tetralogy of fallot
DESCRIPTION
LAPORAN KASUS TETRALOGY OF FALLOTPresentator Erwin Sahat H. Siregar Sheba Julia Tarigan 070100093 070100190Supervisor dr. Muhammad Ali, Sp.A(K)DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FK USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2011KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampumenyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dokter pembimbing, dr. Muhammad Ali, Sp.A(KTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
TETRALOGY OF FALLOT
Presentator
Erwin Sahat H. Siregar 070100093
Sheba Julia Tarigan 070100190
Supervisor
dr. Muhammad Ali, Sp.A(K)
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FK USU / RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia,
rahmat kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih
kepada dokter pembimbing, dr. Muhammad Ali, Sp.A(K) yang telah
memberikan dukungan dan bimbingan dalam penulisan laporan kasus ini.
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian
pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior. Penulisan laporan kasus ini
merupakan salah satu untuk melengkapi persyaratan Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang.
Medan, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................
i
DAFTAR ISI..................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi jantung...............................................................................................
3
2.1.1. Bentuk dan ukuran jantung.....................................................................
3
2.1.2. Ruang jantung.........................................................................................
4
2.1.3. Katup-katup jantung...............................................................................
4
2.1.4. Embriogenesis Jantung...........................................................................
6
2.1.5. Pembentukan Katup Jantung..................................................................
8
2.1.6. Pembentukan Tabung dan Tongga Jantung............................................
9
2.1.7. Pembentukan Septum Atrioventrikular..................................................
10
2.1.8. Pembentukan Septum Interatrial.............................................................
10
2.1.9. Pembentukan Septum Interventrikular...................................................
10
2.2. Sirkulasi Fetus...................................................................................................
11
2.3. Sirkulasi Setelah Lahir......................................................................................
12
2.4. Penyakit Jantung Kongenital............................................................................
13
2.4.1. Definisi....................................................................................................
13
2.4.2. Klasifikasi...............................................................................................
13
2.5. Tetralogy Of Fallot...........................................................................................
17
2.5.1. Definisi....................................................................................................
17
2.5.2. Epidemiologi...........................................................................................
19
2.5.3. Etiologi....................................................................................................
19
2.5.4. Patologi...................................................................................................
20
2.5.5. Gejala klinis dan patofisiologi................................................................
21
2.5.6. Diagnosis................................................................................................
22
2.5.7. Penatalaksanaan......................................................................................
24
2.5.8. Diagnosis Banding..................................................................................
25
2.5.9. Komplikasi..............................................................................................
26
2.5.10. Prognosis...............................................................................................
26
2.6. Cyanotic Spell...................................................................................................
27
2.6.1. Definisi....................................................................................................
27
2.6.2. Patofisiologi............................................................................................
27
2.6.3. Gejala klinis............................................................................................
27
2.6.4. Penatalaksanaan......................................................................................
27
BAB III STATUS PASIEN..........................................................................................
29
BAB IV DISKUSI DAN KESIMPULAN
4.1. Diskusi..............................................................................................................
49
4.2. Kesimpulan.......................................................................................................
51
REFERENSI..................................................................................................................
52
LAPORAN KASUS
TETRALOGY OF FALLOT
Presentator : Erwin Sahat H. Siregar
Sheba Julia Tarigan
Hari/Tamggal : 7 Juli 2011
Supervisor : dr. Muhammad Ali, SpA(K)
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung kongenital pada bayi dan anak cukup banyak ditemukan
di Indonesia. Laporan dari berbagai penelitian diluar negeri menunjukkan 6-10
dari 100 bayi lahir hidup mengalami penyakit jantung kongenital. Terjadinya
penyakit jantung kongenital masih belum jelas, namun dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Ada kecenderungan timbulnya beberapa penyakit jantung kongenital
dalam satu keluarga. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir
semester pertama potensial dapat menimbulkan gangguan pembentukan jantung.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah paparan sinar rontgen, trauma fisik dan
psikis, serta minum jamu atau pil KB. Secara garis besar penyakit jantung
kongenital dibagi dalam 2 kelompok, yaitu penyakit jantung kongenital non-
sianotik dan penyakit jantung kongenital sianotik. Penyakit jantung kongenital
non-sianotik merupakan kelompok penyakit terbanyak yakni sekitar 75% dari
semua penyakit jantung kongenital dan sisanya merupakan kelompok penyakit
jantung kongenital sianotik sekitar 25%. Yang termasuk dalam penyakit janutng
kongenital non-sianotik adalah duktus arteriosus persisten (PDA), defek septum
atrium (ASD), defek septum ventrikel (VSD). Penyakit jantung kongenital
sianotik antara lainTetralogy of Fallot (TOF), transposisi arteri besar (TGA),
double outlet right ventricle (DORV).1, 2
Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan penyakit jantung kongenital sianotik
yang paling banyak ditemukan dimana TOF menempati urutan keempat penyakit
jantung kongenital pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium,
dan duktus arteriosus persisten atau lebih kurang 10-15% dari seluruh penyakit
jantung kongenital, diantara penyakit jantung kongenital sianotik TOF merupakan
duapertiganya. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien TOF didapat diatas
umur 5 tahun dan prevalensi menurun setelah berumur 10 tahun. TOF terdiri dari
empat kelainan yaitu ventricle septal defect, stenosis pulmonal, overiding
aortadan hipertofi ventrikel kanan. Anak dengan kelainan ini akan biru sejak lahir
karena hipoksia. Pertumbuhan dan perkembangan anakakan terganggu
dibandingkandengan anak sebayanya.1, 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI JANTUNG
Jantung merupakan organ yang berfungsi memompa darah ke seluruh
tubuh. Jantung berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan
yang terletak di rongga dada sebelah kiri. Jantung merupakan jantung berongga
yang memiliki 2 atrium dan 2 ventrikel. Jantung dibungkus oleh suatu selaput
yang disebut perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan
aliran darah dengan bantuan sejumlah katup yang melengkapinya.1, 3
Untuk menjamin kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara
periodik. Otot jantung berkontraksi secara terus-menerus. Kontraksi jantung
merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontraksi yang diawali kekuatan rangsang
dari otot jantung itu sendiri dan bukan dari saraf. 1,3
2.1.1. Bentuk dan Ukuran Jantung
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskular.Jantung
dibentuk oleh organ-organ muskular, apex dan basis cordis, atrium kanan, dan kiri
serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12 cm, lebar
8-9 cm serta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai
425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung
berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon
darah atau setara dengan 7.571 liter darah.1
Posisi jantung terletak diantara kedua paru dan berada ditengah tengah
dada, bertumpu pada diafragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas
processus xiphoideus. Pada tepi kanan kranial berada pada tepi kranialis pars
cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal
berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral
sternum. Tepi kiri kranial jantung berada pada tepi kaudal pars cartilaginis costa II
sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5,
kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Selaput yang membungkus jantung
disebut perikardium dimana terdiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum
pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan
antara perikardium dan epikardium. Epikardium adalah lapisan paling luar dari
jantung dan lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini
adalah lapisan yang paling tebal.Lapisan terakhir adalah lapisan endokardium.1
2.1.2. Ruang Jantung
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan
ventrikel. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena
rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel
mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai
lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh
sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan
oleh sekat antar ventrikel (septum inter-ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada
masing-masing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu
penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka
atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri
disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut
katup trikuspid.1
2.1.3. Katup-Katup Jantung
Diantara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang memisahkan
keduanya yaitu katup trikuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga
mempunyai katup yang disebut katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai
pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke
ventrikel, yaitu:
a. Katup trikuspid
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup
ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel
kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju
atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel.Sesuai
dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup.1
b. Katup pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel
kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi
arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru
kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis
yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi
dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi sehingga memungkinkan darah
mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.1
c. Katup bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri
menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada
saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.1
d. Katup aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup
ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan
mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya, katup akan menutup pada saat ventrikel
kiri relaksasi sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel
kiri.1
2.1.4. Embriogenesis Jantung
Berkembang pada pertengahan minggu ke-3, yaitu pada hari ke 18 atau 19
setelah fertilisasi, dimana pada saat itu embrio tidak dapat lagi mencukupi
kebutuhan akan nutrisi dan oksigen hanya melalui difusi saja. Sistem
kardiovaskular terutama berkembang dari splanchnic mesoderm, paraxial, lateral
mesoderm, dan sel-sel neural crest.Pada ujung kranial dari embrio, jantung
berkembang dari sekelompok sel-sel mesoderm yang disebut area kardiogenik.3
Di atas area kardiogenik, terdapat pericardial coelom yang akan
berkembang menjadi pericardium cavity. Sebagai respon terhadap sinyal dari
lapisan endoderm di bawahnya, mesoderm padaarea kardiogenik membentuk
sepasang untaian memanjang yang disebut cardiogenic (angioblastic) cord.
Sesaat kemudian, cardiogenic cord mengalami kanalisasi membentuk endocardial
tube yang berdinding tipis. Akibat pertumbuhan otak dan embrio yang melipat
secara sefalokaudal, jantung dan pericardium cavity pertama kali terletak di
daerah leher, dan akhirnya di dada.3
Pada hari ke-21, akibat embrio yang melipat secara lateral, kedua
endocardial tube saling mendekat satu sama lain dan bersatu membentuk tabung
tunggal yang disebut primitive heart tube. Bersamaan dengan penyatuan
endocardial tube, terbentuk 3 lapisan jantung, yaitu:
a. Endokardium, membentuk lapisan di bagian dalam jantung.
b. Miokardium, mesoderm di sekeliling tabung endokardium berangsur-angsur
menebal membentuk miokardium yang membentuk dinding otot.
c. Epikardium, sel-sel mesotel dari daerah sinus venosus bermigrasi ke atas
jantung membentuk epikardium yang melapisi bagian luar jantung.3
Pada hari ke-22, primitive heart tube berkembang menjadi 5 regio yang
berbeda dan mulai memompa darah (mulai berfungsi). Sesuai dengan aliran darah,
dari ujung kaudal ke ujung kranial, kelima regio itu adalah:
a. Sinus venosus, menerima darah dari seluruh vena pada embrio, kontraksi
jantung dimulai pada regio ini, kemudian diikuti oleh regio lainnya secara
berurutan, berkembang menjadi atrium kanan, sinus koronarius, sinoatrial
(SA) node, vena cava superior, dan vena cava inferior.
b. Atrium, berkembang menjadi atrium kanan dan kiri.
c. Ventrikel, berkembang menjadi ventrikel kiri.
d. Bulbus cordis, berkembang menjadi ventrikel kanan.
e. Truncus arteriosus, berkembang menjadi ascending aorta dan pulmonary
trunk.
Pada hari ke-23, primitive heart tube memanjang. Akibat bulbus cordis
dan ventrikel tumbuh lebih cepat dari pada regio lainnya, dan akibat atrial dan
venous end dari tabung dibatasi oleh pericardium, primitive heart tube mulai
berputar dan melipat. Bagian kranial bergerak ke arah ventral, kaudal, dan
kiri.Sedangkan bagian kaudal bergerak ke arah dorsal, kranial, dan kanan.
Pertama, heart tube berbentuk seperti huruf U, kemudian menjadi berbentuk huruf
S. Pergerakan ini berakhir pada hari ke-28 dan pergerakan ini menentukan posisi
akhir atrium dan ventrikel. Perkembangan selanjutnya adalah pembentukan
septum dan katup jantung untuk membentuk 4 ruang jantung. Pembentukan sekat
jantung terjadi antara hari ke-27 dan hari ke-37 dan selesai pada akhir minggu ke-
5.3
Cara pembentukan sekat adalah adanya 2 massa jaringan yang sedang
tumbuh aktif saling mendekat hingga menjadi satu sehingga membagi lumen
menjadi 2 saluran yang terpisah dan pertumbuhan aktif 1 massa jaringan saja yang
terus meluas hingga mencapai sisi lumen diseberangnya. Pada hari ke-28, lapisan
endocardium menebal membentuk endocardial cushion yang akan membentuk
kanalatrioventricular, septum interatrial, dan septuminterventricular. Segaris
kecil jaringan di dinding atrium atau ventrikel gagal tumbuh, sedangkan daerah di
kanan dan kirinya meluas dengan cepat, maka akan terbentuk sebuah rigi yang
sempit di antara kedua bagian yang sedang meluas tersebut. Selanjutnya rigi
tersebut akan membentuk sekat, namun sekat semacam ini tidak memisahkan 2
rongga secara sempurna.3
2.1.5. Pembentukan katup jantung
Setelah endocardial cushion bersatu, masing-masing kanal atrioventrikular
dikelilingi oleh proliferasi setempat jaringan mesenkim. Jaringan mesenkim
tersebut berproliferasi membentuk katup yang menempel pada dinding ventrikel
melalui tali-tali otot yang nantinya akan berdegenerasi diganti jaringan ikat padat
dan dibungkus endokardium. Katup yang terbentuk adalah katup bicuspid (mitral)
pada kanal atrioventricular kiri, dan katup trikuspid pada atrioventrikular kanan.
Selain itu, pada trunkus arteriosus akan tampak tonjolan-tonjolan kecil yang
nantinya akan membentuk katup semilunaris.3
2.1.6. Pembentukan tabung dan rongga jantung
Terjadi pada hari ke-18 atau 19 setelah fertilisasi, dimana embrio tidak
dapat lagi mencukupi kebutuhan akan nutrisi dan oksigen hanya melalui difusi
saja sehingga dimulai pembentukan jantung dari sel-sel mesoderm pada area
kardiogenik dan terbentuk sepasang cardiogenic cord yang mengalami kanalisasi
membentuk dua endocardial tube. Pada hari ke-21, kedua endocardial tube saling
mendekat dan bersatu membentuk primitive heart tube, hari ke-22 primitive heart
tube terbagi menjadi sinus venosus, atrium, ventrikel, bulbus cordis, trunkus
arteriosus. Pada hari ke-23, primitive heart tube memanjang dan mulai berputar
dan melipat. Pada hari ke-28, atrium dan ventrikel menempati posisi akhirnya.3
2.1.7. Pembentukan Septum Atrioventrikular (canal)
Endocardial cushion bergerak dari lateral ke arah tengah dan saling
mendekat satu sama lain kemudian bersatu membentuk septum atrioventrikular
yang membagi lumen jantung menjadi atrium dan ventrikel.3
2.1.8. Pembentukan Septum Interatrial
Jaringan dari dinding atas primordial atrium turun menuju ke penyatuan
endocardial cushion membentuk septum primum yang membagi atrium menjadi
atrium kanan dan kiri secara tidak sempurna kemudian terbentuk foramen primum
lalu sel-sel pada bagian atas dari septum primum mengalami apoptosis sehingga
terbentuk foramen sekundum jaringan lain dari dinding atas primordial atrium
turun kembali membentuk septum secundum yang terletak di samping kanan
septum primum yang membagi atrium menjadi atrium kanan dan kiri secara tidak
sempurna dan terbentuk foramen ovale yang akan tertutup setelah kelahiran.
2.1.9. Pembentukan Septum Interventrikular
Miokardium dari dinding bawah primordial ventrikel naik menuju ke
penyatuan endocardial cushion kemudian membentuk septum interventrikular
pars muscularis yang membagi ventrikel menjadi ventrikel kanan dan kiri secara
tidak sempurna. Kemudian jaringan endocardial cushion turun menuju ke septum
interventrikular pars muscularis yang membentuk septum interventrikular pars
membranosa membagi ventrikel menjadi ventrikel kanan dan kiri secara
sempurna.3
2.2. SIRKULASI FETUS
Pada janin, aliran darah tidak mengikuti rute yang sama dengan rute
setelah lahir. Perbedaan utama antara sirkulasi janin dengan sirkulasi setelah lahir
adalah penyesuaian terhadap kenyataan bahwa janin tidak bernapas sehingga paru
tidak berfungsi. Janin memperoleh oksigen dan mengeluarkan karbondioksida
melalui pertukaran dengan darah ibu menembus plasenta. Pada sirkulasi janin,
terdapat dua jalan pintas. Pertama adalah foramen ovale, suatu lubang di septum
antara atrium kanan dan kiri. Kedua, duktus arteriosus yang menghubungkan
arteri pulmonalis dan aorta ketika keduanya keluar dari jantung. Darah beroksigen
tinggi dibawa dari plasenta melalui vena umbilikalis dan diteruskan ke vena kava
inferior janin. Dengan demikian, ketika darah masuk ke atrium kanan dari
sirkulasi sistemik, bercampurnya darah beroksigen tinggi dari vena umbilikalis
dan darah vena yang beroksigen rendah yang kembali dari jaringan janin.
Selama masa janin, karena tingginya resistensi dari jaringan paru yang
masih belum berkembang (kolaps), tekanan di separuh kanan jantung dan
sirkulasi paru lebih tinggi dari pada separuh kiri jantung dan sirkulasi sistemik,
situasi yang terbalik saat setelah bayi lahir. Karena perbedaan tekanan antara
atrium kanan dan kiri, sebagian darah campuran yang beroksigen cukup yang
kembali ke atrium kanan segera dialirkan ke atrium kiri melalui foramen ovale.
Darah ini kemudian mengalir kedalam ventrikel kiri dan dipompa ke sistemik.
Selain memperdarahi jaringan sirkulasi sistemik janin, juga mengalirkan darah
melalui arteri umbilikalis agar terjadi pertukaran dengan darah ibu melalui
plasenta. Sisa darah di atrium kanan yang tidak segera dialihkan atrium kiri
mengalir ke ventrikel kanan yang memompa darah kedalam arteri
pulmonalis.Karena tekanan diarteri pulmonalis lebih besar daripada tekanan di
aorta, darah dialirkan dari arteri pulmonalis kedalam aorta melalui duktus
arteriosus. Dengan demikian, sebagian besar darah yang dipompa keluar dari
ventrikel kanan yang ditujukan ke sirkulasi paru segera dialihkan ke dalam aorta
dan disalurkan ke sirkulasi sistemik, mengabaikan paru yang non fungsional.4
2.3. SIRKULASI SETELAH LAHIR
Pada saat lahir, perubahan penting yang terjadi yaitu:
a. Penekanan atau konstriksi spontan pada arteri umbilikalis ke plasenta
meningkatkan resistensi perifer sehingga tekanan sistemik meningkat.
b. Pengembangan paru dan peningkatan PO2 alveolus akan menurunkan
resistensi pembuluh darah paru sehingga terjadi peningkatan aliran darah yang
melalui paru dan tekanan arteri pulmonalis menurun.
c. Akibatnya, terjadi pembalikan pintasan fisiologis melalui foramen ovale dan
duktus arteriosus, yakni dari pintasan kanan ke kiri menjadi dari kiri ke kanan
(atrium kiri ke atrium kanan dan aorta ke arteri pulmonalis).
d. Pintasan ini normalnya menutup pada saat lahir atau segera setelahnya
sehingga sirkulasi sistemik dan paru sekarang menjadi aliran seri.5
2.4. PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL
2.4.1. Definisi
Penyakit jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang terjadi
akibat kelainan dalam perkembangan jantung dan pembuluh darah, sehingga dapat
mengganggu dalam fungsi jantung dan sirkulasi darah jantung atau yang dapat
mengakibatkan sianosis dan asianosis. Penyakit jantung kongenital atau penyakit
jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh
darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks
terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan
akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung kongenital ditemukan pada
orang dewasa, hal inimenunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi
alam, atau telahmengalami tindakan operasi dini pada usia muda.2,6
2.4.2. Klasifikasi
Penyakit jantung kongenital secara umum diklasifikasikan menjadi 2 tipe
yaitu kongenital asianosis dan kongenital sianosis.2,6
A. Kelainan Jantung Kongenital Asianosis
1. Defek Sekat Atrium Tipe Sekundum
Sifat khusus kelainan ini adalah tidak ada sianosis, volume aliran darah
ke paru bertambah, dan shunt terletak di daerah atrium. Pada bayi, kelainan ini
sekitar 10% dari semua kelainan jantung kongenital. Pada bayi, biasanya jarang
menimbulkan keluhan, kadang-kadang ditemukan pada pemeriksaan auskultasi
rutin pada bayi, terdengar bising, dan pada pemeriksaan radiologi dada ditemukan
adanya gambaran kelainan jantung. Menurut lokalisasi dan terjadinya ada 3 jenis,
yaitu:
a. Defek sinus venosus
b. Defek sekat sekundum
c. Defek sekat primum
2. Defek Sekat Atrium Tipe Primum
Sifat khusus kelainan adalah tidak ada sianosis, volume aliran darah ke
paru lebih banyak dan shunt terletak di daerah atrium. Defek terjadi pada
sekat primum yang terletak di bagian kaudal sekat atrium. Di bagian kaudal,
sekat primum ini berbatasan langsung dengan katup mitral dan katup trikuspidalis.
Oleh karena itu, adanya defek ini sering diikuti oleh defek katup mitral atau katup
trikuspidalis karena kedua katup ini tadinya berasal dari bantalan endokardium.
3. Defek Septum Ventrikel (VSD)
Sifat khususnya adalah tidak ada sianosis, aliran darah pada arteri
pulmonalislebih banyak, dan shunt pada daerah ventrikel. Kelainan ini merupakan
kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh kelainan jantung. VSD sering
bersama dengan kelainan lain, misalnya trunkus arteriosus, Tetralogyof Fallot.
4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Sifat khusus adalah tanpa sianosis, aliran darah pada arteri pulmonalis
lebih banyak, dan shunt terletak antara dua arteri besar (arteri pulmonalis dan
aorta). Pada kelainan ini, duktus yang seharusnya menutup tidak menutup yang
mengakibatkan aliran darah dari ventrikel kanan ke paru-paru melalui
arteri pulmonalis bercampur dengan darah yang lain.
5. Stenosis Pulmonal
Merupakan suatu obstruksi anatomis pada jalan keluar ventrikel kanan dan
karenanya ada perbedaan tekanan antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan.
Obstruksi anatomis dapat terletak subvalvular, valvular, dan supravalvular.
6. Stenosis Aorta
Obstruksi pada jalan keluar ventrikel kiri dan ada suatu perbedaan tekanan
antara ventrikel kiri dan aorta. Obstruksi dapat terletak sebelum katup, pada katup,
dan sesudah katup.
7. Infusiensi Aorta
Adanya aliran diastolik melalui katup aorta yang terbuka langsung ke dalam
ventrikel kiri. Infusiensi katup terjadi pada katup unikuspid unikomisura,
unikuspid, pada stenosis subaorta, stenosis supravalvular, pada defek
sekatventrikel, dan pada terowongan ventrikel kiri aorta.
8. Koarktasio Aorta
Merupakan obstruksi pada aorta desendens yang lokalisasinya hampir
selalu pada masuknya duktus arteriosus. Kelainan ini cukup banyak, dengan
insiden berkisar 6% dari seluruh kelainan jantung, ada pada urutan keempat dari
kelainan jantung yang menimbulkan gejala pada masa bayi.
B. Kelainan Jantung Kongenital Sianosis
1. Kesalahan Muara Semua Vena Pulmonalis
Sifat khusus kelainan ini adalah terdapat sianosis, volume aliran darah
kedalam pulmonal berlebih, dan shunt terletak pada daerah atrium. Kesalahan
muara semua vena pulmonalis adalah suatu muara yang abnormal dari vena
pulmonalis ke vena sistemik, yang seharusnya bermuara ke atrium kiri.
2. Tetralogy of Fallot
Sifat khusus adalah terdapat sianosis, aliran darah dari paru berkurang dan
shunt pada daerah ventrikel. Tetralogy of Fallot digambarkan dengan 4 kelainan
yaitu stenosis pulmonal, VSD, hipertrofi ventrikel kanan, dan dekstroposisi aorta
pada sekat ventrikel.
3. Transposisi arteri-arteri besar komplit
Sifat khusus yaitu terdapat sianosis, aliran darah dalam pulmo berlebih,
dan shunt pada daerah atrium. Merupakan suatu keadaan dengan aorta beserta
cabang-cabang arteri koronarianya berasal dari ventrikel kanan, sedangkan arteri
pulmonalis dari ventrikel kiri. Kedua katup dari kedua ventrikel tersebut normal
dan letak anatomik vena pulmonalis dan sinus koronarius normal.
4. Ventrikel Tunggal
Sifat khusus yaitu sianosis, aliran darah dalam paru berlebih, dan
shunt pada daerah ventrikel. Pada venrikel tidak ada sekat sama sekali, namun
masih mempunyai dua katup atrioventrikuler.
5. Sindrom Hipoplasi Jantung Kiri
Merupakan suatu kumpulan kelainan jantung yang bersifat obstruksi pada
sebelah kiri jantung dan hipoplasi ventrikel kiri. Kelainan yang termasuk dalam
sindrom ini adalah atresia atau hipoplasi berat dan stenosis aorta dan/atau katup
mitral dan atresi serta hipoplasi arkus aorta.
6. Atresia Trikuspid
Aliran darah dalam paru berkurang, shunt pada daerah atrium dan
ventrikel. Pada EKG dapat terlihat gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pada
kelainan ini, katup trikuspid tidak terbentuk sehingga tidak terdapat hubungan
langsung antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Dengan demikian, darah
venosa harus mengalir melalui atrium kanan ke atrium kiri. Kemudian darah akan
mengalir ke aorta, dan sebagian lagi melewati defek sekat ventrikel kiri. Dari sini
darah mengalir sebagian ke aorta, sebagian lagi melewati defek sekat ventrikel ke
ventrikel kanan dan ke arteri pulmonalis.
2.5. TETRALOGY OF FALLOT (TOF)
2.5.1. Definisi
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah penyakit jantung kongenital dengan
kelainan struktur jantung yang muncul pada saat lahir dan terjadi perubahan aliran
darahdi jantung 7
TOF melibatkan empat kelainan jantung, yaitu:
a. Stenosis Pulmonal
Hal ini diakibatkan oleh penyempitan dari katup pulmonal, di mana darah
mengalir dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Secara fisiologis, darah
yang sedikit oksigen dari ventrikel kanan akan mengalir melalui katup
pulmonal, masuk ke dalam arteri pulmonalis, dan keluar ke paru-paru untuk
mengambil oksigen. Pada stenosis pulmonal, jantung harus bekerja lebih keras
dari biasanya untuk memompa darah dan tidak cukup darah untuk mencapai
paru-paru.
b. Ventricular Septal Defect (VSD)
Jantung memiliki dinding yang memisahkan dua bilik pada sisi kiri dari dua
bilik di sisi kanan yang disebut septum. Septum berfungsi untuk mencegah
bercampurnya darah yang miskin oksigen dengan darah yang kaya oksigen
antara kedua sisi jantung. Pada VSD dijumpai lubang di bagian septum yang
memisahkan kedua ventrikel di ruang bawah jantung. Lubang ini
memungkinkan darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri untuk bercampur
dengan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan.8
Jika VSD cukup besar, maka akan ada peningkatan dalam aliran darah ke paru
dan akan menyebabkan dilatasi ventrikel kiri dan arteri kiri dan akhirnya
mengakibatkan gagal jantung karena ketika ventrikel kiri menjadi melebar
sesuai dengan "frank-starling law" yaitu ketika otot jantung mengalami
dilatasi maka kontraktilitas jantung akan menurun dan jantung tidak bisa
mengkompensasi lagi sehingga curah jantung akan berkurang dan gagal
jantung bisa terjadi.9
c. Dekstroposisi dari aorta
Ini merupakan kelainan pada aorta yang merupakan arteri utama yang
membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Secara anatomi jantung
yang normal, aorta melekat pada ventrikel kiri. Hal ini memungkinkan hanya
darah yang kaya oksigen mengalir ke seluruh tubuh. Pada TOF, aorta berada
diantara ventrikel kiri dan kanan, langsung di atas VSD. Hal ini
mengakibatkan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan mengalir
langsung ke aorta bukan ke dalam arteri pulmonalis kemudian ke paru-paru.
d. Hipertrofi ventrikel kanan
Kelainan ini terjadi jika ventrikel kanan menebal karena jantung harus
memompa lebih keras dari seharusnya agar darah dapat melewati katup
pulmonal yang menyempit.
Obstruksi aliran darah arteri pulmonal biasanya pada kedua infundibulum
ventrikel kanan dan katup pulmonal. Obstruksi total dari aliran ventrikel kanan
(atresia pulmonal) dengan VSD diklasifikasikan dalam bentuk ekstrim dari
TOF.10
Darah dari kedua ventrikel dipompa ke seluruh tubuh, termasuk darah
yang miskin oksigen. Hal ini mengakibatkan bayi dan anak-anak dengan TOF
sering memiliki warna kulit biru yang disebut sianosis karena miskinnya oksigen
di dalam darah. Saat lahir kemungkinan bayi tidak terlihat biru tetapi kemudian
bisa terjadi episode mendadak yang disebut spell ditandai dengan kulit kebiruan
saat menangis atau makan.8
2.5.2. Epidemiologi
TOF adalah penyakit jantung kongenital yang kompleks yang dengan
angka kejadian sekitar 5 dari setiap 10.000 kelahiran. Penyakit jantung kongenital
ini dapat dijumpai pada anak laki-laki maupun perempuan.7
CDC memperkirakan setiap tahunnya sekitar 1.575 bayi di Amerika
Serikat yang lahir dengan TOF. Dengan kata lain, sekitar 4 dari setiap 10.000 bayi
yang lahir di Amerika Serikat setiap tahunnya lahir dengan TOF.8
TOF mewakili 10% dari kasus penyakit jantung kongenital dan merupakan
penyebab paling umum dari penyakit jantung kongenital sianotik. Insiden
terjadinya TOF lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.11
Prevalensi TOF terjadi pada 3-6 bayi untuk setiap 10.000 kelahiran dan
merupakan penyebab paling umum penyakit jantung kongenital sianotik.TOF
menyumbang sepertiga dari semua penyakit jantung kongenital pada pasien yang
berusia kurang dari 15 tahun. Dalam kebanyakan kasus, TOF adalah sporadis dan
nonfamilial. Kejadian pada saudara kandung dari orang tua pasien yang
mengalami TOF sekitar 1-5% dan lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan. Kelainan ini berhubungan dengan anomali extrakardiak seperti
labiaskizis dan palatum, hipospadia, kelainan rangka dan kraniofasial. Sebuah
mikrodelesi dalam kromosom 22 (22q11) telah diidentifikasi pada pasien dengan
TOF sebagai salah satu manifestasi kardiovaskular.12,13
2.5.3. Etiologi
Penyebab penyakit jantung kongenital sebagian besar tidak diketahui,
meskipun penelitian genetik menunjukkan etiologi multifaktorial. Faktor prenatal
yang berhubungan dengan insiden yang lebih tinggi pada TOF termasuk rubella
virus atau penyakit virus lainnya selama kehamilan, gizi buruk prenatal, kebiasaan
ibu minum alkohol, usia ibu yang lebih dari 40 tahun, dan diabetes.8,14
Anak-anak dengan Sindrom Down memiliki insiden yang lebih tinggi
untuk terjadinya TOF. Diantara bayi dengan Sindrom Down (trisomi 21)
didapatkan kejadian jantung bawaan hampir 40% kasus banyak diantaranya
kelainan umum seperti kelainan atrium dan patent ductus arteriosus (PDA).
Namun, ada juga kondisi yang jarang terjadi seperti defek septum atrium dan
ventrikel yang besar.8,13,14
CDC bekerja dengan peneliti lainnya untuk mempelajari faktor resiko
yang dapat meningkatkan kemungkinan memiliki bayi dengan TOF dan
ditemukan beberapa hal berikut:
1. Tingkat TOF meningkat dari tahun ke tahun.
2. Lingkungan, khususnya karbon monoksida, mungkin menjadi faktor risiko
untuk melahirkan bayi dengan TOF meskipun penelitian lebih lanjut
diperlukan.
3. Adanya risiko tinggi untuk mengalami TOF antara bayi berkulit putih
daripada bayi dari ras lain.
4. Tidak ada hubungan yang kuat antara penggunaan kafein dengan ibu dan
risiko TOF.8
2.5.4 Patologi
Biasanya sisi kiri jantung hanya memompa darah ke seluruh tubuh dan sisi
kanan jantung memompa darah hanya ke paru-paru. Pada anak dengan TOF,
darah dapat melakukan perjalanan melintasi lubang (VSD) dari ventrikel kanan ke
ventrikel kiri dan keluar ke dalam aorta. Obstruksi pada katup pulmonal dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis mencegah jumlah normal darah dari yang
dipompa ke paru-paru. Kadang-kadang katup pulmonal benar-benar terhalang
yang disebut pulmonal atresia.15
Pada kenyataannya, hanya dua kelainan yang diperlukan pada TOF yaitu
VSD yang cukup besar untuk menyamakan tekanan di kedua ventrikel dan
stenosis pulmonal. Hipertrofi ventrikel kanan merupakan efek sekunder dari
stenosis pulmonal.dan VSD. VSD yang paling sering pada TOF adalah tipe
perimembranous di daerah subpulmonal. Aliran ventrikel kanan adalah obstruksi
saluran paling sering dalam bentuk stenosis infundibular sebanyak 45%.Obstruksi
jarang pada tingkat katup pulmonal sekitar 10%. Sebuah kombinasi dari dua juga
dapat terjadi dengan angka kejadian 30%. Katup pulmonal atretik adalah salah
satu anomali yang berat dengan angka kejadian sekitar 15%. Pada kebanyakan
pasien terjadi hipoplasia pada anulus pulmonal dan arteri pulmonal.. Cabang-
cabang arteri pulmonal biasanya kecil dengan stenosis perifer. Obstruksi pada
arteri pulmonal kiri sangat umum terjadi.Right aotic arc(RAC) juga terjadi
dengan angka kejadian 25% kasus. Pada sekitar 5% dari pasien TOF dapat
ditemukan arteri koroner yang abnormal. Kelainan yang paling umum adalah
cabang anterior descending timbul dari arteri koroner kanan dan melewati saluran
keluar ventrikel kanan.16
Mekanisme patogenetik dari pembentukan TOF dimulai selama
morfogenesis jantung sebelum septum ventrikel ditutup dengan pembagian ejeksi
aliran ventrikel kanan ke aliran aorta transeptal dan aliran pulmonal infundibular.
Ejeksi aliran ventrikel kanan disebabkan oleh obstruksi aliran olehkatup stenosis
pulmonal yang dijumpai hampir di semua kasus. Aliran aorta transeptalmelewati
ventrikel yang tidak tertutup septum sehingga mempertahankan patensi hubungan
kedua ventrikel dan memperluas yang VSD.17
2.5.5. Gejala Klinis dan Patofisiologi
Bayi dengan obstruksi ventrikel kanan yang ringan, awalnya mungkin
terlihat dengan gagal jantung yang disebabkan oleh pirau ventrikel dari kiri ke
kanan. Seringkali sianosis tidak muncul pada saat lahir tetapi dengan adanya
dijumpai hipertrofi ventrikel kanan, gangguan pertumbuhan dan perkembangan
pasien. Sianosis terjadi di tahun pertama kehidupan yang dapat terlihat di selaput
lendir bibir, mulut, dan kuku.Pada bayi dengan obstruksi ventrikel kanan yang
berat, aliran darah paru tergantung pada aliran melalui duktus arteriosus. Pada
saat duktus mulai menutup dalam 1 jam atau beberapa hari kehidupan, sianosis
berat dan kolaps sirkulasi dapat terjadi. Anak dengan sianosis yang berlama-lama
dan belum menjalani operasi mungkin memiliki kulit berwarna biru kehitaman,
sklera abu-abu dengan pembuluh darah membesar, dan ditandai dengan jari
tabuh.10
Salah satu manifestasi lain adalah dispnoe yang biasanya timbul saat
beraktivitas. Pada saat terjadi dispnoe, anak akanmengambil posisi jongkok untuk
mengurangi dispnoe dan anak biasanya dapat melanjutkan aktivitas fisik dalam
beberapa menit.10
Hipersianotik paroksismal merupakan masalah yang dapat dijumpai
selama tahun pertama dan kedua kehidupan. Bayi menjadi hipersianosis dan
gelisah, takipnoe, dan sinkop. Spell paling sering terjadi di pagi hari yang
berkaitan dengan pengurangan aliran darah paru yang sudah terganggu dan bila
berkepanjangan mengakibatkan hipoksia sistemik yang berat dan asidosis
metabolik. Spell dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam
namun jarang berakibat fatal yang ditandai dengan keadaan umum lemah
dansetelah serangan pasien tertidur. Spell yang berat dapat mengakibatkan
ketidaksadaran dan kadang-kadang ditemukan kejang danhemiparese. Bayi
dengan sianosis yang ringan lebih rentan untuk terjadinya spell karena tidak
memperoleh mekanisme homeostatis untuk mentolerir penurunan cepat saturasi
oksigen arteri seperti polisitemia.10
2.5.6. Diagnosis
Ada beberapa langkah diagnostik, yaitu antara lain: 18.19
A. ANAMNESIS
1. Dapat terdengar bising jantung pada waktu lahir.
2. Biru sejak lahir atau kemudian sesudah lahir. sesaksaat beraktifitas, squatting,
hipoksik spell yang terjadi kemudian walaupun bayi hanya mengalami
sianosis ringan.
3. Bayi dengan TOF ringan (pink fallot) biasanya asimtomatik namun terkadang
dapat menunjukkan tanda gagal jantung, seperti pada VSD besar dengan pirau
dari kiri ke kanan.
4. Pasien dengan atresia pulmonal tampak sianosis pada saat lahir atau segera
setelah lahir.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Sianosis dengan derajat yang bervariasi, nafas cepat, jari tabuh.
2. Tampak peningkatan aktifitas ventrikel kanan sepanjang tepi sternum dan
thrill sistolik dibagian atas dan tengah tepi sternum kiri.
3. Klik ejeksi yang berasal dari aorta dapat terdengar. Bunyi jantung II biasanya
tunggal, keras, bising ejeksi sistolik (grade 3-5/6) pada bagian atas dan tengah
tepi sternum kiri.
4. Pada tipe asianotik, dijumpai bising sistolik yang panjang.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Didapatkan kenaikan jumlah eritrosit dan hematokrit (hiperviskositas) yang
sesuai dengan derajat desaturasi dan stenosis. Pada pasien TOF dengan kadar
hemoglobin dan hematokrit normal atau rendah, kemungkinan menderita
defisiensi besi.
2. Elektrokardiografi
Right axis deviation (RAD) pada TOF sianotik. Pada bentuk yang asianotik
aksis bias normal dan terdapat pembesaran ventrikel kanan. Pada TOF
asianotik terdapat pembesaran kedua ventrikel, biasanya disertai pembesaran
atrium kanan.
3. Foto toraks
a. TF sianotik
Besar jantung bisa normal atau lebih kecil dari normal, dan corakan
paru menurun. Pada TOF dengan atresia pulmonal dapat ditemukan
lapangan paru hitam.
Segmen pulmonal cekung dan apeks terangkat, hingga jantung mirip
sepatu boot (boot-shaped heart).
Tampak pembesaran ventrikel kanan dan atrium kanan. Pada 30%
kasus arkus aorta berada di kanan.
b. TF asianotik
Gambaran radiologinya tidak dapat dbedakan dengan gambaran VSD
kecil sampai sedang.
Ekokardiografi : 2D dan Doppler.
VSD perimembran infundibular besar dengan overriding aorta dapat
dilihat dengan pandangan parasternal long axis.
Anatomi jalan keluar ventrikel kanan, katup pulmonal, annulus
pulmonal, dan arteri pumonalis beserta cabang-cabangnya dapat dilihat
dengan pandangan short axis.
Dengan Doppler dapat dinilai pressure gradient melalui obstruksi jalan
keluar ventrikel kanan. Ekokardiografi dapat menilai kelainan arteri
koroner dan juga kelainan lain yang berhubungan misalnya, ASD,
persistant left superior vena cava.
4. Kateterisasi jantung dan angiokardiografi
Kateterisasi jantung tidak diperlukan pada TOF, bila dengan pemeriksaan
ekokardiografi sudah jelas. Kateterisasi biasanya diperlukan sebelum tindakan
bedah koreksi dengan maksud untuk mengetahui defek septum ventrikel yang
multipel, deteksi kelainan arteri koronaria, dan mendeteksi stenosis pulmonal
perifer.2
2.5.7. Penatalaksanaan 19
2.5.8. Diagnosa Banding 2,20
A. Atresia Pulmonal
Atresia pulmonal adalah kelainan bawaan dari katup paru di mana lubang
katup gagal untuk mengembangkan. Katup benar-benar tertutup sehingga
menghalangi aliran darah dari jantung ke paru-paru. Karena ini, bayi yang
baru lahir berwarna biru dan atresia pulmonal biasanya dapat didiagnosis
dalam jam atau menit setelah lahir.
B. Double Outlet Right Ventricle (DORV)
Pada penyakit ini kedua arteri besar keluar dari ventrikel kanan, masing-
masing dengan konusnya. Satu-satunya jalan keluar ventrikel kiri adalah
ventricular septal defect (VSD). Posisi kedua arteri besar ini adalah
bersebelahan. Gambaran klinisnya sangat bervariasi, bergantung kepada
kelainan hemodinamik, dapat mirip defek septum ventrikel, transposisi arteri
besar atau TOF. Oleh sebab itu, untuk menegakkan diagnosisnya, tidak
mungkin hanya dengan gejala klinis saja. Foto toraks juga sangat bervariasi,
mungkin terdapat kardiomegali atau tidak, dengan vaskularisasi paru dapat
bertambah, normal atau berkurang sesuai demgan ada atau tidaknya stenosis
pulmonal, EKG sebagian besar kasus menunjukan deviasi sumbu ke kanan
dengan hipertrofi ventrikel kanan.
C. Transposition of Great Artery (TGA)
Pada penyakit ini, terjadi perubahan tempat keluarnya posisi aorta dan arteri
pulmonalis yakni aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah
anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel
kiri, terletak posterior terhadap aorta. Gejala klinis yang terpenting adalah
sianosis dan gagal jantung kongestif. Sianonis tampak sangat jelas apabila
komunikasi antara sirkulasi paru dan sistemik tidak adekuat, dan akan
berkurang apabila pencampurannya baik. Gejala timbul pada minggu pertama,
dan sianosis akan menjadi progresif apabila duktus arteriosus menutup, bayi
menjadi asidosis dan terjadi gagal jantung, terutama pada kasus dengan
septum ventrikel yang besar. Bayi menjadi sesak nafas sering mengalami
pneumonia dan pertumbuhannya menjadi lambat.Pada pemeriksaan fisik,
biasanya tampak biru yang tidak bervariasi dengan menangis atau pemberian
oksigen. Bunyi jantung I terdengar normal, sedang bunyi janutng II terdengar
tunggal dan keras akibat posisi anterior-posterior pembuluh darah besar.
Biasanya tidak ada bising jantung dan jika ada biasanya berasal dari stenosis
pulmonal atau VSD. Getaran bising jarang terjadi.
2.5.9. Komplikasi 20
a. Hipoksia organ-organ tubuh yang kronis.
b. Polisitemia.
c. Emboli sistemik.
d. Abses otak.
e. Cyanotic spell.
2.5.10. Prognosis
Prognosis dari penyakit jantung bawaan ini adalah tanpa pembedahan,
angka kematiannya adalah 95% pada usia 20 tahun. Prognosis cukup baik pada
yang dioperasi saat anak-anak. Biasanya operasi telah dilakukan sebelum usia
setahun, dengan penutupan VSD dan koreksi dari stenosis pulmonal.
Kelangsungan hidup 20 tahun adalah 90-95% setelah pembedahan.Prognosis
jangka panjang kurang baik bila:
a. Dioperasi pada usia dewasa yang sudah terjadi gangguan fungsi ventrikel kiri
akibat hipoksia yang lama.
b. Pasca bedah dengan residual pulmonal insufisiensi berat sehingga terjadi gagal
ventrikel kanan. 20,21
2.6. CYANOTIC SPELL
2.6.1. Definisi
Cyanotic spell adalah suatu sindrom yang ditandai dengan serangan
gelisah, menangis berkepanjangan, hiperventilasi, bertambah biru, lemas atau
tidak sadar dan kadang-kadang kejang, yang serimg terdapat pada anak-anak
dengan penyakit jantung kongenital sianotik. Biasanya terjadi pada bayi usia 2-4
bulan, namun tidak jarang ditemukan pada umur 6-12 bulan.1,18
2.6.2. Patofisiologi
Paling sering terjadi pada TOF, dimana ventrikel kanan dan ventrikel kiri
dianggap berfungsi sebagai rongga pemompa tunggal karena adanya VSD yang
besar. Penurunan tahanan vaskular sistemik atau peningkatan tahan pada alur
keluar ventrikel kanan, akan meningkatkan pirau dari kanan ke kiri. Hipoksia
yang terjadi akan merangsang pusat pernafasan untuk hiperventilasi yang akan
menyebabkan peningkatan aliran balik vena sistemik. Dengan adanya stenosis
pulmonal maka aliran pirau kanan ke kiri melalui defek septum ventrikel akan
makin bertambah. Faktor-faktor terjadinya cyanotic spell ini antara lain kelelahan
akibat menangis lama atau beraktifitas fisik berat, demam, dehidrasi dan lain-lain. 1,18
2.6.3. Gejala Klinis
a. Anak rewel dan gelisah, menangis lama.
b. Sianosis bertambah.
c. Sesak napas (cepat dan dalam).
d. Bising jantung melemah.
e. Pada serangan sianotik yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang,
gangguan serebrovaskular, bahkan kematian.1,18
2.6.4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ditujukan untuk memutuskan mata rantai patofisiologi
terjadinya serangan sianotik. Prinsip pengobatannya adalah mengurangi konsumsi
oksigen, meningkatkan pengikatan oksigen, dan mengurangi aliran pirau kanan ke
kiri dengan mengurangi aliran balik vena sistemik.
a. Posisi lutut ke dada (knee-chest position). Dengan posisi ini maka aliran darah
keparu akan meningkat karena peningkatan afterload aorta akibat penekanan
arteri femoralis.
b. Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgbb SC, IM, IV untuk menekan pusat pernapasan
dan mengatasi takipnoe. Pemberian awal lebih mudah subkutan.
c. Berikan bikarbonat natrikus 1 mEq/kgBB IV untuk mengatasi asidosis
metabolik.
d. Oksigen dapat diberikan, namun tidak banyak berpengaruh karena masalah
utamanya bukan kekurangan oksigen melainkan penurunan aliran darah ke
paru.
e. Propanolol 0,02 mg/kgBB/dosis IV, dilanjutkan 0,1 mg/kgBB dalam 10 menit,
dapat diulang1-3 kali.1,18
Langkah selanjutnya setelah spell teratasi:
A. Medis
Propanolol oral 2-4 mg/kgBB/hari untuk mencegah serangan ulang
sementara menunggu terapi bedah.
Deteksi dan terapi anemia relatif.
Hindari dehidrasi, jaga kesehatan mulut untuk mencegah terjadinya
endokarditis.
B. Bedah
Tindakan bedah paliatif (blalock-taussig shunt) dilakukan pada bayi kecil
untuk memperbaiki sirkulasi pulmonal. Setelah pembuluh darah arteri cukup
setelah beberapa waktu maka dilakukan tindakan bedah paliatif.18
BAB III
STATUS PASIEN
BP, seorang anak laki-laki, umur 9 tahun 2 bulan, berat badan 15 kg dan panjang
badan 116 cm, datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan tanggal 31 Mei 2011
dengan keluhan biru pada tangan dan kaki. Hal ini dialami Os sejak 4 tahun yang
lalu, biru berkurang bila Os mengambil posisi jongkok. Batuk dialami Os dalam 1
minggu ini, dahak tidak dijumpai. Riwayat batuk berulang dijumpai sejak usia 5
tahun. Demam dialami Os dalam 1 minggu ini, demam tidak terlalu tinggi,
bersifat naik turun, dan saat di IGD sudah tidak demam lagi.Berat badan Os tidak
bertambah sejak umur 5 tahun. Sesak nafas dialami Os sejak 3 hari yang lalu dan
pada saat di ruangan sesak nafas sudah berkurang. Riwayat sesak nafas dialami
sejak usia 5 tahun, terutama ketika Os beraktivitas. Riwayat kelahiran Os adalah
anak kelima, lahir secara spontan, cukup bulan dengan berat badan lahir 3000 gr,
ditolong oleh bidan, segera menangis saat lahir, dan biru tidak dijumpai.BAK
normal, BAB normal.
RPT : Os adalah rujukan dari RS Tarutung dan sudah dirawat selama 3 hari
dengan diagnosa Cyanotic CHD ec DD/ TOF
TGA
RPO : Inj. Cefotaxime, Furosemide, Spironolakton, KSR.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens : Sens : CM T: 36,5ºC
Anemis (-), ikterik (-), sianosis (+), dispnoe (+), oedem (-)
Status Lokalisata
Kepala : Mata : Conjunctiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
T/H : dbn M : sianosis
Leher : TVJ R -2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas
bulging (+)
HR : 100 x/i, regular, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 25 x/i, regular, ronki basah basal pada lapangan paru
kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : tidak teraba
Ekstremitas : Pols 100 x/i, reguler, t/v cukup, CRT <3”, clubbing finger
(+), sianosis (+), TD : 100/80 mmHg
Genitalia : ♂ anus (+), dalam batas normal
Laboratorium :
Tanggal 31 Mei 2011
JENIS PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN
Hemoglobin (HGB) 14,00 g% 11,3 – 14,1
Hematokrit 44,10 % 37 – 41
Leukosit (WBC) 9160 mm3 4,5 – 13,5
pH 7,607 7,35 – 7,45
pCO2 20,7 mmHg 38 – 42
pO2 181,8 mmHg 85 – 100
HCO3 20,2 mmol/L 22 – 26
Total CO2 20,9 mmol/L 19 – 25
Kelebihan Basa (BE) - 1,2 mmol/l (-2) – (+2)
Saturasi O2 99,5 % 95 – 100
Glukosa Darah 79,00 mg/dL , 200
Natrium (Na) 123 mEq/L 135 – 155
Kalium (K) 4,4 mEq/L 3,6 – 5,5
Klorida (Cl) 108 mEq/L 96 – 106
Diagnosa Banding : - TOF
- TGA
Diagnosa Kerja : Cyanotic CHD ec TOF + Moderate Malnutrition
Terapi : - Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1250 kkal, 30 gr protein
Follow up 1 Juni 2011 (06.00 WIB)
S Biru pada tangan dan kaki
O
A
P
Sens : CM T : 36,9ºC BB : 15 kgPB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR :104x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 28 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 104x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
Cyanotic CHD ec DD/ - TOF + Moderate Malnutrition
- TGA
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5 % NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
R/ - Cek elektrolit pos koreksi
- EKG
- Ekokardiografi
- Konsul Kardiologi
- Konsul Gizi
Koreksi Hiponatremia (Mulai pukul 00.00 s/d 04.00 WIB)
Defisit : (135-123) x 15 x 0,6 = 108
Maintenance : 2 mEq/kgBB/hr : 30 mEq
Total : Defisit + Maintenance : 138 mEq
NaCl 3% :138 x 1000 = 270 habis dalam 4 jam → 67 gtt/i mikro
513
Hasil Laboratorium (1 Juni 2011)
Elektrolit Serum
Na/K/Cl : 131/3.6/108 mEq/L
Hasil pembacaan EKG :
Sinus takikardia, HR: 104x/i, RAD, P wave normal, P duration 0,08s, PR
interval 0,28s, QRS rate kompleks 0,04s, ST elevasi inferior, T wave
normal, LVH (-), RVH (+), VES (-)
Hasil pembacaan foto toraks :
CTR 55%, membesar kekiri dengan apeks terangkat. Pingggang jantung
tidak menonjol. Aorta baik. Mediastinum tidak melebar. Trakea di tengah.
Kedua hilus tidak menebal. Tidak tampak infiltrat maupun nodul pada kedia
lapangan paru. Corakan bronkovaskular kedua paru baik. Sinus
kostofrenikus dan diafragma baik.
Follow up 2 Juni 2011 (15.00 WIB)
S
O
A
P
Biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 36,8ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 78x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 20x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 78 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
Cyanotic CHD ec DD/- TOF + Moderate Malnutrition
- TGA
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5 % NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 3 Juni 2011 (09.00 WIB)
S
O
A
P
Biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 37ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 84 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 20 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 84 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
Cyanotic CHD ec DD/- TOF + Moderate Malnutrition
- TGA
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5 % NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 4 Juni 2011 (08.00 WIB)
S
O
Biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 37,1ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 84 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 20 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
A
P
Ekstremitas : Pols 88 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
Cyanotic CHD ec DD/- TOF + Moderate Malnutrition
- TGA
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5 % NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 5 Juni 2011
S
O
A
P
Biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 37ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 100 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 28 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 100 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
Cyanotic CHD ec DD/- TOF + Moderate Malnutrition
- TGA
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5 % NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 6 Juni 2011
S Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki
O
A
P
Sens : CM T : 36ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 84 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 24 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 84 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
Cyanotic CHD ec DD/- TOF + Moderate Malnutrition
- TGA
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5 % NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Hasil Ekokardografi : TOF
Follow up 7 Juni 2011
S
O
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 36,5ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 77x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 35x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 77x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
A
P
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5 % NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 8 Juni 2011
S
O
A
P
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 36,5ºC BB : 15 kgPB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 150 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 20 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 150 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5 % NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 9 Juni 2011
S
O
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 36,5ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
A
P
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 150 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 20 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 150 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D 5% NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
R/ Kateterisasi
Follow up 10 Juni 2011 (06.30 WIB)
S
O
A
P
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 36ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 80 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 20 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 80 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5 % NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Hasil Laboratorium (10 Juni 2011)
Hb/Ht/Plt : 16,20 gr% / 46,60 % / 9680 mm3 / 444000 mm3
Waktu Pro Trombin
Kontrol 12,80 det
Pasien 13,5 det
INR 1,12
APTT
Kontrol 32,7 det
Pasien 43,1 det
Waktu Trombin
Kontrol 13,4 det
Pasien 16,2 det
pH/ PCO2/ pO2/ HCO3/ Total CO2/BE/ Saturasi O2 :
7,411 / 30,2 mmHg / 54 mmHg / 18,7 mmol/L / 19,7 mmol/L / - 4,6
mmol/L / 87,1 %
SGOT/SGPT : 23/17
Ureum/Kreatinin : 31,80/0,39
Na/K/Cl : 131/3,6/108 mEq/L
Follow up 11 Juni 2011 (06.30 WIB)
S
O
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 36,8ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 65 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 28 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 65 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
A
P
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5% Nacl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 12 Juni 2011 (08.00 WIB)
S
O
A
P
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 37ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 90 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 24 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 90 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 13 Juni 2011 (06.30 WIB)
S
O
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 36ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
A
P
HR : 76 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 20 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 76 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45 % 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 14 Juni 2011 (06.30 WIB)
S
O
A
P
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki (-)
Sens : CM T : 36,8ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4 %
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 65 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 24 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 65 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45 % 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 15 Juni 2011 (06.30 WIB)
S
O
A
P
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki (-)
Sens : CM T : 36,2ºC BB : 15 kgPB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 92 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 22 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 92 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
Follow up 16 Juni 2011 (06.30 WIB)
S
O
A
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki (-)
Sens : CM T : 36ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 68 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 20 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 68 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
P - Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1880 kkal, 42 gr protein + susu 2x sehari
R/ Kateterisasi
*Telah dilakukan kateterisasi tanggal 6 Juni 2011 dan setelah tindakan
pasien mengalami Hipersianotik spell
KU : sulit bernafas, nafas berat, menyesak
Dx : Hipersianotik spell
Post Cath. ec TOF
Saturasi O2 terus turun sampai 40%
- Diberikan meylon 5 cc dextrose 5 cc → bolus
- Dilakukan intubasi → saturasi 76%
- Rawat PICU (acc)
Anjuran :
- Foto thorax AP Cito
- Th/ sesuai anjuran dari PICU
*Cefotaxim 750 mg/IV/8 jam (sudah diberikan jam 07.00 WIB)
*Propanolol 2 x 10 mg oral
*Inj. Morphine sulfat 0,2 mg/kgBB subkutan : 3,4 mg
*Pertimbangkan lanjutan pemberian meylon
Follow up 17 Juni 2011 (07.00 WIB)
S
O
Demam (-), kejang (-), sesak nafas (-)
Sens : Sistem SSP belum stabil GCS 3 (E1V1M1) T : 36,8ºC
Mata : RC +/+, pupil isokor ka = ki
Sistem KV : Belum stabil, FJ : 108 x/i, reg, desah (+) sistolik gr 3/6
FN : 108 x/i, reg, t/v cukup, akral hangat, CRT < 3”
TD : 100/60 mmHg
A
P
Sistem Resp : Belum stabil, Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-)
Terpasang ventilator modus : CMV, PEEP : 4, VT : 100 ml
RR : 25 x/i FiO2 : 50% Sat. O2 : 90 – 93%
Sistem GIT : Stabil Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N H/L : ttb
Sistem Urogenital : Stabil UOP : 3,8 cc/kgBB/jam
Sistem Hematologi : Belum stabil Hb : 14 gr% Ht : 44,8 % L : 23600
mm3
T : 357000 mm3 KGD : 299 mg/dL
Ca / Na / K / Cl / Mg : 8,5 / 131 / 5,8 / 102 / 2,08
Sistem Muskuloskeletal : Belum stabil, clubbing finger (+), sianosis (-)
Problem : Gagal nafas + Hipersianotik spell + Post Cateterisasi ec TOF
dengan sistem SSP, KV, Respirologi, Hematologi, dan
Muskuloskeletal belum stabil
- Tirah baring
- Ventilator modus CMV dengan FiO2 : 50%, PEEP : 4, VT : 100 ml, RR :
25 x/i Sat. O2 : 93%
- IVFD D5% NaCl 0,45% 53 gtt/i
- Diet 20 cc/3 jam/oral (Tropic feeding)
- Inj, Cefotaxim 750 mg/8 jam/ IV
- Inj. Midazolam 25 mg dalam 25 cc NaCl 0,9% 2cc/jam
- Inj. Ecron 10 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% 2,5 cc/jam/IV (0,5
mg/kgBB/jam)
- Propanolol 2 x 10 mg oral
- Inj. Morphine 3,4 mg subkutan (jika spell)
- Inj. Dexamethasone 0,5 mg/kgBB/hari → 4 mg/8 jam
Follow up 17 Juni 2011 (18.30 WIB)
Pasien baru turun dari PICU, masuk unit non infeksi pukul 18.30 WIB tanggal 17
Juni 2011 dengan nama BP, 6 tahun 8 bulan, BB : 17 kg, PB : 116 cm, BB/TB :
71,4%
KU : Riwayat biru dengan sulit bernafas berat
Telaah :
Hal ini dialami Os sejak shari yang lalu, setelah menjalani kateterisasi ec TOF,
riwayat biru disertai neafs kesan tidak adekuat. Riwayat post kateterisasi tgl 16
juni 2011. Sebelumnya Os dirawat di RB 4 non infeksi selama 16 hari dan
kemmudia dirawat di PICU selama 1 hari dengan diagnosa Hipersianotik spell +
Post Cateterisasi a/i TOF dengan sist KV, hematologi, dan musculoskeletal belum
stabil. Riwayat gagal nafas (+) dan riwayat intubasi (+) selama perawatan di
PICU. Muntah (-). Mencret (-). Batuk (-). BAK (+) N UOP : 2,4 cc/kgBB/jam
BAB (+) N.
RPT : (-)
RPO : Inj. Cefotaxime, propanolol, Inj. Morphine, Inj. Dexamethasone
Pem. fisik : Sens : CM T : 37ºC anemis (-), ikterik (-), sianosis (+), dispnoe
(+), oedem (-) Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), RC (+/+), pupil isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 110 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 32 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 110 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+), sianosis
(+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
Diagnosa : Hipersianotik spell + post catheterisasi a/i TOF + Moderate
Malnutrition
Terapi :
- Tirah baring
- O2 1 - 2 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45% 31 gtt/i mikro
- Diet MII + Pediasure 40 cc/3 jam/NGT
- Inj. Cefotaxime 750 mg/8 jam/IV (H2)
- Inj. Novalgin 170 mg/IV (K/P)
- Inj. Dexamethasone 5 mg/8 jam/IV (1 hari saja)
- Inj. Morphine 3,4 mg SC (jika spell)
- Propanolol tab 2 x 10 mg
Follow up 18 Juni 2011
S
O
A
P
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki
Sens : CM T : 37,1ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 112 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 32 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 112 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
Hipersianotik spell + Post Catheterisasi a/i TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 - 2 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45% 31 gtt/i mikro
- Diet MII 1800 kkal, 42 gr protein + susu 2 x sehari
- Inj. Cefotaxime 750 mg/8 jam/IV (H3) → Inj. Ceftriaxone 500 mg/12
jam
- Inj. Novalgin 200 mg/IV (K/P)
- Inj. Dexamethasone 5 mg/8 jam/IV (1 hari saja)
- Inj. Morphine 3,4 mg SC (jika spell)
- Propanolol tab 2 x 10 mg
Follow up 19 Juni 2011 (08.15 WIB)
S
O
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki (-)
Sens : CM T : 37ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
A
P
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 70 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 20 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 70 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+) Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition
- Tirah baring
- O2 1 - 2 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1800 kkal, 42 gr protein + susu 2 x sehari
- Propanolol tab 2 x 10 mg
R/ Konsul Mata
Follow up 20 Juni 2011 (06.30 WIB)
S
O
A
P
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki (-)
Sens : CM T : 36ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 68 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 32 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 68 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition + Conjunctivitis Acute ODS
- Tirah baring
- O2 1 - 2 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1800 kkal, 42 gr protein + susu 2 x sehari
- Propanolol tab 2 x 10 mg
- Chlorampenicol ID 4 x gtt I ODS
- C. lyteers ED 4 x gtt I ODS
- Kompres hangat 3 x 15’ (palpebra superior)
Follow up 21 Juni 2011
S
O
A
P
Sesak nafas (-), biru pada tangan dan kaki (+)
Sens : CM T : 36,8ºC BB : 15 kg PB : 116 cm BB/TB : 71,4%
Kepala : Mata : Conj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil
isokor
T/H/M : dbn M : Sianosis (-)
Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-), sela iga terlihat jelas, bulging (+)
HR : 66 x/i, reg, desah (+) sistolik grade 3/6
RR : 22 x/i, reg, ronki (+) basah basal pada lap. paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, H/L : ttb
Ekstremitas : Pols 66 x/i, reg, t/v cukup, CRT <3”, Clubbing finger (+),
sianosis (+)
Anogenital : ♂ anus (+), dbn
TOF + Moderate Malnutrition + Conjunctivitis Acute ODS
- Tirah baring
- O2 1 l/i nasal kanul
- IVFD D5% NaCl 0,45% 50 gtt/i mikro
- Diet MB 1800 kkal, 42 gr protein + susu 2 x sehari
- Propanolol tab 2 x 10 mg
- Chlorampenicol ID 4 x gtt I ODS
- C. lyteers ED 4 x gtt I ODS
- Kompres hangat 3 x 15’ (palpebra superior)
R/ PBJ
BAB 4
DISKUSI DAN KESIMPULAN
4.1. Diskusi
Pada laporan kasus ini, seorang anak laki-laki, umur 9 tahun 2 bulan, berat
badan 15 kg dan panjang badan 116 cm, datang ke RS Haji Adam Malik Medan
tanggal 31 Mei 2011 dengan keluhan biru pada tangan dan kaki. Hal ini dialami
Os sejak 4 tahun yang lalu, biru berkurang bila Os mengambil posisi
jongkok.Batuk dialami Os dalam 1 minggu ini, dahak tidak dijumpai. Riwayat
batuk berulang dijumpai sejak usia 5 tahun. Demam dialami Os dalam 1 minggu
ini, demam tidak terlalu tinggi, bersifat naik turun, dan saat di IGD sudah tidak
demam lagi. Berat badan Os tidak bertambah sejak umur 5 tahun.Sesak nafas
dialami Os sejak 3 hari yang lalu dan pada saat di ruangan sesak nafas sudah
berkurang. Riwayat sesak nafas dialami sejak usia 5 tahun, terutama ketika Os
beraktivitas. Riwayat kelahiran Os adalah anak kelima, lahir secara spontan,
cukup bulan dengan berat badan lahir 3000 gr, ditolong oleh bidan, segera
menangis saat lahir, dan biru tidak dijumpai. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan
sianosis pada mukosa bibir dan pada ekstremitasnya. Jari tabuh juga dijumpai
pada pasien ini. Pada auskultasi, terdengar desah sistolik dengan grade 3/6. Pada
pemeriksaan laboratorium dijumpai kenaikan dari kadar hematokrit dalam darah.
Pada pemeriksaan EKG dijumpai hipertrofi ventrikel kanan. Pada foto toraks
dijumpai jantung yang membesar dengan apeks terangkat. Kesimpulan dari hasil
ekokardiografi adalah Tetralogy of Fallot (TOF).
Ada beberapa tahapan untuk menegakkan diagnosa TOF ini, yang antara
lain adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, EKG dan ekokardiografi,
yang merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosa pada TOF.
Pada TOF, pertumbuhan dan perkembangan anak akan terganggu
dibandingkan dengan anak sebayanya. Dari anamnesis, berat badan anak tidak
bertambah secara normal dari umur 5 tahun. Hal ini juga terlihat pada interpretasi
BB/TB pasien yaitu 71,4%, yang artinya pasien mengalami malnutrition sedang.
Pada TOF, biasanya anak akan terlihat biru sejak lahir atau sesaat setelah lahir,
sesak saat beraktifitas, dan riwayat mengambil posisi jongkok untuk mengurangi
biru. Pada pasien ini, juga ditemukan hal yang sama, tetapi biru yang
dikeluhkannya dimulai sejak anak berusia 5 tahun.
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada TOF antara lain adanya
sianosis, nafas cepat dan clubbing finger. Pada pasien ini, ditemukan sianosis pada
mukosa bibir dan ekstrimitas, serta dijumpai clubbing finger pada ekstremitasnya.
Pada auskultasi didapati bising ejeksi sistolik (grade 3-5/6). Pada pasien ini
dijumpai adanya desah sistolik.
Pada elektrokardiografi, akan ditemukan aksis deviasi kanan pada TOF
yang sianotik dan dijumpai hipertrofi ventrikel kanan. Dari hasil pembacaan
elektrokardiografi pada pasien disimpulkan bahwa aksis jantung deviasi ke kanan
dan terdapat hipertrofi ventrikel kanan. Gambaran foto toraks yang khas pada
pasien TOF adalah gambaran yang mirip dengan bentuk sepatu (boot-shaped) tapi
pada hasil foto toraks pasien ini tidak ditemukan gambaran tersebut. Foto toraks
menunjukan adanya kardiomegali dan apeks jantung yang sedikit terangkat. Gold
standard dalam menegakkan TOF adalah ekokardiografi. Kesimpulan hasil
ekokardiografi pada pasien ini adalah TOF. Pada pasien TOF, kateterisasi
biasanya dilakukan sebelum tindakan bedah koreksi. Pada pasien ini telah
dilakukan kateterisasi karena pasien direncanakan untuk operasi.
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada TOF antara lain
polisitemia, clubbing finger, serangan sianotik (cyanotic spell), abses otak, emboli
sistemik. Pada pasien ini ditemukan polisitemia (hematokrit meningkat yaitu
44,1%), clubbing finger pada ekstremitas, dan cyanotic spell. Sesaat setelah
menjalani kateterisasi, pasien mengalami serangan sianotik. Pasien mengalami
penurunan kesadaran, sesak nafas, biru dan saturasi oksigen turun sampai 40%.
Tatalaksana pada serangan sianotik adalah memposisikan anak pada knee chest
position, oksigen, injeksi morfin sulfat 0,1mg/kgBB, natrium bikarbonat 3-5
mg/kgBB, propanolol 0,02-0,1 mg/kgBB. Pada saat serangan, pasien
mendapatkan terapi oksigen, morfin sulfat 0,1mg/kgBB, meylon 5cc dalam
dextrose 5cc, dan propanolol 2x10 mg.
4.2. Kesimpulan
Kasus ini adalah seorang anak yang berusia 9 tahun 2 bulan yang
mengalami TOF (Tetralogy of Fallot). Penegakan diagnosa ini adalah berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien mengamali
cyanotic spell sesaat setelah dilakukan kateterisasi dan sudah diterapi dengan
oksigen, morfin sulfat 0,1mg/kgBB, meylon 5cc dalam dextrose 5cc, dan
propanolol 2x10mg. Pada pasien ini belum dilakukan tindakan bedah koreksi.
Pasien pulang dan berobat jalan.
REFERENSI
1. Ridianto, L. I., Baraas, F., Karo-Karo, S., Roebiono, P. S., Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1996, Bab II; Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah, hal. 7-13.
Bab IV; Spel Sianotik, hal. 103-104. BAB XII; Tetralogy Fallot, hal. 236-237.
2. Madiyono, B.,Rahayuningsih, S. E., Sukardi, R., Penanganan Penyakit
Jantung Pada Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2005, hal. 25-36.
3. Rahmat, J., 1994. Embriogenesis Jantung. Diakses dari:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/19494230236.pdf [6 Juli 2011].
4. Sherwood, L., Fisiologi Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2001, BAB 9; Fisiologi Jantung, hal. 260-261.
5. Silbernalg, S., Lang, Florian. Colour Atlas Of Pathophysiology. New York,
2000, p; 212.
6. Sudoyo, A, W., et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2009; Penyakit Jantung Kongenital. hal.
1779-1789.
7. National Heart, Lung, and Blood Institute. 2009. Tetralogy of Fallot. Diakses
dari: http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/tof/tof_what.html [2 Juli
2011].
8. Centers for Disease Control and Prevention. 2011. Facts about Tetralogy of
Fallot. Diakses dari:
http://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/TetralogyOfFallot.html [2 Juli 2011]
9. National Heart, Lung, and Blood Institute. 2009. Tetralogy of Fallot. Diakses
dari: http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/tof/tof_causes.html [2 Juli
2011].
10. Bernstein D., Nelson Textbook of Pediatrics. Tetralogy of Fallot. Ed. 19th. p;
1524-1528.
11. National Heart, Lung, and Blood Institute. 2009. Tetralogy of Fallot. Diakses
dari: http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/tof/tof_causes.html [2 Juli
2011].
12. Bhimji S., 2010. Tetralogy of Fallot. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/163628-overview#a0199 [2 Juli 2011].
13. Duro R, Moura C, Moreira A., 2010. Anatomophysiologic Basis of Tetralogy
of Fallot and Its Clinical Implications. p; 591-630.
14. Bhimji S., 2010. Tetralogy of Fallot. Diakses
dari:http://emedicine.medscape.com/article/163628-overview#a0102 [2 Juli
2011].
15. American Heart Association. 2011. Tetralogy of Fallot. Diakses dari:
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/CongenitalHeartDefects/About
CongenitalHeartDefects/Tetralogy-of-Fallot_UCM_307038_Article.jsp [2 Juli
2011].
16. Park M, Goerge R. Tetralogy of Fallot. Pediatric Cardiology for Practitioners.
4th edition (February 15, 2002). p; 114-116; p; 190-194.
17. Winn K. & Hutchins G., 1973. The Pathogenesis of Tetralogy of
Fallot.
,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1904044/pdf/amjpathol00248-
0161.pdf [2 Juli 2011].
18. Sastroasmoro, S., et al. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, 2007,
hal.194-196; hal. 205-206.
19. Pusponegoro, H. D. at al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI, 2005, Tetralogi Fallot, hal. 139-141.
20. Irmalita, et al. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita. Jakarta: Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita, 2009, BAB IV; Tetralogy of Fallot, hal. 101-103.
21. Longmore, M, et al. Oxford Handbook Of Clinical Medicine 8th edition. New
York: Oxford University Press, 2010, chapter 3; Cardiovascular Medicine,
p;150-151.