telur asin limbah udang

47
KANDUNGAN BETA KAROTEN DAN NILAI GIZI TELUR ASIN DARI ITIK YANG MENDAPAT PAKAN LIMBAH UDANG SKRIPSI TRI RIZKI MIRANTY GUMAY PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: hookeriana

Post on 01-Jul-2015

2.362 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: telur asin limbah udang

KANDUNGAN BETA KAROTEN DAN NILAI GIZI TELUR ASIN DARI ITIK YANG MENDAPAT PAKAN LIMBAH UDANG

SKRIPSI

TRI RIZKI MIRANTY GUMAY

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 2: telur asin limbah udang

RINGKASAN

TRI RIZKI MIRANTY GUMAY. D14202057. 2009. Kandungan Beta Karoten dan Nilai Gizi Telur Asin dari Itik yang Mendapat Pakan Limbah Udang. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang bernilai gizi tinggi. Kandungan gizi telur itik salah satunya dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi oleh itik tersebut. Limbah udang dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak karena limbah udang masih memiliki nilai gizi yang tinggi dan harganya murah sehingga sesuai digunakan untuk tambahan dalam ransum. Pengawetan telur dengan pengasinan akan mengubah kandungan gizi dari telur asin yang dihasilkan dibandingkan telur segarnya. Telur itik digunakan dalam pembuatan telur asin karena mempunyai pori-pori kulit yang besar sehingga mudah menyerap air dan sangat baik untuk diolah menjadi telur asin.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pakan limbah udang terhadap kandungan gizi telur segar. Penelitian juga mempelajari pengaruh pengasinan terhadap perubahan kandungan gizi telur terutama terhadap kandungan beta karotennya. Penelitian diawali dengan pembuatan telur asin dari telur itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa limbah udang. Telur segar maupun telur asin dari masing-masing perlakuan yang dilakukan dari 3 kali ulangan diuji terhadap kandungan gizi meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, kadar serat kasar, kadar lemak kasar, kadar kalsium, dan kadar beta karoten. Hasil uji kandungan gizi telur segar dan telur asin dianalisis dengan Anova lalu dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengujian kandungan beta karoten dilakukan secara komposit pada semua perlakuan pakan yang berbeda baik untuk telur asin maupun telur segar dan hasilnya diinterpretasikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan penambahan limbah udang berpengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan kadar abu telur segar, kadar serat kasar telur segar, kadar lemak kasar telur segar, serta kadar kalsium telur segar dan telur asin. Proses pengasinan berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, kadar lemak kasar, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar kalsium. Penambahan limbah udang pada pakan menyebabkan warna kuning telur itik menjadi kuning kemerahan yang setara dengan nilai 14 pada standar nilai indeks kuning telur. Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan tambahan pada peternakan itik sangat disarankan. Kata-kata kunci : telur itik, limbah udang, pengasinan, nilai gizi telur itik, kadar beta

karoten

Page 3: telur asin limbah udang

ABSTRACT

CONTENT OF BETA CAROTEN AND SALTED EGG NUTRIENT FROM DUCK WHICH HAVE SHRIMP WASTE FEED

Gumay, T.R.M, Wulandari, Z., Maheswari, R.R.A

Egg was animal food product which has excelent nutrient. Duck egg nutrition composition was influenced by feed consumed. Shrimp waste could be used as feed for duck because it has good nutrient composition and cheaper compared to fish flour. Egg preservation by salted that allowed penetration salt solution could change nutrition composition in the egg. Duck egg was used as raw material for salted egg processing because it has big pore at the shell allow then to absorb water and suitable for produce salted egg. The aim of this research was to study the effect of feeding duck by shrimp waste and preservation of egg by brinning salted pickled on nutrition and beta caroten of the salted egg. The variable determinant were values of water, ash, protein, fiber, fat, calsium, and beta carotene contained in the eggs. The data were analyzed by variance showed that shrimp waste influenced values of ash, protein, fiber, fat, and calsium. Egg salted processing influenced values of water, ash, protein, fiber, and fat. Shrimp waste in feed resulted yolk has orange colour. Keywords : Duck egg, shrimp waste, salty, content of duck egg nutrient, beta caroten

Page 4: telur asin limbah udang

KANDUNGAN BETA KAROTEN DAN NILAI GIZI TELUR ASIN DARI ITIK YANG MENDAPAT PAKAN LIMBAH UDANG

TRI RIZKI MIRANTY GUMAY

D14202057

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 5: telur asin limbah udang

KANDUNGAN BETA KAROTEN DAN NILAI GIZI TELUR ASIN DARI ITIK YANG MENDAPAT PAKAN LIMBAH UDANG

Oleh : TRI RIZKI MIRANTY GUMAY

D14202057

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Oktober 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA NIP. 132 206 246 NIP. 131 671 595

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP. 131 955 531

Page 6: telur asin limbah udang

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1985 di Jakarta. Penulis merupakan

anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Mochamad Imransyah dan Etty

Surtiasih.

Pendidikan formal pertama penulis didapatkan di Taman Kanak-kanak Dua

Mei dan diselesaikan pada tahun 1990. Pendidikan dasar penulis selesaikan di SD

Kampung Utan 2, Ciputat, Tanggerang pada tahun 1996. Pendidikan menengah

pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP 87 Jakarta dan pendidikan menengah

umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 47 Jakarta.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Perrtanian Bogor pada tanggal 15

Agustus 2002 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selanjutnya penulis terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi Teknologi Hasil

Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti

berbagai kepanitian di lingkungan BEM TPB, BEM IPB dan Fakultas Peternakan

IPB. Penulis juga berpartisipasi dalam kepengurusan Himaproter periode 2004-2005.

Page 7: telur asin limbah udang

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai

tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana pada Program Studi

Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor. Penulis mencoba memberikan informasi mengenai manfaat limbah

udang dalam pakan itik dan pengaruhnya terhadap komposisi kimia telur segar dan

telur asin yang dihasilkan dari itik-itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa

penambahan limbah udang.

Penelitian ini diawali dengan pembuatan telur asin menggunakan metode

pengasinan dengan bahan batu bata merah, garam dan air. Setelah itu dilakukan uji

kimia kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak, kalsium, dan beta karoten

pada telur asin dan telur segar dari perlakuan pakan yang berbeda tersebut.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Penulis

mengharapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, Oktober 2009

Penulis

Page 8: telur asin limbah udang

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ............................................................................................ i

ABSTRACT .................................................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... ....................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan ..................................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3

Telur ........................................................................................................ 3 Pengasinan .............................................................................................. 4 Perubahan Kimia Telur saat Proses Pengasinan ..................................... 5 Limbah Udang ........................................................................................ 7

METODE ..................................................................................................... 9

Lokasi dan Waktu ................................................................................... 9 Materi ...................................................................................................... 9 Rancangan ............................................................................................... 10 Perlakuan ..... ..................................................................................... 10 Model ................................................................................................ 10 Peubah ............................................................................................... 11 Kadar Air .................................................................................... 11 Kadar Abu ................................................................................... 11 Kadar Protein Kasar .................................................................... 11 Kadar Serat Kasar . ...................................................................... 12 Kadar Lemak Kasar .................................................................... 14 Kadar Kalsium ............................................................................ 14 Kadar Beta Karoten .................................................................... 15

Page 9: telur asin limbah udang

Analisis Data .................................................................................... 18 Prosedur . ................................................................................................. 18 Pembuatan Telur Asin ...................................................................... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 20

Kadar Air .................................................................................... 20 Kadar Abu ................................................................................... 21 Kadar Protein Kasar .................................................................... 22 Kadar Serat Kasar . ...................................................................... 23 Kadar Lemak Kasar .................................................................... 23 Kadar Kalsium ............................................................................ 24 Kadar Beta Karoten .................................................................... 25

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 27

Kesimpulan ................................................................................. 27 Saran ........................................................................................... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 29

LAMPIRAN................................................................................................... 31

Page 10: telur asin limbah udang

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Telur Itik Segar Telur Itik yang Diasin ... ............. 4

2. Komposisi Kimia Limbah Udang dan Kulit Udang ... ....................... 7

3. Kadar Air Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang ........................................... 20 4. Kandungan Gizi Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang .............................. 21 5. Kandungan Beta Karoten Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang ................... 25

Page 11: telur asin limbah udang

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Telur Menurut Stadelman dan Cotterill (1995) ... ................. 3

2. Tahapan Proses Pembuatan Telur Asin ... ............................................ 19

3. Warna Kuning Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang ... .......................................... 26

Page 12: telur asin limbah udang

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tabel Rataan dan Standar Deviasi Komposisi Kimia Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang ... .................................................................................. 32

2. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Air ... ..................................... 33

3. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Abu ... .................................... 33

4. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Protein Kasar ... ..................... 33

5. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Serat Kasar ... ........................ 33

6. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Lemak Kasar ... ..................... 33

7. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Kalsium ... ............................. 33

Page 13: telur asin limbah udang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang bernilai gizi tinggi.

Ternak unggas yang menghasilkan telur antara lain itik. Kandungan gizi telur itik

salah satunya dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh itik tersebut. Komposisi

kimia yang terkandung didalam telur yaitu air, protein, karbohidrat, lemak, serta

beberapa vitamin dan mineral seperti Ca. Diantara beberapa vitamin yang terkandung

dalam telur, vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh untuk

kelangsungan hidup manusia.

Pemanfaatan limbah udang sebagai campuran pakan ternak sudah umum

dilakukan oleh peternak itik yang terletak di lingkungan tambak udang. Limbah

udang menghasilkan pakan ternak dengan nilai gizi ransum yang tinggi dan harganya

lebih murah dibandingkan tepung ikan yang digunakan sebagai sumber protein.

Penggunaan limbah udang sebagai pakan ternak dengan demikian dapat membantu

optimalisasi pemanfaatan limbah udang yang jumlahnya di Indonesia diperkirakan

mencapai 119.880 ton per tahun. Limbah udang secara alamai mengandung pigmen

karotenoid sehingga akan meningkatkan kualitas warna dari kuning telur.

Permasalahan dalam pemasaran produk asal ternak adalah karakteristik

produk yang merupakan bahan pangan yang mudah rusak, sehingga proses

pengawetan merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. Pengasinan merupakan

salah satu cara mengawetkan telur untuk memperpanjang masa simpan. Selain itu,

rasa asin telur yang dihasilkan menjadikan telur sebagai makanan yang disukai oleh

konsumen. Telur itik biasa digunakan peternak unggas untuk membuat telur asin

karena mempunyai pori-pori kulit yang lebih besar dibandingkan telur ayam,

sehingga kemampuannya dalam menyerap air sangat mudah dan sangat baik jika

diolah menjadi telur asin. Telur asin merupakan telur hasil olahan yang melibatkan

proses pengasinan serta pemanasan. Proses tersebut akan mempengaruhi kandungan

gizi dari telur asin yang dihasilkan.

Penelitian ini mempelajari tentang pemanfaatan limbah udang dalam pakan

itik dan pengaruhnya terhadap kandungan gizi, khususnya beta karoten dalam telur

segar dan setelah diolah menjadi telur asin. Penelitian ini diharapkan mampu

memberikan informasi tentang manfaat limbah udang dalam pakan itik dan

Page 14: telur asin limbah udang

pengaruhnya terhadap kandungan gizi telur segar dan telur asin yang dihasilkan dari

itik-itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa limbah udang.

Page 15: telur asin limbah udang

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang bernilai gizi tinggi.

Ternak unggas yang menghasilkan telur antara lain itik. Kandungan gizi telur itik

salah satunya dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh itik tersebut. Komposisi

kimia yang terkandung didalam telur yaitu air, protein, karbohidrat, lemak, serta

beberapa vitamin dan mineral seperti Ca. Diantara beberapa vitamin yang terkandung

dalam telur, vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh untuk

kelangsungan hidup manusia.

Pemanfaatan limbah udang sebagai campuran pakan ternak sudah umum

dilakukan oleh peternak itik yang terletak di lingkungan tambak udang. Limbah

udang menghasilkan pakan ternak dengan nilai gizi ransum yang tinggi dan harganya

lebih murah dibandingkan tepung ikan yang digunakan sebagai sumber protein.

Penggunaan limbah udang sebagai pakan ternak dengan demikian dapat membantu

optimalisasi pemanfaatan limbah udang yang jumlahnya di Indonesia diperkirakan

mencapai 119.880 ton per tahun. Limbah udang secara alamai mengandung pigmen

karotenoid sehingga akan meningkatkan kualitas warna dari kuning telur.

Permasalahan dalam pemasaran produk asal ternak adalah karakteristik

produk yang merupakan bahan pangan yang mudah rusak, sehingga proses

pengawetan merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. Pengasinan merupakan

salah satu cara mengawetkan telur untuk memperpanjang masa simpan. Selain itu,

rasa asin telur yang dihasilkan menjadikan telur sebagai makanan yang disukai oleh

konsumen. Telur itik biasa digunakan peternak unggas untuk membuat telur asin

karena mempunyai pori-pori kulit yang lebih besar dibandingkan telur ayam,

sehingga kemampuannya dalam menyerap air sangat mudah dan sangat baik jika

diolah menjadi telur asin. Telur asin merupakan telur hasil olahan yang melibatkan

proses pengasinan serta pemanasan. Proses tersebut akan mempengaruhi kandungan

gizi dari telur asin yang dihasilkan.

Penelitian ini mempelajari tentang pemanfaatan limbah udang dalam pakan

itik dan pengaruhnya terhadap kandungan gizi, khususnya beta karoten dalam telur

segar dan setelah diolah menjadi telur asin. Penelitian ini diharapkan mampu

memberikan informasi tentang manfaat limbah udang dalam pakan itik dan

Page 16: telur asin limbah udang

2

pengaruhnya terhadap kandungan gizi telur segar dan telur asin yang dihasilkan dari

itik-itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa limbah udang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian limbah

udang dalam pakan itik dan proses pengasinan telur yang dihasilkan terhadap

kandungan gizi telur itik segar serta perubahan kandungan gizi dari telur asin yang

diproduksi meliputi kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium,

dan beta karoten.

Page 17: telur asin limbah udang

3

TINJAUAN PUSTAKA

Telur

Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat

gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Protein telur memiliki

susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan standar untuk

menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk

peternakan yang kaya gizi, juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan

pangan yang mudah rusak (Winarno dan Koswara, 2002).

Telur secara umum mengandung komponen utama yang terdiri atas air,

protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Perbedaan komposisi kimia antara

spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya yang

dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungan.

Membran vitelin adalah salah satu bagian dari kuning telur yang amat penting

selama proses pengasinan karena mendorong air keluar dari kuning telur dan

mencegah air masuk, mendorong NaCl masuk kedalam kuning telur dan mencegah

NaCl keluar (Romanoff dan Romanoff, 1963). Struktur telur berdasarkan Stadelman

dan Cotterill (1995), memperlihatkan adanya lapisan-lapisan pada telur, sehingga

pada telur yang diasinkan, garam akan masuk secara bertahap dari putih telur ke

kuning telur (Gambar 1.).

Gambar 1. Struktur Telur menurut Stadelman dan Cotterill (1995)

Page 18: telur asin limbah udang

4

Bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori dengan bentuk yang tidak

beraturan sebagai jalan keluar-masuk atau pertukaran air, gas dan bakteri ke dalam

telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200 lubang/cm2 luas

permukaan kulit telur. Pori-pori berukuran sangat kecil sekitar 0,01-0,07 mm2 dan

tersebar di seluruh permukaan kulit telur (Sirait, 1986). Komposisi kimia telur itik

segar dibandingkan dengan telur itik yang diasin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Itik Segar dengan Telur Itik yang Diasin

Bahan Pangan Air (g)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Ca (mg)

Vit. A (SI)

Telur itik segar 70,8 13,1 14,3 0,8 56 1230 Telur itik diasin 66,5 13,6 13,6 1,4 120 841 Sumber: Poedjiadi (1994).

Bahan penyusun terbesar dari putih telur setelah air adalah protein. Protein

putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Protein globular

merupakan protein yang berbentuk bola. Protein ini larut dalam larutan garam dan

asam encer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsenterasi garam,

pelarut asam dan basa dibandingkan protein serabut. Protein ini juga mudah

terdenaturasi (Winarno, 1997).

Pengasinan

Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin

dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam

dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan

tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan

plasmolisis sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel

dan plasmolisis sel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen

terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (aw atau kandungan

air bebas dalam bahan pangan). Proses pengasinan yang berhasil dengan baik

ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin tersebut bersifat

stabil, aroma dan rasa telurnya terasa nyata, penampakan putih dan kuning telurnya

baik (Winarno dan Koswara, 2002).

Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar daripada

tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk ke dalam telur.

Page 19: telur asin limbah udang

5

Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi

adalah sebagai berikut : garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-.

Kedua ion tersebut berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang,

lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin, dan selanjutnya

ke dalam kuning telur (Sukendra, 1976).

Perubahan Kimia Telur saat Proses Pengasinan

Denaturasi Protein

Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi struktur

sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-

ikatan kovalen. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu oleh

panas, pH, bahan kimia, gelombang suara, tekanan yang tinggi dan mekanik.

Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang

akhirnya menyebabkan denaturasi protein (Winarno, 1997).

Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan

membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi

pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit

ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai

suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan

antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, maka

terbentuklah gel (Winarno, 1997).

Koagulasi

Perubahan struktur molekul protein telur adalah akibat dari hilangnya

kelarutan, dan pengentalan, atau perubahan dari bentuk cair (sol) menjadi padat atau

semi padat (gel) yang dapat disebabkan oleh pemanasan, perlakuan mekanik, garam,

asam, alkali, dan bahan alkali lain seperti urea. Perubahan dari sol menjadi gel ini

disebut koagulasi (Stadelman dan Cotteril, 1995).

Konsentrasi terbesar dalam lapisan putih telur adalah ovomucin. Mucin

berperan dalam proses koagulasi. Kalaza mempunyai kandungan mucin yang tinggi

dan mempunyai daya tahan terhadap penggumpalan. Sebaliknya, kuning telur

mengandung komponen non protein yang merupakan subyek penggumpalan. Bila

dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang,

Page 20: telur asin limbah udang

6

akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini

disebut sebagai salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsenterasi

tinggi, maka protein akan mengendap (Winarno, 1997).

Proses Kemasiran Telur

Telur itik yang diasinkan dengan garam akan mempunyai karakteristik

kuning telur yang diinginkan seperti : keluaran minyak, warna orange, dan kemasiran

yang lebih baik dibanding dengan pengasinan telur ayam (Chi dan Tseng, 1998; Lai

et al., 1999). Menurut Lai et al. (1997), mayoritas lemak kuning telur adalah dalam

bentuk low density lipoprotein (LDL). Lemak yang muncul ke permukaan telur rebus

yang belum diasin hanya sedikit, sebaliknya lemak yang muncul ke permukaan telur

yang sudah diasin semakin besar. Hal ini terjadi karena selama pengasinan, low

density lipoprotein (LDL) kuning telur bereaksi dengan garam. Akibat reaksi tersebut

struktur low density lipoprotein (LDL) menjadi rusak, kemudian lemaknya menjadi

bebas dan muncul ke permukaan.

Chi dan Tseng (1998) mengatakan, bahwa selama pengasinan terjadi

perpindahan air dari kuning telur menuju putih telur. Dehidrasi selama pengasinan

ini meningkatkan keluarnya minyak. Lai et al. (1999) menyatakan, besarnya minyak

yang keluar seiring dengan pembentukan butiran-butiran berpasir pada kuning telur.

Padatan granul polihedral dijumpai pada telur yang sudah diasin. Padatan

granul polihedral ini semakin rapat seiring dengan adanya dehidrasi selama

pengasinan, ukuran granul juga menjadi lebih besar. Pembesaran granul ini sebagai

akibat masuknya air garam kedalam granul dan reaksi garam dengan low density

lipoprotein (LDL) didalam granul. Granul polihedral inilah yang memberi kesan atau

tekstur masir (Chi dan Tseng, 1998).

Kemasiran kuning telur meningkat seiring dengan lamanya pengasinan (Lai

et al. ,1999). Tekstur masir ini mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen (Chi

dan Tseng, 1998).

Warna kuning telur sebelum diasin adalah kuning, warna berubah menjadi

kuning kecoklatan, coklat tua, orange, atau kuning cerah setelah proses pengasinan

(Lai et al., 1999). Perubahan warna kuning telur tersebut berhubungan dengan

hilangnya air dan sejumlah lemak yang menjadi bebas, pada kuning telur. Kadar air

Page 21: telur asin limbah udang

7

mempengaruhi konsentrasi pigmen, sedangkan lemak bebas mempengaruhi

keluarnya pigmen.

Limbah Udang

Udang (Litopenaeus vannamei) termasuk filum Arthopoda, kelas Crustacea,

ordo Decapoda, dan sub ordo Natania. Tubuh udang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu

bagian kepala, perut dan ekor. Bagian kepala dapat mencapai 36-49%, bagian daging

mencapai 24-41% dan bagian kulit dan ekor mencapai 17-23%. Proses pengolahan

udang menghasilkan limbah padat, antara lain kepala, limbah udang, kaki, dan ekor.

Limbah tersebut mudah sekali busuk akibat mikroba, sehingga dapat menyebabkan

pencemaran lingkungan. Limbah udang memerlukan penanganan yang tepat agar

dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Dinas Perikanan, 2009).

Cangkang udang merupakan salah satu limbah dari proses pengolahan produk

perikanan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak

dengan kandungan protein yang cukup tinggi. Selain dimanfaatkan sebagai bahan

campuran ransum ternak, limbah udangpun dimanfaatkan sebagai bahan campuran

dalam pembuatan terasi, petis, atau kerupuk udang, sehingga memiliki nilai

ekonomis yang relatif rendah (Dinas Perikanan, 2009). Komposisi kimia limbah

udang dan kulit udang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Limbah Udang dan Kulit Udang

Komposisi Limbah Udang* Kulit Udang Protein kasar (%) 35,8 16,9 Lemak (%) 9,9 0,6 Serat Kasar (%) 13,20** Abu (%) 38,1 63,6 Ca (%) 12,3 24,8 Astaxanthin (ppm) 78 108

Keterangan: * kepala, kulit, dan ekor (No et al., 1989) **Hartadi et al., 1997

Proses pengolahan lanjut mampu mengubah limbah kulit udang dan cangkang

kepiting menjadi khitin dan khitosan. Produk bernilai ekonomis tinggi itu bisa

dimanfaatkan sebagai obat antikolesterol, obat pelangsing tubuh, perban penghenti

pendarahan, dan bahan kaus yang mampu menyerap keringat. Perban berkhasiat

yang mampu menahan rapat-rapat aliran darah dibuat dari bahan khitosan. Khitosan

merupakan hasil olahan dari limbah kulit udang, kulit lobster, dan cangkang kepiting.

Page 22: telur asin limbah udang

8

Serat dari khitosan ini bisa pula dipakai untuk bahan pakaian dalam seperti kaus

singlet, kaus oblong, dan kaus kaki bermutu tinggi. Kaus dari serat bahan khitosan

ini mampu menyerap keringat dan menyerap bau badan secara maksimal. Disamping

itu, daya serap serat khitosan tadi amat cocok sebagai materi tambahan untuk

pembuatan kain tekstil. Berdasarkan riset, serat khitosan mampu mempertahankan

warna dari kain tekstil agar tetap cerah walaupun sudah dicuci berkali- kali. Serat

dari khitosan ini bagus pula dipakai sebagai bahan penyaring, serta bisa pula dipakai

untuk membunuh bakteri dan organisme alami yang muncul (Dinas Perikanan,

2009).

Page 23: telur asin limbah udang

9

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan itik Muara Angke. Pengujian

kandungan gizi telur dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fakultas MIPA, Fakultas

Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari-Juni 2009.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan telur asin yaitu telur itik

segar yang diperoleh dari peternak itik di Muara Angke untuk telur dari itik yang

mendapat pakan limbah udang serta telur itik tanpa penambahan limbah udang dalam

pakannya. Bahan lain yang digunakan adalah batu bata merah, garam, dan air.

Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian kualitas kimia telur meliputi sampel

uji yaitu telur asin dan telur segar dengan perlakuan pakan dengan atau tanpa

penambahan limbah udang. Bahan untuk analisis protein kasar yaitu sampel uji,

K2SO4, HgO, H2SO4, HCl, air, NaOH, H3BO3, indikator metil merah dan biru dalam

alkohol, bahan lain untuk analisis serat kasar yaitu sampel uji, petroleum eter, buffer

fosfat 0,1M, enzim alfa amylase, aquades, HCl, enzim pepsin, NaOH 0,1 N, enzim

pankreatin, garam celite kering, etanol 90 %, dan aseton, bahan lain untuk analisis

lemak yaitu sampel uji dan heksana, bahan lain untuk analisis kalsium yaitu kalsium

oksalat, H2SO4, KMnO4, akuades, larutan abu, larutan amonium oksalat, indikator

metil merah, amonia encer, dan asam asetat, bahan lain untuk analisis beta karoten

vitamin A yaitu sampel uji, kuinol, etanol, potassium hidroksida, petroleum eter,

aquades, dietil eter, alkohol absolut, alumina netral, dan pereaksi carr-price.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan telur asin yaitu panci dan

kompor. Peralatan untuk analisis kadar air yaitu oven, cawan, timbangan, dan

desikator. Peralatan untuk analisis abu yaitu timbangan, cawan pengabuan, alat

bakar, dan tanur. Peralatan untuk analisis protein kasar yaitu labu kjeldahl, pemanas

kjeldahl, pengisap uap, apirator, destilasi, labu Erlenmeyer, kondensor, dan alat

titrasi. Peralatan untuk analisis serat kasar yaitu labu Erlenmeyer, pengaduk,

alumunium foil, waterbath, pompa vakum, kertas saring, oven, tanur, desikator, dan

timbangan. Peralatan untuk analisis lemak yaitu timbangan, selongsong kertas,

kapas, oven, alat soxhlet, labu lemak, dan batu didih. Peralatan untuk analisis

Page 24: telur asin limbah udang

10

kalsium yaitu pipet titrasi, gelas piala, pemanas, kertas saring whatman no. 42, dan

batang gelas. Peralatan untuk analisis beta karoten vitamin A yaitu timbangan, labu

Erlenmeyer, pendingin balik, kertas saring, corong Buchner, penangas uap, alat

kromatografi alumina, kapas wool, vakum, tabung reaksi 1 ml, labu takar 10 ml, dan

kuvet silica.

Rancangan

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan telur itik dengan perlakuan pakan yang berbeda.

Telur-telur tersebut berasal dari itik-itik yang mendapatkan perlakuan pakan yang

berbeda yaitu dengan penambahan limbah udang dan tanpa penambahan limbah

udang. Pakan pokok yang diberikan dapat berupa nasi kering atau dedak. Selama

pemeliharaan itik-itik dikandangkan, tetapi kadang-kadang dilepas, khususnya bagi

yang tidak mendapatkan pakan tambahan berupa limbah udang.

Telur-telur itik segar dan telur asin yang dihasilkan dengan perlakuan pakan

yang berbeda, kemudian diuji kandungan gizinya meliputi kadar air, abu, protein

kasar, serat kasar, lemak kasar, dan kalsium. Kadar vitamin A diuji melalui

pengukuran kandungan provitamin A yaitu beta karoten.

Model

Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak

lengkap pola searah dengan tiga kali ulangan. Model matematikanya adalah sebagai

berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) :

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ : rataan umum

τi : pengaruh perlakuan proses pengasinan dari telur itik dengan pakan yang

berbeda (i= telur segar tanpa limbah udang, telur segar dengan limbah

udang, telur asin tanpa limbah udang , telur asin dengan limbah udang)

εij : pengaruh acak pada perlakuan proses pengasinan dari telur itik dengan

pakan yang berbeda (i) dan ulangan (j)

Page 25: telur asin limbah udang

11

Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi kandungan gizi telur segar

dan telur asin dari telur itik dengan pakan yang berbeda yaitu tanpa atau dengan

penambahan limbah udang. Kandungan gizi yang diuji meliputi kadar air, abu,

protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium, dan beta karoten.

Kadar Air (AOAC, 1984)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Sebanyak 2 gram

sampel ditimbang dalam cawan yang sebelumnya telah ditimbang dan diketahui

bobotnya. Sampel telur kemudian dikeringkan kedalam oven bersuhu 105 ºC selama

5 jam, selanjutnya didinginkan didalam desikator dan ditimbang sampai bobotnya

konstan.

Bobot awal – bobot akhir Perhitungan kadar air (%) = x 100 % Bobot awal

Kadar Abu (AOAC, 1984)

Kadar abu ditentukan menurut metode gravimetri. Sampel sebanyak 5 gram

yang telah dihaluskan ditimbang dalam cawan pengabuan yang telah diketahui

beratnya. Sampel tersebut kemudian dibakar sampai asapnya habis. Setelah itu

dimasukkan kedalam tanur (600 ºC) selama 3 jam atau sampai terbentuk abu dengan

berat yang tetap. Kadar abu adalah rasio berat abu dengan berat sampel basah.

W2 – W Kadar abu (%) = x 100 % W1 – W Keterangan :

W = Berat cawan kosong (g)

W1 = Berat cawan dan sampel (g)

W2 = Berat konstan cawan dan abu (g)

Kadar Protein Kasar dengan Metode Kjeldhal-Mikro (Apriyantono et al., 1989)

Sampel ditimbang sebanyak 0,05-0,1 gram, kemudian dimasukkan kedalam

labu Kjeldhal 30 ml. Katalis (1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml

H2SO4) ditambahkan, juga 3–10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N, kemudian dididihkan

didalam pemanas Kjeldhal lengkap yang dihubungkan dengan pengisap uap melalui

aspirator sampai cairan menjadi jernih. Labu didinginkan dan isinya dipindahkan

Page 26: telur asin limbah udang

12

kedalam alat destilasi. Labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air dan air

hasil pencucian ini dipindahkan kedalam alat destilasi, kemudian ditambahkan 2-3

NaOH.

Labu Erlenmeyer 125ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes

indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2 % dalam alkohol dan 1 bagian metilen

biru 0,2 % dalam alkohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor

harus terendam di bawah larutan H3BO3. Larutan NaOH sebanyak 2-3 ml

ditambahkan, kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung 50 ml larutan destilat

(berwarna hijau) didalam labu Erlenmeyer.

Tabung kondensor dibilas dengan air dan air bilasannya ditampung didalam

labu Erlenmeyer yang sama. Titrasi dilakukan dengan HCl 0,043664 N (0,382%),

sampai terjadi perubahan warna menjadi ungu (warna semula) dan dilakukan

penetapan blanko.

Perhitungan kadar protein kasar dan protein sisa dilakukan dengan rumus :

(a-b) x 0,014 x N x c %Protein = x 100% Bobot sampel

Keterangan : a = milliliter titer

b = milliliter blanko

c = faktor konversi telur = 6,25

Serat Kasar dengan Metode Enzimatis (Asp, 1993)

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian ditambahkan petroleum eter

dengan perbandingan 1:2, selanjutnya dipindahkan kedalam labu Erlenmeyer,

ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,1 M pada pH 6, lalu diaduk sampai terdispersi

merata. Enzim alfa amilase ditambahkan sebanyak 0,1 ml dan labu Erlenmeyer

ditutup dengan aluminium foil, lalu diinkubasi pada suhu 80 ºC dalam waterbath

selama 15 menit sambil diaduk sesekali. Setelah diangkat dan didinginkan ditambah

20 ml aquades. Derajat keasaman (pH) diatur menjadi 1,5 dengan penambahan HCl.

Enzim pepsin kemudian ditambahkan sebanyak 0,1 gram, lalu labu Erlenmeyer

ditutup kembali dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam shaker waterbath

dengan suhu 40 ºC selama 60 menit. Setelah itu ditambahkan 20 ml aquades dan pH

diatur menjadi 6,8 dengan larutan NaOH 0,1 N. Sebanyak 0,1 gram enzim pakreatin

Page 27: telur asin limbah udang

13

ditambahkan, lalu labu Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi

dalam shaker waterbath dengan suhu 40 ºC selama 60 menit. Nilai pH diatur dengan

larutan HCl menjadi 4,5. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan 0,5 gram garam

celite kering yang telah diketahui bobot tetapnya (KS1) dengan dibantu pompa

vakum. Terakhir dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90 %. Residu yang diperoleh

(merupakan serat makanan tidak larut/IDF) dicuci dengan 2 x 10 ml aseton. Kertas

saring beserta residu untuk selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC

hingga berat konstan (kira-kira 12 jam) dan ditimbang (KS2).

Setelah mencapai berat konstan, dimasukkan dalam cawan pengabuan yang

telah diketahui bobot tetapnya (CW1) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam

tanur suhu 550 ºC sampai menjadi abu (paling sedikit 5 jam), selanjutnya

didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang beratnya (CW2).

Perhitungan Insoluble Dietary Fiber (IDF) :

[(KS2-KS1)-(CW2-CW1)]-B IDF (% berat sampel kering) = x 100 % Berat sampel (g) Keterangan :

KS1 = kertas saring kosong (g)

KS2 = kertas saring + residu serat (g)

CW1 = cawan pengabuan kosong (g)

CW2 = cawan pengabuan + abu (g)

B = blanko bebas serat

Sementara filtrat yang diperoleh (berupa serat makanan larut/SDF) diatur

volumenya dengan akuades hingga 100 ml. Sebanyak 400 ml etanol 95% hangat

(60ºC) ditambahkan dan didiamkan semalam, kemudian disaring dengan kertas

saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah diketahui bobot tetapnya

(KS3) dengan dibantu pompa vakum.

Terakhir dicuci dengan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring beserta residunya

dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC hingga beratnya konstan dan ditimbang

(KS4). Kertas saring beserta residu dimasukkan dalam cawan pengabuan yang telah

diketahui bobot tetapnya (CW3) lalu diarangkan, selanjutnya diabukan dalam tanur

suhu 550 ºC sampai menjadi abu, kemudian didinginkan dalam eksikator, lalu

ditimbang beratnya (CW4). Blanko diperoleh dengan cara yang sama tapi tanpa

menggunakan sampel.

Page 28: telur asin limbah udang

14

Perhitungan Soluble Dietary Fiber (SDF) :

[(KS4-KS3)-(CW4-CW3)]-B SDF (% berat sampel kering) = x 100 % Berat sampel (g) Keterangan :

KS3 = kertas saring kosong (g)

KS4 = kertas saring + residu serat (g)

CW3 = cawan pengabuan kosong (g)

CW4 = cawan pengabuan + abu (g)

B = blanko bebas serat

Perhitungan Total Dietary Fiber (TDF) :

TDF = IDF + SDF

Lemak Kasar (Soxhlet) (SNI, 1992)

Pertama-tama sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram. Sampel kemudian

dimasukkan kedalam selongsong kertas yang dilapisi kapas. Sebelumnya selongsong

harus disumbat dengan kapas, lalu dikeringkan kedalam oven pada suhu tidak lebih

dari 80 ºC selama kurang lebih 1 jam.

Setelah 1 jam, dimasukkan kedalam alat Soxhlet yang telah dihubungkan

dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui

bobotnya. Ekstraksi dilakukan dengan heksana selama kurang lebih 6 jam. Setelah

itu ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 ºC.

Apabila proses pengovenan sudah selesai, sampel didinginkan, kemudian

ditimbang. Pengeringan diulangi hingga tercapai bobot tetap.

Perhitungan :

W-W1 x 100 % % lemak = W2 Keterangan :

W = Bobot contoh (gram)

W1 = Bobot lemak selama ekstraksi (gram)

W2 = Bobot labu lemak sesudah ekstraksi (gram)

Kadar Kalsium (Metode Titrasi KMnO4)

Prinsip : Kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat. Endapan dilarutkan dalam

H2SO4 encer panas dan dititrasi dengan KMnO4.

Page 29: telur asin limbah udang

15

Cara Kerja:

Sebanyak 20 – 100 ml larutan abu hasil pengabuan kering dimasukkan ke

dalam gelas piala 250 ml, jika perlu ditambahkan 25 – 50 ml akuades. Selanjutnya

10 ml larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator metil merah ditambahkan

ke dalam larutan abu tersebut. Amonia encer ditambahkan untuk membuat larutan

menjadi sedikit basa, kemudian kedalam larutan ditambahkan beberapa tetes asam

asetat sampai warna larutan merah muda (pH 5,0) dan bersifat sedikit asam.

Larutan dipanaskan sampai mendidih, kemudian didiamkan selama paling

tidak 4 jam atau semalam pada suhu kamar. Penyaringan dilakukan dengan kertas

saring Whatman No. 42 dan dilakukan pembilasan dengan akuades sampai filtrat

bebas oksalat (jika digunakan HCl dalam pembuatan larutan abu, filtrat hasil

saringan terakhir harus bebas Cl dengan mengujinya menggunakan AgNO3).

Ujung kertas saring dilubangi dengan menggunakan batang gelas, kemudian

dilakukan pembilasan dan endapan dipindahkan dengan H2SO4 encer panas (1 + 4)

ke dalam gelas piala bekas tempat mengendapkan kalsium, kemudian dilakukan

pembilasan satu kali lagi dengan air panas.

Masih dalam keadaan panas (70 – 80°C) dilakukan titrasi dengan larutan

KMnO4 0,01N sampai larutan berwarna merah jambu permanen yang pertama.

Kertas saring dimasukkan dan titrasi dilakukan sampai terjadi warna merah jambu

permanen yang kedua.

Adapun rumus perhitungan kadar Ca dalam sampel sebagai berikut:

ml titrasi x 0,2 x total volume larutan abu mgCa/100g sampel = x 100 volume larutan abu x berat sampel

Jika normalitas KMnO4 tidak sama dengan 0,01 N, maka :

ml titrasi x N.KmnO4 x 20 x volume total larutan abu mgCa/100g sampel = x 100 volume larutan abu x berat sampel

Kadar Beta Karoten Vitamin A (Apriyantono et al., 1989)

Analisis pengukuran kadar vitamin A diawali dengan proses penyabunan dan

ekstraksi. Proses penyabunan dilakukan dengan cara menimbang sejumlah sampel

(tidak lebih dari 25 gram) yang mengandung lebih kurang 80 µg vitamin A,

kemudian dimasukkan kedalam labu 250 ml. Pada labu tersebut ditambahkan 20 ml

Page 30: telur asin limbah udang

16

kuinol, 60 ml etanol (96% w/v), 10 ml larutan potasium hidroksida 60% dan 10 ml

petroleum eter, lalu dididihkan dengan pendingin balik selama 30 menit (dihindarkan

dari cahaya) dan didinginkan.

Apabila setelah penyabunan tidak ada lagi padatan yang tertinggal, maka

seluruh isi labu dipindahkan kedalam labu pemisah, kemudian labu dicuci dengan 80

ml air sebanyak dua kali, hasil cucian dimasukkan kedalam labu pemisah. Jika

setelah penyabunan masih ada padatan yang tertinggal, larutan harus disaring terlebih

dahulu melalui corong Buchner menggunakan kertas saring berukuran tepat dan

dimasukkan kedalam labu pemisah.

Proses dilanjutkan dengan menambahkan 160 ml aquades kedalam ekstrak

dan sebanyak 100 ml dietil eter ditambahkan kedalam ekstrak di dalam labu pemisah.

Labu pemisah dikocok secara kontinu sambil sewaktu-waktu dibuka tutupnya untuk

mengurangi tekanan didalam botol. Kedua fase dibiarkan terpisah secara sempurna.

Proses kedua adalah ekstraksi. Proses ini diawali dengan cara mengekstrak

fase aqueous sebanyak 3 kali, masing-masing menggunakan 50 ml dietil eter, dan

mencampurkan lapisan eter yang didapat kedalam fase eter hasil aqueous.

Selanjutnya sebanyak 50-100 ml aquades ditambahkan kedalam ekstrak eter,

kemudian labu digoyangkan memutar perlahan-lahan. Fase aqueous bagian bawah

dibuang. Pencucian dilanjutkan dengan 50 ml aquades sampai air cucian bebas alkali

(tes dengan fenolftalein). Setelah air cucian terakhir dibuang, ekstrak eter didiamkan

beberapa menit jika ada, lapisan air dibuang dengan hati-hati. Ekstak eter diuapkan

diatas penangas uap sampai kering sambil mengeringkan gas inert kedalam wadah

ekstrak eter. Sebanyak 2 ml alkohol absolut ditambahkan segera setelah dietil eter

menguap (jangan sampai residu terlalu lama mengering). Proses penguapan diulangi

lagi sampai kering menggunakan aliran gas inert. Proses penguapan terus sebanyak 2

kali.

Setelah proses penguapan, dilanjutkan dengan melarutkan residu dengan 5 ml

petroleum eter, kemudian diuapkan dengan aliran gas inert sampai kering. Proses ini

diulangi sebanyak 2 kali, yang terakhir dengan cara melarutkan residu dengan 2 ml

petroleum eter.

Page 31: telur asin limbah udang

17

Penetapan Vitamin A dengan Kromatografi Kolom Alumina

Penentuan kadar vitamin A dilanjutkan melalui kromatografi alumina, yang

diawali dengan meletakkan sejumlah kecil kapas wool dibagian dasar dari kolom

kromatografi atas, kemudian petroleum eter dituangkan sampai setinggi setengah

kolom dan 55 g alumina netral. Petroleum eter dibiarkan mengalir melalui

permukaan alumina sampai tinggal lebih kurang 2 mm di atas permukaan

(menggunakan tekanan gas inert).

Larutan yang terbentuk setelah dilarutkan dengan residu 2 ml petroleum eter,

dituangkan kedalam kolom, kemudian wadah ekstrak dicuci berturut-turut dengan

1 ml petroleum eter dan dimasukkan cucian kedalam kolom. Pengembangan kolom

(elusi) dilakukan dengan menggunakan vakum. Secara berturut-turut hasil ekstrak

dituangkan kedalam kolom, pada saat meniscus dari larutan yang terdahulu mencapai

permukaan alumina, 5 ml petroleum eter, kemudian masing-masing 5 ml larutan

pengelusi dietil eter 4-20 % dalam petroleum eter.

Apabila selama elusi menggunakan petroleum eter sampai dietil eter 12 %

dalam petroleum eter karoten ikut terelusi, maka harus dipisahkan dan disimpan

untuk analisis β-karoten. Kolom kromatografi dipasang dibawah yang berisi 1 gram

alumina basa dalam petroleum eter segera setelah menuangkan larutan pengelusi

dietil eter 20%. Eluen ditampung didalam tabung-tabung reaksi berskala 1 ml. Proses

dilanjutkan dengan pengembangan kolom dengan masing-masing 5 ml larutan

pengelusi dietil eter 24 dan 36 % sampai seluruh vitamin A terelusi.

Sebanyak 0,2 ml larutan diambil dari masing-masing tabung, kemudian

ditambahkan 0,3 ml pereaksi carr-price. Warna biru menunjukkan adanya vitamin A.

Setiap tabung reaksi yang mengandung vitamin A diambil sebanyak 0,5 ml larutan

dan dimasukkan kedalam labu takar 10 ml, lalu diencerkan dengan petroleum eter

sampai tanda tera. Tingkat absorbasi diukur dengan kuvet silica pada 323, 324, 325,

dan 326 nm. Pada proses ini, petroleum eter digunakan sebagai blanko.

D x 106 x 2 Perhitungan vitamin A = 1830 x 100 x W Keterangan :

W = berat sampel (g)

D = absorbansi

E i% 1cm untuk vitamin A dalam petroleum eter = 1830 ( λ 324 nm)

Page 32: telur asin limbah udang

18

Analisis Data

Data hasil uji kandungan gizi telur segar dan telur asin yang telah dianalisis

dengan Anova, diuji lanjut dengan uji Duncan, kecuali pengujian beta karoten

dilakukan secara komposit pada semua perlakuan pakan yang berbeda baik untuk

telur segar maupun telur asin. Pengujian komposit yaitu dengan cara mengambil 1/3

bagian dari setiap ulangan sampel untuk dianalisa sesuai peubah yang diamati.

Interpretasi data untuk beta karoten dilakukan secara deskriptif.

Prosedur

Penelitian ini terdiri atas pembuatan telur asin baik telur asin dari itik yang

diberi pakan dengan penambahan limbah udang maupun itik yang tidak diberikan

pakan limbah udang. Pengujian kandungan gizi telur segar dan telur asin untuk kedua

perlakuan meliputi kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium,

dan beta karoten.

Pembuatan Telur Asin

Pembuatan telur asin menggunakan metode penggaraman dengan bahan batu

bata merah dan garam sebagai pembalut. Batu bata merah dan garam dengan

perbandingan 3: 1 (450 g : 150 g) dicampur, lalu diaduk. Air hangat sedikit demi

sedikit dituang sampai adonan bisa dikepal. Setiap butir telur dibalut dengan adonan

setebal ± 0,5 cm, sebelumnya kulit telur dicuci terlebih dahulu sampai bersih. Setelah

selesai, telur yang sudah dibalut tadi disimpan selama 7 hari pada tempat yang bersih

dan kering. Balutan telur dicuci setelah 7 hari berikutnya dan telur direbus dengan

api sedang selama 30 menit.

Tahapan proses pembuatan telur asin dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 33: telur asin limbah udang

19

Gambar 2. Tahapan Proses Pembuatan Telur Asin (Sundari dan Komalasari, 2000)

Pencucian telur itik mentah

Pembuatan adonan balutan (batu bata merah : garam = 3: 1) + air hangat

Pembalutan adonan ke masing-masing telur, ketebalan 0,5 cm

Penyimpanan selama 7 hari

Pencucian balutan

Perebusan

Telur Asin Matang

Page 34: telur asin limbah udang

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penambahan limbah udang pada pakan itik menghasilkan telur-telur segar

maupun telur asin dengan komposisi kimia yang beragam. Hasil analisis kadar air

telur itik segar dan setelah proses pengasinan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar Air Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang

Perlakuan

Air (%)

TSTL 56,35b ± 1,92 TSDL 56,53b ± 0,86 TATL 9,42a ± 0,62 TADL 9,55a ± 0,78

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). TSTL = Telur segar, pakan tanpa limbah udang, TSDL = Telur segar, pakan dengan limbah udang, TATL = Telur asin, pakan tanpa limbah udang, TADL = Telur asin, pakan dengan limbah udang.

Kadar Air

Kadar air dalam telur itik segar maupun yang telah mengalami pengasinan

dari itik-itik yang mendapatkan pakan dengan atau tanpa penambahan limbah udang

tidak berbeda nyata dan mempunyai kisaran untuk telur segarnya sebesar 56%,

sedangkan telur asinnya sebesar 9,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa

penambahan limbah udang pada pakan itik tidak mempengaruhi kadar air baik pada

telur itik segar maupun pada telur asin yang dihasilkan.

Proses pembuatan telur asin nyata (p<0,05) menurunkan kadar air dari telur

itik segar pada kedua perlakuan hingga ± 45% lebih rendah. Penurunan kadar air dari

telur itik segar tersebut terutama disebabkan proses pemanasan pada saat perebusan

telur asin. Pemanasan menyebabkan perubahan komponen telur dari cair (sol)

menjadi semi padat atau padat (gel) yang disebut dengan koagulasi (Stadelman dan

Cotterill, 1995). Terjadinya koagulasi menyebabkan pengurangan kadar air pada

telur asin, karena bagian cair pada telur segar yang terdiri atas putih dan kuning telur

setelah perebusan berubah menjadi semi padat, sehingga pengujian terhadap kadar

air dari padatan telur asin, menghasilkan jumlah yang lebih rendah dibandingkan

pada telur itik segar sebagai bahan bakunya. Komponen putih dan kuning telur pada

telur itik segar masih dalam keadaan cair. Adanya penambahan garam (NaCl) pada

Page 35: telur asin limbah udang

21

pembuatan telur asin selain sebagai penambahan citarasa, juga akan menyebabkan air

bebas terikat, sehingga garam berfungsi pula sebagai pengawet. Air bebas yang telah

terikat tidak mampu digunakan oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1992), sehingga telur

asin, secara umum akan mempunyai umur simpan yang lebih lama pada suhu ruang

dibandingkan telur itik segar. Hasil analisis komposisi kimia telur itik segar dan

setelah proses pengasinan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Gizi Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang Abu

Protein

Serat Kasar

Lemak

Kalsium

(mg/100gr)Perlakuan ----------------------- (%)----------------------------- TSTL 1,96a±0,09 21,69c±0,15 9,26a±0,24 6,36a±0,17 0,23a±0,01

TSDL 2,24b±0,24 20,90b±0,13 10,08b±0,21 7,54b±0,20 0,29b±0,03 TATL 3,27c±0,15 20,99b±0,15 13,23c±0,22 9,09c±0,63 0,23a±0,01 TADL 2,99c±0,03 19,61a±0,50 13,09c±0,31 8,74c±0,30 0,32b±0,02

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). TSTL = Telur segar, pakan tanpa limbah udang, TSDL = Telur segar, pakan dengan limbah udang, TATL = Telur asin, pakan tanpa limbah udang, TADL = Telur asin, pakan dengan limbah udang.

Kadar Abu

Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Pada proses

pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak, karena

itulah disebut abu (Winarno, 1992).

Kadar abu dalam telur itik segar dari itik-itik yang mendapatkan pakan

dengan atau tanpa penambahan limbah udang berbeda nyata (P<0,05). Kadar abu

telur segar dari itik yang mendapatkan pakan dengan penambahan limbah udang

nyata lebih besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan limbah udang pada

pakan itik nyata meningkatkan kadar abu pada telur itik segar yang diproduksi. Hal

tersebut dikarenakan kadar abu dalam limbah udang yang mencapai 38,1% (No et

al., 1989) sehingga komposisi mineral atau abu didalam telur itik segar dengan

limbah 0,28% lebih besar dibandingkan dengan telur segar dari itik yang tidak

mendapatkan penambahan limbah udang dalam pakannya.

Proses pembuatan telur asin nyata menyebabkan peningkatan kadar abu telur

itik segar pada kedua perlakuan (P<0,05), tetapi kadar abu telur asin dari kedua

perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Bila dibandingkan dengan telur

Page 36: telur asin limbah udang

22

itik segar, kadar abu telur asin secara berturut-turut adalah TATL (3,27%) > TADL

(2,99%) > TSDL (2,24%) > TSTL (1,96%). Peningkatan tersebut terjadi karena

adanya penambahan garam pada saat proses pengasinan yang menyebabkan ion Na+

(natrium) dan ion Cl- (klor) masuk kedalam telur dan menambah jumlah mineral

yang ada didalam telur asin tersebut. Menurut Richards (1997), kandungan mineral

telur antara lain kalsium, fosfor, natrium, klor, magnesium, mangan, besi, tembaga,

seng, iodium, dan selenium.

Kadar Protein Kasar

Menurut Matram (1984), susunan, keambaan, bentuk, dan cara pemberian

pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting dalam mempengaruhi

komposisi kimia telur. Hasil menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pemberian

pakan atau proses pengasinan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap

kandungan protein kasar dalam telur segar maupun telur asin. Kadar protein tertinggi

21,69% didapatkan pada telur segar dari itik yang mendapat pakan tanpa

penambahan limbah udang. Itik-itik tersebut yang dalam pemeliharaannya kadang-

kadang digembalakan, menyebabkan itik mendapatkan pakan sumber protein

tambahan sebagai contoh cacing dengan kandungan protein yang cukup tinggi yaitu

60-70% (Dinas Perikanan, 2009), sehingga akan mampu meningkatkan kadar protein

telur segarnya. Limbah udang memiliki kadar protein sebesar 35,8% (No et al.,

1989) sehingga dapat pula digunakan sebagai sumber protein. Peternak itik yang

memberikan pakan dengan penambahan limbah udang cenderung tidak

menggembalakan itik-itiknya. Berdasarkan hasil analisis kadar protein pada telur itik

segar, didapatkan bahwa penggembalaan itik dapat membantu itik-itik memenuhi

kebutuhan sumber protein pada pakan.

Proses pengasinan menurunkan secara nyata (P<0,05) kadar protein telur asin

dibandingkan dalam telur segar, baik yang berasal dari itik-itik dengan atau tanpa

penambahan limbah udang dalam pakannya. Hal tersebut dapat dikarenakan

penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji terlihat

nilainya berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi endapan karena pada

pengujian dengan cara Kjeldahl sampelnya dilarutkan. Hal tersebut dikuatkan dengan

pernyataan Winarno (1997) yang mengatakan bahwa bila dalam suatu larutan protein

ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan

Page 37: telur asin limbah udang

23

terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan ini disebut salting out. Bila garam

netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap.

Kadar Serat Kasar

Kadar serat kasar dalam telur itik segar dari itik yang mendapatkan pakan

dengan atau tanpa penambahan limbah udang berbeda nyata (P<0,05). Perlakuan

pakan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar serat kasar telur asin yang

dihasilkan darinya. Serat kasar termasuk kedalam karbohidrat. Kadar serat kasar dari

limbah udang (kepala, kulit, dan, ekor) berkisar 13,20 % (Hartadi et al., 1997). Telur

segar yang diproduksi dari itik dengan penambahan limbah udang dalam pakannya

memiliki nilai serat kasar yang lebih besar daripada tanpa penambahan limbah

udang, sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan limbah udang nyata

meningkatkan kadar serat kasar dalam telur segar. Setelah proses pengasinan, secara

numerik kadar serat kasar telur asin yang berasal dari itik-itik dengan pakan tanpa

penambahan limbah udang, sedikit lebih besar dari telur asin yang berasal dari itik-

itik yang mendapatkan pakan dengan penambahan limbah udang (13,23% vs

13,09%), walaupun perbedaan ini tidak nyata secara statistik. Kadar serat kasar pada

telur asin nyata meningkat dibandingkan pada telur segarnya untuk kedua perlakuan

pakan yang berbeda. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kadar air yang disebabkan

dalam proses pembuatan telur asin. Penurunan kadar air akan meningkatkan kadar

bahan keringnya, yang meliputi serat kasar.

Kadar Lemak Kasar

Perlakuan pemberian pakan yang berbeda nyata berpengaruh terhadap kadar

lemak telur itik segar yang diproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan

limbah udang dalam pakan itik nyata meningkatkan kadar lemak telur segar yang

dihasilkan. No et al. (1989) menyatakan bahwa kadar lemak yang terdapat pada

limbah udang berkisar 9,9%, sehingga memungkinkan limbah udang sebagai

tambahan sumber lemak dalam pakan dan keberadaannya akan menyebabkan

penambahan kandungan lemak dalam telur segar yang diproduksi oleh itik-itik yang

mendapat pakan ditambah limbah udang. Faktor yang dapat mempengaruhi kadar

lemak telur diantaranya adalah modifikasi komposisi pakan yang diberikan (Matsura,

2001).

Page 38: telur asin limbah udang

24

Proses pengolahan telur segar menjadi telur asin nyata meningkatkan kadar

lemaknya, yaitu sebesar 2,73% (dari 6,36% menjadi 9,09%) untuk telur asin asal itik-

itik yang tidak mendapat pakan dengan penambahan limbah udang dan sebesar

1,20% yaitu dari 7,54% menjadi 8,74% untuk telur asin asal itik-itik yang mendapat

pakan dengan penambahan limbah udang. Proses pengasinan menurut Lai et al.

(1997), dapat menyebabkan kenaikan nilai kadar lemak dengan mekanisme bahwa,

selama pengasinan low density lipoprotein (LDL) yang merupakan mayoritas lemak

dalam kuning telur bereaksi dengan garam. Hal ini mengakibatkan struktur LDL

menjadi rusak, kemudian lemak yang dikandungnya menjadi bebas dan muncul ke

permukaan. Kenaikan kadar lemak dalam telur asin diperkuat dengan adanya

penurunan kadar air dari produk akhir. Perlakuan pakan yang berbeda pada itik yaitu

dengan atau tanpa penambahan limbah udang, menghasilkan telur asin dengan kadar

lemak yang tidak berbeda.

Kadar Kalsium

Kadar kalsium pada limbah udang berkisar 24,8% (No et al., 1989). Hasil

analisis menunjukkan jumlah kadar kalsium pada telur segar dan telur asin dari itik

yang mendapatkan pakan dengan penambahan limbah udang nyata lebih besar

daripada telur segar dan telur asin dari itik yang mendapatkan pakan tanpa

penambahan limbah udang (P< 0,05). Penambahan limbah udang ke dalam pakan itik

dapat berfungsi sebagai sumber kalsium ditunjukkan dengan jumlah kandungannya

yang nyata lebih tinggi dalam telur-telur itik yang dihasilkan. Hal ini memperkuat

hasil analisis yang menunjukkan bahwa kandungan abu atau mineral dalam telur-

telur dari itik yang mendapatkan pakan dengan penambahan limbah udang nyata

lebih besar dari telur-telur itik dengan pakan tanpa penambahan limbah udang.

Penelitian ini sejalan dengan Poedjiadi (1994) yang mendapatkan bahwa kalsium

merupakan salah satu komponen dan mineral utama di dalam telur yang dominan di

dalam mineral limbah udang (No, et al., 1984).

Proses pengasinan tidak berpengaruh terhadap kadar kalsium dalam telur asin

yang dihasilkan karena penambahan mineral saat proses pengasinan berasal dari ion

Na+ (natrium) dan ion Cl- (klor) yang terdapat pada garam. Kadar kalsium dalam

telur itik segar yang mendapat pakan tanpa penambahan limbah udang tetap sebesar

0,23 mg/100g setelah proses pengasinan sedangkan untuk telur asal itik yang

Page 39: telur asin limbah udang

25

mendapat pakan dengan penambahan limbah udang naik nilainya dari 0,29 menjadi

0,32 mg/100g setelah proses pengasinan.

Kadar Beta Karoten

Karotenoid merupakan suatu pigmen yang terdapat pada tanaman maupun

hewan yang merupakan prekursor vitamin A. Bahan pewarna kuning telur adalah

xanthophyll, suatu pigmen karotenoid yang terdapat dalam jagung kuning, tanaman

alfalfa, dan corn gluten meal. Zat warna xanthophyll dalam pakan merupakan

senyawa yang paling berpengaruh terhadap warna kuning telur (Stadelman dan

Cotterill, 1984).

Tabel 5. Kandungan Beta Karoten Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang

Perlakuan Beta Karoten (mg/100 g)

TSTL 951,48

TSDL 979,30

TATL 884,35

TADL 882,22 Keterangan : TSTL= Telur segar, pakan tanpa limbah udang,

TSDL = Telur segar, pakan dengan limbah udang, TATL = Telur asin, pakan tanpa limbah udang, TADL = Telur asin, pakan dengan limbah udang.

Kadar beta karoten dari telur segar itik yang mendapat pakan tanpa atau

dengan limbah udang berturut-turut adalah 951,48 mg/100 g dan 979,30 mg/100 g.

Setelah proses pengasinan kadar beta karoten secara berturut-turut adalah 882,22 mg

/100g telur asin itik yang mendapat pakan limbah udang dan tanpa limbah 884,35

mg/100g. Secara deskriptif dapat ditunjukkan bahwa penambahan limbah udang

dalam pakan itik dapat meningkatkan kandungan beta karoten dalam telur segar atau

warna merah pada kuning telur yang diproduksinya. Raharjo (1985) disitir Sahara

(2006) melaporkan bahwa pemberian limbah udang sampai 30% untuk

menggantikan tepung ikan dan bungkil kedele nyata meningkatkan produksi telur

sebanyak 12% dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sebesar 18%, serta

memberikan warna kuning telur menjadi lebih baik. Perbaikan warna kuning telur

pada pemberian 30% pakan limbah udang mungkin disebabkan oleh adanya pigmen

Page 40: telur asin limbah udang

26

yang dikandung dalam udang, seperti astaxantine yang memberikan warna kuning

kemerahan.

Warna kuning dari telur itik segar dan telur asin yang dihasilkan dapat dilihat

pada Gambar 3.

a) Telur Segar

TSTL (Nilai Indeks Kuning Telur 8)

TSDL (Nilai Indeks Kuning Telur 14)

b) Telur Asin

TATL (Nilai Indeks Kuning Telur 8)

TADL (Nilai Indeks Kuning Telur 14)

Keterangan : TSTL = Telur segar, pakan tanpa limbah udang; TSDL = Telur segar, pakan dengan limbah udang; TATL = Telur asin, pakan tanpa limbah udang; TADL = Telur asin, pakan dengan limbah udang

Gambar 3. Warna Kuning Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan dan Tanpa Penambahan Limbah Udang

Bila dibandingkan dengan standar warna kuning telur/index kuning telur

dapat ditunjukkan bahwa kuning telur dari itik yang mendapat pakan dengan

penambahan limbah udang nyata lebih kuning dibandingkan bila pakan tidak

ditambah dengan limbah udang, yaitu dengan nilai indeks 8 untuk telur itik yang

tidak mendapat pakan limbah udang dan nilai indeks 14 untuk telur itik yang

mendapat pakan limbah udang. Peningkatan indeks kuning telur terjadi akibat

pengaruh pakan limbah udang yang diberikan, pigmen astaxantine yang terdapat

dalam limbah udang memberikan warna kuning kemerahan pada kuning telurnya.

Page 41: telur asin limbah udang

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan limbah udang dalam pakan itik mempengaruhi kadar abu, kadar

protein, kadar serat kasar, kadar lemak dan kadar kalsium dalam telur itik segar, serta

kadar protein dan kadar kalsium dalam telur itik asin. Proses pengasinan berpengaruh

nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, kadar lemak

kasar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium. Penambahan limbah

udang pada pakan menyebabkan warna kuning telur itik yang kuning kemerahan.

Peningkatan indeks kuning telur karena peningkatan β-karoten.

Saran

Peternak itik yang berada di wilayah penambakan udang disarankan untuk

memanfaatkan limbah udang sebagai tambahan pakan bagi itik-itik yang

dipeliharanya karena mampu meningkatkan nilai nutrisi (kadar abu, protein kasar,

serat kasar, lemak kasar, kalsium dan beta karoten) dalam telur yang diproduksi.

Pemanfaatan limbah udang bagian lain (kepala dan ekor) untuk pakan juga dapat

diteliti lebih lanjut, karena dapat meningkatkan asupan protein, lemak dan serat kasar

bagi itik, sehingga kemungkinan akan dihasilkan telur-telur dengan kualitas yang

lebih baik.

Page 42: telur asin limbah udang

28

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih

yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Zakiah Wulandari, STP, M.Si dan

Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari atas bimbingan, saran, dan segala perhatiannya

kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih pun penulis

sampaikan kepada Alm. Ir. Sudjana Natasasmita dan Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi

sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih kepada Dr. Ir. Henny Nuraini

MSi, Dr. Ir. Sumiati MSc, serta Ir. Lucia Cyrilla MSi atas saran dan masukkannya

terhadap tugas akhir ini.

Kepada Ayahanda Mochamad Imransyah dan Ibunda Etty Surtiasih terima

kasih atas segala kasih sayang, doa dan motivasi tak terhingga yang diberikan baik

dukungan moril maupun materiil. Terima kasih kepada kakakku Annisa Miranty

Gumay dan adikku Caesarika Fouranty Gumay atas segala doa, kasih sayang, dan

dukungannya. Terima kasih kepada keluarga besar mama dan papa atas segala doa,

kasih sayang, dan motivasi yang diberikan.

Terima kasih kepada teman-teman THT 39, khususnya Heidy, Irma, Elih,

Joni, Umi, Dian dan Ratih atas bantuan yang diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih kepada teman-teman di tempat kost

Padasuka, Luthfi, Rian Dina, Ata, dan almarhumah Katti atas kegembiraan, tawa,

dan motivasi selama penulis kuliah, juga tak lupa kepada teman-teman di Wisma

Gajah. Terima kasih kepada Enggo, Suci yang memberikan motivasi agar tugas akhir

ini diselesaikan. Terima kasih kepada Pak Hasan, peternak itik di Muara Angke.

Penulispun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

terselesaikannya tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Oktober 2009

Penulis

Page 43: telur asin limbah udang

29

DAFTAR PUSTAKA

Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1984. Official Methods of The Accociation of Official Agriculture Chemist. AOAC Inc. 14th Edition. Washington.

Apriantono A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halimer and M. Siljestrom.1993. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J. Agric. Food Chem. 31:467-482.

Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI-01-2891-1992.

Chi, S. P and K. H. Tseng. 1998. Physicochemical properties of salted pickled yolks from duck and chicken eggs. J. Food Sci. 63:27-30.

Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta. 2009. Brosur informasi proyek peningkatan diversifikasi usaha perikanan. www.forum.o-fish.com.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tilman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke empat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lai, K. M., W. C. Ko, and T. H. Lai. 1997. Effect of NaCl penetration rate on the granulation and oil-off of the yolk of salted duck egg. J. Food Sci. Technol. Int. Tokyo. 3:269-273.

Lai, K. M., W. C. Ko dan T. H. Lai. 1999. Changes in yolk states of duck egg during long-term brining. Journal Agric. Food Chem. 47:773-736.

Matram, R. B. 1984. Pengaruh imbangan kalori atau protein dan pembatasan ransum terhadap pertumbuhan dan produksi telur itik bali. Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung.

Matsura, H. 2001. Saponins in garlic as modifiers of the risk of cardiovascular disease. J. Nutr. 131:1000S-1005S.

Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Edisi kedua. Jurusan Statistika FMIPA. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

No, H. K., S. P. Meyers, and K.S. Lee. 1989. Isolation and characterization of chitin from crawfish shell waste. J. Agric. Food Chem. 37(3):575-579.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia-Press. Jakarta.

Richards, M. P. 1997. Trace mineral metabolism in avian embryo. Poultry Sci. 76:152-164.

Romanoff, A.L and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Willey and Sons, Inc, New York.

Page 44: telur asin limbah udang

30

Sahara, E. 2006. Peningkatan indeks warna kuning telur dengan pemberian daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan kepala udang dalam pakan itik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. The AVI Publishing, Inc. Westportt. Connecticut.

Sukendra, L. 1976. Pengaruh cara pengasinan telur bebek (Muscovy sp.) dengan menggunakan adonan campuran garam dan bata terhadap mutu telur asin selama penyimpanan. Tesis. Fakultas Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sundari, S.M.M. dan L. Komalasari. 2000. Penuntun Praktikum Penanganan Hasil Ternak Unggas. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno. F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M –Brio Press, Bogor

Page 45: telur asin limbah udang

31

LAMPIRAN

Page 46: telur asin limbah udang

32

Lampiran 1. Tabel Rataan dan Standar Deviasi Komposisi Kimia Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang

Telur Segar Telur Asin

No. Komposisi Kimia Tanpa

Limbah Dengan Limbah

Tanpa Limbah

Dengan Limbah

1 Air Ulangan 1 54,28 55,64 10,08 8,66 2 58,06 57,36 9,34 9,86 3 56,72 56,58 8,84 10,12 Rataan 56,35 56,53 9,42 9,55 SD 1,92 0,86 0,62 0,78

2 Abu Ulangan 1 1,88 2,12 3,41 2,97 2 2,05 2,09 3,28 2,99 3 1,95 2,52 3,12 3,02 Rataan 1,96 2,24 3,27 2,99 SD 0,09 0,24 0,15 0,03

3 Protein Kasar Ulangan 1 21,72 20,86 20,82 19,27 2 21,53 21,05 21,02 19,37 3 21,82 20,79 21,12 20,18 Rataan 21,69 20,90 20,99 19,61 SD 0,15 0,13 0,15 0,50

4 Serat Kasar Ulangan 1 9,46 10,09 13,4 13,44 2 8,99 9,87 13,31 12,88 3 9,32 10,28 12,98 12,94 Rataan 9,26 10,08 13,23 13,09 SD 0,24 0,21 0,22 0,31

5 Lemak Ulangan 1 6,52 8,5 7,76 9,76 2 6,19 8,64 7,37 8,52 3 6,38 9,07 7,5 8,99 Rataan 6,36 8,74 7,54 9,09 SD 0,17 0,30 0,20 0,63

6 Kasium Ulangan 1 0,24 0,28 0,23 0,30 2 0,22 0,32 0,23 0,33 3 0,24 0,26 0,24 0,32 Rataan 0,23 0,29 0,23 0,32 SD 0,01 0,03 0,01 0,02

Page 47: telur asin limbah udang

33

Lampiran 2. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Air

Sumber Keragaman JK DB KT F P Perlakuan 6 614,855 3 2 204,952 1 630,158 7,591Error 10,821 8 1,353

Total 6 625,676 11

Lampiran 3. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Abu

Sumber Keragaman JK DB KT F P Perlakuan 3,418 3 1,139 52,584 7,591Error 0,173 8 0,022

Total 3,591 11 Lampiran 4. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Protein Kasar

Sumber Keragaman JK DB KT F P

Perlakuan 5,776 3 1,925 32,906 7,591Error 0,468 8 0,059

Total 6,244 11

Lampiran 5. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Serat Kasar

Sumber Keragaman JK DB KT F P Perlakuan 36,660 3 12,220 220,082 7,591Error 0,444 8 0,056

Total 37,104 11

Lampiran 6. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Lemak Kasar Sumber Keragaman JK DB KT F P

Perlakuan 13,801 3 4,600 33,640 7,591Error 1,094 8 0,137

Total 14,895 11

Lampiran 7. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Kalsium

Sumber Keragaman JK DB KT F P Perlakuan 0,016 3 0,005 15,673 7,591Error 0,003 8 0,000

Total 0,019 11