termodinamika kimia
DESCRIPTION
menjelaskan tentang hukum hukum termodinamikaTRANSCRIPT
i
S u d a r l i n
Editor: Liana Aisyah
Didik Krisdiyanto
Termodinamika Kimia
�Penerbit Buku
ii
ii Termodinamika Kimia
TERMODINAMIKA
KIMIA
SUDARLIN
�Penerbit Buku
iii
iii
TERMODINAMIKA KIMIA
Penyusun : Sudarlin
Editor : Liana Aisyah, Didik Krisdiyanto
Edisi : Pertama
Cetakan : Pertama
Hak Cipta © 2011 pada penulis,
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
sebagian isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis,
termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan tekanik perekam lainnya, tanpa
izin tertulis dari penerbit.
�Penerbit Buku
Sudarlin,
TERMODINAMIKA KIMIA/Sudarlin
edisi pertama – Yogyakarta: Penerbit Buku, 2011
cetakan pertama, ix + 190 hal, 14.8 x 21 cm.
ISBN: XXXX-XXX-XXXX-XX-X
Kimia Judul
Penerbit Buku Alamat : .............. ..............
Telp : .............. ..............
Web : .............. ..............
Email : .............. ..............
iv
iv Termodinamika Kimia
KATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTAR
Reaksi kimia merupakan proses yang selalu melibatkan
energi, baik membutuhkan atau melepaskan energi. Bidang ilmu
kimia yang mempelajari konsep ini secara teoritikal dan
eksprimental disebut termodinamika kimia. Konsep ini sangat
penting bagi seorang kimiawan untuk mempelajari dan
mengeksplorasi suatu reaksi kimia. Namun, keterbatasan sumber
belajar telah mempersulitkan banyak kimiawan, baik mahasiswa,
guru, dosen, atau peneliti untuk memahami konsep ilmu ini.
Buku ini diharapakan membantu mengatasi keterbatan
sumber belajar tersebut. Penjelasan yang digunakan pada buku
sangat terstruktur dengan bahasa yang mudah dipahami. Bab
pertama berisi penjelasan mengenai konsep-konsep dasar
termodinamika dilanjutkan dengan penjelasan sistem kimia yang
sering dipelajari secara termodinamika pada bab kedua.
Konsep inti termodinamika meliputi kesetimbangan termal,
kesetimbangan kimia, dan kesetimbangan fasa sebagai aplikasi dari
hukum pertama, kedua, dan ketiga termodinamika dijelaskan
secara berurutan pada bab tiga hingga bab tujuh. Penjelasan
tersebut disertai contoh dan penyelesaian soal serta kaidah
matematika praktis yang ditampilkan secara pragmatis pada
bagian-bagian tertentu untuk memudahkan pemahaman.
Mudah-mudahan buku ini memberikan manfaat
sebagaimana yang diharapkan dan terima kasih yang sebesar-
v
v
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Saran
dan kritik yang konstruktif tetap kami harapkan demi
penyempurnaan buku ini pada edisi selanjutnya.
Yogyakarta, Desember 2011
Penyusun
vi
vi Termodinamika Kimia
DAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................. iv
DAFTAR ISI .......................................................................... vi
KONSEP-KONSEP DASAR .................................................... 1
A. Energetika reaksi kimia .............................................. 1
B. Sistem dan lingkungan ............................................... 3
C. Persamaan keadaan ................................................... 6
D. Fungsi keadaan dan fungsi jalan ................................ 7
E. Proses perubahan keadaan ........................................ 7
F. Kajian termodinamika kimia....................................... 8
G. Fasa zat sistem kimia/fisika........................................ 9
PERSAMAAN KEADAAN GAS............................................... 12
A. Hukum-hukum gas ..................................................... 12
B. Gas ideal ..................................................................... 22
C. Gas real....................................................................... 24
D. Isotherm gas dan titik kritis........................................ 36
E. Asas keadaan yang bersesuaian ................................. 40
F. Campuran gas ............................................................. 41
vii
vii
KESETIMBANGAN TERMAL DAN HUKUM PERTAMA
TERMODINAMIKA............................................................... 47
A. Kalor sebagai bentuk energi....................................... 47
B. Kerja............................................................................ 49
C. Energi dalam dan perubahannya ............................... 56
TERMOKIMIA ...................................................................... 74
A. Persamaan termokimia .............................................. 74
B. Jenis-jenis perubahan entalpi..................................... 75
C. Penentuan perubahan entalpi (∆H) ........................... 79
HUKUM KEDUA DAN KETIGA TERMODINAMIKA................ 88
A. Hukum kedua termodinamika.................................... 88
B. Entropi ........................................................................ 90
C. Efisiensi proses termal dan siklus Carnot................... 92
D. Fungsi Helmholtz dan fungsi Gibbs ............................ 95
E. Gabungan hukum pertama dan kedua termodinamika 99
F. Hubungan Maxwell..................................................... 101
G. Persamaan fundamental bentuk integral dan persamaan
Gibbs-Duheim................................................................. 103
H. Merancang fungsi termodinamika secara matematis 105
I. Hukum ketiga termodinamika..................................... 106
KESETIMBANGAN KIMIA..................................................... 111
A. Syarat kesetimbangan kimia ...................................... 111
B. Kesetimbangan homogen........................................... 112
C. Kesetimbangan Heterogen......................................... 116
D. Respon Kesetimbangan terhadap Berbagai Kondisi .. 118
KESETIMBANGAN FASA ...................................................... 127
A. Fasa dan Transisi Fasa ................................................ 127
B. Jumlah fasa dan komponen dalam campuran ........... 128
C. Sistem Satu Komponen .............................................. 131
D. Sistem Dua Komponen............................................... 142
viii
viii Termodinamika Kimia
APENDIKS............................................................................ 162
Apendiks A: Simbol Termodinamika Kimia..................... 162
Apendiks B: Faktor Konversi........................................... 164
Apendiks C: Tabel dan Data............................................ 166
INDEKS ................................................................................ 184
DAFTAR PUSTAKA............................................................... 188
ix
ix
1
KONSEPKONSEPKONSEPKONSEP----KONSEP KONSEP KONSEP KONSEP
DASARDASARDASARDASAR
A. Energetika reaksi kimia
Reaksi kimia sebagai proses yang melibatkan penataan
elektron, pemutusan, dan atau pembentukan ikatan antar atom
selalu membutuhkan atau melepaskan energi. Energi dibutuhkan
jika reaksi kimia melibatkan proses eksitasi elektron atau
pembentukan ikatan baru, sebaliknya energi dilepaskan jika reaksi
kimia melibatkan proses emisi elektron atau pemutusan ikatan
antar atom.
Kuantitas dan kualitas energi yang terlibat pada reaksi
kimia tersebut dapat dipelajari secara mikroskopik dan
makroskopik. Ilmu kimia yang mempelajarinya secara mikroskopik
adalah termodinamika statistik dan secara makroskopik adalah
termodinamika kimia. Termodinamika statistik menggunakan
pendekatan teoritis, yakni berdasarkan energi internal masing-
masing partikel. Energi internal tersebut meliputi energi elektron,
energi inti atom, dan energi gerak vibrasi, rotasi, serta translasi
partikel. Masing-masing energi internal ini dapat dihitung secara
kuantum sehingga tidak membutuhkan besaran termodinamika
2
2 Termodinamika Kimia
lainnya. Sebaliknya, termodinamika kimia menggunakan
pendekatan empiris dimana energi molekul dihitung berdasarkan
perubahan besaran termodinamika lainnya.
Besaran termodinamika tersebut meliputi temperatur,
tekanan, dan volume. Jika energi molekul berubah, maka
perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan
temperatur, tekanan, atau volume di sekitar molekul. Perubahan-
perubahan tersebut diamati dan diukur secara kuantitatif untuk
menentukan energi molekul. Oleh karena itu, termodinamika kimia
merupakan cabang ilmu kimia yang meliputi pengamatan dan
pengukuran besaran-besaran termodinamika.
suplemensuplemensuplemensuplemen Tekanan (p) Tekanan adalah gaya per satuan luas. Makin besar gaya yang bekerja pada permukaan tertentu, makin besar tekanannya. Satuan SI tekanan adalah pascal (Pa) yang dinyatakan sebagai 1 Newton per meter persegi. 1 Pa = 1 Nm-2 Beberapa satuan lain untuk tekanan adalah bar, atm, Torr, dan mmHg, dimana: 1 atm = 101325 Pa = 1.01325 bar = 760 Torr = 760 mmHg. Temperatur (T) Temperatur atau temperatur adalah derajat panas suatu sistem. Sistem yang terasa panas memiliki temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya, sistem yang terasa dingin memiliki temperatur yang lebih rendah. Semakin dingin suatu sistem, semakin rendah temperaturnya. Sebaliknya, semakin panas suatu sistem ,semakin tinggi temperaturnya. Temperatur dapat dinyatakan dalam satuan 0C (Celcius), 0R (Reamur), 0F (Fahrenheit) atau K (Kelvin). Akan tetapi satuan K sebagai satuan SI lebih sering digunakan dalam analisis termodinamika, dimana: x 0C = x + 273.15 K Volume (V) Volume adalah ukuran ruang 3 dimensi (panjang, lebar,dan tinggi) yang
3
3 DAFTAR ISI
ditempati suatu sistem. Volume dapat dinyatakan dalam satuan kubik (cm3, dm3 ,m3 dan seterusnya) sebagai satuan SI atau dalam satuan lain, seperti L (liter), cc (centimetercubic), dan lain-lain. 1000 cm3 = 1000 cc = 1 dm3 = 1 L = 0.001 m3 Jumlah partikel (n) Jumlah partikel zat dalam suatu sistem dapat dinyatakan dalam satuan mol, dimana 1 mol zat mengandung 6.02 x 1023 partikel. Bilangan ini disebut bingan Avogadro dengan lambang N.
B. Sistem dan lingkungan
Proses kimia sebagaimana telah disebutkan di atas,
demikian pula proses fisika selalu melibatkan materi dan terjadi
dalam ruang tertentu, misal zat-zat kimia yang direaksi dalam
dalam erlenmeyer, es yang dilelehkan dengan air dalam sebuah
gelas, kayu yang dibakar dengan oksigen dalam ruang terbuka, atau
gas yang dimasukkan ke dalam balon. Materi yang terlibat dan
ruang tempat terjadinya beberapa proses tersebut adalah sistem
termodinamika. Sistem tersebut dikelilingi oleh lingkungan yang
tidak terlibat secara langsung tapi mempengaruhi proses
perubahan. Pemisah antara sistem dan lingkungan termodinamika
disebut batas sistem, seperti terlihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1. Sistem dan lingkungan yang dibatasi oleh batas sistem
Batas antara sistem dan lingkungan dapat bersifat nyata
seperti gas dalam balon atau imajiner seperti air dan es dalam
gelas. Es yang kita masukkan dalam air dapat dianggap sebagai
4
4 Termodinamika Kimia
sistem dan airnya sebagai lingkungan. Namun pada kajian tertentu,
air dan es dapat dianggap sebagai sistem, gelas sebagai batas, dan
udara di sekitarnya sebagai lingkungan.
Penentuan batas antara sistem dan lingkungan dipengaruhi
pula oleh interaksi antara keduanya. Jenis sistem berdasarkan
interkasinya dibagi menjadi tiga:
1. Jika air dan es tersebut ditempatkan pada gelas terbuka
sehingga air dan es yang awalnya terasa dingin akan menjadi
hangat akibat terjadinya pertukaran panas dengan udara
disekitanya dan setelah beberapa saat sejumlah molekul air
yang menguap dapat bercampur dengan udara disekitanya,
maka sistem ini disebut sistem terbuka.
2. Jika air dan es tersebut ditempatkan pada gelas tertutup,
sehingga yang terjadi hanya pertukaran panas dan tidak
disertai pertukaran molekul air (molekul air yang menguap
tidak dapat keluar dari sistem, maka sistem ini disebut sistem
tertutup.
3. Jika air dan es tersebut ditempatkan pada gelas yang dilengkapi
penyekat udara, seperti termos, sehingga baik panas maupun
molekul air tidak dapat berpindah, maka sistem ini disebut
sistem terisolasi.
Gambaran dan penjelasan mengenai sifat pertukaran materi
dan energi ketiga sistem tersebut dapat dilihat pada gambar 1.2
dan tabel 1.1.
Gambar 1.2. Tiga jenis sistem dalam termodinamika
5
5 DAFTAR ISI
Tabel 2.1. Jenis sistem berdasarkan interaksinya
Ada Pertukaran No Nama Sistem
Panas/Energi Materi
1. Sistem terbuka Ya Ya
2. Sistem tertutup Ya Tidak
3. Sistem terisolasi Tidak Tidak
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Reaksi-reaksi kimia berikut terjadi pada sistem tertentu.
Jelaskan sistem yang memungkinkan proses tersebut terjadi!
a. Kebakaran hutan
b. Senyawa organik yang direfluks dengan pendingin bola
Jawab:
a. Reaksi pembakaran hanya dapat terjadi jika tersedia O2.
Selama reaksi terjadi, O2 dari udara akan terus digunakan
untuk bereaksi dengan senyawa organik yang terbakar,
sehingga terjadi aliran materi dan tentunya juga panas. Oleh
karena itu, proses ini terjadi pada sistem terbuka.
b. Selama proses refluks panas yang diberikan menyebabkan
senyawa kimia yang direfluks dan pelarutnya akan menguap.
Uap yang dihasilkan akan terkondensasi oleh pendingin bola,
sehingga tetesannya akan kembali bercampu, sehingga tidak
terjadi aliran materi. Oleh karena itu, proses ini terjadi pada
sistem tertutup.
LatihaLatihaLatihaLatihan Soaln Soaln Soaln Soal
Tuliskan beberapa contoh proses kimia dan fisika yang terjadi
dalam sistem terbuka, tertutup, dan terisolasi!
6
6 Termodinamika Kimia
C. Persamaan keadaan
Perubahan keadaan sistem sebagaimana disebutkan di atas
dapat diamati dan diukur berdasarkan variabel-variabel tertentu.
Variabel-variabel tersebut dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Variabel intensif adalah variabel yang nilainya tidak tergantung
pada ukuran/luas sistem, contoh tekanan (p), temperatur (T),
besaran-besaran molar, potensial kimia, densitas, dan lain
sebagainya.
2. Variabel ekstensif adalah variabel yang nilainya tergantung
pada ukuran/luas sistem, contoh volume (V), massa (m), jumlah
mol (n), panjang (l), dan lain sebagainya.
Hubungan antara variabel-variabel tersebut dinyatakan
sebagai persamaan keadaan. Contoh persamaan keadaan adalah
persamaan keadaan gas ideal ( pV = nRT), persamaan van der
Waals, dan lain-lain. Persamaan-persamaan tersebut diturunkan
berdasarkan eksprimen-eksprimen terhadap masing-masing
variabel.
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Sifat intensif dapat diformulasikan dari beberapa sifat ekstensif.
Jelaskan pernyataan tersebut dan berikan contoh!
Jawab: Sifat intensif dapat diformulasikan dari beberapa sifat
ekstensif. Contoh yang sederhana adalah perbandingan antara
massa dan volume yang keduanya merupakan sifat ekstensif
menghasilkan sifat intensif yang disebut massa jenis dan tidak
tergantung pada jumlah/ukuran sampel. Contoh yang lain adalah
molaritas sebagai perbandingan antara mol dan volume atau
potensil kimia sebagai perbandingan antara energi bebas Gibbs dan
mol.
7
7 DAFTAR ISI
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Jelaskan dan berikan contoh secara eksprimen bahwa:
a. Volume adalah variabel ekstensif
b. Temperatur adalah variabel intensif
D. Fungsi keadaan dan fungsi jalan
Perubahan variabel-variabel intensif/ekstensif dalam suatu
sistem kimia/fisika melibatkan energi tertentu yaitu kerja (w) dan
atau kalor (q). Suatu sistem tidak akan berubah jika tidak
melibatkan kerja atau kalor atau suatu sistem yang tidak berubah
dikatakan tidak memiliki kerja atau kalor. Oleh karena itu kerja dan
kalor dipengaruhi oleh proses perubahan sistem, sehingga kerja
dan kalor disebut fungsi jalan.
Selain itu, perubahan variabel-variabel intensif/ekstensif
tersebut akan menyebabkan perubahan energi tertentu dalam
sistem, yaitu energi dalam (U), entalpi (H), entropi (S), energi bebas
Gibbs (G), dan atau energi bebas Helmholtz (A). Kelompok energi ini
tidak dapat diukur secara langsung, tapi hanya dapat diketahui
besar perubahannya (∆U, ∆H, ∆S, ∆G, atau ∆Anya) berdasarkan
keadaan awal dan akhir sistem sehingga kelompok energi ini
disebut fungsi keadaan atau fungsi termodinamika.
E. Proses perubahan keadaan
Proses perubahan keadaan adalah cara suatu sistem
berubah dari satu keadaan ke keadaan lain. Proses tersebut dapat
dikelompok menjadi dua jenis, yaitu proses reversibel dan proses
irreversibel. Proses reversibel adalah proses yang berlangsung
sangat lambat, sehingga setiap saat sistem selalu berada dalam
keadaan kesetimbangan (quasy-static = seolah-olah statis). Contoh:
H2O (l, 1000C, 1 atm) H2O (g, 100
0C, 1 atm)
Reaksi ini memperlihatkan air dari fasa cair berubah menjadi air
fasa gas kemudian balik lagi dari air fasa gas menjadi air fasa cair
8
8 Termodinamika Kimia
pada tekanan dan temperatur yang sama. Proses reversibel dapat
terjadi pada temperatur tetap (isotermal), tekanan tetap (isobar),
volume tetap (isokhorik), entropi tetap (isotrop), dan tidak ada
pertukaran panas antara sistem dan lingkungan (adiabatik).
Proses reversibel sangat jarang terjadi, sebaliknya proses
irreversibel adalah proses yang banyak terjadi di alam sekitar.
Proses irreversibel adalah proses yang tidak memenuhi syarat
reversibel.
F. Kajian termodinamika kimia
Pada saat tertentu, proses perubahan suatu sistem kimia
atau fisika akan mencapai keadaan statis, dimana perubahan total
keadaan sistem sama dengan nol. Kondisi ini terjadi jika telah
tercapai kesetimbangan termodinamika baik antara sistem dengan
sistem atau sistem dengan lingkungan. Jenis kesetimbangan
termodinamika yang dipelajari pada proses kimia adalah sebagai
berikut:
1. Kesetimbangan termal yang terjadi jika temperatur sama pada
setiap titik.
2. Kesetimbangan kimia yang terjadi jika reaksi kimia dari reaktan
ke produk atau sebaliknya berlangsung dengan laju yang sama.
3. Kesetimbangan fasa yang terjadi jika perubahan antar fasa
berlangsung dengan laju dan jumlah materi yang yang sama.
Tiga kategori kesetimbangan termodinamika di atas
merupakan objek kajian termodinamika kimia yang dipelajari
berdasarkan hukum-hukum termodinamika. Hukum pertama
termodinamika berkaitan dengan kesetimbagan termal, sedangkan
hukum kedua dan ketiga termodinamika berkaitan dengan
kesetimbangan kimia dan kesetimbangan fasa. Ketiga hukum
termodinamika ini membantu kimiawan untuk:
1. Menentukan kondisi dimana reaksi kimia memungkinkan
terjadi.
9
9 DAFTAR ISI
2. Mengatur dan menvariasikan besaran termodinamika sehingga
diperoleh hasil reaksi yang diinginkan.
3. Memaksimalkan reaksi yang diinginkan atau menghambat
reaksi yang tidak diinginkan jika reaksi kimia meliputi beberapa
jalan.
4. Menentukan kondisi stabil reaktan dan produk yang terlibat
dalam reaksi kimia.
G. Fasa zat sistem kimia/fisika
Materi sebagai objek kajian termodinamika dikelompokkan
ke dalam 3 jenis fasa. Masing-masing fasa tersebut memiliki
pengaruh dan respon yang berbeda terhadap besaran
termodinamika. Ketiga jenis fasa tersebut adalah sebagai berikut:
1. Padat
Gaya tarik antar partikel penyusun zat padat sangat kuat
sehingga partikel-partikel tersebut hanya bergetar pada posisi yang
sama dan tetap berada dalam satu kesatuan. Jarak antar partikel
yang satu dengan partikel yang lain sangat rapat, sehingga rapatan
atau densitasnya sangat besar. Sifat-sifat tersebut menyebabkan
zat padat tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan variable-
variabel sistem seperti perubahan temperatur atau tekanan.
2. Cair
Gaya tarik antar partikel penyusun zat cair kurang kuat
sehingga partikel-pertikel tersebut bisa bergerak bebas dan
tumpang tindih dengan partikel-partikel yang lain. Sifat-sifat
tersebut menyebabkan bentuk zat cair, seperti air, minyak tanah,
bensin, dan lain-lain bisa mengalir dan berubah-ubah sesuai dengan
wadah yang ditempatinya. Akan tetapi, gaya tarik antar partikelnya
masih relatif kuat untuk menahan partikel-partikel tersebut tetap
dalam satu kesatuan, sehingga meskipun bentuknya dapat
berubah-ubah, pada tekanan dan temperatur yang sama volume
zat cair tetap tidak berubah.
10
10 Termodinamika Kimia
3. Gas
Gas adalah fasa zat yang berbeda dengan dua jenis fasa
sebelumnya. Gaya tarik antar pertikelnya sangat lemah sehingga
jarak antar partikelnya berjauhan, densitasnya sangat kecil, dan
menyebabkan partikel-partikel tersebut dapat bergerak bebas.
Perilaku ini menyebabkan gas memiliki sifat unik yang mudah
diamati, antara lain:
a. Volume dan bentuk sistemnya sesuai wadah.
b. Gerak partikelnya cepat dan bebas serta memberikan tekanan
ke dinding wadah. Semakin banyak partikel-partikel gas,
tekanan sistemnya semakin besar.
c. Gas dapat ditekan dengan tekanan dari luar yang menyebabkan
volume sistemnya menyusut. Jika tekanan luar tersebut
dikurangi, volumenya akan mengembang kembali.
d. Jika temperatur sistem gas bertambah, maka volumenya
bertambah dan sebaliknya jika dikurangi, volumenya akan
menyusut.
e. Jika dua atau lebih zat berfasa gas dicampur pada wadah yang
sama, partikel-partikel masing-masing gas tersebut akan
terdistribusi merata.
Sifat-sifat gas yang telah diuraikan di atas menunjukkan
bahwa gas merupakan sistem kimia/fisika yang sangat dipengaruhi
oleh perubahan volume, tekanan, temperatur, dan jumlah partikel.
Variable-variabel tersebut saling mempengaruhi. Jika salah satu
variable diubah, maka beberapa variabel yang lain akan berubah.
Untuk mengetahui hubungan antar variabel-variabel tersebut dan
bagaimana variabel-variabel tersebut melibatkan fungsi jalan dan
mempengaruhi fungsi keadaan, kajian tentang termodinamika lebih
difokuskan pada sistem gas.
Gambaran ketiga jenis fasa zat sistem kimia/fisika
sebagaimana dijelaskan di atas dapat dilihat pada gambar 1.3.
11
11 DAFTAR ISI
Gambar 1.3. Wujud dan susunan partikel fasa zat
Soal LatihanSoal LatihanSoal LatihanSoal Latihan ����
1. Tuliskan beberapa contoh proses kimia atau fisika yang terjadi
dalam sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem terisolasi!
2. Tuliskan beberapa contoh persamaan keadaan!
3. Berikan contoh dan alasan bahwa perubahan tekanan tidak
terlalu berpengaruh terhadap padatan dan cairan!
12
12 Termodinamika Kimia
PERSAMAAN PERSAMAAN PERSAMAAN PERSAMAAN
KEADAAN GASKEADAAN GASKEADAAN GASKEADAAN GAS
A. Hukum-hukum gas
Gas merupakan jenis fasa sistem yang sangat dipengaruhi
oleh variabel-variabel sistem, seperti volume, tekanan, temperatur,
dan jumlah partikel. Variabel-variabel tersebut saling
mempengaruhi. Jika salah satu variable diubah, maka beberapa
variabel yang lain akan berubah. Salah satu teknik yang sering
dipakai untuk menurunkan hubungan antara variabel-variabel
tersebut adalah dengan menjaga salah satu variabel tetap konstan.
Misal, untuk mengetahui hubungan antara temperatur dan tekanan
gas, maka volume dan jumlah partikelnya harus konstan. Demikian
pula, untuk mengetahui hubungan antara temperatur dan volume
gas maka tekanan dan jumlah partikelnya harus konstan.
1. Hubungan antara volume dan tekanan (hukum Boyle)
Robert Boyle (1627-1691) melakukan eksperimen untuk
menyelidiki hubungan kuantitaif antara tekanan dan volume sistem
gas. Eksperimen ini dilakukan dengan memasukan sejumlah gas
tertentu ke dalam wadah tertutup. Sampai pada pendekatan yang
cukup baik, Boyle menyimpulkan bahwa jika temperatur sistem
13
13 DAFTAR ISI
dijaga konstan (isotermal), maka dengan menambah tekanan
sistem, volume sistem akan berkurang. Demikian pula sebaliknya
dengan mengurangi tekanan sistem, volume sistem akan
bertambah.
Gambaran mengenai eksprimen Robert Boyle dapat dilihat
pada gambar 2.1. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pada
temperatur konstan, tekanan sistem gas berbanding terbalik
dengan volumenya sebagaimana digambarkan dengan grafik pada
gambar 2.2. Hubungan ini dikenal sebagai hukum Boyle.
Gambar 2.1. Hubungan antara tekanan dan volume sistem gas pada
temperatur konstan
Gambar 2.2. Grafik hubungan antara tekanan dan volume sistem
gas pada temperatur konstan
14
14 Termodinamika Kimia
Secara matematis grafik pada gambar 2.2 dapat dijabarkan
sesuai persamaan 2.1. a.
pV
1∝ atau
p
kV = ............................................................. (2.1.a)
Persamaan 2.1.a memperlihatkan bahwa hasil kali antara p dan V
sejumlah gas tertentu pada temperatur konstan adalah sebuah
tetapan. Sehingga untuk keadaan 1 dan 2 dapat dirumuskan sesuai
persamaan 2.1.b.
(tetapan) kpV =
2211 VpVp = ......................................................................... (2.1.b)
Jika persamaan 2.1.a diturunkan terhadap p dimana T dan
n konstan, akan diperoleh persamaan 2.1.c.
2
,p
k
p
V
nT
−=
∂∂
.................................................................. (2.1.c)
Substitusi nilai k persamaan 2.1.c dengan nilai k dari persamaan
2.1.b menghasilkan persamaan 2.1.d.
p
V
p
V
nT
−=
∂∂
,
.................................................................... (2.1.d)
2. Hubungan antara volume dan temperatur (hukum Charles)
Beberapa tahun setelah Boyle menemukan hubungan
antara volume dan tekanan, seorang ilmuwan berkebangsaan
Prancis yang bernama Jacques Charles (1746-1823) menyelidiki
hubungan antara volume dan temperatur gas. Berdasarkan hasil
eksprimennya, Charles menemukan bahwa apabila tekanan sistem
gas konstan, maka dengan menaikan temperatur sistem, volume
sistem juga akan bertambah. Sebaliknya dengan menurunkan
temperatur sistem, volume sistem juga akan berkurang.
Gambaran mengenai penemuan Jacques Charles dapat
dilihat pada gambar 2.3. Secara sederhana dapat disimpulkan
bahwa pada tekanan konstan, temperatur sistem gas berbanding
15
15 DAFTAR ISI
lurus dengan volumenya sebagaimana digambarkan dengan grafik
pada gambar 2.4. Hubungan ini dikenal sebagai hukum Charles.
Gambar 2.3. Hubungan antara volume dan temperatur sistem gas
pada tekanan konstan
Gambar 2.4. Grafik hubungan antara temperatur dan volume
sistem gas pada tekanan konstan
Apabila garis pada grafik gambar 2.4 digambarkan sampai
temperatur yang lebih rendah maka garis akan memotong sumbu
di sekitar -273,15 oC. Berdasarkan banyak eksprimen yang telah
dilakukan, ditemukan bahwa walaupun besarnya perubahan
volume setiap jenis gas berbeda-beda, tetapi ketika garis pada
grafik V-T digambarkan sampai temperatur yang lebih rendah maka
16
16 Termodinamika Kimia
garis selalu memotong sumbu di sekitar -273,15 oC. Secara
sederhana, dapat disimpulkan jika gas didinginkan hingga -273,15 oC maka volume gas = 0. Oleh karena itu, temperatur -273,15
oC
adalah temperatur terendah yang bisa dicapai dan ditetapkan
sebagai temperatur nol mutlak dalam satuan Kelvin (K).
Jarak skala Kelvin sama dengan jarak skala Celcius dimana 0
K = -273,15 oC atau 273,15 K = 0
oC. Temperatur dalam skala Celcius
(biasanya disimbol t) dapat diubah menjadi skala Kelvin (biasanya
disimbol T) dengan menambahkan 273,15 dan sebaliknya
temperatur dalam skala Kelvin dapat diubah menjadi skala Celcius
dengan mengurangi 273,15. Perhitungan dalam termodinamika
selalu menggunakan temperatur mutlak yang dinyatakan dalam
skala Kelvin. Apabila temperatur masih dalam skala Celcius, maka
harus diubah terlebih dahulu ke dalam skala Kelvin.
Secara matematis hubungan antara volume dan
temperatur pada tekanan sistem konstan dapat dijabarkan sesuai
dengan persamaan 2.2.
TV ∝ atau kTV = ............................................................. (2.2.a)
Persamaan 2.2.a memperlihatkan bahwa perbandingan antara V
dan T sejumlah gas tertentu pada tekanan konstan adalah sebuah
tetapan. Sehingga untuk keadaan 1 dan 2 dapat dirumuskan sesuai
persamaan 2.2.b.
(tetapan) k=T
V
2
2
1
1
T
V
T
V= .............................................................................. (2.2.b)
Jika persamaan 2.2.a diturunkan terhadap T dimana p dan
n konstan, akan diperoleh persamaan 2.2.c.
kT
V
np
=
∂∂
,
........................................................................ (2.2.c)
Substitusi nilai k persamaan 2.2.c dengan nilai k dari persamaan
2.2.b menghasilkan persamaan 2.2.d.
17
17 DAFTAR ISI
T
V
T
V
np
=
∂∂
,
...................................................................... (2.2.d)
3. Hubungan antara tekanan dan temperatur (hukum Gay
Lussac)
Joseph Gay Lussac (1778-1850) menemukan bahwa apabila
volume sistem gas dijaga konstan, maka dengan menambah
temperatur sistem, tekanan sistem juga akan bertambah. Demikian
juga sebaliknya jika temperatur sistem dikurangi, tekanan sistem
juga akan berkurang.
Gambaran mengenai penemuan Joseph Gay Lussac dapat
dilihat pada gambar 2.5. Secara sederhana dapat disimpulkan
bahwa pada volume konstan, tekanan sistem gas berbanding lurus
dengan temperaturnya. Hubungan ini dikenal sebagai hukum Gay
Lussac.
Gambar 2.5. Hubungan antara temperatur dan tekanan sistem gas
pada volume konstan
Secara matematis hubungan antara tekanan dan
temperatur sistem gas pada volume konstan dapat dijabarkan
sesuai persamaan 2.3.
Tp ∝ atau
kTp = ................................................................................. (2.3.a)
18
18 Termodinamika Kimia
Persamaan 2.3.a memperlihatkan bahwa perbandingan antara V
dan T sejumlah gas tertentu pada tekanan konstan adalah sebuah
tetapan. Sehingga untuk keadaan 1 dan 2 dapat dirumuskan sesuai
persamaan 2.3.b.
(tetapan) k=T
p
2
2
1
1
T
p
T
p= .............................................................................. (2.3.b)
Gabungan antara persamaan 2.3.b dengan persamaan
2.2.b menghasilkan persamaan baru untuk sistem gas pada jumlah
tertentu sesuai persamaan 2.3.c.
2
22
1
11
T
Vp
T
Vp= ....................................................................... (2.3.c)
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Pada tekanan atmosfir (101 kPa), temperatur gas karbondioksida
adalah 20 oC dan volumenya adalah 2 liter. Apabila tekanan
diubah menjadi 201 kPa dan temperatur dinaikkan menjadi 40 oC, hitung volume akhir gas karbondioksida tersebut!
Jawab:
Dik: P1 = 101 kPa Dit: V2 = ...L
P2 = 201 kPa
T1 = 20 oC + 273 K = 293 K
T2 = 40 oC + 273 K = 313 K
V1 = 2 liter
Penyelesaian:
21
211
2
2
22
1
11
pT
TVpV
T
Vp
T
Vp
=
=
19
19 DAFTAR ISI
( )( )( )( )( )
L
kPaK
KLkPa
06.1
201293
3132101
=
=
Volume akhir gas karbon dioksida = 1,06 L
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Gay Lussac menemukan bahwa volume gas pada tekanan tetap
dapat dinyatakan sebagai V = Vo(1+aot) dimana Vo adalah volume
pada saat 0oC, t adalah temperatur pada skala derajat Celcius, dan
ao adalah sebuah tetapan. Hitung harga ao menggunakan
persamaan 3.2.b!
(ao = 3.66 x 10-3
oC
-1)
4. Hubungan antara volume dan jumlah partikel (hukum
Avogadro)
Sejauh ini telah ditinjau hubungan antara temperatur,
volume, dan tekanan sistem gas. Massa atau jumlah partikel dalam
sistem gas belum dibahas. Setiap sistem kimia/fisika selalu
melibatkan zat dalam jumlah tertentu. Satuan jumlah yang sering
dipakai dalam sistem termodinamika adalah satuan mol, dimana
satu mol zat memiliki 6.02 x 1023
partikel. Bilangan ini disebut
bilangan Avogadro (N).
Ketika meniup balon, semakin banyak udara yang
dimasukkan, balon yang ditiup akan semakin mengembang. Dengan
kata lain, semakin banyak partikel gas yang dimasukkan, semakin
besar volume balon sebagaiman diperlihatkan pada gambar 2.6.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pada temperatur dan
tekanan yang tetap jumlah partikel berbanding lurus dengan
volume gas. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum Avogadro.
20
20 Termodinamika Kimia
Gambar 2.6. Hubungan antara jumlah partikel dan volume sistem
gas pada tekanan dan temperatur konstan
Secara matematis hubungan antara antara jumlah partikel
dan volume sistem gas dapat dijabarkan sesuai persamaan 2.4.
nV ∝ atau knV = .............................................................. (2.4.a)
Persamaan 2.4.a memperlihatkan bahwa perbandingan antara V
dan n pada temperatur dan tekanan konstan adalah sebuah
tetapan. Sehingga untuk keadaan 1 dan 2 dapat dirumuskan sesuai
persamaan 2.4.b.
(tetapan) k=n
V
2
2
1
1
n
V
n
V= .............................................................................. (2.4.b)
Jika persamaan 2.4.a diturunkan terhadap n dimana p dan
T konstan, akan diperoleh persamaan 2.4.c.
kn
V
pT
=
∂∂
,
....................................................................... (2.4.c)
Substitusi nilai k persamaan 2.4.c dengan nilai k dari persamaan
2.4.b menghasilkan persamaan 2.4.d.
n
V
n
V
pT
=
∂∂
,
...................................................................... (2.4.d)
Pada keadaan standar (tekanan 1 bar dan temperatur
273.15 K), volume 1 mol gas adalah 22.4 liter. Volume ini disebut
Volume Avogadro atau Volume Molar Gas (Vm), yaitu volume yang
21
21 DAFTAR ISI
ditempati gas tiap 1 mol. Volume molar gas selalu dinyatakan
dalam tekanan dan temperatur tertentu.
5. Hubungan antara temperatur, volume, tekanan, dan jumlah
partikel gas
Hukum Boyle, hukum Charles, hukum Gay Lussac, dan
hukum Avogadro baru menurunkan hubungan antara temperatur,
volume, tekanan, dan jumlah partikel gas secara terpisah.
Bagaimanapun keempat variabel ini memiliki keterkaitan erat dan
saling mempengaruhi. Karenanya, dengan berpedoman pada
keempat hukum gas di atas, hubungan yang lebih umum antara
temperatur, volume, tekanan, dan jumlah partikel dapat dipadukan
dalam satu persamaan.
Jika keempat hukum tersebut digabungkan akan diperoleh
kesimpulan bahwa volume gas merupakan parameter yang
dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, dan jumlah partikel gas
yang dinyatakan sebagai fungsi volume.
( )nTpV ,,= ......................................................................... (2.5)
atau secara matematis dapat dituliskan sebagai diferensial parsial
sesuai persamaan 3.6.
dnn
VdT
T
Vdp
p
VdV
pTnpnT ,,,
∂∂+
∂∂+
∂∂= ...................... (2.6)
Subtitusi persamaan 2.1.d, 2.2.d, dan 2.4.d ke dalam
persamaan 2.6 kemudian dikalikan 1/V dan diintegralkan akan
menghasilkan persamaan 2.7.
dnn
Vdp
p
VdT
T
V
dnn
Vdp
p
VdT
T
VdV
TpnTnp
+−=
∂∂+
∂∂+
∂∂=
,,,
masing-masing ruas dikalikan 1/V, maka diperoleh:
22
22 Termodinamika Kimia
dnn
dpp
dTT
dnn
V
Vdp
p
V
VdT
T
V
VdV
V
111
1111
+−=
+−=
masing-masing ruas diintegralkan, maka diperoleh:
( )( )
4321
4321
lnlnlnln
lnlnlnln
1111
CCCCnpTV
CnCpCTCV
dnn
dpp
dTT
dVV
+−+−++−=+++−+=+
+−= ∫∫∫∫
dimana ( )4321
CC-CC- ++ adalah sebuah konstanta dan dapat
dituliskan sebagai ln R, sehingga persamaan di atas menjadi:
nRT pV
T R n V p
atau
R n T p V
lnln
lnlnlnlnln
lnlnlnlnln
=++=+
++=+
nRTpV = .......................................................................... (2.7)
Untuk memudahkan penggunaannya, persamaan 2.7 dapat
dinyatakan dengan menggunakan variabel volume molar (Vm), yaitu
volume sistem per satu mol gas sesuai persamaan 2.8.
RT pVm = .......................................................................... (2.8)
B. Gas ideal
Perlu diketahui bahwa hukum Boyle, hukum Charles,
hukum Gay Lussac, dan hukum Avogadro hanya memberikan hasil
yang akurat pada tekanan rendah dan temperatur tinggi. Pada
kondisi normal atau kondisi sebaliknya, hanya sedikit gas yang
memenuhi hukum ini. Hampir semuanya memberikan
penyimpangan. Berdasarkan kenyataan ini, hukum Boyle, hukum
Charles, hukum Gay Lussac, dan hukum Avogadro yang telah
diformulasikan pada persamaan 2.7 tidak bisa diterapkan untuk
semua jenis dan kondisi gas.
23
23 DAFTAR ISI
Selain itu, kondisi yang disyaratkan oleh persamaan
tersebut (tekanan rendah dan temperatur tinggi) adalah kondisi
yang sangat jarang dipakai, sementara kebutuhan terhadap
persamaan tersebut sangat penting untuk mempelajari keadaan
sistem pada berbagai kondisi. Berdasarkan hal tersebut, disepakati
bahwa persamaan 2.7 dapat digunakan jika sistem gas yang
dianalisis dipostulatkan sebagai gas ideal dan oleh karena itu
persamaan 2.7 disebut sebagai persamaan keadaan gas ideal.
Gas ideal adalah gas yang dipostulatkan bahwa partikel-
partikelnya tidak memiliki interaksi atau gaya tarik menarik dan
tolak menolaknya sama dengan nol. Selain itu, volume partikel-
partikelnya yang sangat kecil diabaikan, sehingga volume sistem
yang dianalisis adalah volume wadahnya. Pada kenyataannya tidak
ada gas yang mutlak bersifat seperti itu. Sebagai contoh, jika gas
tidak memiliki gaya tarik-menarik, maka tidak mungkin untuk
memampatkan gas menjadi cair, seperti nitogen cair. Oleh karena
itu, hasil analisis menggunakan persamaan gas ideal hanyalah
sebuah pendekatan.
Jika suatu gas dipostulatkan bersifat ideal maka
perbandingan TpV pada jumlah tertentu akan selalu tetap sebagai
sebuah tetapan sesuai persamaan 2.7. Hasil eksprimen dan
perhitungan 1 mol gas pada keadaan standar menghasilkan tetapan
tersebut sebesar 0,08206 L atm mol-1
K-1
yang selanjutnya dikenal
sebagai tetapan gas ideal dan disimbol R. Tetapan R dalam
beberapa bentuk satuan dilihat pada tabel 1 apendiks C.
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Suatu sampel udara menempati 1,0 L pada 25˚C dan 1 atm.
Dengan mengunakan persamaan gas ideal, tentukan berapa
tekanan yang diperlukan untuk memampatkan sampel tersebut
menjadi 100 cm3?
Jawab:
Dik: V1 = 1 L V2 = 100 cm3 = 0.1 dm
3 = 0.1 L
T = 25 0C = 298 K p1 = 1 atm
24
24 Termodinamika Kimia
Dit: p2 = ... atm
Penyelesaian:
Persamaan gas ideal yang dimaksud adalah pV = nRT dimana
untuk dua keadaan, nilai R sistem sama, sehingga diperoleh:
atm
p
px
VpVp
TTdannn
Tn
Vp
Tn
Vp
10
1.0
1
1.0 11
so , dimana
2
2
2211
2121
22
22
11
11
=
=
==
==
=
Tekanan yang diperlukan untuk memampatkan sampel udara
tersebut adalah 10 atm.
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Buktikan berdasarkan persamaan gas ideal:
a. TT
V
V np
11
,
====
∂∂∂∂∂∂∂∂
b. pp
V
VnT
11
,
====
∂∂∂∂∂∂∂∂−−−−
C. Gas real
Untuk mengatasi kelemahan persamaan gas ideal
dibutuhkan persamaan gas yang lain, yaitu persamaan gas real. Gas
real atau gas nyata adalah kondisi gas yang sebenarnya, yaitu gas
yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Partikel-partikelnya
memiliki gaya tarik menarik dan tolak menolak, terutama pada
tekanan tinggi. Selain itu, volume sistem gas real dipengaruhi pula
oleh volume partikel-partikelnya.
Secara empiris, untuk menyatakan suatu gas bersifat ideal
atau real dapat dilakukan dengan menggunakan faktor
25
25 DAFTAR ISI
kompresibilitasnya (Z), kemampuan untuk dimampatkan, yang
dirumuskan pada persamaan 2.9.
nRT
pVZ = ............................................................................. (2.9)
Jika nilai Z suatu gas sama dengan 1 (Z =1), maka gas tersebut
bersifat ideal. Sebaliknya, jika nilai Z suatu gas tidak sama dengan 1
(Z ≠ 1), maka gas bersifat tidak ideal atau gas real. Gas real dengan
Z < 1 menunjukkan gas real tersebut sangat mudah dimampatkan
menjadi cair karena gaya tarik menarik antar partikelnya lebih
besar. Sebaliknya jika Z > 1, gas real tersebut kurang kompresibel
atau sulit dimampatkan karena gaya tolak menolak antar
partikelnya lebih besar.
Gambar 2.7. Variasi faktor kompresibilitasnya (Z) dengan tekanan
beberapa gas
Bila digambarkan grafik Z versus p pada temperatur
konstan akan diperoleh grafik lurus untuk gas ideal dan grafik
melengkung untuk gas real seperti ditunjukkan gambar 2.7.
Besarnya simpangan garis lengkung gas real tersebut dari garis
lurus gas ideal tergantung pada jenis gas. Gambar 2.7
memperlihatkan bahwa pada tekanan di bawah 400 atm, grafik gas
CH4 berada di bawah garis lurus gas ideal (Z < 1), sehingga
dikatakan gas CH4 lebih mudah dimampatkan (lebih kompresibel)
26
26 Termodinamika Kimia
dibandingkan gas ideal di bawah tekanan tersebut. Sebaliknya,
grafik gas H2 selalu di atas garis lurus gas ideal (Z > 1), sehingga
dikatakan gas H2 lebih sulit dimampatkan (kurang kompresibel)
dibandingkan gas ideal pada semua rentang tekanan. Semua gas
akan memiliki mendekati kondisi ideal pada tekanan mendekati
nol.
Gambar 2.8 memperlihatkan grafik Z versus p gas H2 pada
berbagai variasi temperatur. Pada temperatur 35, 50, dan 60 K,
grafik gas H2 berada di bawah garis lurus gas ideal pada tekanan
rendah dan berada di atas garis lurus gas ideal pada tekanan yang
lebih tinggi. Jika temperatur terus dinaikkan di atas 100 K, grafik gas
H2 akan selalu berada di atas garis lurus gas ideal pada semua
rentang tekanan.
Gambar 2.8. Faktor kompresibilitas gas H2 pada berbagai
temperatur
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pada
kondisi isotermal, sifat-sifat gas real adalah fungsi tekanan
(termasuk volume). Kesimpulan ini menjadi alasan untuk menyusun
persamaan yang baru untuk gas real dengan memperhatikan
27
27 DAFTAR ISI
tekanan dan volume sistemnya. Beberapa persamaan yang dapat
digunakan untuk gas real adalah sebagai berikut:
1. Persamaan van der Waals
Pada tahun 1873, van der Waals memberikan koreksi
terhadap volume dan tekanan pada persamaan gas ideal (pV =
nRT). Volume memerlukan koreksi karena volume sistem yang
sebenarnya harus dijumlahkan dengan volume yang ditempati oleh
partikel-partikel gas. Pada gas ideal volume partikel ini diabaikan,
karena nilainya yang terlalu kecil. Besarnya volume partikel-partikel
tersebut ditentukan oleh jenis dan jumlah gas yang dirumuskan
oleh van der Waals sebesar bn dimana b adalah tetapan van der
Waals untuk koreksi volume dan n adalah jumlah mol gas. Dengan
demikian diperoleh volume sistem sebenarnya berdasarkan
persamaan 2.10.
nbVV idealreal += ................................................................. (2.10)
Van der Waals juga memberikan koreksi terhadap tekanan
sistem gas ideal. Gaya tarik menarik partikel-partikel gas real
menyebabkan benturan partikel-partikel tersebut ke dinding wadah
semakin berkurang sehingga tekanan yang diberikan juga
berkurang (gambar 2.9). Besarnya tekanan yang berkurang tersebut
dirumuskan oleh van der Waals sebesar 2
2
V
an, sehingga secara
matematis tekanan gas yang sebenarnya sesuai persamaan 2.11.
2
2
V
anpp idealreal −= .............................................................. (2.11)
dimana a adalah tetapan van der Waals untuk koreksi tekanan yang
berbeda untuk tiap gas. Cara menentukan tetapan van der Walls
berkaitan dengan titik kritis akan dibahas pada subbab D.
28
28 Termodinamika Kimia
Gambar 2.9. Efek gaya tarik menarik antar partikel-partikel gas
terhadap tekanan sistem
Jika persamaan 2.10 dan 2.11 disubsitusi ke dalam
persamaan gas ideal, akan diperoleh persamaan 2.12 yang disebut
persamaan van der Waals.
nRTVplideaideal =
( ) nRTnbVV
anp realreal =−
+
2
2
.......................................... (2.12)
atau secara sedehana cukup dituliskan:
( ) nRTnbVV
anp =−
+
2
2
Persamaan van der Waals dapat ditata ulang menjadi
persamaan pangkat tiga dengan merubah variable V menjadi
volume molar (Vm), sehingga diperoleh persamaan 2.13.
bV
RT
V
ap
mm−
=+2
................................................................. (2.13)
Jika persamaan 2.13 dimodifikasi ulang akan diperoleh persamaan
pangkat tiga sesuai persamaan 2.14.
023 =−+
+−p
abV
p
aV
p
RTbV mmm ................................... (2.14)
29
29 DAFTAR ISI
Nilai tetapan van der Waals (a dan b) tergantung pada jenis
gasnya. Nilai tetapan tersebut untuk beberapa jenis gas dapat
dilihat pada tabel 11 apendiks.
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Hitunglah volume molar CO2 pada 500 K dan 100 atm apabila
mengikuti persamaan Van der Waals jika diketahui a = 3.610
L2
atm mol-2
dan b = 4.29 x 10-2
L mol
-1!
Jawab:
Dik: T = 500 K; p = 100 atm;
a = 3.610 L2
atm mol-2 b = 4.29 x 10
-2 L
mol
-1
Dit: Vm (Van der Waals)= ... L mol-1
Penyelesaian:
Persamaan van der waals dengan Vm:
bVm
RT
Vmap
−=
+2
1
Jika ditata ulang akan diperoleh persamaan pangkat tiga:
023 =−+
+−p
abVm
p
a
p
RTbVmVm
Sehingga dapat diselesaikan:
0100100100
50008206.023 =−+
+− 293.610x0.043.610 0.0429 Vm
xVmVm
000154869.00361.04532.0 23 =−+− VmVmVm
Menyelesaikan persamaan pangkat 3 dengan cara praktis:
Misal diketahui persamaan pangkat 3 berikut:
odcxbxax =+++ 23
Maka untuk menentukan nilai x kita gunakan rumus praktis:
( ) ( ) pprqqprqqx +−+−+−++= 3 3223 322
dimana:
30
30 Termodinamika Kimia
a
cr
a
adbcpq
a
bp
3 ;
6
3 ;
3 2
3 =−+=−=
Untuk soal di atas diperoleh:
00154869.0
0361.0
4532.0
1
−==
−==
d
c
b
a
sehingga nilai p, q, dan r adalah:
012033.03
0361.0
3
149115.06
00154869.030361.04532.0151067.0
6
3
151067.03
4532.0
3
3
2
3
===
=+−+=
−+=
=−−=−=
a
cr
xx
a
adbcpq
a
bp
Nilai p, q, dan r kita masukkan ke dalam rumus praktis, dan
diperoleh:
( ) ( )( )( )
1
3 322
3 322
3 3223 322
83622.0
151067.0
151067.0012033.0149115.0149115.0
151067.0012033.0149115.0149115.0
−=
+−+−
+−++=
+−+−+−++=
Lmol
pprqqprqqVm
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Gunakan persamaan Van der Waals untuk menghitung tekanan
yang dihasilkan oleh 1 mol gas Cl2 ketika menempati volume 2 L
31
31 DAFTAR ISI
pada 273 K, jika diketahui a = 6.49 L2 atm mol
-2 dan b = 0.0562 L
mol-1
!
(p = 9.90 atm)
2. Persamaan Virial
Kelemahan persamaan gas van der Waals adalah
ketidaktelitiannya menggambarkan perilaku gas pada tekanan
tinggi. Suatu persamaan yang dapat menggambarkan perilaku gas
pada tekanan tinggi adalah persamaan virial yang dikembangkan
oleh Kammerlingh Onnes. Bentuk umum persamaan ini sesuai
dengan persamaan 2.15.
++++= ...1
32
mmm
mV
D
V
C
V
BRTpV ................................... (2.15)
dengan B, C, D,... adalah koefisien virial kedua, ketiga, keempat,
dan seterusnya. Koefisien ini merupakan fungsi temperatur dan
bergantung pada jenis gas. Dalam bentuk lain persamaan ini
dinyatakan pada persamaan 2.16.
( )...'''132 ++++= PDPCPBRTpVm ................................... (2.16)
dimana B’, C’, D’, dan seterusnya adalah fungsi temperatur.
Nilai koefisifien virial kedua, ketiga, keempat dan
seterusnya dapat ditentukan dengan cara membandingkan
persamaan 2.15 dengan persamaan van der Waals, yang keduanya
dinyatakan dalam bentuk fungsi Z terhadap volume. Jika suku yang
lebih tinggi diabaikan, maka fungsi Z persamaan 2.15 dapat
dinyatakan dalam persamaan 2.17.
21
mm
m
V
C
V
B
RT
pVZ ++== .................................................... (2.17)
Dengan cara yang sama, fungsi Z untuk persamaan van der
Waals dinyatakan dalam persamaan 2.18
mm
m
RTV
a
VbRT
pVZ −
−==
1
1.............................................. (2.18)
32
32 Termodinamika Kimia
Pada tekanan rendah nilai mV
b lebih kecil dari satu, sehingga suku
pertama pada ruas kanan persamaan 2.18 dapat diselesaikan
dengan menggunakan deret. Dalam deret dinyatakan bahwa bila x
lebih kecil dari satu, maka:
...11
1 32 ++++=−
xxxx
Dengan demikian persamaan 2.18 dapat dituliskan:
...1
...1
2
2
+
+−+=
−+
++=
mmm
mmm
V
b
RTV
a
V
b
RTV
a
V
b
V
bZ
...1
1
2
+
+
−+=mm V
b
VRT
ab .................................. (2.19)
Dengan membandingkan persamaan 2.17 dan 2.19, diperoleh:
RT
abB −= dan 2bC =
Konstanta virial kedua (B) beberapa gas dapat dilihat pada tabel 10
apendiks C.
3. Persamaan Beattie-Bridgeman
Persamaan lain yang cukup teliti adalah persamaan
keadaan Beattie-Bridgeman yang dirumuskan dalam bentuk
persamaan virial sesuai persamaan 2.20.
32
mmm
mVVV
RTpVδγβ ++= .............................................. (2.20)
dengan β, γ, dan δ masing-masing adalah:
3
0
T
bcBRT=δ
−+−=3
000
T
cB
RT
aAbBRTγ
−−=3
00
T
c
RT
ABRTβ
33
33 DAFTAR ISI
Dengan demikian terlihat bahwa persamaan Beattie-Bridgeman
memiliki lima tetapan selain R, yaitu: A0, a, B0. b, dan c.
4. Persamaan Berthelot
Persamaan yang teliti pada tekanan rendah (sekitar 1 atm
atau lebih rendah) adalah persamaan Berthelot sebagaimana
dinyatakan pada persamaan 2.21.
2
mm TV
a
bV
RTp −
−= .............................................................. (2.21)
dimana a dan b disebut parameter Berthelot. Nilai parameter a
dan b persamaan ini untuk beberapa gas dapat dilihat pada tabel
12 apendiks C.
Persamaa Berthelot yang lebih akurat dengan melibatkan
tekanan kritis (pc) dan temperatur kritis (Tc) dinyatakan pada
persamaan 2.22. Persamaan ini sering digunakan untuk
menghitung volume dan massa molekul relatif gas.
−+=
2
26
1128
91
T
T
Tp
pT
V
RTp c
c
c
m
......................................... (2.22)
5. Persamaan Redlich-Kwong
Modifikasi persamaan van der Waals yang lebih akurat
dengan melibatkan beberapa turunan diperoleh Otto Redlich dan
Neng Shun Kwong sebagaimana dinyatakan pada persamaan 2.23.
( )bVVT
a
bV
RTp
mmm +−
−=
2/1.............................................. (2.23)
Persamaan ini disebut persamaan Redlich-Kwong dimana a dan b
disebut parameter Redlich-Kwong yang nilainya ditentukan
berdasarkan persamaan 2. 24 dan 2.25.
c
2/52
p
4275.0 cTRa = .............................................................. (2. 24)
34
34 Termodinamika Kimia
cp
08664.0 cRTb = ............................................................... (2.25)
Nilai parameter a dan b persamaan ini untuk beberapa gas dapat
dilihat pada tabel 13 apendiks C.
Persamaan Redlich-Kwong sangat akurat jika perbandingan
tekanan normal dan tekanan kritis gas kurang dari setengah
perbandingan temperatur normal dan temperatur kritis (p/pc <
T/2Tc).
6. Persamaan Dieterici
Persamaan keadaan lain yang memperhitungkan interaksi
dan ukuran volume partikel adalah persamaan Dietrici sebagaimana
dinyatakan pada persamaan 2.26.
RTV
a
m
mebV
RTp
−
−= ................................................................. (2.26)
dimana a dan b disebut parameter Dietrici. Nilai parameter a dan b
persamaan ini untuk beberapa gas dapat dilihat pada tabel 14
apendiks C.
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Diketahui koefisien virial untuk uap isopropanol pada 200°°°°C
adalah B = −−−− 388 cm3 mol
−−−−1 dan C = −−−− 26.000 cm
6 mol
−−−−2. Hitung Z
dan V dari uap isopropanol pada 200°°°°C dan 10 bar dengan
menggunakan persamaan:
a. Persamaan keadaan gas ideal
b. Persamaan keadaan virial dengan 2 suku
c. Persamaan keadaan virial dengan 3 suku
Jawab:
Dik: T = 200°C = 473.15 K
R = 83.14 cm3 bar mol
−1 K
−1
Dit: Z = ... V = ... L
35
35 DAFTAR ISI
Penyelesaian:
a. Persamaan keadaan gas ideal
Z = 1
( ) ( ) 13934.310
15,47314,83 −=== molcmP
RTV
b. Persamaan keadaan virial dengan 2 suku
RT
BP
RT
PVZ +== 1
( ) ( )( )( ) 9014.0
15.47314.83
546.310===
RT
PVZ
( ) ( ) 13546.3388
10
15,47314,83 −=−=+= molcmBP
RTV
c. Persamaan keadaan virial dengan 3 suku
21
V
C
V
B
RT
PVZ ++==
++=2
1V
C
V
B
P
RTV
Persamaan diselesaikan secara iteratif:
++=+ 21 1
ii
iV
C
V
B
P
RTV
Iterasi 1:
++=
200
1 1V
C
V
B
P
RTV
Sebagai tebakan awal digunakan V0 = Vgas ideal = 3.934
539.3934.3
000.26
934.3
3881934.3
21 =
−−=V
Iterasi 2:
++=
211
2 1V
C
V
B
P
RTV
495.3539.3
000.26
539.3
3881934.3
22 =
−−=V
36
36 Termodinamika Kimia
Iterasi diteruskan sampai selisih antara Vi+1 − Vi sangat kecil.
Setelah iterasi ke 5 diperoleh hasil : V = 3.488 cm3 mol
−1 dan Z =
0.8866.
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Perkirakan koefisien a dan b dalam persamaan keadaan Dieterici
dari konstanta kritis Argon. Hitunglah tekanan yang dilakukan
gas tersebut sebanyak 1 mol pada ruang 1 L bertemperatur 25 oC!
(a = 0.174 Pa m6 mol
-2; b= 3.47 x 10
5 m
3 mol
-1)
D. Isotherm gas dan titik kritis
Hubungan antara tekanan dan volume pada temperatur
konstan telah digambarkan oleh hukum Boyle sebagai kurva yang
berbanding terbalik. Menurut hukum Boyle, kurva isotherm
tekanan volume tersebut berbentuk hiperbola, seperti ditunjukkan
gambar 2.10.
Gambar 2.10. Kurva isoterm gas ideal pada berbagai temperatur
Semakin tinggi temperatur, hubungan antara p dan V
mendekati garis lurus. Kurva ini digunakan untuk meramalkan
volume sistem jika tekanan dirubah atau sebaliknya tekanan sistem
jika volume dirubah. Asumsi yang digunakan adalah semakin tinggi
37
37 DAFTAR ISI
tekanan sistem, maka volume akan semakin kecil atau sebaliknya,
sebagaimana telah dijelaskan pada subbab hukum-hukum gas.
Namun, tetap harus dipahami bahwa kondisi ini hanya
berlaku untuk gas ideal yang mengasumsikan bahwa partikel-
partikel gas tidak memiliki gaya tarik menarik atau tolak menolak.
Pada gas real, kurva isotherm tekanan dan volume sistem memiliki
bentuk yang berbeda seperti ditunjukkan pada gambar 2.11.
Misalkan suatu gas real pada ppVp temperaturnya dibiarkan konstan
pada T1, kemudian secara perlahan volumenya diturunkan dari Vp
ke Vq, maka tekanannya akan meningkat dari pp ke pq. Jika
volumenya dikurangi lagi dari Vq ke Vr, ternyata tekanannya tidak
berubah, tetap dengan pq. Akan tetapi, jika volumenya diturunkan
sedikit dari Vr ke Vs, maka tekanannya akan berubah sangat ekstrim
dari pq ke ps.
Gambar 2.11. Kurva isotherm gas real pada berbagai temperatur
Perilaku gas real tersebut di atas disebabkan karena pada
posisi pqVq, gas real mulai terkondensasi menjadi cairan. Selama
proses ini terjadi, tekanan sistem tidak berubah karena proses
tersebut menyebabkan terjadinya kesetimbangan cair-uap. Proses
ini terjadi hingga Vr, saat semua partikel gas telah
terkondensasikan. Jika volume sistem dirubah dari Vr ke Vs, maka
38
38 Termodinamika Kimia
tekanan sistem akan berubah sangat ekstrim karena cairan hampir
tidak dapat ditekan.
Perilaku tersebut akan terjadi pula pada temperatur yang
lebih tinggi dengan garis kesetimbangan yang lebih pendek hingga
garis kesetimbangan tersebut menjadi sebuah titik seperti pada T3.
Jika temperatur terus ditingkatkan, maka perilaku gas real akan
mirip dengan perilaku gas ideal. Titik dimana permukaan uap dan
cair yang berada dalam kesetimbangan tidak dapat dibedakan lagi
disebut titik kritis. Temperatur, tekanan, dan volume pada titik
tersebut disebut temperatur kritis (Tc), tekanan kritis (pc), dan
volume kritis (Vc). Temperatur dan tekanan kritis beberapa gas
dapat dilihat pada tabel 9 apendiks.
Jika perilaku gas real diterapkan pada gas van der Waals
maka akan diperoleh kurva sesuai gambar 2.12. Bentuk kurva ini
berdasarkan pada persamaan van der Waals yang merupakan
persamaan pangkat tiga, sehingga kurvanya memiliki puncak dan
lembah.
Gambar 2.12. Kurva isotherm gas van der Waals pada berbagai
temperatur
Jika volume suatu gas pada T1 diturunkan secara bertahap
maka tekanan akan sampai ke titik D. Pada titik ini, kondensasi
mulai terjadi, akan tetapi fase cair tidak terbentuk sehingga
39
39 DAFTAR ISI
tekanan akan meningkat hingga titik C. Kondisi ini menyebabkan
tekanan gas di atas tekanan uap kesetimbangan (pk), sehingga
bagian ini disebut supersaturated/supercooled uap. Dengan cara
yang sama, jika volume suatu gas pada T1 dinaikkan secara
bertahap maka tekanan akan sampai ke titik A. Pada titik ini,
penguapan mulai terjadi, akan tetapi fase uap tidak terbentuk
sehingga tekanan akan turun hingga titik B. Kondisi ini
menyebabkan tekanan gas di bawah tekanan uap kesetimbangan
(pk), sehingga bagian ini disebut superheated liquid. Keadaan
supersaturated dan superheated adalah keadaan metastable.
Garis BC pada gambar tersebut tidak mungkin diperoleh
secara eksprimen karena lerengnya bernilai posistif. Tidak mungkin
secara eksprimen peningkatan tekanan akan menaikkan volume
atau sebaliknya penurunan tekanan akan mengurangi volume. Oleh
karena itu, bagian ini disebut unstable.
Seperti halnya sifat umum gas real, jika temperatur
dinaikkan garis kesetimbangan akan mencapai titik kritis, dimana
fasa cair dan uap tidak dapat lagi dipisahkan. Secara matematis,
posisi titik kritis ini dapat diperkirakan menggunakan persamaan
van der Waals. Pada saat titik kritis persamaan van der Waals dapat
ditulis sesuai persamaan 2.27.
2
cmcm
cc
V
a
bV
RTp −
−= ........................................................... (2.27)
Pada titik kritis diketahui, 0
cT
=
mdV
dPdan 0
cT
=
mdV
dP, sehingga
turunan persamaan 2.27 menghasilkan persamaan 2.28 dan 2.29
0 V
) - (V
RT -
3
m
2m
c
T ccc
=+=
a
dV
dP
m
2
b................................ (2.28)
( ) 0 6
2
432
2
=−−
=
cccmm
c
Tm V
a
V
RT
dV
Pd
b............................... (2.29)
Penyelesaian 2.27, 2.27, dan 23.29 menghasilkan:
40
40 Termodinamika Kimia
Rb
a
b
abV
cm27
8T ;
27p ; 3 c2c ===
dan tetapan van der Waals:
cmcm VVa3
1 b dan p3 c
2 ==
E. Asas keadaan yang bersesuaian
Persamaan van der Waals terikat oleh jenis gas yang
dianalisis karena melibatkan tetapan a dan b. Akan tetapi,
persamaan ini dapat ditata ulang menjadi persamaan yang dapat
digunakan untuk semua jenis gas. Jika nilai a, b, dan R yang
diperoleh pada titik kritis disubsitusi ke persamaan van der Waals
akan dihasilkan persamaan 2.30.
2
23
33
8
m
cmc
cm
mc
cmc
V
Vp
VVT
TVpp −
−= ........................................... (2.30)
yang dapat ditata ulang menjadi persamaan 2.31.
2
3
13
8
−
−=
cm
m
cm
m
c
c
V
VV
V
T
T
p
p................................................... (2.31)
Persamaan 2.31 mengandung variabel cp
p,
cT
T, dan
cm
m
V
V
yang disebut variabel tereduksi, yaitu tekanan tereduksi disimbol
pr, temperatur tereduksi disimbol Tr, dan volume tereduksi disimbol
Vr. Dengan demikian, persamaan 2.31 menjadi lebih sederhana
sesuai persamaan 2.32.
2
3
13
8
rr
rr
VV
Tp −
−= ............................................................... (2.32)
41
41 DAFTAR ISI
Persamaan 2.32 bermakna jika dua atau lebih sistem gas
mempunyai tekanan reduksi san temperatur reduksi yang sama,
maka volume reduksinya juga akan sama. Pernyataan ini disebut
asas keadaan yang bersesuaian. Aplikasi dari asas ini dapat dilihat
pada grafik faktor kompresibilitas gas versus tekanan tereduksinya
beberapa gas pada gambar 2.13. Gambar tersebut memperlihatkan
keempat gas pada Tr yang sama mempunyai titik yang membentuk
kurva yang sama.
Gambar 2.13. Faktor kompresibilitas terhadap tekanan tereduksi
F. Campuran gas
Persamaan keadaan gas tidak hanya berlaku pada sistem
yang terdiri dari satu jenis gas saja, tetapi juga dapat digunakan
untuk sistem campuran gas. Jika beberapa gas yang tidak saling
bereaksi dicampur dalam satu wadah, masing-masing gas akan
memberikan tekanan yang berbeda. Tekanan yang diberikan setiap
gas disebut tekanan parsial. Besarnya tekanan parsial gas akan
sama dengan tekanan gas itu jika sebagai gas murni dalam suatu
wadah (gambar 2.14).
42
42 Termodinamika Kimia
Gambar 2.14. Tekanan total sistem adalah kontribusi tekanan
masing-masing komponen
Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa tekanan total
sistem campuran gas adalah jumlah tekanan parsial semua
komponennya. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum Dalton.
Secara matematis, hukum Dalton dapat dituliskan sesuai
persamaan 2.33.
… + P + P = PP CBAtotal ...................................................... (2.33)
dimana Ptotal adalah tekanan total gas, PA, PB, dan PC adalah tekanan
parsial masing-masing komponen gas.
Tekanan parsial masing-masing gas dapat dihubungkan
dengan tekanan total sistem menggunakan fraksi molnya. Misal
untuk sistem yang terdiri dari gas A dan gas B.
RTnVp
RTnVp
BB
AA
==
( ) ( )RTnVp
RTnnVpp
totaltotal
BABA
=+=+
Maka besarnya tekanan parsial gas A (PA) dan B (PB) berdasarkan
fraksi molnya adalah persamaan 2.34.
total
A
total
A
total
A
total
A
n
n
p
p
RTn
RTn
Vp
Vp
=
=
+
43
43 DAFTAR ISI
A
total
A Xp
p =
totalAA pXp = ............................................................... (2.34.a)
atau totalBB pXp = .............................................................. (2.34.b)
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Suatu campuran gas terdiri dari 320 mg metana, 175 mg argon
dan 225 mg nitrogen. Tekanan parsial nitrogen pada 300 K
adalah 15,2 kPa.
a. Tentukan volume campuran gas tersebut!
b. Tentukan tekanan total campuran gas tersebut!
Jawab:
Dik: Dit:
gas CH4 = 320 mg = 0.32 g a. V total = ... L
gas Ar = 175 mg = 0.175 g b. p total = ... atm
gas N2 = 225 mg = 0.225 g
p N2 = 15.2 kPa = 0.15 atm
T = 300 K
Penyelesaian:
Langkah pertama: gambarkan terlebih dahulu
sistem ketiga gas:
Berdasarkan hukum Dalton:
V total = VN2 = VAr = VCH4
p total = pN2 + pAr + pCH4
a. Volume total sistem adalah:
2
2
22
222
N
N
total
NtotalN
NNN
p
RTnV
RTnVp
RTnVp
=
==
44
44 Termodinamika Kimia
L
xx
3187.1
15.0
30008206.00080357.0
=
=
b. Untuk menentukan tekanan total sistem (ptotal), anda harus
menghitung semua tekanan parsial masing-masing gas:
atm
xx
V
RTnp
RTnVp
RTnVp
total
CH
CH
CHtotalCH
CHCHCH
37.0
15.0
30008206.002.0
4
4
44
444
=
=
=
=
=
atm
xx
V
RTnp
RTnVp
RTnVp
total
ArAr
ArtotalAr
ArArAr
0817.0
15.0
30008206.0004375.0
=
=
=
==
Hasilnya adalah:
atm
pppp CHArNltota
6017.0
37.00817.015.0
42
=++=
++=
Soal b di atas dapat pula diselesaikan dengan asumsi bahwa
tekanan parsial masing-masing gas sebanding dengan fraksi
molnya, sehingga tekanan total gas:
42
2
22
CHArN
N
total
NtotalN
molmolmol
molxp
xfpp
++=
=
45
45 DAFTAR ISI
2
42
2
N
CHArN
Ntotalmol
molmolmolxpp
++=
atm
x
x
605.0
0080357.0
0324107.015.0
0080357.0
02.0004375.00080357.015.0
=
=
++=
Hasil yang diperoleh akan sama.
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Suatu wadah berisi campuran gas terdiri nitrogen dan oksigen
dengan massa nitrogen 3 lbm. Sebelum ditambah oksigen, mula-
mula nitrogen bertekanan 320 psi dengan temperatur 900F.
Tekanan naik menjadi 400 psi setelah ditambah oksigen,
temperatur dijaga konstan. Hitunglah volume nitrogen dan
oksigen!
(1,973 ft dan 3,135 ft3)
Soal LatihanSoal LatihanSoal LatihanSoal Latihan ����
1. Gas helium sebanyak 2 mol bertekanan 2 atmosfer pada
temperatur 27°C dimuaikan hingga volumenya dua kali semula.
Tentukan:
a. kerja gas tersebut terhadap tekanan luar tetap 1 atmosfer
b. kerja gas tersebut terhadap tekanan luar tetap 4/3
atmosfer, diikuti kerja lanjutannya terhadap tekanan luar
tetap 1 atmosfer
c. kerja reversibel gas tersebut
(Anggap gas helium sebagai gas ideal)
2. Turunkan hubungan temperatur dan volume untuk suatu gas
ideal monoatom yang memuai secara adiabatik. Petunjuk:
46
46 Termodinamika Kimia
gunakan bentuk diferensial dari energi dalam, kerja, dan
keterkaitannya dengan kalor jenis.
3. Sampel 255 mg neon menempati 3 L pada 122 K. Gunakan
hukum gas ideal untuk menghitung tekanan gas tersebut!
4. Rapatan suatu campuran gas adalah 1.23 g L-1
pada 330 K dan
150 Torr. Berapa massa molar campuran tersebut?
5. Perkirakan volume molar CO2 pada 500 K dan 100 atm dengan
memperlakukannya sebagai gas van der Waals!
6. Hitunglah tekanan yang dilakukan oleh 1 mol C2H6 yang
berperilaku sebagai:
a. gas ideal, dan
b. gas van der Waals jika gas itu ditempatkan di bawah
kondisi-kondisi berikut (i) pada 273.15 K dalam 22.414 L
dan (ii) pada 1000 K dalam 100 cm3.
7. Sampel argon dengan volume molar 17.2 L mol-1
dipertahankan pada 10 atm dan 280 K. Pada volume molar,
tekanan, dan temperatur berapa sampel nitrogen dalam
keadaan yang berkesesuaian seperti itu?
8. Sebuah tabung dengan volume 22.4 L berisi 2 mol H2 dan 1 mol
N2 pada 273.15 K. Hitunglah:
a. fraksi mol setiap komponen
b. tekanan parsialnya
c. tekanan totalnya
9. Gunakan parameter van der Waals Cl2 untuk menghitung nilai
hampiran:
a. Temperatur Boyle Cl2
b. Jari-jari molekul Cl2 yang dianggap berbentuk bola.
10. Volume kritis dan tekanan kritis gas tertentu adalah 160 cm3
mol-1
dan 40 atm. Perkirakanlah temperatur gas dengan
menganggap bahwa gas itu memenuhi persamaan keadaan
Berthelot. Dugalah jari-jari molekul gas dengan asumsi bahwa
molekul tersebut berbentuk bola.
47
47 DAFTAR ISI
KESETIMBANGAN TERMALKESETIMBANGAN TERMALKESETIMBANGAN TERMALKESETIMBANGAN TERMAL
DAN HUKUM PERTAMA DAN HUKUM PERTAMA DAN HUKUM PERTAMA DAN HUKUM PERTAMA
TERMODINAMIKA TERMODINAMIKA TERMODINAMIKA TERMODINAMIKA
A. Kalor sebagai bentuk energi
Selain menghasilkan produk baru, reaksi kimia dapat pula
menghasilkan atau mengubah bentuk energi. Contoh yang sangat
mudah kita temukan adalah proses metaboslime dalam tubuh
manusia yang menghasilkan energi sehingga manusia dapat
beraktivitas. Energi tersebut berasal dari bahan makanan yang
mengalami proses penguraian dalam tubuh menghasilkan energi
dalam bentuk kalor. Contoh yang lain adalah gerakan piston mesin
motor karena memperoleh energi mekanik dari energi kalor hasil
reaksi pembakaran bensin.
Selain dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain,
energi kalor dapat pula ditransfer, baik dari sistem ke
lingkungannya, lingkungan ke sistem tertentu, atau antar sistem
yang berbeda. Contoh yang sederhana adalah saat es yang
bertemperatur dingin dimasukkan ke dalam air hangat. Saat
sebagian es mulai berubah menjadi air, maka temperatur air mulai
48
48 Termodinamika Kimia
turun lebih rendah dari sebelumnya. Hal ini disebabkan kontak
termal antara air dan es menyebabkan sebagian kalor dari air
ditransfer ke es. Transfer ini menyebabkan perubahan sifat
mikroskopik es sehingga berubah menjadi air.
Proses di atas berlangsung secara irreversibel, hingga
terjadi kesetimbangan termal, yakni saat perubahan temperatur
sistem mulai konstan. Kesetimbangan termal merupakan proses
reversibel, dimana perubahan yang kecil selalu disertai perubahan
yang berlawanan sehingga sistem tetap dalam kesetimbangan.
Konsep ini mengharuskan semua sistem yang melakukan kontak
termal akan mencapai kesetimbangan termal sehingga dapat
dirumuskan bahwa“jika sistem A dan B masing-masing dalam
kesetimbangan termal dengan sistem C, maka sistem A dan B
mengalami kesetimbangan termal satu sama lain”. Pernyataan ini
dikenal hukum kenol termodinamika.
Lambang energi kalor sebagaimana disebutkan di atas
adalah q dengan satuan kalori (kal) atau Joule (J), dimana 1 kal =
4,186 Joule. Jika sistem mendapatkan kalor dari lingkungannya,
maka nilai kalor sistem tersebut positif (+) dan disebut proses
endotermis. Sebaliknya, jika sistem memberi atau melepas kalor ke
lingkungannya, maka nilai kalor sistem tersebut negatif (-) dan
disebut proses eksotermis .
Jumlah kalor yang diterima atau dilepaskan oleh sebuah
sistem tersebut berbanding lurus dengan perubahan
temperaturnya sebagaimana diperlihatkan pada persamaan 3.1.
Konstanta C pada persamaan tersebut adalah kapasitas kalor
sistem, yakni besarnya kalor yang diterima/dilepaskan sistem untuk
menaikkan/menurunkan temperaturnya sebesar satu derajat.
q = C ΔT .............................................................................. (3.1)
Perubahan kalor suatu sistem sangat dipengaruhi jenis,
volume, dan tekanan sistem serta intensitas kalor yang diterima.
Jika sistem menerima kalor dengan jumlah dan intensistas yang
tinggi maka kalor sistem dapat berubah dengan cepat. Sebaliknya,
jika sistem menerima kalor dengan jumlah dan intensistas yang
rendah maka kalor sistem berubah dengan lambat. Oleh karena itu
49
49 DAFTAR ISI
perubahan kalor suatu sistem merupakan merupaka fungsi jalan
karena dipengaruhi oleh proses. Perubahan kalor yang sangat kecil
disimbol đq dapat diselesaikan dengan diferensial tak eksak.
B. Kerja
Kalor sebagai bentuk energi dimanfaatkan untuk
melakukan kerja kerja (w). Jika sistem melakukan kerja, maka w
bernilai negatif (-), sebaliknya jika sistem menerima kerja, maka w
bernilai posistif (+). Jenis kerja tersebut dapat berupa kerja listrik,
mekanik, magnetik, ekspansi, dan kompresi. Kerja yang paling
banyak berkaitan dengan sistem termodinamika adalah kerja
ekspansi dan kompresi.
Kerja ekspansi adalah kerja yang terjadi apabila volume
sistem membesar melawan tekanan lingkungannya seperti
diperlihatkan pada gambar 3.1. Pada proses ini perubahan
disebabkan sistem melakukan kerja, sehingga nilai w bernilai
negatif.
Gambar 3.1. Kerja ekspansi oleh suatu sistem
Mula-mula volume sistem sebesar V1, kemudian tekanan
sistem diturunkan dan dijaga konstan pada p2 sehingga volume
sistem bertambah menjadi menjadi V2. Besarnya kerja yang
dilakukan oleh sistem secara mekanik dirumuskan sesuai
persamaan 3.2.
50
50 Termodinamika Kimia
( )( )Ahp
hpA
Fhw
−=−=−=
Vp∆−= ........................................................................... (3.2)
dimana tanpa (-)menunjukkan sistem melakukan kerja.
Kerja kompresi adalah kebalikan dari kerja ekspansi.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan kerja kompresi
sama dengan persamaan yang digunakan untuk kerja ekspansi.
Nilai kerja kompresi selalu positif karena sistem menerima kerja.
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Hitunglah besarnya kerja yang dilakukan oleh suatu sistem yang
mengalami kerja ekspansi melawan p = 2 atm dengan perubahan
V = 10 L!
Jawab:
J,= -
L.atm = -
L atm x = -
w = - pV
42026
20
102
Tanda (-) hanya untuk menunjukkan bahwa sistem melakukan
kerja.
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Gas tertentu gas berada dalam wadah yang memiliki volume 2 m3
dan tekanan 4 atm. Hitung kerja luar yang dilakukan gas jika :
a. Gas diekspansi pada tekanan tetap sehingga volumnya
mejadi dua kali semula.
b. Gas dikompresi pada tekanan tetap sehingga volumnya
mejadi sepertiga semula.
(a. 8 x 105 J; b. -5.33 x 10
5 J)
51
51 DAFTAR ISI
1. Kerja sebagai fungsi jalan
Kerja merupakan fungi jalan yang ditentukan oleh proses
atau cara sistem melakukannya. Hal tersebut dapat dipahami
menggunakan contoh kerja ekspansi berikut:
a. Kerja ekspansi dengan banyak tahap
Pada kondisi isotermal, jika tekanan diturunkan dari p1 ke
p2 dan dijaga konstan sehingga sistem berekspansi dari V1 ke V2
seperti ditunjukkan pada gambar 3.2, maka kerja yang dilakukan
sistem adalah luas persegi panjang A pada kurva gambar 3.3. Jika
tekanan diturunkan lagi dan dijaga konstan pada p3 sehingga sistem
berekspansi dari V2 ke V3, maka kerja yang dilakukan sistem adalah
luas persegi panjang B. Jika tekanan diturunkan lagi sesuai urutan
gambar maka kerja yang dilakukan sistem berturut-turut adalah
luas persegi panjang C dan D.
Gambar 3.2. Kerja ekspansi sistem dengan banyak tahap
Gambar 3.3. Kurva kerja ekspansi sistem dengan banyak tahap
52
52 Termodinamika Kimia
b. Kerja ekspansi dengan satu tahap
Jika tekanan diturunkan dan dijaga konstan dari p1 langsung
ke p5 sehingga sistem berekspansi dari V1 ke V5 seperti ditunjukkan
pada gambar 3.4., maka kerja yang dilakukan sistem adalah luas
persegi panjang yang diarsir pada kurva gambar 3.5.
Gambar 3.4. Kerja ekspansi sistem dengan satu tahap
Gambar 3.5. Kurva kerja ekspansi sistem pada p konstan satu
tahap
Uraian di atas memperlihatkan bahwa jika sistem berubah
dari keadaan awal yang sama ke keadaan akhir yang sama pula tapi
dengan cara yang berbeda, maka kerja yang dibutuhkan akan
53
53 DAFTAR ISI
berbeda. Kerja ekspansi dengan banyak tahap membutuhkan kerja
yang lebih banyak daripada kerja ekspansi satu tahap.
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Hitunglah kerja yang dilakukan jika gas melakukan proses A-B-C
seperti terlihat pada grafik p-V di bawah ini.
Jawab:
J w
x½ xw
)-)(- ½ (w
x tinggi ½ x alas w
tiga luas segiw
us luas siklusaha
375000
2500003
10000035000014
=====
=
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Jelaskan dan berikan contoh secara matematis atau analogi
bahwa kerja merupakan fungsi jalan!
2. Kerja reversibel dan irreversibel
Kerja yang dilakukan dengan banyak tahap hingga tak
terhingga jumlah dan lambatnya akan membentuk kesetimbangan
yang sangat banyak pula. Pada tiap tahap perubahan volume yang
sangat kecil (dV) akan disertai perubahan tekanan sistem (p) yang
selalu menyesuaikan dengan tekanan lingkungan (peks), sehingga
tiap tahap p = peks. Proses ini disebut proses yang revesibel dan
kerja yang dilakukan sistem adalah luas daerah yang diarsir pada
gambar 3.6.
54
54 Termodinamika Kimia
Gambar 3.6. Kurva kerja ekspansi sistem reversibel
Perubahan volume yang sangat kecil (dV) menyebabkan
kerja sistem tiap tahapnya juga berubah sangat kecil (đw). Simbol đ
untuk menunjukkan kerja (w) sebagai fungi jalan yang dapat
diturunkan dengan diferensial tak eksak. Jika fungsi keadaan
disimbolkan d dan diturunkan dengan diferensial eksak. Secara
matematis, besarnya kerja reversibel tiap tahap tersebut dapat
diturunkan dengan diferensial tak eksak sebagai berikut:
đw dVpeks−=
dimana p = peks. Subtitusi peks oleh p menghasilkan persamaan 3.3.
đw pdV−= ......................................................................... (3.3)
Jika gas dalam sistem dianggap sebagai gas ideal∗, maka p
dapat diganti dengan p gas ideal
=V
nRTp , sehingga diperoleh:
đw dVV
nRT−=
Hasil integrasi persaman tersebut jika sistem berekspansi dari V1 ke
V2 secara isotermal, dirumuskan sesuai persamaan 3.4.
∗ Pembahasan topik-topik selanjutnya akan lebih sering menganggap sistem sebagai gas ideal
agar memudahkan pemahaman. Untuk tingkat lanjut, dapat dianggap sebagai gas real
menggunakan persamaan van der Waals atau persamaan yang lain.
55
55 DAFTAR ISI
1
2lnV
VnRTw −= .............................................................. (3.4)
Sebaliknya jika kerja sistem hanya dengan satu tahap
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka sistem hanya
membentuk satu kali kesetimbangan, yaitu pada akhir proses. Pada
saat kesetimbangan tekanan sistem sama dengan tekanan
lingkungan (peks). Proses ini disebut proses irreversible. Kerja yang
dilakukan oleh sistem irreversibel telah digambarkan pada gambar
3.5 berupa luas persegi panjang. Secara matematis, besarnya kerja
yang dilakukan oleh sistem irreversibel dirumuskan pada
persamaan 3.5.
Vpw eks∆−=
( )12 VVpw eks −−= ............................................................... (3.5)
Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa kerja reversibel
selalu bernilai lebih besar dari kerja irreversibel. Oleh karena itu,
kerja reversibel adalah kerja maksimun yang bisa dilakukan oleh
sistem, sementara kerja irreversibel adalah kerja minimum yang
bisa dilakukan oleh sistem pada kondisi yang sama.
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Temperatur tiga mol suatu gas ideal 373 K. Berapa besar kerja
yang dilakukan gas dalam pemuaian secara isotermal untuk
mencapai empat kali volume awalnya ?
Jawab:
Dik: n = 3 mol R = 8,31 J mol-1 Dit: w = ...?
T = 373 K V2 = 4V1
[ ]( )12
2
1
2
1
lnln
ln
1
VVnRTw
VnRTw
dVV
nRTdw
−−=−=
−= ∫∫
56
56 Termodinamika Kimia
Penyelesaian:
J,
x x , x
V
V x , x
V
VnRTW
99912890
4ln3733183
4ln3733183
ln
1
1
1
2
==
=
=
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Hitunglah besar kerja yang dilakukan jika 50 g besi beraksi
dengan asam hidroksida dalam:
a. tabung tertutup dengan volume tertentu,
b. gelas kimia terbuka pada temperatur 25 0C.
(0 dan 2.2 kJ)
C. Energi dalam dan perubahannya
1. Energi dalam sebagai fungsi keadaan
Dalam konsep termodinamika, energi dapat didefinisikan
sebagai kemampuan sistem untuk melakukan kerja. Keseluruhan
energi yang dimiliki oleh suatu sistem pada keadaan tertentu
disebut energi dalam dan disimbol U. Energi dalam merupakan
fungsi keadaan yang ditentukan oleh keadaan awal dan akhir
sistem, tidak ditentukan oleh proses atau jalan perubahan sistem.
Misal suatu sistem dengan energi dalam awal adalah U1 mengalami
perubahan sehingga energi dalamnya menjadi U2, maka yang dapat
ditentukan hanyalah perubahan energi dalam ΔU, yaitu ΔU = U2 -
U1.
Perubahan energi dalam suatu sistem disebabkan oleh
variable fungsi jalan yang telah dibahas sebelumnya, yaitu kerja (w)
dan kalor (q). Hubungannya dapat dilihat pada persamaan 3.6.
57
57 DAFTAR ISI
qwU +=∆ ......................................................................... (3.6)
Energi dalam merupakan fungsi keadaan yang dapat diturunkan
sebagai diferensial eksak sesuai persamaan 3.7.
dU = đw + đq ...................................................................... (3.7)
2. Hukum kekekalan energi sebagai pernyataan hukum pertama
termodinamika
Harga w dan q dapat bernilai positif atau negatif, sehingga
ΔU dapat pula bernilai positif atau negatif. Jika ΔU bernilai positif
berarti sejumlah energi (kerja atau kalor) dipindahkan dari
lingkungan ke dalam sistem yang menyebabkan lingkungan
kehilangan sejumlah energi. Sebaliknya, jika ΔU bernilai negatif
berarti sistem memindahkan sejumlah energinya ke lingkungan.
Proses termodinamika tersebut hanya berupa transfer
energi dari sistem ke lingkungan atau sebaliknya dari lingkungan ke
sistem sehingga energi total alam semesta tidak berkurang atau
bertambah. Pada proses apapun energi total alam semesta
bersifat kekal. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum kekekalan
energi atau hukum pertama termodinamika.
Secara matematis, pernyataan hukum pertama
termodinamika dinyatakan sesuai persamaan 3.6 atau 3.7. Jika
kerja (w) pada persamaan tersebut disubtitusi sebagai kerja
ekspansi atau kompresi, maka persamaan 3.7 dapat dituliskan
sesuai persamaan 3.8.
dU = pdV + đq ..................................................................... (3.8)
58
58 Termodinamika Kimia
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Gas dalam suatu ruangan tertutup menyerap kalor 2500 J dan
dalam waktu yang bersamaan melakukan kerja sebesar 3000 J.
Berapa perubahan energi dalamnya, bagaimana temperatur gas
itu setelah proses?
Jawab:
Dik: q = 2500 J Dit: ∆U = ...?
w = -3000 J
Penyelesaian:
J
qwU
500
25003000
−=+−=
+=∆
Karena energi dalam bernilai negatif, maka temperatur sistem
turun.
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Jika sebuah pegas diputar, kerja 100 J dilakukan padanya, tetapi
15 J terlepas ke lingkungannya sebagai kalor. Berapa perubahan
energi dalam pegas?
(+ 85 J)
3. Perubahan energi dalam pada sistem tertutup
Jika keadaan sistem berubah maka energi dalam sistem
juga akan berubah. Perubahan keadaan sistem tersebut disebabkan
oleh berubahnya variable-variabel keadaan, seperti tekanan (p),
volume (V), temperatur (T), dan jumlah mol (n). Dengan demikian,
perubahan energi dalam suatu sistem ditentukan pula oleh
variable-variabel tersebut.
Pada sistem terisolasi dan tertutup, jumlah mol zat (n) tidak
berubah, sehingga perubahan energi dalam sistem tidak
dipengaruhi oleh n. Perubahan energi dalamnya hanya dipengaruhi
59
59 DAFTAR ISI
oleh p, V, dan T. Akan tetapi, p merupakan pasangan V, sehingga
cukup dipilih salah satunya. Variabel yang harus dipilih adalah V
karena menentukan besarnya kerja (w) pada p tertentu, sehingga
hanya ada 2 variabel bebas yang menentukan energi dalam sistem
terisolasi dan tertutup, yaitu T dan V. Sebaliknya, pada sistem
terbuka, jumlah mol zat memungkinkan untuk berubah, sehingga
perubahan energi dalam sistem juga dipengaruhi oleh jumlah mol
zat sehingga ada 3 variabel bebas yang menentukan energi dalam
sistem terbuka, yaitu T , V, dan n.
Sistem terisolasi dan terbuka adalah sistem yang jarang
dijumpai dalam proses kimia fisika sehari-hari sehingga kajian akan
lebih difokuskan pada sistem tertutup. Telah dijelaskan sebelumnya
bahwa perubahan energi dalam sistem tertutup dipengaruhi oleh T
dan V. Secara matematis ungkapan tersebut dapat dituliskan U =
U(T,V). Pada tiap perubahan yang sangat kecil, pengaruh 2 variabel
tersebut dirumuskan sebagai diferensial parsial sesuai persamaan
3.9.
dVV
UdT
T
UdU
Tv
∂∂+
∂∂= ............................................... (3.9)
Persamaan 3.9 bermakna bahwa perubahan energi dalam
merupakan penjumlahan perubahan energi dalam yang terjadi
karena perubahan temperatur pada volume tetap dan perubahan
energi dalam yang terjadi karena perubahan volume pada
temperatur tetap.
Gabungan persamaan 3.8 dan 3.9 menghasilkan persamaan
3.10.
=
∂∂+
∂∂
dVV
UdT
T
U
Tv
đq + pdV ..................................... (3.10)
4. Energi dalam pada berbagai kondisi
Persamaan-persamaan yang telah diperoleh di atas dapat
digunakan untuk menurunkan beberapa persamaan yang berkaitan
dengan energi dalam pada berbagai kondisi, antara lain:
60
60 Termodinamika Kimia
a. Energi dalam pada proses isokhorik
Perubahan energi dalam pada kondisi isokhorik dapat
diturunkan dari persamaan 3.8. Pada kondisi tersebut, volume
sistem tidak berubah atau dV = 0 sehingga diperoleh persamaan
5.11.
dU = đqV.............................................................................. (3.11)
dimana đqV adalah kalor sistem pada proses isokhorik. Persamaan
3.11 memperlihatkan bahwa pada proses isokhorik perubahan
energi dalam hanya dipengaruhi oleh kalor yang diserap atau
dilepas sistem.
Persamaan lain yang dapat diturunkan pada proses
isokhorik adalah kapasitas kalor sistem pada volume konstan (CV).
Persamaan ini dapat diturunkan dari persamaan 3.10 dimana pada
proses isokhorik dV = 0, sehingga persamaan tersebut
disederhanakan menjadi persamaan 3.12.
=
∂∂
dTT
U
v
đqv
Perbandingan dT
mirip dengan persamaan 3.1, sehingga
dapat ditentukan kapasitas kalor sistem pada volume konstan
sesuai persamaan 3.13.
Dengan demikian, besarnya perubahan energi dalam suatu sistem
yang dipanaskankan dari T1 ke T2 pada volume tetap dapat
dirumuskan sesuai persamaan 3.14.
∫=∆2
1
T
T
vdTCU ................................................................... (3.14)
........................................................ (3.13)
v
vT
U
dTC
∂∂==
đqv
dTT
U
v
=
∂∂ đqv
............................................................. (3.12)
đqv
61
61 DAFTAR ISI
b. Energi dalam pada proses adiabatik
Perubahan energi dalam pada proses adiabatik dapat
diturunkan dari persamaan 3.8. Pada kondisi tersebut, sistem tidak
menerima atau melepasakan kalor (đq = 0) sehingga persamaan 3.8
dapat diubah menjadi persamaan 3.15
dU = pdV ............................................................................. (3.15)
Persamaan 3.15 memperlihatkan bahwa pada proses adiabatik
perubahan energi dalam hanya dipengaruhi oleh kerja yang
dilakukan atau diterima sistem.
c. Energi dalam pada proses isotermal
Perubahan energi dalam pada proses isotermal dapat
diturunkan dari persamaan 3.10. Pada kondisi tersebut, temperatur
sistem konstan atau dT = 0, sehingga persamaan 3.10 dapat diubah
menjadi persamaan 3.16.
=
∂∂
dVV
U
T
đq + pdV ........................................................ (3.16)
Berdasarkan percobaan Joule, pada kondisi isotermal untuk gas
ideal, besarnya kerja ekspansi yang dilakukan sistem sama dengan
besarnya kalor yang dibutuhkan, -pdV = đq. Kesimpulan ini
menghasilkan persamaan 3.17.
0=
∂∂
TV
U.......................................................................... (3.17)
Dengan kata lain, untuk gas ideal, perubahan volume pada kondisi
isotermal tidak mengubah energi dalam sistem.
atau
0=∆U ................................................................................ (3.18)
Persamaan 3.18 hanya berlaku untuk gas ideal pada kondisi
isotermal. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Joule-
Thomson pada gas real 0≠
∂∂
TV
U, sehingga untuk menghitung
perubahan energi dalam suatu sistem gas real harus menggunakan
62
62 Termodinamika Kimia
gabungan persamaan 3.9 dan 3.13 yang berlaku umum untuk
semua sistem tertutup.
dVV
UdTCdU
T
v
∂∂+= ....................................................... (3.19)
d. Energi dalam pada proses isobarik
Persamaan 3.8 yang dituliskan sebelumnya adalah
perubahan energi dalam yang diturunkan pada tekanan tertentu,
sehingga pada proses isokhorik, perubahan energi dalam sistem
sama dengan persamaan 3.8 tersebut, yakni:
dU = pdV + đq
Jika persamaan ini diintegralkan sebagai kerja ekspansi
(-pdV) pada tekanan konstan (isobarik) akan diperoleh:
p) + q - V = -p (V - UU 1212 (untuk kerja kompresi V1 > V2)
( ) ( )1122 pVUpVUqp +−+=
12 ppp qqq −= ............................................................... (3.20)
dimana qp adalah kalor yang diserap atau dilepas sistem pada
proses isobarik.
Persamaan 3.20 memperlihatkan bahwa qp ditentukan oleh
2 keadaan, yaitu selisih antara qp akhir (qp2) dan qp awal (qp1)
sehingga qp termasuk fungsi keadaan. Selain itu, persamaan
tersebut memperlihatkan bahwa qp ditentukan oleh U dan pV,
dimana U dan pV adalah fungsi keadaan. Fungsi yang dihasilkan
dari fungsi keadaan seperti qp pada persamaan 3.20 termasuk juga
fungsi keadaan sehingga sehingga qp adalah fungsi keadaan.
Akan tetapi, telah dijelaskan sebelumnya bahwa q secara
umum bukan fungsi keadaan melainkan fungsi jalan. Untuk
menghindari kerancuan, maka q pada tekanan konstan (qp) diberi
∫ ∫∫ +−=2
1
2
1
2
1
dVpdU đqp
63
63 DAFTAR ISI
nama baru yaitu entalpi (H) sehingga diperoleh rumusan baru,
yakni persamaan 3.21.
pVUHqp +== .................................................................. (3.21)
5. Hubungan antara U dan H
Energi dalam (U) dan entalpi (H) adalah dua fungsi keadaan
yang berbeda. Hubungan keduanya diperlihatkan pada persamaan
3.21 yang dapat ditulis ulang sebagai fungsi keadaan sesuai
persamaan 3.22.
( )pVUH ∆+∆=∆ ................................................................ (3.22)
Jika sistem yang dianalisis menghasilkan gas dan dianggap sebagai
gas ideal (pV = nRT), maka persamaan tersebut dapat dimodifikasi
menjadi persamaan 3.23.
( )RTnUH gas∆+∆=∆
gasnRTUH ∆+∆=∆ ............................................................. (3.23)
Jika sistem yang dianalis tidak menghasilkan gas, maka perubahan p
dan V sangat kecil, sehingga nilai Δ(pV) mendekati nol atau Δ(pV) ≈
0. Nilai ini dapat diabaikan sehingga untuk sistem tersebut
diperoleh persamaan 3.24.
UH ∆=∆ ............................................................................. (3.24)
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Suatu reaksi yang berlangsung pada P tetap disertai pelepasan
kalor = 200 kJ dan sistem melakukan kerja sebanyak 5 kJ.
Tentukan nilai ∆∆∆∆H, ∆∆∆∆E, q dan w reaksi itu!
Jawab:
Sistem melepaskan kalor, artinya q = - 200 kJ.
Sistem melakukan kerja, artinya w = - 5 kJ.
∆U = qp + w
∆U = - 200 kJ – 5 kJ = - 205 kJ
∆H = qp = - 200 kJ
64
64 Termodinamika Kimia
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Air dididihkan pada tekanan 1.0 atm. Jika arus listrik sebesar 0.5
A dari sumber daya 12 V mengalir selama 300 detik melalui
tahanan yang mempunyai kontak termal dengan air tersebut,
maka sebanyak 0.798 g air menguap. Hitunglah energi dalam
molar dan perubahan entalpi pada titik didihnya (373.15 K)!
(+ 38 kJ mol-1
)
6. Perubahan entalpi (H) pada sistem tertutup
Seperti halnya energi dalam (U), entalpi (H) sistem juga
akan berubah jika variabel-variabel keadaannya berubah. Pada
sistem tertutup, perubahan entalpi hanya dipengaruhi oleh p, V,
dan T. Akan tetapi, p merupakan pasangan V, sehingga cukup
dipilih salah satunya. Variabel yang harus dipilih adalah p karena
entalpi adalah fungsi yang ditentukan pada p tertentu sehingga
variabel bebas entalpi pada sistem tertutup adalah T dan p.
Secara matematis ungkapan tersebut dapat dituliskan H =
H(T,p). Pada tiap perubahan yang sangat kecil, pengaruh 2 variabel
tersebut dirumuskan sebagai diferensial parsial sesuai persamaan
3.25.
dpp
HdT
T
HdH
Tp
∂∂+
∂∂= ................................................ (3.25)
Jika proses berlangsung pada tekanan konstan, diperoleh
persamaan 3.26.
dTT
HdH
p
∂∂= ................................................................... (3.26)
dimana dH = đqp, sehingga diperoleh kapasistas kalor pada tekanan
tetap (Cp) sesuai persamaan 3.27.
p
p
CdTdT
dH
T
H ===
∂∂
đqp
............................................. (3.27)
65
65 DAFTAR ISI
Subtitusi persamaan 3.27 ke persamaan 3.25 menghasilkan
persaman 3.28.
dpp
HdTCdH
T
p
∂∂+= ....................................................... (3.28)
Nilai
Tp
H
∂∂
dapat ditentukan menggunakan hubungan
pembuat permutasi dalam diferensial parsial yang dirumuskan
xyzy
z
z
x
y
x
∂∂
∂∂−=
∂∂
. Berdasarkan hubungan tersebut, dapat
dituliskan:
HpTp
T
T
H
p
H
∂∂
∂∂−=
∂∂
H
p
Tp
TC
p
H
∂∂−=
∂∂
........................................................... (3.29)
Nilai
Hp
T
∂∂
dikenal sebagai koefisien Joule-Thomson
disimbol JTµ , sehingga persamaan 3.29 dapat disederhanakan:
JTp
T
Cp
H µ−=
∂∂
................................................................. (3.30)
Subtitusi persamaan 3.30 ke persamaan 3.28 menghasilkan
persamaan 3.31, yaitu perubahan entalpi pada sistem tertutup
sebagai fungsi temperatur dan tekanan.
dpCdTCdH JTpp µ−= ......................................................... (3.31)
7. Hubungan antara Cv dan Cp
Kapasitas kalor pada tekanan tetap (Cp) selalu lebih besar
daripada kapasitas kalor pada volume tetap (CV) karena kerja
tekanan-volume (ekspansi) dilakukan bila sistem dikalor kan pada
66
66 Termodinamika Kimia
tekanan tetap. Hubungan keduanya dapat diperoleh dengan cara
berikut:
• Gabungkan persamaan 3.8 dengan 3.19 sebagai kerja ekspansi
(-pdV):
đq pdVdVV
UdTC
T
v +
∂∂+= ...................................... (3.32)
• Pada tekanan konstan persamaan tersebut dapat dituliskan:
đqp dVpV
UdTC
T
v
+
∂∂+= ....................................... (3.33)
• Persamaan 3.33 dikali dengan dT
1, sehingga diperoleh:
pT
vpdT
dVp
V
UCC
+
∂∂+= ...................................... (3.34)
Persamaan 3.34 memperlihatkan bahwa Cp selalu lebih besar
dari Cv. Jika sistem dianggap sebagai gas ideal, dimana 0=
∂∂
TV
U,
dan p
nR
dT
dV
p
=
, maka persamaan 3.34 dapat dituliskan sesuai
persamaan 3.35.
nRCC vp += ....................................................................... (3.35)
pT
v
dT
dVp
V
U
dT
dTC
dT
+
∂∂+=
đqp
67
67 DAFTAR ISI
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Lima kilogram gas N2 dipanaskan pada tekanan tetap sehingga
temperaturnya naik dari 10oC menjadi 130
oC. Jika Cv = 0.177
kal g-1 0
C-1
dan Cp = 0.248 kal g-1 0
C-1
, hitung :
a. Kenaikan energi dalam
b. Kerja luar yang dilakukan gas
Jawab:
Dik: m = 5 kg Dit: a. ∆U = ...?
T1 = 10 + 273 = 283 K b. w = ..?
T2 = 130 + 273 = 403 K
Cv = 0.177 kal g-1 0
C-1
Cp = 0.248 kal g-1 0
C-1
Penyelesaian:
a. Kenaikan energi dalam (∆U):
( )( ) ( )( ) ( )
( )( )
kalori
x
)- (
TT C
TT) C -C(C
TT)-C- (CTT C
TT- nRTT C
TTnRqΔU
v
vpp
vpp
p
p
24.21
120177.0
283403177.0
12
12
1212
1212
12
===
−=−+=
−−=−−=
−−=
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Perkirakan perbedaan antara Cp dan CV karbon tetraklorida pada
temperature 25 0C, jika Cp = 132 JK
-1mol
-1. Pada temperatur ini,
rapatannya = 1.59 g cm-3
, koefisien pemuaian = 1.24 x 10-3
K-1
,
dan kompresibilitas isotermalnya = 9.05 x 10-5
atm-1
!
(49.6 JK-1
mol-1
)
b. Kerja (w):
( )( )
kalori
x
x
TCCw vp
52.8
120071.0
120177.0248.0
==
−=∆−=
68
68 Termodinamika Kimia
8. Ekspansi reversibel adiabatik gas ideal pada sistem tertutup
Proses adiabatik adalah proses yang tidak disertai
perubahan kalor, sehingga đq = 0. Jika sistem tertutup gas ideal
diekspansi secara reversibel pada kondisi adiabatik, maka
temperatur sistem akan digunakan untuk mempertahankan agar
kalor tetap konstan sehingga temperatur sistem berkurang.
Temperatur sistem berkurang akan diiringi dengan berkurangnya
tekanan sistem lebih cepat. Kondisi ini berbeda jika sistem
diekspansi secara reversibel pada kondisi isotermal, dimana
temperatur konstan dan tekanan tidak turun secepat pada kondisi
adiabatik. Perbedaan kurva tekanan – volume reversibel untuk 2
kondisi tersebut digambarkan pada gambar 3.7.
Gambar 3.7. Ekspansi adiabatik dan isotermal gas ideal pada sistem
tertutup
Oleh karena đq = 0, maka untuk kerja ekspansi pdVdU −= ,
dimana dU untuk gas ideal sama dengan CVdT sehingga persamaan
tersebut ditulis sesuai persamaan 3.36.
pdVdTCv −= ...................................................................... (3.36)
Nilai p dapat disubsitusi dengan V
nRTp = , sehingga diperoleh
persamaan 3.37.
69
69 DAFTAR ISI
dVV
nRdT
T
Cv −= ................................................................. (3.37)
Jika diintegrasikan dengan batas T1 – T2 dan V1 – V2 , kemudian
disubstitusi dengan persamaan 3.35 akan diperoleh persamaan
3.38.
( )2
1
1
2
1
2
1
2
lnln
lnln
V
VCC
T
TC
V
VnR
T
TC
Vpv
v
−=
−=
2
1
1
2 ln1lnV
V
C
C
T
T
V
p
−= ..................................................... (3.38)
dimana V
p
C
Cadalah tetapan Laplace (γ), sehingga diperoleh
persamaan 3.39.
( )2
1
1
2 ln1lnV
V
T
T −= γ
1
2
1
1
2
−
=
γ
V
V
T
T................................................................... (3.39)
Persamaan 3.39 dapat dimodifikasi untuk mencari
hubungan tekanan volume atau tekanan temperatur pada sistem
adiabatik sesuai persamaan 3.40 dan 3.41.
γγ2211 VpVp = ..................................................................... (3.40)
1
1
2
1
2
−
=
γγ
p
p
T
T................................................................. (3.41)
70
70 Termodinamika Kimia
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Suatu gas ideal monoatomik γγγγ = 5/3 dimampatkan secara
adiabatik dan volumnya berkurang dengan faktor pengali dua.
Tentukan faktor pengali bertambahnya tekanan.
Jawab:
Dik: γ = 5/3 Dit: p2 = ...?
V1 = 2V2
Penyelesaian:
( ) 1
67,1
12
3
5
2
21
2
112
2211
18,32
2
ppp
V
Vp
V
Vpp
VpVp
==
=
=
=γ
γγ
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Cuplikan argon pada tekanan 1 atm memuai secara reversible
dan adiabatik sampai dua kali volume awalnya. Hitunglah
tekanan akhirnya!
(0.31 atm)
9. Beberapa kesimpulan
Berikut ini adalah beberapa kesimpulan penerapan hukum
pertama termodinamika pada berbagai kondisi:
• Proses isotermis⇒ temperatur tetap⇒ tidak ada perubahan
energi dalam⇒∆U = 0 →q = w (kalor yang diserap seluruhnya
digunakan untuk melakukan kerja)
• Proses isobaris⇒ qp = ∆U + w, dimana qp dapat dinyatakan
sebagai H (qp = H).
71
71 DAFTAR ISI
• Proses isokhorik⇒ volume tetap⇒ tidak melakukan kerja⇒ w = 0⇒ qV = ∆U (kalor yang diserap hanya digunakan untuk
menaikkan energi dalam gas )
• Proses adiabatik⇒ q = 0⇒∆U + w = 0 ⇒w = -∆U (kerja yang
dilakukan gas sama dengan penurunan energi dalam gas).
Untuk gas ideal ∆U = CVdT sehingga w = - CVdT.
Soal LatihanSoal LatihanSoal LatihanSoal Latihan ����
1. Jika kalor sebanyak 2.7 kJ ditambahkan pada sistem, sedangkan
sistem melakukan kerja 1.3 kJ, berapakah perubahan energi
dalam sistem?
2. Hitunglah besarnya kerja dalam satuan Joule yang dilakukan
oleh suatu sistem yang mengalami ekspansi melawan p = 2 atm
dengan perubahan V = 10 L !
3. Suatu reaksi yang berlangsung pada V tetap disertai
penyerapan kalor = 200 kJ. Tentukan nilai ∆E, q dan w reaksi
itu!
4. Kurva 1-2 pada dua diagram di bawah menunjukkan pemuaian
gas (pertambahan volume gas) yang terjadi secara adiabatik
dan isotermal. Pada proses manakah kerja yang dilakukan oleh
gas lebih kecil?
72
72 Termodinamika Kimia
5. Dengan penurunan langsung dari H = U + pV, cari hubungan
antara pU
H
∂∂
dan pV
U
∂∂
. Pastikan hasilnya dengan
menyatakan pU
H
∂∂
sebagai pertandingan dari kedua turunan
itu terhadap volume dan kemudian gunakan definisi entalpi!
6. Energi dalam gas sempurna beratom tunggal relatif terhadap
nilainya pada T = 0 adalah 3/2 nRT. Hitunglah TV
U
∂∂
dan
TV
H
∂∂
gas itu.
7. Sebanyak 50 cm3 cuplikan tembaga dikenai tambahan tekanan
100 atm dan kenaikan temperatur 5 K. Perkirakan perubahan
volume total!
8. Pada permulaan 2 mol zat asam ( gas diatomik ) temperaturnya
27 0C dan volumenya 0.02 m
3. Gas disuruh mengembang secara
isobaris sehingga volumenya menjadi dua kali lipat kemudian
secara adiabatik hingga temperaturnya mencapai harga yang
seperti permulaan lagi. R = 8.317 J mol-1
K. Tentukan:
a. Energi dalam totalnya ?
b. Kalor yang ditambahkan ?
c. Kerja yang dilakukan ?
d. Volume sistem pada akhir proses ?
9. Satu mol gas ideal yang mula-mula ada pada tekanan 1 atm dan
temperatur 0°C ditekan secara isotermis dan kuasi statik
sehingga tekanannya menjadi 2 atm. Hitung:
a. volume gas mula-mula,
b. kerja yang diperlukan untuk menekan gas, dan
c. kalor yang dikeluarkan gas selama proses kompresi
tersebut.
10. Satu mol gas ideal mula-mula tekanannya 3 atm, volumenya 1 L
dan energi dalamnya 456 J. Gas kemudian berekspansi pada
73
73 DAFTAR ISI
tekanan tetap sampai volumenya 3 L, kemudian didinginkan
pada volume konstan sampai tekanannya menjadi 2 atm.
a. tunjukkan proses yang dialami gas dalam diagram p – V,
b. hitunglah kerja yang dilakukan gas, dan
c. hitunglah kalor yang ditambahkan pada gas selama proses
tersebut.
11. Satu mol karbon monoksida dipanaskan dari 150
C menjadi
160 C pada volume tetap. Massa molekulnya 28.01 gram/mol,
Cp = 1.03 x 103 J kg
-1 K, dan γ = 1.40 . Hitunglah penambahan
energi dalam!
12. Sampel 4 mol O2 mula-mula ditempatkan pada volume 20 L
dam temperatur 270 K. Kemudian sampel ini mengalami
pemuaian adiabatik melawan tekanan tetap 600 Torr sampai
volumenya menjadi 3 kali semula. Hitunglah q, w, ∆T, ∆U, dan
∆H.
13. Perkirakan perubahan volume yang terjadi jika 1 cm3 balok (a)
air raksa (b) intan dipanaskan 5 K pada temperatur kamar.
14. Pikirkanlah suatu sistem yang terdiri atas 2 mol gas CO2
(dianggap sempurna) pada temperatur 25 0C berada pada
silinder dengan luas penampang 10 cm2 dan tekanan 10 atm.
Gas tersebut memuai secara adiabatik dan reversibel.
Hitunglah w, q, ∆T, ∆U, dan ∆H jika penghisap sudah berpindah
20 cm.
15. Hitunglah tekanan akhir yang terjadi jika neon pada tekanan 1
atm dimampatkan secara reversibel dan adiabatik menjadi 75%
volume awalnya.
74
74 Termodinamika Kimia
TERMOKIMIATERMOKIMIATERMOKIMIATERMOKIMIA
Proses kimia dan fisika selalu disertai perubahan energi
sistem. Jika proses terjadi pada tekanan tetap (yang umum
dijumpai), perubahan energi yang dapat diamati adalah perubahan
entalpinya (∆H). Kajian termodinamika yang khusus mempelajari
perubahan energi sistem kimia, khususnya ∆H disebut termokimia.
A. Persamaan termokimia
Persamaan termokimia adalah persamaan reaksi yang
mengikutsertakan perubahan entalpinya (∆H). Nilai ∆H pada
persamaan termokimia disesuaikan dengan stoikiometri, arah, dan
fasa zat. Contoh:
Pembentukan 1 mol air dari gas hidrogen dengan oksigen pada 298
K dan 1 atm dilepaskan kalor sebesar 285.5 kJ, maka persamaan
termokimianya ditulis sebagai berikut:
kJHlOHgOgH 5.285 )()()( 2221
2 −=∆→+
75
75 DAFTAR ISI
Jika koefisien digandakan dengan faktor y, maka harga harga ∆H
harus dikalikan dengan faktor y tersebut.
kJHlOHgOgH 571 )(2)()(2 222 −=∆→+
Jika reaksi dibalik (posisi reaktan dan produk ditukar), maka nilai ∆H
tetap sama, tetapi tandanya berlawanan.
kJHgOgHlOH 5.285 )()( )( 221
22 +=∆+→
Jika fasa reaktan atau produk berbeda, maka perubahan entalpinya
juga akan berbeda.
kJHgOHgOgH 82.241 )()()( 2221
2 −=∆→+
Tanda (-) atau (+) menunjukkan reaksi melepaskan kalor ke
lingkungan (eksotermis) atau reaksi menggunakan kalor dari
lingkungan (endotermis).
B. Jenis-jenis perubahan entalpi
Perubahan entalpi sistem biasanya dinyatakan pada
tekanan standar, yaitu 1 bar∗ dan temperatur konvensional (TC),
yaitu 298.15 K (sama dengan 25 0C) . Perubahan entalpi yang diukur
pada keadaan tersebut disebut perubahan entalpi standar disimbol
∆Ho dengan satuan Joule atau kalori. Jika diukur pada keadaan
tertentu, bukan pada keadaan standar, cukup disimbolkan dengan
∆H. Perubahan entalpi sering pula dinyatakan untuk tiap 1 mol zat
yang disebut entalpi molar disimbol ∆Ho
m pada keadaan standar
atau ∆Ho
m pada keadaan tertentu dengan satuan J mol-1
atau kal
mol-1
.
∗ Tekanan 1 bar adalah tekanan standar terbaru untuk melaporkan data
termodinamika dan mulai digunakan oleh National Bureau of Standars. Beberapa
buku masih menggunakan tekanan 1 atm sebagai tekanan standar, khususnya
untuk analisis yang tidak memerlukan ketepatan tinggi karena nilainya tidak jauh
berbeda (1 bar = 0.98692 atm).
76
76 Termodinamika Kimia
Perubahan entalpi sistem kimia, berdasarkan jenis
reaksinya dapat digolongkan sebagai berikut :
2. Entalpi pembentukan (∆∆∆∆Hf)
Entalpi pembentukan (∆Hf) atau kalor pembentukan adalah
perubahan entalpi yang terjadi pada pembentukan satu mol
senyawa dari unsur-unsurnya dalam keadaan referensi. Keadaan
referensi suatu unsur adalah keadaannya yang paling stabil pada
keadaan standar. Misal pada keadaan standar, nitrogen stabil
sebagai senyawa dwiatom N2, oksigen sebagai O2, hidrogen
sebagai H2, klorin sebagai Cl2, karbon sebagai Cgrafit, belerang
sebagai Srombik, fosfor sebagai Pputih, raksa dalam bentuk cair,
beberapa logam dalam bentuk kristal, dan lain-lain.
Entalpi pembentukan unsur-unsur dalam keadaan
referensinya sama dengan nol sama dengan nol pada semua
temperatur karena entalpi tersebut adalah entalpi dari reaksi nol.
Adapun entalpi pembentukan senyawa dapat bernilai positif
(endotermis) atau negatif (eksotermis).
Contoh:
0 )()(0
22=∆→
fHgNgN
10
662 0.49 )()(3) ,(6 −+=∆→+ molkJHlHCgHgrafitsC mf
10
221 9.401 )()()( −−=∆→+ molkJHsNaClgClsNa mf
3. Entalpi penguraian (∆∆∆∆Hd)
Entalpi penguraian (∆Hd) adalah perubahan entalpi yang
terjadi pada penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur-unsur
penyusunnya. Perubahan entalpi ini merupakan kebalikan dari
perubahan entalpi pembentukan, maka nilainya pun akan
berlawanan tanda. Menurut Marquis de Laplace, “jumlah kalor
yang dilepaskan pada pembentukan senyawa dari unsur-unsur
penyusunnya sama dengan jumlah kalor yang diperlukan pada
penguraian senyawa tersebut menjadi unsur-unsur penyusunnya“.
Pernyataan ini disebut hukum Laplace.
77
77 DAFTAR ISI
Contoh :
Diketahui ∆Hf o CH4(g) = -74.81 kJ mol
-1, maka entalpi penguraian
CH4(g) menjadi karbon dan gas hidrogen adalah +74.81 kJ mol-1
sesuai persaman reaksi berikut:
10
24 81.74 )(2)()( −+=∆+→ molkJHgHgCgCH md
4. Entalpi pembakaran (∆∆∆∆Hc )
Entalpi pembakaran (∆Hc) adalah perubahan entalpi yang
terjadi pada pembakaran/oksidasi 1 mol senyawa organik secara
sempurna menjadi CO2 dan H2O bagi senyawa yang mengandung C,
H, dan O atau menjadi N2 bagi senyawa yang mengandung N.
Contoh :
10
2226126 2808 )(6)(6)(6)(
−−=∆+→+ molkJHlOHgCOgOsOHC mcRe
aksi pembakaran merupakan reaksi yang menghasilkan kalor
(eksotermis), sehingga ΔHnya selalu bernilai negatif.
5. Entalpi netralisasi (∆∆∆∆Hn)
Entalpi netralisasi (∆Hn) adalah perubahan entalpi yang
terjadi pada penetralan 1 mol asam oleh basa atau 1 mol basa oleh
asam. Contoh :
kJHlOHaqSONaaqSOHaqNaOHn
200 )(2)()()(224242
−=∆+→+
∆Hn reaksi = -200 kJ
∆Hn NaOH = 1 100 2
200 −−=−kJmol
mol
kJ
∆Hn H2SO4 = 1 200 1
200 −−=−kJmol
mol
kJ
6. Entalpi hidrogenasi (∆∆∆∆Hh)
Entalpi hidrogenasi (∆Hh) adalah perubahan entalpi yang
terjadi pada hidrogenasi 1 mol senyawa organik tak jenuh.
78
78 Termodinamika Kimia
Contoh:
10
33222137 )(CHCH)()(CHCH
- kJmol-H ggHg =∆→+=
10
126266205 )(HC)(3HC
- kJmol-H ggH =∆→+
Jika entalpi hidrogenasi etena (C2H4) yang terdiri dari 1 ikatan
rangkap dikali 3, ternyata tidak sama dengan entalpi hidrogenasi
benzena (C6H6) yang telah terdiri dari 3 ikatan rangkap. Entalpi
hidrogenasi benzena adalah 206 kJmol-1
, kurang dari 3 x 137 kJ mol-
1. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk siklik benzena menjadikannya
lebih stabil sehingga energi yang dibutuhkan untuk
menghidrogenasinya lebih kecil.
Selain perubahan entalpi reaksi kimia, dikenal pula
perubahan entalpi proses fisika, seperti entalpi penguapan (∆Hvap),
entalpi peleburan (∆Hfus), entalpi sublimasi (∆Hsub), entalpi
pelarutan (∆Hsol), dan lain-lain.
Contoh:
10
22
10
22
10
22
01.50 )()(
00.44 )()(
01.6 )()(
-sub
-vap
-fus
kJmolH gOHsOH
kJmolH gOHlOH
kJmolH lOHsOH
+=∆→+=∆→+=∆→
dimana vapfussub HHH 000 ∆+∆=∆ ,maka:
10 14.75 )()(
−−=∆→ kJmolHaqHClgHCl sol
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Nyatakan entalpi reaksi standar:
)(4)()(2)(2 2223 gNlOHgNOlHN +→+
menggunakan entalpi standar pembentukan komponen-
komponennya!
Jawab:
Reaksi di atas telah setara, sehingga koefisiennya dapat digunakan
untuk menyatakan entalpi reaksi standarnya menggunakan entalpi
79
79 DAFTAR ISI
standar pembentukan komponen-komponennya:
( ) ( ) ( ) ( )NOHHNHNHOHHHffff
0
3
0
2
0
22
00 224 ∆−∆−∆+∆=∆
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Hitung entalpi kisi CaBr2!
(2148 kJ mol-1
)
C. Penentuan perubahan entalpi (∆∆∆∆H)
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menetukan
perubahan entalpi adalah sebagai berikut:
1. Metode langsung dengan kalorimetri
Kalorimetri adalah cara penentuan kalor reaksi secara
eksprimen menggunakan kalorimeter. Kalorimeter adalah sistem
yang terisolasi sehingga tidak terjadi perpindahan materi maupun
energi dengan lingkungannya. Semua energi yang diserap atau
dilepaskan reaksi kimia sebagai kalor menyebabkan perubahan
temperatur (ΔT) dalam kalorimeter. Jika ΔT tersebut diketahui,
maka jumlah kalor yang diserap atau dilepaskan dalam kalorimeter
dapat dihitung menggunakan persamaan 4.1.
TCq kalkal ∆×= .................................................................... (4.1)
dimana Ckal adalah kapasitas kalor kalorimeter (J 0C
-1 atau JK
-1),
yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan tiap kenaikan temperatur 1
derajat.
Kalorimeter selalu dilengkapi dengan termometer untuk
mengetahui perubahan temperatur yang terjadi. Jenis-jenis
kalorimeter yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
a. Kalorimeter volume konstan (kalorimeter bom)
Kalorimeter bom adalah kalorimeter yang khusus
digunakan untuk menentukan kalor yang dihasilkan reaksi
pembakaran. Kalorimeter ini terdiri dari sebuah bom (tempat
80
80 Termodinamika Kimia
berlangsungnya reaksi pembakaran, terbuat dari bahan stainless
steel dan diisi dengan gas oksigen pada tekanan tinggi). Bom
tersebut ditempatkan pada sebuah bak yang diisi air dan dibatasi
dengan wadah yang kedap panas untuk memastikan tidak ada kalor
yang meninggalkan atau masuk ke dalam sistem.
Reaksi pembakaran terjadi di dalam bom. Semua kalor yang
dihasilkan (qreaksi) diserap oleh kalorimeter (air dan bom) dan tidak
ada kalor yang terbuang sehingga:
-qreaksi = qkal.......................................................................... (4.2)
Jumlah kalor yang diserap oleh kalorimeter (qkal) dapat dihitung
menggunakan persamaan 4.1.
Kapasitas kalor kalorimeter (Ckal) dapat diketahui dengan
kalibrasi menggunakan senyawa standar yang qreaksinya telah
diketahui. Sebagai contoh, qreaksi 1 gram asam benzoat adalah 26.42
kJ. Jika kalor tersebut menyebabkan kenaikan temperatur sebesar
4.673 K, maka Ckal kalorimeternya adalah:
1 645.5
673.4
42.26
673.4 42.26
−==
×=∆×=
KkJK
kJC
KCkJ
TCq
kal
kal
kalkal
Hasil kalibrasi ini dapat digunakan untuk menentukan qreaksi
pembakaran senyawa yang lain.
Reaksi yang berlangsung pada kalorimeter bom
berlangsung pada volume konstan bukan pada tekanan konstan
sehingga qreaksi ≠ ΔH melainkan qreaksi = ΔU. Pada kasus seperti ini,
ΔH dapat dihitung menggunakan persamaan 3.23 dan 3.24 pada
bab sebelumnya.
b. Kalorimeter tekanan konstan (kalorimeter sederhana)
Kalorimeter yang lebih sederhana dari kalorimeter volume
konstan adalah kalorimeter tekanan konstan yang dibuat dari gelas
stirofoam. Kalorimeter ini biasanya dipakai untuk mengukur qreaksi
81
81 DAFTAR ISI
reaksi dalam fase larutan, misal: reaksi netralisasi asam – basa,
pelarutan, pengendapan, pengenceran dan lain-lain.
Seperti halnya kalorimter sebelumnya, kalorimeter ini
dianggap sebagai sistem terisolasi, meskipun sejumlah kalor
memungkinkan keluar ke lingkungan sehingga tidak terukur. Akan
tetapi, kalor tersebut dapat diabaikan karena nilai yang sangat
kecil. Oleh karena, reaksi yang terjadi dalam kalorimeter ini
berlangsung pada tekanan konstan maka besarnya qreaksi = ΔH.
2. Metode tidak langsung berdasarkan hukum Hess
Metode kalorimetri hanya dapat digunakan untuk reaksi
yang berlangsung satu tahap atau reaksi yang berlangsung cepat
dan sederhana. Kebanyakan reaksi berlangsung dalam beberapa
tahap dan menghasilkan produk selain senyawa yang diharapkan.
Perubahan entalpi reaksi-reaksi tersebut hanya dapat ditentukan
secara tidak langsung. Metode tidak langsung tersebut berdasarkan
hukum Hess yang dapat dinyatakan sebagai berikut: perubahan
entalpi suatu reaksi hanya tergantung pada keadaan awal ( zat-zat
pereaksi ) dan keadaan akhir ( zat-zat hasil reaksi ) dari suatu reaksi
dan tidak tergantung pada jalannya reaksi.
Berdasarkan Hukum Hess, penentuan ∆H dapat dilakukan
melalui 3 cara yaitu :
a. Menjumlahkan perubahan entalpi tahap-tahap reaksi yang
berhubungan.
Contoh :
Reaksi pembakaran propena dapat dituliskan sebagai berikut:
10
c2222
9
63 2058H )(3)(3)()(
−−=∆+→+ molkJlOHgCOgOgHC
Reaksi tersebut diperoleh dari penjumlahan 3 tahap reaksi berikut:
10
c2222
9
63
10
d221
22
10
c22283
10
h83263
2058H )(3)(3)()(
286H )()( )(
2220H )(4)(3)(5 )(
124H )( )()(
−
+
−
−
−
−=∆+→+
+=∆+→
−=∆+→+
−=∆→+
molkJlOHgCOgOgHC
molkJgOgHlOH
molkJlOHgCOgOgHC
molkJgHCgHgHC
82
82 Termodinamika Kimia
Contoh di atas memperlihatkan bahwa entalpi merupakan
fungsi keadaan yang perubahannya tidak tergantung pada jalan
yang dilalui, tapi tergantung pada keadaan awal dan akhir.
Penjelasan ini digambarkan sesuai gambar 4.2.
Gambar 4.2. Siklus reaksi pembakaran propena
Berdasarkan gambar 4.2, perubahan entalpi reaksi
pembakaran propena dapat digambarkan sesuai gambar 4.3.
Gambar 4.3. Perubahan entalpi reaksi pembakaran propena
(ΔHtotal = ΔH1 + ΔH2 + ΔH3)
Berdasarkan contoh di atas dapat dirumuskan perubahan
entalpi reaksi yang terdiri dari beberapa tahap sesuai persamaan
4.3.
83
83 DAFTAR ISI
ntotalHHHHH ∆+∆+∆+∆=∆ .....
321.................................... (4.3)
dimana n adalah bilangan bulat yang menunjukkan tahapan reaksi.
b. Menghitung selisih entalpi pembentukan (∆Hf o) antara produk
dan reaktan.
Misal untuk reaksi:
qCBpADnCDmAB +→+
Perubahan entalpinya dapat ditentukan dari entalpi pembentukan
masing-masing komponen sebagai berikut:
( ) ( )CDHnABHmCBHqADHpHffff
00000 ∆×+∆×−∆×+∆×=∆
atau secara umum dapat dituliskan sesuai persamaan 4.4.
tan)()(000 reakHprodukHH
ffΣ∆−Σ∆=∆ ........................... (4.4)
c. Menghitung perubahan energi ikatan.
Energi ikatan (D) adalah energi yang dibutuhkan untuk
memutuskan ikatan kimia dalam suatu molekul berwujud gas
menjadi atom atau kelompok atom yang lebih sederhana. Contoh,
senyawa AB dapat diuraikan menjadi atom A dan B jika energi yang
diberikan sesuai dengan energi ikat antara atom A dan B atau suatu
senyawa ABC dapat diuraikan menjadi molekul AB dan atom C jika
energi yang diberikan sesuai dengan energi ikatan antara molekul
AB dan atom C. Jadi, besarnya perubahan entalpi yang terjadi sama
dengan energi ikatan molekul yang diputus atau ∆H = D.
Berdasarkan jenis pemutusan ikatan, dikenal 2 jenis
perubahan entalpi berdasarkan energi ikatan yaitu :
1). Entalpi atomisasi (∆Ha)
Entalpi atomisasi (∆Ha) adalah perubahan entalpi yang
terjadi jika semua ikatan dalam suatu molekul diputus menjadi
atom-atom bebas berwujud gas. Contoh, entalpi atomisasi H2O
pada temperatur 298 K sebesar 927 kJ mol-1
adalah jumlah energi
84
84 Termodinamika Kimia
ikatan H-OH (499 kJ mol-1
) dan O-H (428 kJ mol-1
) atau ∆Ha (H2O) =
DH-OH + DO-H.
2). Entalpi disosiasi ikatan (∆Hdis)
Energi disosiasi ikatan (∆Hdis) adalah perubahan entalpi
yang terjadi jika salah satu ikatan yang terdapat pada suatu molekul
diputus menjadi atom atau kelompok atom yang lebih sederhana
dalam keadaan gas. Contoh, perubahan entalpi pemutusan ikatan
CH3 dan OH pada metanol adalah energi ikatan 2 molekul tersebut.
10
33 380 )()()(
−+=∆+→ kJmolHgOHgCHgOHCHdis
atau
∆Hdis (CH3-OH) = DCH3-OH.
Energi ikatan antar atom tergantung pada molekul sisanya,
misal untuk H2O energi ikatan antara O dan H pada HO-H sebesar
499 kJ mol-1
tapi pada O-H hanya sebesar 428 kJ mol-1
.
penghilangan atom H pada HO-H menyebabkan struktur elektronik
molekul menyesuaikan diri. Meski demikian, karena nilainya yang
tidak jauh berbeda, energi ikat antara atom yang sama pada
senyawa serumpun yang berbeda dapat dirata-ratakan sebagai
energi ikatan rata-rata. Energi ikatan rata-rata ini berguna untuk
memperkirakan perubahan entalpi suatu reaksi jika data tidak
tersedia. Oleh karena diperoleh dari energi ikatan rata-rata, maka
perubahan entalpi tersebut disebut perubahan entalpi ikatan rata-
rata yang nilainya hanya perkiraan
Energi ikatan suatu molekul yang berwujud gas dapat
ditentukan menggunakan hukum Hess. Misal, jika diketahui ∆Hdo
CO(g) = 110,5 kJ mol-1
, ∆Hsub o C(s) = 716,7 kJ mol
-1, dan ∆Ha
0 O2 =
495 kJ mol-1
, maka besarnya energi ikatan C=O (DC=O) dalam gas CO
dapat ditentukan dengan cara berikut:
85
85 DAFTAR ISI
10
10
221
10
10
22
1
7.1047 )()()(
5.247 )()(
7.716 )()(
5.110 )()()(
−
+
−
−
−
=∆+→
=∆→
=∆→
=∆+→
molkJHgOgCgCO
molkJHgOgO
molkJHgCsC
molkJHgOsCgCO
a
a
sub
d
di
mana DC=O = ∆Ha0 CO = 1047.7 kJ mol
-1
Selain itu, berdasarkan hukum Hess, entalpi suatu reaksi
dapat pula ditentukan menggunakan data energi ikatan rata-rata
komponennya dengan persamaan 4.5.
∑ ∑−=∆produkreak
DDHtan
................................................... (4.5)
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Jika diketahui: energi ikatan N ≡ N = 946 kJ mol-1
, energi ikatan
N-N = 163 kJ mol-1
, energi ikatan N-H = 389 kJ mol-1
, energi ikatan
O-O = kJ mol-1
, dan energi ikatan O-H = kJ mol-1
, maka hitunglah
berapa ΔH reaksi berikut:
N2H4(g) + 2 H2O2(g) → N2(g) + 4H2O(g)
Jawab:
Reaksinya dapat dituliskan:
∑ ∑−=∆produkreak
DDHtan
kJ
HONNHOOOHNNNH
795
)464(8946)464(4)144(2)389(4163
)(8)()(4)(2)(4)(
−=−−++−=
−−≡−−+−+−+−=∆
Catatan: ΔH reaksi yang dapat dihitung dengan energi ikat
hanyalah reaksi di mana pereaksi dan produk reaksinya semuanya
berwujud gas.
H
HOHNNHOOHNN −−+≡→−−−+− 42
H
H H
86
86 Termodinamika Kimia
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Diketahui energi ikatan: C–C = 348 kJ mol-1
, C=C = 614 kJ mol-1
, C–
H = 413 kJ mol-1
, C–Cl = 328 kJ mol-1
, dan –Cl = 431 kJ mol-1
.
Tentukan ∆H reaksi C2H4 + HCl → C2H5Cl!
(-44 kJ mol-1
)
Soal LatihanSoal LatihanSoal LatihanSoal Latihan ����
1. Suatu kalorimeter bom berisi 250 mL air yang temperaturnya
25oC, kemudian dibakar 200 mg gas metana. Temperatur
tertinggi yang dicapai air dalam kalorimeter = 35oC. Jika
kapasitas kalor kalorimeter = 75 J oC
-1dan kalor jenis air = 4.2 J
g-1
oC
-1, berapakah ∆Hc gas metana?
2. Sebanyak 50 mL ( = 50 gram ) larutan HCl 1 M bertemperatur
27 oC dicampur dengan 50 mL ( = 50 gram ) larutan NaOH 1 M
bertemperatur 27 oC dalam suatu kalorimeter gelas stirofoam.
Temperatur campuran naik sampai 33.5 oC. Jika kalor jenis
larutan = kalor jenis air = 4.18 J g-1
K. Tentukan perubahan
entalpinya!
3. Diketahui :
)(2)()(22
gHFgFgH →+ ∆H = -537 kJ
)()(2)(42
gCFgFsC →+ ∆H = -680 kJ
)()(2)(2 422 gHCgHsC →+ ∆H = -52.3 kJ
Tentukan perubahan entalpi (∆H) dari reaksi berikut ini :
)(4)(2)(6)(4242
gHFgCFgFgHC +→+
4. Gunakan data entalpi ikatan rata-rata dan entalpi pengatoman
untuk memperkirakan entalpi standar reaksi berikut:
)()(2
1)(2),(
322lOHCHgOgHgrsC →++
dimana gr adalah notasi bentuk grafit karbon!
87
87 DAFTAR ISI
5. Perkirakan perubahan entalpi standar reaksi pembentukan
etanol cair dari unsur-unsurnya!
6. Hitunglah entalpi pelarutan standar AgCl(s) dalam air dari
entalpi pembentukan padatan dan ion-ion cairan!
7. Diketahui :
∆Hf o metanol [ CH4O( l ) ] = - 238,6 kJ / mol
∆Hf o CO2( g ) = - 393,5 kJ / mol
∆Hf o H2O( l ) = - 286 kJ / mol
a. Tentukan entalpi pembakaran metanol membentuk gas
CO2 dan air.
b. Tentukan jumlah kalor yang dibebaskan pada pembakaran
8 gram metanol ( Ar H = 1; C = 12; O = 16 )
8. Diketahui :
∆Hf o CO(g) = - 110.5 kJ / mol
∆Hf o C(g) = 716.7 kJ / mol
DO=O = 495 kJ / mol
Tentukan energi ikatan C=O dalam gas CO!
9. Entalpi pembakaran standar gas propana adalah 2220 kJ mol-1
dan entalpi standar penguapan cairannya adalah +15 kJ mol-1
.
Hitunglah:
a. entalpi standar
b. energi dalam pembakaran standar cairannya
10. Buatlah siklus termodinamika untuk menentukan entalpi
hidrasi ion-ion Mg2+
dengan menggunakan data-data berikut:
entalpi sublimasi Mg = +167.2 kJ mol-1
; energi pengionan Mg
pertama = 7.646 eV dan kedua = 15.035 eV, antalpi disosiasi Cl2
= +241.6 kJ mol-1
; afinitas electron Cl = +3.78 eV; entalpi
pelarutan MgCl2 = -150.5 kJ mol-1
; entalpi hidrasi Cl- = -383.7 kJ
mol-1
!
88
88 Termodinamika Kimia
HUKUM KEDUA DAN HUKUM KEDUA DAN HUKUM KEDUA DAN HUKUM KEDUA DAN
KETIGA TERMODINAMIKAKETIGA TERMODINAMIKAKETIGA TERMODINAMIKAKETIGA TERMODINAMIKA
A. Hukum kedua termodinamika
Hukum pertama termodinamika telah menjelaskan
hubungan dan jenis-jenis energi yang terlibat dalam suatu proses.
Penjelasana tersebut sangat membantu dalam menentukan
besarnya energi yang terlibat sehingga suatu proses dapat
diramalkan apakah dapat mencapai kesetimbanagn energi atau
tidak. Akan tetapi, hukum hal tersebut belum cukup untuk
menjelaskan spontanitas suatu proses, termasuk arahnya apakah
reversibel atau irreversibel
Suatu proses perubahan dianggap spontan apabila proses
tersebut mencapai kesetimbangan tanpa masukan energi dari luar
sistem. Sebalilknya, proses perubahan dianggap non spontan
apabila proses tersebut memerlukan masukan energi dari luar
sistem. Bila keadaan setelah perubahan tersebut dapat
dikembalikan kembali ke keadaan sebelum perubahan tanpa
menyebabkan perubahan lain, baik di dalam maupun di luar sistem,
maka proses perubahan tersebut bersifat reversible. Namun
89
89 DAFTAR ISI
perubahan tanpa menyebabkan perubahan yang lain tidak mungkin
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga umumnya
perubahan di alam adalah perubahan irreversibel.
Untuk mengkaji spontanitas dan reversibilitas suatu proses
dibutuhkan rumusan hukum termodinamika yang baru, yaitu
hukum kedua termodinamika. Hukum ini dibangun berdasarkan 2
fakta yang esensial, yaitu:
1. Semua proses yang terjadi di alam hanya bergerak pada satu
arah, dan tidak mungkin sebaliknya secara spontan.
2. Jika proses tersebut bekerja menggunakan energi kalor, maka
tidak semua kalor tersebut dapat diubah menjadi energi
kinetik.
Sebagai contoh, jika kita melemparkan gelas ke lantai dan secara
spontan pecah, maka tidak mungkin mengulangi proses untuk dari
yang sebaliknya untuk membuat gelas tersebut utuh kembali.
Contoh kedua, jika kita memindahkan suatu benda, maka interaksi
benda tersebut dengan lingkungannya menyebabkan hilangnya
sejumlah kalor.
Berdasarkan 2 fakta tersebut, beberapa ahli merumuskan
pernyataan hukum kedua termodinamika, sebagai berikut:
1. Rudolf Clausius (1822-1888) menyatakan rumusan Clausius
tentang hukum II termodinamika dengan pernyataan aliran
kalor: ”kalor mengalir secara spontan dari benda
bertemperatur tinggi ke benda bertemperatur rendah dan tidak
mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya”.
2. Kelvin dan Planck menyatakan rumusan Kelvin-Planck tentang
hukum II termodinamika tentang mesin kalor: ”tidak mungkin
membuat suatu mesin kalor yang bekerja dalam suatu siklus
yang semata-mata menyerap kalor dari sebuah reservoir dan
mengubah seluruhnya menjadi kerja luar”.
Dengan demikian dapat dirumuskan penyataan hukum
kedua termodinamika secara umum: ”tidak ada proses yang
dapat berlangsung terus-menerus dengan menyerap kalor dan
mengkonversikan seluruh kalor yang diserap tersebut menjadi
90
90 Termodinamika Kimia
kerja tanpa hasil samping, yaitu adanya kalor yang hilang”.
Konsekuensi hukum ini memunculkan besaran termodinamika baru
yang berkaitan dengan kalor yang hilang tersebut, yaitu entropi (S).
B. Entropi
Kalor yang hilang pada suatu proses dapat dinyatakan
dengan suatu variabel keadaan termodinamika yang disebut
entropi, yaitu ukuran jumlah energi atau kalor yang tidak dapat
diubah menjadi kerja. Proses irreversibel (seperti pendinginan
hingga mencapai temperatur yang sama dengan temperatur
lingkungan dan pemuaian bebas gas) adalah proses spontan,
sehingga proses tersebut disertai kenaikan entropi. Sementara itu,
proses reversibel adalah proses yang seimbang sehingga tidak
menyebabkan perubahan entropi.
Jika suatu sistem pada temperatur tertentu mengalami
proses reversibel atau irreversibel dengan kontribusi sejumlah kalor
(dq), maka perubahan entropi sistem tersebut dirumuskan sesuai
persamaan 5.1.
T
dqS =∆ .............................................................................. (5.1)
Perubahan entropi ∆S hanya tergantung pada keadaan akhir dan
keadaan awal. Satuan entropi dalam sistem SI adalah J K-1
.
Persamaan 5.1 menjelaskan secara matematis hukum
kedua termodinamika sebagai perubahan entropi sistem sesuai
persamaan 5.2.
dSalam semesta ≥ O .................................................................. (5.2)
dimana:
dSalam semesta= dSsistem + d Slingkungan ........................................ (5.3)
Artinya, proses reversibel tidak mengubah entropi total alam
semesta (∆Salam semesta = 0), tetapi setiap proses irreversibel selalu
menaikkan entropi alam semesta (∆Salam semesta ≥ 0).
91
91 DAFTAR ISI
Contoh proses irreversibel dalam kehidupan sehari-hari
yang menyebabkan ΔS > 0 adalah sebagai berikut:
1. Padatan menjadi cairan atau larutan,
2. Cairan menjadi gas.
3. Jumlah molekul gas dalam suatu reaksi kimia meningkat.
4. Temperatur zat bertambah.
Rumusan entropi dalam kondisi statis disebut rumus
Boltzmann yang dirumuskan sesuai persamaan 5.4.
wkS ln= ............................................................................ (5.4)
dimana k = 1.381 x 10-23
J K-1
disebut tetapan Boltzmann. Tetapan
ini terkait dengan tetapan gas ideal, yakni R = NAk. Persamaan 5.4
menunjukkan entropi berbading lurus dengan W, yakni banyaknya
jalan agar energi sistem dapat dicapai dengan penyusunan ulang
atom-atom atau molekul-molekul diantara keadaan-keadaan yang
ada. Hal ini menunjukkan bahwa entropi menggmbarkan
ketidakteraturan komponen-komponen sistem.
Berdasarkan persamaan 5.2 dan 5.4, dapat disimpulkan
bahwa entropi proses yang berlangsung spontan dalam suatu
sistem yang terisolasi akan meningkat. Dengan demikian hukum
kedua termodinamika dapat pula dinyatakan: “derajat
ketidakteraturan dalam alam semesta akan selalu meningkat”.
Entropi adalah besaran ekstensif, sehingga jika dibagi
dengan jumlah massa m atau jumlah mol n menjadi entropi jenis (s)
sesuai persamaan 5.5.
m
Ss = atau
n
Ss = ........................................................... (5.5)
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Hitung entropi 1 mol CO(s) pada T = 0, asumsikan setiap molekul
CO dapat mengambil salah satu dari dua orientasi tanpa
mempengaruhi energinya!
Jawab:
92
92 Termodinamika Kimia
Cuplikan terdiri dari N molekul CO dengan N = 6.022 x 1023
dimana
setiap molekul dapat berada dalam 2 orientasi, maka nilai W = 2N.
Dengan demikian:
1
23123
76.5
2 ln10022.6 10381.1
ln
−
−−−
=××××=
=
JK
JK
wkS
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Hitunglah besar perubahan entropi lingkungan jika 1 mol N2O4 (g)
terbentuk dari 2 mol NO2 (g) pada kondisi standar dengan
temperatur tetap.
(-192 JK-1
)
C. Efisiensi proses termal dan siklus Carnot
Efisiensi proses termal (ε) merupakan perbandingan antara
kalor yang bermanfaat dengan kalor yang dimasukkan pada suatu
sistem. Pembasahan ini sangat penting dalam kajian
termodinamika untuk mengubah kalor menjadi energi mekanik
menggunakan suatu mesin. Demikian pula dalam sistem kimia,
misal sel elektrokimia untuk menghasilkan arus listrik atau
membantu untuk memperoleh sistem dengan temperatur rendah.
Gambaran efisiensi suatu mesin digambarkan pada skema
gambar 5.1. Sebuah mesin diberi energi berupa kalor q2 pada
temperatur tinggi T2, sehingga mesin melakukan kerja mekanik (w).
Energi dibuang sebagai kalor q1 pada temperatur T1. Dengan
demikian, efisiensi mesin tersebut dapat dirumuskan sesuai
persamaan 5.6.
93
93 DAFTAR ISI
Gambar 5.1. Skema aliran kalor pada suatu mesin kalor
asukkanyangEnergi
bermanfaatyangEnergi
dim=ε
2
12
2q
q
w −==ε
%100)1(2
1 ×−=q
qη ........................................................... (5.6)
Untuk menaikkan efisiensi mesin kalor, Sadi Carnot
mempelajari proses irreversibel mesin kalor tersebut. Agar mesin
kalor memiliki efisiensi yang maksimum maka proses irreversibel
tersebut harus dikurangi. Oleh karena itu, Sardi carnot mengasumsi
proses tersebut mengalami siklus yang disebut siklus Carnot
sehingga bersifat reversibel.
Siklus Carnot meliputi empat proses sebagaimana
diperlihatkan pada gambar 5.2. Penjelasan masing-masing siklus
adalah sebagai berikut:
1. Kurva a-b menunjukkan bahwa sistem menyerap kalor q1 dari
reservoir bertemperatur T1 untuk melakukan kerja pemuaian
isotermal.
2. Kurba b-c menunjukkan bahwa temperatur turun dari T1
menjadi T2 dan melakukan kerja pemuaian adiabatik.
94
94 Termodinamika Kimia
3. Kurva c-d menunjukkan bahwa system melakukan kerja
pemampatan isotermal dimana sistem melepas kalor q2 ke
reservoir bertemperatur rendah T2.
4. Kurva yang terakhir adalah kurva d-a dimana temperatur sistem
naik dari T2 ke T1 sambil melakukan kerja pemampatan
adiabatik.
Gambar 5.2. Siklus Carnot
Kerja total yang dilakukan oleh sistem untuk satu siklus
sama dengan luas daerah di dalam siklus. Oleh karena sistem
menerima kalor q1 dari reservoir bertemperatur tinggi dan melepas
kalor q2 ke reservoir bertemperatur rendah, maka kerja yang
dilakukan oleh sistem sesuai dengan hukum I termodinamika
diperlihatkan pada persamaan 5.7.
q = ∆U + w atau q1 – q2 = 0 + w
w = q1 – q2 ........................................................................... (5.7)
95
95 DAFTAR ISI
dimana q1 adalah kalor yang diserap dari reservoir bertemperatur
tinggi dan q2 adalah kalor yang dilepas ke reservoir bertemperatur
rendah.
Terkait dengan efisiensi mesin kalor, maka efisiensi mesin
Carnot dapat dirumuskan sesuai persamaan 5.8.
%100)1(2
1 ×−=T
Tη ........................................................... (5.8)
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Sebuah mesin kalor menyerap kalor sebanyak 3000 J dan
melakukan kerja serta membuang kalor sebanyak 2500
J. Berapakah efisiensi mesin kalor tersebut ?
Jawab:
%17
%10017.0
%100)83.01(
%100)3000
25001(
%100)1(2
1
=×=
×−=
×−=
×−=q
qη
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Sebuah mesin uap bekerja antara temperatur 500 oC dan 300
oC.
Tentukan efisiensi Carnot mesin uap tersebut!
(26%)
D. Fungsi Helmholtz dan fungsi Gibbs
Entropi adalah konsep dasar untuk mengetahui arah
perubahan suatu proses termasuk proses kimia. Perubahan
tersebut selalu menyebabkan perubahan energi sehingga
96
96 Termodinamika Kimia
dibutuhkan besaran baru yang berkaitan langsung dengan entropi
untuk mengetahui perubahan energi tersebut. Misal suatu sistem
kimia mengalami proses irreversibel hingga mencapai
kesetimbangan termal dengan lingkungannya pada temperatur T,
maka perubahan entropinya sesuai pertidaksamaan 5.9.
0≥−T
dqdS ......................................................................... (5.9)
Pertidaksamaan 5.9 dapat diinterpretasika dengan dua
cara, yaitu:
1. Kalor berpindah pada volume tetap.
Pada kondisi ini, jika tidak ada kerja selain kerja pemuaian
(dq = dU), maka pertidaksamaan 5.9 ditulis sesuai pertidaksamaan
5.10.
0≥
−VT
dUdS ................................................................... (5.10)
Jika energi dalam tetap (dU = 0) atau entropi tetap (dS = 0), maka
pertidaksamaan 5.10 menjadi pertidaksamaan 5.11.
0,
≥VU
dS ............................................................................ (5.11a)
atau
0,
≤VS
dU ............................................................................. (5.11b)
Pertidaksamaan 5.11a bermakna jika perubahan spontan terjadi
pada volume dan energi dalam tetap (seperti dalam sistem yang
terisolasi), maka entropi sistem bertambah. Sebaliknya,
pertidaksamaan 5.11b bermakna jika perubahan perubahan
spontan terjadi pada volume dan entropi tetap, maka energi dalam
sistem akan berkurang.
2. Kalor berpindah pada tekanan tetap
Pada kondisi ini, jika tidak ada kerja selain kerja pemuaian
(dq = dH), maka pertidaksamaan 5.9 ditulis sesuai pertidaksamaan
5.12.
97
97 DAFTAR ISI
0≥
−pT
dHdS ................................................................... (5.12)
Jika entapi tetap (dH = 0) atau entropi tetap (dS = 0), maka
pertidaksamaan 5.12 menjadi pertidaksamaan 5.13.
0,
≥pH
dS ............................................................................ (5.13a)
atau
0,
≤pS
dH ............................................................................. (5.13b)
Pertidaksamaan 5.13a bermakna jika perubahan spontan
terjadi pada tekanan dan entalpi tetap, maka entropi sistem
bertambah. Sebaliknya, pertidaksamaan 5.13b bermakna jika
perubahan perubahan spontan terjadi pada tekanan dan entropi
tetap, maka entalpi sistem akan berkurang.
Pertidaksamaan 5.10 dan 5.12 memberikan hubungan
antara energi sistem (U dan H) dengan entropi. Hubungan tersebut
dinyatakan dengan besaran termodinamika yang baru, yaitu fungi
Helmholtz (A) sesuai persamaan 5.14 dan fungsi Gibbs (G) sesuai
persamaan 5.15 pada kondisi isotermal.
TdSdUdA −= .................................................................... (5.14)
TdSdHdG −= .................................................................... (5.15)
atau secara umum dituliskan sesuai persamaan 5.16 dan 5.17.
TSUA −= ........................................................................... (5.16)
TSHG −= ........................................................................... (5.17)
Gabungan pertidaksamaan 5.10 dengan persamaan 5.14
dan pertidaksamaan 5.12 dengan persamaan 5.15 menghasilkan
pertidaksamaan 5.18 dan 5.19.
0≤TV
dA .............................................................................. (5.18)
0≤Tp
dG .............................................................................. (5.19)
Kedua pertidaksamaan ini bermakna bahwa perubahan spontan
terjadi jika perubahan energi Helmholtz (∆A) dan perubahan energi
Gibbs (∆G) bernilai negatif.
98
98 Termodinamika Kimia
Perubahan energi bebas Gibbs lebih bermanfaat dalam
sistem kimia karena reaksi kimia umumnya dikerjakan pada kondisi
tekanan tetap. Fungsi ini membantu untuk meramalkan terjadinya
suatu reaksi kimia, yakni reaktan hanya dapat berubah menjadi
produk jika terjadi penurunan energi bebas Gibbs. Misal pada suatu
reaksi endoterm, dimana dH > 0, maka entropi sistem harus
bertambah sedemikian banyaknya sehingga TdS bernilai lebih
positif dari dH sehingga dG < 0. Oleh karena itu, reaksi endoterm
dikendalikan oleh pertambahan entropi sistem dan perubahan
entropi sistem tersebut mengatasi pengurangan entropi lingkungan
yang ditimbulkan oleh kalor ke dalam sistem.
Pada keadaan standar, perubahan energi bebas Gibbs
sistem dituliskan ∆G0, sehingga 5.15 dapat dituliskan sesuai
persamaan 5.20.
000STHG ∆−∆=∆ ............................................................... (5.20)
Persamaan 5.20 penting untuk menentukan perubahan energi
Gibbs reaksi kimia pada keadaan standar sebagai rujukan, misal
perubahan energi Gibbs reaksi pembentukan standar (∆Gf0).
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Berapa energi yang dihasilkan oleh pembakaran molekul glukosa
pada kondisi standard dan temperatur 37 0C dalam tubuh untuk
mempertahankan aktivitas otot dan syaraf? Perubahan entalpi
dan entropi standar untuk reaksi tersebut sebesar-2808 kJ mol-1
dan 182.4 JK-1
mol-1
.
Jawab:
1
111
000
2864
4.182 310 2808
−
−−−
−=×−−=
∆−∆=∆
molkJ
molJKKmolkJ
STHG
99
99 DAFTAR ISI
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Apakah oksidasi besi menjadi Fe2O3 (s) berlangsung spontan jika
pembentukannya disertai perubahan entropi sebesar -272 JK-1
mol-1
? Berikan alasan!
(berlangsung spontan karena ∆G<0)
E. Gabungan hukum pertama dan kedua termodinamika
Gabungan hukum pertama dan kedua termodinamika membantu
kita untuk merumuskan persamaan fundamental termodinamika.
Gabungan persamaan 3.8 pada bab sebelumnya, yakni dU = dq –
pdV dengan persamaan 5.1 di atas, yakni dq = TdS menghasilkan
persamaan 5.21.
dU = TdS – pdV.................................................................... (5.21)
Jika persamaan 5.21 dikembangkan pada sistem terbuka, maka
persamaan tersebut menjadi persamaan 5.22.
dU = TdS – pdV + µdn.......................................................... (5.22)
dimana µ adalah potensial kimia sistem, yakni besaran
termodinamika yang menentukan arah gerak zat-zat kimia.
Persamaan 5.22 disebut persamaan fundamental
termodinamika bentuk diferensial untuk energi dalam. Persamaan
tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas U adalah S, V, dan n.
Jika persamaan tersebut didiferensialkan secara parsial akan
dihasilkan persamaan 5.23.
dnn
UdV
V
UdS
S
UdU
VSnSnV
∂∂+
∂∂+
∂∂= .......................... (5.23)
atau
TS
U
Vn
=
∂∂
; pV
U
Sn
−=
∂∂
; µ=
∂∂
VSn
U; ....................... (5.24)
Dengan cara yang sama, berdasarkan persamaan 3.22 pada
bab sebelumnya, yakni dH = dU + pdV + Vdp dan persamaan
100
100 Termodinamika Kimia
5.22 di atas diperoleh persamaan 5.25 sebagai persamaan
fundamental bentuk diferensial entalpi.
dH = TdS + Vdp + µdn.......................................................... (5.25)
Persamaan 5.25 di atas menunjukkan bahwa variabel bebas
H adalah S, p, dan n. Jika persamaan tersebut diferensialkan secara
parsial akan diperoleh persaman 5.26.
dnn
Hdp
p
HdS
S
HdH
SpSnpn
∂∂+
∂∂+
∂∂= ............................ (5.26)
atau
TS
H
pn
=
∂∂
; Vp
H
Sn
=
∂∂
; µ=
∂∂
pSn
H............................. (5.27)
Lebih lanjut, persamaan 5.22 dan 5.25 dapat digunakan
untuk menata ulang persamaan 5.16 dan 5.17 menjadi persamaan
5.28 dan 5.29.
pdVSdTdA −−= + µdn....................................................... (5.28)
VdPSdTdG +−= + µdn ...................................................... (5.29)
Dengan cara yang sama, diperoleh persamaan fundamental
termodinamika bentuk diferensial energi bebas Helmholtz sesuai
persamaan 5.30,
dnn
AdV
V
AdT
T
AdA
TVTnVn
∂∂+
∂∂+
∂∂= ............................ (5.30)
atau
ST
A
Vn
−=
∂∂
; pV
A
Tn
−=
∂∂
; µ=
∂∂
TVn
A ....................... (5.31)
dan persamaan fundamental termodinamika bentuk diferensial
energi bebas Gibbs sesuai persamaan 5.32.
dnn
Gdp
p
GdT
T
GdG
TpTnpn
∂∂+
∂∂+
∂∂= ............................ (5.32)
atau
101
101 DAFTAR ISI
ST
G
pn
−=
∂∂
; Vp
G
Tn
=
∂∂
; µ=
∂∂
pTn
G ......................... (5.33)
F. Hubungan Maxwell
Persamaan 5.24, 5.27, 5.31, dan 5.33 adalah diferensial
parsial masing-masing suku terhadap suku lain yang dianggap
konstan. Jika suku yang dianggap konstan tersebut ditukar maka
akan diperoleh hubungan Maxwell masing-masing suku
berdasarkan teorema diferensial parsial.
suplemensuplemensuplemensuplemen Teorema diferensial parsial:
Misal diketahui suatu fungsi y
xy xf(x,y)
33 −= , maka:
2
2
2
3
33
3
yx
y
f
x
y
xx
y
f
yx
x
+=
∂∂
∂∂
+=
∂∂
dan
2
2
2
33
33
yx
x
f
y
yyx
x
f
xy
y
+=
∂∂
∂∂
−=
∂∂
Contoh di atas memperlihatkan bahwa
xyyxx
f
yy
f
x
∂∂
∂∂=
∂∂
∂∂
Jika teorema diferensial parsial di atas diterapkan pada
persamaan 5.24 akan diperoleh persamaan 5.34.
VnSnSnVn V
U
SS
U
V
∂∂
∂∂=
∂∂
∂∂
VnSn S
p
V
T
∂∂−=
∂∂
.............................................................. (5.34)
102
102 Termodinamika Kimia
Persamaan 5.34 disebut hubungan Maxwell pertama. Cara yang
sama dapat diterapkan pada persamaan 5.24, 5.27, 5.31, dan 5.33
untuk memperoleh 11 kombinasi hubungan Maxwell yang lain.
CoCoCoContoh Soalntoh Soalntoh Soalntoh Soal
Tentukan perubahan entropi 2 mol gas yang diubah volumenya
dari 10 liter menjadi 20 liter pada temperatur tetap 27°°°°C, jika gas
tersebut:
a. gas ideal
b. gas nyata dengan persamaan keadaan
( ) nRTnbVV
anp =−
+2
2
Jawab:
Berdasarkan hubungan Maxwell, VnTn T
p
V
S
∂∂=
∂∂
, maka:
a. Untuk gas ideal, diketahui V
nRTp = atau
V
nR
T
p
Vn
=
∂∂
,
sehingga hubungan Maxwell di atas dapat ditulis dVV
nRdS = .
Jika persamaan ini diintegralkan, diperoleh 1
2lnV
VnRS =∆ ,
sehingga:
1
1
2
53.11
ln2 x 8.314 x 2
ln
−==
=∆
JK
V
VnRS
b. Untuk gas nyata (van der Walls), diketahui
2
2
V
an
nbV
nRTp −
−= atau
nbV
nR
T
p
Vn −=
∂∂
, sehingga hubungan
Maxwell di atas menjadi dVnbV
nRdS
−= . Jika persamaan ini
103
103 DAFTAR ISI
diintegralkan, diperoleh nbV
nbVnRS
−−=∆
1
2ln , sehingga:
1
1
2
50
10ln62816
210
220ln31482
ln
- JK-b
-b x .
b-
b- x . x
nbV
nbVnRΔS
=
=
−−=
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Hitunglah ∆G untuk es pada temperatur -100C, jika rapatannya
0.917 g cm-3
, jika tekanan dinaikkan dari 1 bar menjadi 2 bar!
(2.0 J mol-1
)
G. Persamaan fundamental bentuk integral dan
persamaan Gibbs-Duheim
Selain persamaan fundamental termodinamika bentuk
diferensial, dikenal pula persamaan fundamental termodinamika
bentuk integral. Persamaan ini diturunakn berdasarkan teori
homogen persamaan diferensial.
suplemensuplemensuplemensuplemen Definisi fungsi homogen:
• Suatu fungsi f(x,y) disebut fungsi homogen orde n terhadap x
dan y jika:
),(),( yxfaayaxfn=
• Suatu fungsi f(x,y) disebut fungsi homogen orde n terhadap x
jika:
),(),( yxfayaxfn=
Contoh:
104
104 Termodinamika Kimia
o Misal suatu fungsi x
yxyxf
223),( += , maka:
),(22
324
6)2,2( 1
22
yxfx
yx
x
yxyxf =
+=+=
menunjukkan bahwa f (x,y) adalah fungsi homogen orde 1
terhadap x dan y.
o Misal suatu fungsi x
yxyyxg
2
2 23),( += , maka:
( )yxgx
yxy
x
yxyyxg ,2
234
812)2,( 2
2
2
2
2 =
+=+=
menunjukkan bahwa g (x,y) adalah fungsi homogen orde 2
terhadap y.
Teorema fungsi homogen:
• Jika f(x, y) adalah fungsi homogen orde n terhadap x dan y,
maka berlaku:
( ) ( )
∂∂+
∂∂=
xy y
yxfy
x
yxfx
nyxf
,,1),(
• Jika f(x, y) adalah fungsi homogen orde n terhadap x, maka
berlaku:
( )
∂∂=
yx
yxfx
nyxf
,1),(
• Jika f(x, y) adalah fungsi homogen orde n terhadap y, maka
berlaku:
( )
∂∂=
xy
yxfy
nyxf
,1),(
Teorema fungsi homogen di atas dapat digunakan untuk
menurunkan persamaan fundamental termodinamika bentuk
integral. Sebagai contoh, persamaan 5.22 menunjukkan bahwa U
merupakan fungsi dari S, V, dan n. Ketiga variabel tersebut
merupakan variabel ekstensif, artinya jika U menjadi dua kali lipat,
105
105 DAFTAR ISI
maka S, V, dan n harus menjadi dua kali lipat pula. Dengan
demikian, dapat dituliskan sesuai persamaan 5.35.
U(2S, 2V, 2n) = 2 U(S, V, n). ................................................ (5.35)
Persamaan 5.35 memperlihatkan bahwa fungsi U (S, V, n)
adalah fungsi homogen orde 1 terhadap S, V, dan n. Dengan
demikian, berdasarkan teorema fungsi homogen dan persamaan
5.24, kita peroleh persamaan 5.36.
U = TS – pV + µn ................................................................. (5.36)
Persamaan 5.36 disebut fundamental dalam bentuk
integral untuk energi dalam. Dengan cara yang sama diperoleh
persamaan fundamental dalam bentuk integral untuk variabel yang
lain.
H = TS + µn . ........................................................................ (5.36)
A = -pV + µn ........................................................................ (5.37)
G = µn ................................................................................. (5.38)
Jika persamaan 5.36 dideferensialkan akan diperoleh
persamaan 5.39.
dU = TdS + SdT – pdV – VdP + µdn + ndµ ........................... (5.39)
persamaan 5.39 analog dengan persamaan 5.22, sehingga
diperoleh persamaan 5.40.
SdT– VdP + ndµ = 0 ............................................................ (5.40)
Persamaan 5.40 disebut persamaan Gibbs-Duheim. Persamaan ini
bermakna bahwa tidak mungkin membuat fungsi termodinamika
dengan variabel bebas T, p, dan µ karena ketiganya terkait satu
sama lain. Dengan kata lain, tidak ada fungsi termodinamika yang
seluruh variabel bebasnya adalah besaran intensif.
H. Merancang fungsi termodinamika secara matematis
Fungsi f (x,y) dapat dimodifikasi menjadi fungsi yang lain
dengan mengganti salah satu variabelnya. Misal fungsi tersebut
akan dimodifikasi menjadi fungsi g dengan mengganti variabel y
106
106 Termodinamika Kimia
menjadi variabel b yang nilai diferensialnya diketahui jika y tetap,
maka:
g (x,b) = f (x,y) – x ( )
yx
yxf
∂
∂ ,
Jika kedua variabel x dan y akan diganti dengan variabel a dan b,
maka:
g (a,b) = f (x,y) – x ( )
yx
yxf
∂
∂ ,– y
( )x
y
yxf
∂∂ ,
Sebagai contoh untuk besaran termodinamika diketahui
U = U (S,V), maka modifikasinya dapat dilakukan dengan mengganti
variabel V sesuai persamaan 5.41 untuk memperoleh besaran A.
A = U - SVS
U
∂∂
= U – TS ..................................................... (5.41)
Dengan cara yang sama dapat diturunkan persamaan
termodinamika yang lain.
H = U + pV .......................................................................... (5.42)
G = H – TS = U + pV - TS ..................................................... (5.43)
I. Hukum ketiga termodinamika
Pada temperatur nol mutlak (0 K), semua energi termal
sistem akan hilang sehingga pertikel-partikelnya berada dalam
susunan seragam. Kondisi ini menyebabkan hilangnya
ketidakteraturan atau entropi sistem bernilai nol. Hal ini sesuai
dengan rumusan Boltzman, persamaan 5.4, karena jika W = 1
(hanya satu cara penyusunan molekul), maka S = 0.
Pengamatan termodinamika yang sesuai dengan
kesimpulan ini dikenal sebagai dalil kalor Nernst: ”perubahan
entropi suatu transformasi mendekati nol, jika temperatur
mendekati nol”. Secara matematis, dalil Nernst ditulis sesuai
persamaan 5.44.
0lim =SoT
........................................................................... (5.44)
107
107 DAFTAR ISI
Dalil ini merupakan dasar perumusan hukum ketiga
termodinamika yang dinyatakan: ”Perubahan entropi yang
berkaitan dengan perubahan kimia atau perubahan fisika pada 0
K bernilai nol”. Secara intuitif hukum ketiga ini dapat dipahami
berdasarkan fakta bahwa pada 0 K, pergerakan ionik, molekular,
atau atomik yang menentukan derajat ketidakteraturan (entropi)
sistem telah berhenti.
Hukum ketiga termodinamika memungkinkan entropi
absolut zat murni pada tiap temperatur dapat ditentukan
berdasarkan kalor jenisnya. Sebagai contoh, fasa padat pada
temperatur T memiliki entropi yang akan dinyatakan oleh
persamaan 5.45. Persamaan tersebut disebut persamaan entropi
hukum ketiga termodinamika.
dTT
CS
T
p
∫=0
0 ........................................................................ (5.45)
Sementara itu, fasa cair mempunyai entropi absolut sesuai
persamaan 5.46 dan fasa gas mempunyai entropi absolut sesuai
persamaan 5.47.
dTT
lC
T
HdT
T
sCS
T
T
p
m
fus
T
p
m
m
∫∫ +∆
+=)()(
00
0
0
0 ...................................... (5.46)
dTT
gC
T
HdT
T
lC
T
HdT
T
sCS
T
T
p
b
vap
T
T
p
m
fus
T
p
b
b
m
m
∫∫∫ +∆
++∆
+=)()()(
0000
0
0
0 .... (5.47)
dimana Tm adalah temperatur pelelehan, Tb adalah temperatur
penguapan.
Nilai Cp pada persamaan 5.45 hanya akurat hingga 15 K.
Pada temperatur yang lebih rendah, digunakan persamaan pangkat
tiga Debye dan Einstein sesuai persamaan 5.48, dimana untuk zat
padat Cp ≈ Cv.
Cp ≈ Cv = αT3......................................................................... (5.48)
dimana α adalah karakteristik yang berbeda untuk setiap zat.
Gabungan persamaan 5.48 pada persamaan 5.45 menghasilkan
108
108 Termodinamika Kimia
persamaan 5.49, yang bermakna pada temperatur rendah entropi
zat padat sama dengan sepertiga harga Cpnya.
30
3
1TS α= .......................................................................... (5.49)
Konsekuensi lain hukum ketiga termodinamika berdasarkan
persamaan Maxwell pT
T
V
p
S
∂∂−=
∂∂
adalah:
0lim =
∂∂
p
oTT
V.................................................................. (5.50)
0lim =
∂∂
T
oTV
S.................................................................. (5.51)
0lim =
∂∂
V
oTT
p.................................................................. (5.52)
Hasil di atas sesuai dengan kenyataan eksperimental. Sebagai
contoh, Buffington dan Latimer menemukan bahwa koefisien
ekspansi dari beberapa zat padat kristalin mendekati nol.
Soal LatihanSoal LatihanSoal LatihanSoal Latihan ����
1. Segelas air bertemperatur 26 oC dicampur dengan segelas air
yang bertemperatur 22 oC. Tentukan perubahan entropi air jika
massa air dalam gelas tersebut sebesar 1 kg!
2. Sebuah mesin kalor menyerap kalor sebanyak 3000 J dan
melakukan kerja. Tentukan efisiensi mesin kalor tersebut jika
kalor yang dibuang sebanyak 1500 J!
3. Sebuah mesin Carnot menerima kalor sebesar 2000 J pada
temperatur 500 K dan melakukan kerja serta membuang
sejumlah kalor pada temperatur 350 K. Tentukan jumlah kalor
yang terbuang tersebut dan perubahan entropi total dalam
mesin selama satu siklus!
109
109 DAFTAR ISI
4. Hitunglah perubahan entropi jika 50 gram air bertemperatur
800C dituangkan ke dalam 100 gram air bertemperatur 10
0C
dalam wadah berisolasi jika Cp = 75.5 J K-1
mol-1
!
5. Hitunglah kerja bukan pemuaian maksimun per mol yang dapat
diperoleh dari sel bahan bakar yang reaksi kimianya adalah
pembakaran metana pada temperature 298 K!
6. Entalpi transisi fase grafit menjadi intan pada tekanan 100 kbar
dan temperatur 2000 K adalah 1.9 kJ mol-1
. Hitunglah
perubahan entropi sistem ini!
7. Hitunglah koefisien kinerja pendingin sempurna yang
beroperasi dalam kamar pada temperatur 200C jika bagian
dalam pendingin itu (a) 00C (b) -10
0C!
8. Definisi entalpi, fungsi Gibbs, dan fungsi Helmholtz semuanya
dalam bentuk: g = f +yz. Buktikan bahwa penambahan hasil kali
yz adalah cara umum untuk mengubah fungsi x dan y menjadi x
dan z, dalam arti bahwa df = adx – zdy, maka dg = adx + y dz!
9. Perubahan fungsi Gibbs suatu proses bertekanan tetap
memenuhi bentuk ∆G(J) = -85.4 + 36.5 (TK-1
). Hitunglah nilai ∆S
proses ini!
10. Perkirakan perubahan fungsi Gibbs 1 L benzena, jika tekanan
padanya bertambah dari 1 menjadi 100 atm!
11. Hitunglah perubahan fungsi Gibbs molar gas hidrogen, jika gas
itu dimampatkan secara isotermal dari tekanan 1 atm menjadi
100 atm pada temperatur 298 K!
12. Tentukan perubahan entropi 2 mol gas yang diubah
tekanannya dari 1 atm menjadi 2 atm pada temperatur tetap
27°C!
13. Gunakan hubungan Maxwell untuk membuktikan bahwa
entropi gas sempurna bergantung pada volume sebagai S ∞ R
ln V!
14. Buktikan bahwa, jika S dipandang sebagai fungsi T dan V, maka:
dVT
pTdTCTdS
V
V
∂∂+=
110
110 Termodinamika Kimia
Hitunglah energi yang harus dipindahkan sebagai kalor pada
gas van der Waals yang memuai secara reversible dan
isotermal dari Vi sampai dengan Vf!
15. Volume polimer yang baru disintesis bergantung pada tekanan
secara eksponensial, yaitu sebagai V = V0e-p/p*
, dengan p
sebagai kelebihan tekanan p* adalah konstanta. Simpulkan
bentuk fungsi Gibbs polimer tersebut sebagai fungsi kelebihan
tekanan. Bagaimana arah perubahan alamiah material yang
dimampatkan jika tekanannya dihilangkan?
111
111 DAFTAR ISI
KESETIMBANGAN KIMIAKESETIMBANGAN KIMIAKESETIMBANGAN KIMIAKESETIMBANGAN KIMIA
A. Syarat kesetimbangan kimia
Pada bab sebelum telah diperoleh hubungan antara
perubahan energi Gibbs dan jumlah partikel sebagaimana
dinyatakan pada persamaan 5.33 dan ditulis kembali pada
persamaan 6.1.
Tpn
G
,
∂∂=µ atau nG ∂=∂ µ ............................................... (6.1)
Persamaan 6.1 merupakan definisi potensial kimia. Jika sistem
terdiri dari dua komponen (reaktan A dan produk B), maka
persamaan tersebut dapat ditata ulang menjadi persamaan 6.2.
BnnG
BAA∂+∂=∂ µµ ........................................................... (6.2)
Hasil integrasinya adalah persamaan 6.3.
BnnG
BAA∆+∆=∆ µµ ......................................................... (6.3)
Pada sistem tersebut, pengurangan jumlah reaktan A (A
n∆ )
sama dengan penambahan jumlah produk B (B
n∆ ) atau sesuai
dengan persamaan 6.4.
112
112 Termodinamika Kimia
-A
n∆ = +B
n∆ = ξ∆ ............................................................ (6.4)
dimana ξ disebut tingkat reaksi. Subtitusi persamaan 6.4 ke
persamaan 6.3 menghasilkan persamaan 6.5.
ξµξµ ∆+∆−=∆BA
G atau ( ) ξµµ ∆−=∆AB
G ................ (6.5)
Jika AB
µµ < , maka kemiringan grafik akan negatif sehingga
reaksi akan spontan. Sebaliknya, jika AB
µµ > , maka kemiringan
grafik akan positif sehingga reaksi yang terjadi tidak spontan. Reaksi
akan setimbang jika kemiringan grafik sama dengan nol, yaitu
ABµµ = . Penjelasan di atas dapat digambarkan sebagai fungsi G
versus ξ pada gambar 6.1.
Gambar 6.1. Grafik energi Gibbs dan tingkat reaksi
B. Kesetimbangan homogen
Jika komponen yang terlibat dalam suatu kesetimbangan
hanya terdiri dari satu fase, maka kesetimbangan tersebut disebut
kesetimbangan homogen. Penjelasan kesetimbangan homogen
pada beberapa sistem adalah sebagai berikut:
1. Kesetimbangan pada gas ideal
Perubahan energi Gibss pada sistem tertutup dan tidak
melakukan kerja non pemuaian dapat diturunkan dengan
113
113 DAFTAR ISI
menggunakan hubungan Maxwell sebagaimana ditunjukkan pada
persamaan 6.6.
SdTVdpdG −= ................................................................ (6.6)
Pada kondisi isotermal, persamaan 6.6 diubah menjadi persamaan
6.7.
VdpdG = ........................................................................... (6.7)
Hasil integrasi persamaan 6.7 pada batas p0 (1 bar) hingga p
tertentu adalah persamaan 6.8.
∫∫ =p
p
G
G
dpp
nRTdG
00
pnRTGG ln 0 =− .............................................................. (6.8)
Jika persamaan 6.8 dibagi dengan n dimana µ=n
G, maka akan
diperoleh persamaan 6.9.
pRT ln 0 =− µµ
pRT ln 0 += µµ ........................................................ (6.9)
Gabungan persaman 6.5 dan 6.9 adalah persamaan 6.10.
( ) ( )( )
ABAB
AABB
ppRT
pRTpRTG
ln ln
ln ln
00
00
−+−=
+−+=∆∆
µµ
µµξ
A
B0
p
pln RTGG
rr+∆=∆ ........................................................ (6.10)
dimana r
G∆ adalah energi Gibbs reaksi dan 0
rG∆ adalah energi
Gibbs reaksi pada keadaan standar. Pada keadaan standar 0
rG∆ = 0G∆ sehingga persamaan 6.10 dapat ditulis ulang menjadi
persamaan 6.11.
A
B0
p
pln RTGG
r+∆=∆ ....................................................... (6.11)
114
114 Termodinamika Kimia
Pada saat kesetimbangan r
G∆ = 0, sehingga diperoleh
persamaan 6.12.
A
B0
p
pln RTG −=∆ ............................................................... (6.12)
dimana A
B
p
p = Kp, yakni konstanta kesetimbangan tekanan masing-
masing komponen. Akhirnya, untuk gas ideal diperoleh persamaan
6.13.
pK ln RTGo −=∆ ................................................................ (6.13)
Berdasarkan persamaan 6.13, kondisi hasil reaksi pada saat
ketimbangan dapat diramalkan sebagaimana ditampilkan pada
tabel 6.1.
Tabel 1. Hubungan ∆G0 dan K serta perkiraan kondisi reaksi
K ln K ∆G0 Kondisi hasil reaksi
> 1 Positif Negatif Produk lebih banyak terbentuk saat
kesetimbangan
= 1 0 0 Jumlah produk = reaktan saat
kesetimbangan
< 1 Negatif Positif Reaktan lebih banyak terbentuk saat
kesetimbangan
2. Hubungan antara Kp dan Kc untuk Sistem Gas Ideal
Persamaan gas ideal dapat dimodifikasi sesuai persamaan
6.14.
nRTpV =
CRTRTV
np == ................................................................. (6.14)
Konstanta kesetimbangan konsentrasi (Kc) suatu reaksi reversibel
(aA bB) adalah sebagai berikut:
115
115 DAFTAR ISI
[ ][ ]a
b
cA
BK = ........................................................................... (6.15)
Persamaan 6.14 dapat digunakan untuk memodifikasi persamaan
6.15 menjadi persamaan 6.16.
( )( )
( )( )
( )( ) npabp
ab
pb
a
a
A
b
B
a
A
b
B
cRT
KRT
KRTKRT
RT
p
p
RTp
RTp
K ∆−−− ====
= 11
n
cpRTKK ∆= .................................................................... (6.16)
3. Kesetimbangan pada Gas Nyata
Apabila sistem terdiri dari gas nyata, digunakan fugasitas (f)
sebagai pengganti p. Hubungannya dinyatakan pada sesuai
persamaan 6.17.
pf γ= ................................................................................. (6.17)
dimana γ = koefisien aktifitas (untuk gas ideal γ = 1). Hasil yang
diperoleh sesuai persamaan 6.18.
( )( )
( )( )
( )( ) γγγ
γ
γK
Kf
f
f
f
p
pK
fb
B
a
A
a
A
b
B
a
A
A
b
B
B
a
A
b
B
p
1==
==
γKKKpf
= .......................................................................... (6.18)
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Jika diketahui:
N2(g) + O2(g) 2NO(g) Kc = 4.1 x 10-31
N2(g) + ½ O2(g) N2O(g) Kc = 2.4 x 10-18
Bagaimana Kc reaksi:
N2O(g) + ½ O2(g) 2NO(g) Kc = ?
Penyelesaian:
Kita dapat menggabungkan persamaan diatas menjadi:
116
116 Termodinamika Kimia
N2(g) + O2(g) 2NO(g) Kc (1) = 4.1 x 10-31
N2O(g) N2(g) + ½ O2(g) Kc (2) = 1/(2.4 x 10-18
) = 4,2 x 1017
N2O(g) + ½ O2(g) 2NO(g) Kc (3) = ?
diperoleh:
131731
2/1
22
2
2
2/1
22
22
2
107.1102.4101.4)2()1()3(
)3(]][[
][
][
]][[
]][[
][
−− ===
==
xxxxKxKK
KOON
NO
ON
ONx
ON
NO
ccc
c
Kesimpulan:
• Persamaan apapun yang digunakan untuk Kc harus sesuai
dengan reaksi kimianya yang setara
• Jika persamaannya dibalik, nilai Kc dibalik yaitu persamaan
yang baru kebalikan dari persamaan aslinya
• Jika koefisien dalam persamaan setara dikalikan dengan faktor
yang sama, tetapan kesetimbangan yang baru adalah akar
berpangkat faktor tersebut didapat tetapan kesetimbangan
yang lama
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Suatu sampel COCl2 dibiarkan terdekomposisi berdasarkan reaksi
berikut:
COCl2(g) CO(g) + Cl2(g)
Nilai Kc pada kesetimbangan adalah sebesar 2,2 x 10-10
pada
100oC. Jika konsentrasi awal COCl2 sebesar 0.095 M, berapa
konsentrasi tiap komponen pada saat kesetimbangan tercapai?
(0.095 M; 9.1 x 10-6
M; 9.1 x 10-6
M)
C. Kesetimbangan Heterogen
Jika komponen yang terlibat dalam kesetimbangan
kimia lebih dari satu fase, maka kesetimbangan tersebut disebut
kesetimbangan heterogen. Contoh reaksi kesetimbangan
heterogen adalah penguraian kalsium karbonat pada reaksi 6.19.
117
117 DAFTAR ISI
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(s)................................................. (6.19)
Pada saat kesetimbangan, potensial kimia sistem mengikuti
persamaan 20.
( ) 032
=−+CaCOCOCaO
µµµ .................................................... (6.20)
dimana
CaOCaO
0µµ = ...................................................................... (6.21a)
22
2 ln 0
COCOCOpRT+= µµ ..................................................... (6.21b)
33
0CaCOCaCO
µµ = .................................................................. (6.21c)
Persamaan 6.21a dan 6.21c didasarkan pada fakta bahwa padatan
tidak memberikan sumbangsi terhadap tekanan total sistem atau
CaOp =
3CaCOp = 0.
Subtitusi persamaan 6.21 a, 6.21 b, dan 6.21 c pada
persamaan 6.20 menghasilkan persamaan 6.22.
( )( )( )
0 ln
0 ln
0 ln
2
232
32
2
0
000
000
=+∆
=+−+
=−++
CO
COCaCOCOCaO
CaCOCOCOCaO
pRTG
pRT
pRT
µµµ
µµµ
2 ln 0
COpRTG −=∆ .............................................................. (6.22)
Persamaan 6.22 identik dengan persamaan 6.13, sehingga
konstanta kesetimbangan reaksi 6.19 adalah persamaan 6.23.
2COppK = .............................................................................. (6.23)
Persamaan 6.23 memperlihatkan bahwa konstanta
kesetimbangan hanya mengandung komponen-komponen yang
konsentrasi atau tekanan parsialnya berubah selama reaksi
berlangsung. Atas dasar ini walaupun ikut bereaksi tapi karena
tidak berubah, maka padatan murni dan cairan murni tidak
diperhitungkan dalam persamaan tetapan kesetimbangan.
118
118 Termodinamika Kimia
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Bila reaksi C(s) + CO2(g) 2CO(g) berlangsung pada temperatur
850 0C dan tekanan total 1 atm, campuran pada kesetimbangan
mengandung 93.77 % (v/v) CO dan 6.23 % (v/v) CO2. Tentukan
harga Kp reaksi tersebut!
Penyelesaian:
Menurut hukum Avogadro, komposisi relatif di dalam volume
sama dengan komposisi molar, sehingga mol fraksi masing-masing
adalah 0.9377 untuk CO dan 0,0623 untuk CO2. Dengan tekanan
total 1 atm, tekanan parsial CO adalah 0.9377 dan 0.0623 untuk
tekanan parsial CO2. Akhirnya, diperoleh:
( )
11,14
0623,0
9377,02
=
=Kp
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Tentukan Kc reaksi berikut:
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) Kp = 2.1 x 10-4
(pada 1000 K)
(2.56 x 10-6)
D. Respon Kesetimbangan terhadap Berbagai Kondisi
Jika suatu sistem kesetimbangan diberi gangguan, maka
sistem itu akan bereaksi untuk menghilangkan gangguan tersebut.
Prinsip ini disebut prinsip Le Chatelier’s dan gangguan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Temperatur
Jika temperatur dinaikkan, maka konstanta
kesetimbangan akan meningkat (produk bertambah) pada sistem
endoterm, sebaliknya konstanta kesetimbangan turun (reaktan
bertambah) pada sistem eksoterm. Secara matematis, pernyatan
119
119 DAFTAR ISI
tersebut dapat dibuktikan menggunakan persamaan Gibbs-
Helmholzt sebagaimana persamaan 6.24.
TSHG −=
T
HGS
−−= ....................................................................... (6.24)
Pada tekanan konstan (dp = 0) persamaan 6.24 dapat dituliskan
sesuai persamaan 6.25.
SdTdG −=
pT
GS
∂∂−= .................................................................... (6.25)
Substitusi 6.24 dan 6.25 menghasilkan persamaan 6.26.
T
H
T
G
T
G
T
HG
T
G
p
p
−=
∂∂
−=
∂∂
T
H
T
G
T
G
p
−=−
∂∂
.............................................................. (6.26)
Persamaan 6.26 diselaikan menggunakan persamaan 6.27.
−
∂∂=
−
∂∂=
∂∂+
−=
∂∂+
∂∂=
∂∂
T
G
T
G
T
T
G
T
G
T
T
G
TTG
GTTTT
GT
G
T
p
p
p
ppp
1
1
11
11
2
2
pp T
G
TT
T
G
T
G
∂∂=−
∂∂
................................................ (6.27)
120
120 Termodinamika Kimia
Ruas kiri persamaan 6.26 sama dengan ruas kiri persamaan 6.27,
sehingga diperoleh persamaan Gibbs-Helmholtz sesuai persamaan
6.28.
T
H
T
G
TT
p
−=
∂∂
2
T
H
T
G
Tp
−=
∂∂
.......................................................... (6.28)
Untuk membuktikan secara matematis pengaruh
temperatur terhadap konstanta kesetimbangan digunakan
persamaan 6.13 yang ditata ulang sebagaimana persamaan 6.29.
RT
G0
K ln∆−= ..................................................................... (6.29)
Kebergantungan K akan terlihat jika persamaan 6.29 diturunkan
sebagai fungsi temperatur sebagai berikut:
−=RT
ΔG
dT
dK ln
dT
d0
=
−T
ΔG
dT
dK ln
dT
dR
0
.................................................. (6.30)
Ruas kanan persamaan 6.30 mirip dengan ruas kiri
persamaan Gibbs-Helmholtz (persamaan 6.28). Berdasarkan dua
persamaan tersebut diperoleh persamaan 6.31 yang dikenal
sebagai persamaan van’t Hoff.
dTRT
ΔH Kd
RT
ΔH K
dT
d
T
ΔH K
dT
dR
2
0
2
0
2
0
ln
ln
ln
=
=
−=
−
121
121 DAFTAR ISI
−−=−
= ∫∫
12
0
12
2
1
2
02
1
11lnln
ln
TTR
ΔH K K
dTRT
ΔH Kd
( )21
12
0
1
2lnTT
TT
R
ΔH
K
K
−= .......................................... (31)
2. Tekanan dan Volume
Konstanta kesetimbangan tidak dipengaruhi oleh
perubahan tekanan, karena konstanta kesetimbangan ditentukan
pada tekanan konstan (isobar). Secara matematis, hubungan K dan
p dinyatakan dengan persamaan 6.32.
0=
∂∂
Tp
K........................................................................ (6.32)
Akan tetapi, bertambahnya tekanan sistem menyebabkan
kesetimbangan bergeser ke sisi yang jumlah mol gasnya lebih kecil.
Contoh sederhana adalah reaksi pembentukan HI dan penguraian
N2O4 berikut:
H2(g) + I2(g) 2HI(g)
N2O4(g) 2NO2(g)
Pada reaksi pertama, penambahan tekanan tidak
mempengaruhi konstanta dan jumlah masing-masing komponen,
karena jumlah mol gas reaktan = produk. Sebaliknya, pada reaksi
kedua, penambahan tekanan akan menggeser reaksi ke kiri, jumlah
NO2 berkurang dan jumlah N2O4 bertambah (meski demikian,
tekanan parsial masing-masing komponen tetap).
Misalkan jumlah N2O4 awal adalah n (dan NO2 masih nol).
Pada saat kesetimbangan, jika N2O4 berkurang sebesar αn, maka
NO2 akan bertambah 2αn. Jumlah N2O4 saat kesetimbangan
tersebut adalah n-αn, sehingga fraksi mol masing-masing
komponen adalah:
122
122 Termodinamika Kimia
( )( )( ) n
n
n
n
nnn
nnx
ON +−=
+−=
+−−=
1
1
1
1
222 αα
ααα
............................ (6.33a)
( ) ( ) αα
αα
ααα
+=
+=
+−=
1
2
1
2
2
22 n
n
nnn
nx
NO............................ (6.33b)
Konstanta kesetimbangannya adalah:
( ) ( ) ( )42
2
42
2
42
2
222
ON
NO
ON
NO
ON
NO
px
px
px
px
p
pK === ...................................... (6.34)
Jika p bertambah, maka 42ON
x harus bertambah agar Kp tetap.
Besarnya 2NO
x dan 42ON
x dapat disubstitusi dari persamaan 6.33.
Pengaruh volume pada kesetimbangan reaksi kimia
merupakan kebalikan pengaruh tekanan, yang disimpulkan sebagai
berikut:
• Jika volum diperbesar, kesetimbangan bergeser ke jumlah
koefisien yang besar
• Jika volum diperkecil, kesetimbangan bergeser ke jumlah
koefisien yang kecil
• Perubahan volum hanya menggeser arah reaksi, tidak
menggubah Kc.
3. Perubahan Konsentrasi
Perubahan konsentrasi tidak merubah nilai tetapan
kesetimbangan pada temperatur yang tetap. Jika suatu zat
ditambahkan ke dalam sistem yang setimbang, kesetimbangan
akan bergeser ke arah sisi yang lain. Jika zat dikurangi dari sistem
yang setimbang, kesetimbangan akan bergeser ke arah sisi tempat
zat itu diambil. Contoh sederhana adalah reaksi pembentukan HI
berikut:
H2(g) + I2(g) 2HI(g)
Jika sejumlah I2 ditambahkan ke dalam campuran, maka
kesetimbangan bergeser ke produk (HI bertambah, tapi H2
berkurang). Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 6.2.
123
123 DAFTAR ISI
Gambar 6.2. Perubahan konsentrasi jika sejumlah I2 ditambakan
pada reaksi H2(g) + I2(g) 2HI(g)
Kondisi yang lain, jika jumlah H2 dikurangi, maka kesetimbangan
bergeser ke reaktan (HI berkurang, tapi I2 bertambah). Ilustrasinya
dapat dilihat pada gambar 6.3.
Gambar 6.3. Perubahan konsentrasi jika H2 dikurangi
pada reaksi H2(g) + I2(g) 2HI(g)
4. Penambahan Gas Lembam (Inert)
Pengaruh gas lembam pada kesetimbangan tergantung
pada cara menambahkan gas tersebut. Jika sejumlah gas lembam
(seperti Helium) ditambahkan pada keadaan volume tetap, maka
tekanan total sistem akan meningkat. Akan tetapi, tekanan parsial
masing-masing gas akan tetap, so kontanta kesetimbangan tidak
berubah.
Jika gas ditambahkan pada tekanan tetap, maka volume
sistem akan bertambah. Pengaruhnya: jika mol reaktan dan produk
sama, maka kesetimbangan tidak bergeser, tapi jika mol reaktan
124
124 Termodinamika Kimia
lebih besar dari produk maka kesetimbangan bergesar ke reaktan
atau jika mol produk lebih besar dari reaktan maka kesetimbangan
bergeser ke produk.
Gas lembam hanya mempengaruhi konstanta
kesetimbangan jika gas tersebut mengakibatkan perubahan
konsentrasi (atau tekanan parsial) masing-masing komponen
sistem.
5. Katalis
Katalis dalam reaksi reversibel dapat mempercepat reaksi
baik kekanan atau kekiri sehingga keadaan kesetimbangan tercapai
lebih cepat. Katalis hanya merubah mekanisme reaksi dengan
energi aktivasi yang lebih kecil tapi tidak mengubah konstanta
kesetimbangan karena konstanta kesetimbangan tidak bergantung
pada mekanisme reaksi.
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Untuk reaksi kesetimbangan, 2H2(g) + O2(g) 2H2O(g), harga
tetapan kesetimbangan akan bertambah jika:
a. temperatur dinaikkan d. H2 dikurangi
b. tekanan dinaikkan e. H2O ditambah
c. tekanan diturunkan
Penyelesaian:
Jawaban yang benar adalah b dengan penjelasannya sebagai
berikut:
a. reaksi pembakaran adalah reaski eksoterm, menghasilkan
kalor, sehingga menambah panas (menaikkan temperatur)
justru menggeser reaksi ke kiri (reaktan), sehingga Kp menjadi
lebih kecil.
b. menambah tekanan menggeser reaksi ke jumlah mol zat
paling kecil, yaitu ke produk, sehingga Kp menjadi lebih besar.
c. menurunkan tekanan menggeser reaksi ke jumlah mol zat
paling besar, yaitu ke reaktan, sehingga Kp menjadi lebih kecil.
125
125 DAFTAR ISI
d. mengurangi komponen, menggeser reaksi ke arah komponen
yang dikurangi, yaitu reaktan, sehingga Kp menjadi lebih kecil.
e. menambah komponen, menggeser reaksi dari komponen yang
ditambah, yaitu dari produk ke reaktan, sehingga Kp menjadi
lebih kecil.
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Klorometana terbentuk melalui reaksi:
CH4(g) + Cl2(g) CH3Cl(g) + HCl(g)
pada 1500 K, konstanta kesetimbangan Kp = 1.6 x 104. Didalam
campuran reaksi terdapat p(CH4) = 0.13 atm, p(Cl2) = 0.035 atm,
p(CH3Cl) = 0.24 atm dan p(HCl) = 0.47 atm. Apakah reaksi di atas
menuju ke arah pembentukan CH3Cl atau pembentukan CH4 !
(ke arah pembentukan CH3Cl)
Soal LatihanSoal LatihanSoal LatihanSoal Latihan ����
1. Nilai Kp pada 25 0C untuk reaksi kesetimbangan:
CO2 (g) + H2 (g) CO(g) + H2O(g)
adalah 10-5
. Jika 1 mol CO, 2 mol H2 dan 3 mol CO2 dimasukkan
ke dalam labu berukuran 5 L pada 25 0C, hitunglah:
a. perubahan energi Gibbs standar pada temperatur tersebut
b. tetapan kesetimbangan yang dinyatakan dengan
konsentrasi molar
c. mol setiap komponen saat kesetimbangan
2. Untuk reaksi N2(g) + 2 O2(g) 2 NO2 (g), harga Kp pada 2000 dan
2500 K masing-masing 4,08 x 10-4
dan 36 x 10-4
. Tentukan
harga ∆H° !
3. Hitung Kp untuk reaksi, CO(g) + H2O(g) CO2(g) + H2(g) pada 25
°C, jika ∆G° = - 6.816 kkal.
126
126 Termodinamika Kimia
4. Bila reaksi C(s) + CO2(g) 2CO(g) berlangsung pada temperatur
850 0C dan tekanan total 1 atm, campuran pada kesetimbangan
mengandung 93.77 % (v/v) CO dan 6.23 % (v/v) CO2. Hitung:
a. harga Kp
b. komposisi kesetimbangan pada tekanan total 5 atm
5. Reaksi CO(g) + H2O(g) CO2(g) + H2(g) Kc = 1 pada kira-kira 1100
K. Sejumlah zat berikut dicampur pada temperatur tersebut
dan dibiarkan bereaksi: 1 mol CO, 1 mol H2O, 2 mol CO2 dan 2
mol H2. Kearah mana reaksi akan berjalan dan bagaimana
komposisi akhirnya?
6. Untuk reaksi:
NH3 1/2 N2 + 3/2 H2 Kc = 5.2 x 10-5
(pada 298 K)
Berapakah nilai Kc pada 298 K untuk reaksi:
N2 + 3H2 2NH3
7. Untuk reaksi N2O4(g) 2NO2(g), ∆Ho = +61.5 kJ mol
-1 dan Kp =
0,113 pada 298K. Berapa nilai Kp pada 0oC dan pada temperatur
berapa nilai Kp = 1 ?
8. Harga Kp reaksi COCl2(g) CO(g) + Cl2(g) pada 400oC adalah 4.25.
Bila tekanan COCl2 mula-mula 1.35 atm, tentukan tekanan
parsial setiap komponen dalam keadaan setimbang!
9. Senyawa ClF3 disiapkan melalui 2 tahap reaksi fluorinasi gas
klor sebagai berikut:
Cl2(g) + F2(g) ClF(g)
ClF(g) + F2(g) ClF3(g)
a. Seimbangkan masing-masing reaksi di atas dan tuliskan
reaksi totalnya!
b. Buktikan bahwa Kc totalnya = hasil kali Kc masing-masing
tahap reaksi ?
10. Nilai Kp reaksi CO2(g) + H2(g) CO(g) + H2O pada temperatur
400 oC adalah 0.08 dan pada 600
oC adalah 0.41. Tentukan
apakah reaksi tersebut endotermik atau eksotermik!
127
127 DAFTAR ISI
KEKEKEKESETIMBANGAN SETIMBANGAN SETIMBANGAN SETIMBANGAN FASAFASAFASAFASA
Pada bab sebelumnya telah dibahas syarat terjadinya
kesetimbangan kimia, yakni potensial kimia reaktan sama dengan
potensial kimia produk. Syarat tersebut juga berlaku pada
kesetimbangan fasa. Kesetimbangan fasa α dan β terjadi jika
potensial kimia fasa α sama dengan dengan potensial kimia fasa β.
Pernyataan ini sesuai persamaan 7.1.
βα µµ fasafasa
= ................................................................... (7.1)
A. Fasa dan Transisi Fasa
Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan
sifat–sifat fisika yang sama, terpisah dari bagian yang lain oleh
suatu bidang batas, dan dapat dipisahkan secara fisik. Contoh-
contoh fasa yang umum adalah padat, cair, dan gas.
Pada kondisi-kondisi tertentu fasa padat dapat berubah
menjadi fasa cair atau sebaliknya, demikian pula fasa padat dapat
berubah menjadi fasa gas atau sebaliknya, dan seterusnya.
128
128 Termodinamika Kimia
Perubahan-perubahan tersebut disebut transisi fasa. Gambaran
transisi fasa dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Transisi 3 jenis fasa
Jika laju pelelehan padat sama dengan laju pembekuan
cair, maka transisi fasa dalam kesetimbangan yang disebut
kesetimbangan fasa padat dan cair. Pada kondisi tersebut potensial
kimia fasa padat sama dengan potensial kimia fasa cair.
B. Jumlah fasa dan komponen dalam campuran
Jumlah fase dalam suatu sistem disimbol P. Gas atau
campuran gas hanya memiliki satu fasa, yaitu fasa gas dan disebut
berfasa tunggal, demikian halnya kristal termasuk sistem yang
berfase tunggal atau dua cairan yang bercampur sempurna
termasuk fase tunggal. Campuran es dan air adalah sistem yang
berfasa dua (P = 2) walaupun sulit untuk menemukan batas antara
fasa-fasanya.
Campuran dua logam adalah sistem sistem yang berfasa dua
(P = 2) jika logam-logam itu tak dapat campur, tetapi merupakan
sistem yang berfasa tunggal (P = 1) jika logam-logamnya dapat
campur. Contoh ini menunjukan bahwa memutuskan apakah suatu
sistem berfasa tunggal atau berfasa dua, tidak selalu mudah.
129
129 DAFTAR ISI
Kesulitan tersebut ditemukan pada skala mikroskopik, karena pada
skala tersebut, dispersi yang seragam sulit ditemukan. Sampel kecil
seluruhnya dapat berasal dari butiran kecil satu komponen saja,
sehingga sampel itu bukan contoh tepat dari keseluruhan
campuran.
Campuran gas sebagai fasa tunggal sebagaimana disebutkan
di atas dapat terdiri dari berbagai komponen. Jumlah komponen ini
disimbol C, yakni jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan
untuk menemukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem.
Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem
tidak bereaksi, sehingga kita hanya menghitung banyaknya.
Misalnya air murni adalah sistem satu komponen (C = 1) dan
campuran etanol dan air adalah sistem dua komponen (C = 2).
Jika spesies bereaksi seperti amonium klorida yang berada
dalam kesetimbangan dengan uapnya berikut:
NH4Cl(s) NH3(g) + HCl (g)
Kedua fase mempunyai komposisi formal “NH4Cl” sehingga
dianggap sistem mempunyai satu komponen. Namun, jika HCl
berlebih ditambahkan, sistem mempunyai dua komponen karena
jumlah relatif HCl dan NH3 berubah-rubah. Contoh yang berbeda
adalah kalsium karbonat yang berada dalam kesetimbangan
dengan uapnya berikut:
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)
Sistem tersebut adalah sistem dua komponen karena “CaCO3” tidak
menggambarkan komposisi uapnya. Pada reaksi tersebut,
konsentrasi kalsium oksida bukanlah variabel bebas.
Cara sederhana untuk menentukan jumlah komponen dalam
suatu sistem yakni dengan menggunakan hubungan C = S – R,
dimana S adalah jumlah semua spesies termasuk ion-ion dalam
sistem dan R adalah banyaknya antara spesies-spesies termasuk
reaksi-reaksi pada kesetimbangan dan kenetralan muatan. Misal,
sistem campuran air dan sukrosa memiliki 2 spesies sehingga S = 2,
dimana spesies tersebut tidak ada hubungan sehingga R = 0.
Hasilnya, diperoleh jumlah komponen sistem tersebut, yakni C = 2.
130
130 Termodinamika Kimia
Contoh yang lain adalah natrium klorida dalam air dimana
spesies yang ada dalam sistem terdiri dari molekul H2O, ion Na+ dan
ion Cl-, sehingga S = 3. Muatan listrik sistemnya netral sehingga
jumlah ion Na+ sama dengan ioni Cl
-. Ini menunjukkan satu bentuk
hubungan sehingga R = 1. Hasil yang diperoleh adalah C = 3 -1 = 2.
Contoh yang lebih rumit adalah sistem asam fosfat encer
dimana spesies yang ada dalam sistem tersebut adalah H2O, H3PO4,
H2PO4-, HPO4
-2, PO4
-3, H
+, sehingga S = 6. Hubungan masing-masing
spesies ditunjukkan reaksi kesetimbangan berikut:
H3PO4 (aq) H2PO4- (aq) + H
+ (aq)
H2PO4-
(aq) HPO4-2
(aq) + H+
(aq)
HPO4-2
(aq) PO4-3
+ H+
(aq)
Hubungan yang lain adalah kenetralan muatan keseluruhan sistem
sehingga jumlah total kation harus sama dengan jumlah total
anionnya, apapun jenisnya. Dengan demikian, banyaknya
hubungan total adalah R = 4, sehingga jumlah total komponen C =
6- 4 = 2.
Perilaku fasa untuk sistem satu komponen secara
matematis dapat dipelajari menggunakan persamaan Clausius dan
persamaan Clausisus–Clapeyron. Untuk sistem dua komponen,
larutan ideal mengikuti hukum Raoult dan larutan real mengikuti
hukum Henry. Untuk sistem tiga komponen cukup dijelaskan secara
deskrptif.
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Amonium klorida terurai jika dipanaskan. (a) Berapa jumlah
komponen dan fasa yang ada jika garam itu dipanaskan dalam
wadah yang hanya berisi garam tersebut? (b) Kemudian,
andaikan ada tambahan ammonia. Berapa jumlah komponen
dan fase yang ada dalam wadah itu?
Jawab:
131
131 DAFTAR ISI
NH4Cl(s) NH3 (g) + HCl (g)
jumlah komponen (c) = 1 dan jumlah fase (p) = 2 (padat dan gas)
jumlah komponen (c) = 2 dan jumlah fase (p) = 2 (padat dan gas)
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Nyatakan jumlah komponen sistem AlCl3 dalam air, dengan
memperhatikan terjadinya hidrolisa dan pengendapan Al(OH)3.
(3)
C. Sistem Satu Komponen
1. Keberadaan Fasa–Fasa dalam Sistem Satu Komponen
Berdasarkan hukum termodinamika telah diturunkan
persamaan untuk perubahan energi Gibbs sesuai persamaan 7.2.
SdTVdpdG −= ............................................................... (7.2)
Jika masing-masing ruas dibagi n (jumlah zat) akan diperoleh
persamaan 7.3.
dTSdpVdmm
−=µ ............................................................... (7.3)
dimana µ = potensil kimia, Vm = volume molar, dan Sm = entropi
molar.
Pada kondisi p atau T konstan kita peroleh persamaan 7.4
dan 7.5.
m
p
ST
−=
∂∂µ
.................................................................... (7.4)
m
T
Vp
=
∂∂µ
...................................................................... (7.5)
Hukum termodinamika ketiga mengharuskan S>0, sehingga
pada persamaan 7.4, jika T dinaikkan, maka µ akan berkurang
(kemiringan negatif) berdasarkan gambar 7.2. Selain itu,
132
132 Termodinamika Kimia
berdasarkan hukum termodinamika diperoleh bahwa Spadat < Scair <
Sgas.
Gambar 7.2. Perubahan potensial kimia oleh temperatur yang
menetukan fasa sistem
2. Persamaan Clapeyron
Jika fasa α dan β dalam kesetimbangan, maka potensial
kimianya memenuhi persamaan 7.6.
βα µµ fasafasa
= ................................................................... (7.6)
Subtitusi persamaan 6 oleh persamaan 3 menghasilkan persamaan
7.7.
dTSdPVdTSdPVmmmm ββαα −=− ........................................ (7.7)
Masing-masing ruas dikalikan n, diperoleh persamaan 7.8.
dTSdPVdTSdPV ββαα −=− .............................................. (7.8)
Persamaan 7.8 ditata ulang menjadi persamaan 7.9.
( ) ( )dTSSdpVV
dTSdTSdpVdpV
βαβα
βαβα
−=−−=−
133
133 DAFTAR ISI
βα
βα
VV
SS
dT
dp
−−
=
V
S
dT
dp
∆∆= .......................................................................... (7.9)
Hubungan antara perubahan entropi (ΔS) dan perubahan
entalpi (ΔH)sesuai persamaan 7.10.
T
HS
∆=∆ .......................................................................... (7.10)
Persamaan 7.10 digunakan untuk menata ulang persamaan 7.9
sehingga diperoleh persamaan 7.11.
VT
H
dT
dp
∆∆= ........................................................................ (7.11)
Persamaan 7.11 disebut sebagai Persamaan Clapeyron,
yang dapat digunakan untuk menentukan entalpi pelelehan,
penguapan, maupun sublimasi transisi antara dua fasa. Entalpi
sublimasi, peleburan dan penguapan pada temperatur tertentu
dihubungkan dengan persamaan 7.12
vapmelsubHHH ∆+∆=∆ ........................................................ (7.12)
3. Kesetimbangan padat-cair (pelelehan):
Untuk kesetimbangan padat-cair (pelelehan), persamaan
Clapeyron dapat dimodifikasi menjadi persamaan 7.13.
dTVT
Hdp
mel
mel
∆∆
= ................................................................. (7.13)
Jika diintegralkan pada batas tertentu diperoleh persamaan 7.14.
∫∫
∫∫
∆∆
=
∆∆
=
2
1
2
1
2
1
2
1
1dT
TV
Hdp
dTVT
Hdp
mel
mel
mel
mel
134
134 Termodinamika Kimia
1
2
12ln
T
T
V
Hpp
mel
mel
∆∆
=− ........................................................ (7.14)
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada selisih tekanan
yang sangat besar, titik leleh bahan padat hanya berubah sedikit.
Selisih T2 dan T1 sangat kecil, sehingga persamaan 7.13 dapat
dimodifikasi berdasarkan logika berikut.
−+=
−+=
1
12
1
121
1
2 1lnlnlnT
TT
T
TTT
T
T
Harga T2-T1 sangat kecil, sehingga 1
12
T
TT −juga sangat kecil.
∗ Dengan
demikian:
1
12
1
12
1
121
1
2 1lnlnlnT
TT
T
TT
T
TTT
T
T −≈
−+=
−+=
Jika persamaan ini disubstitusi ke persamaan 7.14 didapatkan
persamaan 7.15.
1
12
1
2
12 ln
T
TT
V
Hp
T
T
V
Hpp
mel
mel
mel
mel
−∆∆
=∆
∆∆
=−
1
T
T
V
Hp
mel
mel ∆∆∆
=∆ ........................................................... (7.15)
∗ jika x sangat kecil, maka ln (1 + x) ≈ x
135
135 DAFTAR ISI
ConConConContoh Soaltoh Soaltoh Soaltoh Soal
Gambarkan batas fase es/cairan untuk air pada temperatur
antara -1 0C dan 0
0C. Berapa temperatur leleh es pada tekanan
1,5 kbar? Diketahui titik leleh air pada tekanan 1 bar adalah
273,15 K; ΔHmel = 6,008 kJmol-1
; ΔVmel= -1,7 cm3mol
-1!
Penyelesaian:
Pertanyaan pertama
Langkah pertama: Ubah satuan ΔHm ke cm3 bar mol
-1 dimana 1 J =
0.0098697 L atm:
13
1
845,60082
008,6
−
−
==∆
molbarcm
kJmolHmel
Langkah kedua: Tentukan tekanan titik leleh air pada berbagai
temperatur antara -1 sampai 0 0C (272,15 – 273,15 K)
menggunakan persamaan 7.14:
Pada T= -1 0C atau 272,15 K
( ) ( )
bar 47,301
bar 1bar 47,129
bar 47,129
bar 106677,31053,3
bar 99634,0ln1053,3
15,273
15,272ln
mol cm7,1
mol bar cm 60082,845 bar 1
ln
2
34
4
1-3
1-3
2
1
2
12
=+=
=−−=
−=−
=−
∆∆
=−
−
p
xxx
x
K
Kp
T
T
V
Hpp
mel
mel
Pada T= -0,8 0C atau 272,35 K
1
2
12ln
T
T
V
Hpp
mel
mel
∆∆
=−
136
136 Termodinamika Kimia
( ) ( )
bar 104,54
bar 1bar 54,103
bar 54,103
bar 109331,21053,3
bar 9971,0ln1053,3
15,273
35,272ln
mol cm7,1
mol bar cm 60082,845 bar 1
2
34
4
1-3
-13
2
=+=
=−−=
−=−
=−
−
p
xxx
x
K
Kp
Hasil perhitungan diperoleh untuk semua temperatur adalah:
T 0C K
p (bar)
-1 272,15 130,47
-0.8 272,35 104,54
-0,6 272,55 79
-0,4 272,75 53
-0.2 272,95 27
0,0 273,15 1
Langkah ketiga: Plot data pada grafik p vs T
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada perubahan tekanan yang
sangat ekstrim, temperatur titik leleh padatan hanya berubah
sangat sedikit. Garis kesetimbangan padat-cair untuk air bernilai
137
137 DAFTAR ISI
negatif karena ΔVm air bernilai negatif. Ini terkait dengan ikatan
hidrogen pada fasa padat dan fasa cair air yang kekuatannya
berbeda.
Pertanyaan kedua
Gunakan persamaan 7.14 untuk menentukan T pada tekanan leleh
1,5 kbar:
KT
T
T
T
xK
T
K
Tbarxbar
K
Tkbar
T
T
V
Hpp
mel
mel
78,261
5675,5ln
0425,061,5ln
0425,015,273lnln
1053,3
1499
15,273ln
15,273ln1053,31499
15,273ln
mol cm7,1
mol bar cm 60082,845 bar 15,1
ln
2
2
2
2
4
2
24
2
1-3
1-3
1
2
12
==
−=−−=−−
=
−=
−=−
∆∆
=−
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Volume molar padatan tertentu 161 cm3 mol
-1 pada tekanan
1.00 atm dan temperatur 250.75 K, yaitu temperatur lelehnya.
Volume molar cairan pada temperatur dan tekanan ini adalah
163.3 cm3 mol
-1. Pada tekanan 100 atm, temperatur lelehnya
berubah menjadi 351.26 K. Hitunglah besar entalpi molar dan
entropi peleburan padatan!
(16.47 kJ mol-1
; 46.89 J mol-1
K-1
)
138
138 Termodinamika Kimia
4. Kesetimbangan cair-uap (penguapan)
Untuk peristiwa penguapan, Clausius menunjukkan bahwa
persamaan Clapeyron dapat disederhanakan dengan
mengandaikan uapnya mengikuti hukum gas ideal dan
mengabaikan volume cairan (Vl) yang jauh lebih kecil dari volume
uap (Vg).
glgvapVVVV ≈−=∆ .......................................................... (7.16)
Berdasarkan persamaan gas ideal, diperoleh persamaan
7.17.
p
RTV
g= ........................................................................... (7.17)
Sehingga persamaan 7.14, dapat ditata ulang menjadi persamaan
7.18.
−−−
∆=
∆=
∆=
∆=
∆∆
=
∫∫
121
2
2
1
2
2
1
11ln
11
11
TTR
H
p
p
dTTR
Hdp
p
dTT
pRT
HdT
TV
HdT
VT
Hdp
vap
vap
vap
g
vap
vap
vap
−
∆=
211
2 11ln
TTR
H
p
p vap.................................................... (7.18)
Persamaan 7.18 disebut Persamaan Clausius–Clapeyron.
Dengan menggunakan persamaan di atas, kalor penguapan atau
sublimasi dapat dihitung dengan dua tekanan pada dua temperatur
yang berbeda.
Jika entalpi penguapan suatu cairan tidak diketahui, harga
pendekatannya dapat diperkirakan dengan menggunakan Aturan
Trouton, berdasarkan persamaan 7.19.
11 88 −−≈∆
=∆ molJKT
HS
b
vap
vap.......................................... (7.19)
139
139 DAFTAR ISI
5. Kesetimbangan padat-uap (sublimasi)
Logika pada kesetimbangan cair-uap dapat pula diterapkan
pada kesetimbangan padat-uap. Dengan cara yang sama, diperoleh
persamaan kesetimbangan untuk padat-uap sesuai persamaan
7.20.
−
∆=
211
2 11ln
TTR
H
p
psub .................................................... (7.20)
6. Diagram fasa sistem 1 komponen
Jika ketiga jenis kesetimbangan di atas digambarkan dalam
1 grafik yang sama akan diperoleh diagram fasa. Diagram fasa
merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai
fungsi temperatur dan tekanan. Gambar 7.3 adalah contoh diagram
fasa untuk satu komponen, yaitu air.
Gambar 7.3. Diagram fasa air
140
140 Termodinamika Kimia
Pemahaman tentang diagram fasa akan terbantu dengan
pemahaman aturan fasa Gibbs, aturan yang diturunkan oleh
fisikawan-matematik Amerika Josiah Willard Gibbs (1839-1903)
pada tahun 1876. Aturan ini menyatakan bahwa pada
kesetimbangan tertutup, jumlah variabel bebas atau derajat
kebebasan (F) dapat dihitung menggunakan persamaan 7.21.
F= C + 2 - P ....................................................................... (7.21)
dimana C adalah jumlah komponen dan P adalah jumlah fasa.
Jadi, dalam titik tertentu pada diagram fasa air di atas,
jumlah derajat kebebasan adalah 2, yaitu temperatur dan tekanan.
Bila dua fasa dalam kesetimbangan, sebagaimana ditunjukkan oleh
garis yang membatasi daerah dua fasa, hanya ada satu derajat
kebebasan, yaitu temperatur atau tekanan. Pada titik tripel, ketika
terdapat tiga fasa dalam kesetimbangan, tidak ada derajat
kebebasan lagi.
Kemiringan negatif pada perbatasan padatan-cairan
memiliki implikasi penting sebagaimana dinyatakan di bagian kanan
diagram, yakni bila tekanan diberikan pada es, es akan meleleh dan
membentuk air. Berdasarkan prinsip Le Chatelier, bila sistem pada
kesetimbangan diberi tekanan, kesetimbangan akan bergeser ke
arah yang akan mengurangi perubahan ini. Hal ini berarti air
memiliki volume yang lebih kecil, kerapatan lebih besar daripada
es; dan semua kita telah hafal dengan fakta bahwa es mengapung
di air. Ini adalah keunikan untuk air.
Sebaliknya, air pada tekanan 0,0060 atm berada sebagai
cairan pada temperatur rendah, sementara pada temperatur
0,0098 °C, tiga wujud air akan ada dalam kesetimbangan. Titik ini
disebut titik tripel air. Selain itu, titik kritis (untuk air, 218 atm,
374°C), yang telah dipelajari, juga ditunjukkan dalam diagram fasa.
Bila cairan berubah menjadi fasa gas pada titik kritis, muncul
keadaan antara (intermediate state), yakni keadaan antara cair dan
gas. Dalam diagram fasa keadaan di atas titik kritis tidak
didefinisikan.
141
141 DAFTAR ISI
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Titik didih normal benzena adalah 353.2 K. Perkirakan tekanan
yang memungkinkan benzena mendidih pada 330 K.
Penyelesaian:
Soal ini dapat diselesaikan menggunakan persamaan 7.18.
−
∆=
211
2 11ln
TTR
H
p
p vap
Akan tetapi, terlebih dahulu ΔHvap benzena harus diketahui. Gunakan aturan Trouton untuk menentukan ΔHvap benzena. Untuk kebanyakan cairan, ΔHvap-nya pada titik didih normalnya mendekati nilai yang hampir sama, yaitu:
1
11
11
11
31081.6
K 353.2 x 88
x 88
88
−
−−
−−
−−
≈≈
≈∆
≈∆
Jmol
molJK
TmolJKH
molJKT
H
bvap
b
vap
Akhirnya soal ini bisa diselesaikan:
barp
TJmol
Jmol
bar
p
TTR
H
p
p vap
47.0
76.0
1
2.353
1
K 314.8
6.31082
1ln
11ln
2
2
-11
1
2
211
2
=−=
−=
−
∆=
−
−
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Tekanan uap cair pada temperatur 200 K sampai 260 K
memenuhi persamaan:
KT
Torrp/
8,2501225.16)/ln( −=
Hitunglah besar entalpi penguapan cairan itu.
(20.8 kJ mol-1
)
142
142 Termodinamika Kimia
D. Sistem Dua Komponen
1. Kesetimbangan Uap – Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen
Pada kondisi isotermal, untuk campuran tertentu, tekanan
uap parsial masing-masing komponennya sama dengan tekanan
uap komponen tersebut dalam keadaan murni dikalikan dengan
fraksi molnya dalam campuran. Pernyataan ini sesuai dengan
persamaan 7.22 dan dikenal sebagai Hukum Raoult.
o
iiipxp = ......................................................................... (7.22)
Namun, persamaan ini hanya berlaku jika komponen –
komponen dalam campuran tersebut memilliki sifat yang mirip atau
antaraksi antar partikel komponen sejenis sama dengan interaksi
antar partikel komponen berbeda dalam campuran tersebut. Misal
campuran yang terdiri atas komponen A dan B, maka interaksi
partikel komponen A – B sama dengan antaraksi partikel A – A =
B – B.
Campuran yang bersifat demikian disebut campran ideal.
Beberapa contohnya adalah campuran antara benzena-toluena, n-
heksana-heptana, dan metil alkohol-etil alkohol. Sifat lain
camputran ini adalah perubahan volume campuran linier terhadap
komposisi (ΔVmix = 0), tidak terjadi penyerapan kalor antar
komponen (ΔHmix = 0) dan perubahan entropinya sesuai dengan
persamaan ΔSmix = - R Σni ln xi.
Berdasarkan hukum Dalton pada bab II, tekanan total
sistem adalah jumlah tekanan parsial masing-masing komponen
sesuai persamaan 7.23.
BAppp +=
o
BB
o
AApxpx +=
dimana xB = 1 – xA, sehingga:
( )A
o
B
o
A
o
Bxpppp −+= ......................................................... (7.23)
143
143 DAFTAR ISI
Persamaan ini digunakan untuk membuat garis titik
gelembung (bubble point line) sebagaimana diperlihatkan pada
gambar 7.3. Komposisi uap pada garis kesetimbangan tekanan total
tersebut ditentukan menggunakan persamaan 7.24.
o
i
i
ip
px = .......................................................................... (7.24)
Gambar 3.Tekanan total dan parsial untuk campuran 2 komponen
Jika campuran dipanaskan hingga mendidih, maka tekanan
uap masing-masing komponen akan turun membentuk garis
kesetimbangan yang lengkung sebagaimana diperlihatkan pada
gambar 7.4. Garis lengkung tersebut disebut dew point line dan
memenuhi persamaan 7. 25.
( ) oooo
oo
xppp
ppp
1121
21
++= ........................................................ (7.25)
144
144 Termodinamika Kimia
Gambar 7.4. Fasa cair dan uap untuk campuran benzena–toluena
pada 60oC
Semua titik di bawah garis dew point berfasa uap,
sedangkan semua titik di atas garis buble point berfasa cair. Titik
antara garis dew point dan garis buble point berada dalam
kesetimbangan fasa cair dan uap. Komposisi cair-uap pada titik
tersebut dapat ditentukan menggunakan garis tie line, yakni garis
horisontal yang menghubungkan garis dew point dan garis buble
point pada tekanan yang sama. Misal untuk komponen, jika
diandaikan fraksi mol komponennya adalah x, maka jumlah
komponen B yang berada dalam fasa cair adalah persamaan 7. 26.a
dan jumlah komponen B yang berada dalam fasa uap adalah
persamaan 7. 26.b.
vl
vxBmol
cair −−= . .............................................................. (7.26.a)
vl
xlBmol
uap −−= . .............................................................. (7.26.b)
dimana l adalah jumlah komponen B pada titik pertemuan antara
tie line dengan buble point line, dan v adalah jumlah komponen B
145
145 DAFTAR ISI
pada titik pertemuan tie line dengan dew point line. Kedua
persamaan ini sesuai dengan aturan Lever (Lever Rule).
2. Penyimpangan hukum Raoult: Campuran Non Ideal
Jika gaya antaraksi dan interaksi partikel komponen-
komponen suatu campuran memiliki kekuatan yang berbeda, maka
campuran tersebut akan menyelisihi menyalahi hukum Raoult.
Campuran yang bersifat demikian disebut campuran non-ideal dan
sifat penyimpangannya terhadap hukum Raoult dirinci sebagai
berikut:
a. Penyimpangan positif
Penyimpangan positif ini terjadi jika kekuatan interaksi partikel
komponen-komponen campuran tersebut lebih kuat dibandingkan
kekuatan antaraksinya . Misal untuk campuran A dan B,
penyimpangan ini terjadi jika kekuatan interaksi A – A atau B – B >
antaraksi A – B. Hal ini menyebabkan entalpi campuran (ΔHmix)
positif (bersifat endotermik) dan mengakibatkan terjadinya
penambahan volume campuran (ΔVmix > 0). Contoh campuran yang
mengalami penyimpangan ini adalah campuran etanol dan
n– heksana.
b. Penyimpangan negatif
Penyimpangan negatif ini terjadi jika kekuatan interaksi partikel
komponen-komponen campuran tersebut lebih lemah
dibandingkan kekuatan antaraksinya . Misal untuk campuran A dan
B, penyimpangan ini terjadi jika kekuatan interaksi A – A atau B – B
< antaraksi A – B. Hal ini menyebabkan entalpi campuran (ΔHmix)
negatif (bersifat eksotermik) mengakibatkan terjadinya
pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0). Contoh campuran yang
mengalami penyimpangan ini adalah campuran campuran aseton
dan air.
146
146 Termodinamika Kimia
Gambar 7.5. Penyimpangan positif (kanan) dan negatif (kiri) hukum
Raoult
Kurva komposisi masing-masing komponen pada campuran
larutan non-ideal berbeda dengan campuran ideal sebagaimana
diperlihatkan pada gambar 7.5. Pada gambar tersebut, garis titik
embun campuran memiliki tekanan uap maksimum dan minimum
yang disebut titik azeotrop. Campuran pada titik azeotrop tidak
dapat dipisahkan dengan menggunakan destilasi biasa, tapi bisa
dengan destilasi bertingkat atau dengan menambahkan komponen
ketiga.
3. Hukum Henry
Selain penyimpangan yang telah dijelaskan di atas, hukum
Raoult juga mengalami penyimpangan bagi zat terlarut dalam
larutan yang sangat encer. Pada larutan tersebut, hukum Raoult
hanya berlaku bagi pelarutnya. Hal ini disebabkan gaya antaraksi
partikel-partikel pelarut mendominasi campuran, sementara gaya
antaraksi partikel-partikel zat terlarut sangat terbatas karena
jaraknya yang saling berjauhan diantara pertikel-partikel pelarut.
Kondisi tersebut menjadikan tekanan parsial zat terlarut
tidak ditentukan berdasarkan tekanan uap murninya, tapi
berdasarkan tetapan Henry sebagaimana dinyatakan pada
persamaan 7.27. Persamaan tersebut dikenal sebagai hukum Henry
147
147 DAFTAR ISI
dimana K adalah tetapan Henry yang besarnya tertentu untuk
setiap pasangan pelarut-zat terlarut.
iiiKxp = ........................................................................... (7.27)
Kasus yang paling sering memanfaatn konsep hukum Henry
adalah menentukan kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas
dalam cairan umumnya menurun dengan naiknya temperatur,
walaupun terdapat beberapa pengecualian seperti pelarut amonia
cair, lelehan perak, dan pelarut–pelarut organik. Senyawa–senyawa
dengan titik didih rendah (H2, N2, He, Ne, dll) mempunyai gaya tarik
intermolekular yang lemah, sehingga tidak terlalu larut dalam
cairan. Kelarutan gas dalam air biasanya turun dengan
penambahan zat terlarut lain (khususnya elektrolit).
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Pada temperatur 300 K, tekanan uap larutan encer HCl dan GeCl4
cair adalah sebagai berikut:
x 0.005 0.009 0.019 0.024
p (torr) 205 363 756 946
Jawab:
Grafik data di atas adalah:
Berdasarkan slope grafik tersebut dapat ditentukan konstanta
Henry adalah = 4 x 104 Torr.
148
148 Termodinamika Kimia
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Hitunglah komposisi benzena-toluena dalam larutan yang akan
mendidih pada tekanan 1 atm (101,325 kPa) pada 90 oC dengan
menganggap ideal! Pada 90 oC, tekanan uap benzena dan
toluena adalah 136,3 kPa dan 54,1 kPa!
(0,575; 0,425)
4. Sifat Koligatif Larutan
Jumlah partikel pada larutan tertentu tidak hanya
mempengaruhi tekanan uap zat terlarut sebagaimana telah
dijelaskan dengan hukum Henry. Pengaruhnya dapat diekspansi
untuk sifat-sifat larutan yang lain. Sifa-sifat tersebut adalah sifat
koligatif larutan berikut:
a. Penurunan tekanan uap (∆∆∆∆p)
Untuk larutan dengan zat terlarut yang tidak mudah
menguap seperti padatan, tekanan uap larutan (p) hanya
bergantung pada pelarut (p1). Penurunan tekanan uap larutan ini
sesuai dengan persamaan 7.28.
∆p = p1o – p1
oopxpp
111.−=∆
)1(11
xpo −=
21.xpp
o=∆ ........................................................................ (7.28)
Jika, jumlah zat terlarut (n2) sangat sedikit dibandingkan
pelarutnya (n2) atau n2 << n1, maka:
1
2
21
2
2n
n
nn
nx ≈
+= ............................................................ (7.29)
Substitusi persamaan 7.29 ke persamaan 7.28 diperoleh persamann
7.30.
∆p = p1o .
1
2
n
n ..................................................................... (7.30)
149
149 DAFTAR ISI
b. Kenaikan titik didih (∆∆∆∆Tb) dan penurunan titik beku (∆∆∆∆Tf)
Kenaikan titik didih (boiling point/Tb). larutan terjadi jika zat
terlarut yang ditambahkan menyebabkan tekanan uap larutan pada
temperatur yang sama lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya.
Jadi, titik didih normal larutan, yakni temperatur saat fasa uap
pelarut mencapai 1 atm, harus lebih tinggi daripada titik didih
pelarut.
Kenaikan titik didih tersebut dapat ditentukan
menggunakan persamaan Clausius – Clapeyron yang telah dibahas
sebelumnya, yakni persamaan 7.18. Jika titik didih normal larutan
berubah dari Tbo
menjadi Tb dan tekanan uap pelarut berubah dari
p1o
menjadi p1, maka persamaan Clausius – Clapeyronnya dapat
ditulis sesuai persamaan 7.31.
−
∆=
bb
vap
oTTR
H
p
p 11ln
0
1
1
ln op
p
1
1 = b
o
b
o
bbvap
TRT
TTH )( −∆
ln
−−
o
o
p
pp
1
111 = ( )b
bb
vapT
TRT
H∆
∆0
................................... (7.31)
Berdasarkan hukum Raoult, fraksi mol zat terlarut sesuai
dengan persamaan 7.32 sangat kecil.
+==
21
1
1111nn
npxpp oo
21
1
11 1 xxp
ppo
o
=−=−
........................................................ (7.32)
sehingga nilai o
o
p
pp
1
11−
pada persamaan 7.31 sangat kecil. Selain
nilai Tb dapat diasumsikan sama dengan Tbo, sehingga persamaan
7.31 dapat diubah menjadi persamaan 7.33.
150
150 Termodinamika Kimia
- o
o
p
pp
1
11−
= ( ) ( )bo
b
vapT
TR
H∆
∆2
- x2 = ( ) ( )bo
b
vapT
TR
H∆
∆2
.......................................................... (7.33)
Substitusi x2 pada persamaan 7.33 dengan nilai pendekatan
x2 dari persamaan 7.29 menghasilkan persamaan 7.34.
1
2
n
n = - ( ) ( )
bo
b
vapT
TR
H∆
∆2
∆Tb = - ( )
1
2
2
n
nx
H
TR
vap
o
b
∆ ......................................................... (7.34)
Untuk setiap 1000 gram pelarut diperoleh perbandingan mol zat
terlarut dan pelarut sesuai persamaan 7.35.
12
1
2
1
2 .1
Mm
M
n
n
n= .............................................................. (7.35)
dimana M1 adalah massa molar pelarut dan m2 adalah massa
konsentrasi molal zat terlarut. Substitusi persamaan 7.35 ke
persamaan 7.34 mengasilkan persamaan 7.36.
∆Tb = - ( )
vap
o
b
H
MTR
∆1
2
. m2
∆Tb = Kb . m2 .................................................................... (7.36)
dimana Kb adalah tetapan kesebandingan kenaikan titik didih molal
yang diistilahkan konstanta ebulioskopi.
Penambahan zat terlarut juga mengakibatkan terjadinya
penurunan titik beku (freezing point/Tf). Dengan menggunakan cara
yang sama diperoleh persamaan 7.37 untuk penurunan titik beku.
∆Tf = Kf . m2 .................................................................... (7.37)
dimana Kf adalah tetapan kesebandingan penurunan titik beku
molal yang diistilahkan konstanta krioskopi.
151
151 DAFTAR ISI
c. Tekanan Osmosis (ππππ)
Membran berpori yang dapat dilalui pelarut tetapi zat
terlarut tidak dapat melaluinya disebut dengan membran
semipermeabel. Bila dua jenis larutan dipisahkan denga membran
semipermeabel, pelarut akan bergerak dari sisi konsentrasi rendah
ke sisi konsentrasi tinggi melalui membran. Fenomena ini disebut
osmosis. Membran sel adalah contoh khas membran
semipermeabel.
Bila larutan dan pelarut dipisahkan membran
semipermeabel, diperlukan tekanan yang cukup besar agar pelarut
bergerak dari larutan ke pelarut. Tekanan ini disebut dengan
tekanan osmosis. Gambaran mengenai tekanan osmosis dapat
dilihat pada gmbar 7.7. Pada kesetimbangan, tekanan di bagian kiri
adalah p dan tekanan di bagian kanan adalah p + dp, dimana dp
adalah tekanan tambahan yang disebut tekanan osmosis. Tekanan
osmosis biasa disimbol Π
Gambar 7.7. Tekanan osmosis
Pada bab sebelumnya telah dipelajari hubungan Maxwell
untuk memperoleh persamaan 7.38 dan syarat kesetimbangan
untuk memperoleh persamaan 7.39.
Tp
∂∂µ
= n
V
152
152 Termodinamika Kimia
µ∆ = dpn
V .................................................................... (7.38)
µ∆ = - RT ln op
p ............................................................ (7.39)
dimana p adalah tekanan uap larutan po adalah tekanan uap
pelarut murni.
Oleh karena dimana dp = Π, maka persamaan 7.38 dapat
diubah menjadi persamaan 7.40.
µ∆ = Πn
V ..................................................................... (7.40)
Substitusi persamaan 7.39 dengan 7.40 menghasilkan persamaan
7.41.
- RT ln o
p
p
1
1 = Πn
V ......................................................... (7.41)
Hukum Raoult dapat digunakan untuk memodifikasi
persamaan 7.41 dimana x1 = o
pp11
dan x1 = (1 – x2) atau o
pp11
=
(1 – x2) sehingga diperoleh persamaan 7.42.
Π = - V
nRT ln (1 – x2) ..................................................... (7.42)
Untuk larutan yang sangat encer, nilai x2 sangat kecil
sehingga ln (1 – x2) ≈ - x2 sehingga persamaan 7.42 dapat
disederhanakan menhadi persamaan 7.43.
Π = - V
nRT. (- x2)
Π = V
nRT .
11
2
nn
n
+
Π = 2
nV
RT ..................................................................... (7.43)
dimana n2 adalah jumlah zat terlarut.
153
153 DAFTAR ISI
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Tekanan osmosis larutan air pada temperatur 300 K adalah 120
kPa. Hitunglah titik beku larutan itu!
Jawab:
C
V
V
0
f
-1-1-1
-1
air
f
f
f
b
f
bf
0895.0
0895.00T
K 0895.0
300 x J8.314
J120 K 86.1
L kg 1 x K 300 xmolK J8.314
kPa 120mol kg K 86.1
RTK
air RTmassaK
air massa
RTK
air massa
nK
mKΔT
−=−=
=
=
=
Π=
Π=
Π=
=
=
ρ
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Hitunglah titik beku larutan yang terdiri dari 3 gram urea (Mr=
60 g mol–1
) dalam 100 gram air. Kf air = 1.86 oC/ mol kg-1
(- 0.93 0C)
5. Sistem Dua Komponen dengan Fasa Padat–Cair
Sistem campuran 2 komponen (biner) paling sederhana
adalah sistem yang kedua komponennya misibel dalam fasa cair
tapi imisibel dalam fasa padat. Jenis kesetimbangan ini banyak
154
154 Termodinamika Kimia
dijumpai dalam kehidupan sehari- hari, misalnya jika 2 logam yang
dalam keadaan padat tidak bercampur tetapi ketika dilelehkan
keduanya akan bercampur homogen membentuk 1 fasa.
Pada sistem campuran tersebut, fase padat dan cairnya
dapat ditemukan pada temperatur di bawah titik lelehnya. Contoh
sistem yang demikian adalah campuran antimon dan bismut
sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.8.
Gambar 7.8. Diagram fasa campuran Sb-Bi
Pada gambar tersebut, titik m1 adalah titik dimana
campuran masih dalam fasa cair. Jika campuran didinginkan, maka
fasa campuran mulai terdiri dari 2 fasa yaitu fasa cair campuran dan
fasa padat Sb (Cair + Sb). Pada wilayah ini, sebagian Sb mulai
menjadi padat sehingga campuran lebih kaya dengan Bi. Pada titik
m3, jumlah fasa cair campuran hampir sama dengan jumlah fasa
padatnya, dan terus turun hingga temperatur pada m4. Titik m4
tersebut adalah titik campuran mulai membeku membentuk
padatan campuran yang dominan Sb.
Saat temperatur lebih rendah dari Te, campuran mulai
membentuk padatan dengan komposisi di sebelah kanan titik e
lebih dominan Sb dan di sebelah kiri titik e lebih dominan Bi. Misal
155
155 DAFTAR ISI
titik m5 adalah campuran padatan yang lebih dominan Sb hingga
titik m5” yang hampir murni Sb dan m5’ yang lebih dominan Bi.
Pada titik e campuran membentuk komposisi eutektik,
yakni membentuk padatan tanpa mengendapkan Sb dan Bi terlebih
dahulu. Derajat kebebasan pada titik ini sama dengan nol, sehingga
titik eutektik adalah invarian atau bukan merupakan fasa, tetapi
kondisi dimana terdapat campuran yang mengandung dua fasa
padatan berstruktur butiran halus.
Selain hanya bercampur secara inert, campuran dua
komponen dapat bereaksi membentuk senyawa padatan yang
berada dalam kesetimbangan dengan fas cair pada berbagai
komposisi. Hal ini terjadi pada bagian diagram fasa Na2SO4 – H2O
yang menunjukkan pelelehan Na2SO4.10H2O menjadi kristal rombik
anhidrat Na2SO4.
Sistem campuran dua komponen lainnya adalah campuran
dua kompuran yang membentuk padatan. Komponen-komponen
campuran ini tidak memisah saat temperatur diturunkan sehingga
padatan yang terbentuk mengandung masing-masing komponen.
Contoh campuran yang bersifat demikian adalah larutan padat
campuran padatan Cu – Ni.
D. Sistem Tiga Komponen
Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen
pada temperatur dan tekanan tetap dapat dinyatakan sesuai
persamaan 7.44.
F = 3 – P ............................................................................. (7.44)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti
untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan
konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem
terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, maka F = 1, berarti hanya
satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan
konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan
diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga
komponen pada temperatur dan tekanan tetap, mempunyai
156
156 Termodinamika Kimia
derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini
dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga
samasisi yang disebut diagram terner. Diagram ini hanya hanya
sebagai fungsi komposisi.
Umumnya, sistem 3 komponen merupakan sistem cair-cair-
cair yang tergantung pada temperatur dan daya saling larut antar
zat cair tersebut. Misal, jika terdapat 3 zat cair A, B dan C, maka A
dan B akan larut sebagian. Penambahan zat C ke dalam campuran
dapat memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B.
Kelarutan masing-masing komponen tersebut pada temperatur
tetap dapat di gambarkan pada suatu diagram terner sesuai
gambar 7.9.
Gambar 7.9. Diagram Terner
Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%,
B = 25% dan C = 50%. Titik ini dibuat dengan memotongkan garis
yang mempunyai komposisi 25 % mol A yaitu garis sejajar BC, 25 %
mol B yaitu garis sejajar AC dan garis sejajar AB dengan % mol 50 %.
Titik pada garis BP dan BQ menyatakan suatu campuran dengan
perbandingan jumlah A dan C yang tetap tetapi dengan jumlah B
157
157 DAFTAR ISI
yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis garis yang ditarik
dari salah sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya.
Contoh penerapan kesetimbangan tiga komponen dan
diagram terner adalah pada optimisasi bubuk slag nikel
menggunakan pendekatan sistem temari C-A-S (CaO-Al2O3-SiO2).
Prosesnya meliputi tiga fase utama berikut:
a. Fase pembentukan senyawa kalsium silika hidrat (CSH) hasil
reaksi antara trikalsium silikat (C3S) dan dikalsium silikat (C2S)
semen dengan air (H2O)
b. Fase pembentukan senyawa kalsium silika hidrat (CSH) bubuk
slag nikel dengan kalsium hidroksida (CH) hasil sampingan
reaksi kimia fase pertama.
c. Fase hidrogamet atau fase pembentukan ettringit sebagai
produk reaksi antara senyawa kimia silika oksida (SiO2) dan
aluminium oksida (Al2O3) bubuk slag nikel dengan kalsium
hidroksida (CH) hasil sampingan reaksi kimia fase pertama.
Ketiga fase tersebut merepresentasikan reaksi hidrasi cementitous
dengan tiga komponen produk reaksi yaitu kalsium silika hidrat
(CSH), kalsium hidroksida (CH), dan kalsium suoaluminat hidrat
(CASH).
Contoh SoalContoh SoalContoh SoalContoh Soal
Buatlah sketsa diagram fasa sistem NH3/N2H4 jika: kedua zat itu
tidak membentuk senyawa, NH3 membeku pada temperatur -
780C, N2H4 membeku pada temperatur +2
0C, eutetik terbentuk
ketika fraksi mol N2H4 = 0.07 dan eutetik itu meleleh pada
temperatur -800C!
Jawab:
158
158 Termodinamika Kimia
Latihan SoalLatihan SoalLatihan SoalLatihan Soal
Uranium tetraflourida dan zirkonium tetraflourida meleleh
berturut-turut pada temperatur 10350C dan 912
0C. Keduanya
membentuk seri kontinu dari larutan padat dengan temperatur
leleh minimun 7650C dan komposisi xZrF4 = 0.77. Pada
temperatur 9000C. Larutan cair dengan komposisi xZrF4 = 0.28
ada dalam kesetimbangan dengan larutan padat yang
komposisinya adalah 0.87 dan 0.90. Buatlah sketsa diagram fasa
sistem ini dan nyatakan apa yang diamati jika cairan dengan
komposisi xZrF4 = 0.40 didinginkan perlahan-lahan dari
temperatur 9000C sampai dengan 500
0C.
(Larutan padat dengan xZrF4 = 0.28 dimulai sekitar 855 0C hingga
xZrF4 = 0.40 pada temperatur 8200C)
159
159 DAFTAR ISI
Soal LatihanSoal LatihanSoal LatihanSoal Latihan ����
1. Tekanan uap diklorometana pada temperatur 24.1 0C adalah
400 Torr dan entalpi penguapannya: 28.7 kJ mol-1
. Perkirakan
temperaturnya pada saat tekanan uapnya 500 Torr!
2. Volume molar padatan tertentu 161 cm3 mol
-1 pada tekanan
1.00 atm dan temperatur 250.75 K, yaitu temperatur lelehnya.
Volume molar cairan pada temperatur dan tekanan ini adalah
163.3 cm3 mol
-1. Pada tekanan 100 atm, temperatur lelehnya
berubah menjadi 351.26 K. Hitunglah besar entalpi molar dan
entropi peleburan padatan!
3. Tekanan uap cair pada temperatur 200 K sampai 260 K
memenuhi persamaan:
KT
Torrp/
8.2501225.16)/ln( −=
Hitunglah besar entalpi penguapan cairan itu.
4. Entalpi penguapan cairan tertentu adalah 14.4 kJ mol-1
pada
temperatur 180 K, yaitu titik normalnya. Volume molar cairan
dan uapnya pada titik didih itu adalah 115 cm3mol
-1 dan 14.5
cm3mol
-1. Perkirakan dp/dT dari persamaan Clapeyron dan
perkirakan persentase kesalahan nilainya jika yang digunakan
adalah persamaan Clausius-Clapeyron.
5. Hitunglah perbedaan kemiringan grafik potensial kimia
terhadap tekanan pada tiap sisi (a) titik beku normal air, (b) titik
didih normal air. Rapatan es dan air pada temperatur 00C
adalah 0.917 g cm-3
dan 1 g cm-3
, dan rapatan air dan uap air
pada temperatur 1000C adalah 0.958 g cm
-3 dan 0.598 g dm
-3.
Berapa kelebihan potensial kimia uap air dibandingkan dengan
potensial kimia air cair pada tekanan 1.2 atm dan temperatur
1000C? Perkirakan fasa air tersebut!
6. Sebanyak 50 L udara kering perlahan-lahan ditiupkan ke dalam
bejana yang diberi isolasi termal, yang berisi 250 g air, mulanya
pada temperatur 25 0C. Hitunglah temperatur akhir. Tekanan
160
160 Termodinamika Kimia
uap air kurang lebih tetap pada 23.8 Torr selamanya, dan
kapasitas kalornya, 75.5 JK-1
mol-1
. Asumsikan udara tidak
dipanaskan atau didinginkan dan uap air termasuk gas
sempurna.
7. Hitunglah tekanan air yang membeku pada temperatur 2 0C,
entalpi pembekuan air -21,8 kJ mol-1
.
8. Tentukan komponen, fasa dan derajad kebebasan sistem
berikut :
a. Campuran minyak dan air
b. Larutan NaCl jenuh yang terdapat NaCl(s) dan uap air
9. Dua cairan A dan B membentuk suatu larutan ideal. Pada
temperatur tertentu tekanan A murni 200 mmHg dan B murni
75 mmHg. Jika campuran mengandung 40 % mol A, berapa
persen mol A dalam uapnya.
10. Ramalkan tekanan uap HCl di atas larutan HCl di dalam GeCl4
cair yang molalitasnya 0.1 mol kg-1
.
11. Tekanan uap 500 g sampel benzena adalah 400 Torr pada
temperatur 60.6 0C. Tekanan uap ini turun menjadi 386 Torr
jika 19 gram senyawa organik yang tak dapat menguap
dilarutkan ke dalamnya. Hitunglah massa molar senyawa itu!
12. Gambarkan diagram fasa bila Nikel ditambahkan pada Mg yang
meleleh pada 650 oC (Ar Mg = 24), titik beku campuran mulai
turun sampai titik eutektik tercapai pada 510 oC dan 28 % mol
Nikel. Senyawa baru terbentuk pada temperatur 900 oC
mengandung 54 % mol nikel, titik eutektik kedua terbentuk
pada temperatur 700 oC, 75 % mol nikel. Sedangkan nikel murni
meleleh pada temperatur 1400 oC. Gambarkan diagram fasa
antara % mol Nikel terhadap temperatur!
13. Diketahui sistem 3 komponen A-B-C, komposisi titik K : 40% A,
20%B; titik L: 30%A, 30% C. Gambarkan titik K dan L!
161
161 DAFTAR ISI
14. Tandailah titik berikut ini pada diagram Terner:
a. 0.2; 0.2; 0.6
b. 0; 0.2; 0.8
c. Titik yang menunjukkan ketiga fraksi molnya sama
15. Buktikan bahwa garis lurus dari titik sudut A pada diagram
Terner ke sisi BC di hadapannya menunjukkan campuran B dan
C dengan perbandingan tetap, berapapun A yang ada!
162
162 Termodinamika Kimia
APENDIKSAPENDIKSAPENDIKSAPENDIKS
Apendiks A: Simbol Termodinamika Kimia
Simbol Keterangan Persamaan Satuan
q Kalor J
w Kerja J
U Energi internal ΔU = q + w J
H Entalpi H = U + pV J
T Temperatur K
S Entropi T
dqds rev= JK
-1
A Energi
Helmholtz A = U – TS J
G Energi Gibbs G = H –TS J
β Koefisien
tekanan VT
p
∂∂=β Pa K
-1
αV Koefisien
ekspansi volume pT
V
V
∂∂
= 1α K-1
κT Kompresibilitas
isotermal T
Tp
V
VK
∂∂
−= 1 Pa
-1
κS Kompresibilitas
isotropik S
Sp
V
VK
∂∂
−= 1 Pa
-1
Cp
Kapasitas kalor
pada tekanan
tetap p
pT
HC
∂∂= JK
CV
Kapasitas kalor
pada volume
tetap V
VT
UC
∂∂= JK
κ Rasio kapasitas
panas V
p
C
CK = 1
163
163 DAFTAR ISI
Lanjutan..
a,b Koefisien van
der Waals ( ) RTbV
V
apm
m
=−
+2
J m3
mol-2
B Koefisien virial
kedua m
3 mol
-1
C Koefisien virial
ketiga
+++= ...1
2mm
mV
C
V
BRTpV
m6
mol-2
Z Faktor kompresi RT
pVZ m= 1
XA Parsial molar
komponen A AjnpTA
An
XX
≠
∂∂=
,,
disesuai-
kan
μA Potensial kimia
komponen A AjnpTA
An
G
≠
∂∂=
,,
µ J mol-1
λ A Aktivitas absolut
komponen A
=RT
AA
µλ exp 1
a A Aktivitas relatif
komponen A
−=
RTa AA
A
0
expµµ
1
Q Kuosien reaksi Bv
BB
aQ Π= 1
K Konstanta
kesetimbangan
∆−=RT
GK exp 1
Kp
Konstanta
kesetimbangan
tekanan
Bv
BB
p pK Π= PaΣv
KC
Konstanta
kesetimbangan
konsentrasi
Bv
BB
C CK Π= (mol L-1
)Σv
f fugasitas T
p
pf
=→ λ
λ0
lim Pa
Π Tekanan
osmosis CRT=Π Pa
164
164 Termodinamika Kimia
Apendiks B: Faktor Konversi
Massa (m):
Kilogram (SI unit) kg
Gram (cgs unit) g = 10-3
kg
Massa elektron (au) me ≈9.10939 x 10-31
kg
Massa atom u, Da ≈ 1.660 540 x 10-27
kg
Volume (V):
Meter kubik (SI unit) m3
Liter L = dm3 = 10-3
m3
Temperatur (T):
Kelvin (SI) K = oC + 273
Celcius oC = 5/9 (
oF-32)
Reumer oR =
oF + 460
Tekanan (p):
Pascal (SI unit) Pa = Nm -2
= kg m-1
s-2
Atmosphere atm = 101 325 Pa
Bar bar = 105 Pa
Torr Torr ≈ 133.322 Pa
Millimetre of mercury mmHg ≈ 133.322 Pa
Pounds per square inch psi ≈ 6.894757 x 103 Pa
Energi (E):
Joule (SI unit) J = kg m2 s
-2
erg (cgs unit) erg = g cm2 s
-2 = 10
-7 J
Hartree (au) Eh ≈ 4.35975 x 10-18
J
Rydberg Ry ≈ 2.17987 x 10-18
J
Electronvolt eV ≈ 1.602 18 x 10-19
J
Kalori kal = 4.184 J
165
165 DAFTAR ISI
Gaya (F):
Newton (SI unit) N = kg ms-2
Dyne (cgs unit) dyn = g cm s-2
= 10-5
N
Kapasitas kalor (C):
SI unit JK-1
Clausius Cl = kal/K =4.184 J K-1
Volume molar (Vm):
SI unit m3
mol-1
Amagat amagat ≈ 22.4 x 10-3
m3 mol
-1
(Vm gas real pada 1 atm and 273.15 K)
Sumber data:
€ IUPAC. Quantities, Units and Symbols in Physical Chemistry (2nd
ed.): Blackwell Science, 1993
€ Bhattacharjee, S. TEST (The Expert System for
Thermodynamics). San Diego State University, diakses dari
http://www.thermofluids.net, pada 8 Desember 2010
166
166 Termodinamika Kimia
Apendiks C: Tabel dan Data
Tabel 1. Tetapan dasar
Nama Tetapan Simbol Nilai Satuan
0.08206 L atm mol-1
K-1
62.36 L Torr mol-1
K-1
8.314 joule mol-1
K-1
8.314 x 107 erg mol
-1 K
-1
Konstanta gas
ideal R
1.987 kal mol-1
K-1
Bilangan
Avogadro L 6.02214 × 10
23 mol
-1
Boltzmann KB 1.38066 × 10
–
23
J K
-1
Faraday F 9.64853 × 104 C mol
-1
Planck H 6.62620 × 10
–
34
J s
Rydberg r∞ 1.0974 x 107 m
-1
Muatan
elektron e
1.602177 × 10–
19
C
Massa atom Da, u 1.66 x 10-27
kg
Massa
elektron me 9.10939 x 10
-31 kg
Jari-jari Bohr a0 0.529 x 10-10
m
Permeabilitas
vakum μ0 Π4 x 10
-7 N A
-2
Permitivitas
vakum ε0 8.854 x 10
-12 F m
-1
Kecepatan
cahaya dalam
ruang vakum
c 2.9979 x 108 m s
-1
167
167 DAFTAR ISI
Tabel 2. Energi ikat rata-rata molekul
Jenis ikatan Energi ikat (kJ
mol-1
) Jenis ikatan
Energi ikat (kJ
mol-1
)
C-C 343 N-N 160
C=C 615 N=N 946
C ≡C 812 N-O 176
C-Br 285 N=O 605
C-Cl 326 O-H 464
C-F 490 O-O 144
C-H 416 O=O
(dalam O2) 498
C-N 290 O-Br 200
C=N 891 O-Cl 220
C-O 351 O-F 190
C=O 724 O=S 515
C=O
(dalam CO2) 799 O-P 335
C ≡O 1046 O=P 545
C-S 270 I-I 149
C=S 575 Br-Br 193
C-P 265 Cl-Cl 244
C-Si 290 F-F 158
H-H 436 S-S 250
H-Br 366 P-P 200
H-Cl 432 Si-Si 220
H-F 568 Si-O 450
H-I 298 Sn-Sn 145
H-N 391 Sn-N 320
H-S 367 Sn-Cl 145
H-P 320 Te-H 240
H-Si 315 Se-Se 170
168
168 APENDIKS
Tabel 3. Data termodinamika unsur dalam tabel periodik
Nama
Unsur Lambang
Massa
Atom
Titik leleh
(°C)
Titik didih
(°C)
ρ
(kg m-3
)
Cp
(kJ kg-1
K)
k
(W m-1
K)
ΔHfus
(kJ kg-1
)
ΔHvap
(kJ kg-1
)
Aluminum Al 26.9815 660.40 2467.00 2700.00 0.897 237.00 397.00 10896.00
Antimon Sb 121.7500 630.70 1750.00 6697.00 0.207 24.40 163.00
Argon Ar 39.9480 -189.20 -185.70 1.78 0.521 0.0177 28.00 161.00
Arsen As 74.9216 817.00 613.00 5727.00 0.329 50.00 326.00 1703.00
Barium Ba 137.3300 725.00 1640.00 3510.00 0.204 18.40 51.80 1019.00
Belerang S 320.600 112.80 444.70 2080.00 0.710 0.20 53.60 1404.00
Berilium Be 9.01218 1278.00 2970.00 1850.00 1.825 201.00 877.00
Besi Fe 55.8470 1535.00 2750.00 7860.00 0.449 80.40 247.00 6260.00
Bismut Bi 208.9800 271.30 1560.00 9780.00 0.122 7.92 54.10 723.00
Boron B 10.8100 2079.00 2250.00 2340.00 1.026 27.40 4644.00 44403.00
Brom (l) Br 79.9040 -7.20 58.78 3102.80 0.474 0.122 66.20 188.00
Brom (g) Br2 159.8080 7.59 0.226 0.0048
Emas Au 196.9670 1064.40 3080.00 19300.00 0.129 318.00 63.70 1645.00
Fluor F 18.9984 -219.60 -188.10 1.70 0.824 0.0279 13.40 174.00
Fosfor
(putih) P 30.9738 44.10 280.00 1823.00 0.769 0.236 21.30 400.00
Helium He 4.002 6 -272.20 -268.90 0.18 5.193 0.152 2.10 20.70
169
169 APENDIKS
Lanjutan..
Hidrogen H 1.0080 -259.10 -252.90 0.09 14.304 0.1815 59.50 446.00
Indium In 114.8200 156.60 2080.00 7310.00 0.233 81.80 28.60 2019.00
Iridium Ir 192.2200 2410.00 4130.00 22650.00 0.131 147.00 214.00 3185.00
Kadmium Cd 112.4100 320.90 765.00 8650.00 0.232 96.90 55.10 888.00
Kalium K 39.0983 63.25 759.90 890.00 0.757 102.50 59.30 2050.00
Kalsium Ca 40.0800 839.00 1484.00 1550.00 0.647 201.00 213.00 3.80
Karbon C 12.0110 3652.00 t 2146.00 0.709 1.59 8709.00
Klorin Cl 35.4530 -100.98 -34.60 3.20 0.479 0.0089 90.30 288.00
Klorin (l) Cl 35.4530 . 3.20 0.134
Kobalt Co 51.9332 1495.00 2870.00 8900.00 0.421 100.00 312.00 6390.00
Kripton Kr 83.8000 -156.60 -152.30 3.75 0.248 0.0095 16.30 108.00
Kromium Cr 51.9960 1857.00 2672.00 7150.00 0.449 93.90 404.00 6.60
Lantanum La 138.9060 920.00 3454.00 6162.00 0.195 13.40 44.60 2980.00
Litium Li 6.9410 180.50 1342.00 534.00 3.582 84.80 432.00 21340.00
Magnesium Mg 24.3050 648.80 1090.00 1738.00 1.023 156.00 349.00 5240.00
Mangan Mn 54.9380 1244.00 1962.00 7210.00 0.479 7.80 235.00 4110.00
Molibden Mo 95.9400 2617.00 4612.00 10280.00 0.251 138.00 391.00
Neon Ne 20.1179 -248.70 -246.00 0.90 1.030 0.0493 16.90 85.00
Nikel Ni 58.6900 1453.00 2732.00 8908.00 0.444 90.90 298.00 6310.00
170
170 Termodinamika Kimia
Lanjutan..
Nitrogen N 14.0067 -209.90 -195.80 1.25 1.040 0.026 25.40 199.00
Oksigen O 15.9994 218.40 -182.96 1.43 0.918 0.0267 13.80 213.00
Perak Ag 107.8680 961.90 2212.00 0.235 429.00 105.00 2323.00
Platina Pt 195.0800 1772.00 3827.00 21450.00 0.133 71.60 114.00 2610.00
Plutonium Pu 244.0000 641.00 3232.00 19816.00 6.70 11.60 1410.00
Radon Rn 222.0000 -71.00 -61.80 0.01 0.094 0.0036 12.30 83.00
Raksa Hg 200.5900 -38.87 356.60 13600.00 0.140 8.30 11.40 295.00
Rubidium Rb 85.4678 38.90 686.00 1532.00 0.363 58.20 25.60 810.00
Selenium Se 78.9600 217.00 684.90 4810.00 0.321 0.52 84.70 1209.00
Seng Zn 65.3900 419.60 907.00 7140.00 0.388 116.00 112.00 1770.00
Sesium Cs 132.9054 28.40 669.30 1930.00 0.242 35.90 15.80 394.00
Sesium (l) Cs 132.9054 1843.00 19.70
Silikon Si 28.0855 1410.00 2355.00 2330.00 0.705 149.00 1788.00 14050.00
Stronsium Sr 87.6200 769.00 1384.00 2640.00 0.301 35.40 84.80
Talium Tl 204.3830 303.50 1457.00 11850.00 0.129 46.10 20.30 806.00
Tembaga Cu 63.5460 1083.40 2567.00 8960.00 0.385 401.00 209.00 4700.00
Timah Sn 118.7100 232.00 2270.00 7265.00 0.228 66.80 59.20 2500.00
Timbal Pb 207.2000 327.50 1740.00 11340.00 0.129 35.30 23.00 866.00
Titanium Ti 47.8800 1660.00 3287.00 4506.00 0.523 21.90 296.00 8790.00
171
171 APENDIKS
Lanjutan..
Tungsten/
Wolfram W 183.8500 3410.00 5660.00 19250.00 0.132 173.00 285.00 4500.00
Uranium U 238.0290 1132.00 3818.00 19100.00 0.116 27.50 38.40 1950.00
Vanadium V 50.9415 1890.00 3380.00 6000.00 0.489 30.70 422.00 8870.00
Xenon Xe 131.2900 -111.90 -107.10 5.89 0.158 0.0057 13.80 96.00
Yodium I 126.9050 113.50 184.40 4933.00 0.145 0.449 61.00 164.00
Yodium (l) I 126.9050 4927.28 0.116
Zirkonium Zr 91.2240 1852.00 4377.00 6.52 0.278 22.70 230.00 6400.00
172
172 APENDIKS
Tabel 4. Data termodinamika beberapa senyawa organik
Nilai kalor (kJ kg-1
) Nama Senyawa
Rumus
Kimia
Massa
Molekul
ρ
(kg m-3
)
ΔHvap
(kJ kg-1
)
Cp
(kJ kg-1
K) Tertinggi Terendah
Karbon monoksida(g) CO 28.013 1.05 10,100 10,100
Metana(g) CH4 16.043 509 2.2 55,530 50,050
Metanol(l) CH4O 32.042 0.79 1168 2.53 22,660 19,920
Asitelin(g) C2H2 26.038 1.69 49,970 48,280
Etane(g) C2H6 30.07 172 1.75 51,900 47,520
Etanol(l) C2H6O 46.069 0.79 919 2.44 29,670 26,810
Propana(l) C3H8 44.097 0.5 420 2.77 50,330 46,340
Butana(l) C4H10 58.123 0.579 362 2.42 49,150 45,370
1-Pentena(l) C5H10 70.134 0.641 363 2.2 47,760 44,630
Isopentana(l) C5H12 72.15 0.626 2.32 48,570 44,910
Benzena(l) C6H6 78.114 0.877 433 1.72 41,800 40,100
Heksena(l) C6H12 84.161 0.673 392 1.84 47,500 44,400
Heksana(l) C6H14 86.177 0.66 366 2.27 48,310 44,740
Toluena(l) C7H8 92.141 0.867 412 1.71 42,400 40,500
Heptana(l) C7H16 100.204 0.684 365 2.24 48,100 44,600
Octana(l) C8H18 114.231 0.703 363 2.23 47,890 44,430
Dekana(l) C10H22 142.285 0.73 361 2.21 47,640 44,240
Gasolin(l) CnH1.87n 100-110 0.72-0.78 350 2.4 47,300 44,000
173
Tabel 5. Entalpi pembakaran beberapa senyawa organik pada
temperatur 25 0C
Nama Senyawa Rumus Kimia ΔHc° (kJ mol–1
)
Karbon C 393.5
Karbonmonooksida CO 283.0
Hidrogen H2 285.8
Amonia H3N 382.8
Hidrasin H4N2 667.1
Metana CH4 890.8
Asetilen C2H2 1301.1
Etilena C2H4 1411.2
Etana C2H6 1560.7
Propilena C3H6 2058.0
Siklopropana C3H6 2091.3
Propana C3H8 2219.2
1,3-Butadiena C4H6 2541.5
Butana C4H10 2877.6
Pentana C5H12 3509.0
Benzena C6H6 3267.6
Sikloheksana C6H12 3919.6
Heksana C6H14 4163.2
Toluena C7H8 3910.3
Heptana C7H16 4817.0
Naftalena C10H8 5156.3
Metanol CH4O 726.1
Etanol C2H6O 1366.8
Dimetileter C2H6O 1460.4
Etilen glikol C2H6O2 1189.2
1-Propanol C3H8O 2021.3
Gliserol C3H8O3 1655.4
Dietil eter C4H10O 2723.9
174
174 Termodinamika Kimia
Lanjutan ..
1-Pentanol C5H12O 3330.9
Fenol C6H6O 3053.5
Formaldehida CH2O 570.7
Ketena C2H2O 1025.4
Asetaldehida C2H4O 1166.9
Aseton C3H6O 1789.9
Propanal C3H6O 1822.7
2-Butanon C4H8O 2444.1
Asam format CH2O2 254.6
Asam asetat C2H4O2 874.2
Metil format C2H4O2 972.6
Metil asetat C3H6O2 1592.2
Etil asetat C4H8O2 2238.1
Asam benzoat C7H6O2 3226.9
Hidrogen Sianida CHN 671.5
Nitrometana CH3NO2 709.2
Metilamin CH5N 1085.6
Asetonitril C2H3N 1247.2
Asetamida C2H5NO 1184.6
Trimetilamin C3H9N 2443.1
Piridin C5H5N 2782.3
Anilin C6H7N 3392.8
175
175 APENDIKS
Tabel 6. Entalpi dan energi Gibbs pembentukan serta entropi abolut (300 K, 1 atm)
Nama Senyawa Rumus Kimia Massa molekul Hf
0
(J mol-1
)
Gf0
(J mol-1
)
S0
J mol-1
)
Karbon C(s) 12.001 0 0 5.74
Hidrogen H2(g) 2.016 0 0 130.68
Nitrogen N2(g) 28.012 0 0 191.61
Oksigen O2(g) 32 0 0 205.04
Karbonmonoksida CO(g) 28.013 -110,530 -137,150 197.65
Karbondioksida CO2(g) 44.001 -393,520 -394,360 213.8
Uap air H20(g) 18.016 -241,820 -228,590 188.83
Air H20(l) 18.016 -285,820 -237,180 69.92
Hidrogen peroksida H2O2(g) 34.016 -136,310 -105,600 232.63
Amonia NH3(g) 17.03 -46,190 -16,590 192.33
Metana CH4(g) 16.043 -74,850 -50,790 186.16
Asetilen C2H2(g) 26.038 226,730 209,170 200.85
Etilena C2H4(g) 24.034 52,280 68,120 219.83
Etana C2H6(g) 30.07 -84,680 -32,890 229.49
Propilen C3H6(g) 42.051 20,410 62,720 266.94
Propana C3H8(g) 44.097 -103,850 -23,490 269.91
176
176 Termodinamika Kimia
Lanjutan..
n-Butana C4H10(g) 58.123 -126,150 -15,710 310.12
Benzena C6H6(g) 78.114 82,930 129,660 269.2
n-Oktana C8H18(g) 114.231 -208,450 16,530 466.73
n-Oktana C8H18(l) 114.231 -249,950 6,610 360.79
n-Dodekana C12H26(g) 170.22 -291,010 50,150 622.83
Metil alkohol CH3OH(g) 32.043 -200,670 -162,000 239.7
Metil alkohol CH3OH(l) 32.043 -238,660 -166,360 126.8
Etil alkohol C2H5OH(g) 46.069 -235,310 -168,570 282.59
Etil alkohol C2H5OH(l) 46.069 -277,690 -174,890 160.7
Oksigen O(g) 16 249,190 231,770 161.06
Hidrogen H(g) 1.008 218,000 203,290 114.72
Nitrogen N(g) 14.006 472,650 455,510 153.3
Hidroksi OH(g) 17.008 39,460 34,290 183.7
177
Tabel 7. Kapasitas kalor beberapa gas sebagai gas real
Cp
(J g-1
K)
Cv
(J g-1
K)
k
Cp/Cv
Cp
(J g-1
K)
Cv
(J g-1
K)
k
Cp/Cv Temperatur
(K) Udara atmosfer Karbondioksida (CO2)
250 1.003 0.716 1.401 0.791 0.602 1.314
300 1.005 0.718 1.400 0.846 0.657 1.288
350 1.008 0.721 1.398 0.895 0.706 1.268
400 1.013 0.726 1.395 0.939 0.750 1.252
450 1.020 0.733 1.391 0.978 0.790 1.239
500 1.029 0.742 1.387 1.014 0.825 1.229
550 1.040 0.753 1.381 1.046 0.857 1.220
600 1.051 0.764 1.376 1.075 0.886 1.213
650 1.063 0.776 1.370 1.102 0.913 1.207
700 1.075 0.788 1.364 1.126 0.937 1.202
750 1.087 0.800 1.359 1.148 0.959 1.197
800 1.099 0.812 1.354 1.169 0.980 1.193
900 1.121 0.834 1.344 1.204 1.015 1.186
1000 1.142 0.855 1.336 1.234 1.045 1.181
Cp
(J g-1
K)
Cv
(J g-1
K)
k
Cp/Cv
Cp
(J g-1
K)
Cv
(J g-1
K)
k
Cp/Cv Temperatur
(K) Hidrogen (H2) Nitrogen (N2)
250 14.051 9.927 1.416 1.039 0.742 1.400
300 14.307 10.183 1.405 1.039 0.743 1.400
350 14.427 10.302 1.400 1.041 0.744 1.399
400 14.476 10.352 1.398 1.044 0.747 1.397
450 14.501 10.377 1.398 1.049 0.752 1.395
500 14.513 10.389 1.397 1.056 0.759 1.391
550 14.530 10.405 1.396 1.065 0.768 1.387
600 14.546 10.422 1.396 1.075 0.778 1.382
178
178 Termodinamika Kimia
Lanjutan..
650 14.571 10.447 1.395 1.086 0.789 1.376
700 14.604 10.480 1.394 1.098 0.801 1.371
750 14.645 10.521 1.392 1.110 0.813 1.365
800 14.695 10.570 1.390 1.121 0.825 1.360
900 14.822 10.698 1.385 1.145 0.849 1.349
1000 14.983 10.859 1.380 1.167 0.870 1.341
Cp
(J g-1
K)
Cv
(J g-1
K)
k
Cp/Cv
Cp
(J g-1
K)
Cv
(J g-1
K)
k
Cp/Cv Temperatur
(K) Oksigen (O2) Karbonmonoksida (CO)
250 0.913 0.653 1.398 1.039 0.743 1.400
300 0.918 0.658 1.395 1.040 0.744 1.399
350 0.928 0.668 1.389 1.043 0.746 1.398
400 0.941 0.681 1.382 1.047 0.751 1.395
450 0.956 0.696 1.373 1.054 0.757 1.392
500 0.972 0.712 1.365 1.063 0.767 1.387
550 0.988 0.728 1.358 1.075 0.778 1.382
600 1.003 0.743 1.350 1.087 0.790 1.376
650 1.017 0.758 1.343 1.100 0.803 1.370
700 1.031 0.771 1.337 1.113 0.816 1.364
750 1.043 0.783 1.332 1.126 0.829 1.358
800 1.054 0.794 1.327 1.139 0.842 1.353
900 1.074 0.814 1.319 1.163 0.866 1.343
1000 1.090 0.830 1.313 1.185 0.888 1.335
179
179 APENDIKS
Tabel 8. Sifat termodinamika beberapa gas sebagai gas ideal (pada 300 K)
Nama Gas Rumus
Molekul
Massa
Molekul
Konstanta Gas/R
(J g-1
K)
Cp
(J g-1
K)
Cv
(J g-1
K)
k
(Cp/Cv)
Udara atmosfer -- 28.97 0.287 1.005 0.718 1.4
Argon Ar 39.948 0.2081 0.5203 0.3122 1.667
Butana C4H10 58.124 0.1433 1.7164 1.5734 1.091
Karbondioksida CO2 44.01 0.1889 0.846 0.657 1.289
Karbonmonooksida CO 28.011 0.2968 1.04 0.744 1.4
Etana C2H6 30.07 0.2765 1.7662 1.4897 1.186
Etilena C2H4 28.054 0.2964 1.5482 1.2518 1.237
Helium He 4.003 2.0769 5.1926 3.1156 1.667
Hidrogen H2 2.016 4.124 14.307 10.183 1.405
Metana CH4 16.043 0.5182 2.2537 1.7354 1.299
Neon Ne 20.183 0.4119 1.0299 0.6179 1.667
Nitrogen N2 28.013 0.2968 1.039 0.743 1.4
Oktana C8H18 114.231 0.0729 1.7113 1.6385 1.044
Oksigen O2 31.999 0.2598 0.918 0.658 1.395
Propana C3H8 44.097 0.1885 1.6794 1.4909 1.126
Uap air H2O 18.015 0.4615 1.8723 1.4108 1.327
180
Tabel 9. Temperatur (Tc), tekanan (pc), dan volume kritis (Vc)
beberapa jenis gas
Nama Gas Rumus
Kimia Tc (K)
pc
(MPa)
Vc
(m3 kmol
-1)
Udara atmosfer - 132.5 3.77 0.0883
Amonia NH3 405.5 11.28 0.0724
Argon Ar 151 4.86 0.0749
Benzena C6H6 562 4.92 0.2603
n-Butana C4H10 425.2 3.8 0.2547
Karbondioksida CO2 304.2 7.39 0.0943
Karbonmonoksida CO 133 3.5 0.093
Karbon
Tetraklorida CCl4 556.4 4.56 0.2759
Klorin Cl2 417 7.71 0.1242
Etana C2H6 305.5 4.48 0.148
Etilen C2H4 282.4 5.12 0.1242
Helium He 5.3 0.23 0.0578
Hidrogen
(normal) H2 33.3 1.3 0.0649
Metane CH4 191.1 4.64 0.0993
Neon Ne 44.5 2.68 0.0419
Nitrogen N2 126.2 3.39 0.0899
Oksigen O2 154.8 5.08 0.078
Propana C3H8 370 4.26 0.1998
Propilen C3H6 365 4.62 0.181
Beleran dioksida SO2 430.7 7.88 0.1217
Tetraluoroetana CF3CH2F 374.3 4.067 0.1847
Uap air H2O 647.1 22.064 0.0564
181
181 APENDIKS
Tabel 10. Konstanta virial kedua , B (cm3 mol
-1) beberapa gas
Gas 100 K 273 K 373 K 600 K
Ar -187.0 -21.7 -4.2 11.9
CH4 -53.6 -21.2 8.1
CO2 -149.7 -72.2 -12.4
H2 -2.5 13.7 15.6
He 11.4 12.0 11.3 10.4
Kr -62.9 -28.7 2.0
N2 -160.0 -10.5 6.2 21.7
Ne -4.8 10.4 12.3 13.8
O2 -197.5 -22.0 -3.7 12.9
Xe -153.7 -81.7 -19.6
Tabel 11. Konstanta van der Waals beberapa gas
Gas a
(L2 atm mol
-2)
b (10
-2 L mol
-1)
Gas a
(L2 atm mol
-2)
b (10
-2 L mol
-1)
Ar 1.345 3.219 H2O 5.464 3.049
C2H4 4.471 5.714 H2S 4.431 4.287
C2H6 5.489 6.380 He 0.034 2.370
C6H6 18.00 11.540 Kr 2.318 3.978
CH4 2.253 4.278 N2 1.390 3.913
Cl2 6.493 5.622 Ne 0.211 1.709
CO 1.485 3.985 NH3 4.170 3.707
CO2 3.592 4.267 O2 1.360 3.183
H2 0.244 2.661 Xe 4.194 5.105
Tabel 12. Parameter persamaan keadaan Berthelot
Gas a (Pa m6 mol
-2 K) b x 10
5 (m
3 mol
-1)
Amonia 171 3.70
Argon 20.5 3.20
Karbondioksida 111 4.28
Helium 0.019 2.41
Metana 43.6 4.27
Neon 0.98 1.77
182
182 Termodinamika Kimia
Lanjutan. .
Nitrogen 17.3 3.87
Oksigen 21.3 3.18
Xenon 121 5.13
Air 357 3.04
Tabel 13. Parameter persamaan keadaan Dieterici
Gas a (Pa m6 mol
-2 ) b x 10
5 (m
3 mol
-1)
Amonia 0.540 4.00
Argon 0.174 3.47
Karbondioksida 0.468 4.63
Helium 0.0046 2.60
Hidrogen 0.031 2.83
Metana 0.293 4.62
Neon 0.028 1.91
Nitrogen 0.176 4.19
Oksigen 0.177 3.45
Xenon 0.536 5.56
Air 0.709 3.29
Tabel 14. Parameter persamaan keadaan Redlich-Kwong
Gas a (Pa m6 mol
-2 K
1/2) b x 10
5 (m
3 mol
-1)
Amonia 8.59 2.56
Argon 1.69 2.22
Karbondioksida 6.44 2.96
Helium 0.00835 1.67
Hidrogen 0.14195 1.813
Metana 3.20 2.96
Neon 0.149 1.22
Nitrogen 1.56 2.68
Oksigen 1.74 2.21
Xenon 7.20 3.56
Air 14.24 2.11
183
183 APENDIKS
Tabel 15. Koefisien pemuaian (α) dan kompresibilitas isothermal
(KT)
Cairan/ Padatan α (K-1
) KT (atm-1
)
Benzena 1.24 x 10-3
9.21 x 10-5
Karbon tetraklorida 1.24 x 10-3
9.05 x 10-5
Etanol 1.12 x 10-3
7.68 x 10-5
Raksa 1.82 x 10-4
3.87 x 10-5
Air 2.10 x 10-4
4.96 x 10-5
Tembaga 5.01 x 10-5
7.35 x 10-7
Intan 3.00 x 10-6
1.87 x 10-7
Besi 3.54 x 10-5
5.97 x 10-7
Timbal 8.61 x 10-5
2.21 x 10-6
Tabel 16. Konstanta Hukum Henry untuk gas pada Tc (K Torr-1
)
Nama Gas Rumus
Molekul Pelarut Air
Pelarut
Benzena
Metana CH4 3.14 x 105 4.27 x 10
5
Karbondioksida CO2 1.25 x 106 8.57 x 10
4
Hidrogen H2 5.34 x 107 2.75 x 10
6
Nitrogen N2 6.51 x 107 1.79 x 10
6
Oksigen O2 3.30 x 107
Sumber data:
€ David R. Lide, dkk., CRC Handbook of Chemistry and Physics,
Versi Internet 2005, CRC Press, Boca Raton, FL, 2005
€ Bhattacharjee, S. TEST (The Expert System for
Thermodynamics). San Diego State University, diakses dari
http://www.thermofluids.net, pada 8 Desember 2010
184
184 Termodinamika Kimia
INDEKSINDEKSINDEKSINDEKS
A
adiabatik, 8, 61, 71
aturan fasa Gibbs, 140
aturan Trouton, 138
azeotrop, 146
B
batas sistem, 3
bubble point line, 143
C
cair, 9, 127
campuran ideal, 142
campuran non ideal, 145
D
dalil kalor Nernst, 106
deposisi, 128
derajat kebebasan, 140
dew point line, 143
diagram fasa, 139
diagram terner, 156
diferensial eksak, 57
diferensial parsial, 64
E
efisiensi proses termal, 92
eksotermis, 48, 75
ekspansi, 49, 57
ekstensif, 91
endotermis, 48, 75
energi dalam, 56
energi disosiasi ikatan, 84
energi Gibbs, 7, 97
energi Helmholtz, 97
energi ikatan, 83
entalpi, 7, 63, 75
entalpi atomisasi, 83
entalpi disosiasi ikatan, 84
entalpi hidrogenasi, 77
entalpi ikatan rata-rata, 84
entalpi netralisasi, 77
entalpi pembakaran, 77
entalpi pembentukan, 76, 83
entalpi penguraian, 76
entropi, 7, 90, 95
entropi absolut, 107
eutektik, 155
F
faktor kompresibilitas, 26, 41
fasa, 127
fraksi mol, 142
fugasitas, 115
fungsi Gibbs, 95
fungsi Helmholtz, 95
fungsi jalan, 7, 51
fungsi keadaan, 7, 56, 57
G
garis titik gelembung, 143
185
185 INDEKS
gas, 10, 127
gas ideal, 22
gas real, 24, 25
H
hubungan Maxwell, 101
hukum Avogadro, 19, 22, 118
hukum Boyle, 12, 21
hukum Charles, 14, 15, 22
hukum Dalton, 42, 142
hukum Gay Lussac, 17, 22
hukum Henry, 146
hukum Hess, 81
hukum kedua termodinamika, 89
hukum kenol termodinamika, 48
hukum ketiga termodinamika, 106
hukum pertama termodinamika, 57
hukum Raoult, 142
I
irreversibel, 48, 53, 89, 91
isobar, 8, 70
isokhorik, 8, 60, 71
isotermal, 8, 61, 70
isotrop, 8
J
joule, 48
jumlah fase, 128
jumlah komponen, 129
jumlah partikel, 2
K
kalor, 47, 57, 89
kalori, 48
kalorimeter bom, 79
kalorimeter sederhana, 80
Kammerlingh Onnes, 31
kapasitas kalor, 60
kapasitas kalor tekanan tetap, 65
kapasitas kalor volume tetap, 65
kenaikan titik didih, 149
kerja, 49, 57
kesetimbagan termal, 8, 48
kesetimbangan cair-uap, 138
kesetimbangan fasa, 8, 128
kesetimbangan heterogen, 116
kesetimbangan homogen, 112
kesetimbangan kimia, 8, 111
kesetimbangan padat-cair, 133
kesetimbangan padat-uap, 139
koefisien aktifitas, 115
koefisien Joule-Thomson, 65
kompresi, 49, 57
kondensasi, 128
konstanta ebulioskopi, 150
konstanta kesetimbangan
konsentrasi, 114
konstanta kesetimbangan tekanan,
114
konstanta krioskopi, 150
L
lingkungan, 3, 57
M
magnetik, 49
mekanik, 49
mesin kalor, 93
186
186 Termodinamika Kimia
P
padat, 9, 127
pangkat tiga Debye, 107
pangkat tiga Einstein, 107
parameter Berthelot, 33
parameter Dietrici, 34
parameter Redlich-Kwong, 33
pelelehan, 133
penguapan, 138
penurunan tekanan uap, 148
penurunan titik beku, 149
persamaan Beattie-Bridgeman, 32
persamaan Berthelot, 33
persamaan Clapeyron, 132
persamaan Clausius–Clapeyron, 138
persamaan Dieterici, 34
persamaan fundamental bentuk
diferensial, 99
persamaan fundamental bentuk
integral, 103
persamaan Gibbs-Duheim, 103
persamaan Gibbs-Helmholtz, 120
persamaan keadaan, 6
persamaan Redlich-Kwong, 33, 34
persamaan van der Waals, 27, 40
persamaan van’t Hoff, 120
persamaan virial, 31
perubahan entalpi, 79
potensial kimia, 111
prinsip Le Chatelier’s, 118
proses irreversibel, 7
proses reversibel, 7
proses spontan, 90
Q
quasy-static, 7
R
reaksi kimia, 1
reversibel, 53, 88
rumus Boltzmann, 91
rumusan Clausius, 89
rumusan Kelvin-Planck, 89
S
Sardi Carnot, 93
sifat koligatif, 148
siklus Carnot, 92
sistem, 3, 57
sistem terbuka, 4
sistem terisolasi, 4, 59
sistem tertutup, 4, 59
sublimasi, 139
supercooled, 39
superheated, 39
supersaturated, 39
T
tekanan, 2, 121
tekanan kritis, 33, 38
tekanan osmosis, 151
tekanan tereduksi, 40
tekanan uap, 142
temperatur, 2, 118
temperatur kritis, 33, 38
temperatur tereduksi, 40
teorema diferensial parsial, 101
teorema fungsi homogen, 104
termodinamika kimia, 1
termodinamika statistik, 1
termokimia, 74
tetapan Boltzmann, 91
187
187 INDEKS
tetapan Laplace, 69
tetapan van der Waals, 27, 29, 40
tie line, 144
titik kritis, 38, 140
titik tripel, 140
transisi fasa, 127
V
variabel ekstensif, 6
variabel intensif, 6
variabel tereduksi, 40
volume, 2, 121
volume kritis, 38, 180
volume tereduksi, 40
188
188 Termodinamika Kimia
DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. dan de Paula, Julio. 2006. Physical Chemistry.
Oxford University Press: Oxford.
Atkins, P.W. 1966. Kimia Fisika Jilid 1 Edisi Keempat.
Terjemahan Irma I. Kartohadiprojo. Jakarta: Erlangga.
Barrow, Gordon M. 1979. Physical Chemistry. New York:
McGraw-Hill Inc.
Castellan, G.W. 1983. Physical Chemistry, 3rd edition. Addison
– Wesley Publishing Company: Massachusets.
Chang, R.; Overby, J. 2006. General Chemistry : The Essential
Concepts. McGraw-Hill Companies, Inc.: New York.
Dogra, S. K.; Dogra, S. 1986. Physical Chemistry through
Problems. New Age International (P) Limited, Publisher:
New Delhi.
Fajaroh, Fauziatul, dkk. 1999. Kimia Fisika 1. FPMIPA UPI-
IMSTEP JICA: Bandung.
Karapetyants, M. Kh. 1978. Chemical Thermodynamics. MIR
Publishers: Moscow.
Lohat, A. San. 2009. Termodinamika: Seri Ebook, diakses dari
http://www.gurumuda.com, pada tanggal 23 Juni 2010.
Mark, M dan Foster, A. R,. 1979. Thermodynamics : Principles
and Aplication. Allyn and Bacon, Inc.: Boston.
Maron, S.H. dan Lando, JB. 1974. Fundamentals of Physical
Chemistry. New York: Macmillan Publishing Co. Inc.
Nolly. Termokimia, diakses dari http://www.
kimiadb2.webs.com/MateriBab2Sem10910.doc pada
tanggal 30 Juni 2010.
189
189 INDEKS
Rahayu, S. I, 2006. Termodinamika (Azas Dasar dan Terapan
Kimia). Penerbit ITB: Bandung.
Rohman, Ijang. 2000. Kimia Fisika I: Pengantar
Termodinamika dan Aplikasinya dalam Kimia. FPMIPA
UPI-IMSTEP JICA: Bandung.
Sholehah, Amalia. 2008. Bahan Ajar Kimia Fisika. Jurusan
Teknik Metalurgi: FT UNTIRTA, diakses dari
http://amaliasholehah.files.wordpress.com/2008/04/kst
b-fasa.doc pada tanggal 7 Juli 2010
Stolen, S.; Grande, T.; Allan, N. L. 2004. Chemical
Thermodynamics of Materials: Macroscopic and
Microscopic Aspects. John Wiley & Sons Ltd: West
Sussex.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Jakarta: Bina Aksara
Triyono. 2006. Kimia Fisika II. Jurusan Kimia FMIPA UGM:
Yogyakarta.
190
190 Termodinamika Kimia
Reaksi kimia merupakan proses yang selalu
melibatkan energi, baik membutuhkan atau
melepaskan energi. Besarnya kecilnya energi yang
terlibat menentukan berhasil tidaknya suatu
reaksi kimia. Jika tidak ditangani dengan baik,
kemungkinan reaksi kimia yang dikerjakan akan
gagal atau bahkan berakibat fatal. Oleh karena
itu, pemahaman mengenai energi reaksi kimia
sangat penting bagi seorang kimiawan sebelum
memulai suatu reaksi kimia.
Buku ini diharapkan membantu para kimiawan,
khususnya mahasiswa dalam menerapakn
konsep-konsep termodinamika sehingga bisa
menangani energi reaksi kimia dengan baik.
�Penerbit Buku
ISBN: XXX-XXXXX-XX-XX