tesis implementasi nilai pendidikan karakter religius...

of 126 /126
i TESIS IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI LEDOK KEC. ARGOMULYO DAN HIDAYATUL MUBTADIIEN KALIBENING KEC. TINGKIR KOTA SALATIGA Oleh BURHANUDIN NIM. 12010150039 Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan Untuk gelar Magister Pendidikan Islam PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2019

Author: others

Post on 29-Jan-2020

13 views

Category:

Documents


3 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

  • i

    TESIS

    IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

    RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL

    MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI

    LEDOK KEC. ARGOMULYO DAN HIDAYATUL

    MUBTADIIEN KALIBENING KEC. TINGKIR KOTA

    SALATIGA

    Oleh

    BURHANUDIN

    NIM. 12010150039

    Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan

    Untuk gelar Magister Pendidikan Islam

    PROGRAM PASCASARJANA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2019

  • ii

    IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

    RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL

    MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI

    LEDOK KEC. ARGOMULYO DAN HIDAYATUL

    MUBTADIIEN KALIBENING KEC. TINGKIR KOTA

    SALATIGA

    Oleh

    BURHANUDIN

    NIM. 12010150039

    Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana

    Institut Agama Islam Negeri Salatiga

    sebagai pelengkap persyaratan untuk

    gelar Magister Pendidikan Islam

    Salatiga, 12 Agustus 2019

    Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M. A.

    NIP. 19751122 200003 1 001

    PEMBIMBING

  • iii

    PROGRAM PASCASARJANA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

    Nama : Burhanudin

    NIM : 12010150039

    Program Studi : Pendidikan Agama Islam (PAI)

    Konsentrasi : Magister Pendidikan Agama Islam

    Tanggal Ujian : 16 Agustus 2019

    Judul Tesis : IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN

    KARAKTER RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF

    KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM DI PONDOK

    PESANTREN SUNAN GIRI LEDOK KEC.

    ARGOMULYO DAN HIDAYATUL

    MUBTADIIEN KALIBENING KEC. TINGKIR

    KOTA SALATIGA.

    Panitia Munaqosah Tesis

    1. Ketua Penguji : Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M. A.

    2. Sekretaris : Noor Malikhah, Ph.D.

    3. Penguji I : Dr. Maslikhah, M. Si.

    4. Penguji II : Dr. Ruwandi, M. A.

  • iv

    PERNYATAAN KEASLIAN

    DAN KESEDIAAN PUBLIKASI

    “Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini merupakan hasil

    karya sendiri dan sepanjang pengetahuan dan keyakinan saya tidak

    mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan

    sebelumnya atau atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah

    diajukan untuk gelar atau ijasah pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga

    atau perguruan tinggi lainnya. Tesis ini diperkenankan untuk dipublikasikan

    pada e-repository IAIN Salatiga.

    Salatiga, 12 Agustus 2019

    Yang membuat pernyataan,

    Burhanudin

    NIM. 12010150039

  • v

    ABSTRAK

    Burhanudin. 2019. Implementasi Nilai Pendidikan Karakter Religius Santri

    Perspektif Kitab Ta’limul Muta’alim di Pondok Pesantren Sunan Giri Ledok

    kec. Argomulyo dan Hidayatul Mubtadiien Kalibening kec. Tingkir kota

    Salatiga. Tesis. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam

    Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M. A.

    Kata kunci: Implementasi, Pendidikan Karakter, Nilai Religius, Ta’limul

    Muta’alim.

    Pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien Kota Salatiga

    adalah pondok pesantren yang menerapkan nilai pendidikan karakter religius

    kepada pada santrinya perspektif kitab Ta’limul Muta’alim. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengetahui nilai pendidikan karakter religius santri perspektif

    Ta’limul Muta’alim, implementasinya di kedua pondok pesantren, dan

    mengetahui persamaan dan perbedaan dalam Ta’limul Muta’alim dan

    implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubatadiien

    Kota Salatiga.

    Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Teknik

    pengumumpulan data ada tiga metode utama, yakni observasi, dokumentasi,

    dan wawancara. Adapun analisis data melalui tiga tahapan yaitu: reduksi data,

    penyajian data, dan verifikasi.

    Berdasarkan penelitian yang berlangsung satu bulan dapat disimpulkan

    sebagai berikut: 1. pendidikan karakter religius santri perspektif kitab Ta’limul

    Muta’alim dapat ditelusuri melalui lima dimensi dalam tingkat keagamaan

    seseorang, antara lain adalah dimensi ideologi, ritual, pengalaman, konsekuensi

    (amal), dan intelektual. 2. Implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri

    sudah baik, hanya saja ada beberapa nilai religius dalam sebagian aspek hanya

    terlaksana secara teori. Dan implementasi di Hidayatul Mubtadiien juga sudah

    terlaksana dengan baik namun kurang maksimal. 3. Persamaan dan perbedaan

    nilai pendidikan karakter religius santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim

    dan implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul

    Mubtadiien terlihat bahwa di kedua pondok tersebut mengkaji kitab Ta’limul

    Muta’alim demi menunjang implementasi nilai pendidikan karakter religius,

    metode yang digunakan sama yakni metode klasikal, namun perbedaannya

    tentang waktu pembelajaran kitabnya, jumlah peserta didiknya, serta fasilitas

    ruang kelas. Dan tambahan lagi bahwa ustad di pondok pesantren Sunan Giri

    mayoritas statusnya masih santri menetap dan di Hidayatul Mubtadiien lebih

    didominasi ustad desa.

  • vi

    PRAKATA

    Dengan mengucap bismillahirrokhmanirrokhim, puji syukur atas kehadirat

    Allah SWT Yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah dan inayahNya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dan sholawat serta salam

    semoga tercurah kepada Nabi SAW sebagai suri tauladan sekalian alam

    semesta.

    Sehubungan dengan tugas dan tanggung jawab penulis dalam rangka

    melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Magister pada Institut Agama

    Islam Negeri Salatiga (IAIN) Salatiga, Program Studi Pendidikan Agama Islam

    (PAI), maka penulis membuat karya ilmiah berbentuk tesis dengan judul:

    IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS SANTRI

    PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN

    SUNAN GIRI LEDOK KEC. ARGOMULYO DAN HIDAYATUL

    MUBTADIIEN KALIBENING KEC. TINGKIR KOTA SALATIGA.

    Akhirnya dengan selesainya tesis ini penulis ingin mengucapkan terimakasih

    yang tak terhingga serta penghargaan setinggi-tingginya kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M. Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Bapak Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M. A. selaku Direktur Pascasarjana

    IAIN Salatiga dan selaku Dosen pembimbing tesis.

    3. Bapak Dr. Ruwandi, M. A. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan

    Agama Islam ( PAI) Pascasarjana IAIN Salatiga.

    4. Segenap civitas akademika IAIN Salatiga.

    5. Segenap Dosen program Pascasarjana IAIN Salatiga.

  • vii

    6. Segenap Dosen penguji munaqosah Tesis Pascasarjana IAIN Salatiga..

    7. Seluruh mahasiswa Pascasarjana IAIN Salatiga angkatan 2015.

    8. Segenap pengasuh pondok pesantren Sunan Giri Salatiga yakni KH.

    Maslikhuddin Yazid, KH. Muslimin al-Asy’ari, K. Sa’dullah beserta istri

    beliau.

    9. KH. Abda’ Abdul Malik beserta istri Selaku pengasuh pondok pesantren

    Hidayatul Mubtadiien Salatiga.

    10. Segenap ustad, ustadzah, pengurus dan para santri pondok pesantren

    Sunan Giri Salatiga.

    11. Segenap ustad, ustadzah, pengurus dan para santri pondok pesantren

    Hidayatul Mubtadiien Salatiga.

    12. K. Muqorrobin al-Hafidz beserta istri selaku pengawas dan pengasuh

    pondok pesantren Sunan Gunung Jati Plumbon, Suruh, Kab. Semarang di

    lembaga penulis mengembangkan ilmu dan memanfaatkannya.

    13. Segenap jajaran komite, tenaga pendidik dan kependidikan MI Plus Sunan

    Gunung Jati Plumbon, Suruh, Kab. Semarang, yang telah memberikan

    inspirasi dan motivasi.

    14. Bapak M. Dulkhamid dan Ibu Sayem selaku kedua orang tua.

    15. Seluruh rekan-rekan dan semua pihak yang telah memberikan sumbangsih

    dalam bentuk apapun.

    Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang

    membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini

    tentunya terdapat kekurangan, oleh karena itu mohon kritik dan saran dari

  • viii

    segenap pembaca yang budiman. Dan harapan penulis, semoga apa yang ada

    dalam tesis ini semoga bisa bermanfaat, barokah dan berguna bagi pribadi

    penulis maupun untuk agama, nusa dan bangsa. Amiin.

    Salatiga, 12 Agustus 2019

    Penulis

    Burhanudin

    NIM. 12010150039

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL……………………………………………………...i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………….ii

    HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….....iii

    HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………....iv

    ABSTRAK……………………………………………………………......v

    PRAKATA……………………………………………………………..…vi

    DAFTAR ISI……………………………………………………………...ix

    DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..xi

    BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….1

    A. Latar Belakang Masalah……………………………………...1

    B. Rumusan Dan Batasan Masalah……………………………...10

    C. Signifikansi Penelitian………………………………………..11

    D. Kajian Pustaka………………………………………………..13

    E. Metode Penelitian…………………………………………….22

    F. Sistematika Penulisan………………………………………...27

    BAB II DESKRIPSI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI DAN

    HIDAYATUL MUBTADIIEN SALATIGA………………....29

    A. Profil Pondok Pesantren Sunan Giri Ledok kec. Argomulyo

    Kota Salatiga…………………………………………….……29

    B. Profil Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien (PPHM)

    Kalibening, Kec. Tingkir Kota Salatiga……………………....32

  • x

    BAB III TA’LIMUL MUTA’ALIM………………………………………..36

    A. Biografi Syekh Burhanuddin az-Zarniji………………………36

    B. Sejarah Munculnya Kitab Ta’limul Muta’alim…………….….37

    C. Fasal-fasal dalam Kitab Ta’limul Muta’alim……………….…38

    BAB IV IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

    RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL

    MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI DAN

    HIDAYATUL MUBTADIIEN KOTA SALATIGA…………40

    A. Nilai Religius Santri Perspektif Kitab Ta’limul Muta’alim…..40

    B. Implementasi Nilai Pendidikan Karakter Religius Santri Di

    Pondok Pesantren Sunan Giri dan Hidayatul

    Mubtadieen…………….…………………………………..….43

    C. Persamaan Dan Perbedaan Nilai Pendidikan Karakter Religius

    Santri Perspektif Kitab Ta’limul Muta’alim Dan

    Implementasinya Di Pondok Pesantren Sunan Giri Dan

    Hidayatul Mubtadiien…………………………………….…...50

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………….………..54

    A. Simpulan……………………………………………………....54

    B. Saran…………………………………………………………..55

    DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….......57

    LAMPIRAN

    BIOGRAFI PENULIS

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Pedoman Wawancara Sunan Giri.………………………………………62

    2. Wawancara dengan Pengasuh, Kepala Pondok Pesantren, dan Santri Sunan

    Giri……………………………………………………………………....64

    3. Pedoman Wawancara Hidayatul Mubtadiien…………………..……….84

    4. Wawancara dengan Kepala Pondok Pesantren, Pengurus, dan Santri

    Hidayatul Mubtadiien………………………………………………..….86

    5. Dokumentasi……………………………………………………………103

    6. Surat Ijin Penelitian…………………………………………………….110

    7. Surat Bukti Telah Melaksanakan Penelitian……………………………112

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Di era modernisasi dan globalisasi ini, kondisi masyarakat di

    Indonesia saat ini mengalami krisis multidimensi. Baik dalam ranah

    politik, sosial, ekonomi maupun yang lain. Seperti dikemukakan oleh

    H.A.R. Tilaar:1

    “ Kehidupan politik, sosial, ekonomi, mengalami perubahan-perubahan yang

    besar. Dalam kehidupan ekonomi ada pasar terbuka, bidang politik umat manusia

    mengalami pergulatan internasional serba transparan, yang melahirkan budaya

    serba world, seperti bahasa Inggris yang menjadi bahasa dunia dan dunia

    pendidikan pun berlomba menjadi world class university. Semua perubahan

    global itu tentunya memengaruhi pendidikan”.

    Selain itu, dalam bidang informasi, komunikasi, dan transportasi

    sangat pesat, eskalasi pasar bebas antarnegara dan bangsa semakin

    meningkat, dan iklim kompetisi di berbagai aspek kehidupan semakin

    ketat.2 Faktor yang lain adalah degredasi moral peserta didik semakin

    marak diberbagai tempat dan situasi. Terbukti bahwa di Kalimantan Timur

    yaitu Samarinda akibat kekerasan remaja tahun 2010 sampai 2012 telah

    1 H.A.R Tilaar, kekuasaan dan Pendidikan manajemen pendidikan Nasional dalam pusaran

    Kekuasaan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, 3-4.

    2 Imam Suyitno, “Pengembangan Pendidikan Karakter Dan Budaya Bangsa Berwawasan kearifan

    local” , UNY, Jurnal Pendidikan Karakter, No I, ( 2012).

  • 2

    terjadi 1418 kasus yang diakibatkan oleh remaja.3 Oleh karena itu,

    pemerintah Indonesia perlu menerapkan formulasi pendidikan yang selaras

    dengan watak dan budaya bangsa Indonesia. Seperti yang tertera dalam

    Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

    2003 Pasal 3 “ Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan dan

    membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.” 4 Agar

    tujuan pendidikan Nasional dapat terealisasi, perlu menempuh berbagai

    langkah, salah satunya dengan menerapkan model pendidikan karakter.

    Azyumardi Azra mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan suatu

    proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk

    menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif

    dan efisien.5 Pendidikan juga termasuk alat membangun manusia yang

    utuh dalam arti mengembangkan fitroh (potensi) yang terdapat dalam diri

    manusia. Menurut teori aliran konvergensi bahwa manusia dilahirkan ke

    dunia telah membawa pembawaan (potensi) baik dan buruk, selanjutnya

    potensi itu akan ditentukan oleh lingkungan.6

    3 Agus Setiawan, “Prinsip Pendidikan Karakter Dalam Islam (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali

    dan Burhanuddin Az-Zarnuji)”, Jurnal Dinamika Ilmu, Vol. 14, No. 1, (2014), 7.

    4 Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, Yogyakarta: Araska,

    2014, 5.

    5 Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi.

    Jakarta: Kompas, 2002, 4.

    6 Lilik Sriyanti, dkk. Teory-Teory Belajar, Salatiga; Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga,

    2011, 21.

  • 3

    Adapun pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan budi

    pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan.7

    Sedangkan Michael Novak sebagai pengamat filosof kontemporer

    mendefinisikan karakter adalah perpaduan harmonis seluruh budi pekerti

    dalam ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang bijak,

    dan orang-orang berilmu, sejak zaman dahulu hingga sekarang.8

    Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

    karakter adalah proses dimana seseorang menjalankan kehidupan secara

    efektif dan efisien berdasarkan potensi baik dan buruk sejak lahir lalu

    dikembangkan melalui ajaran-ajaran agama maupun adat dan budaya

    masyarakat yang berlaku.

    Sekalipun sejarah perjalanan keilmuan pendidikan karakter sudah

    dimulai sejak Yunani namun belum bisa integral, masih parsial. Lalu

    pendidikan karakter dapat tumbuh dan berkembang sejak dari Homerus,

    Hoselodos, Athena, Socrates, Plato, Hellenis, Romawi, Kristiani, Modern,

    Foester, dan seterusnya.9 Dan akhirnya pendidikan karakter mulai diadopsi

    lalu diterapkan di lembaga pendidikan di Indonesia.

    7 Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di sekolah,…… 2014, 12.

    8 Thomas Lickona, Terj. Pendidikan Karakter (Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menajdi pintar

    dan Baik), Bandung: Nusa Media, cet.2 Juni 2014, 72.

    9 Abd. Majid, Pendidikan Berbasis Ketuhanan (Membangun Manusia Berkarakter), Bogor: Ghalia

    Indonesia, Cet. 1, 2014, 37.

  • 4

    Penerapan pendidikan karakter di Indonesia merupakan gerakan

    nasional untuk menciptakan sekolah dalam membina generasi muda yang

    beretika, bertanggungjawab, dikarenakan bahwa pendidikan karakter lebih

    menekankan pada aspek nilai yang universal.10

    Untuk

    mengimplementasikan nilai ini dapat mengacu pada pendapat Zainuddin

    Fananie.

    Fananie berpendapat bahwa prasayarat membentuk manusia yang

    berkarakter ada 3 hal, yakni:11

    a. sanggup memelihara karakter yang akan

    bermanfaat besar bagi manusia dalam pergaulan hidup (social life), seperti

    kejujuran dan kelurusan hati; b. Tertanam benih kebaikan dan ketertarikan

    pada kebaikan; c. Tertanamnya kebiasaan baik, seperti keberanian dan

    kataatan terhadap peraturan.

    Selain dari pada itu, pendidikan karakter di Indonesia perlu memiliki

    sembilan pilar karakter dasar, yaitu: (1) cinta kepada Allah dan semesta

    beserta isinya; (2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri; (3) jujur; (4)

    hormat dan santun; (5) kasih sayang, peduli dan kerjasama; (6) percaya

    diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan

    kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati, dan (9) toleransi, cinta damai,

    dan persatuan.12

    Dan pada akhirnya diantara beberapa pilar ini akan

    10

    Binti Maunah, “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembentukan Kepribadian Holistik Siswa”, Jurnal Pendidikan Karakter, IAIN Tulungagung, No. 1, Tahun V, (April 2015), 93.

    11 R. zainuddin Fananie dalam Kata pengantar Husnan Bey Fananie , Pedoman Pendidikan

    Modern, Fananie Center, cet ke-I Juli 2010. xxxvii

    12 Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di SD, Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012, 48-49.

  • 5

    melahirkan 18 nilai-nilai karakter dan budaya bangsa yang ada dalam

    panduan kurikulum 2013.

    Adapun untuk perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sendiri

    tidak pernah lepas dari aspek sejarah yang melatarbelakangi proses masuk

    atau berkembangnya. Secara historis, pendidikan Islam banyak dipelajari

    serta dikembangkan adalah di pondok pesantren, karena selain ada sejak

    lama juga memiliki nilai keislaman yang tinggi. Diperkuat dengan

    argumentasi Nurcholish Majdid, bahwa pondok pesantren salah satu

    lembaga pendidikan Islam yang berakar sejak berabad-abad silam yang

    memiliki nilai keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia.13

    Menurut Wahjoetomo dalam Abu Yasid dikatakan pondok pesantren

    yang pertamakali didirikan adalah hasil rintisan Syekh Maulana Malik

    Ibrahim. Karena tokoh utama yang popular dengan nama Syekh Maulana

    Maghribi (wafat 822 H/1419 M) tersebut sosok pioner yang menyebarkan

    Islam diantara para wali Sembilan.14

    Kendati demikian, tokoh yang

    dianggap paling berhasil mendirikan dan mengembangkannya adalah

    Raden Rahmat (Sunan Ampel). Yang pada awal pendirian memiliki tiga

    santri yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairoh, dan Kyai Bangkuning di daerah

    13

    Nurcholish Majdid, Bilik-Bilik Pesantren (Sebuah Potret Perjalanan), Jakarta: Paramadina, 1997, 13.

    14 Abu Yasid.,dkk, Paradigma Baru Pesantren (Menuju Pendidikan Islam Transformatif),

    Yogyakarta: IRCiSoD, Cet. I, Januari 2018, 16.

  • 6

    Kembang Kuning. Lalu beliau pindah ke Ampel Denta dan mendirikan

    pondok pesantren disana.15

    Dengan berdasarkan historis pondok pesantren di atas sangat relevan

    jika pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam menanamkan

    dan mengembangkan nilai-nilai keislaman yaitu nilai teologis dan akhlaqul

    karimah (karakter). Namun, pondok pesantren aspek yang paling

    ditonjolkan dalam aspek pendidikannya adalah akhlaqul karimah

    (karakter) yang mencontoh perilaku Nabi Muhammmad SAW. Dalam

    sejarah Islam disebutkan bahwa 1400 tahun silam Nabi Muhammad SAW

    diutus untuk menyempurnakan akhlaq dan mengupayakan pembentukan

    karakter yang baik. Dan ribuan tahun setelahnya rumusan utama tujan

    pendidikan tetap sama yakni pembentukan kepribadian manusia yang

    baik.16

    Hery Noer Aly mengutip Ibnu Jamah mengatakan pula, bahwa hal

    utama yang harus dicapai oleh seorang intelektual sejak usia dini adalah

    adab yang baik, karena orang yang berkewajiban dan paling utama

    menyandang sifat yang baik serta memangku kedudukan luhur adalah

    kaum intelektual, sebab mereka adalah orang-orang yang mendapat

    puncak pujian dan terdepan dalam memperoleh julukan pewaris Nabi

    15

    Abu Yasid.,dkk, Paradigma Baru Pesantren (Menuju Pendidikan Islam Transformatif)…….. 2018, 17.

    16 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter perspektif Islam, Bandung: Remaja

    Rosdakarya, 2001, 2.

  • 7

    karena mereka telah mempelajari akhlaq Nabi, serta rekam jejak para

    ulama salaf.17

    Pondok pesantren secara umum tidak merumuskan tujuan

    pendidikannya secara terperinci, dipaparkan dalam sebuah sistem

    pendidikan lengkap dan konsisten. Sebagaimana termaktub dalam kitab

    Ta’limul Muta’alim Karya Burhanuddin az-Zarnuji, sebagai pedoman

    etika dan pembelajaran di pesantren dalam menuntut ilmu, yakni

    “menuntut dan mengembangkan ilmu-ilmu itu semata-mata merupakan

    kewajiban yang harus dilakukan secara ikhlas”.18

    Kitab Ta’limul Muta’alim karya Burhanudin az-Zarnuji (az-Zarnuji)

    tersebut dijadikan rujukan utama oleh mayoritas pondok pesantren di

    Indonesia terutama dalam bidang akhlaqnya. Sebagai seorang filsuf

    muslim beliau dominan kepada al-Ghozali, sehingga rekam jejak al-

    Ghozali dalam bukunya tentang konsep epistimologi isinya tidak lebih dari

    buku pertama dalam Ihya’ Ulumuddin. Meskipun demikian az-Zarnuji

    memiliki konsep berbeda, baik setiap bab dengan bab yang lain, satu

    kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan kata yang

    17

    Hery Noer Aly, “penciptaan Lingkungan Edukatif Dalam Pembentukan Karakter (Studi

    Terhadap Pemikiran Ibnu Jamah)”, IAIN Bengkulu, Jurnal Tsaqofah, Vol. 8, No. 1. (April 2012).

    18 Az-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, Kudus: Menara Kudus, 1963, 1.

  • 8

    lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi mosaic

    kepribadian az-Zarnuji.19

    Begitupula dengan pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul

    Mubtadiien Kalibening Salatiga tidak jauh beda dengan pesantren di

    Indonesia lainnya. Bahwasannya pedoman kurikulumnya menggunakan

    kitab karya ulama-ulama klasik seperti Imam Abu Hamid al-Ghozali

    pengarang kitab Ihya’ Ulumuddin dan kitab-kitab yang lain. Sedangkan

    untuk kajian akhlaqnya yakni kitab Ta’limul Muta’alim.

    Untuk pondok pesantren Sunan giri yang beralamatkan di Jl.

    Argowilis No.15-16 Krasak, Ledok, Argomulyo Kota Salatiga bersistem

    pesantren salafiyah, dengan identitas santrinya ada yang mengenyam

    pendidikan formal dan santri salaf murni. Adapun jumlah santri putra

    putri, dewan ustadz dan ustadzah secara total berkisar 350- 400 orang

    pada tahun 2019. Sedangkan alasan menarik mengadakan penelitian di

    Sunan Giri karena pondok pesantren tersebut termasuk salah satu pondok

    pesantren besar melihat kuantitas jumlah santrinya. Selain daripada itu,

    kajian kitab kuningnya sangat banyak dan jadwal kegiatan belajar

    mengajarnya juga terbilang lebih padat dibandingkan dengan pondok

    pesantren di wilayah Salatiga lainnya.

    19

    Hasan Langgunung , Manusia Dan Pendidikan:suatu Analisa Psikologi Dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Utama, 1989, 13.

  • 9

    Selanjutnya adalah pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien (PPHM)

    yang beralamatkan di Jl. Raden Patah No. 20 dusun Kalibening, Desa

    Kalibening, kecamatan Tingkir Kota Salatiga tidak jauh berbeda dengan

    pondok pesantren Sunan Giri, baik dalam sistem pengajian, muatan

    kurikulum, kegiatan harian maupun yang lainnya. Meskipun ada

    perbedaan itu tidak terlalu kentara. Dan juga untuk pengasuh pondok

    pesantren kalibening generasi yang ke dua dengan salah satu pengasuh

    pondok pesantren Sunan Giri semasa menimba ilmu itu berada dalam satu

    lembaga. Untuk total jumlah santri berkisar 100-150 di tahun 2019. Alasan

    peneliti memilih pondok pesantren ini karena termasuk salah satu pondok

    pesantren yang berusia hampir setengah abad dan daerah Kalibening

    termasuk daerah terkenal.

    Penanaman nilai karakter religiusitas sangat krusial diajarkan kepada

    para santri di pondok pesantren manapun, terlebih di kedua pondok

    pondok pesantren tersebut di atas. Orientasinya agar santri di pondok

    pesantren dapat memiliki pola pikir dan cara pandang yang berbeda dalam

    beragama, baik secara teoretik maupun secara praktik. Serta menjauhkan

    diri dari sikap materialistik dan duniawi semata. Karena tolak ukur

    keberhasilan seorang santri tidak semata-mata oleh pengetahuan dan

    kemampuan teknis (hard skill) saja, akan tetapi prioritas utama yakni

    kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Dengan output

    dimasa depan santri selain lebih religius dalam beragama juga mampu

  • 10

    membekali dirinya sendiri dengan nilai karakter yang telah ditanamkan

    sejak masih di pondok pesantren.

    Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan

    sebuah penelitian dengan judul: “ IMPLEMENTASI NILAI

    PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS SANTRI PERSPEKTIF

    KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM DI PONDOK PESANTREN

    SUNAN GIRI LEDOK KEC. ARGOMULYO DAN HIDAYATUL

    MUBTADIIEN (PPHM) KALIBENING KEC. TINGKIR KOTA

    SALATIGA”.

    B. Rumusan dan Batasan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan

    masalah sebagai berikut:

    1. Apa saja nilai pendidikan karakter religius santri perspektif kitab

    Ta’limul Muta’alim ?

    2. Bagaimana implementasi nilai pendidikan karakter religius

    santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim di pondok pesantren

    Sunan Giri Ledok kec. Argomulyo dan Hidayatul Mubtadiien

    (PPHM) Kalibening kec. Tingkir kota Salatiga?

    3. Bagaimana persamaan dan perbedaan nilai pendidikan karakter

    religius santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim dengan

    implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri Ledok Kec.

  • 11

    Argomulyo dan Hidayatul Mubtadiien Kalibening kec. Tingkir

    kota Salatiga?

    C. Signifikansi Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Dalam penelitian ini memiliki beberapa tujuan, antara lain:

    a) Untuk menemukan nilai pendidikan karakter religius santri

    perspektif Ta’limul Muta’alim.

    b) Untuk mengetahui implementasi nilai pendidikan karakter

    religiusitas santri perspektif Ta’limul Muta’alim di pondok

    pesantren Sunan Giri Ledok kec. Argomulyo dan Hidayatul

    Mubtadiien (PPHM) Kalibening kec. Tingkir kota Salatiga.

    c) Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan nilai pendidikan

    karakter religius santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim dan

    implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri Ledok kec.

    Argomulyo dan Hidayatul Mubtadiien Kalibening kec. Tingkir

    kota Salatiga.

    2. Manfaat Penelitian

    a) Manfaat secara teoretis

    Pengembangan khazanah ilmu pengetahuan tentang

    implementasi nilai pendidikan karakter religius santri perspektif

    kitab Ta’limul Muta’alim di pondok pesantren. Dan juga sebagai

  • 12

    landasan untuk mengembangkan penelitian yang sejenis di masa

    mendatang.

    b) Manfaat secara praksis

    1. Bagi peneliti, sebagai sarana pendukung dalam pengetahuan

    dan keilmuan sebagai mahasiswa program Pascasarjana

    tentang nilai pendidikan karakter religius santri perspektif

    kitab Ta’limul Muta’alim, mengetahui implementasinya di

    pondok pesantren Sunan Giri Ledok kec. Argomulyo dan

    Hidayatul Mubtadiien (PPHM) Kalibening kec. Tingkir kota

    Salatiga serta mengetahui persamaan dan perbedaan nilai

    pendidikan karakter perspektif kitab Ta’limul Muta’alim dan

    implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri dan

    Hidayatul Mubtadiien kota Salatiga.

    2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pondok pesantren

    Sunan Giri Ledok kecamatan Argomulyo dan Hidayatul

    Mubtadiien Kalibening (PPHM) kec. Tingkir kota Salatiga,

    untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran kitab

    Ta’limul Muta’alim sebagai pendukung implementasi nilai-

    nilai pendidikan karakter religius santri di lembaga tersebut.

    3. Menjadi sumber informasi bagi para pendidik, masyarakat

    secara umum, bagi peneliti lain maupun bagi semua pihak

    yang berkepentingan.

  • 13

    D. Kajian Pustaka

    1. Kajian Penelitian Terdahulu

    Siti Ayamil Choliyah mahasiswa program pascasarjana

    Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

    Salatiga dalam Tesisnya pada tahun 2017 yang berjudul “ model

    pendidikan karakter di pondok pesantren dan SMK al-Ittihad

    Bringin Kabupaten Semarang” dengan metode penelitian kualitatif,

    memaparkan hasil penelitian antara lain : 1. Membahas pola

    pendidikan karakter di pondok pesantren dan SMK al-Ittihad

    Bringin. 2. Perbedaan dan persamaan pendidikan karakter di

    pondok pesantren dan SMK al-Ittihad Bringin.20

    Kemudian Tesis dari Zaenuri Rofi’in sebagai mahasiswa

    program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga

    dengan judul penelitian “ Implementasi Pendidikan Agama Islam

    dalam Membentuk Karakter Toleran Perspektif Multikulturalisme

    (Studi Kasus di SMPN 1 dan 2 Kaloran kabupaten Temanggung)”

    pada tahun 2017, yang memakai metode kualitatif menggunakan

    pendekatan studi kasus dengan hasil penelitian: 1. Muatan nilai-

    nilai toleransi dalam pendidikan agama Islam di SMPN I dan

    SMPN 2 Kaloran. 2. Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam

    20

    Siti Ayamil Choliyah, Model Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren dan SMK al-Ittihad Bringin Kabupaten Semarang (Tesis), Salatiga: Pascasarjana IAIN Salatiga, 2017.

  • 14

    membentuk karakter toleran perspektif multikulturalisme. 3.

    Dampak implementasi Pendidikan Agama Islam dalam

    pemebentukan karakter toleran siswa.21

    Sedangkan Imran mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN)

    Mataram dalam karya tulisnya yang berbentuk Tesis dengan judul

    “Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’limul Al-

    Muta’allim di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak”

    pada tahun 2017 menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

    hasil penilitiannya: 1. pendidikan nilai yang terkandung dalam

    Ta’limul Muta’alim yaitu nilai berpikir positif (jujur, ikhlas),

    tawadhu’ (rendah diri), ta’dzim kepada guru, menghormati orang

    lain, sabar, bekerja sama dan disiplin. 2. Nilai-nilai pendidikan

    tersebut diinternalisasikan melalui keteladanan, pembiasaan, proses

    pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler.22

    Dari beberapa hasil penelitian terdahulu kaitannya dengan

    pendidikan karakter, Siti Ayamil Choliyah menjelaskan pola

    pendidikan karakter secara umum di pondok pesantren al-Ittihad

    Poncol dan SMK serta perbedaan dan persamaan pola dikedua

    lembaga tersebut. Kemudian Zaenuri Rofi’in menuturkan hasil

    21

    Zaenuri Rofi’in, Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter Toleran Perspektif Multikulturalisme (Studi Kasus di SMPN 1 dan 2 Kaloran kabupaten Temanggung) (Tesis), Salatiga: Pascasarjana IAIN Salatiga, 2017.

    22 Imran, Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’limul Al-Muta’allim di Pondok Pesantren

    Darul Abror NW Gunung Rajak,(Tesis), UIN Mataram, 2017.

  • 15

    penelitiannya tentang muatan nilai toleransi dalam PAI,

    implementasi serta dampaknya di SMPN 1 dan 2 Kaloran. Dan

    penelitian yang dilakukan oleh Imran dengan hasil pendidikan

    nilai dalam kitab Ta’limul Muta’alim dan internalisasinya. Dengan

    beberapa hasil penelitian terdahulu baik secara judul, tempat dan

    hasil temuan belum ada yang secara spesifik mengulas

    implementasi nilai pendidikan karakter religius santri perspektif

    kitab Ta’limul Muta’alim, implementasinya dan persamaan dan

    perbedaan implementasinya.

    2. Kerangka Teori

    a) Pendidikan Karakter

    Pendidikan karakter menurut beberapa ahli:

    a. Thomas Lickona

    Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja

    untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,

    memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.23

    b. Ki Hajar Dewantara

    Karakter sebagai sifatnya manusia, mulai dari hasil

    internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan

    23

    Muchlas Samani, dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013, 44.

  • 16

    digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir,

    bersikap dan bertindak.24

    c. Imam Ghozali

    Berasumsi bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak,

    yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan

    perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga

    ketika muncul tidak perlu difikirkan lagi.25

    d. Albertus

    Diberikannya tempat bagi kebebasan individu dalam

    menghayati nilai-nilai yang dianggap baik, luhur, dan layak

    diperjuangkan sebagai pedoman bertingkah laku bagi

    kehidupan pribadi berhadapan dengan dirinya dan Tuhan. 26

    e. Yahya Khan

    Proses kegiatan yang dilakukan dengan segala daya dan

    upaya secara sadar dan terencana untuk mengarahkan anak

    didik. Serta dapat dikatakan sebagai proses kegiatan untuk

    meningkatkat kualitas pendidikan dan pengembangan budi

    harmoni yang selalu mengajarkan, membimbing, dan

    24

    Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah (Konsep dan Praktik Implementasi), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, 10

    25 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012, 1-2.

    26 Albertus Doni Koesoema, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,

    Jakarta: PT. Grasindo, 2010, 5.

  • 17

    membina setiap manusia untuk memiliki kompetensi

    intelektual, karakter, dan keterampilan menarik.27

    f. Been Rafany

    Pendidikan karakter dapat membentuk pola pikir,

    tingkah laku dan kebiasaan individu agar berkarakter baik.

    Selain itu kita harus berani menentukan pilihan untuk mau

    berubah, dimana pilihan itu benar-benar berasal dari dalam

    diri kita. Dan proses pembentukan ini berlangsung seumur

    hidup.28

    b) Nilai Religius

    Devinisi Nilai adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan

    oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif

    keputusan dalam situasi sosial tertentu, menurut Spranger.

    Sedangkan Glock dan Stark mengemukakan bahwa

    keagamaan adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh

    keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa

    dalam penghayatan agama yang dianut seseorang.29

    Dari pemaparan di atas dapat didevinisikan bahwa nilai

    religius yaitu tatanan yang dijadikan pedoman seseorang untuk

    27

    Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, Yogyakarta: Pelangi Publising, 2010, 34.

    28 Been Rafany, Super Personality Plus, Yogyakarta: Araska, 2013, 48.

    29 Evi Aviyah dan Muhammad Farid, “Religiusitas, Kontrol Diri dan Kenakalan Remaja”, Persona

    Jurnal Psikologi Indonesia, No. 02 , (Mei 2014) , 127.

  • 18

    mempertimbangkan positif atau negatif dalam hal pelaksanaan

    ibadah maupun dalam penghayatan dalam agama.

    Menurut Glock & Stark dalam Lindzey dan Aronson ,

    Spilka, dkk, mengatakan bahwa dimensi keberagamaan

    seseorang dapat diukur dengan lima dimensi, yaitu: dimensi

    ideologi, ritual, pengalaman, konsekuensi dan intelektual.30

    1. Dimensi Ideologi

    Dalam dimensi ideologi ini berisi tentang ajaran dogmatik

    dalam beragama, antara lain tentang iman kepada Allah Swt,

    iman kepada para Malaikat, Kitab, Nabi, hari akhir serta

    ketetapan dan kepastian Allah Swt.

    Dalam kitab Ta’limul Muta’alim yang menjelaskan

    tentang dimensi ideologi salah satunya tentang belajar ilmu

    tauhid (keesaan Tuhan) dan mengenali Allah lengkap dengan

    dalilnya.31

    2. Dimensi Ritual

    Dimensi ini mengartikulasikan bahwa seseorang dapat

    diukur tingkat keagamaannya melalui ritual ibadah yang

    30

    Tina Afiatin, “Religiusitas Remaja: Studi Tentang Kehidupan Beragama DI Daerah Istimewa

    Yogyakarta”, Jurnal Psikologi, NO. 1, (1998), 55 – 64, 7.

    31 Syekh Ibrohim bin Ismail, Syarh Ta’limul Muta’alim, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2007, 23.

  • 19

    dilakukan dalam kehidupan sehari-hari seperti sholat, zakat,

    puasa maupun ibadah haji.

    Dasar tentang dimensi ini tertulis dalam kitab Ta’limul

    Muta’alim sbb:

    ويفتزض عهً انمسهم طهت مب يقع نه فً حبنه، فً أي حبل كبن، فإوه الثذ نه مه

    انصالح فيفتزض عهيه عهم مب يقع نه فً صالته ثقذر مب يؤدي ثه فزض انصالح

    ويجت عهيه ثقذر مب يؤدي ثه انىاجت 32

    Artinya : “ Dan diwajibkan atas setiap muslim mencari

    sesuatu yang akan dia butuhkan dalam perilakunya,

    maksudnya dalam setiap situasi dan kondisi. Maka

    sesungguhnya sholat adalah sebuah kewajiban baginya, oleh

    karena itu dia berkewajiban untuk mencari apa yang

    menjadikan sholatnya sempurna, dengan cara memenuhi syarat

    kefarduan sholat dan pula wajib baginya melewati syarat-

    syaratnya supaya kewajiban itu bisa tercapai.”

    Selain daripada nilai religius dalam hal sholat, masih

    ditemukan lagi keterangan tentang puasa, zakat dan haji33

    .

    Serta tentang anjuran kepada santri untuk aktif melaksanakan

    sholat sunah malam.34

    32

    Syekh Ibrohim bin Ismail , Syarah Ta’limul Muta’alim Thoriqutta’alum, Dar Al-Kutub As-Syifa’,

    cet. 4, 2018, 7.

    33 Syekh Ibrohim bin Ismail,…..2007, 8.

    34 Ibid.,….42.

  • 20

    Berdasarkan keterangan dari syekh Burhanudin az-Zarnuji

    bahwa santri dalam dimensi ritualistik atau ibadahnya harus

    baik. Contoh yang paling sering dilakukan santri dalam

    kehidupan keseharian di lingkup pesantren antara lain adalah

    sholat dan berpuasa sunah.

    3. Dimensi Pengalaman

    Dimensi ini berkaitan dengan perasaan keagamaan

    seseorang dalam hubungan pribadinya dengan Allah Swt yakni

    berhubungan erat dengan hati. Dalam kitab Ta’limul

    Muta’alim sendiri terdapat beberapa hal antara lain adalah

    tawakal, kembali kepada Allah, takut kepada Allah, serta

    ridho.35

    Lalu bersyukur,36

    sabar,37

    fokus berdzikir kepada

    Allah SWT, berdo’a, mendekatkan diri kepada Allah,

    membaca al-quran dan bersedekah untuk menolak mara

    bahaya.38

    4. Dimensi Konsekuensi (Amal)

    Dalam dimensi konsekuensi lebih menekankan tentang

    kepedulian sosial sesama manusia tanpa memandang ras, suku,

    bahasa maupun adat istiadat.

    35

    Ibid.,…9.

    36 Ibid.,…63.

    37 Ibid.,…75.

    38 Ibid.,…14.

  • 21

    Pengarab kitab Ta’limul Muta’alim berkata:

    وكذنك في سبئز االخالق وحى انجىد وانجخم وانججه وانجزاح وانتكجز وانتىاضع وانعفخ

    والءسزاف وانتقتيز وغيزهب.39

    Artinya: “ Dan sama juga seperti halnya wajib, yakni

    dalam seluruh akhlak/perilaku seperti sifat dermawan, kikir,

    penakut, pemberani, takabur, tawadhu’, menjaga dari

    perbuatan haram, melampaui batas, terlalu hemat dan masih

    banyak yang lain.”

    Untuk dimensi amal seorang santri tidak hanya melakukan

    anjuran Syariat Islam yang wajib saja, namun hal lain yang

    berupa kesunahan atau anjuran yang positif seyogyanya

    dilakukan pula untuk menjadikan amaliyahnya menjadi lebih

    sempurna. Dalam dimensi ini, santri dianjurkan untuk

    berderma, serta tolong menolong. Selain itu sifat ta’dzim,40

    mengagungkan guru,41

    beramal baik,42

    belas kasihan dan

    saling menasehati,43

    dan menjaga diri dari perbuatan haram.44

    39

    Syeikh Ibrohim bin Ismail , Syarah Ta’limul Muta’alim Thoriqutta’alum,………2018, 13.

    40 Ibid.,…..31.

    41 Ibid.,…..32.

    42 Ibid.,….69.

    43 Ibid.,….74.

    44 Ibid.,…80.

  • 22

    5. Dimensi Intelektual

    Dalam ranah ini bagaimana seseorang dapat diketahui

    memiliki tingkat keagamaan yang tinggi dengan cara

    mengetahui sejauh mana pengetahuan-pengetahuan tentang

    ajaran-ajaran dalam kitab suci atau sumber ajaran yang telah

    dipelajari. Dalam kitab Ta’limul Muta’alim antara lain adalah

    santri terbiasa berdiskusi/musyawarah untuk menggali potensi

    keilmuan yang dimilikinya.45

    c) Kitab Ta’limul Muta’alim

    Merupakan sebuah kitab pesantren klasik dan popular

    karya dari syekh Burhanuddin az-Zarnuji. Kitab ini

    memaparkan etika peserta didik dalam menuntut ilmu dengan

    harapan memperoleh ilmu yang bermanfaat secara totalitas.

    Kitab yang diberi nama Ta’limul Muta’alim Thariqatta’allum.

    E. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif,

    dimana desain penelitian ini mengkaji setiap peristiwa yang

    terjadi terkait dengan nilai pendidikan karakter religius perspektif

    45

    Ibid.,….24.

  • 23

    kitab Ta’limul Muta’alim, implementasinya dan persaman

    serta perbedaan implementasinya di pondok pesantren Sunan Giri

    Ledok kec. Argomulyo, dan Hidayatul Mubtadiien (PPHM)

    Kalibening kec. Tingkir kota Salatiga.

    2. Instrumen Penelitian

    Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat

    penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen

    juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif sanggup

    melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Selain

    itu, kehadiran peneliti dilapangan mutlak diperlukan. Selanjutnya

    sebagai partisipan penuh, peneliti membaur dengan objek

    penelitian. Kehadiran peneliti diketahui statusnya secara

    transparan sebagai peneliti. Dengan demikian, maka proses

    penelitian yang akan dilaksanakan di pondok pesantren Sunan

    Giri dan Hidayatul Mubtadiien kota Salatiga dapat berjalan

    lancar, baik ketika survei, wawancara, dan juga penelitian.

    3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

    Lokasi penelitian tesis ini adalah di Pondok Pesantren

    Sunan Giri yang beralamatkan di Jl. Argowilis, No. 15-16, Dsn.

    Krasak, Kel. Ledok, Kec. Argomulyo dan Pondok Pesantren

    Hidayatul Mubtadiien, Jl. Raden Patah No. 20, Dsn. Kalibening,

    Kel. Kalibening, Kec. Tingkir, Kota Salatiga. Dan penelitian ini

    akan berlangsung pada bulan Juli 2019 s.d Agustus 2019.

  • 24

    4. Subyek penelitian

    a) Data Primer

    Dalam hal ini untuk mendapatkan data adalah dari

    narasumber dan informan. Selain itu data tersebut juga

    diperoleh melalui pengamatan di lapangan. Adapun

    narasumbernya antara lain; sebagian pengasuh pondok

    pesantren Sunan Giri, kepala pondok pesantren Sunan Giri,

    sebagian ustad atau pengurus pondok pesantren Sunan Giri,

    sebagian santri kelas II MTs B Madrasah Diniyyah Sunan

    Giri Ledok kec. Argomulyo Salatiga dan kepala pondok

    pesantren Hidayatul mubtadiien (PPHM), sebagian Ustad atau

    pengurus pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien (PPHM),

    sebagian santri kelas III MTs Madrasah Diniyah Hidayatul

    Mubtadiien Kalibening kec. Tingkir Salatiga.

    b) Data Sekunder

    Dalam data sekunder ini data diperoleh dari sumber yang

    mendukung seperti dokumentasi, kitab Ta’limul Muta’alim

    Teks Arab dan terjemahan, Jurnal, Buku, File, Kalender

    Pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien, serta

    referensi lain yang mendukung.

    5. Metode Pengumpulan Data

  • 25

    Data penelitian ini diperoleh dari sumber data dengan

    metode pengumpulan data; observasi, wawancara, dokumentasi,

    dan trianggulasi.

    a. Observasi

    Metode ini peneliti gunakan untuk mengamati,

    mendengarkan, dan mencatat langsung keadaan atau

    kondisi pondok pesantren, letak gografis, proses kegiatan

    belajar mengajar, kurikulum, implementasi nilai

    pendidikan karakter religius santri, persamaan dan

    perbedaan nilai pendidikan karakter religius perspektif

    kitab Ta’limul Muta’alim dan implementasinya di pondok

    pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien kota

    Salatiga.

    b. Wawancara

    Metode ini berfungsi untuk mendapatkan informasi

    tentang sejarah berdiri pondok pesantren, struktur

    organisasi, sarana dan prasarana, keadaan santri, nilai

    pendidikan karakter religius santri dan implementasinya.

    Dalam hal ini narasumbernya adalah sebagian pengasuh

    pondok pesantren Sunan Giri, kepala pondok pesantren

    Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien, sebagian ustad dan

    pengurus pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul

    Mubtadiien, dan sebagian santri kelas dua Madrasah

  • 26

    Diniyah Tsanawiyah B sunan giri dan sebagian kelas tiga

    Madrasah Diniyah Tsanawiyah Hidayatul Mubtadiien.

    c. Dokumentasi

    Dalam ini bertujuan untuk memperoleh data berupa

    kegiatan belajar mengajar di Madrasah Diniyah Sunan

    Giri dan Hidayatul Mubtadiien, sarana dan prasarana,

    kegiatan di pondok pesantren, kegiatan wawancara, dan

    foto para pengasuh pondok pesantren Sunan Giri dan

    Hidayatul Mubtadiien.

    d. Triangulasi

    Dalam triangulasi pengumpulan datanya bersifat

    menggabungkan dari beragam teknik pengumpulan data

    dan sumber data yang ada. Kemudian, peneliti

    menggunakan teknik pengumpulan data secara berbeda-

    beda dengan tujuan untuk mendapatkan data dari sumber

    yang sama. Datanya diperoleh dengan cara observasi

    partisipatif, wawwancara mendalam ataupun dokumentasi.

    6. Teknik Pemilahan Data

    Dalam tahap ini peneliti melakukan langkah yang

    berhubungan dengan penyeleksian data. Adapun prosesnya

    adalah mengumpulkan data secara totalitas, kemudian dipilih

    secara obyektif dan cermat setelah itu mengklasifikasinya

  • 27

    menjadi satu rumpun. Artinya data yang memiliki kesamaan

    dalam satu pokok pembahasan penelitian dipadukan dengan data

    yang sama atau yang memiliki validitas dan reabilitas.

    Sedangkan data yang tidak sama dalam validitas dan

    reabilitasnya maka diadakan pereduksian atau pembuangan.

    7. Teknik Analisis Data

    Penelitian kualitatif ini menggunakan analisis data model

    Miles dan Huberman. Miles dan Huberman dalam Sugiyono

    mengemukakan tiga aktivitas penelitian kualitatif yaitu:46

    1) Data Reduction

    Bisa diartikan merangkum, memilih hal-hal pokok,

    memfokuskan hal-hal penting, serta membuang data yang

    tidak diperlukan.

    2) Data Display

    Setelah melewati tahap reduksi data, kemudian melangkah

    untuk penyajian data. Dalam penelitian kualitatif data

    disajikan dominan berbentuk teks narasi.

    3) Conclusion Drawing/Verification.

    Setelah tahap penyajian data sudah berupa teks narasi, maka

    langkah selanjutnya yaitu penarikan simpulan dan

    verifikasi.

    F. Sistematika penulisan

    46

    Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2012, 338-339.

  • 28

    Dalam penyusunan tesis ini menggunakan sistematika penulisan

    sebagai berikut: Tesis ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal,

    bagian utama dan bagian akhir. Pada bagian awal terdiri dari hal-hal

    bersifat formal seperti halaman sampul, halaman judul, halaman

    pernyataan, halaman pengesahan, halaman persetujuan, nota dinas

    pembimbing, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar

    gambar. Daftar lampiran dan daftar singkatan.

    Bagian utama terdiri dari lima bab, Bab I berisi pendahuluan yang

    meliputi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah,

    signifikansi penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan

    kerangka berfikir. Bab II berisi gambaran umum pondok pesantren

    Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien. Bab III berisi kitab Ta’limul

    Muta’alim. Bab IV berisi nilai pendidikan karakter religius perspektif

    kitab Ta’limul Muta’alim, implementasi nilai pendidikan karakter

    religius di pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien,

    persamaan dan perbedaan nilai pendidikan karakter religius perspektif

    kitab Ta’limul Muta’alim dan implementasinya di pondok pesantren

    Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien. Bab V merupakan penutup

    yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran. Sedangkan

    bagian akhir adalah daftar pustaka dan lampiran.

  • 29

    BAB II

    DESKRIPSI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI DAN HIDAYATUL

    MUBTADIIEN

    A. PROFIL PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI LEDOK KEC.

    ARGOMULYO

    1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Sunan Giri

    Sejarah awal mula pondok pesantren Sunan Giri di dirikan

    adalah pada tahun 1990 M menjelang kepulangan KH.

    Maslikhuddin Yazid dari menyantri di pondok pesantren

    Hidayatul Mubtadiien, Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur guru

    beliau berpesan bahwa pada saat sudah berdomisili tetap di

    Salatiga supaya mendirikan sebuah pondok untuk anak kecil.

    Namun tidak menutup kemungkinan jika ada orang dewasa yang

    berkeinginan untuk ikut serta tinggal di pesantren tetap

    diperbolehkan.47

    Kemudian, setelah mukim beliau mengutarakan amanat yang

    diberikan yang diterima gurunya disampaikan kepada pemuka

    agama, tokoh masyarakat, maupun warga masyarakat dusun

    Krasak kelurahan Ledok Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.

    Dan pada akhirnya KH. Maslikhuddin Yazid bermusyawarah

    dengan mereka semua dan hasil mufakat akan di dirikan sebuah

    47

    Maslikhuddin Yazid, Wawancara, Kediaman, 2 Agustus 2019.

  • 30

    pondok pesantren. Hal krusial yang mendasarinya bahwa kondisi

    keberagamaan masyarakat di daerah Dusun Krasak sangat

    memprihatinkan. Ditambah lagi dengan kondisi perekonomiannya

    belum dikatakan mapan.48

    Nur Wakhid juga mengatakan bahwa

    pada waktu berdirinya pesantren ini sesuai dengan cerita yang

    didengarnya, kondisi keagamaan, ekonomi, social dan pendidikan

    masyarakat Krasan belum sebaik dan semaju sekarang. Dalam hal

    keagamaan misalnya baru berdiri satu mushola dan belum

    masjid.49

    Sedangkan untuk pemuka agama pada waktu itu yang ikut

    andil memprakarsai berdirinya pondok pesantren di dusun

    Krasak selain KH. Maslikhuddin Yazid adalah KH. Muslimin al-

    Asy’ari, KH. Zumroni serta Kyai Sa’dullah dan semua tokoh

    tersebut sekaligus menjadi pengasuh pondok pesantren Sunan

    Giri sampai tahun 2019 ini . Dan ahirnya berdiri secara sah dan

    resmi pada 15 Maulud 1992 Masehi. 50

    Adapun identitas pondok pesantren Sunan Giri secara

    geografis terletak di pinggiran kota Salatiga. Beralamatkan di

    jalan Argowilis No.15-16 Krasak, Kelurahan Ledok, Kec.

    Argomulyo, Kota Salatiga. Dengan nama statusnya adalah

    48

    Maslikhuddin Yazid, Wawancara,…… 2 Agustus 2019.

    49 Nur Wakhid, Wawancara, Di kamar Ustad, 5 Agustus 2019.

    50 Op.,cit….2 Agustus 2019.

  • 31

    yayasan pondok pesantren Sunan Giri. Adapun para pendirinya

    yakni antara lain: KH. Maslikhuddin yazid, KH. Muslimin al-

    Asy’ari, K. sa’dullah dan KH. Zumroni (Alm). Dengan jumlah

    santri awal adalah 9 orang laki-laki seluruhnya dan bertempat

    tinggal di serambi masjid. Dan dalam perkembangannya dalam

    kurun waktu 27 tahun mengalami peningkatan jumlah santri,

    untuk tahun 2017 menjadi 300, 2018 sekitar 320 dan tahun 2019

    bertambah menjadi 350 santri putra dan putri.

    2. Unit Pendidikan di Pondok Pesantren Sunan Giri51

    Sedangkan unit pendidikannya antara lain adalah: ponpes

    Sunan Giri, Madrasah Diniyah Ibtidaiyah (6 Tahun), Madrasah

    Diniyah Tsanawiyah (3 Tahun), Madrasah Diniyah Aliyah (3

    Tahun), SMP Islam Sunan Giri, PKBM Sunan Giri (Program

    Paket C).

    3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Sunan Giri

    Menurut penuturan KH. Malikhuddin Yazid, memperkuat

    pondok pesantren Sunan Giri berdiri karena melihat kota Salatiga

    pada tahun 1990 -an disebut sebagai kota Nasrani. Oleh sebab itu,

    pondok pesantren memiliki visi menyantrikan masyarakat dan

    memasyarakatkan santri. Dan misinya yaki memakmurgan

    Agama melalui pondok pesantren.52

    51

    Kalender Pondok Pesantren Sunan Giri 2019, 1.

    52 Maslikhuddin Yazid,…….2 Agustus 2019.

  • 32

    4. Kurikulum Madrasah Diniyah Sunan Giri

    Kurikulumnya bersistem klasikal dengan mengacu pada

    kitab-kitab ulama klasik dengan menggunakan model pengajian

    Madrasah Diniyah Sore (TPQ) yang dimulai pukul 15.00 WIB-

    16.30 WIB dan Madrasah Diniyah malam pukul 18.30 WIB-

    21.00 WIB.

    B. PROFIL PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN

    (PPHM) KALIBENING KEC. TINGKIR

    1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien

    Pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien didirikan dengan

    kondisi keagamaan masyarakat Dusun Kalibening pada masih

    lemah.53

    Imam Safrudy sebagai Kepala Pondok Pesantren

    mengutaraan bahwa penduduknya beragama Muslim seluruhnya.

    Dalam perkembangan perokonomian juga semakin meningkat

    setiap tahun, dan sosial masyarakat terlihat sudah baik terbukti

    antusiasme mereka terhadap pondok pesantren.54

    Pondok pesantren ini berdiri pada tahun 1974 M, dengan

    jumlah santri 12 orang55

    yang diasuh oleh beliau KH. Abdul

    Halim.56

    Dengan Identitas pondok pesantren Hidayatul

    53

    Sakbani, Wawancara, Kantor Pengasuh dan Ustad PPHM, 5 Agustus 2019.

    54 Imam Safrudy, Wawancara, Kantor Pengasuh dan Ustad PPHM, 5 Agustus 2019.

    55 Sakbani,……Kantor Pengasuh dan Ustad PPHM, 5 Agustus 2019.

    56 Imam Safrudy, Wawancara,…..5 Agustus 2019.

  • 33

    mubtadiien (PPHM) , beralamatkan di Jl. R. Patah 20 Kalibening

    Rt 01 /III Kec. Tingkir Kota Salatiga. Telp. 0298 – 311315.

    Sedangkan kepemilikan tanah dan status bangunan adalah

    yayasan. Dengan No. statistik Pondok :510033702007.57

    Setelah KH. Abdul Halim wafat digantikan oleh Putranya yakni

    KH. Abda’ Abdul Malik sampai tahun 2019, dengan kisaran

    jumlah santri pada tahun 2017 sekitar 130, 2018 ada 125 dan

    untuk tahun 2019 masih tetap yaitu 125 santri.58

    2. Unit Pendidikan pondok pesantren hidayatul Mubtadiien

    Untuk unit pendidikannya tidak jauh berbeda dengan pondok

    pesantren Sunan Giri Argomulyo Salatiga, antara lain: pondok

    pesantren Hidayatul Mubtadiien, Madrasah Diniyah Ibtidaiyah (6

    Tahun), Madrasah Diniyah Tsanawiyah (3 Tahun) dan Madrasah

    aliyah (3 Tahun).

    3. Visi dan Misi Pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien

    Pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien Kalibening Tingkir

    kota Salatiga memiliki visi dan misi menduduki fungsinya

    sebagai pewaris dan penerus perjuangan ulama demi suksesnya

    dahwah Islamiyah.

    4. Kurikulum Madrasah Diniyah

    57

    File Pondok Pesantren Hidayatul mubtadiien Kalibening, 2019, diakses 1 Agustus 2019.

    58 File Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien,….. diakses 1 Agustus 2019.

  • 34

    Kurikulumnya bersistem klasikal dengan mengacu kitab-

    kitab ulama klasik dengan model pengajian Madrasah Diniyah

    Sore (TPQ) yang dimulai pukul 14.00 WIB-16.00 WIB dan

    Madrasah Diniyah Malam pukul 19.00 WIB-21.00.

    Berdasarkan keterangan tentang profil pondok pesantren

    Sunan Giri Ledok salatiga menunjukkan bahwa berdirinya

    pondok pesantren tersebut karena melihat kondisi kegamaan

    masyarakat dusun krasak masih sangat minim, ditambah lagi dari

    aspek perekonomian juga belum mapan, daan dari aspek

    pendidikan juga belum seperti sekarang. Dan berdiri pada tahun

    1992 Masehi dengan pendirinya adalah KH. Maslikhuddin yazid,

    KH. Muslimin al-Asy’ari, K. sa’dullah dan KH. Zumroni (Alm).

    Dengan jumlah santri awal adalah 9 orang laki-laki seluruhnya

    dan bertempat tinggal di serambi masjid, dan setelah 27 tahun

    berdiri mengalami peningkatan jumlah santri yakni pada tahun

    2017 tercatat 300, 2018 sekitar 320 dan tahun 2019 bertambah

    menjadi 350 santri putra dan putri.

    Untuk Unit pendidikannya adalah: pondok pesantren Sunan

    Giri, Madrasah Diniyah Ibtidaiyah (6 Tahun), Madrasah Diniyah

    Tsanawiyah (3 Tahun), Madrasah Diniyah Aliyah (3 Tahun),

    SMP Islam Sunan Giri, PKBM Sunan Giri (Program Paket C).

    Sedangkan pondok pesantren hidayatul Mubtadiien berdiri

    1974, dengan santri awal 12 orang. Dengan pengasuhnya adalah

  • 35

    KH. Abdul Halim dan sekarang diasuh oleh generasi kedua yakni

    KH. Abda’ Abdul Malik. Untuk unit pendidikannya antara lain:

    pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien (PPHM), Madrasah

    Diniyah Ibtidaiyah (6 Tahun), Madrasah Diniyah Tsanawiyah (3

    Tahun) dan Madrasah aliyah (3 Tahun).

  • 36

    BAB III

    KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM

    A. Biografi Syekh Burhanuddin az-Zarnuji

    Berdasarkan sejarah para peneliti biografi Burhanuddin az-Zarnuji

    sudah banyak, namun tidak ditemukan data dan sumber yang

    menuliskan secara lengkap. Akan tetapi ada yang menyebutkan bahwa

    beliau berasal dari Afganistan, dengan nama lengkap syekh Ibrahim

    bin Ismail al-Zarnuji. Sedangkan Abuddin Nata menyebutkan nama

    beliau yakni Burhanuddin al-Islam Al-Zarnuji.59

    Dan jumlah

    karangannya juga tidak disebutkan kepastiannya, hanya saja ada satu

    karya yang popular yaitu kitab Ta’limul Muta’alim Thariqutta’alum.

    Meskipun demikian, untuk jumlah gurunya ada yang mengatakan

    sangat banyak, seperti ungkapan Dicky Wirianto menuliskan beberapa

    guru dari Burhanuddin az-Zarnuji, diantaranya:60

    1. Burhanuddin Ali bin Abu Bakar al Marghinani, ulama besar

    bermazhab Hanafi, suatu kitab fiqih rujukan utama dalam mazhabnya.

    Beliau wafat pada 593 H./ 1177 M.).

    2. Ruknul Muhammad bin Abu Bakar, populernya Khowahir Zadeh.

    Beliau ulama besar bermazhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair,

    59

    Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, 103.

    60 Dicky Wiriyanto, Konsep Pedogogig al-Zarnuji. Islamic Studies Journal: Vol. I.no. 2, 2013.

  • 37

    pernah menjadi mufti di Bochara dan sangat masyhur fatwa-fatwanya.

    Wafat pada 573 H.

    3. Muhammad bin Ibrahim, seorang ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi,

    sastrawan dan ahli kalam. Wafat pada 573 H.

    4. Fahruddin al Kayani, yaitu Abu Bakar bin Mas‟ud al Kayani. seorang

    ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi. Wafat pada 587 H.

    5. Fahruddin Qodhi Khan al Ouzjandi, dikenal sebagai ulama besar dan

    mujtahid dalam mazhab Hanafi. Wafat pada 592 H.

    6. Ruknuddin al Farfhani, seorang ulama ahli fiqih bermazhab hanafi dan

    pujangga sekaligus penyair. Wafat pada 594 H.

    Dari keterangan tentang biografi Syekh Burhanuddin az-Zarnuji

    menunjukkan bahwa karya beliau yang popular dan masih ada sampai

    saat ini adalah kitab Ta’limul Muta’alim, yang berisi kajian-kajian

    tentang akhlak peserta didik ataupun santri dalam menimba ilmu. Dan

    beliau juga belajar beragam dimensi ilmu dengan banyak guru

    diberbagai daerah. Akan tetapi yang paling menonjol bahwa beliau

    berkiblat pada Imam Hanafi dilihat dari keterangan yang ada.

    B. Sejarah Munculnya Kitab Ta’limul Muta’alim

    Awal mula munculnya kitab ini adalah karena rasa keprihatinan

    dan kepedulian Syekh Burhanuddin az-Zarnuji terhadap para penuntut

    ilmu di zamannya, banyak orang menuntut ilmu, berprestasi, memiliki

    kecerdasan intelektual, dan juga bersungguh-sungguh dalam

    mencarinya namun ilmu yang didapatkan tidak memberikan

  • 38

    sumbangsih dan manfaat baik untuk pribadi penuntut ilmu maupun

    bagi masyarakat disekitarnya. Alasan yang paling mendasar yakni

    bahwa metode serta cara yang digunakan oleh para penuntut ilmu

    adalah menggunakan jalan yang salah dan kurang memperdulikan

    syarat-syarat yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Baik

    tuntunan yang dibawa oleh Rosululloh SAW Dan para sahabatnya

    maupun para ulama pendahulunya.

    Hal di atas Sesuai penuturan Syekh Burhanuddin az-Zarnuji:

    وثعذ( فهمب رايت كثيزا مه طال ة انعهم في سمبوىب يجذون اني انعهم وال يصهىن او مه )

    مىب فعه وثمزاته وهي انعمم ثه وانىشز يحزمىن نمب اوهم اخطئىا طزاءقه وتزكىا شزاءطه61

    Dan anjuran dari pengarang kitab Ta’limul Muta’alim bahwa para

    peserta didik dalam atau santri dilembaga manapun khususnya pondok

    pesantren untuk memperdulikan syarat dan jalan dalam memperoleh

    ilmu agar tidak tersesat dan bisa menghasilkan ilmu dengan maksimal.

    C. Fasal-fasal dalam Kitab Ta’limul Muta’alim

    Kitab Ta’limul Muta’alim ini terbagi menjadi 13 fasal,62

    yakni:

    Fasal tentang hakikat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamannya,

    niat dalam mencari ilmu, cara memilih ilmu, guru, teman, dan

    ketekunan, Cara menghormati ilmu dan guru, Kesungguhan dalam

    61

    Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’limul Muta’alim, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2007, 9.

    62 Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’limul Muta’alim,………… 2007, 10.

  • 39

    mencari ilmu, beristiqomah dan cita-cita luhur, Ukuran dan urutan

    mencari ilmu, Tawakal, Waktu belajar ilmu, Saling mengasihi dan

    menasehati, Mencari tambahan ilmu pengetahuan, Bersikap wara’

    dalam menuntut ilmu, Hal-hal yang dapat menguatkan hapalan dan

    yang melemahkannya, dan yang ke tiga belas adalah cara

    mempermudah datangnya rizki, penghambat datangnya rizki, dan hal-

    hal yang dapat memperpanjang maupun mengurangi umur.

    Dari keterangan di atas dapat ditarik benang merah, pengarang

    kitab tersebut mengklasifikasikan fasal-fasal dalam kitab tersebut

    menjadi 13 fasal. Dengan tujuan agar para santri ataupun peserta didik

    yang mempelajarinya menjadi lebih mudah.

  • 40

    BAB IV

    IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS SANTRI

    PERSPEKTIF KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM DI PONDOK

    PESANTREN SUNAN GIRI DAN HIDAYATUL MUBTADIIEN

    A. Dimensi Nilai Pendidikan Karakter Religius Santri di Pondok

    Pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien

    1. Dimensi Ideologi

    Dalam dimensi ideologi ini lebih dominan memuat ajaran

    yang bersifat dogmatik, antara lain yakni iman kepada Allah,

    Malaikat, Kitab, Nabi, hari akhir dan qodo dan qodar. Sedangkan

    dalam Ta’limul Muta’alim dimensinya berisi tentang belajar ilmu

    tauhid (keesaan Tuhan) dan mengenali Allah lengkap dengan

    dalilnya.

    Adapun di pondok pesantren Sunan Giri dimensi ini diajarkan

    kepada para santri melalui pembelajaran kitab tentang ketauhidan,

    antara lain: kitab khoridatul bahiyah, Jawahirul Kalamiyah dan

    Kifayatul Awam. Dalam hal ini guru memberikan penjelasan

    seperti yang termaktub dalam kitab tersebut dengan diselingi

    kisah-kisah tentang para wali, ulama maupun orang-orang yang

    digambarkan dekat dengan Allah Swt.

    Tidak berbeda jauh dengan hal di atas, dimensi ideologi di

    pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien juga mengajarkan

    ketauhidan antara lain: kitab khoridatul bahiyah, Jawahirul

  • 41

    Kalamiyah,Tijan dan Kifayatul Awam. Dalam hal ini guru

    memberikan penjelasan seperti yang termaktub dalam kitab

    tersebut dengan diselingi kisah-kisah tentang para wali, ulama

    maupun orang-orang yang digambarkan dekat dengan Allah Swt.

    2. Dimensi Ritual

    Dalam dimensi ini keagamaan seseorang dapat diukur melalui

    ibadah yang dilakukannya dalam keseharian ataupun ibadah yang

    dilakukan pada waktu yang telah ditentukan. Dalam kitab

    Ta’limul Muta’alim gambaran dimensi ini seperti sholat, zakat,

    puasa, haji dan sholat sunah malam.

    Untuk pondok pesantren Sunan Giri para santrinya terbiasa

    melakukan dua ritual yakni sholat berjamah dan puasa sunah.

    Sedangkan ibadah yang lain hanya diajarkan melalui

    pembelajaran kitab kuning. Untuk pondok pesantren Hidayatul

    Mubtadiien juga demikian.

    3. Dimensi Pengalaman

    Berkaitan dengan dimensi pengalaman dalam tingkat

    keagamaan seseorang dapat diidentifikasi melalui pengalaman

    spiritual yang dialami setiap individu. Dan pengalaman setiap

    individu tentunya berbeda sesuai dengan kemantapan iman dan

    keaktifan dalam berkomunikasi dengan Allah.

  • 42

    Hal-hal yang berkorelasi dengan dimensi di atas, dalam

    Ta’limul Muta’alim dapat ditemukan beberapa bagian yakni:

    tawakal, kembali dan takut kepada Allah, ridho, bersyukur, fokus

    berdzikir, berdoa, mendekatkan diri, membaca Alquran serta

    bersedekah.

    Dalam dimensi ini di pondok pesantren Sunan Giri hampir

    seluruhnya dilaksanakan disana. Sedangkan di Hidayatul

    Mubtadiien juga melaksanakan keseluruhan dimensi tersebut.

    4. Dimensi Konsekuensi (Amal)

    Dalam dimensi konsekuensi keagamaan seseorang dapat

    diketahui dengan melihat sikap dan sifat kepedulian terhadap

    sesamanya. Tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, serta tanpa

    memandang ras, budaya maupun warna kulit.

    Oleh sebab itu dalam analisa syekh az-Zarnuji bahwa dalam

    karyanya yang menyebutkan bahwa isi dari dimensi ini adalah

    sifat dermawan, kikir, takut, pemberani, takabur, tawadhu’,

    menjaga dari perbuatab haram, melampaui batas dan lain-lain.

    Adapun pada kedua pondok pesantren, baik Sunan Giri

    maupun Hidayatul Mubtadiien dimensi ini terlihat disana. Yang

    mana itu dapat dilihat melalui aktivitas keseharian mereka, sejak

    bangun tidur sampai tidur kembali.

  • 43

    5. Dimensi Intelektual

    Dimensi intelektual ini lebih mengedepankan seberapa jauh

    pengetahuan khususnya tentang keagamaan yang telah dipelajari

    dalam hidupnya. Semakin banyak membaca, belajar, berdiskusi

    maupun bertukar pikiran dengan orang lain akan menjadikannya

    semakin berkualitas keagamaannya.

    Dalam kitab Ta’limul Muta’alim dalam ranah ini hanya

    penulis temukan satu pokok kategorisasi yang spesifik yakni

    seorang santri dalam menuntut ilmu harus aktif berdiskusi atau

    bermusyawarah dengan orang lain.

    Terkait dengan dimensi kelima ini pondok pesantren Sunan

    Giri dan Hidayatul Mubtadiien seluruhnya menerapkan dan

    melaksanakannya hampir setiap hari. Hanya saja dalam dimensi

    ideologi baru diberlakukan secara teori, implementasi dilapangan

    belum terlihat secara jelas.

    B. Implementasi Nilai Pendidikan Karakter Religius Santri di Pondok

    Pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien

    1. Dimensi Ideologi

    Pendidikan bagi setiap individu adalah sesuatu yang sangat

    vital terlebih bagi generasi muda di Indonesia pada era globalisasi

    dan modernisasi saat ini. Dengan alasan bahwa generasi muda

    saat ini sudah berbeda dengan generasi pendahulunya baik dalam

  • 44

    segi gaya hidup, pergaulan maupun fasilitas teknologi. Terlebih

    lagi dengan dekadensi moral mereka yang tampak jelas, terbukti

    dengan maraknya kenakalan remaja dengan beragam bentuk.

    Berdasarkan faktor dekadensi moral di atas pemerintah sudah

    sepantasnya menerapkan pendidikan yang mampu memberikan

    solusi yang tepat dengan maksud agar kenakalan remaja tidak

    semakin merajalela. Dalam hal ini pendidikan yang sangat efektif

    dan efisien adalah pendidikan berbasis karakter. Adapun

    pendidikan karakter yang tepat dan mampu menyelesaikan

    beragam problematika yang melanda remaja Indonesia adalah

    pendidikan karakter religius. Selain untuk mencari problem

    solving tentang dekadensi moral remaja juga sebagai membekali

    dan mencetak santri yang berkarakter religius.

    Berkaitan dengan pendidikan karakter religius syekh

    Burhanuddin az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’alim telah

    memaparkannya secara jelas dan mudah dipahami. Tidak hanya

    mudah dipahami oleh kalangan santri di pondok pesantren saja,

    namun untuk siapa saja yang ingin mempelajarinya. Peneliti

    disini mengklasifikasikan nilai pendidikan karakter religius yang

    ada dalam kitab tersebut dengan mengacu pendapat Glock &

    Stark yang membagi dalam lima dimensi, yakni dimensi ideologi,

    ritual, pengalaman, konsekuensi, serta intelektual.

  • 45

    Sedangkan implementasi nilai pendidikan karakter religius

    santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim di pondok pesantren

    Sunan Giri yakni dalam dimensi ideologi yaitu santri diajarkan

    kitab-kitab tentang ketauhidan antara lain adalah kitab khoridatul

    bahiyah, Jawahirul Kalamiyah dan Kifayatul Awam. Dengan

    melalui kegiatan belajar mengajar dalam waktu beberapa jam

    untuk setiap mapel tersebut, ustad memberikan doktrinasi tentang

    ajaran ketauhidan dan mengisahkan keistimawaan para Nabi,

    Wali, ataupun ulama.

    Adapun Hidayatul Mubtadiien (PPHM) dalam

    mengimplementasikannya yakni para santri diharuskan mengikuti

    kajian kitab bernuansa tauhid yaitu Khoridatul Bahiyah,

    Jawahirul Kalamiyah, Tijan , dan kitab Kifayatul Awam, dengan

    sistem ustad pengampu memberikan doktrinasi materi-materi

    ketauhidan.

    2. Dimensi Ritual

    Bertendensi pada pengambilan sampel enam santri, lima

    diantaranya mengungkapkan bahwa pasca mempelajari kitab

    Ta’limul Muta’alim sholat mereka sering berjama’ah. Seperti

    diutarakan Ryan Anwar, “alasan sering berjama’ah setelah

    belajar kitab Ta’limul Muta’alim karena di dalam kitab itu

  • 46

    terdapat ajaran keistimewaan berjama’ah.”63

    Alasan lain

    dikatakan oleh Roby, bahwa sholat berjama’ah dapat menambah

    pahala.64

    Sedangkan untuk berpuasa sunah dari enam responden

    tiga diantaranya melakukan dan tiga yang lain belum

    menjalankan. Sedangkan untuk zakat dan haji ditanamkan kepada

    santri melaui pembelajaran kitab kuning bidang fiqh seperti kitab

    Fatkhul Qorib dan Fatkhul Mu’in.65

    Dalam dimensi ibadah santri Hidayatul Mubtadiien

    berpedoman lima responden yang dijadikan sampel, empat

    diantaranya aktif sholat berjama’ah. Seperti penuturan

    Muhammad Zaim Labib 66

    “ ya saring berjama’ah sholatnya

    karena dalam kitab tersebut kita dianjurkan untuk selalu sholat

    berjama’ah”. Sedangkan untuk puasa sunah dari lima responden

    hanya satu orang yang aktif melakukan dengan alasan bahwa

    dengan berpuasa sunah dapat meningkatkan rasa syukur kepada

    Allah SWT.67

    Dan untuk zakat dan haji diajarkan melalui

    kegiatan belajar mengajar yakni kitab Abi Suja’, Fatkhul Qorib,

    Fatkhul Mui’n.

    63

    Ryan Anwar, Wawancara, Madrasah Sunan Giri, 6 Agustus 2019.

    64 Roby Vani Alvian, Wawancara, Madrasah Sunan Giri, 6 Agustus 2019.

    65 Maslikhuddin Yazid, ……2 Agustus 2019.

    66 Muhammad Za’im Labib, Wawancara, Gedung Madrasah PPHM, 6 Agustus 2019.

    67 Aqsamudin, Wawancara, Gedung Madrasah PPHM, 6 Agustus 2019.

  • 47

    3. Dimensi Pengalaman

    Yang ketiga adalah dimensi pengalaman, berdasarkan enam

    responden santri Sunan Giri, baik dalam hal kedekatan diri

    kepada Allah SWT, rasa kusyu’ beribadah dan bertambahnya rasa

    syukur, membaca Alquran, berdzikir semuanya melaksanakannya

    dalam kehidupan sehari-hari di pondok pesantren. Namun dalam

    hal kedekatan dengan Allah SWT Nur Mahmudi memberikan

    keterangan bahwa belum bisa merasakan peningkatan kedekatan

    dirinya dengan Allah SWT.68

    Untuk mengimplementasikan

    dimensi ini santri diharuskan aktif mengikuti dzikir setelah sholat

    fardhu, mengaji Alquran serentak setelah sholat Maghrib dan

    Subuh, mengikuti musyawaroh sore, musyawaroh malam dan

    musyawaroh bulanan, ziarah ke makam pada Kamis sore, ziarah

    ke makam malam Jum’at bulanan, sorogan kitab pada malam

    kamis dan lain-lain.

    Untuk Hidayatul Mubtadiien sendiri berdasarkan lima

    responden, empat santri mengatakan untuk kedekatan diri kepada

    Allah SWT, rasa kusyu’ beribadah dan bertambahnya rasa syukur,

    membaca Alquran, berdzikir semuanya melaksanakannya dalam

    kehidupan sehari-hari di pondok pesantren. Langkah yang

    68

    Nur Mahmudi Ismail, Wawancara, Madrasah Sunan Giri, 6 Agustus 2019.

  • 48

    ditempuh pondok pesantren untuk membiasakan dimensi ketiga

    ini adalah santri aktif membaca Alquran bersama setelah Sholat

    Ashar, aktif sholawatan dan mujahadah sholawat nariyah,

    musyawarah santri setiap malam kecuali malam Jum’at, sorogan

    kitab, ziarah ke makam mingguan, bulanan dan tahunan.

    4. Dimensi Konsekuensi (Amal)

    Berdasarkan pengambilan sampel enam responden santri

    Sunan Giri, untuk tolong menolong semuanya sering

    mempraktekkan, lalu bersedekah tiga responden mengatakan

    tidak sering bersedekah. Salah satu alasan dari responden masih

    belum mampu melakukannya.69

    Dan perilaku jujur satu responden

    yang belum melakukannya dan sikap memaafkan enam responden

    telah mempraktekkannya. Dalam sikap ta’dzim berdasarkan enam

    responden semua terbiasa melakukan. Dalam sikap ta’dzim santri

    diajarkan untuk terbiasa menunduk atau bersalaman ketika

    bertemu ustad atau pengasuh. Lalu ketika mengaji juga para santri

    duduk dibawah, sedangkan guru diberikan tempat yang lebih

    tinggi. Dalam mengagungkan dan memuliakan guru santri

    dibiasakan untuk selalu menghormati dan patuh dengan apa yang

    diperintahkan oleh ustad atau pengasuh. Dalam beramal baik

    santri dibiasakan melakukan perbuatan yang positif dan

    bermanfaat serta meninggalkan perilaku negatif seperti contoh

    69

    Ryan Anwar, Wawancara,………6 Agustus 2019.

  • 49

    tidak berbicara kotor, berpakaian rapi dan sopan, membiasakan

    senyum, salam serta sapa ketika bertemu santri lain. Dalam hal

    menjaga dari perbuatan haram misalnya santri dilarang memakai

    milik orang lain tanpa izin.

    Dalam dimensi keempat tentang amal dengan berdasarkan

    hasil wawancara dengan lima responden dalam sikap berderma,

    tolong menolong, jujur dan memaafkan, empat santri

    melaksanakannya, dan satu responden dalam sikap berderma

    belum menjalankan dengan alasan belum mengetahui tentang

    anjuran berderma.70

    Dan perilaku jujur satu responden yang

    belum melakukannya dan sikap memaafkan lima responden telah

    mempraktekkannya. Dalam sikap ta’dzim berdasarkan lima

    responden semua terbiasa melakukan. Dalam sikap ta’dzim santri

    diajarkan untuk terbiasa menunduk atau bersalaman ketika

    bertemu ustad atau pengasuh. Lalu ketika mengaji santri dilarang

    duduk setara dengan guru. Dalam mengagungkan dan

    memuliakan guru santri dibiasakan untuk selalu menghormati dan

    patuh dengan apa yang diperintahkan oleh ustad atau pengasuh.

    Dalam beramal baik santri dibiasakan melakukan perbuatan yang

    positif dan bermanfaat serta meninggalkan perilaku negatif seperti

    contoh tidak berbicara kotor, berpakaian rapi dan sopan,

    membiasakan senyum, salam serta sapa ketika bertemu santri lain.

    70

    Muhammad Arifin, Wawancara, Gedung Madrasah PPHM, 6 Agustus 2019.

  • 50

    Dalam hal menjaga dari perbuatan haram misalnya santri dilarang

    memakai milik orang lain tanpa izin.

    5. Dimensi Intelektual

    Sedangkan dimensi yang kelima adalah dimensi intelektual

    santri dibiasakan aktif mengikuti kegiatan diskusi atau

    musyawarah yang dilaksanakan rutin harian, mingguan maupun

    bulanan di pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul

    Mubtadiien.

    C. Persamaan dan Perbedaan Nilai Pendidikan Karakter Religius

    Ta’limul Muta’alim dan Implementasinya di Pondok Pesantren Sunan

    Giri dan Hidayatul Mubtadiien

    1. Dimensi Ideologi

    Implementasi nilai pendidikan karakter religius santri

    perspektif Ta’limul Muta’alim dalam kacamata dimensi ideologi

    yang ada di dua pondok pesantren sama model kajian maupun

    implementasinya. Hanya saja untuk Hidayatul Mubtadiien dalam

    kitab bidang tauhid adalah kitab Khoridatul Bahiyah, Jawahirul

    Kalamiyah, Tijan dan Kifayatul Awam sedangkan di Sunan Giri

    yaitu kitab Khoridatul Bahiyah, Jawahirul Kalamiyah dan

    Kifayatul Awam.

    2. Dimensi Ritual

  • 51

    Dalam dimensi ritual untuk pondok pesantren Sunan Giri berdasarkan

    sampel penelitian yang diambil menunjukkan bahwa dalam ritual

    sholat berjamaah banyak yang aktif, sedangkan untuk berpuasa sunah

    belum maksimal. Sedangkan di Hidayatul Mubtadiien sholat

    berjama’ah aktif dilakukan para santri, sedangkan untuk berpuasa

    sunah masih minim yang mempraktekkan.

    3. Dimensi Pengalaman

    Dimensi pengalaman keagamaan yang sudah terlaksana

    adalah sifat tawakal, takut kepada Allah, bersyukur, fokus

    berdzikir, berdo’a, membaca Alquran dan sedekah dapat

    terlaksana akan tetapi untuk sikap kembali kepada Allah, ridho

    terhadap sesuatu baru berlaku secara teori di kedua lokasi

    penelitian. Perbedaan yang terlihat hanya pada waktu pelaksanaan

    musyawaroh wajib di Sunan Giri pada sore hari, sedangkan di

    Hidayatul Mubtadiien malam hari. Dan kegiatan membaca

    Alquran di Sunan Giri setelah Maghrib dan Subuh, untuk

    Hidayatul Mubtadiien setelah Ashar.

    4. Dimensi Konsekuensi (Amal)

    Selanjutnya dalam dimensi konsekuensi (amal) yang sudah

    diterapkan sifat dermawan, tawadhu’, menjaga dari perkara

    haram, untuk sifat kikir, penakut, pemberani dan melampaui batas

    baru berlaku secara teori.

    5. Dimensi Intelektual

  • 52

    Adapun dimensi intelektual yakni berdiskusi sudah berjalan

    dengan baik di pondok pesantren Sunan Giri ataupun Hidayatul

    Mubtadiien.

    Dengan adanya impelementasi pendidikan karakter religius

    pondok pesantren sunan giri memiliki beberapa keunggulan dan

    kelemahan. Dalam faktor keunggulannya waktu kegiatan belajar

    mengajar kitab Ta’limul Muta’alim lebih lama, jumlah ustad dan

    ustadzah serta pengasuh di Sunan Giri jumlahnya lebih banyak,

    jadwal kegiatan mengajinya lebih padat, peraturan pondok

    pesantren lebih ketat, lokasi bangunan lebih luas, jumlah

    santrinya lebih banyak, lembaga pendidikan lebih banyak. Untuk

    kelemahannya yaitu santrinya di dominasi santri berpendidikan

    sekolah formal di jenjang SMP dan SMA dengan usia yang relatif

    muda sehingga pengurus pondok pesantren lebih ekstra dalam

    mendampingi di setiap kegiatan khususnya dalam implementasi

    pendidikan karakter religius.

    Dilain sisi, untuk pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien

    terdapat keunggulan yakni memiliki relasi yang banyak dengan

    dunia luar baik dengan tokoh Agama, politik maupun aparatur

    pemerintahan, mayoritas para santrinya sudah berusia dewasa dan

    sedang menempuh pendidikan jenjang perguruan tinggi, memiliki

    group rebana yang popular dan berstandarisasi. Dan

    kelemahannya antara lain waktu pembelajaran kitab Ta’limul

  • 53

    Muta’alim hanya satu jam, tidak terdapat kajian kitab setelah

    sholat dhuhur, dan peraturan pondok pesantren kurang begitu

    ketat.

  • 54

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. SIMPULAN

    Berdasarkan hasil pemaparan secara kajian teori dan analisis

    penelitian ini menunjukkan hasil:

    1. Untuk nilai pendidikan karakter religius santri perspektif kitab

    Ta’limul Muta’alim dapat ditelusuri melalui lima dimensi dalam

    tingkat keagamaan seseorang, antara lain adalah dimensi ideologi,

    ritual, pengalaman, konsekuensi (amal), dan intelektual. Dalam hal

    ini baik di Sunan Giri maupun Hidayatul Mubtadiien keempat

    dimensinya sudah terlihat dan berjalan stabil, namun dalam

    dimensi ideologi hanya dikaji secara pemadatan materi belum

    muncul implementasinya.

    2. Implementasi nilai pendidikan karakter religius santri perspektif

    kitab Ta’limul Muta’alim di pondok pesantren Sunan Giri dalam

    dimensi ideologi baru secara teori, dimensi ibadah sudah sebagian

    besar melaksanakan, dimensi pengalaman sebagian besar

    melakukan, dan dimensi amal sebagian besar melakukan, dan

    dimensi intelektual implementasinya sudah baik.

    3. Sedangkan persamaan dan perbedaan nilai pendidikan karakter

    santri perspektif kitab Ta’limul Muta’alim dan implementasinya di

  • 55

    pondok pesantren Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien terlihat

    bahwa di kedua pondok tersebut mengkaji kitab Ta’limul

    Muta’alim demi menunjang implementasi nilai pendidikan karakter

    religius, metode yang digunakan sama yakni metode klasikal,

    namun perbedaannya tentang waktu pembelajaran kitabnya, jumlah

    peserta didiknya, serta fasilitas ruang kelas. Dan tambahan lagi

    bahwa ustad di pondok pesantren Sunan Giri mayoritas statusnya

    masih santri menetap dan di Hidayatul Mubtadiien lebih

    didominasi ustad desa.

    Sedangkan dalam kelima dimensinya di Sunan dan Hidayatul

    Mubtadiien yang belum terlihat implementasinya adalah dimensi

    ideologi, karena baru diajarkan secara teoretik.

    B. SARAN

    1. Bagi pengasuh di Sunan Giri dan Hidayatul Mubtadiien untuk lebih

    menekankan penanaman nilai pendidikan karakter religius kepada

    para santrinya.

    2. Bagi pengurus pondok pesantren Sunan Giri untuk mempertahankan

    segala kegiatan yang sudah berjalan dan meningkatkannya.

    3. Bagi pengurus pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien untuk bisa

    menambah jam pelajaran khususnya kitab Ta’limul M