tesis implementasi nilai pendidikan karakter religius...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
-
i
TESIS
IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL
MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI
LEDOK KEC. ARGOMULYO DAN HIDAYATUL
MUBTADIIEN KALIBENING KEC. TINGKIR KOTA
SALATIGA
Oleh
BURHANUDIN
NIM. 12010150039
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
Untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
-
ii
IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL
MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI
LEDOK KEC. ARGOMULYO DAN HIDAYATUL
MUBTADIIEN KALIBENING KEC. TINGKIR KOTA
SALATIGA
Oleh
BURHANUDIN
NIM. 12010150039
Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri Salatiga
sebagai pelengkap persyaratan untuk
gelar Magister Pendidikan Islam
Salatiga, 12 Agustus 2019
Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M. A.
NIP. 19751122 200003 1 001
PEMBIMBING
-
iii
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Nama : Burhanudin
NIM : 12010150039
Program Studi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Konsentrasi : Magister Pendidikan Agama Islam
Tanggal Ujian : 16 Agustus 2019
Judul Tesis : IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN
KARAKTER RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF
KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM DI PONDOK
PESANTREN SUNAN GIRI LEDOK KEC.
ARGOMULYO DAN HIDAYATUL
MUBTADIIEN KALIBENING KEC. TINGKIR
KOTA SALATIGA.
Panitia Munaqosah Tesis
1. Ketua Penguji : Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M. A.
2. Sekretaris : Noor Malikhah, Ph.D.
3. Penguji I : Dr. Maslikhah, M. Si.
4. Penguji II : Dr. Ruwandi, M. A.
-
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini merupakan hasil
karya sendiri dan sepanjang pengetahuan dan keyakinan saya tidak
mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan
sebelumnya atau atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah
diajukan untuk gelar atau ijasah pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga
atau perguruan tinggi lainnya. Tesis ini diperkenankan untuk dipublikasikan
pada e-repository IAIN Salatiga.
Salatiga, 12 Agustus 2019
Yang membuat pernyataan,
Burhanudin
NIM. 12010150039
-
v
ABSTRAK
Burhanudin. 2019. Implementasi Nilai Pendidikan Karakter Religius Santri
Perspektif Kitab Ta’limul Muta’alim di Pondok Pesantren Sunan Giri Ledok
kec. Argomulyo dan Hidayatul Mubtadiien Kalibening kec. Tingkir kota
Salatiga. Tesis. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M. A.
Kata kunci: Implementasi, Pendidikan Karakter, Nilai Religius, Ta’limul
Muta’alim.
Pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien Kota Salatiga
adalah pondok pesantren yang menerapkan nilai pendidikan karakter religius
kepada pada santrinya perspektif kitab Ta’limul Muta’alim. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui nilai pendidikan karakter religius santri perspektif
Ta’limul Muta’alim, implementasinya di kedua pondok pesantren, dan
mengetahui persamaan dan perbedaan dalam Ta’limul Muta’alim dan
implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubatadiien
Kota Salatiga.
Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Teknik
pengumumpulan data ada tiga metode utama, yakni observasi, dokumentasi,
dan wawancara. Adapun analisis data melalui tiga tahapan yaitu: reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi.
Berdasarkan penelitian yang berlangsung satu bulan dapat disimpulkan
sebagai berikut: 1. pendidikan karakter religius santri perspektif kitab Ta’limul
Muta’alim dapat ditelusuri melalui lima dimensi dalam tingkat keagamaan
seseorang, antara lain adalah dimensi ideologi, ritual, pengalaman, konsekuensi
(amal), dan intelektual. 2. Implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri
sudah baik, hanya saja ada beberapa nilai religius dalam sebagian aspek hanya
terlaksana secara teori. Dan implementasi di Hidayatul Mubtadiien juga sudah
terlaksana dengan baik namun kurang maksimal. 3. Persamaan dan perbedaan
nilai pendidikan karakter religius santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim
dan implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul
Mubtadiien terlihat bahwa di kedua pondok tersebut mengkaji kitab Ta’limul
Muta’alim demi menunjang implementasi nilai pendidikan karakter religius,
metode yang digunakan sama yakni metode klasikal, namun perbedaannya
tentang waktu pembelajaran kitabnya, jumlah peserta didiknya, serta fasilitas
ruang kelas. Dan tambahan lagi bahwa ustad di pondok pesantren Sunan Giri
mayoritas statusnya masih santri menetap dan di Hidayatul Mubtadiien lebih
didominasi ustad desa.
-
vi
PRAKATA
Dengan mengucap bismillahirrokhmanirrokhim, puji syukur atas kehadirat
Allah SWT Yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah dan inayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dan sholawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi SAW sebagai suri tauladan sekalian alam
semesta.
Sehubungan dengan tugas dan tanggung jawab penulis dalam rangka
melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Magister pada Institut Agama
Islam Negeri Salatiga (IAIN) Salatiga, Program Studi Pendidikan Agama Islam
(PAI), maka penulis membuat karya ilmiah berbentuk tesis dengan judul:
IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS SANTRI
PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN
SUNAN GIRI LEDOK KEC. ARGOMULYO DAN HIDAYATUL
MUBTADIIEN KALIBENING KEC. TINGKIR KOTA SALATIGA.
Akhirnya dengan selesainya tesis ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
yang tak terhingga serta penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M. Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M. A. selaku Direktur Pascasarjana
IAIN Salatiga dan selaku Dosen pembimbing tesis.
3. Bapak Dr. Ruwandi, M. A. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Agama Islam ( PAI) Pascasarjana IAIN Salatiga.
4. Segenap civitas akademika IAIN Salatiga.
5. Segenap Dosen program Pascasarjana IAIN Salatiga.
-
vii
6. Segenap Dosen penguji munaqosah Tesis Pascasarjana IAIN Salatiga..
7. Seluruh mahasiswa Pascasarjana IAIN Salatiga angkatan 2015.
8. Segenap pengasuh pondok pesantren Sunan Giri Salatiga yakni KH.
Maslikhuddin Yazid, KH. Muslimin al-Asy’ari, K. Sa’dullah beserta istri
beliau.
9. KH. Abda’ Abdul Malik beserta istri Selaku pengasuh pondok pesantren
Hidayatul Mubtadiien Salatiga.
10. Segenap ustad, ustadzah, pengurus dan para santri pondok pesantren
Sunan Giri Salatiga.
11. Segenap ustad, ustadzah, pengurus dan para santri pondok pesantren
Hidayatul Mubtadiien Salatiga.
12. K. Muqorrobin al-Hafidz beserta istri selaku pengawas dan pengasuh
pondok pesantren Sunan Gunung Jati Plumbon, Suruh, Kab. Semarang di
lembaga penulis mengembangkan ilmu dan memanfaatkannya.
13. Segenap jajaran komite, tenaga pendidik dan kependidikan MI Plus Sunan
Gunung Jati Plumbon, Suruh, Kab. Semarang, yang telah memberikan
inspirasi dan motivasi.
14. Bapak M. Dulkhamid dan Ibu Sayem selaku kedua orang tua.
15. Seluruh rekan-rekan dan semua pihak yang telah memberikan sumbangsih
dalam bentuk apapun.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang
membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini
tentunya terdapat kekurangan, oleh karena itu mohon kritik dan saran dari
-
viii
segenap pembaca yang budiman. Dan harapan penulis, semoga apa yang ada
dalam tesis ini semoga bisa bermanfaat, barokah dan berguna bagi pribadi
penulis maupun untuk agama, nusa dan bangsa. Amiin.
Salatiga, 12 Agustus 2019
Penulis
Burhanudin
NIM. 12010150039
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………….ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….....iii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………....iv
ABSTRAK……………………………………………………………......v
PRAKATA……………………………………………………………..…vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………...ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..xi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………...1
B. Rumusan Dan Batasan Masalah……………………………...10
C. Signifikansi Penelitian………………………………………..11
D. Kajian Pustaka………………………………………………..13
E. Metode Penelitian…………………………………………….22
F. Sistematika Penulisan………………………………………...27
BAB II DESKRIPSI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI DAN
HIDAYATUL MUBTADIIEN SALATIGA………………....29
A. Profil Pondok Pesantren Sunan Giri Ledok kec. Argomulyo
Kota Salatiga…………………………………………….……29
B. Profil Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien (PPHM)
Kalibening, Kec. Tingkir Kota Salatiga……………………....32
-
x
BAB III TA’LIMUL MUTA’ALIM………………………………………..36
A. Biografi Syekh Burhanuddin az-Zarniji………………………36
B. Sejarah Munculnya Kitab Ta’limul Muta’alim…………….….37
C. Fasal-fasal dalam Kitab Ta’limul Muta’alim……………….…38
BAB IV IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL
MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI DAN
HIDAYATUL MUBTADIIEN KOTA SALATIGA…………40
A. Nilai Religius Santri Perspektif Kitab Ta’limul Muta’alim…..40
B. Implementasi Nilai Pendidikan Karakter Religius Santri Di
Pondok Pesantren Sunan Giri dan Hidayatul
Mubtadieen…………….…………………………………..….43
C. Persamaan Dan Perbedaan Nilai Pendidikan Karakter Religius
Santri Perspektif Kitab Ta’limul Muta’alim Dan
Implementasinya Di Pondok Pesantren Sunan Giri Dan
Hidayatul Mubtadiien…………………………………….…...50
BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………….………..54
A. Simpulan……………………………………………………....54
B. Saran…………………………………………………………..55
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….......57
LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
-
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara Sunan Giri.………………………………………62
2. Wawancara dengan Pengasuh, Kepala Pondok Pesantren, dan Santri Sunan
Giri……………………………………………………………………....64
3. Pedoman Wawancara Hidayatul Mubtadiien…………………..……….84
4. Wawancara dengan Kepala Pondok Pesantren, Pengurus, dan Santri
Hidayatul Mubtadiien………………………………………………..….86
5. Dokumentasi……………………………………………………………103
6. Surat Ijin Penelitian…………………………………………………….110
7. Surat Bukti Telah Melaksanakan Penelitian……………………………112
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era modernisasi dan globalisasi ini, kondisi masyarakat di
Indonesia saat ini mengalami krisis multidimensi. Baik dalam ranah
politik, sosial, ekonomi maupun yang lain. Seperti dikemukakan oleh
H.A.R. Tilaar:1
“ Kehidupan politik, sosial, ekonomi, mengalami perubahan-perubahan yang
besar. Dalam kehidupan ekonomi ada pasar terbuka, bidang politik umat manusia
mengalami pergulatan internasional serba transparan, yang melahirkan budaya
serba world, seperti bahasa Inggris yang menjadi bahasa dunia dan dunia
pendidikan pun berlomba menjadi world class university. Semua perubahan
global itu tentunya memengaruhi pendidikan”.
Selain itu, dalam bidang informasi, komunikasi, dan transportasi
sangat pesat, eskalasi pasar bebas antarnegara dan bangsa semakin
meningkat, dan iklim kompetisi di berbagai aspek kehidupan semakin
ketat.2 Faktor yang lain adalah degredasi moral peserta didik semakin
marak diberbagai tempat dan situasi. Terbukti bahwa di Kalimantan Timur
yaitu Samarinda akibat kekerasan remaja tahun 2010 sampai 2012 telah
1 H.A.R Tilaar, kekuasaan dan Pendidikan manajemen pendidikan Nasional dalam pusaran
Kekuasaan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, 3-4.
2 Imam Suyitno, “Pengembangan Pendidikan Karakter Dan Budaya Bangsa Berwawasan kearifan
local” , UNY, Jurnal Pendidikan Karakter, No I, ( 2012).
-
2
terjadi 1418 kasus yang diakibatkan oleh remaja.3 Oleh karena itu,
pemerintah Indonesia perlu menerapkan formulasi pendidikan yang selaras
dengan watak dan budaya bangsa Indonesia. Seperti yang tertera dalam
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003 Pasal 3 “ Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.” 4 Agar
tujuan pendidikan Nasional dapat terealisasi, perlu menempuh berbagai
langkah, salah satunya dengan menerapkan model pendidikan karakter.
Azyumardi Azra mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan suatu
proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk
menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif
dan efisien.5 Pendidikan juga termasuk alat membangun manusia yang
utuh dalam arti mengembangkan fitroh (potensi) yang terdapat dalam diri
manusia. Menurut teori aliran konvergensi bahwa manusia dilahirkan ke
dunia telah membawa pembawaan (potensi) baik dan buruk, selanjutnya
potensi itu akan ditentukan oleh lingkungan.6
3 Agus Setiawan, “Prinsip Pendidikan Karakter Dalam Islam (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali
dan Burhanuddin Az-Zarnuji)”, Jurnal Dinamika Ilmu, Vol. 14, No. 1, (2014), 7.
4 Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, Yogyakarta: Araska,
2014, 5.
5 Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi.
Jakarta: Kompas, 2002, 4.
6 Lilik Sriyanti, dkk. Teory-Teory Belajar, Salatiga; Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga,
2011, 21.
-
3
Adapun pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan budi
pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan.7
Sedangkan Michael Novak sebagai pengamat filosof kontemporer
mendefinisikan karakter adalah perpaduan harmonis seluruh budi pekerti
dalam ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang bijak,
dan orang-orang berilmu, sejak zaman dahulu hingga sekarang.8
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
karakter adalah proses dimana seseorang menjalankan kehidupan secara
efektif dan efisien berdasarkan potensi baik dan buruk sejak lahir lalu
dikembangkan melalui ajaran-ajaran agama maupun adat dan budaya
masyarakat yang berlaku.
Sekalipun sejarah perjalanan keilmuan pendidikan karakter sudah
dimulai sejak Yunani namun belum bisa integral, masih parsial. Lalu
pendidikan karakter dapat tumbuh dan berkembang sejak dari Homerus,
Hoselodos, Athena, Socrates, Plato, Hellenis, Romawi, Kristiani, Modern,
Foester, dan seterusnya.9 Dan akhirnya pendidikan karakter mulai diadopsi
lalu diterapkan di lembaga pendidikan di Indonesia.
7 Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di sekolah,…… 2014, 12.
8 Thomas Lickona, Terj. Pendidikan Karakter (Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menajdi pintar
dan Baik), Bandung: Nusa Media, cet.2 Juni 2014, 72.
9 Abd. Majid, Pendidikan Berbasis Ketuhanan (Membangun Manusia Berkarakter), Bogor: Ghalia
Indonesia, Cet. 1, 2014, 37.
-
4
Penerapan pendidikan karakter di Indonesia merupakan gerakan
nasional untuk menciptakan sekolah dalam membina generasi muda yang
beretika, bertanggungjawab, dikarenakan bahwa pendidikan karakter lebih
menekankan pada aspek nilai yang universal.10
Untuk
mengimplementasikan nilai ini dapat mengacu pada pendapat Zainuddin
Fananie.
Fananie berpendapat bahwa prasayarat membentuk manusia yang
berkarakter ada 3 hal, yakni:11
a. sanggup memelihara karakter yang akan
bermanfaat besar bagi manusia dalam pergaulan hidup (social life), seperti
kejujuran dan kelurusan hati; b. Tertanam benih kebaikan dan ketertarikan
pada kebaikan; c. Tertanamnya kebiasaan baik, seperti keberanian dan
kataatan terhadap peraturan.
Selain dari pada itu, pendidikan karakter di Indonesia perlu memiliki
sembilan pilar karakter dasar, yaitu: (1) cinta kepada Allah dan semesta
beserta isinya; (2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri; (3) jujur; (4)
hormat dan santun; (5) kasih sayang, peduli dan kerjasama; (6) percaya
diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan
kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati, dan (9) toleransi, cinta damai,
dan persatuan.12
Dan pada akhirnya diantara beberapa pilar ini akan
10
Binti Maunah, “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembentukan Kepribadian Holistik Siswa”, Jurnal Pendidikan Karakter, IAIN Tulungagung, No. 1, Tahun V, (April 2015), 93.
11 R. zainuddin Fananie dalam Kata pengantar Husnan Bey Fananie , Pedoman Pendidikan
Modern, Fananie Center, cet ke-I Juli 2010. xxxvii
12 Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di SD, Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012, 48-49.
-
5
melahirkan 18 nilai-nilai karakter dan budaya bangsa yang ada dalam
panduan kurikulum 2013.
Adapun untuk perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sendiri
tidak pernah lepas dari aspek sejarah yang melatarbelakangi proses masuk
atau berkembangnya. Secara historis, pendidikan Islam banyak dipelajari
serta dikembangkan adalah di pondok pesantren, karena selain ada sejak
lama juga memiliki nilai keislaman yang tinggi. Diperkuat dengan
argumentasi Nurcholish Majdid, bahwa pondok pesantren salah satu
lembaga pendidikan Islam yang berakar sejak berabad-abad silam yang
memiliki nilai keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia.13
Menurut Wahjoetomo dalam Abu Yasid dikatakan pondok pesantren
yang pertamakali didirikan adalah hasil rintisan Syekh Maulana Malik
Ibrahim. Karena tokoh utama yang popular dengan nama Syekh Maulana
Maghribi (wafat 822 H/1419 M) tersebut sosok pioner yang menyebarkan
Islam diantara para wali Sembilan.14
Kendati demikian, tokoh yang
dianggap paling berhasil mendirikan dan mengembangkannya adalah
Raden Rahmat (Sunan Ampel). Yang pada awal pendirian memiliki tiga
santri yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairoh, dan Kyai Bangkuning di daerah
13
Nurcholish Majdid, Bilik-Bilik Pesantren (Sebuah Potret Perjalanan), Jakarta: Paramadina, 1997, 13.
14 Abu Yasid.,dkk, Paradigma Baru Pesantren (Menuju Pendidikan Islam Transformatif),
Yogyakarta: IRCiSoD, Cet. I, Januari 2018, 16.
-
6
Kembang Kuning. Lalu beliau pindah ke Ampel Denta dan mendirikan
pondok pesantren disana.15
Dengan berdasarkan historis pondok pesantren di atas sangat relevan
jika pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam menanamkan
dan mengembangkan nilai-nilai keislaman yaitu nilai teologis dan akhlaqul
karimah (karakter). Namun, pondok pesantren aspek yang paling
ditonjolkan dalam aspek pendidikannya adalah akhlaqul karimah
(karakter) yang mencontoh perilaku Nabi Muhammmad SAW. Dalam
sejarah Islam disebutkan bahwa 1400 tahun silam Nabi Muhammad SAW
diutus untuk menyempurnakan akhlaq dan mengupayakan pembentukan
karakter yang baik. Dan ribuan tahun setelahnya rumusan utama tujan
pendidikan tetap sama yakni pembentukan kepribadian manusia yang
baik.16
Hery Noer Aly mengutip Ibnu Jamah mengatakan pula, bahwa hal
utama yang harus dicapai oleh seorang intelektual sejak usia dini adalah
adab yang baik, karena orang yang berkewajiban dan paling utama
menyandang sifat yang baik serta memangku kedudukan luhur adalah
kaum intelektual, sebab mereka adalah orang-orang yang mendapat
puncak pujian dan terdepan dalam memperoleh julukan pewaris Nabi
15
Abu Yasid.,dkk, Paradigma Baru Pesantren (Menuju Pendidikan Islam Transformatif)…….. 2018, 17.
16 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001, 2.
-
7
karena mereka telah mempelajari akhlaq Nabi, serta rekam jejak para
ulama salaf.17
Pondok pesantren secara umum tidak merumuskan tujuan
pendidikannya secara terperinci, dipaparkan dalam sebuah sistem
pendidikan lengkap dan konsisten. Sebagaimana termaktub dalam kitab
Ta’limul Muta’alim Karya Burhanuddin az-Zarnuji, sebagai pedoman
etika dan pembelajaran di pesantren dalam menuntut ilmu, yakni
“menuntut dan mengembangkan ilmu-ilmu itu semata-mata merupakan
kewajiban yang harus dilakukan secara ikhlas”.18
Kitab Ta’limul Muta’alim karya Burhanudin az-Zarnuji (az-Zarnuji)
tersebut dijadikan rujukan utama oleh mayoritas pondok pesantren di
Indonesia terutama dalam bidang akhlaqnya. Sebagai seorang filsuf
muslim beliau dominan kepada al-Ghozali, sehingga rekam jejak al-
Ghozali dalam bukunya tentang konsep epistimologi isinya tidak lebih dari
buku pertama dalam Ihya’ Ulumuddin. Meskipun demikian az-Zarnuji
memiliki konsep berbeda, baik setiap bab dengan bab yang lain, satu
kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan kata yang
17
Hery Noer Aly, “penciptaan Lingkungan Edukatif Dalam Pembentukan Karakter (Studi
Terhadap Pemikiran Ibnu Jamah)”, IAIN Bengkulu, Jurnal Tsaqofah, Vol. 8, No. 1. (April 2012).
18 Az-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, Kudus: Menara Kudus, 1963, 1.
-
8
lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi mosaic
kepribadian az-Zarnuji.19
Begitupula dengan pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul
Mubtadiien Kalibening Salatiga tidak jauh beda dengan pesantren di
Indonesia lainnya. Bahwasannya pedoman kurikulumnya menggunakan
kitab karya ulama-ulama klasik seperti Imam Abu Hamid al-Ghozali
pengarang kitab Ihya’ Ulumuddin dan kitab-kitab yang lain. Sedangkan
untuk kajian akhlaqnya yakni kitab Ta’limul Muta’alim.
Untuk pondok pesantren Sunan giri yang beralamatkan di Jl.
Argowilis No.15-16 Krasak, Ledok, Argomulyo Kota Salatiga bersistem
pesantren salafiyah, dengan identitas santrinya ada yang mengenyam
pendidikan formal dan santri salaf murni. Adapun jumlah santri putra
putri, dewan ustadz dan ustadzah secara total berkisar 350- 400 orang
pada tahun 2019. Sedangkan alasan menarik mengadakan penelitian di
Sunan Giri karena pondok pesantren tersebut termasuk salah satu pondok
pesantren besar melihat kuantitas jumlah santrinya. Selain daripada itu,
kajian kitab kuningnya sangat banyak dan jadwal kegiatan belajar
mengajarnya juga terbilang lebih padat dibandingkan dengan pondok
pesantren di wilayah Salatiga lainnya.
19
Hasan Langgunung , Manusia Dan Pendidikan:suatu Analisa Psikologi Dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Utama, 1989, 13.
-
9
Selanjutnya adalah pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien (PPHM)
yang beralamatkan di Jl. Raden Patah No. 20 dusun Kalibening, Desa
Kalibening, kecamatan Tingkir Kota Salatiga tidak jauh berbeda dengan
pondok pesantren Sunan Giri, baik dalam sistem pengajian, muatan
kurikulum, kegiatan harian maupun yang lainnya. Meskipun ada
perbedaan itu tidak terlalu kentara. Dan juga untuk pengasuh pondok
pesantren kalibening generasi yang ke dua dengan salah satu pengasuh
pondok pesantren Sunan Giri semasa menimba ilmu itu berada dalam satu
lembaga. Untuk total jumlah santri berkisar 100-150 di tahun 2019. Alasan
peneliti memilih pondok pesantren ini karena termasuk salah satu pondok
pesantren yang berusia hampir setengah abad dan daerah Kalibening
termasuk daerah terkenal.
Penanaman nilai karakter religiusitas sangat krusial diajarkan kepada
para santri di pondok pesantren manapun, terlebih di kedua pondok
pondok pesantren tersebut di atas. Orientasinya agar santri di pondok
pesantren dapat memiliki pola pikir dan cara pandang yang berbeda dalam
beragama, baik secara teoretik maupun secara praktik. Serta menjauhkan
diri dari sikap materialistik dan duniawi semata. Karena tolak ukur
keberhasilan seorang santri tidak semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja, akan tetapi prioritas utama yakni
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Dengan output
dimasa depan santri selain lebih religius dalam beragama juga mampu
-
10
membekali dirinya sendiri dengan nilai karakter yang telah ditanamkan
sejak masih di pondok pesantren.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan
sebuah penelitian dengan judul: “ IMPLEMENTASI NILAI
PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF
KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN
SUNAN GIRI LEDOK KEC. ARGOMULYO DAN HIDAYATUL
MUBTADIIEN (PPHM) KALIBENING KEC. TINGKIR KOTA
SALATIGA”.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa saja nilai pendidikan karakter religius santri perspektif kitab
Ta’limul Muta’alim ?
2. Bagaimana implementasi nilai pendidikan karakter religius
santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim di pondok pesantren
Sunan Giri Ledok kec. Argomulyo dan Hidayatul Mubtadiien
(PPHM) Kalibening kec. Tingkir kota Salatiga?
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan nilai pendidikan karakter
religius santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim dengan
implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri Ledok Kec.
-
11
Argomulyo dan Hidayatul Mubtadiien Kalibening kec. Tingkir
kota Salatiga?
C. Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini memiliki beberapa tujuan, antara lain:
a) Untuk menemukan nilai pendidikan karakter religius santri
perspektif Ta’limul Muta’alim.
b) Untuk mengetahui implementasi nilai pendidikan karakter
religiusitas santri perspektif Ta’limul Muta’alim di pondok
pesantren Sunan Giri Ledok kec. Argomulyo dan Hidayatul
Mubtadiien (PPHM) Kalibening kec. Tingkir kota Salatiga.
c) Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan nilai pendidikan
karakter religius santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim dan
implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri Ledok kec.
Argomulyo dan Hidayatul Mubtadiien Kalibening kec. Tingkir
kota Salatiga.
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat secara teoretis
Pengembangan khazanah ilmu pengetahuan tentang
implementasi nilai pendidikan karakter religius santri perspektif
kitab Ta’limul Muta’alim di pondok pesantren. Dan juga sebagai
-
12
landasan untuk mengembangkan penelitian yang sejenis di masa
mendatang.
b) Manfaat secara praksis
1. Bagi peneliti, sebagai sarana pendukung dalam pengetahuan
dan keilmuan sebagai mahasiswa program Pascasarjana
tentang nilai pendidikan karakter religius santri perspektif
kitab Ta’limul Muta’alim, mengetahui implementasinya di
pondok pesantren Sunan Giri Ledok kec. Argomulyo dan
Hidayatul Mubtadiien (PPHM) Kalibening kec. Tingkir kota
Salatiga serta mengetahui persamaan dan perbedaan nilai
pendidikan karakter perspektif kitab Ta’limul Muta’alim dan
implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri dan
Hidayatul Mubtadiien kota Salatiga.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pondok pesantren
Sunan Giri Ledok kecamatan Argomulyo dan Hidayatul
Mubtadiien Kalibening (PPHM) kec. Tingkir kota Salatiga,
untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran kitab
Ta’limul Muta’alim sebagai pendukung implementasi nilai-
nilai pendidikan karakter religius santri di lembaga tersebut.
3. Menjadi sumber informasi bagi para pendidik, masyarakat
secara umum, bagi peneliti lain maupun bagi semua pihak
yang berkepentingan.
-
13
D. Kajian Pustaka
1. Kajian Penelitian Terdahulu
Siti Ayamil Choliyah mahasiswa program pascasarjana
Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga dalam Tesisnya pada tahun 2017 yang berjudul “ model
pendidikan karakter di pondok pesantren dan SMK al-Ittihad
Bringin Kabupaten Semarang” dengan metode penelitian kualitatif,
memaparkan hasil penelitian antara lain : 1. Membahas pola
pendidikan karakter di pondok pesantren dan SMK al-Ittihad
Bringin. 2. Perbedaan dan persamaan pendidikan karakter di
pondok pesantren dan SMK al-Ittihad Bringin.20
Kemudian Tesis dari Zaenuri Rofi’in sebagai mahasiswa
program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
dengan judul penelitian “ Implementasi Pendidikan Agama Islam
dalam Membentuk Karakter Toleran Perspektif Multikulturalisme
(Studi Kasus di SMPN 1 dan 2 Kaloran kabupaten Temanggung)”
pada tahun 2017, yang memakai metode kualitatif menggunakan
pendekatan studi kasus dengan hasil penelitian: 1. Muatan nilai-
nilai toleransi dalam pendidikan agama Islam di SMPN I dan
SMPN 2 Kaloran. 2. Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam
20
Siti Ayamil Choliyah, Model Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren dan SMK al-Ittihad Bringin Kabupaten Semarang (Tesis), Salatiga: Pascasarjana IAIN Salatiga, 2017.
-
14
membentuk karakter toleran perspektif multikulturalisme. 3.
Dampak implementasi Pendidikan Agama Islam dalam
pemebentukan karakter toleran siswa.21
Sedangkan Imran mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN)
Mataram dalam karya tulisnya yang berbentuk Tesis dengan judul
“Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’limul Al-
Muta’allim di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak”
pada tahun 2017 menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
hasil penilitiannya: 1. pendidikan nilai yang terkandung dalam
Ta’limul Muta’alim yaitu nilai berpikir positif (jujur, ikhlas),
tawadhu’ (rendah diri), ta’dzim kepada guru, menghormati orang
lain, sabar, bekerja sama dan disiplin. 2. Nilai-nilai pendidikan
tersebut diinternalisasikan melalui keteladanan, pembiasaan, proses
pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler.22
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu kaitannya dengan
pendidikan karakter, Siti Ayamil Choliyah menjelaskan pola
pendidikan karakter secara umum di pondok pesantren al-Ittihad
Poncol dan SMK serta perbedaan dan persamaan pola dikedua
lembaga tersebut. Kemudian Zaenuri Rofi’in menuturkan hasil
21
Zaenuri Rofi’in, Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter Toleran Perspektif Multikulturalisme (Studi Kasus di SMPN 1 dan 2 Kaloran kabupaten Temanggung) (Tesis), Salatiga: Pascasarjana IAIN Salatiga, 2017.
22 Imran, Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’limul Al-Muta’allim di Pondok Pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak,(Tesis), UIN Mataram, 2017.
-
15
penelitiannya tentang muatan nilai toleransi dalam PAI,
implementasi serta dampaknya di SMPN 1 dan 2 Kaloran. Dan
penelitian yang dilakukan oleh Imran dengan hasil pendidikan
nilai dalam kitab Ta’limul Muta’alim dan internalisasinya. Dengan
beberapa hasil penelitian terdahulu baik secara judul, tempat dan
hasil temuan belum ada yang secara spesifik mengulas
implementasi nilai pendidikan karakter religius santri perspektif
kitab Ta’limul Muta’alim, implementasinya dan persamaan dan
perbedaan implementasinya.
2. Kerangka Teori
a) Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menurut beberapa ahli:
a. Thomas Lickona
Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja
untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,
memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.23
b. Ki Hajar Dewantara
Karakter sebagai sifatnya manusia, mulai dari hasil
internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan
23
Muchlas Samani, dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013, 44.
-
16
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir,
bersikap dan bertindak.24
c. Imam Ghozali
Berasumsi bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak,
yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan
perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga
ketika muncul tidak perlu difikirkan lagi.25
d. Albertus
Diberikannya tempat bagi kebebasan individu dalam
menghayati nilai-nilai yang dianggap baik, luhur, dan layak
diperjuangkan sebagai pedoman bertingkah laku bagi
kehidupan pribadi berhadapan dengan dirinya dan Tuhan. 26
e. Yahya Khan
Proses kegiatan yang dilakukan dengan segala daya dan
upaya secara sadar dan terencana untuk mengarahkan anak
didik. Serta dapat dikatakan sebagai proses kegiatan untuk
meningkatkat kualitas pendidikan dan pengembangan budi
harmoni yang selalu mengajarkan, membimbing, dan
24
Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah (Konsep dan Praktik Implementasi), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, 10
25 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012, 1-2.
26 Albertus Doni Koesoema, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
Jakarta: PT. Grasindo, 2010, 5.
-
17
membina setiap manusia untuk memiliki kompetensi
intelektual, karakter, dan keterampilan menarik.27
f. Been Rafany
Pendidikan karakter dapat membentuk pola pikir,
tingkah laku dan kebiasaan individu agar berkarakter baik.
Selain itu kita harus berani menentukan pilihan untuk mau
berubah, dimana pilihan itu benar-benar berasal dari dalam
diri kita. Dan proses pembentukan ini berlangsung seumur
hidup.28
b) Nilai Religius
Devinisi Nilai adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan
oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif
keputusan dalam situasi sosial tertentu, menurut Spranger.
Sedangkan Glock dan Stark mengemukakan bahwa
keagamaan adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh
keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa
dalam penghayatan agama yang dianut seseorang.29
Dari pemaparan di atas dapat didevinisikan bahwa nilai
religius yaitu tatanan yang dijadikan pedoman seseorang untuk
27
Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, Yogyakarta: Pelangi Publising, 2010, 34.
28 Been Rafany, Super Personality Plus, Yogyakarta: Araska, 2013, 48.
29 Evi Aviyah dan Muhammad Farid, “Religiusitas, Kontrol Diri dan Kenakalan Remaja”, Persona
Jurnal Psikologi Indonesia, No. 02 , (Mei 2014) , 127.
-
18
mempertimbangkan positif atau negatif dalam hal pelaksanaan
ibadah maupun dalam penghayatan dalam agama.
Menurut Glock & Stark dalam Lindzey dan Aronson ,
Spilka, dkk, mengatakan bahwa dimensi keberagamaan
seseorang dapat diukur dengan lima dimensi, yaitu: dimensi
ideologi, ritual, pengalaman, konsekuensi dan intelektual.30
1. Dimensi Ideologi
Dalam dimensi ideologi ini berisi tentang ajaran dogmatik
dalam beragama, antara lain tentang iman kepada Allah Swt,
iman kepada para Malaikat, Kitab, Nabi, hari akhir serta
ketetapan dan kepastian Allah Swt.
Dalam kitab Ta’limul Muta’alim yang menjelaskan
tentang dimensi ideologi salah satunya tentang belajar ilmu
tauhid (keesaan Tuhan) dan mengenali Allah lengkap dengan
dalilnya.31
2. Dimensi Ritual
Dimensi ini mengartikulasikan bahwa seseorang dapat
diukur tingkat keagamaannya melalui ritual ibadah yang
30
Tina Afiatin, “Religiusitas Remaja: Studi Tentang Kehidupan Beragama DI Daerah Istimewa
Yogyakarta”, Jurnal Psikologi, NO. 1, (1998), 55 – 64, 7.
31 Syekh Ibrohim bin Ismail, Syarh Ta’limul Muta’alim, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2007, 23.
-
19
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari seperti sholat, zakat,
puasa maupun ibadah haji.
Dasar tentang dimensi ini tertulis dalam kitab Ta’limul
Muta’alim sbb:
ويفتزض عهً انمسهم طهت مب يقع نه فً حبنه، فً أي حبل كبن، فإوه الثذ نه مه
انصالح فيفتزض عهيه عهم مب يقع نه فً صالته ثقذر مب يؤدي ثه فزض انصالح
ويجت عهيه ثقذر مب يؤدي ثه انىاجت 32
Artinya : “ Dan diwajibkan atas setiap muslim mencari
sesuatu yang akan dia butuhkan dalam perilakunya,
maksudnya dalam setiap situasi dan kondisi. Maka
sesungguhnya sholat adalah sebuah kewajiban baginya, oleh
karena itu dia berkewajiban untuk mencari apa yang
menjadikan sholatnya sempurna, dengan cara memenuhi syarat
kefarduan sholat dan pula wajib baginya melewati syarat-
syaratnya supaya kewajiban itu bisa tercapai.”
Selain daripada nilai religius dalam hal sholat, masih
ditemukan lagi keterangan tentang puasa, zakat dan haji33
.
Serta tentang anjuran kepada santri untuk aktif melaksanakan
sholat sunah malam.34
32
Syekh Ibrohim bin Ismail , Syarah Ta’limul Muta’alim Thoriqutta’alum, Dar Al-Kutub As-Syifa’,
cet. 4, 2018, 7.
33 Syekh Ibrohim bin Ismail,…..2007, 8.
34 Ibid.,….42.
-
20
Berdasarkan keterangan dari syekh Burhanudin az-Zarnuji
bahwa santri dalam dimensi ritualistik atau ibadahnya harus
baik. Contoh yang paling sering dilakukan santri dalam
kehidupan keseharian di lingkup pesantren antara lain adalah
sholat dan berpuasa sunah.
3. Dimensi Pengalaman
Dimensi ini berkaitan dengan perasaan keagamaan
seseorang dalam hubungan pribadinya dengan Allah Swt yakni
berhubungan erat dengan hati. Dalam kitab Ta’limul
Muta’alim sendiri terdapat beberapa hal antara lain adalah
tawakal, kembali kepada Allah, takut kepada Allah, serta
ridho.35
Lalu bersyukur,36
sabar,37
fokus berdzikir kepada
Allah SWT, berdo’a, mendekatkan diri kepada Allah,
membaca al-quran dan bersedekah untuk menolak mara
bahaya.38
4. Dimensi Konsekuensi (Amal)
Dalam dimensi konsekuensi lebih menekankan tentang
kepedulian sosial sesama manusia tanpa memandang ras, suku,
bahasa maupun adat istiadat.
35
Ibid.,…9.
36 Ibid.,…63.
37 Ibid.,…75.
38 Ibid.,…14.
-
21
Pengarab kitab Ta’limul Muta’alim berkata:
وكذنك في سبئز االخالق وحى انجىد وانجخم وانججه وانجزاح وانتكجز وانتىاضع وانعفخ
والءسزاف وانتقتيز وغيزهب.39
Artinya: “ Dan sama juga seperti halnya wajib, yakni
dalam seluruh akhlak/perilaku seperti sifat dermawan, kikir,
penakut, pemberani, takabur, tawadhu’, menjaga dari
perbuatan haram, melampaui batas, terlalu hemat dan masih
banyak yang lain.”
Untuk dimensi amal seorang santri tidak hanya melakukan
anjuran Syariat Islam yang wajib saja, namun hal lain yang
berupa kesunahan atau anjuran yang positif seyogyanya
dilakukan pula untuk menjadikan amaliyahnya menjadi lebih
sempurna. Dalam dimensi ini, santri dianjurkan untuk
berderma, serta tolong menolong. Selain itu sifat ta’dzim,40
mengagungkan guru,41
beramal baik,42
belas kasihan dan
saling menasehati,43
dan menjaga diri dari perbuatan haram.44
39
Syeikh Ibrohim bin Ismail , Syarah Ta’limul Muta’alim Thoriqutta’alum,………2018, 13.
40 Ibid.,…..31.
41 Ibid.,…..32.
42 Ibid.,….69.
43 Ibid.,….74.
44 Ibid.,…80.
-
22
5. Dimensi Intelektual
Dalam ranah ini bagaimana seseorang dapat diketahui
memiliki tingkat keagamaan yang tinggi dengan cara
mengetahui sejauh mana pengetahuan-pengetahuan tentang
ajaran-ajaran dalam kitab suci atau sumber ajaran yang telah
dipelajari. Dalam kitab Ta’limul Muta’alim antara lain adalah
santri terbiasa berdiskusi/musyawarah untuk menggali potensi
keilmuan yang dimilikinya.45
c) Kitab Ta’limul Muta’alim
Merupakan sebuah kitab pesantren klasik dan popular
karya dari syekh Burhanuddin az-Zarnuji. Kitab ini
memaparkan etika peserta didik dalam menuntut ilmu dengan
harapan memperoleh ilmu yang bermanfaat secara totalitas.
Kitab yang diberi nama Ta’limul Muta’alim Thariqatta’allum.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif,
dimana desain penelitian ini mengkaji setiap peristiwa yang
terjadi terkait dengan nilai pendidikan karakter religius perspektif
45
Ibid.,….24.
-
23
kitab Ta’limul Muta’alim, implementasinya dan persaman
serta perbedaan implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri
Ledok kec. Argomulyo, dan Hidayatul Mubtadiien (PPHM)
Kalibening kec. Tingkir kota Salatiga.
2. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen
juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif sanggup
melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Selain
itu, kehadiran peneliti dilapangan mutlak diperlukan. Selanjutnya
sebagai partisipan penuh, peneliti membaur dengan objek
penelitian. Kehadiran peneliti diketahui statusnya secara
transparan sebagai peneliti. Dengan demikian, maka proses
penelitian yang akan dilaksanakan di pondok pesantren Sunan
Giri dan Hidayatul Mubtadiien kota Salatiga dapat berjalan
lancar, baik ketika survei, wawancara, dan juga penelitian.
3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian tesis ini adalah di Pondok Pesantren
Sunan Giri yang beralamatkan di Jl. Argowilis, No. 15-16, Dsn.
Krasak, Kel. Ledok, Kec. Argomulyo dan Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadiien, Jl. Raden Patah No. 20, Dsn. Kalibening,
Kel. Kalibening, Kec. Tingkir, Kota Salatiga. Dan penelitian ini
akan berlangsung pada bulan Juli 2019 s.d Agustus 2019.
-
24
4. Subyek penelitian
a) Data Primer
Dalam hal ini untuk mendapatkan data adalah dari
narasumber dan informan. Selain itu data tersebut juga
diperoleh melalui pengamatan di lapangan. Adapun
narasumbernya antara lain; sebagian pengasuh pondok
pesantren Sunan Giri, kepala pondok pesantren Sunan Giri,
sebagian ustad atau pengurus pondok pesantren Sunan Giri,
sebagian santri kelas II MTs B Madrasah Diniyyah Sunan
Giri Ledok kec. Argomulyo Salatiga dan kepala pondok
pesantren Hidayatul mubtadiien (PPHM), sebagian Ustad atau
pengurus pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien (PPHM),
sebagian santri kelas III MTs Madrasah Diniyah Hidayatul
Mubtadiien Kalibening kec. Tingkir Salatiga.
b) Data Sekunder
Dalam data sekunder ini data diperoleh dari sumber yang
mendukung seperti dokumentasi, kitab Ta’limul Muta’alim
Teks Arab dan terjemahan, Jurnal, Buku, File, Kalender
Pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien, serta
referensi lain yang mendukung.
5. Metode Pengumpulan Data
-
25
Data penelitian ini diperoleh dari sumber data dengan
metode pengumpulan data; observasi, wawancara, dokumentasi,
dan trianggulasi.
a. Observasi
Metode ini peneliti gunakan untuk mengamati,
mendengarkan, dan mencatat langsung keadaan atau
kondisi pondok pesantren, letak gografis, proses kegiatan
belajar mengajar, kurikulum, implementasi nilai
pendidikan karakter religius santri, persamaan dan
perbedaan nilai pendidikan karakter religius perspektif
kitab Ta’limul Muta’alim dan implementasinya di pondok
pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien kota
Salatiga.
b. Wawancara
Metode ini berfungsi untuk mendapatkan informasi
tentang sejarah berdiri pondok pesantren, struktur
organisasi, sarana dan prasarana, keadaan santri, nilai
pendidikan karakter religius santri dan implementasinya.
Dalam hal ini narasumbernya adalah sebagian pengasuh
pondok pesantren Sunan Giri, kepala pondok pesantren
Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien, sebagian ustad dan
pengurus pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul
Mubtadiien, dan sebagian santri kelas dua Madrasah
-
26
Diniyah Tsanawiyah B sunan giri dan sebagian kelas tiga
Madrasah Diniyah Tsanawiyah Hidayatul Mubtadiien.
c. Dokumentasi
Dalam ini bertujuan untuk memperoleh data berupa
kegiatan belajar mengajar di Madrasah Diniyah Sunan
Giri dan Hidayatul Mubtadiien, sarana dan prasarana,
kegiatan di pondok pesantren, kegiatan wawancara, dan
foto para pengasuh pondok pesantren Sunan Giri dan
Hidayatul Mubtadiien.
d. Triangulasi
Dalam triangulasi pengumpulan datanya bersifat
menggabungkan dari beragam teknik pengumpulan data
dan sumber data yang ada. Kemudian, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data secara berbeda-
beda dengan tujuan untuk mendapatkan data dari sumber
yang sama. Datanya diperoleh dengan cara observasi
partisipatif, wawwancara mendalam ataupun dokumentasi.
6. Teknik Pemilahan Data
Dalam tahap ini peneliti melakukan langkah yang
berhubungan dengan penyeleksian data. Adapun prosesnya
adalah mengumpulkan data secara totalitas, kemudian dipilih
secara obyektif dan cermat setelah itu mengklasifikasinya
-
27
menjadi satu rumpun. Artinya data yang memiliki kesamaan
dalam satu pokok pembahasan penelitian dipadukan dengan data
yang sama atau yang memiliki validitas dan reabilitas.
Sedangkan data yang tidak sama dalam validitas dan
reabilitasnya maka diadakan pereduksian atau pembuangan.
7. Teknik Analisis Data
Penelitian kualitatif ini menggunakan analisis data model
Miles dan Huberman. Miles dan Huberman dalam Sugiyono
mengemukakan tiga aktivitas penelitian kualitatif yaitu:46
1) Data Reduction
Bisa diartikan merangkum, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan hal-hal penting, serta membuang data yang
tidak diperlukan.
2) Data Display
Setelah melewati tahap reduksi data, kemudian melangkah
untuk penyajian data. Dalam penelitian kualitatif data
disajikan dominan berbentuk teks narasi.
3) Conclusion Drawing/Verification.
Setelah tahap penyajian data sudah berupa teks narasi, maka
langkah selanjutnya yaitu penarikan simpulan dan
verifikasi.
F. Sistematika penulisan
46
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2012, 338-339.
-
28
Dalam penyusunan tesis ini menggunakan sistematika penulisan
sebagai berikut: Tesis ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal,
bagian utama dan bagian akhir. Pada bagian awal terdiri dari hal-hal
bersifat formal seperti halaman sampul, halaman judul, halaman
pernyataan, halaman pengesahan, halaman persetujuan, nota dinas
pembimbing, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar
gambar. Daftar lampiran dan daftar singkatan.
Bagian utama terdiri dari lima bab, Bab I berisi pendahuluan yang
meliputi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah,
signifikansi penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan
kerangka berfikir. Bab II berisi gambaran umum pondok pesantren
Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien. Bab III berisi kitab Ta’limul
Muta’alim. Bab IV berisi nilai pendidikan karakter religius perspektif
kitab Ta’limul Muta’alim, implementasi nilai pendidikan karakter
religius di pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien,
persamaan dan perbedaan nilai pendidikan karakter religius perspektif
kitab Ta’limul Muta’alim dan implementasinya di pondok pesantren
Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien. Bab V merupakan penutup
yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran. Sedangkan
bagian akhir adalah daftar pustaka dan lampiran.
-
29
BAB II
DESKRIPSI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI DAN HIDAYATUL
MUBTADIIEN
A. PROFIL PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI LEDOK KEC.
ARGOMULYO
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Sunan Giri
Sejarah awal mula pondok pesantren Sunan Giri di dirikan
adalah pada tahun 1990 M menjelang kepulangan KH.
Maslikhuddin Yazid dari menyantri di pondok pesantren
Hidayatul Mubtadiien, Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur guru
beliau berpesan bahwa pada saat sudah berdomisili tetap di
Salatiga supaya mendirikan sebuah pondok untuk anak kecil.
Namun tidak menutup kemungkinan jika ada orang dewasa yang
berkeinginan untuk ikut serta tinggal di pesantren tetap
diperbolehkan.47
Kemudian, setelah mukim beliau mengutarakan amanat yang
diberikan yang diterima gurunya disampaikan kepada pemuka
agama, tokoh masyarakat, maupun warga masyarakat dusun
Krasak kelurahan Ledok Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.
Dan pada akhirnya KH. Maslikhuddin Yazid bermusyawarah
dengan mereka semua dan hasil mufakat akan di dirikan sebuah
47
Maslikhuddin Yazid, Wawancara, Kediaman, 2 Agustus 2019.
-
30
pondok pesantren. Hal krusial yang mendasarinya bahwa kondisi
keberagamaan masyarakat di daerah Dusun Krasak sangat
memprihatinkan. Ditambah lagi dengan kondisi perekonomiannya
belum dikatakan mapan.48
Nur Wakhid juga mengatakan bahwa
pada waktu berdirinya pesantren ini sesuai dengan cerita yang
didengarnya, kondisi keagamaan, ekonomi, social dan pendidikan
masyarakat Krasan belum sebaik dan semaju sekarang. Dalam hal
keagamaan misalnya baru berdiri satu mushola dan belum
masjid.49
Sedangkan untuk pemuka agama pada waktu itu yang ikut
andil memprakarsai berdirinya pondok pesantren di dusun
Krasak selain KH. Maslikhuddin Yazid adalah KH. Muslimin al-
Asy’ari, KH. Zumroni serta Kyai Sa’dullah dan semua tokoh
tersebut sekaligus menjadi pengasuh pondok pesantren Sunan
Giri sampai tahun 2019 ini . Dan ahirnya berdiri secara sah dan
resmi pada 15 Maulud 1992 Masehi. 50
Adapun identitas pondok pesantren Sunan Giri secara
geografis terletak di pinggiran kota Salatiga. Beralamatkan di
jalan Argowilis No.15-16 Krasak, Kelurahan Ledok, Kec.
Argomulyo, Kota Salatiga. Dengan nama statusnya adalah
48
Maslikhuddin Yazid, Wawancara,…… 2 Agustus 2019.
49 Nur Wakhid, Wawancara, Di kamar Ustad, 5 Agustus 2019.
50 Op.,cit….2 Agustus 2019.
-
31
yayasan pondok pesantren Sunan Giri. Adapun para pendirinya
yakni antara lain: KH. Maslikhuddin yazid, KH. Muslimin al-
Asy’ari, K. sa’dullah dan KH. Zumroni (Alm). Dengan jumlah
santri awal adalah 9 orang laki-laki seluruhnya dan bertempat
tinggal di serambi masjid. Dan dalam perkembangannya dalam
kurun waktu 27 tahun mengalami peningkatan jumlah santri,
untuk tahun 2017 menjadi 300, 2018 sekitar 320 dan tahun 2019
bertambah menjadi 350 santri putra dan putri.
2. Unit Pendidikan di Pondok Pesantren Sunan Giri51
Sedangkan unit pendidikannya antara lain adalah: ponpes
Sunan Giri, Madrasah Diniyah Ibtidaiyah (6 Tahun), Madrasah
Diniyah Tsanawiyah (3 Tahun), Madrasah Diniyah Aliyah (3
Tahun), SMP Islam Sunan Giri, PKBM Sunan Giri (Program
Paket C).
3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Sunan Giri
Menurut penuturan KH. Malikhuddin Yazid, memperkuat
pondok pesantren Sunan Giri berdiri karena melihat kota Salatiga
pada tahun 1990 -an disebut sebagai kota Nasrani. Oleh sebab itu,
pondok pesantren memiliki visi menyantrikan masyarakat dan
memasyarakatkan santri. Dan misinya yaki memakmurgan
Agama melalui pondok pesantren.52
51
Kalender Pondok Pesantren Sunan Giri 2019, 1.
52 Maslikhuddin Yazid,…….2 Agustus 2019.
-
32
4. Kurikulum Madrasah Diniyah Sunan Giri
Kurikulumnya bersistem klasikal dengan mengacu pada
kitab-kitab ulama klasik dengan menggunakan model pengajian
Madrasah Diniyah Sore (TPQ) yang dimulai pukul 15.00 WIB-
16.30 WIB dan Madrasah Diniyah malam pukul 18.30 WIB-
21.00 WIB.
B. PROFIL PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN
(PPHM) KALIBENING KEC. TINGKIR
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien
Pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien didirikan dengan
kondisi keagamaan masyarakat Dusun Kalibening pada masih
lemah.53
Imam Safrudy sebagai Kepala Pondok Pesantren
mengutaraan bahwa penduduknya beragama Muslim seluruhnya.
Dalam perkembangan perokonomian juga semakin meningkat
setiap tahun, dan sosial masyarakat terlihat sudah baik terbukti
antusiasme mereka terhadap pondok pesantren.54
Pondok pesantren ini berdiri pada tahun 1974 M, dengan
jumlah santri 12 orang55
yang diasuh oleh beliau KH. Abdul
Halim.56
Dengan Identitas pondok pesantren Hidayatul
53
Sakbani, Wawancara, Kantor Pengasuh dan Ustad PPHM, 5 Agustus 2019.
54 Imam Safrudy, Wawancara, Kantor Pengasuh dan Ustad PPHM, 5 Agustus 2019.
55 Sakbani,……Kantor Pengasuh dan Ustad PPHM, 5 Agustus 2019.
56 Imam Safrudy, Wawancara,…..5 Agustus 2019.
-
33
mubtadiien (PPHM) , beralamatkan di Jl. R. Patah 20 Kalibening
Rt 01 /III Kec. Tingkir Kota Salatiga. Telp. 0298 – 311315.
Sedangkan kepemilikan tanah dan status bangunan adalah
yayasan. Dengan No. statistik Pondok :510033702007.57
Setelah KH. Abdul Halim wafat digantikan oleh Putranya yakni
KH. Abda’ Abdul Malik sampai tahun 2019, dengan kisaran
jumlah santri pada tahun 2017 sekitar 130, 2018 ada 125 dan
untuk tahun 2019 masih tetap yaitu 125 santri.58
2. Unit Pendidikan pondok pesantren hidayatul Mubtadiien
Untuk unit pendidikannya tidak jauh berbeda dengan pondok
pesantren Sunan Giri Argomulyo Salatiga, antara lain: pondok
pesantren Hidayatul Mubtadiien, Madrasah Diniyah Ibtidaiyah (6
Tahun), Madrasah Diniyah Tsanawiyah (3 Tahun) dan Madrasah
aliyah (3 Tahun).
3. Visi dan Misi Pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien
Pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien Kalibening Tingkir
kota Salatiga memiliki visi dan misi menduduki fungsinya
sebagai pewaris dan penerus perjuangan ulama demi suksesnya
dahwah Islamiyah.
4. Kurikulum Madrasah Diniyah
57
File Pondok Pesantren Hidayatul mubtadiien Kalibening, 2019, diakses 1 Agustus 2019.
58 File Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien,….. diakses 1 Agustus 2019.
-
34
Kurikulumnya bersistem klasikal dengan mengacu kitab-
kitab ulama klasik dengan model pengajian Madrasah Diniyah
Sore (TPQ) yang dimulai pukul 14.00 WIB-16.00 WIB dan
Madrasah Diniyah Malam pukul 19.00 WIB-21.00.
Berdasarkan keterangan tentang profil pondok pesantren
Sunan Giri Ledok salatiga menunjukkan bahwa berdirinya
pondok pesantren tersebut karena melihat kondisi kegamaan
masyarakat dusun krasak masih sangat minim, ditambah lagi dari
aspek perekonomian juga belum mapan, daan dari aspek
pendidikan juga belum seperti sekarang. Dan berdiri pada tahun
1992 Masehi dengan pendirinya adalah KH. Maslikhuddin yazid,
KH. Muslimin al-Asy’ari, K. sa’dullah dan KH. Zumroni (Alm).
Dengan jumlah santri awal adalah 9 orang laki-laki seluruhnya
dan bertempat tinggal di serambi masjid, dan setelah 27 tahun
berdiri mengalami peningkatan jumlah santri yakni pada tahun
2017 tercatat 300, 2018 sekitar 320 dan tahun 2019 bertambah
menjadi 350 santri putra dan putri.
Untuk Unit pendidikannya adalah: pondok pesantren Sunan
Giri, Madrasah Diniyah Ibtidaiyah (6 Tahun), Madrasah Diniyah
Tsanawiyah (3 Tahun), Madrasah Diniyah Aliyah (3 Tahun),
SMP Islam Sunan Giri, PKBM Sunan Giri (Program Paket C).
Sedangkan pondok pesantren hidayatul Mubtadiien berdiri
1974, dengan santri awal 12 orang. Dengan pengasuhnya adalah
-
35
KH. Abdul Halim dan sekarang diasuh oleh generasi kedua yakni
KH. Abda’ Abdul Malik. Untuk unit pendidikannya antara lain:
pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien (PPHM), Madrasah
Diniyah Ibtidaiyah (6 Tahun), Madrasah Diniyah Tsanawiyah (3
Tahun) dan Madrasah aliyah (3 Tahun).
-
36
BAB III
KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM
A. Biografi Syekh Burhanuddin az-Zarnuji
Berdasarkan sejarah para peneliti biografi Burhanuddin az-Zarnuji
sudah banyak, namun tidak ditemukan data dan sumber yang
menuliskan secara lengkap. Akan tetapi ada yang menyebutkan bahwa
beliau berasal dari Afganistan, dengan nama lengkap syekh Ibrahim
bin Ismail al-Zarnuji. Sedangkan Abuddin Nata menyebutkan nama
beliau yakni Burhanuddin al-Islam Al-Zarnuji.59
Dan jumlah
karangannya juga tidak disebutkan kepastiannya, hanya saja ada satu
karya yang popular yaitu kitab Ta’limul Muta’alim Thariqutta’alum.
Meskipun demikian, untuk jumlah gurunya ada yang mengatakan
sangat banyak, seperti ungkapan Dicky Wirianto menuliskan beberapa
guru dari Burhanuddin az-Zarnuji, diantaranya:60
1. Burhanuddin Ali bin Abu Bakar al Marghinani, ulama besar
bermazhab Hanafi, suatu kitab fiqih rujukan utama dalam mazhabnya.
Beliau wafat pada 593 H./ 1177 M.).
2. Ruknul Muhammad bin Abu Bakar, populernya Khowahir Zadeh.
Beliau ulama besar bermazhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair,
59
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, 103.
60 Dicky Wiriyanto, Konsep Pedogogig al-Zarnuji. Islamic Studies Journal: Vol. I.no. 2, 2013.
-
37
pernah menjadi mufti di Bochara dan sangat masyhur fatwa-fatwanya.
Wafat pada 573 H.
3. Muhammad bin Ibrahim, seorang ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi,
sastrawan dan ahli kalam. Wafat pada 573 H.
4. Fahruddin al Kayani, yaitu Abu Bakar bin Mas‟ud al Kayani. seorang
ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi. Wafat pada 587 H.
5. Fahruddin Qodhi Khan al Ouzjandi, dikenal sebagai ulama besar dan
mujtahid dalam mazhab Hanafi. Wafat pada 592 H.
6. Ruknuddin al Farfhani, seorang ulama ahli fiqih bermazhab hanafi dan
pujangga sekaligus penyair. Wafat pada 594 H.
Dari keterangan tentang biografi Syekh Burhanuddin az-Zarnuji
menunjukkan bahwa karya beliau yang popular dan masih ada sampai
saat ini adalah kitab Ta’limul Muta’alim, yang berisi kajian-kajian
tentang akhlak peserta didik ataupun santri dalam menimba ilmu. Dan
beliau juga belajar beragam dimensi ilmu dengan banyak guru
diberbagai daerah. Akan tetapi yang paling menonjol bahwa beliau
berkiblat pada Imam Hanafi dilihat dari keterangan yang ada.
B. Sejarah Munculnya Kitab Ta’limul Muta’alim
Awal mula munculnya kitab ini adalah karena rasa keprihatinan
dan kepedulian Syekh Burhanuddin az-Zarnuji terhadap para penuntut
ilmu di zamannya, banyak orang menuntut ilmu, berprestasi, memiliki
kecerdasan intelektual, dan juga bersungguh-sungguh dalam
mencarinya namun ilmu yang didapatkan tidak memberikan
-
38
sumbangsih dan manfaat baik untuk pribadi penuntut ilmu maupun
bagi masyarakat disekitarnya. Alasan yang paling mendasar yakni
bahwa metode serta cara yang digunakan oleh para penuntut ilmu
adalah menggunakan jalan yang salah dan kurang memperdulikan
syarat-syarat yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Baik
tuntunan yang dibawa oleh Rosululloh SAW Dan para sahabatnya
maupun para ulama pendahulunya.
Hal di atas Sesuai penuturan Syekh Burhanuddin az-Zarnuji:
وثعذ( فهمب رايت كثيزا مه طال ة انعهم في سمبوىب يجذون اني انعهم وال يصهىن او مه )
مىب فعه وثمزاته وهي انعمم ثه وانىشز يحزمىن نمب اوهم اخطئىا طزاءقه وتزكىا شزاءطه61
Dan anjuran dari pengarang kitab Ta’limul Muta’alim bahwa para
peserta didik dalam atau santri dilembaga manapun khususnya pondok
pesantren untuk memperdulikan syarat dan jalan dalam memperoleh
ilmu agar tidak tersesat dan bisa menghasilkan ilmu dengan maksimal.
C. Fasal-fasal dalam Kitab Ta’limul Muta’alim
Kitab Ta’limul Muta’alim ini terbagi menjadi 13 fasal,62
yakni:
Fasal tentang hakikat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamannya,
niat dalam mencari ilmu, cara memilih ilmu, guru, teman, dan
ketekunan, Cara menghormati ilmu dan guru, Kesungguhan dalam
61
Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’limul Muta’alim, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2007, 9.
62 Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’limul Muta’alim,………… 2007, 10.
-
39
mencari ilmu, beristiqomah dan cita-cita luhur, Ukuran dan urutan
mencari ilmu, Tawakal, Waktu belajar ilmu, Saling mengasihi dan
menasehati, Mencari tambahan ilmu pengetahuan, Bersikap wara’
dalam menuntut ilmu, Hal-hal yang dapat menguatkan hapalan dan
yang melemahkannya, dan yang ke tiga belas adalah cara
mempermudah datangnya rizki, penghambat datangnya rizki, dan hal-
hal yang dapat memperpanjang maupun mengurangi umur.
Dari keterangan di atas dapat ditarik benang merah, pengarang
kitab tersebut mengklasifikasikan fasal-fasal dalam kitab tersebut
menjadi 13 fasal. Dengan tujuan agar para santri ataupun peserta didik
yang mempelajarinya menjadi lebih mudah.
-
40
BAB IV
IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS SANTRI
PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM DI PONDOK
PESANTREN SUNAN GIRI DAN HIDAYATUL MUBTADIIEN
A. Dimensi Nilai Pendidikan Karakter Religius Santri di Pondok
Pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien
1. Dimensi Ideologi
Dalam dimensi ideologi ini lebih dominan memuat ajaran
yang bersifat dogmatik, antara lain yakni iman kepada Allah,
Malaikat, Kitab, Nabi, hari akhir dan qodo dan qodar. Sedangkan
dalam Ta’limul Muta’alim dimensinya berisi tentang belajar ilmu
tauhid (keesaan Tuhan) dan mengenali Allah lengkap dengan
dalilnya.
Adapun di pondok pesantren Sunan Giri dimensi ini diajarkan
kepada para santri melalui pembelajaran kitab tentang ketauhidan,
antara lain: kitab khoridatul bahiyah, Jawahirul Kalamiyah dan
Kifayatul Awam. Dalam hal ini guru memberikan penjelasan
seperti yang termaktub dalam kitab tersebut dengan diselingi
kisah-kisah tentang para wali, ulama maupun orang-orang yang
digambarkan dekat dengan Allah Swt.
Tidak berbeda jauh dengan hal di atas, dimensi ideologi di
pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien juga mengajarkan
ketauhidan antara lain: kitab khoridatul bahiyah, Jawahirul
-
41
Kalamiyah,Tijan dan Kifayatul Awam. Dalam hal ini guru
memberikan penjelasan seperti yang termaktub dalam kitab
tersebut dengan diselingi kisah-kisah tentang para wali, ulama
maupun orang-orang yang digambarkan dekat dengan Allah Swt.
2. Dimensi Ritual
Dalam dimensi ini keagamaan seseorang dapat diukur melalui
ibadah yang dilakukannya dalam keseharian ataupun ibadah yang
dilakukan pada waktu yang telah ditentukan. Dalam kitab
Ta’limul Muta’alim gambaran dimensi ini seperti sholat, zakat,
puasa, haji dan sholat sunah malam.
Untuk pondok pesantren Sunan Giri para santrinya terbiasa
melakukan dua ritual yakni sholat berjamah dan puasa sunah.
Sedangkan ibadah yang lain hanya diajarkan melalui
pembelajaran kitab kuning. Untuk pondok pesantren Hidayatul
Mubtadiien juga demikian.
3. Dimensi Pengalaman
Berkaitan dengan dimensi pengalaman dalam tingkat
keagamaan seseorang dapat diidentifikasi melalui pengalaman
spiritual yang dialami setiap individu. Dan pengalaman setiap
individu tentunya berbeda sesuai dengan kemantapan iman dan
keaktifan dalam berkomunikasi dengan Allah.
-
42
Hal-hal yang berkorelasi dengan dimensi di atas, dalam
Ta’limul Muta’alim dapat ditemukan beberapa bagian yakni:
tawakal, kembali dan takut kepada Allah, ridho, bersyukur, fokus
berdzikir, berdoa, mendekatkan diri, membaca Alquran serta
bersedekah.
Dalam dimensi ini di pondok pesantren Sunan Giri hampir
seluruhnya dilaksanakan disana. Sedangkan di Hidayatul
Mubtadiien juga melaksanakan keseluruhan dimensi tersebut.
4. Dimensi Konsekuensi (Amal)
Dalam dimensi konsekuensi keagamaan seseorang dapat
diketahui dengan melihat sikap dan sifat kepedulian terhadap
sesamanya. Tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, serta tanpa
memandang ras, budaya maupun warna kulit.
Oleh sebab itu dalam analisa syekh az-Zarnuji bahwa dalam
karyanya yang menyebutkan bahwa isi dari dimensi ini adalah
sifat dermawan, kikir, takut, pemberani, takabur, tawadhu’,
menjaga dari perbuatab haram, melampaui batas dan lain-lain.
Adapun pada kedua pondok pesantren, baik Sunan Giri
maupun Hidayatul Mubtadiien dimensi ini terlihat disana. Yang
mana itu dapat dilihat melalui aktivitas keseharian mereka, sejak
bangun tidur sampai tidur kembali.
-
43
5. Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual ini lebih mengedepankan seberapa jauh
pengetahuan khususnya tentang keagamaan yang telah dipelajari
dalam hidupnya. Semakin banyak membaca, belajar, berdiskusi
maupun bertukar pikiran dengan orang lain akan menjadikannya
semakin berkualitas keagamaannya.
Dalam kitab Ta’limul Muta’alim dalam ranah ini hanya
penulis temukan satu pokok kategorisasi yang spesifik yakni
seorang santri dalam menuntut ilmu harus aktif berdiskusi atau
bermusyawarah dengan orang lain.
Terkait dengan dimensi kelima ini pondok pesantren Sunan
Giri dan Hidayatul Mubtadiien seluruhnya menerapkan dan
melaksanakannya hampir setiap hari. Hanya saja dalam dimensi
ideologi baru diberlakukan secara teori, implementasi dilapangan
belum terlihat secara jelas.
B. Implementasi Nilai Pendidikan Karakter Religius Santri di Pondok
Pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien
1. Dimensi Ideologi
Pendidikan bagi setiap individu adalah sesuatu yang sangat
vital terlebih bagi generasi muda di Indonesia pada era globalisasi
dan modernisasi saat ini. Dengan alasan bahwa generasi muda
saat ini sudah berbeda dengan generasi pendahulunya baik dalam
-
44
segi gaya hidup, pergaulan maupun fasilitas teknologi. Terlebih
lagi dengan dekadensi moral mereka yang tampak jelas, terbukti
dengan maraknya kenakalan remaja dengan beragam bentuk.
Berdasarkan faktor dekadensi moral di atas pemerintah sudah
sepantasnya menerapkan pendidikan yang mampu memberikan
solusi yang tepat dengan maksud agar kenakalan remaja tidak
semakin merajalela. Dalam hal ini pendidikan yang sangat efektif
dan efisien adalah pendidikan berbasis karakter. Adapun
pendidikan karakter yang tepat dan mampu menyelesaikan
beragam problematika yang melanda remaja Indonesia adalah
pendidikan karakter religius. Selain untuk mencari problem
solving tentang dekadensi moral remaja juga sebagai membekali
dan mencetak santri yang berkarakter religius.
Berkaitan dengan pendidikan karakter religius syekh
Burhanuddin az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’alim telah
memaparkannya secara jelas dan mudah dipahami. Tidak hanya
mudah dipahami oleh kalangan santri di pondok pesantren saja,
namun untuk siapa saja yang ingin mempelajarinya. Peneliti
disini mengklasifikasikan nilai pendidikan karakter religius yang
ada dalam kitab tersebut dengan mengacu pendapat Glock &
Stark yang membagi dalam lima dimensi, yakni dimensi ideologi,
ritual, pengalaman, konsekuensi, serta intelektual.
-
45
Sedangkan implementasi nilai pendidikan karakter religius
santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim di pondok pesantren
Sunan Giri yakni dalam dimensi ideologi yaitu santri diajarkan
kitab-kitab tentang ketauhidan antara lain adalah kitab khoridatul
bahiyah, Jawahirul Kalamiyah dan Kifayatul Awam. Dengan
melalui kegiatan belajar mengajar dalam waktu beberapa jam
untuk setiap mapel tersebut, ustad memberikan doktrinasi tentang
ajaran ketauhidan dan mengisahkan keistimawaan para Nabi,
Wali, ataupun ulama.
Adapun Hidayatul Mubtadiien (PPHM) dalam
mengimplementasikannya yakni para santri diharuskan mengikuti
kajian kitab bernuansa tauhid yaitu Khoridatul Bahiyah,
Jawahirul Kalamiyah, Tijan , dan kitab Kifayatul Awam, dengan
sistem ustad pengampu memberikan doktrinasi materi-materi
ketauhidan.
2. Dimensi Ritual
Bertendensi pada pengambilan sampel enam santri, lima
diantaranya mengungkapkan bahwa pasca mempelajari kitab
Ta’limul Muta’alim sholat mereka sering berjama’ah. Seperti
diutarakan Ryan Anwar, “alasan sering berjama’ah setelah
belajar kitab Ta’limul Muta’alim karena di dalam kitab itu
-
46
terdapat ajaran keistimewaan berjama’ah.”63
Alasan lain
dikatakan oleh Roby, bahwa sholat berjama’ah dapat menambah
pahala.64
Sedangkan untuk berpuasa sunah dari enam responden
tiga diantaranya melakukan dan tiga yang lain belum
menjalankan. Sedangkan untuk zakat dan haji ditanamkan kepada
santri melaui pembelajaran kitab kuning bidang fiqh seperti kitab
Fatkhul Qorib dan Fatkhul Mu’in.65
Dalam dimensi ibadah santri Hidayatul Mubtadiien
berpedoman lima responden yang dijadikan sampel, empat
diantaranya aktif sholat berjama’ah. Seperti penuturan
Muhammad Zaim Labib 66
“ ya saring berjama’ah sholatnya
karena dalam kitab tersebut kita dianjurkan untuk selalu sholat
berjama’ah”. Sedangkan untuk puasa sunah dari lima responden
hanya satu orang yang aktif melakukan dengan alasan bahwa
dengan berpuasa sunah dapat meningkatkan rasa syukur kepada
Allah SWT.67
Dan untuk zakat dan haji diajarkan melalui
kegiatan belajar mengajar yakni kitab Abi Suja’, Fatkhul Qorib,
Fatkhul Mui’n.
63
Ryan Anwar, Wawancara, Madrasah Sunan Giri, 6 Agustus 2019.
64 Roby Vani Alvian, Wawancara, Madrasah Sunan Giri, 6 Agustus 2019.
65 Maslikhuddin Yazid, ……2 Agustus 2019.
66 Muhammad Za’im Labib, Wawancara, Gedung Madrasah PPHM, 6 Agustus 2019.
67 Aqsamudin, Wawancara, Gedung Madrasah PPHM, 6 Agustus 2019.
-
47
3. Dimensi Pengalaman
Yang ketiga adalah dimensi pengalaman, berdasarkan enam
responden santri Sunan Giri, baik dalam hal kedekatan diri
kepada Allah SWT, rasa kusyu’ beribadah dan bertambahnya rasa
syukur, membaca Alquran, berdzikir semuanya melaksanakannya
dalam kehidupan sehari-hari di pondok pesantren. Namun dalam
hal kedekatan dengan Allah SWT Nur Mahmudi memberikan
keterangan bahwa belum bisa merasakan peningkatan kedekatan
dirinya dengan Allah SWT.68
Untuk mengimplementasikan
dimensi ini santri diharuskan aktif mengikuti dzikir setelah sholat
fardhu, mengaji Alquran serentak setelah sholat Maghrib dan
Subuh, mengikuti musyawaroh sore, musyawaroh malam dan
musyawaroh bulanan, ziarah ke makam pada Kamis sore, ziarah
ke makam malam Jum’at bulanan, sorogan kitab pada malam
kamis dan lain-lain.
Untuk Hidayatul Mubtadiien sendiri berdasarkan lima
responden, empat santri mengatakan untuk kedekatan diri kepada
Allah SWT, rasa kusyu’ beribadah dan bertambahnya rasa syukur,
membaca Alquran, berdzikir semuanya melaksanakannya dalam
kehidupan sehari-hari di pondok pesantren. Langkah yang
68
Nur Mahmudi Ismail, Wawancara, Madrasah Sunan Giri, 6 Agustus 2019.
-
48
ditempuh pondok pesantren untuk membiasakan dimensi ketiga
ini adalah santri aktif membaca Alquran bersama setelah Sholat
Ashar, aktif sholawatan dan mujahadah sholawat nariyah,
musyawarah santri setiap malam kecuali malam Jum’at, sorogan
kitab, ziarah ke makam mingguan, bulanan dan tahunan.
4. Dimensi Konsekuensi (Amal)
Berdasarkan pengambilan sampel enam responden santri
Sunan Giri, untuk tolong menolong semuanya sering
mempraktekkan, lalu bersedekah tiga responden mengatakan
tidak sering bersedekah. Salah satu alasan dari responden masih
belum mampu melakukannya.69
Dan perilaku jujur satu responden
yang belum melakukannya dan sikap memaafkan enam responden
telah mempraktekkannya. Dalam sikap ta’dzim berdasarkan enam
responden semua terbiasa melakukan. Dalam sikap ta’dzim santri
diajarkan untuk terbiasa menunduk atau bersalaman ketika
bertemu ustad atau pengasuh. Lalu ketika mengaji juga para santri
duduk dibawah, sedangkan guru diberikan tempat yang lebih
tinggi. Dalam mengagungkan dan memuliakan guru santri
dibiasakan untuk selalu menghormati dan patuh dengan apa yang
diperintahkan oleh ustad atau pengasuh. Dalam beramal baik
santri dibiasakan melakukan perbuatan yang positif dan
bermanfaat serta meninggalkan perilaku negatif seperti contoh
69
Ryan Anwar, Wawancara,………6 Agustus 2019.
-
49
tidak berbicara kotor, berpakaian rapi dan sopan, membiasakan
senyum, salam serta sapa ketika bertemu santri lain. Dalam hal
menjaga dari perbuatan haram misalnya santri dilarang memakai
milik orang lain tanpa izin.
Dalam dimensi keempat tentang amal dengan berdasarkan
hasil wawancara dengan lima responden dalam sikap berderma,
tolong menolong, jujur dan memaafkan, empat santri
melaksanakannya, dan satu responden dalam sikap berderma
belum menjalankan dengan alasan belum mengetahui tentang
anjuran berderma.70
Dan perilaku jujur satu responden yang
belum melakukannya dan sikap memaafkan lima responden telah
mempraktekkannya. Dalam sikap ta’dzim berdasarkan lima
responden semua terbiasa melakukan. Dalam sikap ta’dzim santri
diajarkan untuk terbiasa menunduk atau bersalaman ketika
bertemu ustad atau pengasuh. Lalu ketika mengaji santri dilarang
duduk setara dengan guru. Dalam mengagungkan dan
memuliakan guru santri dibiasakan untuk selalu menghormati dan
patuh dengan apa yang diperintahkan oleh ustad atau pengasuh.
Dalam beramal baik santri dibiasakan melakukan perbuatan yang
positif dan bermanfaat serta meninggalkan perilaku negatif seperti
contoh tidak berbicara kotor, berpakaian rapi dan sopan,
membiasakan senyum, salam serta sapa ketika bertemu santri lain.
70
Muhammad Arifin, Wawancara, Gedung Madrasah PPHM, 6 Agustus 2019.
-
50
Dalam hal menjaga dari perbuatan haram misalnya santri dilarang
memakai milik orang lain tanpa izin.
5. Dimensi Intelektual
Sedangkan dimensi yang kelima adalah dimensi intelektual
santri dibiasakan aktif mengikuti kegiatan diskusi atau
musyawarah yang dilaksanakan rutin harian, mingguan maupun
bulanan di pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul
Mubtadiien.
C. Persamaan dan Perbedaan Nilai Pendidikan Karakter Religius
Ta’limul Muta’alim dan Implementasinya di Pondok Pesantren Sunan
Giri dan Hidayatul Mubtadiien
1. Dimensi Ideologi
Implementasi nilai pendidikan karakter religius santri
perspektif Ta’limul Muta’alim dalam kacamata dimensi ideologi
yang ada di dua pondok pesantren sama model kajian maupun
implementasinya. Hanya saja untuk Hidayatul Mubtadiien dalam
kitab bidang tauhid adalah kitab Khoridatul Bahiyah, Jawahirul
Kalamiyah, Tijan dan Kifayatul Awam sedangkan di Sunan Giri
yaitu kitab Khoridatul Bahiyah, Jawahirul Kalamiyah dan
Kifayatul Awam.
2. Dimensi Ritual
-
51
Dalam dimensi ritual untuk pondok pesantren Sunan Giri berdasarkan
sampel penelitian yang diambil menunjukkan bahwa dalam ritual
sholat berjamaah banyak yang aktif, sedangkan untuk berpuasa sunah
belum maksimal. Sedangkan di Hidayatul Mubtadiien sholat
berjama’ah aktif dilakukan para santri, sedangkan untuk berpuasa
sunah masih minim yang mempraktekkan.
3. Dimensi Pengalaman
Dimensi pengalaman keagamaan yang sudah terlaksana
adalah sifat tawakal, takut kepada Allah, bersyukur, fokus
berdzikir, berdo’a, membaca Alquran dan sedekah dapat
terlaksana akan tetapi untuk sikap kembali kepada Allah, ridho
terhadap sesuatu baru berlaku secara teori di kedua lokasi
penelitian. Perbedaan yang terlihat hanya pada waktu pelaksanaan
musyawaroh wajib di Sunan Giri pada sore hari, sedangkan di
Hidayatul Mubtadiien malam hari. Dan kegiatan membaca
Alquran di Sunan Giri setelah Maghrib dan Subuh, untuk
Hidayatul Mubtadiien setelah Ashar.
4. Dimensi Konsekuensi (Amal)
Selanjutnya dalam dimensi konsekuensi (amal) yang sudah
diterapkan sifat dermawan, tawadhu’, menjaga dari perkara
haram, untuk sifat kikir, penakut, pemberani dan melampaui batas
baru berlaku secara teori.
5. Dimensi Intelektual
-
52
Adapun dimensi intelektual yakni berdiskusi sudah berjalan
dengan baik di pondok pesantren Sunan Giri ataupun Hidayatul
Mubtadiien.
Dengan adanya impelementasi pendidikan karakter religius
pondok pesantren sunan giri memiliki beberapa keunggulan dan
kelemahan. Dalam faktor keunggulannya waktu kegiatan belajar
mengajar kitab Ta’limul Muta’alim lebih lama, jumlah ustad dan
ustadzah serta pengasuh di Sunan Giri jumlahnya lebih banyak,
jadwal kegiatan mengajinya lebih padat, peraturan pondok
pesantren lebih ketat, lokasi bangunan lebih luas, jumlah
santrinya lebih banyak, lembaga pendidikan lebih banyak. Untuk
kelemahannya yaitu santrinya di dominasi santri berpendidikan
sekolah formal di jenjang SMP dan SMA dengan usia yang relatif
muda sehingga pengurus pondok pesantren lebih ekstra dalam
mendampingi di setiap kegiatan khususnya dalam implementasi
pendidikan karakter religius.
Dilain sisi, untuk pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien
terdapat keunggulan yakni memiliki relasi yang banyak dengan
dunia luar baik dengan tokoh Agama, politik maupun aparatur
pemerintahan, mayoritas para santrinya sudah berusia dewasa dan
sedang menempuh pendidikan jenjang perguruan tinggi, memiliki
group rebana yang popular dan berstandarisasi. Dan
kelemahannya antara lain waktu pembelajaran kitab Ta’limul
-
53
Muta’alim hanya satu jam, tidak terdapat kajian kitab setelah
sholat dhuhur, dan peraturan pondok pesantren kurang begitu
ketat.
-
54
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil pemaparan secara kajian teori dan analisis
penelitian ini menunjukkan hasil:
1. Untuk nilai pendidikan karakter religius santri perspektif kitab
Ta’limul Muta’alim dapat ditelusuri melalui lima dimensi dalam
tingkat keagamaan seseorang, antara lain adalah dimensi ideologi,
ritual, pengalaman, konsekuensi (amal), dan intelektual. Dalam hal
ini baik di Sunan Giri maupun Hidayatul Mubtadiien keempat
dimensinya sudah terlihat dan berjalan stabil, namun dalam
dimensi ideologi hanya dikaji secara pemadatan materi belum
muncul implementasinya.
2. Implementasi nilai pendidikan karakter religius santri perspektif
kitab Ta’limul Muta’alim di pondok pesantren Sunan Giri dalam
dimensi ideologi baru secara teori, dimensi ibadah sudah sebagian
besar melaksanakan, dimensi pengalaman sebagian besar
melakukan, dan dimensi amal sebagian besar melakukan, dan
dimensi intelektual implementasinya sudah baik.
3. Sedangkan persamaan dan perbedaan nilai pendidikan karakter
santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim dan implementasinya di
-
55
pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien terlihat
bahwa di kedua pondok tersebut mengkaji kitab Ta’limul
Muta’alim demi menunjang implementasi nilai pendidikan karakter
religius, metode yang digunakan sama yakni metode klasikal,
namun perbedaannya tentang waktu pembelajaran kitabnya, jumlah
peserta didiknya, serta fasilitas ruang kelas. Dan tambahan lagi
bahwa ustad di pondok pesantren Sunan Giri mayoritas statusnya
masih santri menetap dan di Hidayatul Mubtadiien lebih
didominasi ustad desa.
Sedangkan dalam kelima dimensinya di Sunan dan Hidayatul
Mubtadiien yang belum terlihat implementasinya adalah dimensi
ideologi, karena baru diajarkan secara teoretik.
B. SARAN
1. Bagi pengasuh di Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien untuk lebih
menekankan penanaman nilai pendidikan karakter religius kepada
para santrinya.
2. Bagi pengurus pondok pesantren Sunan Giri untuk mempertahankan
segala kegiatan yang sudah berjalan dan meningkatkannya.
3. Bagi pengurus pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien untuk bisa
menambah jam pelajaran khususnya kitab Ta’limul M