bagus... Kuliah di Universitas Surakarta... Wahh aku mendukung kau Yan,

tetaplah jadi seorang pemimpi dan raih mimpi kau.‛ kata Yovan dengan wajah berbinar

binar membaca mimpiku kala itu.

Tapi itu rekaman memoriku setahun yang lalu, kini aku sudah meraih mimpiku itu.

Sudah 6 semester aku mengecap manisnya kuliah di Rantau orang. Dan tentang Yovan, aku

mendengar dia telah meraih mimpinya, Kuliah di ITB dengan semester ini menjadi

pemegang IP terbaik di jurusannya. Selama itu aku tak pernah berkomunikasi dengan dia,

jangankan tahu nomor handphonenya, tahu kabarnya saja aku kutip kutip dari orang yang

tahu tentang dia. Aku rasa kehilangan jika tanpa dia, tapi aku gengsi untuk mengakuinya.

Malam ini ku lewatkan dalam bayangan dirinya. Berharap esok hari aku dapat

memandangnya.

***

Page 99: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

99

‚Yan... kesini lah kau sebentar ada Etek Lin, nak ketemu dengan kau.‛ teriak ibu

mengejutkanku. Ku tinggalkan pakaian yang sedang aku kemas. Mendengar nama Tek Lin

jantungku berdegup kencang, apakah gerangan ibu Yovan ini datang kerumahku.

‚Hey sudah besar kau ruponyo Yan, tambah cantik pulo. Kata Ibu kau nak balik ke Solo

hari ko Yan?‛ kata Tek Lin sambil menyentuh hangat kepalaku.

‚Iyo rencananyo Tek, gimana kabar etek dan keluarga? Sehat sehat sajo kan?‛ tanyaku

pada Tek Lin. Padahal maksud ku ingin mendengar kabar tentang Yovan.

‚Alhamdulillah etek dan keluarga sehat. Senang sekali rasanya melihat kau sudah

berjilbab sekarang Yan.‛ kata Tek Lin tanpa berhenti memandangku.

‚Alhamdulillah Tek, nyaman sajo rasonyo dengan memakai jilbab ini Tek‛ jawabku.

Ingin sekali rasanya bertanya kabar Yovan tapi lidahku terasa kelu.

‚Okh iya Sar, maksud ambo kemari ingin mengasih kau bingkisan ini. Ini dari Yovan,‛

sahut Tek Lin tiba-tiba sambil menyerahkan bingkisan yang di bungkus plastik merah.

‚Terimakasih yo Ni Lin dan sampaikan juga terimakasih ambo samo Yovan yo uni.

Kapan Yovan pulang dari Bandung Ni?‛ tanya Ibu mewakili perasaanku.

‚Kemarin Sar, minggu depan dia akan balik ke Bandung lagi. Kalau si Yovan tahu Yanti

juga pulang pasti ia bakal main kesini. Katanya dia takana samo Yanti.‛Jelas Tek Lin.

‚Takana? Yovan ingat sama aku?‛ Denyut jantungku tak beraturan, benar benar tak

menentu. Mukaku terasa panas, rasanya darahku tak mengalir dengan baik setelah

mendengar kabar itu. Sadar akan sikapku yang berubah, takut akan salah tingkah di depan

Ibu dan Tek Lin mulai ku coba untuk kendalikan.

‚Iyo Tek, Yanti sudah lamo sekali ndak jumpa dengan Yovan. Lah takana pulo rasonyo,

nak main main samo Yovan tek. Tapi nanti sore jam 4 Yanti lah berangkat ke Solo tek.

Tolong sampaikan salam Yanti samo Yovan yo Tek.‛jawabku menutupi kerinduanku yang

sangat besar itu.

‚Ya sudah, nanti etek sampaikan samo Yovan. Etek nak balik pulang dulu, hati hati lah

Yanti di rantau orang, pandai pandai lah Yanti menjaga diri. Jangan lupo shalat ya nak‛ Tek

Lin menasehati ku.

‚Nah dengar tu kato Tek Lin, Yan.‛ ujar ibu menambahkan.

‚Iya tek, insyaallah Yanti pegang amanat Etek dan Ibu.‛ tekadku dengan air mata

berlinang karena begitu diperhatikan oleh orang orang terdekatku.

Page 100: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

100

‚Sar ambo pulang dulu yo, Yanti etek pulang yo,‛ tek Lin berpamitan padaku dan ibu.

Terpaku ku menatap langkah gontai perempuan paruh baya itu. Melihat sudut

senyumnya mengingatkan ku pada seorang pemuda yang diam diam telah lama mengisi

kekosongan hatiku.

‚Nak, sudah jam 11 ayo kau berkemas kemaslah. Nanti jam 12 kita akan berangkat

menuju bandara. Takutnya kalau kita tidak bergegas bisa bisa kita terjebak macet panjang

karena ada perbaikan jalan, arah Solok ke Padang.‛ kata Ibu mengusik lamunanku.

‚Iya Ibu,‛ jawabku lalu bergegas membereskan pakaian serta barang barang yang

hendak aku bawa. Tapi pikiran ku melayang pada sosok mata elang itu. Menerka nerka

wajahnya apakah masih sama seperti dulu atau adakah perubahan perubahan kecil yang

aku tak tahu.

***

Bandara

‚Nak hati hati yo kau di rantau orang, jaga diri baik baik. Kalau sudah sampai jangan

lupa kabari Ibu. Ibu dan Ayah selalu doaakan kau nak.‛ kata ibu tersedu sedu memelukku.

Terasa suasana saat itu haru biru.

‚Iya Bu. Insyaallah Yanti tidak akan sia siakan nasehat ibu dan ayah.‛ jawabku dengan

tekad aku kuliah di rantau orang untuk membahagiakan ayah, ibu dan Uni Fenti suatu hari

nanti.

Teng... Terdengar panggilan suara bahwa pesawat yang hendak aku tumpangi akan

segera berangkat.

‚Ayah, Ibu, Uni... Yanti berangkat dulu yo‛ ujarku sambil memeluk dan menyalami

orang orang tersayang dan terpenting yang ku miliki dalam hidupku.

‚Iya hati hati lah nak‛ ucap ayah.

Kubalikkan badan lalu mulai ku langkahkan kaki menuju sumber suara yang

menyuruhku sebentar lagi meninggalkan ranah minang tercinta.

‚Jangan cengeng, adik manis‛ sorak Uni Fenti dari kejauhan.

Aku hanya tersenyum sambil melambaikan tangan untuk membalas ledekan Uni Fenti.

Air mataku tertumpah sudah rasanya meninggalkan keluargaku untuk beberapa waktu

demi ilmuku.

Page 101: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

101

‚Yantiii... Yantiii...‛ terdengar suara lain memanggilku. Suara itu sepertinya bukan suara

dari ayah, ibu atau uni Fenti. Suara itu sama sekali tak asing bagiku. Tapi aku tetap

melangkah mungkin hanya ilusiku sejenak.

‚Yantii... Yan... tungguuu...‛ Suara itu terus mendekat, aku hentikan langkah. Ku

dengarkan baik baik, sepertinya itu suara dari seseorang yang ku damba. Ya, suara Yovan.

Tapi tak mungkin dia datang kesini, jarak tempuh dari Solok ke Padang saja cukup

memakan waktu dan dia saja tak tahu kabar aku. Ku balikkan badan ku untuk memastikan

siapa pemilik suara itu. Dan kau tahu, siapa sosok yang terengah-engah ku temukan di

depanku? Benar, itu Yovan,

‚Yovan??‛Aku terkejut atas kedatangannya, antara percaya dan tidak ku amati wajah itu

baik baik.

‚Iya benar Yan, ini aku. Kau pasti tidak percaya, aku tadi diberitahu amak kalau kau mau

berangkat sekarang. Bergegaslah aku kesini, karena untuk kali ini aku tak ingin kehilangan

kesempatan lagi.‛jawabnya sambil menatapku lalu menunduk.

Aku paham, ada gejolak perasaan yang dia rasakan kali ini, mungkin sama seperti aku.

Ada keinginan untuk menumpahkan perasaan itu dalam pelukan atau genggaman tangan

tapi itu tak akan kami lakukan, sekuat hati untuk melawannya dengan bertawakal pada

Yang Maha Kuasa. Karena kami pemuda pemudi minang yang di ajarkan tentang

bagaimana bersikap antara laki laki dan perempuan dalam islam.

‚Yan, aku nak memberi kau ini. Kotak ini sudah aku persiapkan dari terkahir kita

bertemu. Sebelum aku berangkat ke Bandung untuk pertama kalinya, tapi saat itu mentalku

belum cukup kuat untuk memberikan padamu. Dan hari ini lah waktunya, kau baca dan

kau simpan lah Yan,‛ ucap Yovan dengan wajah tertunduk dan memberikan kotak persegi

berwarna biru muda itu padaku.

Ku ambil kotak itu dengan perasaan yang tak menentukan, ku arahkan pandangan pada

ayah, ibu dan uni Fenti yang berdiri 10 langkah di belakang Yovan untuk mengisyaratkan

boleh atau tidak aku mengambil kotak ini. Anggukan dan senyum kecil yang ku dapat dari

ayah. Teet... suara itu kembali berkicau menyuruhku benar benar meninggalkan tempat ini.

‚Yovan, terimakasih untuk ini. Aku pergi dulu pesawat yang aku tumpangi sudah mau

berangkat. Salam untuk amak dan abak kau,‛ kata ku gemetar, saat gejolak perasaan itu

meluas.

‚Ya hati hati kau di sanaYan, ku titipkan doa untukmu,‛ teriak Yovan saat aku telah

melangkah pergi, ku lemparkan senyum dan lambaian tangan kepada keluarga dan dia

Page 102: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

102

yang ku cinta. Air mata meninggalkan jejaknya di mata ku untuk mereka yang ku sayang

yang lama lama menghilang dan mengecil dari pandanganku.

Sayap burung besi ini sudah mengapung di udara, bak lukisan dan miniatur kehidupan

jika di di perhatikan negeri ku yang elok dari ketinggian ini. Ada rindu, cinta dan

pengharapan yang ku titipkan di sana. Okh, tersadar aku, ada kotak yang hendak aku buka.

Dengan hati hati mulai ku singkirkan tutup kotak itu, ada 2 benda disana yang satu persatu

benda tersebut terbungkus ayaman rotan.

Pertama, ku buka benda yang di gulung tersebut. Ada surat, benar itu sebuah surat.

Untuk kau yang hari ini dititipkan Allah di hatiku,

Kau pernah pertanyakan padaku bukan, kenapa aku tak pernah punya kekasih? Kau juga pernah

tanyakan padaku apa yang membuatku semangat hadapi hidupku? Tapi aku menjawab semua

pertanyaan mu dengan ketidak pastian bukan? Baiklah, izinkan aku menjawabnya saat ini.

Itu karena kau, Yanti.

Kau lah yang membuat aku semangat, kau lah yang membuat aku tak ingin mencari kekasih. Tapi

selama ini aku tak pernah katakan itu semua bukan? Karena aku hanya ingin mencintai mu dalam

diam. Karena cintaku bukan diatas lisan maka tak harus aku ucapkan. Cintaku bukan pula di mataku

maka tak harus aku menatapmu. Cintaku bukan pula pada jemariku maka tak perlu ku sentuh dirimu.

Aku mencintaimu dengan kebenaran. Aku mencintaimu dengan memuliakanmu dan diriku. Aku

mencintaimu dengan menjaga kehormatanmu dan kehormatan ku. Dan aku mencintaimu karena

ALLAH SWT. Maha suci Allah. Aku tak peduli mereka berkata apa atas kebisuan cintaku... Tapi aku

tetap yakin inilah yang terbaik... Aku akan tetap rahasiakan rasa hatiku... Benar, aku mencintai mu

dalam diam. Bukan membenci hadirmu, tetapi menjaga kesuciannya, bukan untuk menghindari

dunia, tetapi meraih SurgaNya.

Mencintai mu dari kejauhan, karena hadirmu jika saat ini terajut hubungan bersamaku hanya

akan menggoyahkan iman dan ketenangan, mungkin sajakan membawa kelalaian hati-hati yang

terjaga. Mencintai mu dengan kesederhanaan, Memupuknya hanya akan menambah penderitaan...

dan menumbuhkan harapan hanya akan membumbui kebahagiaan para syaitan... Mencintai mu

dengan Keikhlasan, karena tentu kisah Sayyidina Ali Bin Abi Talib dan Fatimah r. a yang diingini

oleh hati.

Wahai calon makmumku, hari ini ku harap kau tahu rahasia besar yang telah ku jaga sekian hari.

Percayalah...

Di balik cinta diamku terdapat bukti kesungguhanku...

Page 103: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

103

Di balik cinta diamku, aku selalu menjanjikan kesetiaan.

Dan sudah ku buktikan walau cinta belum ku ucapkan...

Takdir rusuk-ku tak tau dengan siapa, namun setidaknya saat ini baru kau yang mampu meluluhkan,

aku berharap kaulah sang Rusuk Idaman, dan Sejujurnya aku selalu memintamu untuk

mendampingi hidupku, hanya saja aku melakukannya dalam do'a-do'aku... Karena aku tidak mau

gamang untuk mengatakan semua, hanya takut mendahului takdir Allah yang Maha membolak

balikkan hati. Dan aku akan menunggu waktu yang tepat.

Untukmu sebuah hati yang terangkai dalam untaian do’a,

Andai dirimu yang Allah pilihkan untuk diriku... Ingin kubisikkan padamu. Sekarang kau raihlah

impian dan gengamlah impianmu itu setinggi tingginya. Jika ada torehan tinta Allah bersamamu.

Biarlah aku menjemputmu dalam sebuah ikatan pasti. Aku akan menjadi yang terbaik untukmu. Aku

gantungkan impianku bersamamu.

Wassalam,

Yovan

Tak terasa air mataku jatuh bertumpahan membaca sajak indah yang tertulis disana. Dari

seseorang yang aku cinta.

Kemudian aku buka benda kedua, kutemukan mukenah dengan kertas kecil yang

bertuliskan

‚Semoga mukenah ini menemanimu dalam merajut do’amu bersama Sang illahi‛

Tak henti henti ku lafazkan nama Allah, ada rasa syukur dan sedih yang menyelinap

didalamnya. Dia yang selama ini aku cinta ternyata juga punya rasa yang sama, tapi rasa itu

di jaga untuk dia Sang Pencipta.

‚Aku gantungkan juga impianku bersamamu Yovan. Ku tunggu kau menjemputku,‛ ku

tutup surat itu. Ku hanyut dalam doa dan cinta yang ku serahkan akhirnya pada Sang

Pencipta sambil memeluk mukenah darinya.

Arti Kata

Kamano = kemana

Page 104: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

104

Gadang = besar

Nak = ingin

Takana = Teringat

Urang Bujang = Anak Muda minang

Mambangkik Batang tarandam, manghapus arang di kening = Membangkit batang

terendam, menghapus arang di kening (pepatah Minangkabau yang artinya untuk

menaikkan harga diri keluarga)

THE END

Page 105: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

105

Wrong Number?

Cerpen Lomba

Dari Salah Sambung Cinta

pun Bersambung

KARYA MAYMUNAH

Page 106: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

106

‚Halo! Ini siapa ya?‛ kata gue menjawab sebuah panggilan telepon dari nomer yang gak

gue kenal.

‚Emangnya ini siapa?‛ tanya dia ke gue.

Hmm, orang iseng nih kayaknya. Gue kerjain ah.

‚Ini gue,‛ jawab gue.

‚Iya, namanya siapa?‛ tanya dia penasaran.

‚Mau tau aja, emang loe siapa?‛ tanya gue balik

‚Gue Elang. Hmm, boleh dong entar malem gue ke rumah loe?‛ tanya dia.

‚Elang? Elang siapa ya? Gak kenal tuh.‛ jawab gue ketus.

‚Ya, nanti kan bisa kenalan. Boleh tau alamat rumah loe gak?‛ tanya dia.

‚Owh, boleh banget, gue tinggal di perumahan Pondok Indah. Rumah gue paliiiiiiiing

ujung. Sampe ketemu nanti malem. Bye!‛ ucap gue dan memutuskan telponnya.

Mampus loe! Cari aja rumah gue di sana, loe kelilingin sepuluh kali pun juga gak bakal

ketemu!

Saat malam tiba, tuh cowok nelpon gue lagi. Sebenernya sih males angkat telpon dari dia.

Tapi ini kesempatan emas buat gue ngerjain dia lagi. Hehehe.

‚Halo,‛ jawab gue.

‚Hai, gue mau OTW ke rumah loe nih. Oh ya, nama loe siapa?‛ tanya dia

‚Nama gue? Nama gue Cici. Loe entar tanya aja sama orang-orang di pondok indah.

Mereka semua kenal gue kok. Oh iya gue lupa, loe kalo mau ke rumah gue wajib bawa

pizza buat bokap gue. Soalnya, setiap cowok yang datang ke rumah harus bawa pizza, kalo

gak, bokap gue gak bakal ijinin dia masuk ke dalam rumah. Dan loe juga harus inget,

bawanya 10 kotak gak boleh kurang. Oke? Bye!‛ ucap gue memutuskan telpon.

Gue ketawa ngakak membayangkan tuh cowok bawa pizza 10 kotak ke pondok indah

terus ternyata salah rumah. Haha. Pasti gokil abis, haha. Papa yang ngeliat gue ketawa

lepas, heran dan bertanya ke gue.

‚Kamu kenapa Ken? Kok kayaknya seneng banget?‛ tanya Papa.

‚Itu Pa, ada orang iseng, ya udah Kenari kerjain aja. Haha,‛ jawab gue.

‚Kamu ini, gak boleh seperti itu. Kasian, nanti kualat lho.‛ nasehat Papa

Page 107: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

107

‚Yee, lagian salah dia sendiri iseng,‛ kata gue

‚Kamu ini ada-ada saja,‛ kata Papa menggelengkankepalanya.

Beberapa saat kemudian, tuh cowok nelpon gue lagi.Tapi, gue sengaja gak angkat. Biarin

aja. Biar tau rasa! Kenari di isengin.

Keesokan paginya gue bangun dan langsung mencari HP gue. Saat gue liat layarnya, gila

10 panggilan tak terjawab dan dari dia semua! Wow! Tiba-tiba HP gue berbunyi, ada

panggilan dari nomer dia lagi.Gue pun mengangkatnya.

‚Halo,‛ jawab gue.

‚Halo, maaf, apa ini Cici?‛ tanya seseorang, tapi kayaknya ini bukan suara tuh cowok

deh.

‚Oh maaf, saya bukan Cici.Ini siapa ya?‛ tanya gue balik.

‚Oh maaf, tapi saya hanya ingin memberitahukan kalo pemilik HP ini sedang ada di

rumah sakit. Dia tadi malem dipukulin sama preman pondok indah dan saya bingung harus

menghubungi siapa. Karena nomer ini yang terakhir dia hubungi makanya saya

menghubungi kamu.‛ jelas orang tersebut.

‚Hmm, kalo boleh tau, rumah sakitnya dimana ya?‛ tanyague

‚Di dekat Pondok Indah,‛ jawab dia

‚Ok, saya segera kesana,‛ kata gue dan langsung memutuskan telponnya.

Gue pun bergegas mandi dan berpakaian rapi. Tanpa sarapan, gue langsung ke garasi

ngambil mobil dan pergi ke rumah sakit.

Sekitar 30 menit, gue sampai di rumah sakit dan langsung menuju ruang rawat Elang.

Sesampainya disana gue kaget bukan main. Muka Elang babak belur.Ya ampun, kok bisa

sampe kayak gini ya? Gue duduk disampingnya, gue memperhatikan wajahnya. Cakep juga

nih cowok, batin gue tersenyum. Ih, gue ngomong apaan sih? Tiba-tiba dia sadar dan

membuka matanya, dia menatap gue heran.

‚Hai,‛ sapa gue.

‚Loe siapa?‛ tanya dia.

‚Gue? Gue cewek yang loe telpon kemaren,‛ jawab gue

‚Owh, jadi loe Cici.‛ kata Elang.

Page 108: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

108

‚Hmm, sorry. Sebenarnya nama gue Kenari bukan Cici dan rumah gue di Harapan Indah

bukan Pondok Indah. Maaf ya, gue udah bohongin loe. Sampe loe bonyok kayak gini,‛ kata

gue merasa bersalah.

‚Iya, gak papa kok. Salam kenal ya,‛ kata dia.

‚Iya,‛ balas gue.

Gue pun berbincang banyak hal dengannya. Nanti sore dia udah boleh pulang, karena

dia cuma luka ringan. Syukur deh.

Setelah kejadian tersebut, gue jadi deket sama dia. Kita jadi sering jalan bareng, dia juga

sering ke rumah gue dan akrab banget sama Papa. Yah, gimana gak akrab, dia jadi partner

Papa main catur. Udah kompak banget deh mereka.

Hari ini, gue dan Elang janjian nonton di bioskop.Saat tengah asik nonton film, Elang

berbisik di telinga gue.

‚I love you, loe mau gak jadi cewek gue?‛ bisiknya.

Gue menatapnya tajam dan kemudian tersenyum. Gue mengangguk pasti. Elang

kemudian menggenggam tangan gue dan tersenyum bahagia.Kami pun kembali fokus

nonton film dengan tangan yang menyatu. Ini sih namanya gara-gara salah sambung, cinta

gue dan Elang pun nyambung deh. Haha.

THE END

Page 109: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

109

Hey, all people get a chance to change, right?

Cerpen Lomba

Nggak Nyangka

KARYA TRIA SULISTIANINGSIH

Page 110: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

110

Sintha menendang kaleng minuman didepannya. Ia melipat tangan sambil cemberut di

halte. Jam tangannya menunjukan pukul 07.50. Sudah hampir setengah jam dia menunggu

bus, tapi tak satu pun bus yang lewat di depannya. Dia membersihkan kacamatanya dari

debu dan di saat yang bersamaan seorang pengendara sepeda motor berhenti di

hadapannya. Pengendara sepeda motor itu membuka kaca helmnya. Sintha menyipitkan

mata, ia kenal betul dengan laki-laki pengendara sepeda motor itu.

‚Harri?‛ kata Sintha.

‚Kutu buku, mau ikut nggak?‛ kata Harri. ‚Kamu nggak mau kalau reputasimu sebagai

bintang sekolah rusak gara-gara terlambat sekolah kan?‛

Sintha bergeming, betul juga yang di katakan Harri. Ketimbang dia terlambat, akhirnya

Sintha terpaksa membonceng Harri. Sintha menarik nafas panjang ‚Oke, aku ikut.‛

Selama perjalanan mereka berdua diam tanpa kata. Sampai beberapa meter dari sekolah,

Harri sengaja menghentikan motornya.

‚Turun!‛ kata Harri galak.

‚Apa? Aku turun di sini? Kan belum sampai sekolah.‛ kata Sintha kebingungan.

‚Ya iyalah. Aku sudah membantumu menjaga reputasimu, jadi bantu aku juga dong,

menjaga reputasiku sebagai pre-man se-ko-lah.‛

‚Maksudmu?‛ tanya Sintha.

Harri menghela nafas. ‚Begini Nyonya Kutu Buku, apa kata dunia kalau seorang preman

paling ditakuti di sekolah, berangkat bareng Nyonya Kutu Buku seperti kamu? Paham?‛

kata Harri setengah membentak. Dia langsung menutup kaca helmnya dan pergi

meninggalkan Sintha sendirian.

‚Huh, nolongnya ikhlas nggak sih?‛ seru Sintha pada Harri yang meninggalkannya. Dia

terpaksa jalan kaki setengah berlari-lari kecil karena bel masuk sekolah berbunyi tiga menit

lagi. Meski keringat membasahi kening Sintha, tapi semua itu seolah terbayar karena saat

Sintha melewati pintu gerbang sekolah bel masuk berbunyi.

Pak satpam sekolah langsung menutup gerbang dan tak jauh dari situ, Pak Abdullah,

salah satu guru yang masuk dalam daftar guru killer, sedang mengintrogasi setiap siswa

yang akan masuk ke kelas. Saat Sinta mendekat, segerombolan siswa perempuan pergi,

tinggal tersisa Pak Abdullah dan Harri. Mereka seperti sedang berbicara serius.

‚Nah, ini dia contoh siswa yang rajin.‛ kata Pak Abdullah saat melihat Sintha.

Sintha tersenyum dan menyalami Pak Abdullah.

‚Rajin dari mana? Dia aja berangkat lebih siang dari saya, Pak.‛ kata Harri mencibir.

Page 111: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

111

‚Tapi berpenampilan rapi, sopan dan pintar lagi. Sedangkan kamu, lihat! rambut acak-

acakan seperti itu. Di rumah tidak ada sisir atau gimana?‛ kata Pak Abdullah dengan suara

yang keras dan berusaha menjangkau rambut Harri.

‚Pak, ini tuh model rambut terbaru,‛ kata Harri ngeles sambil merapikan tatanan

rambutnya, atau lebih tepatnya mengacak-acak rambutnya.

‚Tapi model rambut seorang pelajar bukan seperti itu, disisir dulu sini atau perlu

dipotong sekalian.‛ kata Pak Abdullah mengeluarkan sisir pink dari sakunya.

Sintha langsung menutup mulutnya menahan tawa, sementara Harri sontak berteriak,

‚Asthagfirullah.‛

‚Kenapa?‛ kata Pak Abdullah

‚Itu nggak salah Pak? Sisir pink?‛ kata Harri menunjuk sisir yang masih dipegang Pak

Abdullah.

‚Bapak, ini jadinya kita gimana? Sebentar lagi pelajaran segera dimulai kita nggak mau

terlambat ikut pelajaran.‛ kata Sintha memotong pembicaraan.

‚Ya nih, Pak.‛ tambah Harri.

‚Ya sudah, kalian boleh masuk, tapi untuk Harri nanti siang jangan pulang dulu. Temui

Bapak di perpustakaan!‛ kata Pak Abdullah.

***

Bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa bergegas pulang kecuali Harri yang di setiap

langkah selalu tengok kanan dan kiri memastikan tak ada orang yang melihatnya masuk ke

perpustakaan, terlebih lagi jika komplotan premannya melihat peristiwa masuknya Harri ke

perpustakaan akan menggemparkan sekolah. Untuk terakhir kali Hari tengok kanan kiri.

‚Aman.‛ katanya.

Harri membuka pintu perpustakaan, di sana terlihat seorang wanita paruh baya yang

duduk sendirian memandang buku tebal. Dia memakai kacamata yang tebal pula, dia

tampak terkejut melihat kehadiran Harri. ‚Kamu tak salah masuk ruangan, Nak?‛

‚Nggak. Aku dipanggil Pak Abdul untuk ke sini pulang sekolah.‛

‚Ya, beliau ada di sana,‛ kata wanita itu menunjuk ke pojok perpustakaan, terlihat Pak

Abdul tenggelam dalam tumpukan buku tebal dan tua. ‚Tapi mohon isi daftar pengunjung

dulu, Nak!‛

Page 112: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

112

Setelah Harri menulis namanya di daftar pengunjung perpustakaan, dia mendekati Pak

Abdullah. Setibanya dia di sana Pak Abdullah langsung menyeret Harri untuk duduk di

kursi kayu yang mulai rapuh. ‚Harri, saya sudah banyak mendapat laporan dari guru

bahwa nilai-nilaimu di sekolah sangat rendah. Oleh karena itu, saya terpaksa untuk

memberikan tindakan yang tegas terhadapmu.‛ Pak Abdullah membanting buku tebal ke

meja, debu-debu yang menempel di buku langsung melayang-layang di depan muka Harri.

‚Baca semua buku ini, besok akan saya tes, sampai mana kamu mempelajari buku ini.‛

Harri menghela nafas, dua jam dia lewatkan di perpustakaan membolak-balik buku tebal

dari pengarang yang menggunakan bahasa tingkat dewa. Setiap menit berlalu, Harri

menguap dan matanya meminta untuk tidur. Harri tak mampu menahan rasa kantuk dan

bosannya, dia memutuskan untuk mengepak semua buku yang harus dia pelajari dan

menjejalkannya ke dalam tas. Dia pergi dan membanting pintu. Semua pengunjung

perpustakaan kaget termasuk wanita penjaga perpustakaan yang mengomel-ngomel pada

Harri.

* *

Tok..tok..tokk..

Harri membuka pintu, matanya yang sayu langsung membelalak melihat seseorang yang

berdiri di depan pintu rumahnya. ‚Sintha?‛ katanya terkejut.‛Ngapain kamu ke sini?‛

Sintha ikut terbelalak melihat penampilan Harri yang berbeda dari biasanya dilihat di

sekolah. ‚Aku kesini nganter buku ini ke kamu, kemarin kamu ninggalin buku ini di

perpustakaan. Benda apa itu di matamu?‛ Sintha menunjuk kacamata persegi yang dipakai

Harri. ‚Dan rambutmu? Kamu beneran Harri, kan?‛ kata Sintha kaget setengah mati

melihat gaya rambut Harri yang disisir rapi.

Belum sempat Harri menjawab, terdengar suara dari dalam rumah, ‚Harri, Siapa yang

bertamu?‛Sintha melihat seorang wanita yang tak muda lagi, sisa-sisa kecantikannya masih

terlihat pada kerlingan matanya. Sintha tersenyum dan menyalami wanita itu,

‚Ibu, ini Sintha, temanku‛ kata Harri. ‚Sintha ini ibuku.‛

‚Ooh, temanmu, ya di ajak masuk tho, Nak.‛ kata Ibu Harri. Suaranya yang lembut

berkata pada Shintha. ‚Ayo masuk, Dhe Sintha, kebetulan Ibu sudah masak enak di dapur.

Pasti capek dateng ke sini.‛

Ibu Harri mengajak Sintha ke ruang makan. Harri hanya diam menundukan kepala,

pipinya berubah merah merona, dilepasnya kacamata persegi yang bertengger di hidung

mancungnya. Lalu duduk di kursi makan. Ibu Harri menyajikan makanan ke meja makan

sambil mengoceh. Sintha bermaksud membantu Ibu Harri menyajikan makanan, namun Ibu

Page 113: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

113

Harri menyuruhnya duduk manis di sebelah Harri. Ibu Harri melanjutkan ocehannya dan

mulai menanyakan perilaku anaknya pada Sintha.

‚Dhe Shinta kenal betul dengan Harri? Harri di sekolah pasti badung ya?‛ kata Ibu Harri.

Sintha melirik ke Harri, ‚Nggak kok, Bu.‛

‚Ayo makan, Dhe Sintha. Ibu adanya makanan seperti ini. Kamu nggak suka yah? Kalau

nggak suka, tunggu sebentar! Ibu mau buat sup ayam dulu.‛

‚Nggak usah, Bu.‛ kata Sintha. ‚Nggak usah repot-repot. Sintha suka kok, Bu.‛

‚Beneren suka?‛

Sintha mengangguk

‚Lagian, Harri nggak bilang ke Ibu kalau ada temenmu yang dateng ke rumah.‛

Shintha melirik masakan yang disajikan Ibu Harri. Nasi putih, sayur daun pepaya, tempe

goreng dan kerupuk. Dia mengambil nasi, tempe, krupuk dan sedikit sayur daun pepaya.

Sementara Harri terlalu banyak mengambil sayur daun pepayanya. Sintha melirik pada

Harri yang juga sedang memandangnya. Ingin rasanya Sintha berteriak, ‘Ngapain liat-liat?’

namun saat itu masih ada Ibu Harri.

Harri menyantap satu sendok penuh makanannya ke dalam mulut, tetapi pandangannya

ke arah Sintha. Seketika itu, Ibu Harri yang melihat kelakuan anaknya, langsung menegur.

‚Harri, tumben banget kamu doyan sayur daun pepaya.‛

Harri tertegun. Malatanya melotot, mulutnya berhenti mengunyah, dan dia baru

menyadari rasa pahit telah menempel pada lidahnya. Dia lari ke kamar mandi, membuka

kran dan memuntahkan semua isi mulutnya. Terdengar dari dalam kamar mandi Ibu Harri

dan Sintha tertawa terbahak-bahak.

Selang beberapa menit, Harri keluar dari kamar mandi. Sintha dan Ibu Harri berusaha

menahan tawa, menganggap tak ada yang terjadi. Harri duduk di kursinya. Ibu Harri

memulai pembicaraan, ‚Dhe Sintha kesini mau belajar bareng Harri? Kebetulan Harri lagi

rajin belajar. Tadi aja belajar sampai ketiduran.‛

Sintha tertegun, melirik kearah Harri. ‚Nggak, Bu. Sintha cuma mau ngembalikan

bukunya Harri yang ketinggalan di perpustakaan.‛

‚Makasih ya, Sin.‛ kata Harri dengan suara lirih hingga Ibu Harri tak bisa mendengar.

Sintha yang di sebelahnya hanya mengangguk. Mereka pun melanjutkan makan siang.

Merasa tak enak jika Sintha langsung pergi setelah makan siang, dia memutuskan untuk

membantu Ibu Harri mencuci piring. Ibu Harri sangat terharu, betapa ia menginginkan

Page 114: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

114

seorang anak perempuan. Ibu Harri meneteskan air mata dan langsung menghapusnya

dengan lengan bajunya. Setelah selesai mencuci piring, Ibu Harri mengajak Sintha melihat

album kenangan keluarganya, di situ terpampang foto saat pernikahan orang tua Harri, dan

ketika mereka dikaruniai anak laki-laki pertama.

‚Ini Harri?‛ kata Sintha menunjuk ke sebuah foto anak laki-laki kecil yang sedang

memegang balon.

‚Bukan. Dia Henri, kakaknya Harri, dia sekarang sudah menjadi dokter di salah satu

rumah sakit swasta. Foto ini diambil saat perayaan ulang tahunnya yang kedua.‛ Ibu Harri

membalik halaman album dan menunjuk sebuah foto seorang anak laki-laki yang ingin

menangis sedang digendong seorang nenek. ‛Nah ini Harri, saat usianya empat tahun. Dulu

dia sangat takut pada neneknya sendiri. Dia bilang bahwa nenek selalu bau tanah.

Terkadang Ibu melarangnya berkata seperti itu apalagi jika sedang kumpul keluarga.‛

Merasa sudah cukup lama mengobrol, Sintha pamit pada Ibu Harri yang langsung

memerintahkan Harri untuk mengantar Sintha pulang.

‚Sorry, Sin. Motorku lagi rusak, jadi jalan kaki aja nggak apa-apa kan?‛ kata Harri. Sintha

mengangguk sebagai jawaban. Pada awalnya mereka saling diam hingga beberapa meter

meninggalkan dari rumah Sintha tiba-tiba tertawa sendiri.

‚Aku nggak nyangka, ternyata kamu di rumah jauh banget dengan yang di sekolah.‛

kata Sintha.

‚Oke, sekarang maumu apa? Membeberkan tingkahku ini ke semua teman sekolah

supaya reputasiku rusak?‛ tukas Harri

‚Ada yang lebih penting dari sekedar reputasi.‛ kata Sintha. ‛Aku tahu posisimu

sekarang. Mungkin kamu juga tak akan menyangka kalau aku ini juga preman sekolah

waktu di SMP. Aku pernah merasakan di D.O. hanya karena memukul teman sekelasku

yang mengejek ayahku dan sebadung-badungnya preman di SMP-ku ialah aku.‛

‚Nggak mungkin. Kamu bohong.‛

‚Buat apa aku bohong. Aku berubah saat aku masuk SMA. Aku yakin semua orang pasti

memiliki kesempatan untuk memberbaiki diri. Karena kita hidup untuk belajar sebelum kita

diberangkatkan ke dunia yang lain. Begitu juga kamu, Harri, kamu memiliki mimpi seperti

kakakmu menjadi seorang dokter kan? Aku yakin kamu mampu membahagiakan kedua

orang tuamu.‛

Suara deru bus terdengar. Membuyarkan pikiran Sintha namun rupanya pikiran Harri

masih melayang. Sintha tersenyum pada Harri dan segera naik bus ketika bus berhenti tepat

Page 115: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

115

di hadapan mereka. Saat bus melaju pun Sintha masih tersenyum lewat jendela dan

melambaikan tangan. Harri diam beberapa saat lalu membalikan badan.

***

Senin pagi seperti biasa bagi Sintha, menunggu bus yang lama datangnya, dia menghela

napas panjang dan duduk di halte sambil membaca buku biologi yang lumayan tebal. Tak

berapa lama, seseorang duduk di sampingnya. Sintha tak menoleh.

‚Emang bisa belajar di tempat rame kayak gini?‛ kata orang di sebelah Sintha.

Sintha menutup bukunya. Dalam hati dia ingin sekali memarahi orang di sebelahnya itu

untuk nggak ikut campur urusan orang. Tapi begitu Sintha menoleh ke orang di sebelahnya,

betapa kagetnya dia mendapati orang itu adalah Harri. Dia nyengir pada Sintha, dan dia

nggak malu menggunakan kacamatanya. Sintha mengamati Harri dari ujung kaki sampai

ujung kepala. Rambutnya disisir rapi dan seragamnya pun rapi.

‚Kenapa sih, lihat-lihat kayak gitu? Naksir?‛ kata Harri sambil tertawa.

‚Ge-er,‛ kata Sintha. ‚Tumben amat nunggu bus. Nggak bawa motor?‛

‚Lagi males.‛ kata Harri.

Beberapa menit kemudian bus berhenti di depan mereka. Mereka sama-sama naik bus

dan saat mereka tiba di sekolah, sekolah masih sepi. Mereka datang terlalu pagi tapi Pak

Abdullah udah berdiri di depan gerbang sambir menyisir rambutnya dengan sisir pink

miliknya.

‚Kayaknya yang tobat nggak cuma kamu aja deh.‛ bisik Sintha.

Harri tertawa. ‚Pagi, Pak,‛ sapanya pada Pak Abdullah.

‚Lho, siapa ini? Anak baru?‛ kata Pak Abdullah kaget. ‚Perasaan nggak ada anak baru

yang masuk sini deh,‛

‚Bapak, ini Harri. Masak Bapak nggak paham.‛ jelas Sintha.

‚Oaalaah kamu tho,‛ kata Pak Abdullah menepuk bahu Harri. ‚Heh, tapi bukan berarti

kamu bebas dari tugasmu yang kemarin.‛

Seketika Harri membusungkan dada dan memberi hormat pada Pak Abdullah sambil

berkata, ‚Siap, Komandan.‛

THE END

Page 116: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

116

Profil Penulis

Administrator

R

Nama Pena: Naomi

Jenis Kelamin: Perempuan

Tanggal Lahir: 25 Desember

Hobi: Menulis, Membaca, Mendesain

L

Nama Pena: Adila

Jenis Kelamin: Perempuan

Tanggal Lahir: 1 Maret

Hobi: Membaca, Menulis

---

Freelancer

Lisia Oktafiani (SEBUAH KEJUJURAN)

Noviana Kusumawati (SELAYAKNYA KISAH MEREKA)

Nama: NOVIANA KUSUMAWATI

Facebook: http://www.facebook.com/noviana.kusuma24

Twitter: @novianaku

In`am Ulya (GARA-GARA TELAT)

Nama saya In`am Ulya Muna,salam kenal ^_^

Saya adalah siswa SMPN 1 Bumiayu. Juga author di fanfiction.net.

Sekian dari saya, semoga cerpen ini bermanfaat.

Terimakasih.

Page 117: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

117

Ade Zetri Rahman (KUGANTUNGKAN MIMPIKU BERSAMAMU)

Saya Ade Zetri Rahman sekarang saya kuliah di Poltekkes Kemenkes RI Padang Jurusan

Keperawatan Gigi semester 3.

---

Peserta Lomba

Maymunah (DARI SALAH SAMBUNG CINTA PUN BERSAMBUNG)

Nama Lengkap: Maymunah

Tempat/Tanggal Lahir: Banjarmasin, 6 Desember 1994

Jenis Kelamin: Perempuan

Facebook/Twitter: MayFriend/@Maymunah06

Tia Sulistianingsih (NGGAK NYANGKA)

Nama Lengkap: Tia Sulistianingsih

Tempat/Tanggal Lahir: Banyumas, 1 Juli 1996

Jenis Kelamin: Perempuan

Page 118: The KCRdA Short Story Collection

The KCRdA Short Story Collection

118