teori pipa

14
4 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Perpipaan Distibusi fluida dalam hal ini adalah fluida cair tidak pernah lepas dari sistem perpipaan. Jenis pipa yang digunakan disesuaikan dengan fluida yang akan dialirkan. Pada sistem distribusi air bersih yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan air minum pipa yang biasa digunakan adalah Galvanized Iron Pipe (GIP). Seperti namanya Pipa ini adalah pipa yang terbuat dari besi yang telah di galvanisasi. Proses Galvanisasi pada pipa besi dilakukan dengan dua cara, pertama elektolisa dan kedua dengan mencelupkan pipa besi kedalam logam cair Seng (Zn) yang mendidih (hot deep galvanizing). Tujuan dari proses Galvanisasi ini adalah agar permukaan pipa besi menjadi lebih tahan terhadap korosi, juga dapat mengurangi nilai kekasaran pada permukaan bagian dalam pipa sehingga faktor gesekan pada saat fluida mengalir menjadi lebih kecil. Pipa yang digunakan dalam sistem perpipaan juga harus tahan terhadap tekanan dari fluida yang mengalir didalamnya. Pada tabel 2.2 Maximum Allowable Working Pressure menunjukan bahwa setiap ukuran dan jenis pipa mempunyai batas terhadap tekanan dari dalam pipa. Pemilihan jenis pipa disesuaikan dengan kapasitas aliran dan tekanan fluida yang mengalir didalamnya. Setiap pipa juga mempunyai kekasaran yang berbeda-beda, hal ini akan berpengaruh pada faktor gesekan yang juga akan menentukan headloss atau kerugian aliran dalam pipa. Pada diagram reynolds number juga dilampirkan nilai kekasaran beberapa jenis bahan termasuk Galvanized Iron. (Tabel 2.1) Tabel 2.1 Kekasaran Permukaan material Material Ɛ, kekasaran (mm) Filveted Steel 0.9 9 Concrete 0.3 3 Wood Stave 0.18 0.9

Upload: ikhwan-idham

Post on 14-Apr-2016

218 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

teori tentang pipa

TRANSCRIPT

4

BAB II

KERANGKA TEORITIS

2.1 Perpipaan

Distibusi fluida dalam hal ini adalah fluida cair tidak pernah lepas dari

sistem perpipaan. Jenis pipa yang digunakan disesuaikan dengan fluida yang

akan dialirkan. Pada sistem distribusi air bersih yang digunakan oleh

perusahaan-perusahaan air minum pipa yang biasa digunakan adalah

Galvanized Iron Pipe (GIP). Seperti namanya Pipa ini adalah pipa yang

terbuat dari besi yang telah di galvanisasi. Proses Galvanisasi pada pipa besi

dilakukan dengan dua cara, pertama elektolisa dan kedua dengan mencelupkan

pipa besi kedalam logam cair Seng (Zn) yang mendidih (hot deep

galvanizing). Tujuan dari proses Galvanisasi ini adalah agar permukaan pipa

besi menjadi lebih tahan terhadap korosi, juga dapat mengurangi nilai

kekasaran pada permukaan bagian dalam pipa sehingga faktor gesekan pada

saat fluida mengalir menjadi lebih kecil.

Pipa yang digunakan dalam sistem perpipaan juga harus tahan terhadap

tekanan dari fluida yang mengalir didalamnya. Pada tabel 2.2 Maximum

Allowable Working Pressure menunjukan bahwa setiap ukuran dan jenis pipa

mempunyai batas terhadap tekanan dari dalam pipa. Pemilihan jenis pipa

disesuaikan dengan kapasitas aliran dan tekanan fluida yang mengalir

didalamnya.

Setiap pipa juga mempunyai kekasaran yang berbeda-beda, hal ini

akan berpengaruh pada faktor gesekan yang juga akan menentukan headloss

atau kerugian aliran dalam pipa. Pada diagram reynolds number juga

dilampirkan nilai kekasaran beberapa jenis bahan termasuk Galvanized Iron.

(Tabel 2.1)

Tabel 2.1 Kekasaran Permukaan material

Material Ɛ, kekasaran (mm)

Filveted Steel 0.9 – 9

Concrete 0.3 – 3

Wood Stave 0.18 – 0.9

5

Cast Iron 0.25

Galvanized Iron 0.12

Asphalted cast iron 0.12

Commersial Steel 0.045

Drawn tubing 0.0015

Tabel 2.2 Maximum Allowable Working Pressure

2.2 Sistem sambungan pipa

Dalam menghubungkan pipa satu dengan pipa yang lainnya,

digunakan sistem sambungan pipa sebagai berikut :

a. Sambungan las (Welding)

Jenis pengelasan yang dilakukan adalah tergantung pada jenis pipa

dan penggunaannya, misalnya pengelasan untuk bahan stainless steel

6

menggunakan las busur gas wolfram, dan untuk pipa baja karbon

digunakan las metal.

Gambar 2.1 : Pengelasan pipa

b. Sambungan ulir (Threaded)

Penyambungan ini dilakukan pada pipa yang mengalirkan fluida

bertekanan tidak telalu tinggi. Kebocoran pada sambungan ini dapat

dicegah dengan menggunakan gasket (tape pipe). Umumnya pipa dengan

sambungan ulir digunakan pada pipa dengan ukuran kurang dari dua inchi.

Gambar 2.2 : Sambungan Ulir

c. Sambungan flens (Flange)

Kedua ujung pipa yang akan disambung dipasang flens kemudian

diikat dengan baut. Pada sambungan flens dipasang gasket untuk

menghindari kebocoran. Sambungan flens ini digunakan pada bagian

tertentu, yaitu pada peralatan-peralatan yang memerlukan peralatan

bongkar pasang.

7

Gambar 2.3 : Sambungan Flens

2.3 Aliran Dalam Pipa

Fluida yang mengalir dalam pipa mengalir dari tempat yang

bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan lebih rendah. Pada saat mengalir

dalam pipa fluida mengalami kerugian aliran (headloss) yang disebabkan

beberapa hal antara lain gesekan pada dinding dalam pipa, panjang pipa,

belokan (elbow), dan juga percepatan grafitasi. Kerugian aliran juga

dipengaruhi oleh viskositas fluida dan kapasitas yang dialirkan. Kerugian

aliran tersebut adalah penurunan tekanan, kerugian kecepatan, dan kerugian

akibat perbedaan tinggi antara sumber aliran dengan tempat tujuan aliran.

Kerugian aliran tersebut tidak bisa dihindarkan, namun pada suatu

proses atau sistem yang mengalirkan fluida dengan kapasitas yang ditentukan

maka kapasitas tersebut harus terpenuhi sehingga besarnya kerugian aliran

yang terjadi selama fluida mengalir dalam pipa harus dibarengi dengan

besarnya daya yang digunakan.

Dalam sebuah perancangan sistem perpipaan ada beberapa metode

yang digunakan untuk menghitung headloss atau kerugian aliran yang terjadi

saat fluida mengalir dalam pipa. Beberapa metode didekati menggunakan

persamaan matematis yang mengacu kepada teori dan ada juga yang

menggunakan pendeketan dengan menggukanan diagram-diagram agar

penggunaannya lebih praktis seperti metode Hazen William.

Salah satu contoh pendekatan secara matematis adalah metode Darcy

Weisbach. Dalam metode ini ada beberapa hal yang harus dipenuhi yaitu

faktor gesekan, panjang pipa, diameter pipa, dan kecepatan aliran. Dimensi

pipa dapat dicari dengan menghitung kebutuhan pipa dan aksesorisnya.

Diameter dan kecepatan rata-rata aliran dapat dihitung jika kita mengetahui

8

seberapa besar kapasitas yang akan kita butuhkan. Sedangkan untuk

menghitung faktor gesekan hal yang harus kita ketahui adalah kekasaran

relative bahan pipa dan Reynolds Number.

Bilangan Reynolds merupakan suatu besaran yang sangat bergantung

pada ukuran pipa, kecepatan aliran, kerapatan massa, dan viskositas. Akibat

perubahan bilangan Reynolds dapat menentukan sifat pokok aliran, yaitu

apakah laminar atau turbulen. Secara sistematis dinyatakan sebagai berikut :

Re = D V p/ u (1)

Dimana Re = Bilangan Reynolds

D = Diameter dalam pipa, (m)

V = Kecepatan aliran rata-rata, (m/s)

P = Kerapatan fluida, (Kg/m3)

u = Viskositas Absolut, (N.s/m2)

Dari percobaannya Reynolds menemukan, bahwa akan terjadi aliran

laminar apabila R ≤ 2000, aliran transisi 2000 ≤ R ≤ 4000, dan aliran turbulen

≤ 4000.

Pada persamaan Darcy-Weisbach, untuk menghitung kerugian tekanan

karena aliran digunakan persamaan sebagai berikut,:

hf = fL

D

v2

2 g (2)

dimana : hf = Kerugian tekanan karena aliran, (m)

f = faktor gesekan

L = Panjang pipa, (m)

D = Diamater dalam pipa (m)

v = velocity average (m/s)

g = Percepatan grafitasi, (m/s2)

1. Victor L. Streeter,1985, Mekanika Fluida, Edisi Delapan, Jilid 1, halaman 176

9

Faktor gesekan (f) adalah suatu faktor tanpa dimensi yang diperlukan

untuk membuat persamaan tersebut memberikan harga kerugian yang benar.

Oleh karena itu faktor kekasaran (f) harus tergantung pada bilangan Reynolds.

Pada persamaan Darcy Weisbach, aliran fluida yang melalui pipa

untuk daerah aliran laminar. Kerugian tekanan tidak bergantung pada

kekasaran pemukaan dalam pipa, hal tersebut terjadi karena turbulensi yang

diredam habis oleh gaya-gaya geser viskositas yang memberikan tahanan

terhadap gerakan-gerakan relatif lapisan-lapisan fluida yang bersentuhan

dengan permukaan dalam pipa. Sehingga faktor gesekan untuk aliran laminar

dalam pipa dapat ditentukan dari persamaan Hagen Poiseuille, sebagai berikut

:

hf =32 µ L v

D2 p g (3)

Dengan subtitusi persamaan (2) ke persamaan (3) , akan diperoleh :

𝑕𝑓 = 32 µ

𝐷 𝑝

2

𝑉

𝐿𝑣2

2 𝐷 𝑔

𝑕𝑓 = 64

[ 𝐷 𝑝 𝑉

µ] 𝐿

𝐷 𝑣2

2 𝑔

𝑕𝑓 = 64

𝑅 𝐿

𝐷

𝑣2

2 𝑔

(4)

Dengan membandingkan persamaan (4) dengan persamaan Darcy-

Weisbach (2) maka akan diperoleh aliran laminar :

𝑓 = 64

𝑅

(5)

2. Ibid, Victor L. Streeter, halaman 202

3. Ibid, Victor L. Streeter, halaman 204

10

Pada aliran turbulen, faktor gesekan pada aliran yang melalui pipa

disebabkan karena meningkatnya bilangan Reynolds yang mengakibatkan

tonjolan-tonjolan (kekasaran dinding pipa) menembus selaput laminar, dan

setia tonjolan mengakibatkan turbulensi yang besar sehingga memperbesar

kerugian tekanan. Untuk menyelesaikan faktor gesekan pada aliran turbulen

harus menentukan besarnya bilangan Reynolds dan menentukan faktor

kekasaran relatif (E/D) pada pipa-pipa yang dipasarkan, kemudian

menggrafikan kedua persamaan tersebut kedalam diagram moody. Untuk

harga-harga kekasaran relatif pipa dapat dilihar pada tebel kekasaran rata-rata

pipa pada tabel-tabel bahan, seperti contoh juga terdapat pada diagram moody.

Gambar 2.4 : Diagram Moody

2.4 Karakteristik Pipa

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menggambar karakteritik pipa adalah

:

1. Menghitung kecepatan rata-rata (v), dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut

11

Q = v. A (6)

Dimana : Q = Kapasitas aliran (m3/s)

v = kecepatan rata-rata aliran (m/s)

A = Luas penampang dalam pipa (m2)

2. Menghitung kerugian aliran akibat kecepatan aliran (Hv), dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Hv = v2/2.g

(7)

Dimana , Hv = velocity Headloss (m)

v = kecepatan rata-rata (m/s)

g = percepatan grafitasi (m/s2)

3. Menghitung Friction Loss dengan menggunakan persamaan Darcy

Weisbach,

𝑕𝑓 = 𝑓𝐿

𝐷

𝑣2

2 𝑔

dimana : hf = Kerugian tekanan karena aliran, (m)

f = faktor gesekan

L = Panjang pipa, (m)

D = Diamater dalam pipa (m)

v = velocity average (m/s)

g = Percepatan grafitasi, (m/s2)

4. Ibid, Victor L. Streeter, halaman 204

5. Ibid, Victor L. Streeter, halaman 204

6. Robert P. Benedict, Fundamentals of pipe flow, halaman 184

12

4. Menghitung Headloss (HL) pada aliran Discharge dengan cara

menjumlahkan friction loss (Hf) dengan Velocity loss (Hv). Headloss

dihitung berdasarkan empat besaran kapasitas dan salah satunya adalah

kapasitas 0 (pada kapasitas 0, tentu akan menghasilkan HL = 0)

5. Mengukur Geodetik head (Hg)

Geodetic Head adalah beda ketinggian dalam satuan meter, m) antara

centerline pompa dengan titik tertinggi pipa (Discharge)

6. Menjumlahkan geodetic head (Hg) dan headloss (HL) untuk setiap

besaran kapasitas, sehingga didapatkan discharge head (HD) untuk setiap

besaran dan kapasitas

7. Menggambarkan kurva HD – Q yang merupakan karakteristik pipa

Gambar 2.5 : Karakteristik perpipaan

2.5 Daya Poros dan Efisiensi Pompa

2.5.1 Daya Air

Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari

pompa persatuan waktu. Daya air dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut :

7. Ibid, Victor L. Streeter, halaman 197

13

Pw = 0.163 γ Q H (7)

Dimana, γ = Berat air persatuan Volume (kgf/liter)

Q = kapasitas aliran (m3/min)

H = head total pompa (m)

Daya air juga dinyatakan dengan persamaan :

Pw = γ Q H (8)

Dimana γ diinyatakan dalam kN/m3 dan Q dalam m

3/s.

2.5.2 Daya Poros

Daya pompa adalah besarnya daya poros yang diperlukan untuk

menggerakan pompa. Daya poros sama dengan daya air ditambah

kerugian didalam pompa. Daya poros dinyatakan dengan persamaan

sebagai berikut :

𝑃 =𝑃𝑤Ƞ

p

(9)

Dimana P = Daya poros sebuah pompa (kW)

Pw = Daya air

Ƞp = Efisiensi pompa (persen)

Harga efisiensi pompa diperoleh dari pabrik pembuatnya.

2.6 Pemilihan Penggerak Pompa

Meskipun daya poros pompa ditentukan dengan menggukanan

persamaan (9). Daya nominal dari penggerak yang dipakai untuk

menggerakan pompa harus ditetapkan dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut :

7. Sularso & Haruo Tahara,1983, Pompa dan Kompresor, halaman 53

14

𝑃𝑚 =𝑃(1 + 𝛼)

Ƞt

(10)

Dimana, Pm = Daya nominal penggerak pompa (kW)

= Faktor cadangan (pecahan), Lihat tabel 2.2

Ƞt = Efisiensi transmisi (pecahan), Lihat tabel 2.3

Jika titik kerja sebuah pompa bervariasi dalam suatu daerah tertentu,

maka daya poros juga bervariasi. Jadi daya pompa harus ditentukan untuk

daya maksimum P dalam daerah kerja normal dengan menggunakan

persamaan (10).

Tabel 2.3 Perbandingan cadangan

Jenis Penggerak mula Faktor Cadangan ()

Motor Induksi 0,1 – 0.2

Motor bakar kecil 0,15 – 0,25

Motor bakar besar 0,1 – 0,2

Tabel 2.4 Efisiensi Transmisi

Jenis Transmisi Efisiensi Transmisi (Ƞt)

Sabuk rata

Sabuk V

0,9 – 0,93

0,95

Roda Gigi Lurus Satu

Tingkat

0,92 – 0,95

Miring satu

tinggat

0,95 – 0,98

Kerucut satu

tingkat

0,92 – 0,96

Planiter satu

tingkat

0,95 – 0,98

Kopling Hidrolik 0,95 – 0,97

8.

Sularso & Haruo Tahara,1983, Pompa dan Kompresor, halaman 53

9. Opcit, Sularso & Haruo Tahara, halaman 53

10. Opcit, Sularso & Haruo Tahara, halaman 58

15

2.7 Kavitasi

Kavitasi adalah gejala menguapnya zat cair yang sedang mengalir.

Karena tekanannya berkurang sampai dibawah tekanan uap jenuhnya.

Misalnya, air pada tekanan 1 atsmosfer akan mendidih dan menjadi uap jenuh

pada temperatur 1000C. Tetapi pada tekanan yang direndahkan maka air akan

mendidih pada temperatur yang lebih rendah. Jika tekanan air cukup rendah

maka pada temperatur kamarpun air dapat mendidih.

Apabila zat cair mendidih, maka akan timbul gelembung-gelembung

uap zat cair. Hal ini dapat terjadi pada zat cair yang sedang mengalir di dalam

pompa maupun di dalam pipa. Tempat-tempat yang bertekanan rendah

dan/atau yang berkecepatan tinggi di dalam aliran. Sangat rawan terhadap

terjadinya kavitasi. Pada pompa misalnya, bagian yang mudah mengalami

kavitasi adalah pada sisi isapnya. Kavitasi akan timbul bila tekanan isap

terlalu rendah.

Jika pompa mengalami kavitasi, maka akan timbul suara berisik dan

getaran. Selain itu performansi pompa akan menurun secara tiba-tiba,

sehingga pompa tidak dapat bekerja dengan baik. Jika pompa dijalankan

dalam keadaan kavitasi secara terus menerus dalam jangka lama, maka

permukaan dinding saluran disekitar aliran yang berkavitasi akan mengalami

kerusakan. Permukaan dinding akan termakan, sehingga menjadi berlubang-

lubang atau bopeng. Peristiwa ini disebut erosi kavitasi, sebagai akibat dari

tumbukan gelembung-gelembung uap yang pecah pada dinding secera terus

menerus.

Karena kavitasi sangat merugikan, yaitu mengakibatkan turunnya

performansi, timbulnya suara dan getaran, serta rusaknya pompa, maka

gejalan ini harus dicegah dengan segala cara. Agar pompa dapat bekerja tanpa

mengalami kavitasi maka harus dipenuhi persyaratan berikut :

NPSH yang tersedia > NPSH yang diperlukan

(11)

11. Opcit, Sularso & Haruo Tahara, halaman 49

16

NPSH yang tersedia ialah head yang dimiliki oleh setiap zat cair pada

sisi isap pompa (ekivalen dengan tekanan mutlak pada sisi isap pompa)

dikurangi tekanan uap jenuh zat cair ditempat tersebut. Besarnya NPSH yang

tersedia dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

𝐻𝑠𝑣 = 𝑃𝑎

𝛾−

𝑃𝑣

𝛾 – 𝐻𝑠 −𝐻𝑙𝑠

(12)

Dimana, Hsv = NPSHa (m)

Pa = Tekanan atmosfer, (Kgf/m2)

Pv = Tekanan uap jenuh, (Kgf/m2)

γ = Berat zat cair pesatuan volume, (kgf/m3)

Hs = Tekanan isap Statis (m),

Hs adalah positif (+), jika pompa terletak diatas permukaan zat cair, dan

negatif (-) jika pompa terletak dibawah permukaan zat cair.

Hls = Kerugian head didalam pipa isap (m)

Jadi, agar tidak terjadi penguapan zat cair, maka tekanan pada lubang

masuk pompa dikurangi penurunan tekanan didalam pompa yang besarnya

harus lebih tinggi dari pada tekanan uap zat cair. Head tekanan yang besarnya

sama dengan penurunan tekanan disebut NPSHr (Net Positive Suction Head

yang diperlukan). Besarnya NPSHr bededa pada setiap pompa, untuk jenis

pompa tertentu NPSHr harus diperoleh dari pabrik pembuat pompa.

2.8 Karakteristik Pompa dan perpipaan

Karakteristik ini menyatakan kemampuan pompa untuk menentukan

head yang besarnya tergantung pada besarnya kapasitas atau laju aliran Q.

Dalam operasinya pompa harus dapat memenuhi head yang diperlukan

oleh sistem pipa. Karena itu,disamping kurva head –kapasitas dari pompa

perlu diketahui pula kurva head-kapasitas dari sistem (karakteristik

perpipaan).

Besarnya head sistem yaitu, head yang diperlukan untuk mengalirkan

zat cair melalui sistem pipa, adalah sama dengan head untuk mengatasi

kerugian gesek ditambah head statis sistem. Head Stastis ini adalah head

17

potensial dari beda ketinggian permukaan dan beda tekanan statis pada kedua

permukaan zat cair di tdah isap dan di tadah keluar.

Gambar 2.6 : Karakteristik pompa

Gambar 2.3 diatas adalah salah satu contoh dari karakteristik suatu

pompa. Setiap pompa mempunyai karakteristik yang berbeda, tergantung dari

jenis pompanya. Kurva Karakteristik pompa tersebut dikeluarkan oleh

produsen pompa dari pabrik.

Best Efficiency Point (BEP) adalah titik kerja terbaik dari sebuah

pompa. Namun untuk mendapatkan BEP yang baik pemilihan pompa harus

disesuaikan dengan karakteristik sistem perpipaannya.