teori kontrak sosial hlr
TRANSCRIPT
8/4/2019 Teori Kontrak Sosial HLR
http://slidepdf.com/reader/full/teori-kontrak-sosial-hlr 1/4
TEORI KONTRAK SOSIAL: HOBBES, LOCKE DAN ROUSSEAU
Pengantar
Ada empat teori tentang terbentuknya negara, yaitu teori alamiah, teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan, dan teori
kontrak sosial. Masing-masing teori itu juga memberikan penjelasan tentang di mana sumber kewenangan
politik.Teori alamiah menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena kebutuhan manusia untuk aktualisasi
kemanusiaannya. Negara adalah wadah tertinggi untuk aktualisasi manusia. Selain negara, dua wadah lain yang
tingkatnya lebih rendah adalah keluarga dan desa. Di dalam keluarga, manusia mengakutalisasikan diri di
bidang fisik, karena keluarga menyediakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisik manusia. Di dalam desa,manusia mengaktualisasi diri di bidang sosial, karena desa menyediakan pemenuhan hasrat untuk berkawan dan
bermasyarakat.
Di dalam negara, manusia mengaktualisasikan diri di bidang moral dan politik untuk menjadi manusiasepenuhnya karena manusia mampu mengaktualisasikan hasrat moral dan politik yang tidak bisa terpenuhi di
dalam wadah keluarga dan desa. Oleh karena itu manusia bisa sempurna hanya bila mereka berperan dalam
negara.Teori ciptan Tuhan menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena diciptakan oleh Tuhan. Penguasa
atau pemerintah suatu negara ditunjuk atau ditentukan oleh Tuhan, sehingga walau pun penguasa atau
pemerintah mempunyai kewenangan, sumber kewenangan tetap adalah Tuhan. Oleh karena sumber kewenangan adalah Tuhan, penguasa atau pemerintah bertanggungjawab kepada Tuhan, bukan kepada rakyat
yang dikuasai atau diperintah.
Teori kekuatan menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena hasil penaklukan dan kekerasan
antarmanusia. Yang kuat dan mampu menguasai yang lain membentuk negara dan memaksakan haknya untuk menguasai dan memerintah negara. Sumber kewenangan dalam teori ini adalah kekuatan itu sendiri, karena
kekuatan itu yang membenarkan kekuasaan dan kewenangan.
Teori kontrak sosial menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena anggota masyarakat mengadakankontrak sosial untuk membentuk negara. Dalam teori ini, sumber kewenangan adalah masyarakat itu sendiri.
Secara garis besar dan untuk keperluan analisis, keempat teori itu seolah-olah berdiri sendiri secara tegar. Akan
tetapi bila dilihat lebih seksama, di dalam masing-masing teori itu terdapat nuansa-nuansa perbedaan penjelasandan argumentasi, terutama pada pengoperasian kewenangan. Bahkan, dari variasi argumentasi itu sering muncul
argumentasi yang bisa menjadi pendukung atau inspirasi dari teori lain. Teori ciptaan Tuhan, misalnya,mengandung variasi pemikiran tentang pengoperasian kewenangan.
Kongfucu, misalnya, menyatakan bahwa Tuhan memberi mandat (the mandate of heaven) kepada raja untuk memerintah rakyatnya. Apabila raja dianggap tidak memerintah dengan baik, maka mandat itu dicabut oleh
Tuhan. Tetapi bagaimana dan kapan mandat harus dicabut, rakyatlah yang mengetahui dengan melihat gejala-
gejala alam, seperti adanya bencana banjir, gempa bumi, kelaparan dan sebagainya. Walau pun secara prinsipTuhan sumber kewenangan, tampak pula bahwa akhirnya manusia (baca: rakyat) yang secara praktis
mengoperasikannya.
Thomas Aquinas, misalnya pula, mengembangkan pemikiran tentang principium (prinsip), modus (cara) danexercitium (pelaksanaan) dari kewenangan. Aquinas secara tegas menyatakan bahwa pada prinsipnya
kewenangan bersumber pada Tuhan, bahwa cara kewenangan dioperasikan ditentukan oleh manusia, dan bahwa
pelaksanaannya pun dilakukan oleh manusia.Dari pemikiran Konfucu dan Aquinas tadi sebenarnya tampak benih-benih atau dasar-dasar bagi perkembangan
teori kontrak sosial.
Tulisan ini hanya membahas nuansa-nuansa dalam teori kontrak sosial. Bahasan tentang teori kontrak sosial ini
pun dibatasi pada tiga karya pemikir utamanya, yaitu Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jacques Rousseau.Untuk menjamah segi praktisnya, tulisan ini juga diakhiri dengan pembahasan hipotetis tentang pengaruh-
pengaruh masing-masing segi pemikiran dalam pola-pola kehidupan bernegara, baik kalangan pemerintah mau
pun masyarakat biasa.
Teori Kontrak Sosial
Teori kontrak sosial berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran Jaman Pencerahan (Enlightenment) yang
ditandai dengan rasionalisme, realisme, dan humanisme, yang menempatkan manusia sebagai pusat gerak
dunia. Pemikiran bahwa manusia adalah sumber kewenangan secara jelas menunjukkan kepercayaan terhadapmanusia untuk mengelola dan mengatasi kehidupan politik dan bernegara. Dalam perspektif kesejarahan, Jaman
Pencerahan ini adalah koreksi atau reaksi atas jaman sebelumnya, yaitu Jaman Pertengahan. Walau pun begitu,
pemikiran-pemikiran yang muncul di Jaman Pencerahan tidaklah semuanya baru. Seperti telah disinggung diatas, teori kontrak sosial yang berkembang pada Jaman Pencerahan ternyata secara samar-samar telah
diisyaratkan oleh pemikir-pemikir jaman-jaman sebelumnya seperti Kongfucu dan Aquinas. Yang jelas adalah
bahwa pada Jaman Pencerahan ini unsur-unsur pemikiran liberal kemanusiaan dijadikan dasar utama alur pemikiran.
Hobbes, Locke dan Rousseau sama-sama berangkat dari, dan membahas tentang, kontrak sosial dalam analisis-
analisis politik mereka. Mereka sama-sama mendasarkan analisis-analisis mereka pada anggapan dasar bahwamanusialah sumber kewenangan. Akan tetapi tentang bagaimana, siapa mengambil kewenangan itu dari
sumbernya, dan pengoperasian kewenangan selanjutnya, mereka berbeda satu dari yang lain. Perbedaan- perbedaan itu mendasar satu dengan yang lain, baik di dalam konsep maupun (apalagi!) di dalam praksisnya.
8/4/2019 Teori Kontrak Sosial HLR
http://slidepdf.com/reader/full/teori-kontrak-sosial-hlr 2/4
Salah satu faktor penyebab perbedaan itu adalah latarbelakang pribadi dan kepentingan masing-masing. Secara
ringkas bisa disebutkan bahwa Hobbes (1588-1679) hidup pada kondisi negaranya sedang kacau balau karena
Perang Saudara; bahwa Hobbes menginginkan negaranya stabil dan Hobbes mempunyai ikatan karier dan politik dengan kalangan kerajaan, sehingga dalam persaingan kerajaan versus parlemen Hobbes memihak
kerajaan dan antiparlemen yang dianggap sumber utama perang saudara.
Locke hidup (1632-1704) setengah abad lebih muda daripada Hobbes. Secara ringkas bisa disebutkan bahwaLocke merasa hidup di tengah-tengah kekuasaan kerajaan despotik; bahwa Locke mendapat pengaruh dari
semangat liberalisme yang sedang bergelora di Eropa pada waktu itu; dan bahwa Locke mempunyai ikatan
karier dan politik dengan kalangan parlemen yang sedang bersaing dengan kerajaan, sehingga Locke cenderung
memihak parelemen dan menentang kekuasaan raja.Sedangkan Rousseau (1712-1777) yang hidup dalam abad berbeda dan negara berbeda pula. Secara ringkas bisa
disebutkan bahwa Rousseau berasal dari kalangan biasa yang merasakan kesewenang-wenangan kerajaan; dan
bahwa Rousseau mengilhami dan terlibat dalam Revolusi Perancis. Dalam membangun teori kontrak sosial,hobbes, Locke dan Rousseau memulai dengan konsep kodrat manusia, kemudian konsep-konsep kondisi
alamiah, hak alamiah dan hukum alamiah.
Kontrak Sosial: Thomas Hobbes
Hobbes menyatakan bahwa secara kodrati manusia itu sama satu dengan lainnya. Masing-masing mempunyai
hasrat atau nafsu (appetite) dan keengganan (aversions), yang menggerakkan tindakan mereka. Appetites
manusia adalah hasrat atau nafsu akan kekuasaan, akan kekayaan, akan pengetahuan, dan akan kehormatan.Sedangkan aversions manusia adalah keengganan untuk hidup sengsara dan mati. Hobbes menegaskan pula
bahwa hasrat manusia itu tidaklah terbatas. Untuk memenuhi hasrat atau nafsu yang tidak terbatas itu, manusia
mempunyai power. Oleh karena setiap manusia berusaha untuk memenuhi hasrat dan keengganannya, dengan
menggunakan power-nya masing-masing, maka yang terjadi adalah benturan power antarsesama manusia, yangmeningkatkan keengganan untuk mati. Mengenai semua hal di atas, Hobbes menulis sebagai berikut:“So that in
the first place, I put for a generall inclination of all mankind, a perpetuall and restlesse desire of Power after power, that ceaseth in Death. And the cause of this, is not intensive delight, than he has already attained to; or
that he cannot with a moderate power: but because he cannot assure the power and means to live well, which
he hath present, without the acquisition of more.” [Thomas Hobbes, Leviathan, Harmandsworth, Middlesex: Penguin Books Ltd., 1651, cetak ulang tahun 1983, h. 161.] Dengan demikian Hobbes menyatakan bahwadalam kondisi alamiah, terdapat perjuangan untuk power dari manusia atas manusia yang lain. Dalam kondisi
alamiah seperti itu manusia menjadi tidak aman dan ancaman kematian menjadi semakin mencekam.Karena kondisi alamiah tidak aman, maka dengan akalnya manusia berusaha menghindari kondisi perang-satu-
dengan-lainnya itu dengan menciptakan kondisi artifisial (buatan). Dengan penciptaan ini manusia tidak lagidalam kondisi alamiah, tetapi sudah memasuki kondisi sipil. Caranya adalah masing-masing anggota
masyarakat mengadakan kesepakatan di antara mereka untuk melepaskan hak-hak mereka dan menstransfer
hak-hak itu kepada beberapa orang atau lembaga yang akan menjaga kesepakatan itu agar terlaksana dengansempurna. Untuk itu orang atau lembaga itu harus diberi hak sepenuhnya untuk menggunakan semua kekuatan
dari masyarakat.
Beberapa orang atau lembaga itulah yang memegang kedaulatan penuh. Tugasnya adalah menciptakan danmenjaga keselamatan rakyat (the safety of the people) [Hobbes: hal. 376]. Masyarakat sebagai pihak yang
menyerahkan hak-hak mereka, tidak mempunyai hak lagi untuk menarik kembali atau menuntut atau
mempertanyakan kedaulatan penguasa, karena pada prinsipnya penyerahan total kewenangan itu adalah pilihan paling masuk akal dari upaya mereka untuk lepas dari kondisi perang-satu-dengan-lainnya yang mengancam
hidup mereka. Di lain pihak, pemegang kedaulatan mempunyai seluruh hak untuk memerintah dan menjaga
keselamatan yang diperintah itu. Pemegang kedaulatan tidak bisa digugat, karena pemegang kedaulatan itu
tidak terikat kontrak dengan masyarakat. Jelasnya, yang mengadakan kontrak adalah masyarakat sendiri,sehingga istilahnya adalah kontrak sosial, bukan kontrak antara pemerintah dengan yang diperintah.
Kontrak Sosial: John Locke
Locke memulai dengan menyatakan kodrat manusia adalah sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi
berbeda dari Hobbes, Locke menyatakan bahwa ciri-ciri manusia tidaklah ingin memenuhi hasrat dengan power
tanpa mengindahkan manusia lainnya. Menurut Locke, manusia di dalam dirinya mempunyai akal yangmengajar prinsip bahwa karena menjadi sama dan independen manusia tidak perlu melanggar dan merusak
kehidupan manusia lainnya. Oleh karena itu, kondisi alamiah menurut Locke sangat berbeda dari kondisi
alamiah menurut Hobbes. Menurut Locke, dalam kondisi alamiah sudah terdapat pola-pola pengaturan danhukum alamiah yang teratur karena manusia mempunyai akal yang dapat menentukan apa yang benar apa yang
salah dalam pergaulan antara sesama.
Masalah ketidaktentraman dan ketidakamanan kemudian muncul, menurut Locke, karena beberapa hal.Pertama, apabila semua orang dipandu oleh akal murninya, maka tidak akan terjadi masalah. Akan tetapi, yang
terjadi, beberapa orang dipandu oleh akal yang telah dibiarkan (terbias) oleh dorongan-dorongan kepentingan
pribadi, sehingga pola-pola pengaturan dan hukum alamiah menjadi kacau. Kedua, pihak yang dirugikan tidak selalu dapat memberi sanksi kepada pelanggar aturan dan hukum yang ada, karena pihak yang dirugikan itu
tidak mempunyai kekuatan cukup untuk memaksakan sanksi.
8/4/2019 Teori Kontrak Sosial HLR
http://slidepdf.com/reader/full/teori-kontrak-sosial-hlr 3/4
Oleh karena kondisi alamiah, karena ulah beberapa orang yang biasanya punya power, tidaklah menjamin
keamanan penuh, maka seperti halnya Hobbes, Locke juga menjelaskan tentang upaya untuk lepas dari kondisiyang tidak aman penuh menuju kondisi aman secara penuh. Manusia menciptakan kondisi artifisial (buatan)
dengan cara mengadakan kontrak sosial. Masing-masing anggota masyarakat tidak menyerahkan sepenuhnya
semua hak-haknya, akan tetapi hanya sebagian saja. Antara pihak (calon) pemegang pemerintahan danmasyarakat tidak hanya hubungan kontraktual, akan tetapi juga hubungan saling kepercayaan (fiduciary trust).
[John Locke, “An Essay Concerning the True Original, Extent and End of Civil Government,” dalam Social
Contract, London: Oxford University Press, 1960, h. 84.]
Locke menegaskan bahwa ada tiga pihak dalam hubungan saling percaya itu, yaitu yang menciptakankepercayaan itu (the trustor), yang diberi kepercayaan (the trustee), dan yang menarik manfaat dari pemberian
kepercayaan itu (the beneficiary). Antara trustor dan trustee terjadi kontrak yang menyebutkan bahwa trustee
harus patuh pada beneficiary, sedangkan antara trustee dan beneficiary tidak terjadi kontrak samasekali. Trusteehanya menerima obligasi dari beneficiary secara sepihak.
Dari pemahaman tentang hubungan saling percaya dan kontraktual itu tampak bahwa pemegang pemerintahan
atau yang diberi kepercayaan mempunyai hak-hak dan kewenangan yang sangat terbatas, karena menurut Lockemasyarakatlah yang dapat bertindak sebagai trustor sekaligus beneficiary.
Dari uraian Locke, tampak nyata bahwa sumber kewenangan dan pemegang kewenangan dalam teori Locke
tetaplah masyarakat. Oleh karena itu kewajiban dan kepatuhan politik masyarakat kepada pemerintah hanya berlangsung selama pemerintah masih dipercaya. Apabila hubungan kepercayaan (fiduciary trust) putus,
pemerintah tidak mempunyai dasar untuk memaksakan kewenangannya, karena hubungan kepercayaan maupun
kontraktual sifatnya adalah sepihak. Kesimpulan demikian ini tentu amat bertolak belakang dari kesimpulan
yang dihasilkan oleh Hobbes.
Kontrak Sosial: Rousseau
Seperti halnya Hobbes dan Locke, Rousseau memulai analisisnya dengan kodrat manusia. Pada dasarnya
manusia itu sama. Pada kondisi alamiah antara manusia yang satu dengan manusia yang lain tidaklah terjadi
perkelahian. Justru pada kondisi alamiah ini manusia saling bersatu dan bekerjasama. Kenyataan itu disebabkanoleh situasi manusia yang lemah dalam menghadapi alam yang buas. Masing-masing menjaga diri dan berusaha
menghadapi tantangan alam. Untuk itu mereka perlu saling menolong, maka terbentuklah organisasi sosial yangmemungkinkan manusia bisa mengimbangi alam.
Walaupun pada prinsipnya manusia itu sama, tetapi alam, fisik dan moral menciptakan ketidaksamaan. Munculhak-hak istimewa yang dimiliki oleh beberapa orang tertentu karena mereka ini lebih kaya, lebih dihormati,
lebih berkuasa, dan sebagainya. Organisasi sosial dipakai oleh yang punya hak-hak istimewa tersebut untuk
menambah power dan menekan yang lain. Pada gilirannya, kecenderungan itu menjurus ke kekuasaan tunggal.Untuk menghindar dari kondisi yang punya hak-hak istimewa menekan orang lain yang menyebabkan
ketidaktoleranan (intolerable) dan tidak stabil, maka masyarakat mengadakan kontrak sosial, yang dibentuk oleh
kehendak bebas dari semua (the free will of all), untuk memantapkan keadilan dan pemenuhan moralitastertinggi. Akan tetapi kemudian Rousseau mengedepankan konsep tentang kehendak umum (volonte generale)
untuk dibedakan dari hanya kehendak semua (omnes ut singuli). Kehendak bebas dari semua tidak harus
tercipta oleh jumlah orang yang berkehendak (the quantity of the ‘subjects’), akan tetapi harus tercipta olehkualitas kehendaknya (the quality of the ‘object’ sought). [Jean Jacques Rousseau, “The Social Contract,”
dalam Social Contract, London: Oxford University Press, 1960, h. 193-194.]
Kehendak umum (volonte generale) menciptakan negara yang memungkinkan manusia menikmati kebebasan
yang lebih baik daripada kebebasan yang mungkin didapat dalam kondisi alamiah. Kehendak umummenentukan yang terbaik bagi masyarakat, sehingga apabila ada orang yang tidak setuju dengan kehendak
umum itu maka perlulah ia dipaksa untuk tunduk pada kehendak umum itu.
Rousseau mengajukan argumentasi yang sulit dimengerti ketika sampai pada pengoperasian kewenangan darikehendak umum ke pemerintah. Pada dasarnya Rousseau menjelaskan bahwa yang memerintah adalah
kehendak umum dengan menggunakan lembaga legislatif, yang membawahi lembaga eksekutif. Walau
demikian Rousseau sebenarnya menekankan pentingnya demokrasi primer (langsung), tanpa perwakilan, dan
tanpa perantaraan partai-partai politik. Dengan demikian masyarakat, lewat kehendak umum, bisa secara totalmemerintah negara. [Rousseau: 231-2.]
Jadi jelas, walaupun sulit dipahami, argumentasi pengoperasian kewenangannya, Rousseau mengembangkan
semangat totaliter pihak rakyat dalam kekuasaan.
Penutup
Sumbangan pemikiran-pemikiran Hobbes, Locke dan Rousseau di atas bisa membantu analisis terhadap
kehidupan dan perilaku politik, baik pihak pemerintah maupun pihak rakyat yang diperintah. Dalam praktik kehidupan perilaku politik, masing-masing sumbangan pemikiran itu sering mewarnai kehidupan dan perilaku
politik.
Amerika Serikat, misalnya, walaupun secara tegas mengoper teori kontrak sosial dari Locke, akan tetapi tidak jarang praktik-praktik politik pemerintahnya diwarnai oleh teori kontrak sosial dari Hobbes dan Rousseau. Teori
Hobbes yang mengandung dasar-dasar teori kekuasaan prerogatif, paling tidak telah mewarnai tindakan-tindakan Presiden Abraham Lincoln, Woodrow Wilson, Franklin Delano Roosevelt, dan Richard Nixon.
8/4/2019 Teori Kontrak Sosial HLR
http://slidepdf.com/reader/full/teori-kontrak-sosial-hlr 4/4
Lincoln, Wilson dan Roosevelt bahkan berhasil menikmati praktik-praktik politik yang lebih dekat dengan teoriHobbes daripada teori Locke karena keadaan darurat (Perang Saudara, Perang Dunia I, dan Perang Dunia II)
memang memberi peluang “Leviathan memanfaatkan hak prerogatifnya.” Nixon, sebaliknya, harus kalah
karena ia memamerkan praksis teori Hobbes pada saat masyarakat sedang menggandrungi praksis teoriRousseau. [Basis Susilo, “The Constitutional Role of the US President in Foreign Policy,” makalah 1985, tidak
diterbitkan.]
Walaupun teori kontrak sosial mendasari pemikiran politik suatu masyarakat, akan tetapi dinamika kehidupan
dan perilaku masing-masing harus dibedakan apakah yang mewarnai Hobbes, Locke atau Rousseau. Apabilayang lebih mewarnai adalah Hobbes, maka kehidupan dan praktik perilaku politik rakyat hanya ditandai dengan
kewajiban untuk taat dan tunduk pada penguasa, sementara penguasa akan merasa leluasa untuk bertindak tanpa
memperhatikan aspirasi dan tuntutan politik dari rakyatnya.Apabila yang lebih mewarnai adalah teori kontrak sosial dari Locke, maka kehidupan dan perilaku politik
masyarakat tentu mengandung ciri-ciri tertentu, seperti pemerintah berhati-hati dalam melakukan tugas-
tugasnya, parlemen amat vokal dalam mengontrol dan berperan dalam politik, dan masyarakat tidak segan-segan untuk melakukan kritik-kritik.
Upaya untuk memahami dan menjelaskan kehidupan dan perilaku politik atau kebudayaan politik suatu entitas
tertentu dapat menggunakan pola-pola pemikiran politik untuk dijadikan salah satu pokok analisis. Konsep-konsep dasar tentang sumber kewenangan dan pengoperasian yang mana yang berada di benak suatu
masyarakat, atau yang “mengalir di dalam darah” masyarakat itu? Apakah teori kontrak sosial, atau bukan?
Apabila teori kontrak sosial, yang mana? Dari Hobbes, Locke, Rousseau, Hume, atau lainnya?
Pemanfaatan analisis tentang bekerjanya teori-teori tentang asal negara dan sumber kewenangan untuk menjelaskan kehidupan, perilaku, atau kebudayaan politik sampai saat ini belum dikembangkan. Barangkali,
ada kesulitan untuk mengukur bekerjanya teori-teori asal-mula negara dan sumber kewenangan di dalam suatu
masyarakat, karena sifatnya yang amat abstrak.