teori albert bandura ed

23
TEORI KOGNITIF SOSIAL BANDURA PSIKOLOGI BELAJAR KELAS C Dosen: M.L. Anantasari, M.Si. Kelompok Bandura 1 1. Wayan Pertiwi 099114091 2. Lisabetha Elok Reno Viasti 099114096 3. Realita Kristi Putri Rasadi 099114099 4. Dicky Sugianto 099114108 5. Julius Caezar Nalendra 099114109 6. Elfira Bungadatu Ridho 099114111 7. Tirza Yoga Nugroho 099114124 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Upload: meow

Post on 20-Oct-2015

79 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Teori Albert Bandura Ed

TRANSCRIPT

TEORI KOGNITIF SOSIAL BANDURA

PSIKOLOGI BELAJARKELAS C

Dosen:M.L. Anantasari, M.Si.

Kelompok Bandura 1

1. Wayan Pertiwi 0991140912. Lisabetha Elok Reno Viasti 0991140963. Realita Kristi Putri Rasadi 0991140994. Dicky Sugianto 0991141085. Julius Caezar Nalendra 0991141096. Elfira Bungadatu Ridho 0991141117. Tirza Yoga Nugroho 099114124

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I LANDASAN TEORI 2

A. LATAR BELAKANG 2B. DASAR TEORI DAN EKSPERIMEN AWAL 3C. PENDEKATAN TEORI BANDURA 4

BAB II APLIKASI TEORI BANDURA 6

BAB III REFLEKSI 8

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN PELAKSANAAN PRESENTASI 10

INTISARI TEORI 12

1

I

LANDASAN TEORI

A. LATAR BELAKANG

Sebelum Albert Bandura mengemukakan teorinya, sudah ada beberapa penjelasan tentang bagaimana organisme belajar melalui observasi. Beberapa diantaranya dijelaskan sebagai berikut.

a. THORNDIKE dan WATSONEdward L. Thorndike adalah adalah orang pertama yang mencoba mempelajari

perilaku belajar secara observasi melalui eksperimen. Pada tahun 1989, dia melakukan eksperimen pada kucing. Thorndike membuat sebuah puzzle box, dan mencoba melihat bagaimana perilaku kucing untuk keluar dari puzzle box tersebut. Ketika dia menempatkan satu kucing dalam boks, dia menempatkan kucing di boks yang berdampingan-kucing di boks ini mengobservasi perilaku kucing dalam puzzle box mencari jalan keluar. Ketika kucing yang mengobservasi kucing dalam puzzle box ditempatkan pada puzzle box itu sendiri, si kucing tidak dapat langsung menggunakan cara yang telah dia amati untuk keluar dari puzzle box, tetapi dia melakukan proses trial-and-error, seperti ketika kucing pertama berusaha untuk keluar dari puzzle box. Thorndike pun melakukan percobaan yang sama pada ayam dan anjing, dan merekapun melakukan hal yang sama, bahkan dengan monyet sekalipun. Pada akhirnya, dia menyimpulkan bahwa hewan tidak memiliki kemampuan untuk belajar melakukan sesuatu dari mengobservasi hewan lain melakukannya (Hergenhahn dan Olson, 1997).

J. B. Watson melakukan percobaan yang sama seperti yang dilakukan Thordike pada tahun 1901 dengan menggunakan monyet, dan hasilnya sama seperti percobaan Thorndike (Hergenhahn dan Olson, 1997).

Pada akhirnya, baik Thorndike maupun Watson menyimpulkan bahwa belajar merupakan hasil dari pengalaman langsung saja, dan bukan pengalaman mengamati (Hergenhahn dan Olson, 1997, hal. 326).

b. MILLER dan DOLLARDMiller dan Dollard berpendapat bahwa bila perilaku meniru diberi penguatan,

perilaku tersebut akan diperkuat, seperti perilaku lainnya. Miller dan Dollard membagi perilaku menjadi tiga kategori:1. Perilaku sama, terjadi ketika dua atau lebih individu merespon situasi sama

dengan cara yang sama, seperti ketika kita menyapa, semua orang akan merespon dengan “hai”.

2. Perilaku meniru, meliputi penuntunan oleh seseorang kepada orang lain, misalnya seorang instruktur yoga mengajari muridnya posisi yoga. Ketika sang murid dipuji, dia akan mendapat penguatan atas perilaku itu.

2

3. Perilaku menyocokkan-dependen, seorang pengamat diberi penguatan untuk meniru tindakan model. Misalnya ketika seorang kakak mendengar suara langkah kaki ayahnya pulang, dia berlari ke arah pintu, dan mendapatkan permen dari sang ayah sebagai penguatan. Adiknya yang ikut berlari juga mendapatkan permen. Karena mendapat penguatan, hal ini diulangi kembali oleh kedua anak. Namun, perbedaannya adalah, sang kakak terstimulasi oleh suara langkah kaki, sedangkan sang adik terstimulasi oleh kakaknya yang berlari. Perilaku adik merupakan perilaku dependen pada perilaku kakak.

Miller dan Dollard menekankan bahwa perilaku meniru bisa menjadi kebiasaan, dan menyebut bahwa kecenderungan untuk meniru perilaku pada individu sebagai peniruan umum (Hergenhahn dan Olson, 1997, hal. 326-327).

B. DASAR TEORI DAN EKSPERIMEN AWAL

Bandura berpendapat bahwa belajar melalui observasi (observational learning) mungkin ya mungkin tidak melibatkan peniruan. Seperti contohnya, ketika kita melihat mobil yang berjalan di depan kita terantuk lubang di jalan, kita mendapat informasi dan berdasarkan pengamatan kita, kita akan menghindari lubang tersebut, demi menghindari kerusakan pada mobil kita.

Pada tahun 1965, Bandura melakukan eksperimen dengan membagi kelompok anak menjadi tiga. Anak-anak ini menyaksikan perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang yang memukuli boneka. Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan penguatan akan perilaku agresif tersebut, sedangkan anak-anak di kelompok kedua mendapatkan ancaman pada perilaku agresif, sementara anak-anak di kelompok ketiga tidak mendapatkan penguatan maupun ancaman pada perilaku agresif.

Anak-anak tersebut pada akhirnya dihadapkan secara langsung pada boneka tadi. Seperti yang telah diperkirakan sebalumnya, anak-anak di kelompok pertama berperilaku agresif pada boneka tersebut, sementara anak-anak di kelompok kedua kurang agresif pada boneka tersebut, sedangkan anak-anak di kelompok ketiga berada antara agresif dan kurang agresif.

Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan penguatan dari pengamatan (vicarious reinforcement) dan mereka difasilitasi untuk keagresifan mereka. Sedangkan anak-anak di kelompok kedua mendapatkan ancaman pengamatan (vicarious punishment), dan mereka dihalangi perilaku agresifnya. Meskipun anak-anak tidak mendapatkan pengalaman penguatan maupun ancaman secara langsung, mereka memodifikasi perilakunya secara sama (Hergenhahn dan Olson, 1997).

3

C. PENDEKATAN TEORI BANDURA

Prinsip-prinsip umum dari teori Bandura:

1. Orang dapat belajar dengan mengamati perilaku dari orang lain dan hasil dari perilaku tersebut.

2. Belajar dapat terjadi tanpa perubahan perilaku. Para behavioris mengatakan belajar harus diwakili oleh perubahan permanen dalam perilaku. Namun dalam teori pembelajaran sosial dikatakan bahwa orang dapat belajar melalui observasi sendiri, belajar mereka belum tentu ditampilkan dalam perilaku mereka. Belajar dapat mengakibatkan perubahan perilaku atau mungkin tidak sama sekali.

3. Kognisi berperan dalam belajar. Selama 30 tahun terakhir teori belajar sosial telah menjadi semakin mengarah ke pembelajaran kognitif dalam proses belajar. Kesadaran dan harapan dari penguatan atau ancaman di masa mendatang dapat menimbulkan efek yang signifikan pada perilaku tampak dari orang-orang.

Teori belajar menurut Albert Bandura:

a. Pemodelan yang Tertunda (Delayed Modelling)Pemodelan yang tertunda ini adalah suatu momen dimana subyek (pengamat) tidak menunjukkan hasil belajar dari pengalaman modelling sampai suatu waktu dimana pengalaman modelling tersebut berhenti.

b. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Belajar1. Attentional Processes (tahap perhatian)

Tahap di mana seseorang mulai berfokus pada satu dari sekian banyak stimulus yang muncul dihadapannya. Stimulus yang menariklah yang akhirnya lulus seleksi.

2. Retentional Processes (tahap penyimpanan dalam ingatan)Pada tahap ini stimulus yang menjadi fokus mulai diolah secara kognitif dan hasilnya disimpan dalam memori. Yang kemudian dicari lebih lanjut informasi lebih detail berhubungan dengan stimulus tersebut.

3. Behavioral Production Processes (proses produksi perilaku)Dalam tahap ini informasi yang sebelumnya telah disimpan dalam memori diolah kembali untuk kemudian diuji. Dalam tahap ini seseorang dituntut untuk tidak hanya mengerti melainkan juga dituntut untuk lebih memahami.

4. Motivational Processes (tahap motivasi)Pada tahapan ini seseorang mulai menemukan dorongan sebagai kelanjutan dari proses. Seseorang mulai mendapat “reward” untuk hasil belajar yang memuaskan, yang kemudian akan membuatnya bersemangat untuk kembali belajar. Juga ada pemberian dorongan lebih jika hasil belajarnya dinilai kurang optimal supaya ia terdorong untuk belajar lebih lagi. Seiring dengan

4

kedua upaya tersebut, ada baiknya ditunjukan pula bukti-bukti kerugian orang yang tidak menguasai materi tersebut.

c. Determinisme Resiprok (Reciprocal Determinism)Bandura berpendapat, seseorang berperilaku tertentu karena adanya interaksi antara orang, lingkungan, dan perilaku orang tersebut, menghasilkan perilaku berikutnya. Dari konsep ini, bisa dikatakan bahwa perilaku mempengaruhi lingkungan, atau lingkungan atau orang mempengaruhi perilaku.

d. Perilaku Diatur-Sendiri (Self-Regulated Behavior)Bandura mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku yang diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated behavior). Manusia belajar suatu standar performa (performance standards), yang menjadi dasar evaluasi diri. Apabila tindakan seseorang bisa sesuai atau bahkan melebihi standar performa, maka ia akan dinilai positif, tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu berperilaku sesuai standar, dengan kata lain performanya dibawah standar, maka ia akan dinilai negatif.Selain itu, anggapan mengenai kecakapan diri (perceived self-efficacy) juga berperan besar dalam perilaku yang diatur sendiri. Anggapan tentang kecakapan diri ini adalah keyakinan seseorang bahwa dia mampu untuk melakukan sesuatu. Dari anggapan ini, muncul motivasi orang untuk berprestasi (apabila anggapannya positif) atau bahkan dismotivasi untuk melakukan suatu hal (apabila anggapannya negatif).Terkadang, anggapan mengenai kecakapan diri seseorang tidak sesuai dengan kecakapan diri sesungguhnya (real self-efficacy). Seseorang terlalu yakin dia dapat melakukan sesuatu, tetapi pada kenyataannya sebenarnya dia tidak mampu. Bila hal ini terjadi, maka orang akan merasa frustasi dan rendah diri.

e. Tindakan Moral (Moral Conduct)Seseorang akan mempelajari kode moral (moral code) dari model. Kode moral ini menentukan perilaku mana yang boleh dilakukan dan perilaku mana yang akan mendapat sangsi bila dilakukan dan perilaku mana yang tidak. Apabila seseorang

5

melanggar kode moral, orang tersebut akan mengalami self-contempt (menyalahkan/jijik pada diri sendiri), yang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Namun dalam perkembangannya, Bandura melihat sebuah mekanisme dimana seseorang bisa melakukan pelanggaran moral tanpa mengalami self-contempt. Mekanisme ini seperti dijabarkan oleh Hergenhahn dan Olson (1997) adalah:- Justifikasi Moral (Moral Justification)

Dalam justifikasi moral, seseorang membenarkan pelanggaran moral karena alasan yang lebih mulia.Contohnya, orang yang mencuri mengatakan bahwa dia mencuri untuk menghidupi keluarganya.

- Pelabelan Eufemistis (Euphemistic Labelling)Dalam pelabelan eufimistis, seseorang menyebut hal yang tercela sebagai suatu ungkapan yang halus.Contohnya, seorang dokter disebut bukan “membunuh pasiennya” tetapi “menghilangkan penderitaan pasien”.

- Perbandingan yang Menguntungkan (Advantageous Comparison)Dalam perbandingan yang menguntungkan, seseorang membandingkan perilaku pelanggaran moral dengan pelanggaran lain yang lebih berat, sehingga orang tersebut bisa membenarkan diri.Contohnya, seorang pencuri ayam membandingkan perbuatannya dengan seorang koruptor, yang “dosanya” lebih besar.

- Pengalihan Tanggung Jawab (Displacement of Responsibility)Dalam pengalihan tanggung jawab, seseorang membenarkan pelanggaran moral karena ada perintah dari pihak otoritas yang lebih tinggi.Contohnya, seorang pembunuh bayaran tidak merasa beralah, karena yang menyuruhnya adalah sang bos.

- Difusi Tanggung Jawab (Diffusion of Responsibility)Dalam difusi tanggung jawab, pertanggungjawaban atas suatu pelanggaran moral memudar (bias) atas pelanggaran moral karena ditanggung bersama-sama.Sebagai contoh, koruptor tidak merasa bersalah, karena dia melakukan korupsi bersama-sama dengan rekan-rekan kerjanya.

- Pengabaian atau Distorsi Konsekuensi (Disregard or Distortion of Consequences)Dalam pengabaian atau distorsi konsekuensi, seseorang mengabaikan bahaya yang akan ditimbulkan dari perbuatannya.Contohnya, para teroris yang melakukan pemboman, mereka mungkin mengatakan bahwa mereka hanya menaruh bom, kemudian bom itu akan hilang ditelan asap.

- Dehumanisasi (Dehumanization)Dengan menganggap manusia lain sebagai makhluk yang lebih rendah, pelanggaran moral bisa dilakukan tanpa self-contempt.

6

Contohnya, pada zaman dahulu, orang kulit putih bisa dengan semena-mena mempekerjakan dan menyiksa orang kulit hitam karena merasa bahwa orang kulit hitam memiliki derajat yang lebih rendah dari dirinya.

- Atribusi Kesalahan (Attribution of Blame)Dalam atribusi kesalahan, seseorang menyalahkan pihak lain atas pelanggaran moral yang telah diperbuatnya.Contohnya, pemerkosa tidak merasa bersalah karena korban memakai pakaian dan berperilaku menggoda.

Determinisme versus kebebasan (Determinism versus Freedom)Karena manusia bisa mengatur perilakunya sendiri, bukan berarti dia bisa bebas melakukan apa saja sekehendak hatinya. Bandura mendefinisikan kebebasan (freedom) sebagai sejumlah pilihan yang tersedia dan kesempatan untuk melakukannya (Hergenhahn dan Olson, 1997).

Ketidakleluasaan dari pilihan bebas:

1. Inkompetensi (Incompetence)Pada inkompetensi, orang tidak mampu untuk memanfaatkan kesempatan dan pilihan-pilihan yang ada di lingkungan.

2. Ketakutan akan ketidakterjaminan (Unwarranted Fears)Adanya ketakutan bahwa pilihan-pilihan dan kesempatan-kesempatan tidak menjamin keuntungan bagi diri membuat pilihan bebas seseorang terganggu.

3. Kepastian diri yang berlebihan (Excessive Self-Ensure)Rasa kepercayaan diri yang berlebihan mengakibatkan seseorang untuk mengambil pilihan atau kesempatan yang terlalu tinggi, yang tidak sesuai dengan kondisi aktual dirinya, dan pada akhirnya, dia sendiri tidak mampu untuk menjalankannya.

4. Penghambat Sosial, berupa prasangka dan diskriminasi (Social Inhibitors - prejudice, discrimination)Prasangka dan diskriminasi dari masyarakat membuat pilihan bebas seseorang terbatas.

f. Proses Kognitif yang Salah (Faulty Cognitive Processes)Sebagaimana manusia telah belajar tentang kode moral, self-efficacy, dan mampu mengatur perilakunya sendiri, bisa dikatakan bahwa perilaku manusia semuanya melibatkan proses kognitif. Seseorang bisa membayangkan berbagai hal dalam pikiran (imagine) dan bisa memperngaruhi perilaku. Sayangnya, proses kognitif yang salah (faulty cognitive processes) dapat menghambat perilaku atau bahkan bisa memunculkan perilaku yang salah.Sebab-sebab munculnya pemrosesan kognitif yang salah:1. Anak mengevaluasi penampilan

7

Anak-anak cenderung untuk melihat dari penampilan. Pada perkembangannya, melihat berdasarkan penampilan ini bisa memunculkan perilaku yang salah. Misalnya ketika seseorang melihat pria yang kekar, berwajah sangar, dan bertato, orang tersebut bisa saja berperilaku waspada atau menjauhi, atau bahkan takut, karena berdasarkan penampilannya, pria tadi tampak seperti preman.

2. Pemikiran keliru karena salah informasi dan bukti yang tidak mencukupiSeseorang terkadang berperilaku salah karena dia salah mempersepsi suatu hal, bisa disebabkan oleh informasi yang salah ataupun bukti terhadap suatu hal yang tidak cukup. Contohnya, kita mendengar gosip bahwa teman sekelas kita adalah seorang pencuri, kita akan menjauhi teman tersebut, membencinya, atau bahkan mencurigainya (informasi yang salah). Gosip tersebut juga beredar karena bukti belum cukup, tapi orang sudah berperilaku mencurigai duluan.

3. Pemrosesan informasi yang keliruSeseorang terkadang percaya orang lain begini atau begitu, dan itu mempengaruhi persepsinya terhadap orang lain. Misalnya, seseorang percaya bahwa petani itu bodoh, maka orang tersebut akan menyimpulkan bahwa setiap petani yang dia temui adalah bodoh.

8

II

APLIKASI TEORI BANDURA

Contoh aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar untuk mengendarai sepeda. Ditahap perhatian, si anak akan tertarik mengamati para pengendara sepeda dibanding dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang dia anggap kurang menarik. Oleh karena itu, ia akan mengamati bagaimana seseorang mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap penyimpanan dalam ingatan si anak akan tersimpan bahwa bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika waktunya tepat ia akan meminta ayahnya (semisal) untuk mengajarinya mengendarai sepeda. Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksi di mana si anak kemudian benar-benar belajar mengendarai sepeda bersama sang ayah. Ketika anak itu sudah berhasil, di sinilah tugas sang ayah untuk memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan sang anak sekaligus merupakan tahap motivasi.

Beberapa contoh lain dijelaskan dalam poin-poin berikut:

Iklan mie instan, di iklan tersebut diperlihatkan seseorang yang sedang melihat orang lain makan mie instan dengan nikmatnya, membuatnya pada akhirnya makan mie instan yang sama.

Melihat kecelakaan di konser sebuah band nasional yang mengakibatkan seseorang meninggal, seorang pemudi yang tadinya hendak menonton konser band tersebut di kotanya menggagalkan niatnya.

Kejadian perampokan/pembacokan yang baru-baru ini terjadi di depan jalan sebuah perumahan di Ring Road Utara, memakan korban, membuat orang takut untuk lewat jalan tersebut, dan memilih melewati jalan lain.

Iklan sebuah pasta gigi memperlihatkan seorang anak yang meniru kebiasaan ayahnya makan, ribut sendiri karena menonton bola, dan cara ayahnya menggosok gigi.

Seorang balita yang kecanduan rokok dan berkata kasar karena lingkungan (orang-orang dewasa) sekitar terbiasa merokok dan berkata kasar.

Seorang anak melompat dari lantai 4 sebuah rumah susun dengan menggunakan seprai setelah melihat film superhero.

Sosialisasi penggunaan helm dan mengendarai motor yang baik menggunakan suatu film pendek yang mengilustrasikan seorang pemuda yang naik motor ugal-ugalan dan tidak memakai helm, berakibat fatal; kaum muda yang melihatnya menggunakan helm dan berkendara aman tak hanya untuk menghindari ditilang polisi, tetapi untuk mengamankan dirinya.

Serangkaian novel yang bercerita tentang percintaan vampir dengan manusia menjadi bestseller, memacu penulis lain untuk menulis novel-novel yang bercerita tentang percintaan vampir-manusia.

Seorang selebritis mulai berkecimpung di dunia politik, menambah kesuksesannya, selebritis lain juga akhirnya banyak yang terjun ke dunia politik.

9

Belakangan ini, ada aktor/aktris yang mencoba peruntungan di dunia tarik suara, dan cukup sukses. Melihat hal ini banyak aktor/aktris lain yang mulai ikut-ikutan terjun di dunia tarik suara.

Sinetron-sinetron yang memiliki high rating saat ini adalah bercerita tentang cinta dan judul sinetronnya adalah nama sang tokoh utama. Banyak sinetron-sinetron baru yang bermunculan bertema cinta dan judulnya pun adalah nama sang tokoh utama.

Di negara yang terkenal dengan sebutan negara adikuasa, mulai booming selebritis yang terjun ke usaha garmen, diawali dengan segelintir selebritis yang mulai mempunyai usaha parfum atau clothing brand.

Memenuhi kebutuhan transportasi anak muda, sebuah perusahaan mobil ternama mendesain sebuah mobil yang berjiwa muda, dengan ciri mobil kecil (untuk 4 orang) dan berbentuk kapsul dengan lekukan-lekukan di bodi mobilnya. Melihat jumlah penjualannya, kini banyak produsen mobil yang memproduksi mobil dengan bentuk yang mirip.

Sebuah perusahaan telekomunikasi di sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Asia memproduksi secara massal ponsel murah dengan tombol QWERTY. Karena jumlah penjualannya, banyak produsen di negara yang sama, bahkan Indonesia sendiri memproduksi ponsel dengan bentuk yang sama.

Seorang anak melihat temannya yang terluka karena terkena petasan, anak itu pun menghindari main petasan.

Seorang pemuda melihat kesuksesan seorang bintang sepak bola dunia, memacunya untuk berlatih sepak bola sebaik mungkin, berharap bisa mengikuti jejak bintang sepak bola tersebut.

Seorang remaja melihat sekelompok remaja lain perform dance dengan gemilang, remaja ini pun mulai belajar dan berlatih dance serupa.

Ada seorang yang kecopetan ponselnya yang dia taruh di tasnya, mengetahui hal tersebut, seseorang mengindari menaruh ponsel di tas.

Seorang anak melihat ibunya makan bakso, dia juga ingin memakannya dan meminta pada ibunya. Namun, sang ibu menunjukkan ekspresi kepedasan dan akhirnya si anak tidak mau memakan bakso tersebut.

10

III

REFLEKSI

Melalui materi dan tugas mengenai teori Bandura ini, kami berefleksi:

A. Yang telah dipelajari:- Manusia bisa belajar melalui perilaku orang lain.- Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk.- Manusia dapat memetik pelajaran dari obyek yang menjadi modelnya.

B. Yang dirasakan:- Menjadi sadar bahwa perilaku manusia banyak yang merupakan hasil dari modelling,

tak heran iklan banyak yang sukses.- Merasa termotivasi akan penguatan-penguatan yang diberikan pada suatu perilaku.- Relevan untuk dialami dalam kehidupan sehari-hari.

C. Nilai baru yang didapatkan:- Penguatan penting untuk membentuk suatu perilaku tertentu.- Model yang baik diperlukan untuk menjadi contoh perilaku.- Manusia dapat berproses melalui informasi.

D. Yang dapat dilakukan untuk sesama:- Memberikan contoh yang baik (menjadi model yang baik), karena kita hidup dengan

orang lain, sehingga orang lain tidak menirukan tindakan kita yang kurang berkenan.- Kita bisa memanipulasi perilaku orang lain dengan pengetahuan tentang penguatan.

11

DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 1997. An Introduction to Theories of Learning, 3rd edition. New Jersey: Prentice-Hall International

Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar), edisi ke-7. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Grafindo Persada

Sumber Video:

Children See, Children Do: www.youtube.com

12

Lampiran

PELAKSANAAN PRESENTASI

A. WAKTU PELAKSANAANHari, Tanggal : Jumat, 26 November 2010Waktu : 07.10 – 08.35 WIB (85 menit)Tempat : K. 302

Kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

B. ALOKASI WAKTU06.30 – 07.10 Persiapan07.10 – 07.50 Presentasi Kelompok Bandura 107.50 – 08.10 Presentasi Kelompok Bandura 208.10 – 08.25 Performance (Simulasi Aplikasi Teori Bandura)08.25 – 08.35 Refleksi

C. FEEDBACK AUDIENCE PRESENTASI BANDURA 1g. I Gusti Ajeng Diah (099114132)

Pertanyaan : Mengenai vicarious reinforcement dan vicarious punishment. Apabila seorang anak pada suatu waktu mengalami vicarious punishment, dan pada suatu waktu dia melakukan perilaku yang diberikan vicarious punishment tadi, apakah perilaku ini termasuk delayed modelling?

Jawaban : Ketika kita mengalami vicarious punishment, perilaku itu akan terhambat. Jadi jika suatu ketika perilaku itu muncul, pasti ada faktor lain.

h. Efrita Karlina (099114138)Pertanyaan : Dari empat proses yang mempengaruhi belajar, adakah yang

membutuhkan waktu lebih lama?Jawaban : Tidak ada penjelasan signifikan dari teori Bandura, mana proses yang

lebih lama. Tetapi menurut kelompok kami, hal itu tergantung kapasitas masing-masing orang, karena dalam proses attentional hingga retentional, informasi berusaha disimpan.

13

i. Novitha Ekajaya (099114119)Pertanyaan : Dari video klip “Children See, Children Do” tampak lebih banyak

perilaku negatif. Apakah perilaku negatif lebih mudah ditiru? Contoh positifnya apa saja selain “jabat tangan” dan “mengucapkan terima kasih”?

Jawaban :- Apakah perilaku negatif lebih mudah ditiru?

Tidak. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, lebih banyak orang yang melakukan tindakan negatif, dan apa yang mereka lakukan itu “tampak” negatif.

- Contoh modelling positif selain jabat tangan atau mengucapkan terima kasih:Misalnya adalah meniru kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur.

Catatan mengenai kerjasama kelompok Bandura 1 dan Bandura 2:

1. Persiapan performance berupa dance dipersiapkan mulai dari awal sampai akhir oleh kelompok Bandura 1.

2. Mekanisme pelaksanaan presentasi dibicarakan bersama antara kelompok Bandura 1 dan Bandura 2.

3. Penyiapan kelas untuk presentasi dan performance disiapkan bersama antara kelompok Bandura 1 dan Bandura 2.

14

INTISARI TEORI

TEORI KOGNITIF SOSIAL BANDURA

VICARIOUS REINFORCEMENT

Subyek (pengamat) melihat (mengobservasi) reinforcement (penguat) yang diberikan kepada modelnya.

VICARIOUS PUNISHMENT

Subyek (pengamat) melihat (mengobservasi) punishment (hukuman) yang diberikan kepada modelnya.

DELAYED MODELLING

Subyek (pengamat) tidak menunjukkan hasil belajar dari pengalaman modelling sampai suatu waktu dimana pengalaman modelling tersebut berhenti.

EMPAT PROSES YANG MEMPENGARUHI BELAJAR:

1. ATTENTIONAL PROCESSES

Subyek (pengamat) menaruh perhatian pada suatu perilaku/model.

2. RETENTIONAL PROCESSES

Subyek (pengamat) menyimpan informasi dari pengalaman mengamati dalam ingatan.

3. BEHAVIORAL PRODUCTION PROCESSES

Proses dimana apa yang pernah dipelajari subyek (pengamat) diproduksi menjadi perilaku.

4. MOTIVATIONAL PROCESSES

Perilaku yang dihasilkan subyek (pengamat) bila mendapat reinforcement (penguatan) akan menjadi perilaku tetap.

RECIPROCAL DETERMINISM (DETERMINISME RESIPROK)

Individu, Lingkungan, dan Perilaku Individu saling berinteraksi menghasilkan suatu perilaku tertentu.

15

SELF REGULATED BEHAVIOR

Individu menentukan perilakunya sendiri.

Subyek mempelajari standar performa dari model dan standar performa menjadi basis dari self-evaluation terhadap perilakunya.

Perilaku ditentukan oleh standar perilaku, moral code, atau imajinasi subyek.

MORAL CONDUCT (PERTIMBANGAN MORAL)

a. Moral Code: standar moral yang berkembang melalui interaksi dengan model.

b. Self-Contempt: menyalahkan diri sendiri atas sebuah pelanggaran moral.

c. Pembenaran diri terhadap pelanggaran moral:

- Moral Justification: membenarkan pelanggaran moral karena alasan yang lebih mulia.

- Euphemistic Labelling: menyebut hal yang kasar sebagai suatu ungkapan yang halus.

- Advantageus Comparison: membandingkan perilaku pelanggaran moral dengan pelanggaran lain yang lebih berat, sehingga subyek bisa membenarkan diri.

- Displacement of Responsibility: pelanggaran moral dibenarkan karena ada perintah dari pihak otoritas yang lebih tinggi.

- Diffusion of Responsibility: pertanggungjawaban yang memudar (bias) atas pelanggaran moral karena ditanggung bersama-sama.

- Disregard or Distortion of Consequences: subyek mengabaikan bahaya akan ditimbulkan dari perbuatannya.

- Dehumanization: dengan menganggap manusia lain sebagai makhluk yang lebih rendah, pelanggaran moral bisa dilakukan tanpa self-contempt.

- Attribution of Blame: Menyalahkan pihak lain atas apa yang telah diperbuatnya.

DETERMINISM vs FREEDOM

Manusia tidak bisa berperilaku semaunya sendiri.

Freedom menurut Bandura adalah opsi yang tersedia bagi seseorang dan kesempatan untuk melakukannya.

16

FAULTY COGNITIVE PROCESSES

Proses kognitif yang salah (dalam hal ini imajinasi) yang menghambat keefektifan dan efisiensi interaksi dengan lingkungan sosial dan fisik.

Alasan-alasan berkembangnya faulty cognitive processes:

1. Anak mengevaluasi penampilan

2. Pemikiran keliru karena salah informasi dan bukti yang tidak mencukupi

3. Pemrosesan informasi yang keliru

17