telinga sakit

Upload: ratna-kurnia-ningsih

Post on 18-Jan-2016

84 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Skenario 2 Blok Panca Indera

TRANSCRIPT

  • LI. 1.Mampu Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga

    LO.1.1.Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Telinga

    Telinga Luar : Aurikula & Meatus akustikus externus

    Tengah : Tulang pendengaran (ossicle) & Cavum timpani

    Dalam : organ vestibulokoklear

    TELINGA LUAR & TENGAH

    Telinga luar dan tengah utamanya berperan mentransmisikan suara ke telinga dalam. Telinga luar terdiri dari

    aurikula (pinna) dan meatus akustikus eksternus.

    Aurikula tersusun dari tulang rawan elastis yang irreguler dan dilapisi oleh lapisan kulit tipis yang berfungsi

    mengumpulkan suara. Meatus akustikus eksternus adalah kanal yang

    terdapat pada bagian timpani dari tulang temporal. Panjangnya 2-3

    cm pada orang dewasa dan berfungsi menghantarkan suara dari

    aurikula ke membran timpani.

    Telinga tengah adalah rongga berisi udara yang didalamnya terdapat

    tulang-tulang pendengaran.

    Tampak pada gambar tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes menghubungkan membran

    timpani dengan membran lain yang menutupi foramen ovale, pintu menuju telinga dalam. Pintu lain di antara telinga

    tengah dan dalam yang juga ditutupi membran adalah foramen rotundum. Terdapat dua otot di telinga tengah yaitu

    tensor timpani yang berfungsi mengurangi getaran berlebihan dari membran timpani dan tulang pendengaran untuk

    mencegah kerusakan pada telinga tengah. Otot kedua adalah stapedius yang juga berfungsi mengurangi getaran

    berlebihan pada tulang pendengaran terutama stapes.

    TELINGA DALAM

    Pada telinga dalam terdapat organ verstibulokoklear yang memiliki fungsi penting dalam penerimaan suara

    dan pengaturan keseimbangan.

    Telinga dalam terdiri dari 2 bagian yaitu:

    1. Labirin tulang (bony labyrinth) yang berisi cairan perilimfatik. 2. Labirin membranosa (membranous labyrinth) yang berisi cairan endolimfatik.

  • Tampak pada gambar struktur telinga tengah dan dalam. Labirin tulang merupakan salah satu tulang terkeras

    dalam tubuh dan terdiri dari vestibulum, kanalis semirkularis dan koklea.

    LABIRIN TULANG

    Labirin tulang merupakan rongga yang dilapisi periosteum. Rongga ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu

    vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibulum adalah ruangan kecil berbentuk oval berukuran sekitar

    3 x 5 mm berisikan utrikulus dan sakulus. Di tengah labirin tulang, vestibulum memisahkan koklea dan kanalis

    semisirkularis. Terdapat 10 lubang pada dinding tulang vestibulum, yaitu 5 untuk kanalis semisirkularis dan

    masing-masing satu untuk vestibular aqueduct, cochlear aqueduct, foramen oval dan rotundum dan saraf.

    Kanalis semisirkularis terdiri dari 3 bagian; posterior, anterior dan lateral yang membentuk sudut 90 satu sama

    lain dan terletak di belakang vestibulum. Masing-masing berdiameter 0,8-1,0 mm dengan ujung yang berdilatasi

    membentuk bony ampulla. Vestibulum dan kanalis semisirkularis berperan dalam pengaturan keseimbangan.

    Koklea adalah struktur berbentuk spiral yang berputar sebanyak 2,5 sampai 2 2/3 putaran seperti rumah siput. Axis

    dari koklea adalah modiulus berupa saluran untuk pembuluh darah arteri vertebralis dan serabut-serabut saraf. Pada

    proksimal dari koklea terdapat cochlear aqueduct yang menghubungkan labirin tulang dengan ruang subarachnoid

    yang terletak superior terhadap jugular foramen dan round windows yang ditutupi oleh membran timpani sekunder.

    LABIRIN MEMBRANOSA

    Labirin membranosa adalah rongga yang dilapisi epitel berisi cairan endolimfatik yang dikelilingi oleh cairan

    perilimfatik di dalam labirin tulang. Labirin membranosa dibagi menjadi

    dua bagian yaitu cochlear labyrinth dan vestibular labyrinth.

    Tampak pada gambar, pada vestibular labyrinth terdapat kantung oval

    yang disebut utrikulus dan kantung yang lebih kecil disebut sakulus yang

    berisikan cairan endolimfatik (utriculosaccular duct). Pada dinding

    sakulus dan utricle terdapat daerah-daerah kecil terbatas, disebut macula,

    terdiri dari epitel sensoris khusus yang disarafi oleh cabang-cabang

    vestibular nerve. Cochlear labyrinth dinamakan juga duktus koklearis

    dikelilingi oleh cairan perilimfatik di dalam koklea. Duktus koklearis

    ditopang oleh ligamentum spiralis ke dinding lateral dari koklea dan oleh

    oseus lamina spiralis ke modiolus.

    Tampak pada gambar struktur dalam koklea. Di bagian dalam duktus koklearis membentuk saluran longitudinal

    yaitu skala media yang membagi kanalis koklearis menjadi dua saluran, skala vestibuli dan skala timpani. Skala

    media dipisahkan dari skala vestibuli oleh membrana vestibular (Reissners). Sedangkan skala timpani dipisahkan

    dari skala media oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat spiral organ atau organ Corti yang

    merupakan organ ujung dari saraf pendengaran. Pada spiral organ terdapat sebarisan sel rambut dalam (inner hair

    cells) dan tiga baris sel rambut luar (outer hair cells). Kedua jenis sel rambut adalah silindris dengan inti di basal

    dan banyak mitokondria, serta terdapat stereosilia pada permukaannya. Stereosilia dilapisi oleh membran tektorial

    dan berfungsi penting dalam transduksi sensoris.

    PERSARAFAN TELINGA DALAM

    Nervus koklearis tersusun oleh sekitar 30.000 sel-sel saraf eferen yang mempersarafi 15.000 sel rambut pada

    spiral organ di setiap cochlea. Serabut saraf dari nervus koklearis berjalan sepanjang meatus akustikus internus

    bersama serabut saraf dari nervus vestibularis membentuk nervus vestibulokoklearis (CN VIII). Pada ujung medial

    dari meatus akustikus internus, CN VIII menembus lempengan tulang tipis bersama CN V (nervus fasialis) dan

    pembuluh darah menuju dorsal dan ventral coclear nuclei di batang otak. Sebagian besar serabut saraf dari kedua

    nuclei naik menuju inferior colliculus secara kontralateral, dan sebagian lainnya secara ipsilateral. Selanjutnya, dari

    http://1.bp.blogspot.com/-OV7tHnzLCBU/ThgIP9Yu8XI/AAAAAAAAAg8/p2CZEWZ4qgM/s1600/labirin.pnghttp://3.bp.blogspot.com/-W_2wkL4YqDQ/ThgIT3PFA-I/AAAAAAAAAhA/tcNaJ0Ee0Ys/s1600/labirin+membranosa.png

  • inferior colliculus, saraf-saraf pendengaran berjalan menuju medial geniculate body dan akhirnya menuju korteks

    auditorius di lobus temporalis.

    VASKULARISASI TELINGA DALAM

    Telinga dalam diperdarahi oleh arteri auditori interna cabang dari arteri cerebellaris anterior inferior dan arteri

    basilaris. Arteri auditori interna membentuk dua cabang yaitu arteri vestibularis anterior yang memperdarahi

    utrikulus dan sakulus bagian superior, serta bagian superior dan horizontal dari kanalis semisirkularis. Cabang lain

    dari arteri auditori interna adalah arteri koklearis komunis yang bercabang menjadi arteri koklearis dan arteri

    vestibulokoklearis. Arteri koklearis memperdarahi semua bagian koklea kecuali sepertiga bagian basal yang

    diperdarahi oleh rami koklearis, cabang dari arteri vestibulokoklearis. Cabang lain dari arteri vestibulokoklearis

    adalah arteri vestibular bagian posterior yang memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian inferior, serta kanalis

    semisirkularis bagian posterior.

    Vena dialirkan ke vena auditori interna yang diteruskan ke sinus sigmoideus atau sinus petrosus inferior. Vena-

    vena kecil melewati vestibular aqueduct dan bermuara di sinus petrosus inferior dan superior

    LO.1.2.Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Telinga

    Telinga Luar

    Telinga luar terdiri atas daun telinga (auricle/pinna), liang telinga

    luar (meatus accus-ticus externus) dan gendang telinga (membran

    timpani)

    Daun telinga /aurikula disusun oleh tulang rawan elastin yang

    ditutupi oleh kulit tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam

    lapisan subkutis terdapat beberapa lembar otot lurik yang pada manusia

    rudimenter (sisa perkembangan), akan tetapi pada binatang yang lebih

    rendah yang mampu menggerakan daun telinganya, otot lurik ini lebih

    menonjol. Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang terbentang

    dari daun telinga melintasi tulang timpani hingga permukaan luar

    membran timpani. Bagian permukaannya mengandung tulang rawan

    elastin dan ditutupi oleh kulit yang mengandung folikel rambut, kelenjar

    sebasea dan modifikasi kelenjar keringat yang dikenal sebagai glandula

    seruminosa.. Sekret kelenjar sebacea bersama sekret kelenjar serumen

    merupakan komponen penyusun serumen.

    Telinga Tengah

    Membran timfani terdiri dari bagian :

    Pars flaccida (membran sharpnell) terdapat 2 lapis yaitu Lapisan luar : lanjutan kulit liang telinga, epitel squamosa Lapisan dalam: sel kubis bersilia

    Pars tensa (lamina propia) terdapat 3 lapis : Lapisan luar : lanjutan kulit liang telinga, epitel squamosa Lapisan tengah : serat kolagen dan sedikit serat elastin Lapisan dalam : sel kubus bersilia

    Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan nasofarings lumennya gepeng, dengan

    dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi

    dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling

    terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara

    pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.

    Di bagian dalam rongga telinga tengah terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan

    stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada

    membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar

    stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada 2 otot kecil yang berhubungan

    dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya

    berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga

    timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari

    tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher

    stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.

  • Telinga Dalam

    Labirin bertulang atau labyrinthus osseus cochlearis berputar mengelilingi sumbu pusat tulang spongiosa disebut

    modiolus. Di dalam modiolus terdapat ganglion spirale, yang terdiri dari banyak aferen bipolar. Dendrit dari neuron

    bipolar ini menjulur dan menyarafi sel rambut yang terletak di aparatus pendengeran yaitu Organ Corti.

    Labirin bertulang telinga dalam dibagi menjadi dua rongga utama oleh lamina spiralis dan membran basilar.

    Kanal koklea dibagi menjadi skala timpani sebelah bawah dan skala vestibuli di atas. Skala timpani dan skala

    vestibuli berhubungan di apeks koklea melalui sebuah lubang kecil yaitu helicotrema. Membarana Reissner

    (vestibularis) memisahkan skala vestibuli dan skala media. Sel-sel sensorik untuk deteksi suara terletak di organ

    corti, yang terletak di atas membran basilar skala media. Membrana tectoria menutupi sel-sel di organum spirale.

    ORGAN CORTI

    Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat di organ Corti adalah

    1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian basal yang lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian leher sempit dan agak melebar di

    bagian apeks.

    2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam.

    3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada membrana basilaris. Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang bagaian basal sel rambut luar yang mengandung

    serat-serat saraf aferen dan eferen pada bagian basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam

    untuk menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat dalam suatu

    ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan terowongan dalam.

    4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel falangs luar sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.

    5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti 6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak antara sel falangs luar

    dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius terletak di atas sel-sel Boettcher

    yang berbentuk kuboid rendah. Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana

    tektoria yang merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup membran ini

    menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.

    Labyrinth Membranosa merupakan kantong-kantong dan saluran yang terdapat di dalam labyrinth osea, berisi

    cairan endolymph. Labyrinth membranosa terdiri dari labyrinth vestibularis dan labyrinth cochlearis.

    Labyrinth vestibularis terdiri dai dua kantong yaitu utriculus dan sacculus dan tiga buah ductus semicircularis.

    Pada dinding lateral utriculus terdpat penebalan horizontal berbentuk oval disebut macula utriculi. Pada dinding

    medial sacculus terdapat penebalan vertikal disebut macula sacculi. Ductus semicircularis membranosa yang

    pangkalnya melebar disebut ampulla membranosa. Pada dasra masing-masing ampulla terdapat crista ampullaris

    berupa penebalan transversal.

    Aparatus Vestibular

    Terdiri dari utikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Organ-organ yang sensitif ini berespons terhadap

    percepatan linier atau angular atau gerkan kepala. Input sensorik dari aparatus vestibular melalui jalur persarafan

    mengaktifkan otot-otot rangka tertentu untuk mengoreksi keseimbangan, dan mengembalikan tubuh ke posisi yang

    normal.

  • LI. 2.Mampu Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Telinga

    Gelombang suara ialah getaran udara yang merambat yang terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi akibat kompresi molekul udara bergantian dengan daerah bertekanan rendah akibat perenggangan uadara. Suara di

    tindai oleh :

    Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Telinga manusia dapat mendengar darei frekuensi 20-20.000 siklus perdetik.

    Intensitas atau kekuatan suara, bergantung pada amplitodu gelombang suara. Semakin besar amplitudo semakin keras suara. Kekuatan suara diukur dalam desibel (dB) yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan

    suara paling lemah yang masih terdengar (ambang pendengaran). Suara yang lebih besar dari 100 dB dapat

    merusak perangkat sensorik di koklea secara permanen.

    Warna suara atau kualitas, tergantung pada overtone yaitu frekuensi tambahan yang mengenai nada dasar. Nada tambahan juga berperan menyebabkan perbedaan karekteristik suatu orang.

    Mekanisme Pendengaran

    Gelombang suara getaran membran timpani getaran tulang telinga tengah getaran jendela oval

    gerakan cairan di dalam koklea geteran jendela bundaar pembuyaran energi) getaran membran basilaris

    menekuknya rambut di reseptor sel rambut dalam organ corti sewaktu membran basilaris menggeser rambut ini

    secara relatif terhadap membran tektorium di atasnya perubahan potensial berjenjang (reseptor) di sel reseptor

    perubhan frekuensi potensial aksi yang dihasilkan nervus cochlearis perambatan potensial aksi ke korteks

    pendengaran di lobus temporalis.

    Fungsi dari Membran Timpani dan Tulang-tulang Pendengaran

    Dalam menanggapi perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang suara pada permukaan eksternal,

    membran timpani bergerak masuk dan keluar. Membran itu berfungsi sebagai resonator yang mereproduksi getaran

    dari sumber suara. Membran akan berhenti bergetar segera ketika berhenti gelombang suara. Gerakan dari membran

    timpani yang diteruskan kepada manubrium maleus. Maleus bergerak pada sumbu yang melalui prosesus brevis

    dab longusnya, sehingga mentransmisikan getaran manubrium ke inkus. Inkus bergerak sedemikian rupa sehingga

    getaran ditransmisikan ke kepala stapes. Pergerakan dari kepala stapes mengakibatkan ayunan ke sana kemari

    seperti pintu berengsel di pinggir posterior dari jendela oval. Ossicles pendengaran berfungsi sebagai sistem tuas

    yang mengubah getaran resonansi membran timpani menjadi gerakan stapes terhadap skala vestibuli yang berisi

    perilymph di koklea. Sistem ini meningkatkan tekanan suara yang tiba di jendela oval, karena tindakan tuas dari

    maleus dan inkus mengalikan gaya 1,3 kali dan luas membran timpani jauh lebih besar daripada luas kaki stapes

    dari stapes. Terdapat kehilangan energi suara sebagai akibat dari resistensi tulang pendengaran, tetapi dalam

    penelitian didapatkan bahwa pada frekuensi di bawah 3000 Hz, 60% dari insiden energi suara pada membran

    timpani diteruskan ke cairan di dalam koklea

    Refleks Timpani

    Saat otot-otot telinga tengah berkontraksi (m.tensor tympani dan m.stapedius), mereka akan menarik manubrium

    mallei kedalam dan kaki-kaki dari stapes keluar. Hal ini akan menurukan transmisi suara. Suara keras akan

    menginisiasi refleks kontraksi dari otot-otot ini yang dinamakan refleks tympani. Fungsinya adalah protektif, yang

    akan memproteksi dari suara keras agar tidak menghasilkan stimulasi yang berlebihan dari reseptor auditori. Tapi,

    refleks ini memiliki waktu reaksi untuk menghasilkan refleks selama 40-160 ms, sehingga tidak akan memberikan

    perlindungan pada stimulasi yang cepat seperti tembakan senjata.

    Mekanisme Keseimbangan

    Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselarasi kepala rotasioanal atau angular, misalnya ketika

    kita mulai atau berhenti berputar, jungkir balik atau menengok. Sel rambut resptif terletak di ampula, sel rambut

    terbenam di dalam lapisan gelatinosa di atasnya, kupula yang menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula.

    Sewaktu kita menggerakkan kepala , tulang kanalis dan sel-sel rambut yang terbenam di dalam kupula bergerak

    bersama kepala. Namun, pada awalnya cairan di dalam kanalis, tidak bergerak searah dengan rotasi tetapi tertinggal

    di belakang akibat inersia. Ketika endolimfe tertinggal dibelakang , cairan dalam bidang yang sama dengan arah

    gerakan bergeser dalam arah berlawanan dengan gerakan. Gerakan ini menyebabkan kupula miring dalam arah

    berlawanan dengan gerakan kepala sehingga rambut menekuk. Jika gerakan kepala berlanjut dengan kecepatan dan

    arah yang sama, makan endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala sehingga sel rambut

    kembali ke posisi tidak melengkung. Ketika kepala melambat dan berhenti, endolimfe sesaat melanjutkan gerakan

    ke arah rotasi sementara kepala melambat untuk berhenti. Akibatnya kupula dan rambut-rambut melengkung ke

    arah putaran sebelumnya.

  • Rambut-rambut di sel rambut vestibularis terdiri dari satu silium yaitu kinosilium. Sterosilia berhubungan

    dengan ujung-ujungnya oleh tautan ujung. Ketika sterosilia terdefleksi oleh gerakan endolimfe, tegangan yang

    terjadi menarik saluran ion berpintu mekanis di sel rambut. Sel rambut mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi,

    tergantung saluran ion terbuka atau tertutup. Sel rambut mengalami depolarisasi ketika sterosilia menekuk ke arah

    konosilium, penekukan ke arah berlawanan menyabakan hiperpolarisasi. Depolarisai meningkatkan pelepasan

    neurotransmiter menyebabkan peningkatan frekuensi lepas muatan saraf aferen. Sel-sel rambut membentuk sinaps

    dengan ujung terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu dengan akson vestibular lain dan membentuk nervus

    vestibularis.

    Kanalis semisirkularis tidak berespons ketika kepala tidak bergerak dan ketika kepala berputar dalm lingkaran

    dengan kecepatan yang tetap.

    Peran organ otolit

    Organ otolit yaitu utrikulus dan sakulus. Ketika seseorang dalam posisi tegak, rambut-rambut di dalam utrikulus

    berorientasi vertikal dan rambut sakulus berjajar horizontal.

    Utrikulus :

    Ketika memiringkan kepala ke suatau arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai arah kemiringan karena gaya gravitasi yang mengenai lapisan gelatinosa. Penekukan ini menimbulkan depolarisasi atau

    hiperpolarisasi tergantung pada miringnya kepala.

    Rambut utrikulus juga bergerak oleh perubuhan gerakan linier horizontak (berjalan ke depan, belakang , samping). Sewaktu mulai berjalan maju membran otolit mula-mula tertinggal di belakang endolimfe dan sel rambut

    karena inersianya yang lebih besar. Karena itu rambut menekuk ke belakang, berlawanan dengan arah gerak maju.

    Ketika kecepatan langkah sama maka lapisan gelatinosa akan segera menyamai dan bergerak dengan kecepatan

    yang sama dengan kepala sehingga rambut tidak defleksi. Ketika berhenti berjalan, otolit bergerak maju sesaat

    sewaktu kepala melambat dan berhenti, menekuk rambut ke depan.

    Sakulus bersepons terhadap gerakan miring kepala menjauhi posisi horizontal (loncat atau naik tangga).

    LI. 3.Mampu Memahami dan Menjelaskan Otitis Media

    LO.3.1.Memahami dan Menjelaskan Definisi Otitis Media

    Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum

    mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media

    non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis

    media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media

    adhesiva (Djaafar, 2007). Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-

    tanda yang bersifat cepat dan singkat.

    LO.3.2.Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Otitis Media

    Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di beberapa penelitian disebutkan

    penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara diantara anak-anak Amerika kulit putih dan kulit hitam tidak ada

    perbedaan. Insidens tertinggi otitis media akut (OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan 75% anak mengalami

    episode ini dalam umur 12 bulan. Anak-anak yang menderita pertama sekali episode OMA kurang dari umur 12

    bulan secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan OMA rekuren.

    Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada anakanak Eskimo, Indian Amerika,

    dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1%

    (Chole dan Nason, 2009). Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan

    25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet, 2007). Tahun 2008

    kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama.

    LO.3.3.Memahami dan Menjelaskan Etiologi Otitis Media

    1. Bakteri Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat

    ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus

    lain tergolong sebagai nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri

    penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-

    30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti

    Streptococcus pyogenes (group A betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif.

    Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani

  • rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang

    dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

    2. Virus Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri

    patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV),

    influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus

    atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun

    lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme

    farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus

    specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada

    anak yang menderita OMA pada 75% kasus.

    Faktor Risiko

    Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta

    lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain,

    abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,

    disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).

    Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak

    kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem

    pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-

    laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan Indigenous

    Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh.

    Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas,

    status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak.

    ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak

    menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding

    dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan

    anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah

    terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis

    media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.

    LO.3.4.Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Otitis Media

    1. Otitis Media Akut Inflamasi akut disertai infeksi pada telinga tengah Sering terjadi pada anak-anak Biasanya diawali ISPA yang berakibat pada sumbatantuba Dapat juga karena robekan membrana timpani dan penyebaran hematogen Kuman tersering :

    Hemophilus influenza

    Streptococcus pneumoniae

    2. Otitis Media Supuratif Kronis Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah

    terus menerus atau hilang timbul. Disebut juga Otitis Media Perforata atau Congek

  • Patofisiologi : Sebagai kelanjutan dari OMSA Faktor-faktor yang mempengaruhi :

    Keterlambatan pengobatan

    Terapi tidak adekuat

    Virulensi kuman tinggi

    Daya tahan tubuh rendah (mis: gizi kurang)

    Higiene buruk Pembagian klinik :

    a. Benign / tipe mukosa o Keradangan hanya pada mukosa dan tidak sampai tulang o Perforasi sentral o Tidak didapatkan kolesteatom o Jarang terjadi komplikasi

    b. Maligna / tipe tulang o Perforasi atik atau marginal o Bisa didapatkan fistel atau abses retroaurikular o Bisa didapatkan polip atau jaringan granulasi di MAE yang berasal dari telinga tengah o Didapatkan kolesteatom

    c. Berdasarkan aktivitas sekret o Tipe aktif Secara aktif menghasilkan sekret yang keluar dari kavum timpani o Tipe tenang Kavum timpani terlihat basah atau cenderung kering

    Gejala klinis

    Otore yang berlangsung lama (>6 minggu) Dapat encer jika tipe benign atau kental dan berbau pada tipe maligna

    Pendengaran menurun

    3. Otitis Media Serosa Keadaan terdapatnya sekret yang non purulen pada telinga tengah, sedangkan membrana timpani utuh Batasan antara otitis media serosa akut dan kronis hanya pada cara terbentuknya secret. Pada yang akut sekret

    terjadi secara perlahan-lahan dengan disertai nyeri telinga sedangkan yang kronis sekret terbentuk bertahap

    tanpa rasa nyeri.

    Gejala Subjektif

    Pendengaran berkurang

    Rasa tersumbat pada telinga

    Rasa seperti ada cairan yang bergerak

    Tinitus

    Vertigo

    Nyeri (+)

    4. Otitis Media Tuberculosa Keradangan kronis dari cavum tympani yang disebabkan Mycobacterium TBC yang berasal dari paru Penjalaran kuman melalui hematogen atau melalui tuba Keluhan dan gejala :

    Otorhea

    Keluarnya sekret yang berbau busuk

    Tidak nyeri

    Pendengaran sangat menurun

    5. Otitis Media Syphilitica Keradangan dari cavum tympani yang disebabkan oleh infeksi Treponema Palidum yang juga menyerang telinga

    dalam

    6. Otitis Media Adhesiva Terbentuknya jaringan fibrosis di telinga tengah sebagai akibat proses keradangan yang berlangsung lama

    sebelumnya

    Disebut juga Middle Ear Fibrosis

    Patogenesa

  • Merupakan komplikasi dari otitis media yang menyebabkan kerusakan mukosa telinga tengah dimana pada masa penyembuhan terbentuk jaringan fibrotik yang menimbulakan perlekatan

    Pada kasus yang berat dapat terjadi ankilosis tulang-tulang pendengaran.

    LO.3.5.Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Otitis Media

    Penyebab utama dari otitis media adalah urutan dari kejadian-kejadian: otitis media akut dimulai oleh adanya

    infeksi virus yang merusak mucosa siliar pada saluran nafas atas sehingga bakteri patogen masuk dari nasofaring

    ke telinga tengah melalui tuba Eustachius dengan gerakan mundur (retrograde movement). Bakteri-bakteri ini

    memperoleh respon inflamasi yang kuat dari mukosa telinga tengah sama seperti infiltrasi leukosit. Efusi telinga

    tengah dihasilkan dari sekresi nasofaring yang memasuki rongga telinga tengah dan dapat juga dihasilkan dari

    ventilasi yang inadekuat dari telinga tengah. Tekanan telinga tengah yang berkurang akan menyebabkan

    perkembangan efusi, yang disebut teori hydrops ex vacuo. Posisi tuba Eustachius yang relatif horizontal pada anak

    juga meningkatkan kerentanan anak untuk terjadinya refluks sekresi dari nasofaring ke telinga tengah.

    Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau

    alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba

    Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila

    keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke

    dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk

    mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan

    mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor

    pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah

    terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba

    patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi

    yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan

    kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret

    dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan

    tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak

    akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.

    Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti

    akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga

    tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari

    tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan

    hipertrofi adenoid.

    Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA

    Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan

    bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi

    saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada

    anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari

    nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur

    lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga

    jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah

    terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas

    yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi

    adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu

    terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah

    melalui tuba Eustachius

    LO.3.6.Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Otitis Media

    Otitis Media Akut a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

    Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat

    terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran

    timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada

    tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal

  • dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.

    Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak

    terjadi demam pada stadium ini.

    b. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

    Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani

    mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan

    oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi

    berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang

    menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal

    atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan

    udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

    c. Stadium Supurasi

    Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di

    sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial

    terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau

    bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat

    serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai

    dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.

    Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani,

    akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus

    berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran

    timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau

    yellow spot.

    Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan

    menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga

    luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat

    perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.

    d. Stadium Perforasi

    Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak

    akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi

    (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.

    Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.

    Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu,

    maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama

    lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.

    e. Stadium Resolusi

    Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium

    resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan

    sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung

    walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.

    Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan

    stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang

    timbul.

    Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi

    jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.

    LO.3.7.Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Otitis Media

    Menurut Kerschner, kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:

    1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

    2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan

    dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas

    atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat

    cairan yang keluar dari telinga.

  • 3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara

    tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu

    tidur dan aktivitas normal.

    Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat.

    Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang

    menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore

    yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia,

    gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria

    tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat

    sedang sampai berat.

    Perbedaan OMA dan Otitis Media dengan Efusi OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Efusi telinga tengah (middle

    ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan Utaraotitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat

    menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss

    LO.3.8.Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Otitis Media

    Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk

    mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.

    Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang

    mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani,

    dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.

    Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan

    negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak

    kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada

    orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.

    Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian

    antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam

    klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di

    dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan

    kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan

    eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau

    eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.

    Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila

    membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

    Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan

    obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3

    minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.

    Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup.

    Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani.

    Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.

  • Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik

    dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Menurut American

    Academy of Pediatrics (2004) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi

    dengan antibiotik sebagai berikut:

    Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line terapi dengan pemberian

    80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus

    penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-

    line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis,

    termasuk Streptococcus penumoniae

    Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi dengan

    insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.

    1. Miringotomi Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga

    tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang

    sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila

    terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah.

    Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus

    fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien

    yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan

    miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi

    second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.

    2. Timpanosintesis Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani,

    dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah

    terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun

    tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi

    telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif,

    randomized trial yang telah dijalankan.

    3. Adenoidektomi Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak

    yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada

    anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi,

    kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

    LO.3.9.Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Otitis Media

    Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak,

    menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan

    pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain.

    LO.3.10.Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Otitis Media

    Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses

    otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik.

    Mengikut Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal

    (perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses

    subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

  • LO.3.11.Memahami dan Menjelaskan Prognosis Otitis Media

    LI. 4.Mampu Memahami dan Menjelaskan Cara Menjaga Telinga dan Pendengaran Menurut Ajaran Islam

    Pendengaran adalah benteng pertahanan kedua dari segi bahayanya setelah lisan. Yaitu,yang kedua dalam

    mempengaruhi hati dan menguasainya. Oleh karena itu,Al-Haris Al-Muhasibi berkata,"tidak ada luka yang lebih

    berbahaya bagi seorang hamba setelah lisannya selain pendengarannya,karena pendengaran itu utusan yang lebih

    cepat pada hati dan lebih mudah jatuh kedalam fitnah.

    Pendengan hati terhadap kebenaran itu ada 3 macam, ketiganya ada dalam Al-Quran :

    1. MENDENGARKAN UNTUK MENGETAHUI. Derajat ini muncul ketika seseorang hanya menggunakan indera pendengaran. Sebagaimana yang

    diberitakan oleh Al-Qur'an ketika menceritakan tentang jin-jin yang beriman, mereka

    berkata,"Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan". (QS.Al-Jin [72]:1)

    2. MEMPERDENGARKAN UNTUK MEMAHAMI. Adapun memperdengarkan untuk memahami dalam menafikan orang yang suka berpaling dan lalai,

    sebagaimana firman Allah, "Maka sungguh,engkau tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang

    mati itu dapat mendengar dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka

    berpaling kebelakang. (Ar-Rum [20]:52).

    Demikian juga firman Allah,"Sungguh Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dia kehendaki

    dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar".

    (Al-Fathir [35]:22)

    Kekhususan ini adalah untuk memperdengarkan pemahaman dan pengetahuan. Demikian juga firman

    Allah,"Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka,tentu dia jadikan mereka dapat mendengar.

    Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar,niscaya mereka berpaling,sedang mereka memalingkan

    diri".(Al-Anfal [8]:23)

    Dengan kata lain,jika seandainya Allah mengetahui orang-orang kafir itu terdapat penerimaan dan

    ketundukan,tentu Allah akan menjadikan mereka dapat memahami. Jika tidak,berarti mereka telah mendengar

    dengan pendengaran pengetahuan. Seandainya Allah menjadikan mereka dapat memahami,niscaya mereka tidak

    akan tunduk dan tidak mengambil manfaat dari apa yang dipahaminya. Karena didalam hati mereka terdapat faktor

    yang menolak dan menghalang-halangi mereka untuk mengambil manfaat dari apa yang mereka dengar

    3. MENDENGARKAN UNTUK MENERIMA DAN MEMENUHI PANGGILAN. Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan,dalam firman Allah yang menceritakan

    tentang hamba-hamba-Nya yang beriman,mereka berkata, "kami mendengar, dan kami taat". (QS.An-Nur [24]:51)

    Inilah bentuk mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan yang berbuah ketaatan. Mendengarkan

    untuk menerima dan memenuhi panggilan ini mencakup 2 macam sebelumnya,yaitu mendengarkan untuk

    mengetahui dan memperdengarkan untuk memahami.

    Mendengarkan untuk mengetahui sedikitpun tidak berguna,karena binatang juga mendengar sebagaimana orang

    kafir dapat mendengar. Mendengarkan untuk memahami juga,sedikitpun tidak berguna,karena orang-orang yang

    hatinya membatu juga dapat memahami,tapi mereka tidak mengamalkan.

    Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan saja yang dapat memberatkan timbangan amal

    kebaikan anda dan menunjukkan pada kehidupan hati anda serta beredarnya denyutan didalamnya.

    Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini akan hadir ketika perkataan yang didengar itu

    bertemu dengan sekejap kekhusyukan,atau ketika dalam kondisi bertaubat, atau ketika merasa terpukul dengan

    dosanya,atau hanya dengan pertolongan Allah yang tersembunyi, atau juga dengan kelembutan yang jelas,dengan

    sebab ataupun tanpa sebab.

    Ketika itulah,anda akan dapati pori-pori hati terbuka,sehingga terjadilah pengaruh yang luar biasa dan kondisi

    hati menjadi berubah seluruhnya,dari hati yang mati menuju hati yang hidup, dari hati yang rapuh menuju hati yang

    kuat.

  • Daftar Pustaka

    Eroschencko, Victor P. 2010. Atlas histologi diFiore : dengan Korelasi Fungsional. Jakarta : EGC.

    Soepardi, Efiaty Arsyad. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, Edisi

    Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

    Sherwood, Laralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdf

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31726/4/Chapter%20II.pdf

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31726/4/Chapter%20II.pdf