teori fenomenologi dan interaksi peran a

23
Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) A. Pendahuluan Profesi dilakukan sebagai pekerjaan untuk nafkah hidup dengan menggunakan keahlian dan keterampilan dan dengan melibatkan komitmen pribadi untuk melakukan pekerjaan tersebut (Reni, 2006). Dalam sudut pandang masyarakat, profesi diekspektasikan dalam dua bagian yaitu kelompok profesi seperti dokter atau pengacara dan kelompok non profesional seperti sales dan manajer keuangan. Profesi sering bekerja dengan suatu nilai kepercayaan yang sangat penting bagaimana mereka berkompeten dan bertanggungjawab (Brooks & Dunn, 2009). Hardibroto (1982, dalam Kasidi, 2007) dalam disertasinya menjelaskan pengertian profesi sebagai kumpulan orang-orang yang terlibat dalam aktivitas serupa yang memenuhi syarat ; a) harus berdsarkan suatu disiplin pengetahuan khusus; b) diperlukan suatu proses pendidikan tertentu untuk dan atas pengetahuan tersebut; c) mempunyai standar kualifikasi yang mengatur dan harus ada pengakuan formal berkaitan dengan statusnya; d) harus mempunyai norma perilaku yang mengatur hubungan antara profesi dengan langganan, teman sejawat, dan publik, maupun 1

Upload: erika-anindita

Post on 28-Jan-2016

230 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

s

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

A. Pendahuluan

Profesi dilakukan sebagai pekerjaan untuk nafkah hidup dengan

menggunakan keahlian dan keterampilan dan dengan melibatkan

komitmen pribadi untuk melakukan pekerjaan tersebut (Reni, 2006).

Dalam sudut pandang masyarakat, profesi diekspektasikan dalam dua

bagian yaitu kelompok profesi seperti dokter atau pengacara dan

kelompok non profesional seperti sales dan manajer keuangan. Profesi

sering bekerja dengan suatu nilai kepercayaan yang sangat penting

bagaimana mereka berkompeten dan bertanggungjawab (Brooks &

Dunn, 2009).

Hardibroto (1982, dalam Kasidi, 2007) dalam disertasinya

menjelaskan pengertian profesi sebagai kumpulan orang-orang yang

terlibat dalam aktivitas serupa yang memenuhi syarat ; a) harus

berdsarkan suatu disiplin pengetahuan khusus; b) diperlukan suatu

proses pendidikan tertentu untuk dan atas pengetahuan tersebut; c)

mempunyai standar kualifikasi yang mengatur dan harus ada

pengakuan formal berkaitan dengan statusnya; d) harus mempunyai

norma perilaku yang mengatur hubungan antara profesi dengan

langganan, teman sejawat, dan publik, maupun penerimaan

tanggungjawab yang tercakup dalam suatu pekerjaan dalam melayani

kepentingan umum; e) harus mempunyai organisasi yang mengabdikan

diri untuk memajukan kewajiban-kewajibannya terhadap masyarakat,

disamping untuk kepentingan kelomok itu sendiri.

Profesi adalah sebuah kombinasi dari masa depan,

tanggungjawab dan hak yang dibingkai dalam suatu nilai profesional

dimana nilai tersebut menentukan bagaimana keputusan dibuat dan

tindakan diambil.

1

Page 2: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

Profesi dan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008

tentang Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada pasal 1

angka 3 bahwa “Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan

audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain

terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka

memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah

dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara

efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata

kepemerintahan yang baik”.

Untuk mendukung seluruh proses dari peran APIP diharapkan

dapat memberikan penilaian yang obyektif dan independen atas

kelayakan struktur tatakelola dan keefektifan kinerja dari aktivitas

tertentu dari organisasi/instansi pemerintah (watchdog, consultant,

quality assurance) serta bertindak sebagai katalisator perubahan,

memberikan saran atau mendorong perbaikan-perbaikan untuk

meningkatkan struktur dan praktek tatakelola (catalysts for change).

B. Teori Fenomenologis

Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa

Yunani “phainomenon” dan “logos”. Phainomenon berarti tampak dan

phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan,

rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum

dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang

nampak. Lorens Bagus memberikan dua pengertian terhadap

fenomenologi. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang

gejala-gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu

tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.

Istilah “fenomenologi” sering digunakan sebagai anggapan umum

untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe

subjek yang ditemui (Lexy J Moleong, 2007). Fenomenologi diartikan

2

Page 3: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

sebagai: 1) pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenological; 2)

suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang

(Husserl dalam Moleong, 2007).  Menurut Moleong, peneliti dalam

pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan

kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-

situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti

mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh

mereka. Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan

tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti.

Jadi yang ditekankan dalam fenomenologi adalah pemahaman

terhadap pengalaman subyektif atas peristiwa dan kaitan-kaitannya

yang melingkupi subyek. Contoh: penelitian mengenai fenomena

komunikasi yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan penerima

pesan terhadap pesan yang disampaikan. Peneliti berusaha memahami

bagaimana penerima pesan merespon setiap pesan yang disampaikan.

Dari hasil pengamatan, peneliti menemukan fakta bahwa penerima

pesan memiliki pengalaman negatif (buruk) terhadap pesan-pesan yang

(ternyata) tak dapat dibuktikan kebenarannya. Sehingga hal tersebut

mempengaruhi pula pandangan mereka terhadap kredibilitas pemberi

pesan (komunikator). Terhadap pemberi pesan yang memiliki

kredibilitas rendah tersebut, setiap pesan yang disampaikan selalu

direspon secara negatif (tak dipercaya). Sebaliknya, pesan-pesan yang

menyertakan pembuktian langsung dan nyata, membuat penerima

pesan segera merasakan kebenaran pesan tersebut sehingga

kepercayaan pun dapat muncul seketika. Dari fenomena tersebut,

peneliti memunculkan teori atau model Komunikasi Berasa, yakni

model komunikasi dengan pembuktian langsung dan nyata sehingga

setiap pesan yang disampaikan langsung dirasakan kebenarannya oleh

penerima pesan.

Contoh lain penelitian fenomenologi adalah penelitian biografis

tentang grup musik Slank, untuk memahami pengalaman kreatif

3

Page 4: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

kesenimanan mereka dan bagaimana mereka memandang peristiwa-

peristiwa negatif (terlibat narkoba, seks bebas, dan lain-lain) yang

menimpa mereka maupun seniman-seniman lain, serta bagaimana

mereka mengatasinya.

Fenomenologi memandang realitas yang tampak sebagai refleksi

dari realitas-realitas lain yang tidak berdiri sendiri. Husserl damal

Campbell (1994) mengatakan, realitas yang ditampakkan individu

adalah refleksi dari pengalaman sosialnya, kesadaran akan dirinya

sendiri dan kesadaran akibat berinteraksi dengan individu lain. Jadi,

untuk memperoleh makna realitas yang ditampakkan oleh individu,

fenomenologi melakukannya dengan cara memahami pengalaman

sosial, interaksi, dan kesadaran dari individu tersebut.

Dalam pandangan Natanton (Mulyana, 2002:59) fenomenologi

merupakan istilah generik yang merujuk kepada semua pandangan

ilmu sosial yang menganggap bahwa kesadaran manusia dan makna

subjektif sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial.

Kesadaran adalah bagian dari jiwa manusia yang diinsyafi olehnya

(dalam Ensiklopedia Umum 1977). Kesadaran individu adalah proses

bagaimana individu menyadari (memahami atau mengisyafi) dengan

jiwanya (pikiran dan hatinya) terhadap suatu obyek. Kesadaran individu

akan suatu obyek, sebagian merupakan konstruksi dari individu itu

sendiri yang mengarahkan perhatiannya kepada obyek, dan sebagian

lain merupakan hasil konstitusi dunia (Husserl dalam Campbell 1994).

Sebaliknya, kesadaran juga mengkonstitusi dunia. Artinya, kesadaran

individu dapat memproduksi masyarakat, situasi sosial, dan aksi atau

tindakan sosial. Tindakan individu tidak hanya berasal dari pengaruh

dalam dirinya sendiri, tetapi juga merupakan produk dari kesadarannya

terhadap orang lain (Weber dalam Berger 1994). Berger melihat

tindakan manusia sebagai produk proses internalisasi dan

eksternalisasi serta cendrung konstruksionistik. Artinya, masyarakat

4

Page 5: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

adalah produk dari individu (eksternalisasi) dan sebaliknya, masyarakat

mempengaruhi kembali individu tersebut (internalisasi).

Fenomenologi juga berusaha memahami budaya lewat

pandangan pemilik budaya atau pelakunya. Menurut paham

fenomenologi, ilmu bukanlah values free, bebas nilai dari apa pun,

melainkan values bound, memiliki hubungan dengan nilai. Aksioma

dasar fenomenologi adalah; (a) kenyataan ada dalam diri manusia baik

sebagai indiividu maupun kelompok selalu bersifat majemuk atau

ganda yang tersusun secara kompleks, dengan demikian hanya bisa

diteliti secara holistik dan tidak terlepas-lepas; (b) hubungan antara

peneliti dan subyek inkuiri saling mempengaruhi, keduanya sulit

dipisahkan; (c) lebih ke arah pada kasus-kasus, bukan untuk

menggeneralisasi hasil penelitian; (d) sulit membedakan sebab dan

akibat, karena situasi berlangsung secara simultan; (e) inkuiri terikat

nilai, bukan values free.

Teori fenomenologis berusaha memahami makna peristiwa serta

interaksi pada orang-orang dalam situasi tertentu, fenomenologi

berusaha masuk kedalam dunia konseptual subyek agar dapat

memahami bagaimana dan apa makna yang disusun oleh subyek

tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Singkatnya, teori

fenomenologi berusaha memahami subyek dari sudut pandang subyek

itu sendiri. Penekanan pada pemikiran subjektif karena pandangan

dunia dikuasai oleh angan-angan yang mengandung hal-hal yang

bersifat simbolik dari konkrit. Apabila masalah ini dijadikan obyek

penelitian maka teori fenomenologis dapat dikaitkan dengan desain

penelitian kualitatif yang bersifat “perspektif emic” artinya memperoleh

data bukan “sebagaimana mestinya”, bukan berdasarkan apa yang

dipikirkan oleh peneliti, tetapi berdasarkan sebagaimana adanya yang

terjadi di lapangan, yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh

partisipan atau sember data (Sugiyono, 2009).

5

Page 6: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

Jika positivisme amat gila terhadap penyusunan teori, fenome-

nologi boleh dikatakan menolak teori. Fenomenologi sedikit alergi teori.

Pendekatan ini lebih menekankan rasionalisme dan realitas budaya

yang ada. Hal ini sejalan dengan penelitian etnografi yang

menitikberatkan pandangan warga setempat. Realitas dipandang lebih

penting dan dominan dibanding teori-teori yang ada.

Para Tokoh Penganut Fenomenologi

Sebagai sebuah arah baru dalam filsafat, fenomenologi dimulai

oleh Edmund Husserl (1859 – 1938), untuk mematok suatu dasar

yang tak dapat dibantah, ia memakai apa yang disebutnya metode

fenomenologis. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam

mengembangkan fenomenologi. Namun istilah fenomenologi itu sendiri

sudah ada sebelum Husserl. Istilah fenomenologi secara filosofis

pertama kali dipakai oleh J.H. Lambert (1764). Dia memasukkan dalam

kebenaran (alethiologia), ajaran mengenai gejala (fenomenologia).

Maksudnya adalah menemukan sebab-sebab subjektif dan objektif ciri-

ciri bayangan objek pengalaman inderawi (fenomen).

Edmund Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis

deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk

kesadaran dan pengalaman-pengalaman langsung; religius, moral,

estetis, konseptual, serta indrawi. Perhatian filsafat, menurutnya,

hendaknya difokuskan pada penyelidikan tentang Labenswelt (dunia

kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah).

Penyelidikan ini hendaknya menekankan watak intensional kesadaran,

dan tanpa mengandaikan praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu

empiris. Fenomenologi mencoba menepis semua asumsi yang

mengkontaminasi pengalaman konkret manusia. Fenomenologi

menekankan upaya menggapai “hal itu sendiri” lepas dari segala

presuposisi. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum

6

Page 7: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

pengalaman menjelaskannya sendiri dari dan dalam pengalaman itu

sendiri.

Immanuel Kant memakai istilah fenomenologi dalam karyanya

Prinsip-Prinsip Pertama Metafisika (1786). Maksud Kant adalah untuk

menjelaskan kaitan antara konsep fisik gerakan dan kategori modalitas,

dengan mempelajari ciri-ciri dalam relasi umum dan representasi, yakni

fenomena indera-indera lahiriah.

Hegel (1807) memperluas pengertian fenomenologi dengan

merumuskannya sebagai ilmu mengenai pengalaman kesadaran, yakni

suatu pemaparan dialektis perjalanan kesadaran kodrati menuju

kepada pengetahuan yang sebenarnya. Fenomenologi menunjukkan

proses menjadi ilmu pengetahuan pada umumnya dan kemampuan

mengetahui sebagai perjalanan jiwa lewat bentuk-bentuk atau

gambaran kesadaran yang bertahap untuk sampai kepada

pengetahuan mutlak. Bagi Hegel, fenomena tidak lain merupakan

penampakkan atau kegejalaan dari pengetahuan inderawi: fenomena-

fenomena merupakan manifestasi konkret dan historis dari

perkembangan pikiran manusia.

C. Fenomonelogi dan Interaksi Simbolik

Para fenomenolog berusaha memahami fenomena-fenomena

yang melingkupi subyek yang diamatinya. Sehingga yang ditekankan

adalah aspek subyektif dari perilaku orang. Para fenomenolog

berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subyek yang

ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan

bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di

sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari.

Jadi yang ditekankan dalam fenomenologi adalah pemahaman

terhadap pengalaman subyektif atas peristiwa dan kaitan-kaitannya

yang melingkupi subyek. Contoh: penelitian mengenai fenomena

komunikasi yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan penerima

7

Page 8: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

pesan terhadap pesan yang disampaikan. Peneliti berusaha memahami

bagaimana penerima pesan merespon setiap pesan yang disampaikan.

Dari hasil pengamatan, peneliti menemukan fakta bahwa penerima

pesan memiliki pengalaman negatif (buruk) terhadap pesan-pesan yang

(ternyata) tak dapat dibuktikan kebenarannya. Sehingga hal tersebut

mempengaruhi pula pandangan mereka terhadap kredibilitas pemberi

pesan (komunikator). Terhadap pemberi pesan yang memiliki

kredibilitas rendah tersebut, setiap pesan yang disampaikan selalu

direspon secara negatif (tak dipercaya). Sebaliknya, pesan-pesan yang

menyertakan pembuktian langsung dan nyata, membuat penerima

pesan segera merasakan kebenaran pesan tersebut sehingga

kepercayaan pun dapat muncul seketika. Dari fenomena tersebut,

peneliti memunculkan teori atau model Komunikasi Berasa, yakni

model komunikasi dengan pembuktian langsung dan nyata sehingga

setiap pesan yang disampaikan langsung dirasakan kebenarannya oleh

penerima pesan.

Contoh lain penelitian fenomenologi adalah penelitian biografis

tentang grup musik Slank, untuk memahami pengalaman kreatif

kesenimanan mereka dan bagaimana mereka memandang peristiwa-

peristiwa negatif (terlibat narkoba, seks bebas, dan lain-lain) yang

menimpa mereka maupun seniman-seniman lain, serta bagaimana

mereka mengatasinya.

Jika fenomenologi fokus pada pemahaman terhadap pengalaman

subyektif atas suatu peristiwa, maka interaksi simbolik fokus pada

penafsiran terhadap pemaknaan subyektif yang muncul dari hasil

interaksi dengan orang lain atau lingkungannya.

Interaksi simbolik adalah interaksi yang memunculkan makna

khusus dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran. Simbolik berasal

dari kata ’simbol’ yakni tanda yang muncul dari hasil kesepakatan

bersama. Bagaimana suatu hal menjadi perspektif bersama,

bagaimana suatu tindakan memberi makna-makna khusus yang hanya

8

Page 9: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

dipahami oleh orang-orang yang melakukannya, bagaimana tindakan

dan perspektif tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi subyek, semua

dikaji oleh para interaksionis simbolik. Jadi peneliti berusaha

’memasuki’ proses pemaknaan dan pendefinisian subyek melalui

metode observasi partisipan.

Hal yang tidak kalah penting dalam interaksi simbolik adalah

pengonsepsian diri subyek. Bagaimana subyek melihat, memaknai dan

mendefinisikan dirinya berdasarkan definisi dan makna yang diberikan

orang lain.

Contoh: dalam penelitian mengenai Iklan dan Prostitusi. Subyek

menggunakan ’iklan panti pijat’ sebagai media (simbol) penawaran jasa

prostitutifnya. Subyek yang lain memanfaatkan ’tampil di cover majalah

pria’ sebagai media lain penawaran atau komunikasi pemasaran jasa

prostitutifnya. Subyek yang lain lagi ’menjual diri’ dengan tampil di situs

jejaring sosial Friendster dengan foto-foto yang ’mengundang’ sebagai

media komunikasi pemasaran atau iklan jasa prostitutifnya. Bagaimana

subyek membentuk simbol-simbol pengiklanan diri tersebut, bagaimana

pelanggan dapat menangkap makna simbol-simbol tersebut sehingga

terjadi interaksi dan transaksi ’gelap’ dengan menggunakan simbol-

simbol eksklusif lain, bagaimana subyek memandang dan

mendefinisikan diri mereka berdasarkan pandangan orang lain, apakah

mereka lebih senang disebut pelacur, pelacur kelas atas, escort,

pemijat plus, model plus, atau sekadar ’teman jalan’? Adakah istilah-

istilah dan bahasa-bahasa isyarat tertentu yang mereka gunakan?

Bagaimana dengan keluarga dan teman-teman mereka di luar

lingkungan prostitutif mereka? Apakah mereka menyembunyikan

profesi mereka atau terbuka? Berapa banyak pelanggan dan

penghasilan mereka dari hasil beriklan? Adakah pengaruh iklan

terhadap kenaikan penghasilan mereka? Digunakan untuk apa saja

penghasilan mereka? Lebih banyak untuk membantu perekonomian diri

dan keluarga, atau lebih banyak untuk bersenang-senang?

9

Page 10: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

Jadi, perbedaan mendasar antara fenomenologi dan interaksi

simbolik muncul dari makna katanya sendiri: fenomena dan interaksi.

Fenomenologi bertumpu pada pemahaman terhadap pengalaman

subyektif atas gejala alamiah (fenomena) atau peristiwa dan kaitan-

kaitannya, sedangkan interaksi simbolik bertumpu pada penafsiran atas

pemaknaan subyektif (simbolik) yang muncul dari hasil interaksi. Pada

fenomenologi, ibarat fotografer, peneliti ’merekam’ dunia (pengalaman,

pemikiran, dan perasaan subyektif) si subyek dan mencoba memahami

atau menyelaminya, sedangkan pada interaksi simbolik, peneliti

menafsirkan makna-makna simbolik yang muncul dari hasil interaksi

subyek dengan lingkungannya dengan cara memasuki dunianya dan

menelusuri proses pemaknaan tersebut.

D. Pendekatan Kajian Fenomenologis atas Interaksi Peran APIP

Fenomena sosial melibatkan manusia sebagai pelaku aktivitas

sosial yang selalu sarat dengan dunia makna yang melekat pada

subyek (manusia) pelakunya. Tindakan manusia selalu melibatkan niat,

kesadaran, dan alasan-alasan tertentu. Tindakan manusia juga

melibatkan makna-makna subyektif dan interpretasi yang tersimpan

dalam dirinya. Tindakan manusia tidaklah mekanistik sebagaimana

obyek-obyek yang dikaji oleh ilmu-ilmu alam. Karenanya, adalah salah

memandang manusia hanya sebagai “hamba” dari tuntutan struktur

sosial atau dari desakan redisposisi tertentu. Ringkasnya, adalah suatu

kekeliruan jika suatu fenomena sosial dikaji dengan metode yang

positivistik. Dalam pandangan aliran interpretivisme, untuk memahami

suatu fenomena atau realitas sosial haruslah dari hasil “membaca”

bagaimana si pelaku itu sendiri memahami dunianya (understanding of

understanding). Karena itu, aliran ini dianggap lebih dapat mengungkap

realitas tindakan manusia (Faisal, 2003).

Realitas yang ditampakkan oleh seseorang dalam bentuk

tindakan, angka-angka, persamaan, atau lainnya adalah bukan realitas

10

Page 11: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

yang sebenarnya, melainkan simbol (refleksi) dari realitas yang

sebenarnya (Merriam 1998 dalam Alwasilah 2003). Realitas yang dikaji

oleh pada peneliti di bidang ilmu sosial sesungguhnya realitas yang

laten (latere, tersembunyi), dan bukan manifes (manifestus, dapat

ditangkap tangan). Realitas yang tersembunyi di alam kesadaran

manusia. Sehingga, sekuantitatif apa pun suatu metode, tidak akan

menangkapnya. Metode yang paling efektif untuk mengkaji realitas

seperti ini adalah menghayati atau memahami (Bakri, 2002).

Uraian di atas memberikan landasan untuk menggunakan

perspektif fenomenologis sebagai pendekatan pada kajian ini.

Fenomenologi pada dasarnya berpandangan bahwa apa yang tam pak

dipermukaan, termasuk pola perilaku manusia sehari-hari hanyalah

suatu gejala atau ekspresi dari apa yang tersembunyi di “kepala” si

pelaku. Perilaku apapun yang tampak di tingkat permukaan baru bisa

dipahami atau dijelaskan manakala bisa mengungkap apa yang

tersembunyi dalam dunia kesadaran atau dunia pengetahuan manusia

pelakunya. Sebab, realitas itu sesungguhnya bersifat subyektif dan

maknawi. Ia bergantung pada persepsi, pemahaman, pengertian, dan

anggapan-anggaoan pelaku. Semua itu terbenam dalam suatu

kompleks gramatika kesadaran di dalam diri manusia. Disinilah letak

kunci jawaban terhadap apa yang terekspresi atau menggejala di

tingkat perilaku (Faisal, 2003).

Dilema etis dalam peran APIP

Pada proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan

kegiatan pengawasan lainnya, APIP tidak dapat melepaskan diri dari

interaksi sosialnya baik kepada pihak auditee, pimpinan, masyarakat,

ataupun stakeholders sebagai sumber data dan informasi bagi

pelaksanaan tugas seorang APIP. Tuntutan tugas dan tanggungjawab

adalah keharusan yang menjadikan seorang APIP menjaga citra

organisasi dan dirinya, bersikap dan mengambil keputusan yang

11

Page 12: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

obyektif serta membentengi diri dengan integritas dan profesionalisme

kerja sehingga tujuan yang diharapkan dapat berjalan dengan baik.

Tidak jarang juga seorang APIP dalam melaksanakan tugas

profesionalismenya harus berhadapan dengan situasi atau kondisi yang

menggiring pribadi-pribadi pada wilayah pragmatisme sehingga

subyektifitas yang lebih mendominasi, hal tersebut tentu akan

menciptakan pergeseran (involusi) paradigma peran APIP yang telah

dibingkai dengan kode etik, aturan disiplin, serta pembinaan lainnya.

Ketika seorang APIP berinterkasi dengan lingkungannya, tekanan-

tekanan yang bersifat psikologis dan emosionalis menjadi bagian yang

mendapat perharian khusus karena sudah menjadi risiko melekat

(inhern risk), bahkan ketika peran itu dibelit dengan berbagai intrik

kepentingan, politis, dan ekonomi maka sering kita menyaksikan

realitas yang berhadapan dengan hukum peradilan.

Yang menjadi dilema etis yang terstruktural adalah posisi APIP

yang berada di daerah kabupaten/kota, ia berada pada posisi antara

yang berkepentingan (pejabat/pelaksana) dengan penerima manfaat

(masyarakat, stakeholders). Yang berkepentingan menginginkan

pekerjaan atau pertanggungjawabannya berjalan baik dan mulus tanpa

harus melalui proses interaksi yang menurutnya berbeli-belit, menyita

waktu, bahkan harus mengeluarkan sebahagian fee untuk

mempermudah segala urusannya dan hal ini telah menjadi budaya dan

kebiasaan yang sulit dihilangkan karena dianggap sudah menjadi

pelengkap pada setiap urusan yang sifatnya birokratis. Sedangkan

disisi lain bagi yang menerima manfaat (masyarakat dan stakeholder)

menuntut segala sesuatu menjadi ril, tidak ada yang ditutupi, tidak ada

manipulasi, tidak ada penyalahgunaan kepentingan, sumber daya, dan

keuangan. Artinya, para pejabat/pelaksana yang bertanggungjawab

atas kinerjanya dituntut mengembalikan semua hak-hak yang memang

diperuntukkan bagi masyarakat. Sehingga antara pejabat/pelaksana/

penanggungjawab dapat bekerja sama dengan masyarakat serta

12

Page 13: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

lingkungannya, penuh keselarasan, kesadaran yang tinggi dan

membangun serta peduli bersama.

Interaksi APIP dengan lingkungannya

Dalam menjalankan perannya, APIP berinteraksi dengan berbagai

pihak, secara internal dimulai dari pimpinan atau otoritas organisasinya

dan anggota tim yang akan bekerja selaras dengan peran, output serta

tanggungjawabnya. Sedangkan secara eksternal, APIP berinteraksi

dengan pengguna barang/jasa dan anggaran beserta jajarannya

kebawah, ditambah interaksi terhadap lingkungan masyarakat.

Sebelum APIP terjun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan (salah

satu tugas APIP), maka disusun secara sistematis agenda dan item

pemeriksaan secara komprehensif. Berawal dengan melakukan survey

pendahuluan, meliputi pemahaman awal terhadap tujuan pemeriksaan,

mempelajari sumber data, mengidentifikasi, kemudian penyusunan

program dan kegiatan, pembagian tugas, dan metode pengumpulan

data. Pada tahapan ini setiap anggota APIP ditegaskan untuk

mengedepankan integritas dan profesionalismenya. Selanjutnya APIP

mengagendakan pertemuan dengan pihak auditee/obyek pemeriksaan

(pengguna anggaran/barang dan jas/pejabat/penanggung jawab

kegiatan) dalam rangka memberikan penjelasan tentang tujuan, waktu

dan lingkup pemeriksaan yang akan dilakukan, hal ini diharapkan agar

auditee/obyek pemeriksaan dapat mempersiapkan data dan informasi

yang dibutuhkan agar terjalin kerjasama serta komunikasi yang efektif.

Singkatnya, data dan informasi awal yang diolah dalam proses

survey pendahuluan kemudian dianalisa, ketika terdapat dokumen yang

menyajikan data dan informasi yang tidak lengkap/akuntabel maka

dilakukan penelusuran dan pendekatan intensif. Tahapan ini disebut

sebagai evaluasi sitem pengendalian intern/manajemen, dapat

dilakukan dengan menguji sistem pengendaliannya secara langsung

menggunakan teknik wawancara, mengajukan pertanyaan/kuisioner.

13

Page 14: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

Ketika diketahui bahwa sistem pengendaliannya lemah maka

dilanjutkan dengan pengujian bukti-bukti empiris, permintaan

keterangan, dan pemeriksaan fisik secara langsung. Sampai pada

tahap ini, tidaklah dapat dikatakan bahwa pelaksanaan atau proses

berjalan dengan lancar. Kendala-kendala yang sering ditemukan adalah

pihak yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan yang

diperiksa biasanya menunjukkan sikap yang kurang responsif, hal ini

tentu menandakan dan membangun kecurigaan adanya perilaku yang

menyimpang, penyalahgunaan, ketidakterbukaan, atau bahkan

mengarah pada praktek-praktek nepotisme dan koruptif.

Kondisi tersebut di atas membuka ruang baik oleh auditee/obyek

pemeriksaan atau APIP untuk melakukan transaksi “dibawah tangan”

dalam menyelesaikan masalah ketimbang harus bergelut dengan

prosedur yang dianggap rumit, bertele-tele, mekanistik dan ujungnya

menggiring pada polemik yang sistemik, yang kemudian

penyelesaiannya juga cendrung tidak memberi pengaruh yang

signifikan terhadap perubahan perilaku dan manajemen organisasi

(pemerintahan). Realitas yang nampak ini, dalam kajian fenomenologis

adalah merupakan simbol-simbol yang lahir dari interpretasi individu.

Tindakan individu tidak hanya berasal dari pengaruh dalam dirinya

sendiri, tetapi juga merupakan produk dari kesadarannya terhadap

orang lain (Weber dalam Berger 1994). Berger melihat tindakan

manusia sebagai produk proses internalisasi dan eksternalisasi serta

cendrung konstruksionistik.

Ketika masalah ini sampai menyentuh para pelaku atau pengambil

kebijakan, kecendrungannya juga melahirkan kesadaran individu yang

memilih untuk menyelesaikan persoalan dengan langkah-langkah

persuasif, subyektif, dan pragmatis dengan argumentasi untuk menjaga

hubungan yang harmonis, menjaga kondisifitas organisasi

(pemerintahan), terlebih lagi untuk menyelamatkan kepentingan

tertentu. Secara etis, sangat bertentangan dengan peran APIP, namun

14

Page 15: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

karena posisi APIP di daerah yang lebih besar dibawah tekanan

ketimbang harus bersikap independen dan obyektif, dan

ketergantungannya terhadap otoritas yang lebih tinggi (walikota/bupati),

maka menimbulkan gejolak subyektif dalam diri seorang APIP, apakah

harus bertahan pada nilai-nilai integritas dan profesionalisme ataukah

mengikuti arus untuk menunjukkan sikap manis dan bersahabat

sebagai aparatur pemerintah yang loyal terhadap pimpinannya.

Kalau seorang APIP kemudian memilih menyelesaikan masalah

dengan menggeser paradigma awal yang menuntut integritas dan

profesionalisme untuk mengadaptasikan perannya sebagai APIP

dengan kepentingan lainnya, maka menghasikan laporan atas

pemeriksaan (seperti kasus di atas) yang akan menyatakan bahwa

segala pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan unsur-unsur

akuntabilitas dan transparansi, maka laporan yang menghasilkan

keyakinan seperti ini tentu menjadi baik bagi kinerja organisasi

(pemerintah) karena akan membawa dampak positif dan meningkatkan

kepercayaan masyarakat dan stakeholder bagi organisasi.

Realitas yang telah ditampakkan dalam masalah ini, berupa

pengambilan keputusan, tindakan melaporkan hasil yang baik,

meningkatnya kepercayaan publik, dan lainnya adalah bukan realitas

yang sebenarnya, melainkan simbol (refleksi) dari realitas yang

sebenarnya. Realitas yang sesungguhnya adalah realitas yang laten

atau realitas yang tersembunyi, tidak nampak.

Referensi :Adian, Donny Gahral, (2001) Matinya Metafisika Barat, Jakarta: komunitas

Bambu.

Dwiyoso Hartono dan Susanto, M. Harry. (2008) Analisis Fenomenologi Bank Mendirikan Koperasi Kredit. Journal of Indonesian Applied Economics. Vol 2 No. 1 Mei 2008, 1-21.

15

Page 16: Teori Fenomenologi Dan Interaksi Peran A

Teori Fenomenologi dan Interaksi Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

Endraswara, Suwardi. Fenomenologi, Metodologi Riset Budaya-UGM Press.

Sutopo, H.B., (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

16