teori hakikat dan dasar berlakunya hukum

Upload: ius696

Post on 02-Mar-2016

826 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dasar berlaku nya hukum

TRANSCRIPT

Teori Hakikat dan Dasar Berlakunya HukumInternasional

Berdasarkan 6 teori yang terkait dengan hakikat dan dasar berlakunya hukum internasional yaitu,- Teori hukum alam- Teori positivism- Teori kehendak agama- Teori objektivitas- Mazhab Wiena- Fait socialDari atas mana menurut anda yang masih relevan terhadap berlakunya hukum internasional saat ini berdasarkan dinamika politik global saat ini.Menurut saya, dari ke-enam teori tersebut yang relevan terhadap berlakunya hukum internasional saat ini berdasarkan dinamika politik global saat ini adalah teori alam, fait social, dan juga teori objektivisme.Teori hukum alam ini mendasarkan kekuatan mengikatnya pada dasar moral dan etika yang berharga. Dengan kembali kepada konsep alam yaitu Negara terikat dan tunduk pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain karena hukum internasional tersebut merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam itu sendiri. Dengan teori ini, hukum alam adalah hukum yang dapat diterima oleh semua masyarakat manapun dan norma alam telah ada dalam semua jiwa masing-masing masyarakat internasional yang dalam hal ini dapat berupa individu maupun Negara-negara nasional saat ini. Meskipun teori hukum alam ini menurut Emmerich Vattel adalah samar dan bergantung kepada pendapat subjektif dari yang bersangkutan mengenai keadilan, kepentingan masyarakat internsonal dan lain-lain konsep yang serupa. Namun tentunya konsep alam ini dapat diterima oleh semua pihak sehingga menjadikan dasar dan hakikat berlakunya hukum internasional yang kekuatannya mengikat kepada seluruh masyarakat internasional.Teori yang kedua yaitu teori fait social yang menurut factor biologis, social dan sejarah, persoalan mengenai mengikatnya dapat dikembalikan pada sifat alami manusia sebagai mahluk social dimana hasratnya untuk bergabung dengan manusia lain dan kebutuhannya akan solidaritas menjadi dasar berlakunya hukum internasional. Manusia tidak bisa hidup seorang diri, dengan factor-faktor yang mempengaruhi manusia untuk hidup berkelompok atau dengan perkataan lain berkumpul, maka hal inilah yang menjadi hakikat dan dasar berlakkunya hukum internasional dalam kehidupan masyarakat internasional. Teori ini beranggapan bahwa kebutuhan dan naluri social manusia sebagai orang-seorang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa. Jadi, dasar kekuatan mengikat hukum internasional ini terdapat dalam kenyataan social bahwa mengikatnya hukum itu mutlak perlu untuk dapat terpenuhinya kebutuhan manusia (bangsa) untuk hidup bermasyarakat.Teori yang ketiga yang menurut saya masih relevan adalah teori mazhab Wiena yaitu teori yang berlawanan dengan teori kehendak. Dimana teori kehendak adalah mengembalikan kekuatan mengikatnya hukum internasional itu pada kehendak (persetujuan) Negara untuk diikat oleh hukum internasional ialah bahwa teori-teori ini pada dasarnya memandang hukum sebagai hukum perjanjian antara Negara-negara. Memang selintas teori kehendak ini mewakili dari keadaan hukum internasional saat ini yaitu hukum internasional sebagai hukum perjanjian antara Negara-negara, namun logikanya bagaimana kalau Negara secara sepihak membatalkan niatnya untuk mau terikat oleh hukum internasional? Sehingga membuat hukum internasional tersebut tidak lagi bersifat mengikat. Lagipula menurut prof Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Internasional, teori ini tidak menjawab pertanyaan megapa suatu Negara baru, sejak munculnya dalam masyarakat internasional sudah terikat oleh hukum internasional lepas dari mau tidak maunya ia tunduk padanya. Juga adanya hukum kebiasaan tidak terjawab oleh teori-teori ini. Maka dengan teori mazhab Wiena yang bukan kehendak Negara lagi melainkan suatu norma hukum yang merupakan dasar terakhirnya kekuatan mengikat hukum internasional. Teori ini hampir sama dengan teori hukum alam yaitu kekuatan mengikat yang didasarkan suatu kaidah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada suatu kaidah yang lebih tinggi lagi dan yang pada akhirnya sampailah pada puncak piramida kaidah dasar yang tidak dapat lagi dikembalikan pada suatu kaidah yang lebih tinggi, melainkan harus diterima adanya sebagai suatu hipotesis asal yang tidak dapat diterangkan secara hukum.Kemudian teori objectivisme, teori ini hampir sama dengan teori kehendak, namun perbedaannya adalah dalam persetujuan Negara untuk tunduk pada hukum internasional menghendaki adanya suatu hukum atau norma sebagai sesuatu yang telah ada terlebih dahulu dan teori ini berlaku lepas dari kehendak Negara, dengan kata lain, tidak adanya kehendak Negara dalam tunduk pada hukum internasional, namun lebih kepada kehendak mengikuti hukum atau norma yang telah ada terlebih dahulu.Dari keempat teori-teori tersebut berdasarkan dinamika politik global saat ini hubungannya adalah politk global saat ini didasarkan pada hukum alam dan mazhab Wiena dimana teori tersebut mendasarkan pada norma dan kaidah dasar. Namun hal tersebut juga harus adanya kehendak untuk mengikuti norma dasar yang telah ada tersebut yang tentunya terlepas dari kehendak Negara. Ini pula yang mendasari teori fait social yang menjadi dasar mengikat hukum internasional dikembalikan pada sifat alami manusia. Yaitu kebutuhan dan naluri social manusia sebagai orang-seorang dalam berkelompok yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa

Hakekat & Dasar Mengikatnya Hukum Internasional Hakekat Hukum Internasional

Masyarakat internasional yang diatur oleh hukum internasional adalah suatu tertib hukum koordinasi dari sejumlah negara-negara yang masing-masing merdeka dan berdaulat. Dalam hukum internasional, hubungan yang ada bersifat koordinasi (kerjasama), mengingat negara-negara di dunia sama derajatnya, bukan bersifat subordinasi layaknya hukum nasional.Menurut ahli seperti John Austin, Spinoza, dan lainnya, hukum internasional bukanlah hukum, dengan alasan: Hukum internasional tidak memiliki kekuasaan eksekutif yang kuat. Hukum internasional bersifat koordinasi, tidak subordinasi. Hukum internasional tidak memiliki lembaga legislatif, yudikatif, dan polisional. Hukum internasional tidak bisa memaksakan kehendak masyarakat internasional.

Dengan alasan-alasan tersebut, menurut ahli seperti John Austin, hukum internasional bukanlah hukum, karena tidak memiliki sifat hukum. Meskipun begitu, fakta sejarah menunjukkan bahwa alasan-alasan tersebut kurang tepat, karena:Tidak adanya suatu badan hukum bukan berarti hukum tersebut tidak ada, dan tidak selamanya hukum tertentu harus dijalankan oleh suatu badan. Tidak adanya badan hukum mungkin saja menunjukkan hukum internasional kurang efektif, namun bukan berarti tidak ada. Sebagai contoh, hukum adat di Indonesia, yang bisa berjalan tanpa adanya badan yang mengatur.Lembaga legislatif di dunia internasional dijalankan oleh Mahkamah Internasional.Kebiasaan internasional diterima sebagai hukum karena keyakinan.Badan yudikatif di dunia internasional dijalankan oleh Mahkamah Internasional dan Mahkamah Arbitrase Permanen.

Teori-Teori Hukum InternasionalDengan demikian, maka hukum internasional merupakan hukum karena memiliki sifat hukum. Ada beberapa teori yang menjadi hakikat dan dasar berlakunya hukum internasional, yaitu:Teori hukum alamMenurut teori hukum alam (natural law), hukum internasional adalah hukum yang diturunkan untuk hubungan bangsa-bangsa di dunia. Hal ini dikarenakan hukum internasional merupakan bagian dari hukum tertinggi, yaitu hukum alam. Tokoh-tokoh dari teori hukum ini antara lain Hugo Grotius (Hugo de Groot), Emmeric Vattel, dll.Teori hukum alam telah memberikan sumbangan besar terhadap hukum internasional, yaitu memberikan dasar-dasar bagi pembentukan hukum yang ideal. Dalam hal ini, dengan menjelaskan bahwa konsep hidup bermasyarakat internasional merupakan keharusan yang diperintahkan oleh akal budi (rasio) manusia, teori hukum alam stelah meletakkan dasar rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai antarbangsa-bangsa di dunia ini walaupun mereka memiliki asal-usul keturunan, pandangan hidup, dan nilai-nilai yang berbeda-beda.Namun, dibalik sumbangan besar itu, terdapat kelemahan yang cukup mengganggu, yaitu tentang apa sebenarnya hukum alam tersebut. Akibatnya, pengertian istilah tersebut menjadi kabur, tergantung dari siapa istilah itu dikemukakan.Teori Kehendak negaraDalam teori hukum positif, terdapat beberapa teori, yaitu teori kehendak negara, hukum kehendak bersama negara-negara, dan mazhab Wiena. Menurut teori hukum kehendak negara, kekuatan mengikat hukum internasional terletak pada kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional, karena negara adalah pemegang kedaulatan, maka negara adalah juga sumber dari segala hukum. Hukum internasional berasal dari kemauan negara dan berlaku karena disetujui oleh negara.Dalam teori ini disebutkan bahwa hukum internasional tidak lebih tinggi derajatnya daripada hukum nasional yang mengatur hubungan luar suatu negara. Tokoh-tokoh yang mengemukakan teori ini antara lain adalah Zom, George Jellinek, dll.Terdapat kelemahan dalam pengertian teori kehendak negara ini, yaitu bagaimana jika suatu negara secara sepihak tidak mau lagi terikat dengan hukum internasional, apakah berarti hukum internasional tersebut tidak memiliki kekuatan pengikat lagi? Selain itu, apakah negara-negara yang baru lahir sudah terikat dengan hukum internasional, tanpa peduli mereka setuju atau tidak terhadap hukum internasional tersebut?

Teori Kehendak Bersama Negara-NegaraTeori ini merupakan perbaikan dari teori kehendak negara, dimana jika dalam teori kehendak negara kekuatan mengikat hukum internasional adalah kehendak negara sendiri, maka dalam teori ini kekuatan mengikat hukum internasional berasal dari kehendak bersama negara-negara dalam hubungannya. Kehendak bersama negara-negara lebih tinggi derajatnya daripada kehendak negara.Kehendak bersama negara-negara ini tidak bersifat tegas atau spesifik. Maksudnya, Menurut ahli hukum Triepel, dengan mengatakan bahwa kehendak bersama negara-negara untuk terikat pada hukum internasional itu tidak perlu dinyatakan secara tegas atau spesifik ia sesungguhnya bermaksud mengatakan bahwa negara-negara itu telah menyatakan persetujuannya untuk terikat secara implisit atau diam-diam (implied).Walaupun teori ini merupakan perbaikan dari teori kehendak negara, teori ini tetap memiliki kelemahan. Salah satunya, teori ini tidak mampu memberikan penjelasan yang memuaskan terhadap pertanyaan: kalaupun negara-negara tidak dimungkinkan menarik persetujuan untuk terikat kepada hukum internasional secara sendiri-sendiri, bagaimana jika negara-negara tersebut secara bersama-sama menarik persetujuannya untuk terikat pada hukum internasional? Apakah dengan demikian berarti hukum internasional menjadi tidak ada lagi?Mazhab WinaKelemahan teori-teori berdasarkan kehendak negara melahirkan sebuah teori baru, yang mendasarkan diri pada norma hukum yang telah ada terlebih dahulu. Tokoh terkenal dari teori ini adalah Hans Kelsen dengan mazhabnya yaitu Mazhab Wina.Menurut Kelsen, ada dan mengikatnya kaidah hukum internasional didasarkan oleh ada dan mengikatnya kaidah hukum lain yang lebih tinggi. Ada dan mengikatnya kaidah hukum yang lebih tinggi itu didasarkan oleh ada dan mengikatnya kaidah hukum yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya hingga sampai pada suatu puncak piramida kaidah-kaidah hukum yang dinamakan kaidah dasar (grundnorm) yang tidak lagi dapat dijelaskan secara hukum melainkan harus diterima adanya sebagai hipotesa asal (ursprungshypothese). Menurut Kelsen, kaidah dasar dari hukum internasional itu adalah prinsip atau asas pacta sunt servanda.Kelemahan dari mazhab atau teori ini adalah bahwa memang sepintas tampak bahwa konstruksi pemikiran mazhab ini tampak logis dalam menerangkan dasar mengikatnya hukum internasional. Namun, mazhab ini tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar (grundnorm) itu sendiri mengikat? Lagipula, dengan mengatakan bahwa kaidah dasar itu sebagai hipotesa, yang merupakan sesuatu yang belum pasti, maka berarti pada akhirnya dasar mengikatnya hukum internasional digantungkan pada sesuatu yang tidak pasti.

Mazhab Prancis.Selain Mazhab Wina, ada suuatu mazhab yang mencoba menjelaskan dasar mengikatnya hukum internasional dengan konstruksi pemikiran yang sama sekali berbeda dengan teori hukum alam dan hukum positif adalah Mazhab Prancis, dengan tokohnya seperti Leon Duguit, Fauchile, dan Schelle.Dasar pemikiran teori ini adalah apa yang disebut dengan fakta-fakta sosial, yaitu berupa faktor-faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia. Artinya, dasar mengikatnya hukum internasional itu dapat dikembalikan kepada sifat alami manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa memiliki hasrat untuk hidup bergabung dengan manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas. Kebutuhan individu tersebut juga terdapat pada bangsa dan negara. Dengan kata lain, menurut mazhab ini kekuatan mengikat hukum internasional didasarkan pada fakta-fakta sosial (fait social) bahwa manusia butuh hidup bermasyarakat.