terjemahan jurnal
TRANSCRIPT
Evaluasi Lidah-, Rahang-, dan Penelanan-Hubungan Koordinasi
Otot Selama Melakukan Penelanan Secara Voluntary
(Evaluation of Tongue-, Jaw-, and Swallowing-Related Muscle Coordination
During Voluntarily Triggered Swallowing)
Takahiro Ono, DDS, PhDa/Hisayuki Iwata, DDS, PhDb/Kazuhiro Hori, DDS, PhDc/
Kenichi Tamine, DDS, PhDd/Jugo Kondoh, DDSe/Sato Hamanaka, DDSe/
Yoshinobu Maeda, DDS, PhDf
Tujuan: Perawatan pada pasien disfagia dapat menghalangi hasil perawatan yang
menguntungkan sebagaimana mestinya pada fungsi oral dan faringeal yang tidak
terkoordinir atau tidak harmonis. Karena perawatan yang optimal memerlukan
pemahaman penuh dari mekanisme penelanan orofaringeal. Studi ini mencoba untuk
menggambarkan pola temporal normal dari hubungan lidah, rahang, dan penelanan-
koordinasi otot selama melakukan penelanan voluntary pada pasien yang sehat.
Material dan metode: Tekanan lidah terhadap palatum keras pada tujuh titik
pengukuran, bunyi penelanan, dan permukaan aktifitas elektromiografi (EMG) dari
masseter, digastrik anterior, dan otot infrahyoid selama melakukan penelanan secara
sengaja dicatat pada tujuh sukarelawan laki-laki yang sehat. Kurang lebih onset dan
offset dari parameter ini dianalisa dengan berulang-ulang pengukuran analisis two-
way dari varians.
Hasil: Onset dari aktifitas otot digastrik anterior terjadi pertama dan lebih cepat
secara signifikan daripada onset dari otot masseter atau otot infrahyoid dan tekanan
lidah. Offset dari aktifitas masseter hampir bersamaan dengan bunyi penelanan dan
lebih cepat secara signifikan dibandingkan dengan offset dari otot digastrik anterior
dan otot infrahyoid dan juga dengan tekanan lidah. Gelombang EMG dari otot
digastrik anterior berjalan terus hingga offset dari tekanan lidah, diikuti oleh offset
dari aktifitas otot infrahyoid.
Kesimpulan: Pola koordinasi temporal dari lidah, rahang, dan otot-otot orofaringeal
selama melakukan penelanan secara voluntary tampak sesuai dengan pengetahuan
1
managemen yang tepat dari suatu bolus dan memberikan kriteria untuk mengevaluasi
fungsi dari penekanan orofaringeal. Int J Prosthodont 2009; 22: 493-498.
Pertumbuhan yang tinggi dari populasi manula dalam 20 abad baru-baru ini
mengakibatkan penambahan jumlah dari orang-orang yang sudah lanjut usia yang
kehilangan kemampuan untuk memberi makanan untuk diri mereka sendiri. Akibat
permasalahan ini dari hubungan penyakit-umur seperti kecelakaan serebrovaskular
dan penyakit sensori-motor berhubungan dengan penyakit neurologik. Disfagia dalam
pasien sedemikian dapat menyebabkan pneumonia yang dapat mengancam hidup
seperti penurunan aktifitas mata pencarian sehari-hari dan kualitas hidup. Dokter gigi
akan mulai untuk merawat pasien yang lama mengalami disfagia lebih sering dan
harus memiliki pilihan perawatan optimal berdasarkan pada pemahaman penuh dari
fungsi penelanan. Walaupun suatu evaluasi observatorium kuantitatif dari disfagia
menggunakan videofluoragrafi tersebar luas dalam lahan medis, suatu evaluasi
kuantitatif dan nonivasif dari seluruh rangkaian dari proses penelanan orofaringeal
tetap ditegakkan.
Penelanan dapat dimulai secara sadar dan tidak sadar. Walaupun tingkat
prefaringeal dari penelanan dikontrol secara voluntary dalam aba-aba menelan,
tingkatan faringeal dan esofangeal dikontrol secara refleks. Banyak otot dalam region
orofaringeal dikoordinasi secara rangkaian oleh medulla oblongata, sekalipun
aktifitas otot dimulai secara sengaja. Elektromiografi (EMG) dan metode sensing
lainnya digunakan untuk memeriksa mekanisme patologik dari disfagia pada
penderita yang mengalami strok, myasthenia gravis, amyotrophic lateral sclerosis,
dan penyakit Parkinson. Bagaimanapun, metode ini fokus sebagian besar pada elevasi
laringeal dan pembukaan orofaringeal selama refleks penelanan. Sekalipun lidah
menempatkan suatu rangkaian peranan penting selama mastikasi dan penelanan (food
comminution, pembentukan bolus, pengangkutan bolus, dan pembangkitan tekanan
penelanan), studi sebelumnya pada koordinasi dari pergerakan lidah dan aktifitas otot
orofaringeal dibatasi pada sebagian besar eksperimen hewan dan studi manusia terus
2
mengamati penggunaan videofluorografi. Keterbatasan ini mungkin menyebabkan
kesulitan merekam EMG dari lidah atau pengukuran pergerakan lidah secara
kuantitatif karena kekurangan protokol atau perlengkapan yang adekuat.
Gambar 1a Susunan dan instrumentasi penelitian
Gambar 1b (kanan) Lokasi otot masseter, digastrik anterior, infrahyoid dari electron EMG pada
subjek yang dalam kondisi sehat dengan penelitian plat palatal yang menggunakan tujuh sensor
tekanan pada maksilla dan mikrofon samping cartilage cricoid
Baru-baru ini, kemajuan teknologi membuatnya mungkin untuk mengevaluasi
aktifitas lidah melalui hasil dari tekanan lidah terhadap palatum keras dengan
penggunaan sensor tekanan yang dipasang di plat palatal atau gigi tiruan rahang atas.
Sebelumnya para penulis menggambarkan pola normal dari hasil tekanan lidah pada
tujuh titik pengukuran pada palatum keras selama menelan air, dan menguraikan pola
koordinasi antara pergerakan lidah dan rahang selama mastikasi dan menelan
makanan padat. Berdasarkan pada hasil ini, studi sekarang ini mencoba untuk
menjelaskan pola temporal normal dari koordinasi antara hasil tekanan lidah dan
rahang dan hubungan aktifitas otot-penelanan selama melakukan penelanan secara
sengaja untuk memperkuat kriteria kuantitatif untuk evaluasi fungsi penelanan
orofaringeal. Demikian dasar informasi yang dapat kemudian dibandingkan dengan
data evaluasi yang serupa pada pasien tua dan dengan status fungsional yang berbeda.
3
Material dan Metode
Subjek
Tujuh pria yang sehat (mean usia: 28,1 tahun) tanpa riwayat kelainan dalam
mastikasi atau penelanan, adanya abnormalitas oklusal, atau riwayat perawatan
ortodontik atau adanya kelainan temporomandibular dalam studi ini. Informed
consent tertulis diperoleh dari setiap objek setelah diberi keterangan tujuan dan
metodologi dari studi ini, yang mendapat persetujuan dari komite atik di Osaka
University Graduate School of Dentistry, Osaka, Jepang.
Prosedur dan Sistem Pengukuran
Para penulis menggunakan teknik plat palatal yang telah dikembangkan
sebelumnya dengan tujuh sensor tekanan untuk mengukur tekanan lidah selama
mastikasi dan penelanan, yang juga menyediakan untuk rekaman bersama dari
aktifitas otot dan bunyi penelanan menggunakan EMG dan mikrofon, secara berurut-
urut (gambar 1a dan 1b). Tekanan lidah terhadap palatum keras diukur dengan
menggunakan tujuh sensor tekanan berbentuk cakram 9 berdiameter 66 mm; tebal 0,6
mm; PS-2KA, Kyowa Electric Instruments) dipasang di suatu plat palatal yang
terbuat dari resin akrilik (tebal 1,2 mm). Lokasi sensor dalam hubungan pada struktur
oral diperlihatkan pada gambar 2a dan 2b. Beberapa kabel dari setiap sensor dilalui
suatu vinyl tube (berdiameter 1 mm) untuk keluar dari rongga mulut melalui sensor
interfase (PCD-300A, Kyowa Electric Instriments).
Diantara banyak otot yang terlibat dalam penelanan, otot-otot submental dan
infrahyoid memperbesar kedudukan tulang hyoid dan laring, dan otot-otot penutup
rahang memperbesar untuk membawa rahang ke posisi menelang. Dalam studi
sekarang ini, aktifitas EMG ditangkap pada tiga permukaan tempat penempatan
elektroda: otot-otot masseter, otot digastrik enterior mewakili otot-otot infrahyoid.
Permukaan beberapa elektroda (elektroda yang berbeda 19,5 mm; Duo-Trode, Myo-
Tronics) dipakai pada perut setiap otot pada sisi kiri, karena tidak ada perbedaan sisi
4
ke sisi di temukan pada EMG dari otot-otot yang terlibat dalam penelanan pada
subjek yang sehat. Data EMG diperkuat dengan menggunakan suatu penguat (BA-
1008, TE) dan kemudian terekampada suatu komputer personal melalui sensor
interfase (PCD-320A, Kyowa Elecytic Instruments). Untuk menemukan pemilihan
waktu dari pembukaan jalan masuk esofageal, bunyi penelanan ditangkap oleh suatu
mikrofon (JM-0116, Ono Sokki) yang menempati 10 mm di samping kartilago
cricoid dan direkam pada suatu komputer personal melalui suatu sensor interfase.
Data digabungkan pada komputer personal dan berbeda-beda dalam urutan dari onset
dan offset dari tekanan lidah dan aktifitas otot-otot, dan juga tanda untuk menelan dan
bunyi penelanan, dianalisa secara statistik.
Gambar 2a dan 2b Lokasi dari sensor tekanan pada suatu plat terkonstruksi. Sensor 1: 5 mm posterior
terhadap papilla insisivus, sensor 2: satu-tiga dari arah anterior antara papilla insisivus dan edge
posterior dari palatum, sensor 3: satu-tiga dari arah posterior antara papilla insisivus dan edge posterior
dari palatum, sensor 4: satu-tiga dari arah anterior antara papilla insisivus dan hamular notch pada sisi
kiri, sensor 5: satu-tiga dari arah posterior antara papilla insisivus dan hamular notch pada sisi kiri,
sensor 6: satu-tiga dari arah anterior antara papilla insisivus dan hamular notch pada sisi kanan, sensor
7: satu-tiga dari arah posterior antara papilla insisivus dan hamular notch pada sisi kanan.
5
Dua bentuk serupa plat palatal dibuat untuk setiap subjek, satu dipakai selama
seminggu sebelum eksperimen untuk adaptasi dan yang lain untuk dilengkapi dengan
sensor tekanan untuk memperoleh data eksperimental. Semua eksperimen dilakukan
dalam suatu ruang tertutup dengan kunjungan subjek dalam posisi tegak lurus. Kepala
subjek dijaga terus menerus dengan sandaran kepala dari kursi agar Frankfort plane
paralel terhadap lantai. Perekaman dimulai ketika subjek diberikan tanda untuk
menelan 15 ml air yang diperoleh di dalam mulut selama waktu periode singkat. Ini
dilakukan tiga kali per hari selama 3 hari.
Gambar 3 Suatu rekaman yang mencerminkan tekanan lidah pada sensor 1hingga 7; integrasi EMG
dari masseter, digastrik anterior, dan otot infrahyoid; sinyal untuk menelan; dan bunyi penelanan yang
berasal dari koordinasi dari aktifitas otot lidah dan orofaringeal yang dianalisa
Analisa Statistik
Gambar 3 memperlihatkan contoh dari pola temporal dari hasil tekanan lidah
(sensor 1 menyambung 7); menggabungkan gelombang EMG dari tiap otot dan
6
deteksi bunyi penekanan dianalisa lagi time course dimana waktu onset dari tekanan
lidah pada sensor 1 diatur hingga 0 detik. Waktu onset dari tiap gelombang EMG
merupakan waktu ketika melebihi 2 standar deviasi (SD) dari aktifitas standar; waktu
offset merupakan waktu ketika berada di bawah 2 SD. Untuk menguji perbedaan pada
golongan waktu onset dan offset antara tekanan lidah pada sensor 1, gelombang EMG
dari tiap otot, dan waktu deteksi dari bunyi penelanan, keseragaman dari varians
ditentukan menggunakan Bartlett test. Bilamana varians seragam ditemukan,
perbedaan signifikan ditentukan dengan pengukuran analisa two-ways dari varians
dan uji perbandingan dilakukan dengan menggunakan Tukey test. Analisa statistik
disempurnakan dengan menggunakan SPSS 12,0 oleh windows dan nilai P,0,005
ditentukan secara statistik yang signifikan.
Tabel 1 Waktu onset dan offset (Mean ± SD) dari tekanan lidah pada sensor 1 hingga
7; aktifitas EMG dari otot masseter, digastrik anterior, dan infrahyoid; Deteksi waktu
dari sinyal untuk menelan dan bunyi selama penelanan.
Hasil
Tabel 1 memperlihatkan mean dan SD dari waktu onset dan offset dari
tekanan lidah pada setiap sensor, gelombang EMG dari setiap otot, dan deteksi bunyi
7
penelanan. Tekanan lidah pada sensor 1 dibangkitkan 0,84 0,29 detik setelah diberi
tanda untuk menelan, kemudian pada sensor 6, 4, 2, 7, 5 dan terakhir pada sensor 3.
Waktu offset dari tekanan lidah tidak berbeda secara signifikan antara berbagai
sensor. Diantara 3 sensor dipasang pada garis median dari plat palatal, tekanan lidah
pada sensor 1 dibangkitkan secara signifikan lebih awal dibandingkan sensor 3.
Urutan hasil tekanan lidah ini dalam tahap awal melakukan penelanan secara sengaja
mengindikasikan kontak lidah yang signifikan secara berurutan dari anterior ke
posterior dengan palatum keras untuk memindahkan bolus dalam faring. Demikian,
para penulis menetapkan time course dimana waktu onset dari tekanan lidah pada
sensor 1 diatur ke 0 detik untuk mengevaluasi koordinasi myofungsional selama
seluruh urutan penelanan air. Gelombang EMG dibangkitkan pada -0,31 0,16 detik
dan berhenti pada 0,92 0,12 detik di dalam otot digastrik anterior, dibangkitkan
pada -0,15 0,11 detik dan berhenti pada 0,42 0,13 detik di dalam masseter, dan
dibangkitkan pada -0,05 0,19 detik dan berhenti pada 1,03 0,14 detik di dalam otot
infrahyoid. Bunyi penelanan ditemukan pada 0,41 0,12 detik berikut tanda untuk
menelan.
8
Gambar 4 Koordinasi dari tekanan lidah yang dihasilkan pada sensor 1; aktifitas dari otot masseter,
digastrik anterior, dan infrahyois; dan bunyi selama penelanan. Onset dari tekanan lidah pada sensor 1
diatur hingga 0 detik. ∆=sinyal untuk menelan, ▲=bunyi penelanan, ●=onset, ■=offset, dan*=P< 0,05.
Gambar 4 memperlihatkan rangkaian untuk tekanan lidah pada sensor 1,
gelombang EMG dari tiap otot, bunyi penelanan di antara otot-otot. Waktu onset dari
otot digastrik anterior secara signifikan lebih awal dibandingkan otot masseter dan
infrahyoid dan juga pada tekanan lidah pada sensor 1 (P<0,05). Waktu onset otot
masseter secara signifikan lebih awal dibandingkan waktu onset dari tekanan lidah
pada sensor 1 (P<0,05). Waktu offset dari otot masseter hampir bersamaan dengan
bunyi penelanan, dan secara signifikan lebih awal dibandingkan waktu offset dari
tekanan lidah pada sensor 1 dan otot digastrik anterior dan otot infrahyoid (P<0,05).
Walaupun tidak ada perbedaan ditemukan antara waktu offset dari tekanan lidah pada
sensor 1 dan otot digastrik anterior, waktu offset otot infrahyoid secara signifikan
lebih lambat dibandingkan waktu offset dari tekanan lidah pada sensor 1, otot
masseter dan otot digastrik anterior, dan bunyi penelanan (P<0,05).
Diskusi
Studi ini menggambarkan koordinasi temporal yang jelas dari hubungan lidah,
rahang dan penelanan terhadap otot-otot selama seluruh rangkaian dari melakukan
penelanan secara sengaja. Walaupun koordinasi elektrofisiologik dari otot-otot
orofaringeal sangat variabel, cenderung signifikan secara statistik dapat diidentifikasi
dalam suatu jumlah kecil dari subjek dengan menggunakan kriteria yang tepat untuk
pemilihan subjek dan desain dari sistem pengukuran dan tugas. Rekaman dari tekanan
lidah di bawah mendekati-kondisi yang alami memungkinkan karena ketelitian yang
tinggi secara keseluruhan dalam perbuatan setiap plat platal eksperimental subjek dari
suatu desain yang standar, dan juga penggunaan dari periode adaptasi sebelum
eksperimen.
9
Di sisi lain, pertimbangan harga dan waktu untuk pembuatan tipe plat palatal
eksperimental ini tidak memungkinkan untuk mengikutkan subjek penelitian dalam
jumlah yang besar. Walaupun suatu sistem lapisan sensor dikembangkan sebagai
alternatif untuk eksperimental plat palatal ini, plat digunakan dalam studi ini karena
pentingnya menentukan suatu pendekatan yang standar untuk setiap subjek. Urutan
rangkaian dari aktivasi otot, yang mungkin menjadi lebih dapat dipercaya
dibandingkan analisis dari amplitudo dari tiap otot dengan keterbatasan dalam EMG
permukaan, yang dianalisa. Keuntungan yang diberikan dalam penemuan gambaran
fisiologi orofaringeal pada saat menelan.
Onset dari tekanan lidah pada sensor 1 dapat diinterpretasikan sebagai
permulaan dari transformasi bolus dari rongga mulut ke dalam faring berdasarkan
studi ini di biomekanik dari penelanan orofaringeal dengan menggunakan
manofluorografi. Pemilihan waktu yang akurat dan cukup intensif dari aktifitas EMG
dari otot digastrik anterior kritis untuk elevasi dari laring selama penelanan. Onset
dari gelombang EMG dari otot infrahyoid dan tekanan lidah pada sensor 1. Ini sesuai
dengan penemuan ultrasonografi oleh Stone dan Shawker, bahwa elevasi dari tulang
hyoid mulai sebelum dorsum lidah berkontak dengan palatum menelan. Aktifasi yang
cepat dari otot digastrik anterior dapat memberikan stabilisasi dari kontak antara lidah
dan palatum selama memindahkan bolus.
Onset dari gelombang EMG dari otot masseter lebih lambat secara signifikan
dibandingkan onset dari otot digastrik anterior tetapi juga lebih awal secara signifikan
dibandingkan onset dari tekanan lidah pada sensor 1, memberi kesan bahwa rahang
cenderung dalam keadaan oklusi sebelum memulai transportasi bolus dari rongga
mulut ke faring. Furuya menemukan urutan yang sama dalam onset dari otot digastrik
anterior dan otot masseter diperlambat ketika sandaran oklusal tidak ada. Oleh karena
itu, ini terlihat sebagai penemuan yang baru dari urutan rangkaian dari aktifitas otot
digastrik anterior dan otot masseter dan onset dari tekanan lidah dalam tahap awal
dari melakukan penelanan secara voluntary (dari onset otot digastrik anterior ke onset
dari tekanan lidah, gambar 4) menyediakan data penting untuk mencegah bolus dari
10
jangkauan laring dan posisi rahang harus distabilkan dalam urutan untuk
membangkitkan dan mempertahankan tekanan lidah terhadap palatum. Observasi ini
juga menganjurkan kemungkinan pentingnya suatu restorasi prostetik untuk sandaran
oklusal.
Peristiwa berikut dalam tahap pertengahan dari melakukan menelan secara
sengaja terjadi demikian offset dari gelombang EMG dari otot masseter lebih cepat
secara signifikan dibandingkan bahwa otot digastrik anterior dan otot infrahyoid dan
dicatat hampir bersamaan dengan bunyi penelanan (gambar 4). Penemuan ini
menganjurkan bahwa aktivasi dari otot masseter untuk memberikan kedudukan
rahang dalam oklusi dihentikan ketika bolus sudah melalui pintu masuk dari
esofagus. Ini dapat ditegaskan berdasarkan pada asumsi bahwa bunyi penelanan
mencerminkan perjalanan bolus di dalam esofagus. Karena di sana merupakan
kemungkinan bahwa bunyi penelanan mencerminkan peristiwa lain, seperti
pembukaan dari saluran eustasian, kemajuan dari analisa akustik dari bunyi penelanan
direkomendasikan.
Dalam tahap akhir dari melakukan penelanan secara voluntary (dari offset
aktifitas otot masseter hingga offset aktifitas otot infrahyoid, gambar 4), waktu offset
dari tekanan lidah lebih lambat secara signifikan dibandingkan lintasan hipofaringeal
dari bolus dan hampir bersamaan dengan waktu offset otot digastrik anterior, yang
diikuti oleh offset otot infrahyoid. Urutan rangkaian ini dapat memberikan elevasi
lanjutan dari laring dan mempertahankan tekanan penelanan dengan tetap menjaga
lidah dalam kontak dengan palatum hingga bolus memasuki esofagus. Ini dilaporkan
bahwa onset dari gelombang EMG dari otot infrahyoid, yang memberikan kestabilan
dari tulang hyoid dan turun menuju laring, mencerminkan permulaan fase faringeal
dari penelanan dan offsetnya mencerminkan akhir dari penelanan. Bersamaan
aktifitas EMG dari otot digastrik anterior dan otot infrahyoid juga direkam, sekalipun
onset dan offset dari otot infrahyoid lebih lambat secara signifikan dibandingkan
dengan otot digastrik anterior, yang menganjurkan bahwa dua otot ini dapat berperan
dalam kompetisi dengan satu dengan yang lain.
11
Kesimpulan
Pola koordinasi temporal dari lidah dan otot orofaringeal selama melakukan
penelanan secara voluntary sebagai klasifikasi dalam studi ini terlihat pada
persetujuan yang baik penetapan managemen yang aman dari bolus. Penemuan ini
dapat digunakan dalam pengembangan kriteria untuk mengevaluasi fungsi penelanan
orofaringeal. Akan tetapi, juga harus dibandingkan dengan penetapan ini untuk
subjek yang lebih tua dalam studi selanjutnya.
Telaah Artikel
1. Penelitian dalam artikel ini menggunakan semua subjek laki-laki, tetapi dalam
artikel ini malah memperlihatkan gambar perempuan sebagai subjek.
2. Istilah “proses penelanan” mencakup empat tahap penelanan, dari mempersiapkan
bolus di dalam rongga mulut, masuknya bolus dari mulut ke faring, berjalan
melintasi faring, dan akhirnya turun melalui sfingter faring ke esophagus. Fungsi
ini dimulai secara volunteer, melalui bolus yang ditempatkan pada lidah ketika
ujung lidah ditopang oleh permukaan lingual gigi insisivus dan permukaan
anterior palatum keras. Tahap kedua juga berlangsung di bawah kontrol volunteer
dan terdiri atas mengoklusikan gigi-gigi ke oklusi interkuspa, diikuti dengan
kontraksi dari otot pada ujung lidah. Ketiga, stabilitas diperoleh melalui kontraksi
ini dan oleh mandibula pada posisi interkuspa yang memungkinkan gelombang
12
kontraksi otot pada lidah berlangsung secara refleks dan mendorong bolus ke
faring. Akhirnya, gerak selanjutnya dan masuknya aliran bolus ke dalam
esophagus berangsung secara refleks dan fenomena peristaltik mulai bekerja. Ini
akan berlangsung terus sampai makanan mencapai lambung.1
3. Posisi mandibula pada saat memulai penelanan digunakan sebagai petunjuk untuk
dimensi vertikal dari oklusi. Teorinya bahwa gigi-gigi secara bersamaan
berkontak ringan pada saat mulai melakukan penelanan.2
4. Otot masseter merupakan otot mastikasi1 sebagai otot penutup rahang1,3. Fungsi
otot digastrik anterior dalam penelanan adalah membuka mulut, mengangkat
khususnya mengokohkan tulang lidah; menopang otot mylohyoideus, dimana otot
mylohyoideus berfungsi mengangkat dasar mulut dan lidah di saat menelan,
menurunkan rahang bawah, mengangkat tulang lidah. Fungsi otot infrahyoid
dalam penelanan adalah mengokohkan tulang lidah, menarikkan ke arah kaudal
(tenggorokan, laring, juga ke arah kranial), berlaku sebagai otot pembantu di saat
menelan (mengangkat tenggorokan, laring).3
5. Artifisial palatal merupakan alat yang paling sering digunakan untuk analisa
kuantitatif dari dasar pola pergerakan lidah pada saat mastikasi dan penelanan
secara natural karena memiliki sensor standardisasi yang tepat dan tidak
mengganggu kontak oklusal.4 Sensor tekanan elektrik dipasang pada palatal
artifisial dapat memberikan informasi pada saat terjadi kontak antara lidah dan
palatum keras.5 Bagaimanapun, sistem ini memiliki beberapa kekurangan.
Kekurangan itu adalah kesulitan untuk menggunakannya dalam praktik klinis
karena produksinya yang meliputi teknik yang sangat maju dan mahal. Plat
palatal agak tebal, jadi periode adaptasi dibutuhkan untuk menanggulangi rasa
tidak nyaman dalam pemakaiannya.4
6. Pengukuran dari tekanan lidah yang dihasilkan dengan menggunakan tipe dari
plat artifisial ini dengan sensor tekanan memperoleh analisis dari pola koordinasi
temporal antara aktifitas dari rahang dan otot orofaringeal, dan lintasan bolus
13
selama melakukan penelanan secara voluntary tampaknya sesuai dengan
pengetahuan managemen bolus yang tepat.4
Daftar Pustaka
1. Thomson H. Fungsi system mastikasi. In: Narlan Sumawinata, editor. Oklusi.
2th ed. Jakarta: EGC; 2007. pp. 118-120.
2. Zarb GA, Bolender CL, Eckert SE, Jacob RF, Fenton AH, Meriska R.
Biological and clinical consideration in making jaw relation records.
Prosthodontic treatment for edentulous patients: complete dentures and
implant-supported prostheses. USA: Mosby; 1997.pp.280.
3. Putz R, Pabst R. Kepala, leher, ekstremitas atas. In: Suyono J. Sobotta atlas
anatomi manusia. 20th ed. Jakarta: EGC; 1997.pp. 69, 138.
4. Ono T, Hori K, Masuda Y, Hayashi T. Resent advances in sensing
oropharingeal swallowing function in japan. Sensors. 2009 December;10:
14
[internet]. Available from: URL:http://www.mdpi.com/journal/sensors. Accessed
Desember 11, 2009.
5. Hori K, Ono T, Nokubi T. Coordination of tongue pressure and jaw
movement in mastikasi. Journal of dental research [serial online] 2004
August;85(2): [internet]. Available from: URL:http://jdr.sagepub.com/.
Accessed October 3, 2005.
15