teroka tari gaya surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/buku teroka...

33
i Teroka Tari Gaya Surakarta Silvester Pamardi Penerbit: ISI PRESS Bekerja sama dengan Pascasarjana ISI Surakarta Jl. Ki Hadjar Dewantara 19, Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 Telp. (0271) 647658, Fax. (0271) 646175 ISI Press

Upload: others

Post on 19-Jan-2020

71 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

i

Teroka TariGaya Surakarta

Silvester Pamardi

Penerbit:ISI PRESS

Bekerja sama dengan Pascasarjana ISI SurakartaJl. Ki Hadjar Dewantara 19, Kentingan,

Jebres, Surakarta 57126Telp. (0271) 647658, Fax. (0271) 646175

ISI P

ress

Penerbit :

Page 2: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

ii

PenulisSilvester Pamardi

EditorJoko S. Gombloh

Tata letak/LayoutIrvan Muhamad Nursyahid

Desain sampulTaufik Murtono

ISBN 978-602-5573-15-6

PenerbitISI Press

Bekerja sama dengan Pascasarjana ISI SurakartaJl. Ki Hadjar Dewantara 19, Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

Telp (0271) 647658, Fax. (0271) 646175

All rights reserved© 2017, Hak Cipta dilindungi Undang-undang.

Dilarang keras menterjemahkan, memfotokopi, ataumemperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin

tertulis dari penulis.

Cetakan I, 2017. ISI Pressv + 330 HalamanUkuran: 15,5 X 23 cm

Teroka Tari Gaya Surakarta

Sanksi pelanggaran pasal 72 Undang-undang Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002)1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidanadengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau dendapaling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana paling lama 7 (tujuh)tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjualkepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimanadiumumkan dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

iii

PENGANTAR

“Mas Pam”, demikian sahabat dan bebrayan kerapmemanggilnya. Terlahir dengan nama Silvester Pamardi,tumbuh melaku dari “Panji Anom” ke “Panji Sepuh”. Daribelajar tari, menjadi penari, menjadi koreografer, danakademisi tari.

Teroka Tari Gaya Surakarta adalah buah laku meninjauulang pengembaraan empiris kesenimanan dan kesarjanaanyang dialami Mas Pam. Sebagai bagian dari pelaku tari diSurakarta, Mas Pam memposisikan pengalaman dirinya didalam arus besar dinamika tari gaya Surakarta. Pengalamanbelajar tari hingga menjadi seniman tari, kemudianmengajar dan mengkarya tari, serta meneliti dan menulistari, adalah partikel-partikel dari dunia perkembangan danperubahan gaya tari (di) Surakarta.

Patut diapresiasi, tulisan ini membuat jalan terangke depan. Sebuah uraian analisis dinamika perkembangantari gaya Surakarta pasca patronage Sinuwun Paku BuwonoX (1893-1939). Pemilihan waktu analisis dilakukan dalamrentang waktu yang relatif panjang, tahun 1940 hingga tahun2000.

Ada banyak perkembangan dan perubahan yang terjadi.Dinamika ini, menurut Mas Pam, dapat diidentifikasi melaluiempat tahap. Pertama, masa peralihan (1940-1950). Ini eraawal tari gaya Surakarta ke luar dari lingkungan dalamtembok keraton, dan hidup berkembang di pendapan–pendapan yang ada di luar tembok keraton. Kedua, masapergerakan (1950-1970). Sebuah masa dengan orientasinasionalisme keindonesiaan. Ketiga, masa pertumbuhan(1970-1980). Di antara spirit nasionalisme menghadirkanekspresi-ekspresi tari baru, reorientasi tari keratondijadikan bagian dari strategi konservatif. Keempat, masapembebasan (1980-2000). Di era ini kuasa, ekspresi, dangaya personal lebih dominan. Empat masa itu ditandaiperubahan bentuk, fungsi, dan tema.

Meski isi tulisan tidak sengaja difokuskan kepada alurwaktu di belakang dan relasi kausalitasnya. Namun, adagalur yang menghubungkan kesinambungan sebuah post-

Page 4: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

iv

episode. Kelanjutan citra estetik Jawa (baca: tari gayaSurakarta) yang dikuasa dan dilindung sepenuhnya oleharistokrat Kasunanan Surakarta menuju episode baru. Arussejarah estetika tari gaya Surakarta beralih dari kuasa didalam tembok keraton ke kuasa-kuasa baru di luar tembokkeraton. Partisipasi dan kuasa lembaga-lembaga dan aktor-aktor di luar keraton banyak berperan. Tari gaya Surakartadimaknai tidak lagi sama dengan tari yang diinisiasi dandikukuhkan secara melembaga di lingkungan keratonSurakarta.

Selamat ber-iqra.

Surakarta, ujung Desember 2017Aton Rustandi Mulyana

Page 5: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULPENGANTARDAFTAR ISI

BAB I PENGANTARA. Tari Gaya Surakarta: Beberapa PersoalanB. Tiga Persoalan UtamaC. Tujuan dan ManfaatD. Berpayung Teori Etnokoreologi

BAB II SAKRALANNYA HASTOKAWACA DALAMTARIAN KERATONA. Tari KeratonB. Kehidupan Tari

BAB III SIMBOLIS VERSUS EKSPRESIONISPROGRESIF SASONOMULYOA. Perubahan BentukB. Adaptasi BudayaC. Dinamika Perkembangan

BAB IV 1940-2000an SAKRAL HINGGAPOSTRUKTURALA. Unsur PendorongB. Cakupan Perubahan

BAB V SUWUK

KEPUSTAKAANGLOSARI

iiiiv

11

151617

29

2986

101

102111118

169

171185

309

313325

Page 6: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

1Silvester Pamardi

BAB IPENGANTAR

A. Tari Gaya Surakarta: Beberapa Persoalan

Negara-bangsa (nation state) Indonesia terbangun daripelbagai bentuk kemasyarakatan, ras, dan kesukuan. Setiapbentuk masyarakat tersebut mempunyai tradisi ataukebiasaan, adat-istiadat, serta seni budaya sendiri-sendiri.Tradisi dari masing-masing suku itulah yang menyebabkantata kehidupan sosial budaya menjadi ‘berwarna’ dan menjadikekhasan tersendiri bagi bangsa Indonesia.

Jenis seni budaya tradisi yang beraneka ragamtersebut terus melaju dalam suatu dinamika yang selaludigerakkan oleh manusianya seiring dengan kepentinganjamannya. Dinamika budaya tersebut sejalan denganpandangan bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang tak dapatdiubah; tradisi justru dipadukan dengan aneka ragamperbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya:ia menerimanya, menolaknya atau mengubahnya.1 Terbukti,dalam perjalanan sejarahnya, dinamika kebudayaan tradisidari setiap masyarakat suku bangsa Indonesia telahmembentuk, menopang dan membangun peradaban barudalam setiap kurun waktunya. Ia membentuk suatu ’jamanbaru’ bagi masyarakat sebelumnya karena setiap generasiselalu mengamalkan, menyegarkan dan kemudianmewariskannya kepada generasi berikutnya. Kebudayaanmerupakan cerita tentang perubahan-perubahan dan riwayatmanusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-polakebudayaan yang sudah ada.2

Anak-anak Indonesia telah dibentuk oleh masyarakatnyasesuai dengan nilai budaya, adat yang hidup ditempatnya;tetapi anak-anak itu juga diperkenalkan dengan nilai-nilaibaru tentang manusia melewati pendidikan sekolah,organisasi pemuda di mana ia tergabung, buku-buku yangdibacanya, opini-opini melewati majalah, surat kabar sertaradio dan televisi maupun media massa lainnya. Pada diri

Page 7: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

2 Teroka Tari Gaya Surakarta

anak-anak sebenarnya telah dimasukkan unsur-unsur nilaibudaya yang “lama” di samping juga ditanamkanpandangan baru tentang berbagai soal kehidupan yang bisacocok ataupun tidak cocok dengan nilai budaya yang telahditerimanya.3

Semenjak Indonesia merdeka pergaulan antar sukubangsa semakin akrab dan jalinan interaksi budayanyasemakin terbuka pula, termasuk menjadi lebih salingmengenal dan memahami bentuk-bentuk ekspresi senitradisi dari daerah-daerah lain. Hal ini memunculkanpandangan-pandangan baru yang pada gilirannya melahirkannilai-nilai budaya baru dalam kehidupan berkesenian.Pandangan serta nilai-nilai baru ini terus bergerak danberkelanjutan seiring dengan upaya-upaya pembaharuankesenian tradisi.

Seni tradisi kemudian banyak dijadikan sebagai obyekkajian yang melahirkan pemikiran baru, untuk kepentinganpembangunan kebudayaan, dunia akademik, pengembanganprofesi, entertainment dan dijadikan salah satu basispengembangan ekonomi kreatif dalam kebijakanpemerintahan Indonesia. Fenomena-fenomena tersebutmeninggalkan rekaman-rekaman atau jejak-jejak perubahanekspresi seni tradisi, tak terkecuali seni tari gaya Surakartapada setiap kurun waktunya. Dalam kaitan ini, fenomenaperubahan sikap sosial kemasyarakatan pada tari tradisimemicu pergerakan dinamika tari gaya Surakarta.Perubahan tersebut diakibatkan oleh penafsiran-penafsiranbaru terhadap bentuk, cara, prinsip, dan pandangan dariangkatan-angkatan sebelumnya yang dianggap sebagai emputari. Sebagaimana ditegaskan oleh Humardani bahwa taritradisi mencakup semua segi kehidupan tari yangberpedoman ketat pada penataan-penataan dan aturan-aturan yang telah ditentukan oleh angkatan-angkatansebelumnya yang dianggap sebagai “nenek moyang” dan“empu tari.”4 Ini yang meniscayakan bahwa tari gayaSurakarta itu dinamis: mengalami perkembangan bentuk,tema, dan fungsinya di setiap generasi.

Tradisi dalam arti kebiasaan-kebiasaan leluhur dandulunya dipertahankan, tidak lagi dijadikan acuan dasar.

Page 8: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

3Silvester Pamardi

Sebab, dinamika tari gaya Surakarta kecenderungannyamenunjukkan sifat kemajuan atau progress. Sifat-sifatprogress ini ada dalam dunia modern, sebagaimanadisampaikan Wisadirana:

… modern menunjuk kepada sifat kemajuan atauprogress. Adapun varian dalam modernisasiditunjukkan dengan : (1) model struktural yangmenekankan pada perubahan struktural; (2) modelbudaya yang menekankan pada perubahan strukturnormatif, khususnya tentang nilai penghambat ataupendorong; (3) model psikologi, yang menekankan padaperubahan tingkah laku, sistem kepentingan danakibat kepribadian.5

Ketiga macam varian modernisasi di atas adalah mesinpenggerak dinamika tari gaya Surakarta yang berakar daripenafsiran konsepsi keindahan dan idealisme seni padasetiap generasi. Sebuah upaya untuk menemukan alternatifbaru terhadap konsepsi dan idealisasi keindahan tari tradisiyang dihadapkan dengan kondisi realitas sehari-hari. HerbertRead mengatakan, seni tradisi, sebagai suatu idealisasi,barangkali sama baiknya dengan yang lain-lain; tetapimasyarakat menyadari bahwa ini hanyalah salah satu daribanyak idealisasi yang mungkin ada.6

Berangkat dari pemikiran-pemikiran di atas, dapatdijelaskan bahwa sasaran buku ini adalah menguraikanpenafsiran-penafsiran baru terhadap konsepsi keindahan danidealisasi seni tari tradisi yang melahirkan jejak-jejakperubahan bentuk tari gaya Surakarta.

1. Tari Gaya Surakarta: Sebuah Awal

Tari gaya Surakarta dapat dikenali melalui terbelahnyabudaya Jawa—yang direpresentasikan kerajaan Mataram—menjadi Keraton Kasunanan Surakarta dan KasultananYogyakarta oleh Perjanjian Giyanti (1755). Dengan kata lain,seperti ditegaskan oleh Soedarsono, lahirnya tari gayaSurakarta dan Yogyakarta adalah akibat dari pecahnyakerajaan Mataram menjadi dua kerajaan tersebut.7

Page 9: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

4 Teroka Tari Gaya Surakarta

Dalam perjalanan politik pemerintahan, lewatPerjanjian Salatiga (1757), keraton Kasunanan Surakartaterbelah lagi dengan munculnya Praja Mangkunegaran. PrajaMangkunegaran berkedudukan sebagai Kadipaten, posisinyalebih rendah daripada Keraton Kasunanan. Status berbedaini berkorelasi dengan produk budaya yang dilahirkan, takterkecuali pada dunia tari. Misalnya, penari bedhayaberjumlah tujuh orang, bukan sembilan seperti halnya padabedhaya Keraton Kasunanan Surakarta. Pada bentuk gayatari yang berkembang di Keraton Kasunanan dan PrajaMangkunegaran inilah pembentukan tari Jawa gayaSurakarta bermula. Sri Rochana Widyastutiningrum danWahyu Santoso Prabowo menyebut:

Pada mulanya tari gaya Surakarta berkembang dikeraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran.Keduanya memiliki warna, corak, kualitas, serta gayayang berbeda. Namun yang banyak dikenal olehkalangan luas sebagai Tari gaya Surakarta adalah tarigaya Kasunanan yang awalnya hanya berkembang dilingkungan keraton saja.8

Terbentuknya tari gaya Surakarta pada akhirnyamerupakan suatu bentuk momentum dari gerak kebudayaanyang terjadi karena adanya interaksi sosial dalammengembangkan nilai-nilai seni tradisi. Ini yangmenyebabkan tari gaya Surakarta sifatnya tidak statis danselalu diwarnai perasaan-perasaan dan konsep-konseppemikiran baru yang mengandung penyikapan atas suasanariang, sedih, datar, agresif, kecewa, puas, bangga, jugakonflik yang melingkupinya.

Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnyasangat lekat dengan nilai-nilai tradisi keraton bahwa tarisebagai budaya adalah untuk mengolah budi lahir dan batin.Untuk mencapai itu, tari tradisi sangat memperhatikankaidah-kaidah gerak tari secara ketat secara estetik danetika. Seturut Nursyahid, hasil dari pengolahan budi itulahyang disebut budaya. Dan, budaya itu memiliki daya perbawa,yang kemudian menjadi keyakinan.9

Daya perbawa dan keyakinan tersebut dicapai melaluipembakuan gerak berupa aturan-aturan yang ketat. Hal initerbaca melalui pesan wasiat Koesoemakesawa, seorang

Page 10: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

5Silvester Pamardi

empu tari Keraton Kasunanan Surakarta kepada Sukamta,guru tari KOKAR Surakarta, sebagai berikut.

Pesanku yang harus selalu kamu pegang adalah jangansekali-kali merubah pathokan tari yang telahditentukan. Ibaratnya, meskipun tari ini sudah tidaklaku lagi, aturan yang baku ini harus tetap dipegang.10

Pembakuan tersebut bersifat mengikat sedemikianrupa, tidak boleh dilanggar dan apabila melanggarnya timbulrasa bersalah. Sikap ini, sampai sekarang masih dapatditemui gejalanya, sebagaimana dituturkan oleh BudiSantosa guru tari tradisi di SMK 8 Surakarta berikut.

Sejak saya mendalami bentuk dan konsep tari tradisi,ternyata banyak gerakan tari yang bersinggungandengan nilai-nilai ajaran. Oleh sebab itu, sayasekarang tidak berani menarikan gerak sabetan dengancara terbalik, artinya dimulai dari kiri dulu, karenanilai simboliknya bisa terbalik pula.11

Pembakuan tersebut pada akhirnya melahirkanaturan-aturan di antaranya :(1) Aturan tentang pola sikapadeg yang meliputi sikap dasar dalam menari, yaitu sikapkepala, pandangan mata, bahu, dada, punggung, lengan,tangan, jari tangan, pinggang, tungkai, lutut, kaki, dan jarikaki; (2) Sikap gerak meliputi tuntutan gerak yang bersih,rapi, wijang (jelas), lulut, luluh, runtut, lèlèh (sumèlèh), danluwes; (3) Ruang dan volume gerak meliputi penggunaanaturan jarak pandang mata, tolèhan (ruang gerak kepala),penthangan (ruang gerak lengan), jangkahan kaki (ruang danjarak langkah kaki, tanjak), lintasan gerak lengan dan kaki;(4) Penggunaan properti meliputi penggunaan dan caramenggerakkannya seperti pada bentuk samparan dan sampur.

Pada bentuk penyajiannya juga mempunyai strukturyang dibakukan, yang kemudian memunculkan genre tariseperti bedhaya, srimpi, wirèng, dan wirèng pethilan berikutini.1. Genre bedhaya merupakan garapan tari yang menggunakan

sembilan orang penari putri, yang di dalamnya

Page 11: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

6 Teroka Tari Gaya Surakarta

mengandung unsur ceritera yang digarap dengan halussehingga sulit untuk ditangkap secara verbal.

2. Genre srimpi mempunyai struktur garapan yang hampirsama dengan genre bedhaya, namun jumlah penarinyahanya empat orang.

3. Genre wirèng merupakan garapan tari berpasangan, duaatau empat orang penari, berbusana sama, bertemaperang, dan dengan struktur penyajian yang khusus,yaitu: dimulai dengan maju beksan yang dilakukan padagawang supana (belakang tengah arena pentas),dilanjutkan dengan beksan yang dilakukan pada gawangbeksan (tepat di tengah arena pentas), kemudian diakhiridengan mundur beksan (kembali ke gawang sumpana).

4. Genre wirèng pethilan mempunyai struktur garapan yanghampir sama dengan genre wirèng. Perbedaannya genrewirèng pethilan menggunakan unsur cerita yang dipungutdari cerita tertentu. Kata pethilan mempunyai artimemetik. Maksudnya adalah memetik sebagian darisebuah cerita, misalnya tari Karna Tanding atau GatotkacaAntasena dipetik dari cerita Mahabarata. Busananyamenyesuaikan dengan karakter peran tokoh masing-masing.

Detail aturan-aturan dan genre tari di atas dapatdisimak dalam serat Kridwayangga yang berisi pakem beksa,ditulis oleh Sastra Kartika pada tahun 1925.12 Aturan-aturantersebut pada gilirannya membentuk sebuah gaya tari, yangdikenal sebagai tari gaya Surakarta. Kata ’gaya’ dimaksudkanadanya ciri khas dalam suatu pembawaan gerak tari yangkemudian menjadi identitas dari tari gaya Surakartatersebut. Juga dalam arti, sebagaimana dinyatakan EdiSedyawati, adalah sekelompok ciri-ciri khas dari suatu tradisiatau suatu kebiasaan tari tertentu, yang membedakannyadengan tradisi atau kebiasaan tari yang lain.13

Tari gaya Surakarta yang bersumber dari keratonSurakarta dapat pula dikelompokkan menurut bentuk polagerakannya, yaitu tari putri, tari alus, dan tari gagah. Masing-

Page 12: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

7Silvester Pamardi

masing bentuk tersebut dapat dipilah lagi menurut karaktergerakannya, misalnya tari alus dibagi menjadi tari putra alusluruh dan lanyap. Tari gagah digolongkan menjadi bentukkasatriyan, dugangan, dan bapang. Adapun pada tari putri,dibagi menjadi putri luruh/oyi dan lanyap/èndhèl. Di sampingketiga bentuk pola di atas, ada pula bentuk madya yangmenggabungkan karakter antara tari gagah dan alus.

Pola pemikiran tradisi keraton yang bersifat simbolis,historis mistis, dan esoteris (batiniah), mengarahkanpemikiran bahwa dalam seni tari gaya Surakarta terkandungnilai-nilai kearifan budayanya. Oleh karena itu, kekuatantari gaya Surakarta sebaiknya diinterpretasikan bukandalam arti bentuk fisik saja, tetapi pada esensi atau hakikatmaknanya. Dapat dikatakan bahwa tari gaya Surakartasifatnya bukan visual semata, tetapi lebih pada makna dannilai-nilai spiritual yang mengarah pada pengayaanpengalaman batin. Pemahaman seperti itu sangat berakarkuat di kalangan tradisionalis dan dijadikan visi dan misipengembangannya: bahwa tari itu bukan sekadar tontonantetapi juga merupakan tuntunan. Tari gaya Surakartabukanlah sekadar sekumpulan gerak indah yang bersifatlahir, tetapi lebih dari itu terkandung nilai-nilai wigati yangbersifat batin. Nursyahid menyatakan bahwa nilai-nilai wigatiitu pada hakikatnya merupakan perwujudan dari ajaran-ajaran atau laku hidup untuk mencapai cita-cita budayakeraton, yaitu budi luhur, keselamatan, kewibawaan, danlain-lain.14

2. Perkembangan Tari Gaya Surakarta

Perkembangan tari gaya Surakarta pada hakikatnyamerupakan suatu bentuk dinamika budaya yang dikarenakanoleh adanya perubahan-perubahan di dalamnya. Perubahanitu sendiri pada hakikatnya merupakan suatu tanda adanyakehidupan dan pergerakan yang berpengaruh terhadaplahirnya bentuk dan konsep-konsep baru. Perubahan bentukmenyangkut pada persoalan pola gerak tarinya, sementaraperubahan konsep berkenaan dengan penyikapannya yaitudari pola pemikiran tradisi ke pola pemikiran modern, dalampengertian sebagai usaha untuk hidup sesuai dengan zaman

Page 13: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

8 Teroka Tari Gaya Surakarta

dan konstelasi dunia sekarang,15yang mengarah pada upaya-upaya manusia untuk mencapai nilai-nilai kehidupan yanguniversal. Hal ini membawa tari-tarian keraton ke dalamarus perubahan dan terus mengalami perkembangan dariwaktu ke waktu antar generasi.

Bermula pada tahun 1939, saat kehidupan keratonKasunanan Surakarta mulai terpuruk oleh pelbagai krisis,bahkan untuk mengatur rumah tangga sendiri saja tidakberdaya,16—lantaran pemerintah keraton tidak dapat lagimenyangga perekonomian kehidupan para abdi dalemLangentaya—menjadikan para empu tari mengalihkanperhatian pada kegiatan tari di luar keraton. TermasukR.T. Koesoemakesawa yang diserahi tugas memegangurusan kesenian Keraton Surakarta saat itu dan pada tahun1940 juga mulai mengajar tari di luar keraton, yaitu diPerhimpunan Kesenian Mondroguno Surakarta.17 Ketika diluar keraton itulah para empu tari mulai berani mencetuskanide-idenya masing-masing untuk mengembangkan bentukdan konsep tari gaya Surakarta dan secara tidak langsungmenyebabkan pudarnya aturan-aturan tari tradisi keraton.Bertolak dari kedua fenomena tersebut, maka pada tahun1940an dapat dikatakan sebagai titik awal perkembangantari di luar keraton.

Di luar keraton, para empu tari mengajarkan tariberdasarkan interpretasi masing-masing. Dari situ munculwilet yang beragam: teknik-teknik individu yangdikembangkan oleh para empu atau guru tari tersebut.Teknik-teknik tersebut diwariskan dan dikembangkan olehpara pengikutnya. Mereka meminjam pendapa-pendapa milikpara bangsawan keraton sebagai tempat latihan.

Di Surakarta para abdi dalem dan tokoh senimanterkemuka seperti Wira Bratomo, Wignya Hambeksa,Sindoe Hardiman dan Atma Kesawa, secara pribadimengembangkan tari klasik di luar tembok keraton.Mereka membuka kesempatan bagi masyarakat umumuntuk belajar. Yang terjadi kemudian gaya-gaya pribadiseniman-seniman tersebut diwariskan dandikembangkan oleh para siswa mereka. Dengandemikian sifat atau watak dari tari klasik yangberkembang kemudian adalah tari klasik plus, yaitu

Page 14: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

9Silvester Pamardi

tari klasik keraton yang digarap kembali menurutinterpretasi rasa pribadi para seniman pemukatersebut.18

Pada saat itu, ketaatan para empu tari terhadapkeraton masih kuat, sehingga mereka belum beranimengajarkan tari-tarian yang dianggap sakral atau yangdianggap sebagai pusaka keraton, seperti tari srimpi danbedhaya. Mereka sebatas mengajarkan wirèng dan wirèngpethilan saja. Yang menarik adalah penggunaan pendapa-pendapa sebagai tempat latihan melahirkan aliran-aliranyang sesuai dengan nama para pemiliknya. Misalnya,pendapa Atma Hutaya melahirkan aliran Atmahutayan,pendapa di wilayah Kemlayan, melahirkan aliran Kemlayan.19

Pemikiran-pemikiran baru para empu tari di atassebenarnya masih belum sepenuhnya memiliki keleluasaanuntuk mengembangkan ide-ide kreatifnya. Sebab, di sampingketaatannya pada keraton, juga terbentur situasi keamanandan ketenteraman yang tidak kondusif: pada masapendudukan Jepang (1942-1945) terbit larangan kegiatanmasyarakat pada malam hari. Di samping itu, Jepang jugamelarang berbagai kegiatan yang menghimpun massa,termasuk kegiatan berkesenian. Bahkan terjadi pulaperampasan gamelan besi milik masyarakat oleh Jepang.20

Pada tahun 1950, muncul pemikiran baru tentangpentingnya pembentukan tari gaya Surakarta secara lebihjelas melalui wadah organisasi Himpunan Budaya Surakarta(HBS). Upaya HBS tersebut direspon pemerintah denganmemunculkan kebijakan untuk membangun kebudayaanIndonesia yang berakar pada kesenian tradisi. Maka, padatahun itu pula, berdirilah lembaga kesenian formalKonservatori Karawitan Indonesia (KOKAR) Surakarta yangkini bernama SMK Negeri 8 Surakarta. Kedua lembaga inidapat dikatakan sebagai penggerak utama dinamika tari gayaSurakarta. Perkembangan yang menonjol saat itu diantaranya sebagai berikut:

a. Para empu tari berhasil mengolah gerak tari yangbertumpu pada dua gaya tari, yaitu Kasunanan dan

Page 15: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

10 Teroka Tari Gaya Surakarta

Mangkunegaran ke dalam bentuk baru yang kemudianmereka sebut dengan tari gaya Surakarta.’21

b. Para empu tari berhasil mengemas dasar-dasar tari yangbersumber dari kedua keraton di atas menjadi pola dasargerak tari yang sistematis untuk mendasari prosespembelajaran tari Jawa gaya Surakarta.

Dengan demikian, dapat ditengarai bahwa tari gayaSurakarta yang berkembang sekarang ini merupakan hasilkerja keras para cendekiawan, budayawan, dan empu tari diHBS dan KOKAR pada tahun 1950-an.

Hal yang menarik dari dekade awal ini adalahbagaimana para empu tari yang pada awalnyamengembangkan tari menurut selera masing-masing,kemudian merasa perlu untuk menyatu kembali. Sementara,di sisi lain, tanpa disadari bahwa tindakannya itu jugamengarah pada adanya pembakuan gerak tari yang dapatmengekang munculnya pemikiran-pemikiran baru di masadepan.

Dalam dekade berikutnya, pada tahun 1960-an, tarigaya Surakarta mulai bersentuhan dengan kegiatan yangbernilai ekonomis. Masyarakat tari pada masa itu mulaimengenal istilah PY (péyé yang berarti ‘payu’ alias terbeli)untuk menyebut kegiatan pentas tari yang dibayar. IstilahPY tersebut, dimunculkan pertama kali oleh Jaka Suharjo,seorang penari gagahan dari keraton Kasunanan Surakarta,22

yang bergerak di luar komunitas tari HBS dan KOKAR. Padadekade itu muncul pula istilah PTL yang merupakankependekan dari kata ’pertolongan,’ untuk menyebut kegiatanpentas yang tidak dibayar alias pertolongan.

Pada dekade ini, fenomena tradisi dan modern mulaimengemuka dalam berbagai bentuk. Upaya-upayapengembangan tari diarahkan ke luar dari persoalan tradisidan kewilayahan. G.P.H.Jatikusuma, pencetus RamayanaPrambanan, melontarkan gagasannya tentang kepribadianIndonesia modern, yang berlandaskan pada keselarasandinamis antara seni budaya tradisi dengan cita rasa zaman.

Page 16: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

11Silvester Pamardi

Kepribadian Indonesia modern adalah revolusioner.Salah satu sifatnya adalah dinamik. Tetapi sebaliknyakepribadian Indonesia tidak (boleh) mengenal labilitas.Jadi apa yang harus diciptakan adalah dynamic equi-librium. Kita harus menjanjikan keindahan dalamdynamic equilibrium.23

Munculnya pertunjukan Ramayana pada tahun 1960-an telah berhasil memunculkan genre tari baru pula yaitugenre dramatari atau sendratari. Dalam PertunjukanRamayana itu banyak muncul bentuk-bentuk dan teknik-teknik gerak baru sebagai konsekuensi dari adanya peran-peran yang bersumber dari Epos Ramayana seperti misalnyagerakan kijang, kelinci, kera, jatayu, ular, dan sebagainya.Perubahan ini sangat berarti, karena mengilhami paraseniman untuk menciptakan tarian baru seperti tariPemburu Kijang, tari Kelinci, fragmen Taman Soka, dansebagainya.

Tahun 1970-an dinamika tari gaya Surakarta dapatdikatakan mulai memasuki babak baru dalam mengapresiasiseni tradisi-modern untuk tari. Masyarakat seni pertunjukandi Surakarta saat itu belum dapat menerima kehadiranpertunjukan ‘Samgita Panca Sona’ karya Sardono, yangdipentaskan di Auditorium RRI Surakarta pada tahun 1971.Rustopo memaparkan penolakan terhadap karya ‘SamgitaPanca Sona’, sebagai berikut.

Keterlibatan sebagian besar mahasiswa ASKI dalamreaksi menolak (berteriak-teriak dan melempar telur)terhadap pertunjukan “Samgita” karya Sardono di Au-ditorium RRI Surakarta pada tahun 1971 awal,merupakan salah satu bukti bahwa mereka penganutpaham waton yang setia, dan dari itu mereka menolakkehadir­an unsur­unsur baru yang tidak ada dalamkamus waton.24

Pada tataran lain, seiring dengan bergulirnyapemikiran-pemikiran baru di atas, para seniman mudacenderung kian membebaskan diri dari batasan-batasantradisi yang bersifat mengikat dan lebih mengedepankan

Page 17: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

12 Teroka Tari Gaya Surakarta

esensi perubahan yang bersifat kekinian sebagaimana yangterjadi pada Modern Dance di Barat. Parani yang menyatakanbahwa Modern Dance mencetuskan suatu pandangan bahwasumber dan titik tolak ekspresi seni tari tidak terbatas padapenyusunan gerak-gerak saja, tapi terutama pada dirimanusianya sendiri dan interrelasinya denganlingkungannya, lingkungannya masa lampau danlingkungannya masa depan.25

Benturan-benturan pandangan tradisi dan moderndalam masyarakat seni pertunjukan Surakarta meluas kedalam skala nasional. Fenomena yang menonjol tentangwacana tradisi dan modern tampak dalam kegiatan tari diPusat Kebudayaan Jawa Tengah (PKJT) yang berlokasi diSurakarta. Pusat kebudayaan ini menjadi dapur ataulaboratorium pengolahan seni yang meliputi: penggarapanseni ‘baru,’ penataran tenaga teknis dan atau pamong seni,pembicaraan tentang masalah-masalah kesenian, dan hal-hal lain yang dianggap penting bagi kesenian.

PKJT merekrut seniman-seniman kreatif yang tinggaldi Surakarta dan sekitarnya. Salah satu kegiatannya adalahmembuat semacam laboratorium untuk kegiatan pengolahandan pengembangan seni tradisi yaitu menggali sekaran-sekaran yang menjadi vokabuler tari Jawa gaya Surakarta.Sekaran-sekaran ini selanjutnya dikembangkan sesuaidengan citarasa saat itu.

Pada 1977 PKJT juga bersinergi dengan jurusan tariAkademi Seni Karawitan Indonesia (sekarang menjadi ISISurakarta). Sinergi ini menjadikan perkembangan tari gayaSurakarta semakin pesat. Kerjasama antara PKJT dan ASKIjuga memunculkan nama ‘Sasonomulyo’ yang notabenesebagai tempat kegiatan tari kemudian popular sebagai gayaSasonomulyo di samping tari Jawa gaya Surakarta.26 GayaSasonomulyo berkembang luas tidak hanya di Surakarta akantetapi di Jawa Tengah. Ciri gaya Sasonomulyo yang menonjoladalah: volume gerak yang lebih diperluas; tempo gerakdipercepat; dan pengolahan teknik gerak rampak yangdiadopsi dari teknik-teknik tari Barat yang dikembangkanoleh Balanchine, terutama berkaitan dengan postur tubuhpenari.27

Page 18: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

13Silvester Pamardi

Balanchine memilih penari yang bertangan dan kakipanjang. Dalam hal ini, tentu berkaitan dengan pengolahanvolume gerak. Dengan tangan dan kaki yang panjang, dapatdicapai volume gerak yang lebih besar, dan pengolahan vol-ume menjadi semakin banyak menghasilkan bentuk danvariasi gerak. Pengolahan volume gerak yang lebih luas ini,sangat mendominasi pemikiran-pemikiran Balanchine.Konsep Balanchine inilah yang diadopsi oleh GendhonHumardani dan kemudian dikembangkan pada tari Jawagaya Surakarta. Termasuk pula kesamaan dalam halmengolah kecepatan gerak. Antara Balanchine dan Gendhon,keduanya sama-sama memperhatikan pengolahan kecepatangerak tari yang mempunyai kecenderungan lebih cepat.Kedua tokoh ini pun memiliki kesamaan lain dalam halorientasi pengembangan tari. Mereka sama-sama bertolakdari tari tradisi.28

Pengadopsian teknik tari yang dikembangkan Gendhonmelalui PKJT-ASKI atau gaya Sasonomulyo ini sempatmemunculkan polemik di antara seniman tari Jawa.Sebagian seniman menganggap teknik rampak inimenghilangkan ciri khas tari tradisi yang menonjolkanwiledan yang mempribadi. Di luar itu, Sasonomulyokemudian dikenal sebagai penghasil karya-karya seni tradisiyang bercitra modern seperti yang ditegaskan Rustopoberikut ini.

Nama Sasonomulyo makin dikenal masyarakat luassejak PKJT dan ASKI menghasilkan karya-karya senitradisi yang bercitra modern. Melalui “Durham Festi-val Oriental Music” 1979 di Inggris nama Sasonomulyodikenal oleh masyarakat musik dan tari seluruh dunia,karena keikutsertaan PKJT/ASKI dalam festival itumenggunakan nama Sasonomulyo.29

Tentang lahirnya gaya Sasonomulyo, Wahyu SantosaPrabawa menegaskan sebagai berikut.

Karena banyaknya perubahan-perubahan pada taritradisi yang dilakukan di ASKI/PKJT, dan karenamungkin bentuk dan isinya dirasakan lain dengan tari

Page 19: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

14 Teroka Tari Gaya Surakarta

tradisi yang sudah ada, maka muncul pernyataan gayaSasonomulyo [pernyataan tentang gaya Sasonomulyoini pernah dilontarkan pada diskusi tari dalam Festi-val Penata Tari Muda II - 1979 di Jakarta dan mendapatberbagai tanggapan]. Suatu gaya tari tertentu akanmuncul karena ada lingkungan pendukungnya,demikian pula gaya Sasonomulyo.30

Dalam kelanjutannya, gaya Sasonomulyo lantasmendasari keterbukaan para pelaku seni di Surakarta.Mereka tidak lagi menganggap pakem sebagai hal yangmengikat. Mereka memperlakukan vokabuler tradisi sebagaimateri untuk mengekspresikan karya-karyanya yangcenderung bersifat pribadi, sehingga karya-karya yangmuncul sangat individual. Hal ini kian marak di tahun 1990yaitu dengan adanya bentuk kolaborasi tari antar senimandari berbagai daerah, baik dari dalam negeri ataupun luarnegeri.

Tahun 1998 terjadi perubahan yang sangat berartiterkait dengan peristiwa reformasi yang ditandai denganlengsernya Presiden Suharto. Sejak reformasi ini, loyalitasterhadap patron-patron kesenian yang dibangun pemerintahtidak lagi mendominasi kerja seniman. Setelah itubermunculan kekuatan-kekuatan seni baru dari adanyasanggar-sanggar atau kelompok-kelompok seniman yangmembentuk kantong-kantong kesenian seperti halnyaSanggar Wayang Suket (Solo), Teater Garasi (Yogyakarta), TeaterGidag-Gidig (Solo), Teater Utan Kayu (Jakarta), Teater Oncor(Jakarta), Teater Lorong (Jakarta) dan lain-lain. Tampilnyakantong-kantong kesenian tersebut dinyatakan sebagaipusat-pusat alternatif.31 Kantong-kantong kesenian tersebutsaling berinteraksi dan memberi ruang ekspresi bagisiapapun. Sejak itu pementasan kesenian tidak lagi berpusatpada gedung-gedung kesenian, tetapi menjadi tersebar dikantong-kantong kesenian tersebut.

Fenomena-fenomena di atas dapat ditengarai bahwadari waktu ke waktu, sejak tari gaya Surakarta ke luar darikeraton sampai dewasa ini, telah banyak memunculkankepribadian-kepribadian tertentu dan pemikiran-pemikiranyang sangat berarti bagi perkembangan tari. Rentetan

Page 20: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

15Silvester Pamardi

peristiwa tari yang berkenaan dengan konsep-konsep,prinsip-prinsip, dan pandangan-pandangan yang mendasariperkembangan tari gaya Surakarta dijadikan wahana untukmelihat hal-hal yang melatarbelakangi dan mencermatifaktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dinamika tariJawa gaya Surakarta.

Konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan pandangan-pandangan dari para seniman sangat bervariatif, karena itumempertanyakan faktor-faktor yang mempengaruhiperubahan tari gaya Surakarta menjadi sangat menarikmengingat masing-masing seniman memiliki latar belakangpengetahuan dan kepentingan yang berbeda-beda.Pemikiran-pemikiran tersebut tentu dapat dipandang sebagaipersoalan yang menarik, untuk mengarahkan pemahamanterhadap empat hal, yaitu pertama, untuk melihat danmemahami isu-isu dan situasi-situasi yang berkenaandengan perubahan tari gaya Surakarta dari perspektif pelakuperubahan; Kedua, mencermati secara sistematis yangdilakukan oleh para seniman dalam melakukan perubahanterkait dengan kepentingannya; Ketiga, menemukanpengetahuan yang mendalam terhadap perlakuannya dalammerubah bentuk, tema dan fungsi tari gaya Surakarta; danKeempat, untuk mengenali aktualisasi sikap-sikap dantindakan yang muncul atas adanya perubahan tari gayaSurakarta pada setiap dekadenya.

Dalam buku ini perbedaan pandangan antara tradisidan modern dicermati sebagai variabel-variabel atau konsep-konsep yang memiliki karakteristik. Kontroversi-kontroversitidak dipandang sebagai sesuatu yang problematik,melainkan dianggap sebagai pertanda daya hidup sejarahpertumbuhan dan perkembangan tari Jawa gaya Surakarta.Dalam pengertian lain, kajian ini dapat disetarakan sebagaistudi historiografi mengenai dinamika Tari gaya Surakartadi luar keraton.

B. Tiga Persoalan Utama

Berdasarkan gejala-gejala tentang adanya dinamikaTari gaya Surakarta seperti yang telah diterangkan di atas,kemudian dapat dirumuskan tiga persoalan pokok yang

Page 21: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

16 Teroka Tari Gaya Surakarta

memandu arah penelitian ini. Adapun tiga persoalan tersebutdirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana dinamika perubahan dan perkembangan tarigaya Surakata?

2. Bagaimana bentuk-bentuk perubahan yang terjadi dalamdinamika Tari gaya Surakarta pada dekade 1940-2000 ?

3. Mengapa Tari gaya Surakarta mengalami dinamikaperubahan dan perkembangan pada dekade 1940-2000 ?

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan tiga rumusan persoalan di atas, orientasibuku ini secara umum ditujukan untuk mengungkapdinamika tari gaya Surakarta pada dekade tahun 1940-2000.Adapun secara khusus buku ini ditujukan untuk: (1)Menemukan dinamika perubahan dan perkembangan tarigaya Surakata. (2) Menyajikan persoalan kausalitas yangmempengaruhi terjadinya dinamika tari gaya Surakarta padadekade 1940-2000. (3) Menemukan perubahan-perubahanbentuk, fungsi dan tema dalam dinamika tari gaya Surakartapada dekade 1940-2000.

Sementara itu, manfaat yang diharapkan terwujud darihasil kajian dalam buku ini adalah: (1) Bagi peneliti, secarametodologis dapat dijadikan sebagai model penulisan tariyang dibangun dari perspektif periodisasi sehingga sangatbermanfaat bagi upaya-upaya untuk pengembangan tari gayaSurakarta. (2) Pada dunia apresiasi, buku ini menunjukkanadanya dinamika perkembangan tari gaya Surakarta yangmengalami perubahan-perubahan bentuk pada setiap kurunwaktunya. (3) Sedangkan dalam dunia pendidikan,memperkaya khasanah pengetahuan dan pengembangankreativitas tari gaya Surakarta. (4) Memberi kontribusi bagistudi-studi seni tari yang dibangun dari perspektif bidangilmu lain, seperti antropologi, sosiologi, komunikasi, ekonomi,dan ilmu lainnya.

Page 22: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

17Silvester Pamardi

D. Berpayung Teori Etnokoreologi

Dinamika tari gaya Surakarta yang terbentuk dariadanya kekuatan-kekuatan pemikiran baru tentu tidakterlepas dari keterkaitannya dengan pranata sosial, situasi,dan komunitas sosial-budayanya. Dinamika tari gayaSurakarta tersebut di dalamnya terkandung nilaipertumbuhan dan perkembangan yang memiliki banyakdimensi. Bukan hanya dimensi seni saja, melainkan jugadimensi-dimensi lain yang berkaitan dengan kehidupansosial budaya. Penulisan buku ini menggunakan pendekatanmultidisiplin dengan berpayung pada Etnokoreologi.

Etnokoreologi sebagai upaya pemantapan sebuahdisiplin baru telah digagas oleh Soedarsono sebagai disiplinantar bidang. Di sini Soedarsono menegaskan perlunyapemantapan disiplin Etnokoreologi sebagai ranah dancestudies.33 Di Amerika, pendekatan etnokoreologi diketahuimulai muncul sekitar tahun 1960-an. Etnokoreologimenekankan pentingnya pemahaman mengenai bahan danmateri yang terkait dengan pola persebaran gaya, sejarahtradisi lisan, teori tindakan, teori gerak, dan konsep estetiskoreografis. Ia juga menekankan pentingnya perekamanlewat notasi dan audio visual untuk lebih menciptakankekuatan unsur koreometrika dalam tradisi peristilahanyang digunakan sebagai mode ekspresi masyarakat pemiliktradisi tari setempat.34 Etnokoreologi digunakan dalampenyusunan buku ini, terutama untuk mendeskripsikanfenomena perubahan bentuk dan teknik tari gaya Surakartadengan menggunakan notasi Laban.

Penulisan buku ini menguraikan dimensi ruang danwaktu dinamika tari gaya Surakarta. Dimensi ruang danwaktu historis inilah selanjutnya yang dijadikan subjekkajian sejarah, mengingat tulisan ini bermaksudmengungkap permasalahan-permasalahan yang berkaitandengan aspek-aspek kesejarahan, yaitu segala pemikiranbaru yang berkenaan dengan perkembangan,kesinambungan, pengulangan, perubahan dan termasukpenyebarannya, baik itu menyangkut fungsi, bentuk, garapdan lain-lain.

Page 23: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

18 Teroka Tari Gaya Surakarta

Pendekatan sejarah di dalam buku ini lebih ditekankanpada pendekatan multi dimensional. Dikatakan Rustopobahwa penulisan sejarah penting untuk menerapkan prinsipmetodologi sejarah yang mutakhir, yaitu pendekatan multi-dimensional. Pendekatan ini berbeda dari pendekatansejarah konvensional. Pendekatan sejarah konvensionaldidominasi sejarah politik, lebih menekankan aspekdeskriptif-naratif, dan hasilnya hanya sebatas deskripsi faktayang tersusun secara kronologis35 dan terjebak padadeterminisme36, sementara uraian segi struktural secaraeksplisit tidak dikenal.37 Karena itu, penyusunan buku inidilakukan dengan pendekatan multidimensional yaitupendekatan yang tidak berhenti pada hasil deskripsi faktasecara kronologis, tetapi diteruskan dengan pencarianjawaban atas pertanyaan “mengapa terjadi perkembangan,kesinambungan, pengulangan, perubahan, atau punpenyebaran?” Langkah-langkah ini perlu dilakukan agarsemua data dan fakta dapat direkonstruksi menjadipengetahuan yang bermakna dan dijelaskan secara lebihluas dan mendalam. Semua data dan fakta ditempatkandalam konteks tertentu. Ide-ide dan pandangan-pandanganyang mendasari tindakan dan kejadian tertentu ditempatkandalam konteks situasinya.

Situasi dari setiap kurun waktu perkembangan seni,pada dasarnya merupakan aksi dari para tokoh seni ataskepekaannya dalam menginterpretasikan situasi yangdihadapinya. Karena itu, pendekatan situasional Berkhoferyang berakar dari teori analisis sejarah dapat dimanfaatkan.Teori analisis sejarah yang lebih menekankan padapendekatan situasional digunakan untuk melihat seputartokoh tari dalam konteks ruang dan waktu. Pengamatannyadifokuskan kepada bagaimana para empu tari dan senimanmuda merespons situasi sosial-budaya dan politik yangterjadi. Dari analisis situasional ini didapatkan informasitentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinyaperubahan paradigma tari gaya Surakarta. Asumsinya adalahbahwa situasi sosial, ekonomi, budaya, dan politikberpengaruh secara kuat terhadap situasi kekaryaan tarigaya Surakarta.

Pada umumnya para seniman yang telah ditokohkan,

Page 24: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

19Silvester Pamardi

memiliki kepekaan terhadap berbagai fenomena yang terjadidi tengah-tengah masyarakat. Munculnya dinamikapemikiran baru dalam kehidupan tari gaya Surakarta sangatdimungkinkan akibat adanya seniman-seniman kreatif yangmampu menerjemahkan situasi sosial-budaya padazamannya. Teori analisis sejarah dengan pendekatansituasional dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Pendekatan Situasional.38

Pendekatan situasional dikembangkan dariinterpretasi situasi penulis. Interpretasi situasi inisenantiasa dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial,maksud yang disadari, motivasi yang tidak disadari,psikologis, perilaku simbolik dan non simbolik, termasukpersepsi tentang lingkungan fisik. Untuk lebih jelasnya dapatpada bagan diagram berikut ini.

PENELITI

SITUASI RIIL PELAKU

INTERPRETASI SITUASI

AKSI

A KIBAT DIKEHENDAKI TIDAK DIKEHENDAKI

Page 25: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

20 Teroka Tari Gaya Surakarta

Gambar 2. Pendekatan Interpretasi Situasional.39

Penerapannya dalam buku ini adalah faktor-faktor yangmempengaruhi interpretasi situasional sebagaimana dia-gram di atas untuk melihat persoalan lembaga tari, tokohtari, dan masyarakat tari dekade tahun 1940–2000.

Dinamika pemikiran baru dalam perkembangan tarigaya Surakarta, selanjutnya diungkap berdasarkan persoalanpikiran-pikiran dan tindakan-tindakan seni yang telahberkembang. Mempersoalkan pikiran-pikiran, menurutSolomon dan Higgins, berarti membicarakan tentang anekakecenderungan bertingkah laku.40 Dapat dikatakan bahwaperkembangan tari gaya Surakarta telah banyak munculpemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan kreatif.Pembaruan tari yang terjadi pada setiap pergeseran waktuitu selanjutnya dikembangkan untuk melacak kejadian-kejadiannya berdasarkan prinsip kontekstual. Prinsippemikiran konstektual yaitu setiap kejadian atau peristiwaatau situasi itu tidak terjadi in vacuo atau dalam kevakumanatau kekosongan, melainkan terjadi dalam konteks sosialhistoris tertentu.41

Untuk mendalami nilai-nilai kreativitas dikajiberdasarkan pemikiran dari Toeti Herraty Noerhadi dalambahasannya tentang kreativitas dan evolusi budaya.

INTERPRETAS IS ITUAS IO NA L

PERS EPS I TENTA NGLINGK UNGAN FIS I K

PERI LA K U S I MB OLIKD AN NO N S I MBO LIK

FA K TO R 2 PS IK O LOGIS

FA K TO R 2 BUDA YA

FA K TO R 2 S O S IAL

MAK S UD YANGDI S ADA RI

MOTI VA S I YANGTI DA K DI SA DAR I

Page 26: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

21Silvester Pamardi

Menurutnya, sejarah manusia dapat dikembalikan padainteraksi antara dua gerak psikologis: pertama, yang bersifatpengendalian konservatif (terikat adat istiadat serta tradisiyang menjamin kontinyuitas kebudayaan) dan satu dayakreatif yang mempertanyakan pengalaman masa lalu danmenghadapi tantangan pembaharuan. Kedua, gerak yangbertentangan ini sama-sama diperlukan. Kebudayaan yangdilihat sebagai suatu kegiatan menampilkan suatu gerakkeresahan selalu menunjuk pada upaya kreatif untukmenggubah situasi lama, untuk mengadakan restrukturasiterus menerus.42 Pada kenyataannya proses pembaharuanmerupakan peristiwa yang melibatkan beberapa pihak yaituseniman, lembaga pengayom, dan masyarakat. Lembaga lebihberfungsi sebagai wadah untuk mencapai visi dan misi kedepan. Seniman lebih berperan sebagai kreator yangmenterjemahkan visi dan misi lembaga. Adapun peranmasyarakat, di samping sebagai konsumen sekaligusberperan pula sebagai filter pembaharuan terutama dalampersoalan taste atau selera zaman yang senantiasa berubah.

Selo Sumardjan menekankan bahwa orang yang benar-benar kreatif memiliki sistem nilai dan sistem apresiasihidup sendiri yang mungkin tidak sama dengan nilai-nilaiyang dianut masyarakat ramai. Kreativitas merupakan sifatpribadi seorang individu dan bukan merupakan sifat sosialyang dihayati oleh masyarakat. Meskipun demikian,menurutnya, kemampuan kreatif individu tidak sama sekalilepas dari pengaruh kebudayaan dan masyarakat yangmengelilinginya.

Selanjutnya ditegaskan pula bahwa timbul dantumbuhnya kreativitas serta berkembangnya suatu kreasiyang diciptakan oleh individu tidak luput dari pengaruhmasyarakat di mana individu itu hidup dan bekerja. Jugaditegaskan bahwa dalam kreativitas mempunyai hubungandengan adanya perkembangan teknologi: teknologi dapatmembatasi atau meluaskan kreativitas.43

E. Metode Pelacakan

Penggunaan data kualitatif menjadi konsentrasi utamapenelitian untuk penulisan buku ini. Pertti Alasuutari dalam

Page 27: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

22 Teroka Tari Gaya Surakarta

salah satu bukunya yang berjudul ’Researching Culture: Quali-tative Method and Cultural Studies’ menyatakan bahwa,penelitian yang mengandalkan data kualitatif untukmenyelidiki data sebanyak mungkin dengan pertanyaan-pertanyaan ’mengapa’ dan ’bagaimana’ dalam mengungkapmisteri yang berada di belakang data kualitatif.44 Penelitianini dirancang dengan menggunakan asumsi-asumsipenelitian kualitatif yang multi disiplin, bertolak dari ilmu-ilmu sejarah, sosial, dan koreografi. Penggalian data awaldilakukan dari hasil-hasil penelitian yang sudah pernahdilakukan termasuk pustaka-pustaka lainnya. Kajian-kajianitu memberikan inspirasi untuk menelusuri permasalahanyang telah diajukan di depan. Untuk mempertajam aktualitasdata maka ditindaklanjuti dengan memasuki wilayahdinamika pemikiran baru dalam perkembangan tari Jawagaya Surakarta. Guna mempertajam pemahaman dilakukanstudi sejarah lokal yang berkaitan dengan berbagai bentukinteraksi sosial budaya terutama terhadap persoalandinamika pemikiran baru dalam perkembangan tari Jawagaya Surakarta.

Seluruh data dikumpulkan selain melalui studikepustakaan juga melalui studi lapangan yang dilakukanpada tahun 2008 sampai 2010. Data kepustakaan difokuskanpada sumber-sumber yang relevan dengan topik. Termasukdi dalamnya literatur mengenai konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan objek penelitian gunadijadikan landasan untuk menganalisis data penelitian. Datayang dijaring berupa data kebahasaan dan data tindakan.Data kebahasaan digunakan untuk menelusuri pemahamanterhadap pandangan-pandangan tradisi dan modern terhadapperkembangan tari dekade 1940–2000. Penjaringan datanyadilakukan melalui riset pustaka dan wawancara.

Riset pustaka berupa studi mengenai dokumen-dokumen yang menginformasikan sejumlah keterangan yangberkenaan dengan situasi dan gejala dinamika tradisi-mod-ern di dalam tari Jawa gaya Surakarta. Riset pustakadilakukan antara lain di perpustakaan Radya PustakaMangkunegaran, Perpustakaan Reksa Pustaka, termasukpusat-pusat penjualan buku bekas seperti di Manahan, Alun-alun Utara, dan lain-lain.

Page 28: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

23Silvester Pamardi

Adapun wawancara dilakukan langsung dengan parapelaku, pemerhati dan budayawan pada umumnya yangmengalami peristiwa-peristiwa kesenian terkait denganadanya perubahan-perubahan tari gaya Surakarta sepertiSentot penari Sardono W. Kusuma, Purwani yang aktif didalam kelompok YASBI, termasuk para aktivis PKJT dan lain-lain. Untuk menelusuri tindakan-tindakan yangmencerminkan sikap budaya saat itu, juga dilakukan denganwawancara dengan para budayawan terkait. Di samping itupenulis juga melakukan observasi partisipan, dan penulissendiri yang dalam kajian ini termasuk pelaku dan terlibatlangsung dalam proses-proses perubahan Tari GayaSurakarta.

Untuk penguatan dan mengkritisi hasil kajian,dilakukan pula studi terhadap kendala kultural bagi seorangpengembang tari dalam memperjuangkan tindakan tarinya,penjaringan datanya dilakukan melalui studi kepustakaan,dokumentasi dan wawancara yang mendalam.

Pengamatan dan wawancara dilakukan dengan caramengunjungi tempat-tempat terkait yaitu Taman BudayaSurakarta, Institut Seni Indonesia Surakarta, SekolahMenengah Kejuruan Negeri 8 Surakarta, Studio Sono SeniKemlayan, sanggar-sanggar tari dan tempat-tempat kegiatantari di masyarakat pada umumnya. Dalam pengamatantersebut peneliti berupaya memahami dan menggali datamelalui wawancara tentang bagaimana proses pengajaran,latihan dan pementasan berlangsung. Aktivitas sepertihalnya seminar, diskusi, pembimbingan karya, pembuatankarya termasuk menjadi bagian kerja penelitian secara tidaklangsung. Untuk mendukung pengamatan, penulis jugamelakukan perekaman terhadap peristiwa-peristiwa terpilihmenggunakan teknologi audio-visual, kamera video, kamerafoto, tape reccorder dan lain-lain. Perekaman peristiwa initerutama untuk mencermati kembali dinamika pemikiranbaru yang masih berkembang, sekaligus untuk bahan revisi.

Analisis data pada tingkat makro diarahkan pada pola-pola pemahaman dan interaksi sosial di lingkunganmasyarakat seni pertunjukan tari Jawa gaya Surakarta.Termasuk juga terhadap lingkungan ilmiah dan budaya

Page 29: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

24 Teroka Tari Gaya Surakarta

seperti halnya dalam forum seminar, diskusi, simposium,bedah buku dan lain-lain. Unit analisis pada tingkat mikrodifokuskan pada dinamika pemikiran baru pengembangantari dalam masyarakat seni pertunjukan tari Jawa gayaSurakarta. Selanjutnya menghubungkan kontinum aspekmakroskopis dengan mikroskopis yaitu pandangan dunia taridalam menanggapi dan menerima aksi individu terhadapupaya-upaya pembaharuan dan pelestarian tari dilakukandengan menggunakan analisis sosial.

Mengenai hubungan antara aspek makroskopis danmikroskopis tersebut Ritzer45 menegaskan bahwa hubungantersebut terbagi ke dalam hubungan empat tingkat realitassosial sebagai berikut.1. Makro-objektif, contohnya norma hukum, bahasa dan

birokrasi.2. Makro-subjektif, contohnya termasuk norma-norma, nilai-

nilai dan kultur.3. Mikro-objektif, contohnya berbagai bentuk interaksi sosial

seperti konflik, kerja sama dan pertukaran.4. Mikro-subjektif contohnya proses berpikir dan konstruksi

sosial realitas.

Berbagai tingkat realitas sosial tersebut selanjutnyadiperlakukan secara integratif. Artinya, setiap persoalankhusus yang dikaji diselidiki dari sudut pandang yangterpadu. Dalam implementasinya, persoalan Makro-objektif,mengkaji peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam lembagaformal seperti PKJT, ASKI, KOKAR, HBS dan lain-lain. Padapersoalan Makro-subjektif, mengkaji peristiwa-peristiwa yangterjadi di lingkungan sumber budaya terkait denganpersoalan adat-istiadat dan tradisi Tari Gaya Surakarta.Persoalan Mikro-objektif, mengkaji berbagai bentuk interaksisosial seperti konflik, kerja sama dan pertukaran pandangan.Terakhir persoalan Mikro-subjektif, mengkaji proses berpikirdan konstruksi sosial terkait dengan realitas peristiwanya.

Data-data yang berhasil dikumpulkandiinterpretasikan dan dipilah-pilahkan menurut sifatdatanya, apakah sebagai fakta sikap, fakta pemikiran, fakta

Page 30: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

25Silvester Pamardi

teknik, fakta bentuk, termasuk di dalamnya fakta psikologis.Fakta bentuk dan fakta teknik dianalisis denganmenggunakan notasi Laban. Sampai saat ini notasi Labandapat dipandang sebagai cara terbaik untuk mendeskripsikanbentuk dan teknik gerak terutama menyangkut gerakberpindah arah (locomotion), gerak murni (pure movement),gerak maknawi (gesture).46

Proses-proses analisis dan interpretasi data dalampenerapannya dilakukan dengan menggunakan model siklus,yaitu sebagai perwujudan makna yang saling terkait menjadisebab akibat dalam suatu perputaran perubahan. Dengandemikian, analisis data mencerminkan dinamika pemikiranbaru dalam perkembangan tari gaya Surakartadi di luarkeraton. Selanjutnya, bagaimana sumber-sumber itu secarakompleks membentuk suatu entitas nilai sehingga terbukaakses pembaharuan tari gaya Surakarta dalam dunia senipertunjukan.

Page 31: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

26 Teroka Tari Gaya Surakarta

1Santosa SP, Mewarisi dan Memperbarui Warisan Budaya Nasional,(Jakarta : Depdikbud, 1980), 27

2Van Peursen, Strategi Kebudayaan, (Yogyakarta : Kanisius,1976), 273 Santosa SP, Mewarisi dan Memperbarui Warisan Budaya Nasional,

(Jakarta : Depdikbud, 1980), 33.4 Dalam Pamardi, “Tari Gaya Surakarta, Dari Keraton Menuju Keluar

Tembok,” makalah untuk naskah jurnal Intercultural Studies St. Andrew’sUniversity, Osaka Japan 2001), 2

5 Wisadirana, Sosiologi Pedesaan, Kajian Kultural dan StrukturalMasyarakat Pedesaan, (Malang : UMM Press, 2005), 68-69.

6 Herbert Read, Seni : Arti dan Problematikanya, (terj. Soedarso SP)(Yogyakarta : Duta Waccana University Press, 2000), 4.

7 Soedarsono [R.M. Soedarsono], Djawa dan Bali : Dua PusatPerkembangan Drama Tari tradisional di Indonesia, (Yogyakarta : Gajah MadaUniversity Press, 1972), 58.

8 Sri Rochana W. dan Wahyu Santoso Prabowo, dalam StandardKompetensi Tari Yogyakarta, Surakarta, Bali (Bandung : LPPM-ITB, 2002), 21.

9Nursyahid, “Melacak Identitas Budaya Surakarta” (Surakarta : Bulle-tin ASKI,No.41/XII. 1987), 8

10 Budi Santosa, wawancara, Solo, 11 November 201111 Budi Santosa, wawancara, Solo, 11 November 2011.12 Sastra Kartika, Kridwayangga Pakem Beksa (Surakarta,Toko Buku

Trimurti, 1925).13 Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan (Jakarta : Sinar Harapan.

1991), 4, 187.14Nursyahid, “Melacak Identitas Budaya Surakarta” (Surakarta: Bul-

letin ASKI,No.41/XII. 1987), 815Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama: 1974), 138.16 George D. Larson, Masa menjelang Revolusi Keraton dan Kehidupan

Politik di Surakarta 1912 –1942. Terj. A.B. Lapian, (Yogyakarta: UniversityPress. 1990), 277

17 Djoko Tutuko, “Dharmaning Siwi, Dharma Bakti Seorang AnakKepada Leluhurnya, (Surakarta: Naskah Karya Tari , 2003), 7.

18Rustopo, “Gendhon Humardani (1923-1983): Arsitek dan PelaksanaPembangunan Kehidupan Seni tradisi Jawa yang Modern Mengindonesia,suatu Biografi.” (Tesis S2 Program Studi Sejarah Fakultas Pasca SarjanaUniversitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 1990), 232. Lihat juga dalam S.Pamardi, “Peranan S. Maridi Dalam Perkembangan tari Jawa gaya Surakarta,Sebuah Biografi” (Tesis S-2 Program Studi Pengkajian Seni PertunjukanDan Seni Rupa Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta,2000), 91-92.

19Silvester Pamardi, “Peranan S. Maridi dalam Perkembangan Tari gayaSurakarta, sebuah Biografi”, (Yogyakarta: Tesis Program Pasca-Sarjana

CATATAN AKHIR:

Page 32: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

27Silvester Pamardi

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 2000), 92.20Menurut Prof Fukami, pada masa itu, di Jepang sendiri, ada gerakan

masyarakat menyumbangkan barang-barang yang terbuat dari besi untukdijadikan peluru dalam rangka perang. Sehubungan dengan itu sangatdimungkinkan perampasan gamelan besi di sini juga untuk memenuhipersenjataan pula (dalam forum seminar di St. Andrew’s University Japantgl 31 Oktober 2001).

21Wawancaradengan S. Ngaliman 24 Nopember 1996, S. Maridi tanggal27 Desember 1998.

22Menurut R.M. Soedarsono, istilah PY pertama kali dimunculkan olehBagong Kussudiardjo ketika dalam kegiatan Pusat Olah Tari (POT) yangdiikuti oleh seniman dari Surakarta dan Yogyakarta. Di POT inilahdimungkinkan Joko Suharjo mendapatkan istilah itu (wawancara, 21Februari 2010).

23Djatikoesoemo. “Beberapa Catatan tentang Sendratari Ramayana,”surat masukan untuk Badan Penyelenggara Balet Ramayana. 1962, 3.

24Rustopo. “Gendhon Humardani (1923-1983) : Arsitek dan PelaksanaPembangunan Kehidupan Seni tradisi Jawa yang Modern Mengindonesia,suatu Biografi” (Tesis S2 Program Studi Sejarah Fakultas PascasarjanaUniversitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 1990), 392 – 393.

25Yulianti L. Parani, “Masalah-masalah Pembinaan Tari “, dalam EdiSedyawati, ed. Tari ; Tinjauan dari Berbagai Segi(Jakarta: Pustaka Jaya. 1984),55.

26Termasuk dalam emblimic style atau gaya emblim sebagaimanadisampaikan Sumaryono; Gaya emblim digunakan dan diungkapkan sebagaisuatu bentuk kesadaran, sebagai suatu kelompok yang merasa memilikiidentitas yang sama dan dimiliki oleh kelompoknya. Dalam Sumaryono,“Gaya dalam Seni Tari,” Jurnal Panggung, Nomor XXXV Th. 2005 : 6.

27 Diketahui bahwa Gendhon Humardani yang menjadi pilot utamadalam kegiatan tari ASKI-PKJT, sangat apresiatif terhadap GeorgeBalanchine. Mengenai hubungan antara Humardani dan Balanchine inipertama kali diungkapkan oleh Soedarsono (R.M. Soedarsono, Wawancara21 Februari 2010 dan R.M. Pramutomo 23 Februari 2010).

28 S. Pamardi, “Gendhon Humardhani & George Balanchine DalamPerjalanan Pulang” (Yogyakarta : Majalah Gong no. 1003/IX/2008), 39

29Rustopo, “Gendhon Humardani (1923-1983) Arsitek dan PelaksanaPembangunan Kehidupan Seni Tradisi Jawa yang Modern mengindonesiaSuatu Biografi” (Yogyakarta: Tesis Program Studi Sejarah Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, 1990),82.

30Wahyu Santosa Prabawa. “Perkembangan Tari Gagah Dewasa Ini”(Surakarta :Bulletin ASKI No. 21-V-1982), 17

31Philip Yampolsky, Perjalanan Kesenian Indonesia sejak Kemerdekaan :Perubahan dalam Pelaksanaan Isi dan Profesi, (Jakarta : PT Equinox Publish-ing Indonesia, 2006), 170.

32 Silvester Pamardi, “Peranan S. Maridi dalam Perkembangan TariGaya Surakarta, sebuah Biografi”, Yogyakarta : Tesis Program Pasca-SarjanaUGM, 2000

Page 33: Teroka Tari Gaya Surakarta - repository.isi-ska.ac.idrepository.isi-ska.ac.id/2536/1/BUKU TEROKA TARI GAYA SURAKARTA.pdf · Bentuk dan konsep tari gaya Surakarta pada awalnya sangat

28 Teroka Tari Gaya Surakarta

33R.M. Soedarsono. “Penegakan Etnokoreologi sebagai sebuahDisiplin.” Makalah Simposium Etnokoreologi Nusantara yangdiselenggarakan ISI Surakarta, 3-6. Lihat juga dalam R.M. Pramutomo ed.Etnokoreologi Nusantara(batasan kajian, sistematika, dan aplikasi keilmuannya)(Surakarta : ISI Press, 2007), 1-13.

34R.M. Pramutomo. “ Etnokoreologi.” (Yogyakarta : Majalah Gong edisi40/2002), 13.

35 Rustopo dalam Waridi (ed). Menimbang Pendekatan Pengkajian danPenciptaan Musik Nusantara (Surakarta: Jurusan Karawitan bkjs PPS danSTSI Press, 2005), 49.

36Sartono Kartodirjo. Pendekatan Ilmu Sosial dalam MetodologiSejarah (Jakarta: Gramedia, 1992), 47-49.

37Kartodirjo, 1992, 52.38 Periksa Robert F. Berkhofer, Jr. A Behavioral Aprroach to Historical

Analysis (Toronto:Collier-Macmillan Canada Ltd, 1971), 34.39 Berkhofer, 1971. 69.40 C.Robert & Solomon Higgins, Kathleen M. Sejarah Filsafat

(Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya, 2002),565.41Sartono Kartodirdjo. Pemikiran dan Perkembangan Historigrafi Indone-

sia Suatu Alternatif (Jakarta : Gramedia. 1982), 219.42Toeti Heraty Noerhadi, ‘Kreativitas : Suatu Tinjauan Filsafat’ dalam

S.C. Utami Munandar. Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi mewujudkanPotensi Kreatif dan Bakat(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), 185-86.

43Sapardi Yosodipuro, “Kabudayan Jawi Hasumber Saking KaratonSurokarto,” (Manuskrip Rekso Pustoko : H.380, 1982), 1

44 Abdullan Ciptoprawiro, Filsafat Jawa, (Semarang. Balai Pustaka,1992), 15.

45Sapardi Yosodipuro, “Kabudayan Jawi Hasumber Saking KaratonSurokarto,” (Manuskrip Rekso Pustoko : H.380, 1982), 1

46Dari kata ayom menjadi ngayom artinya minta supaya ditolong dandilindungi. Pangayoman artinya orang dan lain sebagainya yang dapatmemberikan pertolongan dan perlindungan. (Kamus Basa Jawa, BausastraJawa, Yogyakarta : Kanisius, 2001), 35.