the feel of silk bagian kedua

14
THE FEEL OF SILK Pelarian Cinta Seorang Gadis Australia dan Pencarian Cinta Sejati Seorang Bangsawan Portugis Oleh JOYCE DINGWELL Alih Bahasa BERTI NURUL KHAJATI Diterbitkan pertama kali pada tahun 1967 oleh Mills & Boon Limited, 50 Grafton Way, Fitzroy Square, London, England. SBN 373-01342-6 Semua karakter dalam buku ini tidak nyata melainkan hanya rekaan penulis, dan tidak hubungannya dengan siapapun yang memiliki nama yang serupa, bahkan tidak terinspirasi oleh seseorang baik yang dikenal maupun tidak dikenal oleh penulis. Semua kesamaan hanyalah kebetulan belaka.

Upload: berti-subagijo

Post on 20-Jul-2015

50 views

Category:

Entertainment & Humor


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: The feel of silk bagian kedua

THE FEEL OF SILK

Pelarian Cinta Seorang Gadis Australia dan Pencarian Cinta Sejati

Seorang Bangsawan Portugis

Oleh

JOYCE DINGWELL

Alih Bahasa

BERTI NURUL KHAJATI

Diterbitkan pertama kali pada tahun 1967 oleh Mills & Boon Limited, 50 Grafton

Way, Fitzroy Square, London, England.

SBN 373-01342-6

Semua karakter dalam buku ini tidak nyata melainkan hanya rekaan penulis, dan

tidak hubungannya dengan siapapun yang memiliki nama yang serupa, bahkan

tidak terinspirasi oleh seseorang baik yang dikenal maupun tidak dikenal oleh

penulis. Semua kesamaan hanyalah kebetulan belaka.

Page 2: The feel of silk bagian kedua

BAGIAN KEDUA

Asia Timur seperti cheongsam, batin Faith terpesona. Karena hari-hari di

pelabuhan yang berlalu dengan cepat itu berwarna, mengalir, bergerak.

Selembut sutera.

Faith merasa agak kecewa ketika pesiar-pesiar misterius yang telah

dinikmatinya di setiap pelabuhan sudah berakhir di sini, namun Victoria, ibukota

Hong Kong yang anggun di seberang sana tempat lokasi Cathay Queen

bersandar, mempunyai garis cakrawala yang menawan, sementara Kowloon

yang berdenyut, di sisi pelabuhan ini, segala sesuatunya padat dan mempesona,

sehingga bahkan tanpa dolar Hong Kongpun untuk membeli mutiara, gading,

mawar kristal, jutaan benda-benda indah lainnnya yang sedang ditawar para

turis, hidup masih terasa menggairahkan.

Faith berhenti mengikuti gadis-gadis itu menuruni jalan-jalan Shantung

dan Nathan yang mengagumkan di Kowloon, untuk menjelajahi beberapa dari

sekian banyak jalan-jalan ‘tangga’ di sisi Victoria yang menanjak perlahan,

dengan toko-toko di kedua sisinya, menaiki lereng terjal puncak itu.

Lalu ada Tiger Balm Gardens, gratis pula, dan meskipun Faith ingin

membeli tirai merah, sandal kayu berukir, memesan gaun sutera Thai dan

memintanya mengirimkan malam ini, nampaknya, itulah yang dilakukan di

Cathay Queen, dia sudah cukup puas dengan memandang, mencium dan

menyerap atmosfer timur.

Pria tinggi, gelap, tak seperti penumpang lain di kapal pesiar yang tetap

tinggal untuk perjalanan pulang, sudah meninggalkan kapal, dan meskipun Faith

gembira karenanya, tak lagi diingatkan pada saat-saat memalukan ketika pria itu

menyaksikan dirinya berpelukan di depan umum di taman itu, sesuatu yang

nampaknya tak pernah terjadi di negaranya sendiri, namun Faith masih tetap

menyimpan rasa penasaran tentangnya, mengapa dia di Australia, mengapa dia

kembali ke Hong Kong, kembali ataupun sekedar lewat, karena seharusnya dia

tetap tinggal bersama para turis di Cathay Queen.

Pada saat terakhir dari hari-hari yang menakjubkan, merasa lebih yakin

Page 3: The feel of silk bagian kedua

dengan wilayah itu dan terhadap dirinya sendiri, percaya diri bahwa dia tak perlu

ditemani oleh yang lain, dia tak mengharapkan untuk pergi bersama mereka,

meskipun mereka juga sekali lagi berbelanja di Kowloon, dia memutuskan untuk

pergi sendiri. Dia sudah dijamin hanya ada sedikit resiko. Orang Cina pada

dasarnya jujur dan kekerasan terhadap orang asing hampir tak diketahui.

Bahkan seorang gadis muda, bendahara kapal meyakinkan, bisa berjalan di

jalan raya kapan saja, hanyalah di bioskop dan televisi saja Hong Kong muncul

sebagai latar belakang misteri dan kejahatan.

Faith menuruni gang sempit, melepaskan diri dari sejumlah “pemandu”

yang menawarkan dirinya sendiri untuk membuat penawaran terbaik Kowloon,

dan menemukan jalannya ke Star Ferry, sebuah jalur eksklusif dari bis air yang

menyeberangi jalur pelabuhan setiap lima menit menuju ibukota Victoria di sisi

lainnya.

Kembali dia terpesona dengan jumlah dan kesibukanan kapal-kapal besar

dan perahu-perahu kecil dari adanya keluarga-keluarga yang benar-benar tinggal

di atas air hijau lumut yang harum itu, silhuet yang sedikit hina dari Victoria di

mana bis air hilir-mudik dan yang menarik, lagi lusuh, wajah Kowloon sekarang

tertinggal di belakang. Dia keluar dari dermaga Victoria dan berjalan santai

melewati hotel Mandarin yang megah, setengah berharap si Grandee

Spanyol ...dia menyebutnya demikian ...untuk muncul, karena Mandarin, dengan

penjaga pintunya yang cantik, udaranya yang khas kemewahan timur,

bagaimanapun juga menarik si Grandee. Dia tak akan muncul, tentu saja;

mungkin sekarang dia sudah keluar dari Hong Kong. Faith sedikit cemberut . Ke

mana pria Spanyol akan pergi dari sudut Cathay yang dulu?

Perhatiannya tertarik oleh butik-butik yang mengagumkankan di Queens

Road; dia sudah membaca bahkan gaya cantik Paris dan Roma tak dapat

menandingi pertunjukan ini. Dia berkelana dari salon ke salon, tanpa mengingat

di mana dia berbelok, karena di sana selalu ada pelabuhan dengan

menunjukkan tempatnya sendiri dengan tepat, dan jika air hijau lumut menjauh,

puncak Victoria naik secara menggiurkan di atas sana, dan seseorang hanya

perlu menaiki jalan tangga untuk melihat lokasi daratan.

Page 4: The feel of silk bagian kedua

Dia tidak tahu kapan dia keluar dari Queen, dari banyak jalan-jalan

modern lain yang menariknya dari kemolekan, tidak sampai hari tiba-tiba menjadi

gelap ...tapi bagaimana bisa menjadi gelap; sekarang masih siang, dan

cuacapun masih cerah?...bahwa Faith menyadari dia telah keluar jalur.

Bukan karena jalan ini yang tak pernah dilewati, pikirnya menyesal; jalan

ini penuh dengan manusia, meskipun mungkin gang yang terlalu sempit itulah

yang membuat kerumunan manusia tampak lebih padat, dan tentu saja ruangan

yang terbatas itu menghalangi sinar matahari.

Seketika dia berjalan dengan penuh kegembiraan dan tanpa sadar dia

berjalan dengan sedikit gugup dan dengan ketakutan. Dia hanya tak tahu di

mana dia berada, atau bagaimana dia bisa keluar lagi. Memang mudah

meyakinkan seseorang bahwa orang hanya perlu satu tanda untuk menemukan

pelabuhan, tapi di mana pelabuhan itu? Dan di mana puncak Victoria yang

menjulang tinggi? Semua yang bisa dilihat hanyalah gang yang gelap, semua

yang didengarnya hanyalah suara-suara nyaring dalam celotehan yang tak

pernah putus, dan tak sepatah kata pun bisa dipahaminya.

Pada pesiar-pesiar sebelumnya dia terkejut dan senang pada jawaban-

jawaban berbahasa Inggris untuk setiap pertanyaan yang diajukannya, dia puas

dijawab dengan kata-kata lembut, terbata-bata namun dapat dipahami. Buklet di

Cathay Queen yang dibagikan kepada penumpang menyatakan bahwa di

manapun orang akan menemukan seseorang yang berbahasa Inggris, maka

Faith, mencoba untuk tidak merasakan semua mata di sekitarnya memusatkan

perhatian kepada seorang wanita tanpa cheongsam, atau celana longgar, atau

kimono, satu-satunya orang yang berambut pucat, menanyakan jalan keluar

dengan sopan kepada penjaga kios.

Baru saja kata-kata meluncur dari bibirnya, dia sudah dikelilingi anak-

anak, di belakang anak-anak itu wajah-wajah penasaran para penjaja, pedagang

pasar, orang-orang, seperti dirinya, hanya lewat saja. Hanya dirinya, karena

kehilangan arah, yang tak lagi lewat.

“Kapal,” katanya mengenaskan, karena dia dapat melihat mereka tak

mengerti pertanyaannya, “air, jalan besar.” Apa lagi namanya? Queens. “Queens

Page 5: The feel of silk bagian kedua

Road,” teriaknya.

Celotehan-celotehan bahasa Kanton...dia memperkirakan itu bahasa

Kanton...semua yang diterimanya sebagai jawaban. Anak-anak mengelilinginya,

meminta, sebagaimana semua anak meminta, uang, atau oleh tangan-tangan

kecil yang tengadah dia memperkirakan itu uang, menyentuh pakaiannya,

sepatunya, orang tua, sambil mencoba menjauhkan anak-anak, makin mendekat

juga. Tiba-tiba Faith merasa takut, dia nampak dalam penjara manusia, dan

meskipun telah diberitahu bahwa mereka orang-orang yang sangat baik, masih

saja cerita-cerita dari televisi kembali menghantuinya, cerita kota sampan, Suzie

Wong, dan semuanya tak dapat dienyahkan dari benaknya sehingga dalam

kepanikannya Faith lari, lari membabi-buta.

“Jalan besar...Queens...kapal besar...star Ferry...ke mana, tolong, ke

mana?” Dalam kecemasannya Faith mengeluarkan dompetnya, dan ini hal

terburuk yang dapat dilakukannya, dia melihat hal ini seketika. Ini wilayah yang

sangat miskin, anak-anak ini mungkin bayi-bayi yang hanya mendapat makanan

pokok, dan sedikit uang yang dikeluarkannya seperti korek bertemu kapas.

Suara-suara kecil mereka meningkat seperti lengkingan belalang, tangan-tangan

coklat kecil mereka terulur dan terulur ke atas. Mareka tak akan

membahayakannya, orang tua mereka berusaha menarik anak-anaknya, namun

Faith ngeri sekarang, dia berlari ke mana saja dia bisa, dia terisak dalam

nafasnya. Dalam kebutaannya dia tak melihat mobil besar menapaki jalan

menuruni gang sempit ini, penjaga-penjaga toko menarik mundur kios-kiosnya

agar mobil itu dapat lewat, dia tak tahu sama sekali sampai menabrak bemper

mobil yang harus berhenti karena hanya dia sendiri dari semua orang di jalan itu

yang belum menepi.

Hal berikutnya yang dia tahu seorang sopir berseragam mendekatinya,

namun sebelum sopir Cina itu berbicara ada orang lain berbicara, berbicara

dalam bahasa Inggris asing yang sempurna yang sangat diingatnya, berkata,

“Apakah kau begitu gila, senorita, apakah kautak punya akal sehat sama sekali?”

Faith mendapati dirinya didorong ke dalam mobil besar itu, lebih merasa

daripada melihat bangsawan Spanyol itu naik di sebelahnya, lalu mobil itu

Page 6: The feel of silk bagian kedua

menapaki gang keluar lagi, memutari jaringan jalan-jalan...benarkah dia telah

berkelana sejauh ini?...lalu akhirnya menuju parkir caravanserai yang

dikaguminya sebelumnya, hotel Mandarin, udara dinginnya menghembus segar

dan mengundang ke luar jalanan yang panas, dan, setelah saat-saat Faith di

gang yang gelap dan padat, membuatnyn ingin berteriak lega.

“Aku baik-baik saja sekarang,” dia komat-kamit pada bangsawan Spanyol

itu, namun mungkin lebih baik tak mengatakan apapun. Pria itu memberikan

perintah kepada supirnya, dalam bahasa Cina yang lancar, dan mengabaikan

Faith sampai dia selesai. Lalu dia berpaling dan berkata secara formal, “Anda

kebingungan, senorita. Kurasa mungkin teh.”

Dia sedikit menyentuh lengan Faith dengan jari-jari yang dingin dan kuat,

dan, mengabaikan protes lemahnya, dia menuntunnya memasuki hotel besar itu.

Faith senang duduk di kursi besar yang nyaman di samping

jendela,mendapatkan udara yang terkontrol bukannya nafas bau dan panas di

gang itu. Dia patuh dengan rendah hati ketika, dengan isyarat perintah secara

naluri dari tangannya, pria itu menyuruhnya tetap tenang dan rileks sampai teh

pesanannya datang.

Bahkan kemudian dia tak mengizinkan Faith menyuarakan permintaan

maaf. Dia berkata dengan bahasa percakapan dengan bahasa Inggrisnya yang

jelas dan benar, melambaikan tangannya ke arah pemandangan di luar, “Victoria,

senorita, lebih memuaskan dipandang daripada kota kembarnya, kau setuju

bukan? Itu pasti pengaruh Inggris, di mana di Inggris, pohon-pohon itu selalu

muncul. Contohnya yang lembayung muda dan ungu tua itu bauhinnia; jika kau

menciumnya ada wangi limau Inggris.”

Faith berbisik bahwa pastilah Kowloon itu Inggris juga.

“Tapi tak pernah dalam penampilannya, senorita. Pemandangannya murni

Cina.” Sekarang lengan itu melambai ke kota di seberang pelabuhan.

“Kowloon artinya ‘sembilan naga’ ,” dia menjelaskan. “dan ini mengacu

pada sembilan kaki bukit granit pendek yang terkena erosi.” Dia tak mengizinkan

Faith menuangkan tehnya, sesuatu yang disukainya, karena dia masih

terguncang, namun sebaliknya dia tak menuangnya sendiri. Dia memandang

Page 7: The feel of silk bagian kedua

sekilas terutama dengan bangga kepada pelayan, dan seketika pelayanan

diberikan. Faith mempunyai perasaan bahwa bagi bangsawan Spanyol itu

semua pelayanan diberikan dengan segera dan dengan rendah hati.

Ketika pelayan sudah pergi, dia berkata dengan caranya yang kering,

“Kau baru saja berkata bahwa Kowloon itu Inggris. Namun tidak.”

“Hanya Victoria?”

“Bukan”

“Tapi anda berbicara dengan pengaruh Inggris - “

“Tepat sekali. Pengaruh, senorita. Hong Kong adalah koloni Inggris,

namun hanya menyewa selama sembilan puluh sembilan tahun.” Pria itu mulai

bercerita tentang sejarah koloni, tapi Faith mempunyai kesan ini hanyalah

permulaan dari hal yang lain. Sebuah ceramah, tak diragukan lagi, pada

spekulasi yang bodoh di negara asing jauh dari garis yang diterima.

Faith tak ingin diceramahi oleh pria ini; dia sudah mengalami celaannya

yang tenang tapi pasti, untuk semua yang dapat disebut dari tatapan dinginnya di

Hyde Park, mencela, jadi Faith menyela agak sembrono, “Anda menyebut limau

Inggris. Anda nampaknya tahu banyak tentang negara Inggris untuk seorang

Spanyol.”

Seketika Faith sadar celaan itu lebih pasti, bahkan penuh permusuhan,

daripada sensasi lain itu.

“Orang Spanyol, senorita?”

“Ya. Bukankah anda - maksudku, ya, maksudku - “

“Apa maksudmu?”

“Senorita,” kata Faith mengenaskan.

“Senhorita,” dia mengoreksi dengan dingin, dan untuk pertama kalinya

Faith mengenali bunyi samar sebelum suku kata kedua. Portugis. Pasti!

“Maaf,” kata Faith.

Pria itu melebarkan tangannya, tangan yang halus, agak kurus, kuku-kuku

yang sempurna. “Tak mengapa, “ katanya.

Dia belum makan, meninggalkan susunan kue-kue kecil dan daging manis

untuk Faith, namun ketika Faith tak makan juga, dia mengisyaratkan pelayan

Page 8: The feel of silk bagian kedua

yang melangkah tanpa suara untuk mengambil piring itu. Namun dia meminta

tehnya dituang lagi, dan saat pelayan itu sudah melaksanakan tugasnya dan

pergi, dia meminta izin Faith untuk merokok.

“Bagaimana jika kukatakan tidak?” Faith berkata menuruti gerak hatinya,

dia hanya tak bisa membayangkan seseorang mengatakan tidak pada pria ini.

Alis matanya terangkat dengan susah payah. “Senhorita?”

“Tak mengapa, itu bercanda.”

“Aku tak merasa itu canda, aku merasa itu kesimpulan bahwa aku akan

melakukan seperti yang kuinginkan baik kauizinkan maupun tidak.”

“Apakah wanita-wanita Portugis anda memberikan hak izin istimewa?”

lagi-lagi dia mengatakannya dengan kurang sopan.

Dia tak ragu memarahinya. “Kau berbicara dengan cita rasa yang buruk.”

“Ya. Aku minta maaf. Itu hanya - “

“Ya?”

“Anda begitu - agung. Begitulah aku menyebutmu. Bangsawan Spanyol.”

Faith tertawa ragu saat mengatakannya dan berkurang ketika pria itu benar-

benar balas tertawa.

“Hanya saya bukan.”

“Bukan bangsawan Spanyol?”

“Grandee kembali ka zaman Kastilian, Spanyol awal.”

“Dan anda orang Portugis.”

“Aku Marques de Velira.” Pria itu menatap Faith menunjukkan

derajatnya.”Jauh lebih bersahaja, dari seorang Grandee.”

“Seorang Marques?”

“Aku sengaja memberitahumu, senhorita, karena kau mungkin

mendengarnya dari sumber lain dan merasa malu bahwa kau belum tahu. Itu tak

berarti apa-apa. Di zaman modern seperti ini hal itu sangat tak berguna, dan

pada zamannya” - wajah zaitun halusnya sedikit mendung - “sebuah beban.”

Faith, untuk menghalau mawas diri yang membungkus pria itu, cepat-

cepat berkata, “Terima kasih, Yang Mulia. Apakah itu benar?”

“Tidak,” dia berkata keras seketika. “Kau tak boleh menyebutku dengan

Page 9: The feel of silk bagian kedua

cara itu lagi. Mengerti?”

“Ya, senhor. Apakah itu benar?”

Dia sedikit mendesah, desahan yang terlalu singkat yang bisa

dibayangkannya. “Kenyataannya benar, tapi -”

“Tapi, senhor?”

Dia mengangkat bahu, dan malah bertanya, “Mengapa kau berterima

kasih padaku?”

“Untuk menyelamatkanku dari rasa malu karena tak tahu gelar anda,

seperti yang kaukatakan, namun tentu saja, untuk tak bertemu anda lagi

sesudah nanti malam aku hampir tak berpikir -”

“Nanti malam?” Pertanyaan itu tajam.

“Cathay Queen berlayar pukul sebelas.”

Dia menatap lambaian asap biru dari rokok yang diambilnya dari kotak

bermonogram perak ketika meminta izin merokok. Aromanya tajamnya

menyenangkan, dan Faith berpikir betapa cocoknya rokok ramping yang elegan

dengan gaya estetisnya.

“Jadi kau berpikir bahwa tak perlu bagiku untuk memperkenalkan diriku,

senhorita?”

“Begitulah,” Faith mengakui, “kapal yang lewat di malam hari, senhor.

Sudah pasti aku takkan bertemu anda lagi.”

“Tidak?” dia membuat jawaban yang sangat malas, tapi entah bagaimana,

tak ada yang malas dalam kata itu sama sekali.

“Sekarang kau tahu ‘nama kapal’ku,” dia berkata dengan nada yang

sama, hampir tanpa perbedaan, “namun aku belum tahu ‘nama kapal’mu. Aku

tahu itu nona Black, nona F. Black, tapi -”

“Bagaimana kau tahu itu?”

“Itu penting, tentu saja.”

“Penting, senhor?”

“Kau suka menyelidiki, senhorita.” Dia menghembuskan nafas. “Ada daftar

penumpang, ingat?”

“Tapi tak disarankan untuk membacanya.”

Page 10: The feel of silk bagian kedua

“Kupikir kau sudah cukup menyelidiki. Namamu, tolong.”

“Kau telah memilikinya.”

“Aku Jacinto de Velira. Dan kau?”

“Faith,” Faith berkata. Dia menyerah karena tahu, meskipun dia

memberontak, bahwa akhirnya dia harus menyerah.

“Jadi.” Rokoknya sekarang dibuang. Dia menangkupkan ujung-ujung jari

yang kurus dan kuat, dia menatap Faith. “Fidelia, ya?”

“Senhor,” Faith sangsi.

“Ini nama yang digunakan di negara kami, berarti, seperti milikmu, orang

yang tepat. Ini bella, kupikir.”

“Cantik?” Faith menafsirkan. “Aku tak tahu. Aku hanya tahu bahwa

sebagai seorang anak sulit untuk sesuai.”

“Dan sebagai seorang wanita?” Pertanyaan itu datang setajam anak

panah, dan seketika pipi Faith terbakar. Pria itu mengingat sebagaimana Faith

mengingat pelukan itu. Namun untuk yang diketahuinya, Faith berpikir dengan

marah, itu adalah pelukan yang nyata.

Seolah membaca pikirannya pria itu berkata dengan lemah-lembut,

“Bahkan di Australia, yang mendukung kegiatan di luar rumah lebih dari kejadian

romantis, atau sebagaimana kutemui, aku tak berpikir bahwa para pecinta yang

berjanji dalam ikatan pernikahan akan berpisah.”

“Kau sangat salah,” Faith segera berkata, “Kelima rekan sekabinku semua

gadis yang bertunangan yang sedang berbelanja pakaian pengantin wanita di

Hong Kong.”

“Biarkan aku mengembangkan pernyataanku, senhorita, dan katakan kau

bukan bagian dari mereka.”

“Kau sangat kurang ajar, Marques.”

“Tapi benar? Bahwa lelaki muda itu sesungguhnya bukan apa-apa

bagimu?”

“Aku tak mau menjawab. Kau menuduhku menyelidik, tapi -”

“Kau tak perlu menjawab. Aku punya jawabanku sendiri, dan aku puas.

Kau tidak, dan belum bertunangan dengan orang itu.”

Page 11: The feel of silk bagian kedua

“Beraninya kau!”

“Ini tak termaafkan, kuakui, namun ini perlu kuketahui.”

“Mengapa?” Faith menuntut.

Dia mengangkat bahu, gerakan yang sering dilakukannya yang ditemukan

Faith.

“Ini bukan waktunya, senhorita.”

“Lalu kalau bukan sekarang takkan ada waktu lagi. Cathay Queen -”

“Berlayar nanti malam pukul sebelas.” Lagi-lagi dia mengangkat bahu.

Karena Faith duduk diam, bingung dan agak marah, dia berkata, “Aku

agak sedih karena Fidelia bisa berlaku seperti itu, dan sekalipun begitu,

kukatakan pada diri sendiri, mungkin ini benar-benar isyarat yang bagus, bahwa

dalam tablo kecil itu kau pasti menyesuaikan dengan namamu.”

“Senhor” - Faith mulai meninggi - “semua ini sangat menyakitkan! Aku

harus pergi sekarang.”

Dia meletakkan tanggannya di atas tangan Faith yang ada di atas meja

untuk menenangkan dirinya sendiri dan sentuhan itu ringan, namun itu

mendorongnya kembali.

“Aku belum menghukummu, senhorita.”

“Menghukumku?” Faith meledak.

“Oh, bukan untuk itu.” Dia melambaikan rokok yang dinyalakannya

kembali dan spiral asap biru dengannya. “Tidak untuk pelukan seorang gadis

muda di taman, untuk itu adalah kau, bukan, gadis muda?”

“Senhor, itu bukan urusanmu.”

“Mungkin. Bagaimanapun juga kita tak akan membicarakannya -

sekarang.”

“Atau selamanya.” Faith bertanya, matanya menyala, “Apa sebab lain

yang membuatku ‘dihukum’?”

“Kebodohanmu berjalan-jalan sendirian hari ini, perlu diselamatkan.”

“Ya,” Faith menyetujui dengan jujur, “Aku benar-benar pantas dicela untuk

itu. Namun bendahara kapal itu meyakinkanku bahwa itu aman -”

“Yang benar, senhorita, kau akan tetap aman.”

Page 12: The feel of silk bagian kedua

“Tapi anak-anak itu -” Faith memulai.

“Mereka hanya bereaksi sebagaimana semua anak di mana saja.”

“Lalu - ?”

“Itu masih bodoh. Kau tak memahami bahasa Kanton, mereka tak

memahami bahasamu. Ini mungkin terjadi, jika mengkin tak berbahaya, menjadi

saat-saat yang tak disukai dan mengkhawatirkan. Apa yang membuatmu pergi

sendiri?”

“Aku ingin melihat Hong Kong lebih dari sekedar jalan-jalan perbelanjaan.

Pada pelabuhan-pelabuhan sebelumnya aku sangat beruntung untuk beberapa

alasan. Aku dibagi perjalanan turis gratis.”

“Namun tidak di sini?” Dia berbicara spontan, ...terlalu spontan? ...dan

Faith memandangnya tajam untuk meneliti wajahnya. Mungkinkah dia - Namun

tidak, tentu tidak.

Faith menetapkan, “Tidak di sini.”

“Kau tidak biasa,” dia berkata, sedikit menilai. “Kau tak berkeinginan,

seperti kebanyakan turis, hanya menjelajahi toko.”

“Mungkin,” Faith mengaku, “aku akan, hanya -”

“Hanya, senhorita?”

“Uang, “Faith tersenyum. Dia menunggu sesaat, lalu meraih tas

tangannya. “Apakah aku telah dihukum sekarang, dan bolehkah aku pergi?”

“Kau terburu-buru?”

“Teman-temanku, rekan sekabin, mungkin khawatir.”

“Namun sebaliknya. Itu cukup bagi seseorang untuk merasa khawatir.”

“Seseorang?”

“Aku, senhorita.” Dia sedikit membungkuk. “Kau sangat kebingungan

ketika aku menubrukmu di gang itu.”

“Aku belum berterima kasih untuk hal itu,” Faith berkata sedikit kasar.

“Karena menubrukmu?” Pria ini mempunyai bahasa Inggris yang halus,

hampir cakap untuk pembicaraan ringan, pikir Faith. “Aku dididik di Inggris.” Lagi-

lagi, agak aneh, dia membaca pikirannya.

“Aku berterima kasih,” Faith berkata dengan formal, “atas pertolongannya,

Page 13: The feel of silk bagian kedua

dan membawaku minum teh.” Dia bangkit.

Faith agak terkejut, dia juga bangkit, tanpa membuat penolakan.

“Aku akan menyuruh sopirku mengantarmu sampai Star Ferry,” katanya.

Ketika mobil datang dan portir membukakan pintu, pria Portugis itu

membungkuk dengan sopan. “Ini sangat menyenangkan, nona Blake.”

“Kau - kau tak ikut?”

“Aku punya urusan di sini, namun sopirku akan mengantarmu

menyeberang, menemanimu ke kapal.”

“Itu tak perlu.” Untuk beberapa alasan Faith merasa diremehkan, bahkan

marah. “Aku sangat mampu -” Faith berhenti saat dia mengangkat tangan.

“Bom dias, nona Blake.”

“Selamat tinggal, senhor.”

“Aku tak mengatakan itu, aku tak mengatakan adeus, aku mengatakan

hari yang baik.”

“Aku mengatakan selamat tinggal.” Faith naik ke mobil dan

mencondongkan kepalanya dengan dingin kepada pria yang membungkuk

dengan dingin pula.

Mobil besar itu menjauh melalui lalu lintas macet ke pelabuhan di mana

sopirnya memarkirnya dengan hati-hati, lalu membeli dua tiket, kelas satu dan

kelas dua untuk penyeberangan singkat, mengawal Faith ke kompartemen

utama, lalu pergi ke ujung perahu yang lain, namun ketika ferry itu menuju

Kowloon dia di sana, sebagaimana diperintahkan, untuk menemani Faith ke

Cathay Queen.

Itu semua paling mengesankan dan Faith mungkin sudah memikirkan

senhor Portugis itu dengan baik jika saja dia sudah membuat dirinya sendiri

memikirkannya .

Namun, meraba-raba koin untuk memberikan tip kepada sopir dan

bertemu dengan tatapan penuh cela yang tentu saja mengejutkan Faith, karena

sampai sekarang dia belajar bahwa di Hong Kong seseorang pasti memberikan

tip dan seandainya tidak orang akan mengingatkan dengan memelas “Tippu?

Dollar tippu?” Faith terhukum, terkecam...mungkin semua kerendahan hati oleh

Page 14: The feel of silk bagian kedua

penerimaam yang sedikit tak diperkirakan dan sangat tidak berbeda ketika dia

menyatakan bahwa dia benar-benar harus pergi...takut akan memorinya pada

awalnya, lalu akhirnya, bertemu dengan Marques Jacinto de Velira.

(bersambung)