terjemahan jurnal-terapi rumatan dermatitis seboroika pada wajah dengan salep tacrolimus 0

28
Laboratorium Dermatologi dan Venereologi Journal Reading Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman RSUD A.W.Sjahranie Samarinda Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika pada Wajah dengan Salep Takrolimus 0,1% Disusun Oleh: Firyal Soraya 1410029029 Pembimbing: dr. M. Darwis Toena, Sp. DV, FINSDV, FAADV

Upload: firyal-soraya

Post on 27-Jan-2016

234 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Terjemahan Journal

TRANSCRIPT

Page 1: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Laboratorium Dermatologi dan Venereologi Journal ReadingProgram Pendidikan Dokter Universitas MulawarmanRSUD A.W.Sjahranie Samarinda

Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika pada Wajah dengan Salep Takrolimus 0,1%

Disusun Oleh:

Firyal Soraya 1410029029

Pembimbing:

dr. M. Darwis Toena, Sp. DV, FINSDV, FAADV

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Laboratorium Dermatologi dan Venereologi

FK UNMUL

Samarinda

2015

Page 2: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Pengobatan Rumatan Dermatitis Seboroika pada Wajah dengan Salep Takrolimus 0,1%

Hye One Kim, Yoon Seok Yang, Hyun Chang Ko1, Gyung Moon Kim2, Sang Hyun Cho2, Young Joon Seo3, Sang Wook Son4, Jong Rok Lee5, Joong Sun Lee6, Sung Eun Chang7, Jae We Che8, Chun Wook Park

Departemen Dermatologi, Rumah Sakit Kangnam Sacred Heart, Fakultas Kedokteran Universitas Hallym, Seoul, 1Departemen Dermatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Nasional Pusan, Yangsan, 2Departemen Dermatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Korea, Seoul, 3Departemen Dermatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Nasional Chungnam, Daejeon, 4Departemen Dermatologi Universitas Korea, Seoul, 5Departemen Dermatologi, Universitas Gachon, Incheon, 6Departemen Dermatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Eulji, Daejeon, 7Departemen Dermatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Ulsan, Seoul, 8Departemen Dermatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Keimyung, Daegu, Korea

Latar Belakang: Penghambat calcineurin topikal atau Topical calcineurin topical (TCIs) telah berhasil digunakan untuk mengobati pasien dengan dermatitis seboroika (DS). Sementara itu, pengobatan dermatitis atopik (DA) dengan menggunakan TCIs dosis rendah dan secara intermiten telah terbukti mengurangi kejadian kambuhnya penyakit tersebut. Regimen pengobatan ini telah diketahui sebagai pengobatan rumatan. Gambaran Penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efikasi dan toleransi dari pengobatan rumatan dengan menggunakan salep takrolimus pada pasien DS pada wajah. Metode: Selama periode stabilisasi awal, pasien dengan DS atau DA pada wajah diberikan salep takrolimus 0,1% dua kali sehari selama 4 minggu. Penilaian secara klinik dievaluasi dari seluruh wajah atau bagian-bagian dari wajah. Ketika nilai investigator global assessment telah mencapai 1, pasien diberikan takrolimus dua kali seminggu selama 20 minggu. Kami juga membandingkan penelitian kami dengan studi sebelumnya berupa hasil penelitian dengan plasebo. Hasil: Waktu kekambuhan pertama selama fase II sama diantara kedua kelompok walaupun lebih lama secara signifikan pada kelompok plasebo. Kurva bebas kambuh pada kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan; walaupun kurva dari kelompok plasebo berbeda secara signifikan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara 2 kelompok dalam hal angka DA, dan waktu hingga eksaserbasi muncul. Kejadian efek samping diantara kedua kelompok juga sama. Selama 20 minggu pengobatan, populasi penelitian memiliki toleransi yang baik terhadap takrolimus. Kesimpulan: Hasil studi ini menunjukkan bahwa pengobatan rumatan dengan takrolimus secara efektif dapat mencegah munculnya eksaserbasi DS wajah. (Ann Dermatol 27(5) 523 ~ 530, 2015)

-Kata Kunci-Pengobatan rumatan, Dermatitis seboroika, Salep takrolimus

Page 3: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

PENDAHULUAN

Dermatitis seboroika memiliki tanda berupa skuama berminyak kemerahan atau

keabuan pada wajah, kulit kepala, dan badan yang biasanya disertai pruritus1. DS dan

dermatitis atopik memiliki gejala yang serupa, dan keduanya bersifat kronik dan dapat

kambuh2. Temuan histologi khas pada DS adalah dermatitis bentukan busa dengan

infiltrat sel inflamasi perivaskular yang seringkali sulit dibedakan dengan DA3.

Sebagai tambahan, telah terbukti bahwa Malassezia merupakan faktor yang

mempengaruhi terjadinya eksaserbasi DS dan DA, terutama yang mengenai wajah

dan kulit kepala4-7. Farmakoterapi pencegahan kekambuhan DS merupakan hal yang

menarik untuk diteliti.

Pengobatan utama dari DA dan DS adalah pemberian anti jamur topikal,

kortikosteroid topikal (TCS) dan yang terbaru adalah TCI2,8-11. Pendekatan secara

rumatan dengan menggunakan TCS dan TCI dosis rendah secara intermiten untuk DA

telah terbukti memiliki efikasi yang baik12-14. Potensi TCS pada studi tersebut

menunjukkan hasil sedang-tinggi. Pengobatan jangka panjang dengan menggunakan

TCS kemungkinan tidak direkomendasikan untuk pasien DA karena efek samping

yang dapat timbul, seperti telangiektasis, atrofi, dan dermatitis perioral15. Selain itu,

fobia steroid terhadap TCS dapat memunculkan flares penyakit lebih sering15-17. Atas

dasar alasan ini, pengobatan rumatan dengan menggunakan TCI kemungkinan lebih

sesuai untuk pasien dengan dengan eksim wajah18-19. Takrolimus merupakan TCI yang

menghambat calcineurin, yang bekerja dengan mencegah transduksi sinyal limfosit

sel-T dan transkripsi dari sitokin2,20. Aplikasi TCI secara rutin untuk DS telah

menunjukkan kemajuan gejala klinis selama 2 minggu, dan kebanyakan pasien dapat

menoleransi pengobatan dengan baik2,17,21-23. Selain itu telah banyak laporan dalam hal

penggunaan terapi rumatan untuk DS.

Dalam studi ini, pengobatan rumatan dengan menggunakan TCI untuk DS

dibandingkan dengan pengobatan untuk DA karena regimen TCI untuk DA telah

diketahui menunjukkan hasil yang baik12-14.

Tujuan dari studi ini adalah membandingkan efikasi dan keamanan dari pengobatan

rumatan, dua kali seminggu dari salep takrolimus pada pasien dengan DS wajah

derajat sedang hingga berat dan pada pasien dengan DA wajah.

Page 4: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

BAHAN DAN METODE

Peserta Penelitian

Pada penelitian label terbuka, prospektif, multicenter, studi perbandingan ini, pasien

pria atau wanita berusia >2 tahun dengan eksim wajah digunakan sebagai bahan

penelitian. Diantara peserta tersebut, pasien yang didiagnosis dengan DA

(menggunakan kriteria Hanifin dan Rajka) atau DS (oleh dua dokter spesialis

dermatologi profesional) yang mendapat derajat sedang (>3) pada skala IGA

dimasukkan ke dalam fase stabilisasi studi ini (fase I). Di dalam IGA terdapat enam

poin atau skala standar keparahan DS atau DA (0 = jelas, 1 = hampir jelas, 2 = ringan,

3 = sedang, 4 = berat, dan 5 = sangat berat). Kriteria eksklusi adalah adanya kelainan

kulit selain DA di area tubuh yang akan diobati, penyakit infeksi kulit (bakteri, jamur,

dan virus) dan jaringan parut yang luas atau lesi berpigmen di area tubuh yang akan

diobati.

Selama masa penelitian, pasien dilarang menerima terapi ultraviolet, agen

imunosupresif nonsteroid, produk TCS atau TCI lainnya, kortikosteroid sistemik, dan

obat yang diteliti lainnya. Periode pembersihan dari terapi-terapi tersebut berkisar dari

minimal 1 minggu (untuk TCS dan TCI) hingga maksimal 6 minggu (untuk terapi

ultraviolet). Periode pembersihan untuk imunosupresan nonsteroid sistemik dan

kortikosteroid sistemik yang digunakan untuk mengobati AD adalah 2 minggu. Tidak

satu pun obat atau terapi yang disebutkan sebelumnya diizinkan selama penelitian

berlangsung (fase I dan II), kecuali sebagai obat penelitian.

Pelembab topikal diizinkan selama penelitian selama digunakan minimal 2 jam

sebelum atau 2 jam setelah pemberian salep takrolimus. Tabir surya dan rias wajah

diizinkan tetapi tidak untuk digunakan sebelum atau 30 menit setelah pemberian

takrolimus. Dosis antihistamin sistemik diturunkan atau dihentikan. Antibiotik

sistemik diizinkan untuk pengobatan infeksi, sesuai kebutuhan. Selain itu, pasien

diizinkan untuk menggunakan minyak mandi dan pelembut kulit 2 jam sebelum dan

sesudah pemberian salep.

Page 5: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Rancangan Penelitian

Penelitian Ini adalah penelitian yang berlangsung selama 20 minggu, prospektif,

multicenter, dan berupa uji banding yang dilakukan di sembilan pusat di Korea.

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dijelaskan dalam

Deklarasi Helsinki. Pasien dewasa dan anak dengan DS wajah atau DA wajah yang

telah bebas dari penyakit setelah 4 minggu pengobatan dengan salep takrolimus (fase

stabilisasi, fase I) akan memasuki fase rumatan (fase II) dengan pengobatan salep

takrolimus (0,1%) dua kali seminggu selama 20 minggu (Gambar. 1). Protokol

penelitian telah disetujui oleh dewan peninjau kelembagaan di setiap rumah sakit, dan

semua pasien (atau pengasuh hukum) memberikan persetujuan tertulis sebelum

pendaftaran. Semua pengobatan pada penelitian ini diberikan pada daerah DA yang

masih aktif atau yang telah aktif sebelumnya (IRB No. 2012-12-83, Rumah Sakit

Kangnam Hati Kudus).

Gambar 1. Rancangan Penelitian

Fase I (fase stabilisasi)

Selama fase I, pasien dengan DS atau DA diberikan salep takrolimus 0,1% (Protopic;

Astellas Pharma Inc Korea, Seoul, Korea) ke seluruh bagian wajah yang terkena dua

kali sehari selama minimal 7 hari dan maksimal 4 minggu. Setelah 7 hari, pasien

dengan skor IGA 0 atau 1 (jelas atau hampir jelas) dianggap memenuhi syarat untuk

memasuki fase II. Jika tak satu pun dari nilai ini dicapai dalam 4 minggu, maka pasien

dikeluarkan dari penelitian.

Page 6: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Fase II (fase rumatan)

Selama fase II, salep takrolimus 0,1% diaplikasikan dua kali seminggu selama 20

minggu untuk daerah wajah yang sebelumnya mengalami DS atau DA. Pasien dengan

kekambuhan penyakit (skor IGA >2) akan dikeluarkan dari penelitian.

Penilaian Penelitian

Penilaian pasien dilakukan pada hari 1/ awal fase; minggu 1, 2, dan 4/ akhir fase I;

dan pada minggu ke 4, 8, 16, dan 20/ akhir fase II. Pada kunjungan awal, penilai

memutuskan diagnosis DS atau DA, kemudian dilakukan identifikasi dan evaluasi

area yang perlu untuk diobati. Pengukuran klinis dilakukan pada daerah wajah secara

terpisah (dahi, periorbita, hidung, dagu, pipi, dan daerah perioral/ periaurikular;

Gambar 2.) dan pada seluruh wajah (keparahan rata-rata masing-masing daerah).

Adanya penyakit pada setiap bagian wajah, skor analog visual (VAS) untuk gatal-

gatal, dan skor IGA ditentukan, dan semua efek samping dicatat selama kunjungan

pada fase I dan II. Karena penelitian ini adalah studi banding dari dua penyakit yang

berbeda, IGA digunakan sebagai pengukur indeks keparahan dari daerah eksim dan

seboroik, indeks ini dipilih untuk mengevaluasi keparahan DA dan DS secara

konsisten. Selain itu, untuk memperkirakan efek plasebo, hasil penelitian ini

dibandingkan dengan kelompok plasebo dari sebuah penelitian terbaru lainnya

tentang pengobatan proaktif dengan menggunakan salep takrolimus 0,1% dua kali

seminggu di Korea24. Data mentah diperoleh langsung dari penulis penelitian

tersebut24.

Akhir Penelitian

Titik akhir primer adalah waktu eksaserbasi (DE) pertama muncul selama fase I yang

memerlukan intervensi terapeutik, yakni penggunaan salep takrolimus 0,1% selama >

7 hari untuk mengobati daerah dengan skor IGA dari 3~5 yang diukur pada hari 1

periode pengobatan DE. Jika pasien mengalami dua DE dalam kurun waktu < 7 hari

(dengan atau tanpa pengobatan), episode tersebut digabungkan dan dianggap sebagai

1 DE. Titik akhir kedua penelitian ini yakni jumlah total DE yang terjadi selama fase

II yang membutuhkan pengobatan. Perbaikan klinis dinilai dengan menggunakan skor

IGA dan VAS. Penilaian keselamatan selama penelitian meliputi pemantauan efek

samping. Efek samping didefinisikan sebagai setiap kejadian yang tidak diinginkan

Page 7: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

pada pasien, terlepas dari apakah itu terkait dengan pengobatan pada penelitian, hal

yang dilaporkan oleh pasien, atau diamati oleh dokter.

Perbedaan demografis antara kedua kelompok perlakuan dianalisis dengan

menggunakan uji Fisher dan uji χ2 untuk data kategorikal, dan analisis varians untuk

data kontinu. Metode Kaplan-Meier dan uji log-rank digunakan untuk mendapatkan

dan membandingkan interval kepercayaan 95% dari waktu pertama kali penyakit

relaps, dan untuk memperkirakan waktu rata-rata untuk penyakit pertama kali relaps

pada mereka yang mengalami setidaknya satu periode relaps. Kedua kelompok

perlakuan dibandingkan dengan menggunakan Wilcoxon rank sum test berdasarkan

keparahan penyakit dan usia pasien. Perbedaan di antara kelompok perlakuan

dianalisis dengan menggunakan t-test Student untuk hari pengobatan episode DE dan

skor IGA untuk rata-rata episode relaps. Perbedaan antara kelompok perlakuan

dianalisis dengan menggunakan uji χ2 dan ANOVA dalam jumlah episode relaps

penyakit dan skor IGA untuk episode relaps pertama, dan uji Mantel-Henzel untuk

menguji tren. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS 18.0 (SPSS Inc, Chicago, IL,

USA). Nilai p <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

Gambar 2. Penilaian Klinis pada 7 daerah wajah

Page 8: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

HASIL

Fase I (Demografi pasien dan data dasar)

Sebanyak 123 pasien DS dan 75 pasien DA terlibat dalam fase I penelitian. Usia rata-

rata antara kedua kelompok secara signifikan berbeda (43,13 ± 18,80 tahun untuk

kelompok DS dan 23,15 ± 18,21 tahun untuk kelompok DA). Karakteristik lainnya,

seperti rasio jenis kelamin dan keparahan penyakit sebagaimana dinilai dengan IGA,

adalah serupa pada kedua kelompok.

Efikasi dan Penarikan Pasien

Pada saat tahap I selesai, 83 dari 123 (67,5%) pasien DS dan 49 dari 75 (65,3%)

pasien DA menunjukkan skor IGA < 2 ("jelas" dan "hampir jelas") dan

menyelesaikan fase I. sisanya 40 dan 26 pasien dikeluarkan dari penelitian. Alasan

utama untuk pasien dikeluarkan setelah selesainya tahap I adalah skor IGA ≥ 2 (28

dari 123 [22,8%] pasien DS dan 14 dari 75 [18,7%] pasien DA). Pengeluaran pasien

pada tahap awal terjadi karena perubahan pada uji obat (3 dari 40 pasien DS dan tidak

ada pasien DA), ketidakpatuhan (7 dari 40 pasien DS dan 10 dari 26 pasien DA), dan

penggunaan obat-obat yang dilarang (2 dari 40 pasien DS dan 2 dari 26 pasien DA)

(Gambar. 3).

Page 9: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Gambar 3. Diagram Alur. Total 195 pasien dimasukkan dalam penelitian dan 112 pasien menyelesaikan uji klinis. Empat puluh pasien (34,7%) pada kelompok dermatitis seboroik dan 26 pasien (34,7%) dalam

kelompok dermatitis atopik menghentikan penelitian selama fase I

Efek samping

Sebanyak 27 pasien DS (30,0%) dan 15 pasien DA (20,0%) mengalami efek samping

yang dinilai oleh para peneliti dari studi ini. Sensasi terbakar, eritema, folikulitis dan

pruritus pada daerah yang dilakukan pemberian obat merupakan efek samping yang

paling sering terjadi, beberapa di antaranya tumpang tindih satu sama lain (Tabel 1).

Enam pasien DS dan lima pasien DA ingin dikeluarkan dari penelitian karena efek

samping tersebut.

Page 10: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Tabel 1. Kejadian efek samping terkait terapi selama fase I dan II

Fase II (demografi pasien dan data dasar)

Dari 198 pasien pada fase I, 132 (83 pasien DS dan 49 pasien DA) juga terlibat dalam

fase II (Gambar. 1). Demografis dari pasien yang terdaftar disajikan pada Tabel 2.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok DA dan DS dalam karakteristik

demografi dan data dasar kecuali untuk usia rata-rata (Tabel 2).

Page 11: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Tabel 2. Demografi pasien dan karakter dasar pada hari I (fase II)

Penarikan Pasien

Sembilan pasien (10,8%) pada kelompok DS dan 11 pasien (22,5%) pada kelompok

DA dikeluarkan selama fase II (Gambar. 1). Alasan untuk pengeluaran tersebut adalah

penarikan yang sukarela (n = 3 pada kelompok DS dan n = 3 pada kelompok DA),

tindak lanjut kerugian, dan kurangnya efikasi (Gbr. 3).

Efikasi

Kurva bebas kekambuhan dari kedua kelompok ditunjukkan pada Gambar. 4. Lima

puluh empat pasien (65,0%) pada kelompok DS dan 32 pasien (65,3%) pada

kelompok DA tidak memiliki DE selama 20 minggu fase II (Gambar. 4). Pada

penelitian sebelumnya, semua pasien (10 orang) dari kelompok plasebo memiliki DE

(IGA ≥ 2) dalam 10 minggu. Delapan pasien dari kelompok plasebo memiliki DE

pada minggu 2, satu pasien pada minggu 4, dan satu pasien lainnya di minggu 6.

Kurva bebas kekambuhan dari kedua kelompok penelitian kami tidak berbeda secara

signifikan antara satu sama lain pada setiap kunjungan; Namun, kurva dari kelompok

plasebo penelitian sebelumnya berbeda secara signifikan (p < 0,05 dengan log analisis

rank) dari kedua kelompok penelitian kami (Gbr. 4).

Page 12: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Gambar 4. Waktu Disease Exacerbation (DE). SD: DS/ dermatitis seboroik, AD: DA/ Dermatitis atopik

Analisis Kaplan-Meier juga dilakukan untuk mengevaluasi masa bebas kekambuhan

dari masing-masing daerah wajah. Kurva bebas kekambuhan antara kedua kelompok

serupa di dahi, pipi, dagu, dan daerah perioral / periaurikular. Di lain sisi, daerah

perioral cenderung memiliki kekambuhan lebih awal pada pasien DA wajah dan

daerah hidung pada pasien DS wajah. Angka kumulatif bebas penyakit (IGA ≤ 1)

pada 20 minggu fase II adalah 63,6% untuk DS wajah dan 63,5% untuk DA wajah,

dan dari kelompok plasebo adalah 0% untuk DS wajah (Gambar . 5).

Page 13: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Gambar 5. Persentasi pasien dengan investigator global assessment (IGA) kurang dari sama dengan 1 pada 7 daerah wajah selama fase II (*p < 0.05).

Jumlah DE juga tidak berbeda secara signifikan di antara kedua kelompok (p = 0,98).

Hasil analisis terkait usia (uji Mantel-Henzel χ2; usia, 19, 20~39, 41~ 59, dan ≥60

tahun) adalah konstan. Waktu rata-rata untuk DE pertama tidak berbeda secara

signifikan di antara kedua kelompok (standar deviasi rata-rata ±: 41,17 ± 26,41 hari

lawan 40,55 ± 24,84 hari; p = 0,38). Dalam penelitian sebelumnya, waktu rata-rata

untuk DE pertama dari kelompok plasebo adalah 18,20 ± 9,44 hari24. Hal ini

menunjukkan bahwa waktu rata-rata untuk DE pertama kedua kelompok penelitian

kami adalah lebih lama dari waktu dari kelompok plasebo penelitian sebelumnya,

meskipun periode rumatan berbeda (20 minggu lawan 10 minggu). Skor IGA rata-

rata untuk DE pertama (2.12 ± 0.33 lawan 2.17 ± 0.38 vs 2.90 ± 1.10) tidak berbeda

secara signifikan antara tiga kelompok (p = 0,51 pada ANOVA satu arah). Juga, rata-

rata skor VAS untuk DE pertama (2.96 ± 1.68 vs 3.31 ± 1.11) tidak berbeda secara

signifikan di antara kedua kelompok (p = 0,84).

Efek samping

Selama fase II, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam hal

kejadian efek samping. Lima belas pasien (18,1%) pada kelompok DS mengalami

efek samping selama fase II, sedangkan sembilan pasien (18,4%) pada kelompok DA

mengalami efek samping, seperti pruritus (lima pasien DS, 6,0% lawan tiga pasien

DA, 6,1% ), iritasi (empat pasien DS, 4,8% lawan dua pasien AD, 4,1%), folikulitis

Page 14: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

(tiga pasien DS, 3,6% lawan dua pasien DA, 4,1%), dan eritema (tiga pasien DS,

3,6% lawan dua pasien DA, 4,1%) (Tabel 1). Tidak ada pasien yang menyatakan

keinginan untuk keluar dari uji klinis karena efek samping mereka selama fase II.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, efikasi dan tolerabilitas terapi rumatan 20 minggu dengan salep

takrolimus 0,1% dibandingkan antara dua penyakit wajah yakni DS dan DA. Hasil

kami menunjukkan bahwa efikasi dan keamanan pengobatan takrolimus tidak berbeda

secara signifikan di antara kedua penyakit tersebut. Tidak ada perbedaan yang

signifikan di antara kedua kelompok dalam hal waktu untuk DE episode pertama,

total episode DE, dan total hari pengobatan untuk DE. Profil efek samping juga

serupa di antara kedua kelompok. Selama 20 minggu pengobatan, populasi penelitian

memiliki toleransi yang baik terhadap salep takrolimus.

Percobaan sebelumnya telah menunjukkan bahwa terapi rumatan dengan takrolimus

lebih berhasil dalam mencegah flare DA13,18,25. Penelitian sebelumnya dengan protokol

yang sama juga menggunakan terapi pemeliharaan atau terapi proaktif18,19,24,26. Dalam

hal pengetahuan, penelitian ini adalah penelitian pertama untuk mengevaluasi efikasi

dan tolerabilitas terapi rumatan dengan menggunakan TCI untuk DS. Penentuan

imunologi dari terapi rumatan didasarkan pada kulit yang tampaknya normal saja

pada pasien dengan eksim, seperti DA atau DS, sebenarnya terdapat defek pertahanan

dan inflamasi sub klinik2. Dengan demikian, terapi rumatan diberikan pada kulit yang

terkena penyakit sebelumnya sebagai pencegahan kambuhnya penyakit tersebut.

Daerah tubuh yang dipilih untuk pemberian TCI adalah wajah, leher, dan lipatan-

lipatan tubuh, yang paling rentan terhadap dampak buruk TCS. Selain itu, TCI telah

diyakini mampu aktif melawan strain jamur, termasuk Malassezia furfur dan berbagai

strain Malassezia lain yang terkait erat dengan patofisiologi DS27,28. Oleh karena itu,

TCI dipilih sebagai terapi rumatan pada penelitian ini20.

Penelitian ini adalah penelitian pertama yang secara statistik mengevaluasi periode

bebas kekambuhan pada masing-masing daerah wajah dan membandingkan hasil

antara DA dan DS. Kurva bebas kekambuhan serupa di antara kedua kelompok, yakni

di dahi, pipi, dagu, dan perioral/ periaurikular. Namun, lesi eksimatous di wilayah

perioral pasien DA dan di daerah hidung pasien DS kambuh lebih awal dibandingkan

dengan daerah lainnya. Dermatitis periorbital dan perioral lebih sering pada pasien

Page 15: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

DA dibandingkan pada pasien DS, sedangkan DS cenderung terjadi di daerah-daerah

dengan produksi sebum tinggi dan daerah kulit yang memiliki lipatan. Hasil penelitian

ini dirasa konsisten dengan penelitian sebelumnya; Namun diperlukan penelitian lebih

lanjut dengan data yang lebih banyak.

Dibandingkan dengan krim pimekrolimus, telah terdapat beberapa uji coba tentang

efikasi dan keamanan salep takrolimus dalam pengobatan DS23,29. Namun demikian,

salep takrolimus dipilih dalam penelitian ini karena beberapa penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa takrolimus salep secara klinis lebih efektif daripada

pimekrolimus dalam pengobatan pasien DA derajat sedang hingga berat30-33;

Walaupun, penelitian lain menunjukkan efikasi yang serupa di antaranya34. Selain itu,

kami memiliki hipotesis bahwa pasien akan lebih mampu bertahan terhadap tekstur

yang berminyak jika mereka hanya harus menggunakan salep selama dua malam per

minggu.

Sebagai penelitian yang membahas mengenai terapi rumatan, durasi percobaan ini

dianggap relatif singkat, dan terdapat juga kelemahan dalam penilaian khasiat jangka

panjang serta efek samping dari terapi rumatan dengan TCI untuk pengobatan DS.

Penelitian selanjutnya diperlukan untuk mengevaluasi keamanan jangka panjang dari

terapi rumatan dengan TCI pada pasien DS dan pasien DA. Keterbatasan lainnya

adalah bahwa tidak ada kelompok pembawa dalam penelitian kami. Untuk

menanggulangi keterbatasan tersebut, kami langsung membandingkan data kami

dengan kelompok plasebo sebuah penelitian terbaru pada kelompok ras yang sama

dan desain yang serupa. Selain itu, juga terdapat perbedaan dalam usia rata-rata antara

kelompok DS dengan kelompok DA. Hal ini terjadi karena onset usia DS adalah lebih

tinggi daripada DA. Untuk mengatasi perbedaan ini, perbandingan dilakukan dengan

membagi pasien ke dalam kelompok usia, dan tidak ada perbedaan yang ditemukan

antara kelompok usia yang berbeda.

Kesimpulan penelitian ini adalah terapi rumatan dengan menggunakan salep

takrolimus efektif dan ditoleransi dengan baik dalam mencegah flare dari DS wajah

dan DA wajah dibandingkan plasebo. Hasil penelitian ini dapat membantu

membangun rejimen perawatan pengobatan TCI yang standar, dan mendukung terapi

yang efektif dalam hal pencegahan DE pada pasien DS.

PENDUKUNG

Page 16: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

Karya ini didukung oleh National Research Foundation of Korea (NRF) yang didanai

oleh Ministry of Science, ICT & Future Planning (NRF-2014R1A1A3A04049491),

dan Program pendanaaan penelitian Universitas Hallym 2014 (HURF-2014-53,

HURF-2014- 58).

REFERENSI

1. Aschoff R, Kempter W, Meurer M. Seborrheic dermatitis. Hautarzt 2011;62:297-307.

2. Cook BA, Warshaw EM. Role of topical calcineurin inhibi- tors in the treatment of seborrheic dermatitis: a review of pathophysiology, safety, and efficacy. Am J Clin Dermatol 2009;10:103-118.

3. Faergemann J, Bergbrant IM, Dohsé M, Scott A, Westgate G. Seborrhoeic dermatitis and Pityrosporum (Malassezia) folliculitis: characterization of inflammatory cells and medi- ators in the skin by immunohistochemistry. Br J Dermatol 2001;144:549-556.

4. Bikowski J. Facial seborrheic dermatitis: a report on current status and therapeutic horizons. J Drugs Dermatol 2009;8: 125-133.

5. Gupta AK, Nicol K, Batra R. Role of antifungal agents in the treatment of seborrheic dermatitis. Am J Clin Dermatol 2004;5:417-422.

6. Shemer A, Kaplan B, Nathansohn N, Grunwald MH, Amichai B, Trau H. Treatment of moderate to severe facial seborrheic dermatitis with itraconazole: an open non-comparative study. Isr Med Assoc J 2008;10:417-418.

7. Darabi K, Hostetler SG, Bechtel MA, Zirwas M. The role of Malassezia in atopic dermatitis affecting the head and neck of adults. J Am Acad Dermatol 2009;60:125-136.

8. Kolmer HL, Taketomi EA, Hazen KC, Hughs E, Wilson BB, Platts-Mills TA. Effect of combined antibacterial and anti- fungal treatment in severe atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol 1996;98:702-707.

9. Rigopoulos D, Ioannides D, Kalogeromitros D, Gregoriou S, Katsambas A. Pimecrolimus cream 1% vs. betamethasone 17-valerate 0.1% cream in the treatment of seborrhoeic der- matitis. A randomized open-label clinical trial. Br J Dermatol 2004;151:1071-1075.

10. Anstey A. Management of atopic dermatitis: nonadherence to topical therapies in treatment of skin disease and the use of calcineurin inhibitors in difficult eczema. Br J Dermatol 2009;161:219-220.

11. Tatlican S, Eren C, Oktay B, Eskioglu F, Durmazlar PK. Experience with repetitive use of pimecrolimus: exploring the effective and safe use in the treatment of relapsing seborrheic dermatitis. J Dermatolog Treat 2010;21:83-

Page 17: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

85.

12. Schmitt J, von Kobyletzki L, Svensson A, Apfelbacher C. Efficacy and tolerability of proactive treatment with topical corticosteroids and calcineurin inhibitors for atopic eczema: systematic review and meta-analysis of randomized con- trolled trials. Br J Dermatol 2011;164:415-428.

13. Wollenberg A, Reitamo S, Girolomoni G, Lahfa M, Ruzicka T, Healy E, et al; European Tacrolimus Ointment Study Group. Proactive treatment of atopic dermatitis in adults with 0.1% tacrolimus ointment. Allergy 2008;63:742-750.

14. Breneman D, Fleischer AB Jr, Abramovits W, Zeichner J, Gold MH, Kirsner RS, et al; Tacrolimus Ointment Study Group. Intermittent therapy for flare prevention and long- term disease control in stabilized atopic dermatitis: a ran- domized comparison of 3-times-weekly applications of tacrolimus ointment versus vehicle. J Am Acad Dermatol 2008;58:990-999.

15. Hoeger PH, Lee KH, Jautova J, Wohlrab J, Guettner A, Mizutani G, et al. The treatment of facial atopic dermatitis in children who are intolerant of, or dependent on, topical corticosteroids: a randomized, controlled clinical trial. Br J Dermatol 2009;160:415-422.

16. Gupta G, Mallefet P, Kress DW, Sergeant A. Adherence to topical dermatological therapy: lessons from oral drug treatment. Br J Dermatol 2009;161:221-227.

17. Papp KA, Papp A, Dahmer B, Clark CS. Single-blind, ran- domized controlled trial evaluating the treatment of facial seborrheic dermatitis with hydrocortisone 1% ointment compared with tacrolimus 0.1% ointment in adults. J Am Acad Dermatol 2012;67:e11-e15.

18. Thaçi D, Reitamo S, Gonzalez Ensenat MA, Moss C, Boccaletti V, Cainelli T, et al; European Tacrolimus Oint- ment Study Group. Proactive disease management with 0.03% tacrolimus ointment for children with atopic derma- titis: results of a randomized, multicentre, comparative study.

19. Wollenberg A, Ehmann LM. Long term treatment concepts and proactive therapy for atopic eczema. Ann Dermatol 2012;24:253-260.

20. Luger T, Paul C. Potential new indications of topical calci- neurin inhibitors. Dermatology 2007;215 Suppl 1:45-54.

21. Kim BS, Kim SH, Kim MB, Oh CK, Jang HS, Kwon KS. Treatment of facial seborrheic dermatitis with pimecrolimus cream 1%: an open-label clinical study in Korean patients. J Korean Med Sci 2007;22:868-872.

22. Ozden MG, Tekin NS, Ilter N, Ankarali H. Topical pime- crolimus 1% cream for resistant seborrheic dermatitis of the face: an open-label study. Am J Clin Dermatol 2010;11:51-54.

23. Meshkinpour A, Sun J, Weinstein G. An open pilot study using tacrolimus ointment in the treatment of seborrheic dermatitis. J Am Acad Dermatol 2003;49:145-147.

24. Kim TW, Mun JH, Jwa SW, Song M, Kim HS, Ko HC, et al. Proactive

Page 18: Terjemahan Jurnal-Terapi Rumatan Dermatitis Seboroika Pada Wajah Dengan Salep Tacrolimus 0

treatment of adult facial seborrhoeic dermatitis with 0.1% tacrolimus ointment: randomized, double-blind, vehicle-controlled, multi-centre trial. Acta Derm Venereol 2013;93:557-561.

25. Fukuie T, Nomura I, Horimukai K, Manki A, Masuko I, Futamura M, et al. Proactive treatment appears to decrease serum immunoglobulin-E levels in patients with severe atopic dermatitis. Br J Dermatol 2010;163:1127-1129.

26. Poole CD, Chambers C, Sidhu MK, Currie CJ. Health- related utility among adults with atopic dermatitis treated with 0.1% tacrolimus ointment as maintenance therapy over the long term: findings from the Protopic CONTROL study. Br J Dermatol 2009;161:1335-1340.

27. Sugita T, Tajima M, Tsubuku H, Tsuboi R, Nishikawa A. A new calcineurin inhibitor, pimecrolimus, inhibits the growth of Malassezia spp. Antimicrob Agents Chemother 2006;50: 2897-2898.28.

28. Sugita T, Tajima M, Ito T, Saito M, Tsuboi R, Nishikawa A.Antifungal activities of tacrolimus and azole agents against the eleven currently accepted Malassezia species. J Clin Microbiol 2005;43:2824-2829.

29. Braza TJ, DiCarlo JB, Soon SL, McCall CO. Tacrolimus 0.1% ointment for seborrhoeic dermatitis: an open-label pilot study. Br J Dermatol 2003;148:1242-1244.

30. Paller AS, Lebwohl M, Fleischer AB Jr, Antaya R, Langley RG, Kirsner RS, et al; US/Canada Tacrolimus Ointment Study Group. Tacrolimus ointment is more effective than pime- crolimus cream with a similar safety profile in the treatment of atopic dermatitis: results from 3 randomized, com- parative studies. J Am Acad Dermatol 2005;52:810-822.

31. Fleischer AB Jr, Abramovits W, Breneman D, Jaracz E; US/Canada Tacrolimus Ointment Study Group. Tacrolimus ointment is more effective than pimecrolimus cream in adult patients with moderate to very severe atopic derma- titis. J Dermatolog Treat 2007;18:151-157.

32. Yin ZQ, Zhang WM, Song GX, Luo D. Meta-analysis on the comparison between two topical calcineurin inhibitors in atopic dermatitis. J Dermatol 2012;39:520-526.

33. Abramovits W, Fleischer AB Jr, Jaracz E, Breneman D. Adult patients with moderate atopic dermatitis: tacrolimus ointment versus pimecrolimus cream. J Drugs Dermatol 2008;7: 1153-1158.

34. Kempers S, Boguniewicz M, Carter E, Jarratt M, Pariser D, Stewart D, et al. A randomized investigator-blinded study comparing pimecrolimus cream 1% with tacrolimus oint- ment 0.03% in the treatment of pediatric patients with moderate atopic dermatitis. J Am Acad Dermatol 2004;51: 515-525.