telaah drama kelompok 3&4-noh
TRANSCRIPT
Noh 能
A. Sejarah
Noh berkembang dan dipertunjukkan sekitar abad 14 dan 15 dibawah
kepemimpinan seorang dramawan terkenal Kannami dan putranya Zeami.
Khususnya Zeami, yang menulis banyak drama yang 250 drama diantaranya masih
ditampilkan sampai sekarang dalam kumpulan sandiwara klasik. Dia juga diam-diam
menulis beberapa drama beberapa tulisan yang menjelaskan tentang aturan prinsipil
estetika noh dan memberikan detail bagaimana kesenian noh seharusnya dibuat,
diperankan, diarahkan, diajarkan, dan diproduksi dengan baik selama Zeami berada
dalam perlindungan militer Shogun Ashikaga Yoshimitsu. Selama periode Edo
(1603-1868), noh menjadi pertunjukan kesenian utama pada pemerintahan militer.
Kekuasaan militer feudal di seluruh negeri mendukung kelompok drama mereka, dan
belajar banyak dan mempertunjukkan kesenian mereka sendiri. Dengan pertunjukan
masyarakat di periode Meiji (1868-1912), noh kehilangan perlindungan dari
pemerintah dan harus berdiri sendiri.Meskipun noh hampir mati, beberapa grup
pemain mendapatkan sponsor pribadi dan mulai mengajarkan kesenian pada para
pemain amatir sehingga dalam waktu singkat kembali berkembang. Saat ini, seperti
kebanyakan pertunjukan klasik di seluruh dunia, noh tidak bisa digambarkan sebagai
kesenian popular rata-rata di Jepang. Sebelumnya penggemar noh begitu antusias dan
para pemain profesionalnya sangat terlatih dan sangat disibukkan oleh kegiatan
pertunjukan dan mengajar noh ke seluruh penjuru negeri. Sekarang ada sekitar 1500
pemain professional yang hidup dari hasil pertunjukan dan mengajar noh.
B. Tipe Pertunjukan
Ada lima kategori dalam drama noh. Dalam urutannya, ada segi/bagian tuhan,
prajurit, wanita cantik, gambaran bermacam-macam hal (khususnya wanita gila atau
tentang masa sekarang), dan hal-hal supranatural. Selama periode Edo, sebuah
program sehari penuh terdiri atas potongan ritual Okina-Sabosa diikuti oleh satu
drama dari masing-masing kategori di atas. Satu drama Kyogen akan ditampilkan di
antara masing-masing noh. Dari kelima kategori, drama-drama wanita adalah yang
bertempo paling lambat dan paling puitis, dan mengekspresikan yugen pada level
paling tinggi, sebuah estetica yang menampilkan keanggunan, kelembutan dan
kecantikan.
C. Karakter
Peran utama dalam drama noh disebut Shite yang terkadang muncul dengan
satu atau lebih pemain pendukung yang disebut Tsure. Di banyak drama, shite
muncul di paruh pertama pertunjukan sebagai orang biasa, meninggal, kemudian
muncul lagi di paruh kedua pertunjukan dengan bentuk aslinya sebagai hantu/arwah
orang terkenal di masa lalu. Bentuk pertunjukan tersebut disebut Maejite dan bentuk
yang terakhir disebut Nochijite. Semuanya diperankan secara tradisional oleh aktor
yang sama. Aktor tambahan, Waki, sering berperan sebagai biksu pengelana yang
mempertanyakan penting tidaknya karakter utama dalam mengembangkan cerita. Ia
selalu muncul dengan pendamping Waki-Tsure. Aktor selingan disebut Ai atau Ai-
Kyogen juga selalu muncul sebagai orang lokal yang memberikan latar belakang
kepada waki, begitu pun penonton, agar situasi Shite dapat dimengerti.
D. Paduan Suara
Paduan suara disebut Jiutai, biasanya terdiri atas delapan orang, duduk di
samping panggung, berfungsi untuk menceritakan latar belakang, dan cerita dan
suasananya. Itu juga terkadang menggambarkan karakter tokoh, pikiran dan emosi
atau bahkan bernyanyi untuk karakter.
E. Pemain Musik
Pemain musik dikenal dengan Hayashi berada di belakang panggung. Terdiri
atas pemain suling (nohkan), penabuh gendang (yang berbentuk seperti jam pasir) di
bahu (kotsuzumi), penabuh gendang (yang berbentuk agak lebih tipis dan besar dari
gendang sebelumnya) yang diletakkan di pangkuan (okawa atau otsuzumi), penabuh
gendang yang berbentuk seperti tong yang diletakkan di lantai dan dimainkan dengan
dua stik (taiko). Ritme dan melodi dari instrumen mengikuti urutan dari sistem cerita.
Satu bagian yang paling istimewa adalah penggunaan drum yang disebut Kakegoe,
tabuhan dari drummer yang ditampilkan sebagai sinyal antara drummer seperti juga
antara drummer dan penyanyi. Drum ini juga menjadi elemen penting bagi tekstur
suara dari pertunjukan, menciptakan mood dan dengan lagu-lagu pendek drum ini
menentukan tempo pertunjukan.
F. Gerakan
Sebuah pertunjukan noh bukanlah pertunjukan teater yang realistis. Lebih dari
itu, gerakan noh merupakan gaya tingkat tinggi dan sudah ditentukan. Sementara
beberapa gerakan memiliki arti spesifik, gerakan lainnya menyajikan sebuah ekspresi
abstrak yang estetik untuk menyampaikan emosi dari karakter utama. Semua noh bisa
digambarkan sebagai tarian. Terkadang terdapat gerakan kecil dramatis yang
membangun cerita. Di lain waktu ada gerakan kuat dan bersemangat. Gerakan
ditempatkan terkadang untuk nyanyian paduan suara atau terkadang murni untuk
instrumen musik. Pada umumnya, kesengajaan, kecekatan, ketegasan dan abstraksi
adalah bagian penting dari gerakan noh.
G. Topeng
Make up tidak digunakan dalam noh. Biasanya digunakan topeng ukiran oleh
pemain utama atau shite dan pemain pembantu atau tsure. Topeng-topeng ini
dianggap sebagai keindahan yang luar biasa dan juga sebagai penguat ekspresi. Pada
umumnya, semua karakter yang tidak digambarkan sebagai pria paruh baya akan
menggunakan topeng. Untuk itu semua karakter yang mengambarkan wanita dan pria
tua menggunakan topeng seperti makhluk supranatural misalnya hantu, dewa-dewa,
iblis, dan makhluk-makhluk aneh. Pada umumnya, topeng memiliki ekspresi netral
atau kadang tidak sama sekali, atau menggambarkan emosi yang sangat kuat. Dahulu,
faktanya, memungkinkan topeng muncul dengan berbagai ekspresi dengan permainan
cahaya dan bayangan sebagaimana perubahan tiap kemiringan topeng. Bahkan dalam
peran di mana seorang aktor tidak menggunakan topeng, arti wajah bertopeng tetap
jelas melekat. Ini disebut Hitamen, yang secara literatur berarti ‘topeng langsung’.
Untuk ini, aktor tidak menggunakan wajahnya untuk ekspresi sebenarnya melainkan
topeng ekspresi. Karakter pendukung waki atau yang menyertai wakizure tidak
pernah menggunakan topeng karena dimaksudkan untuk menjadi pria setengah baya
yang hidup di masa kini.
H. Kostum/Pakaian
Kostum dalam noh dibuat dari sutra cantik yang dicelup dan dibordir dengan
rumir. Kostum-kostum ini mengungkapkan tipe karakter yang digambarkan dan
mengikuti konvensi ditetapkan sebagai penggunaannya. Masih banyak variasi. Detail
dari desain, kombinasi warna, kekayaan tekstur, dan kekuatan bentuk memberikan
noh dampak visual. Semua karekter baik miskin atau kaya, muda atau tua , laki-laki
atau perempuan semuanya menggunakan kostum yang indah. Proses menggunakan
kostum begitu rumit. Terlebih lagi jika seorang aktor hendak mengenakan pakaiannya
sendiri, dibutuhkan dua atau tiga orang untuk memakaikan kostum si aktor.
I. Panggung
Bagian utama panggung yang digunakan dalam noh berbentuk tirai persegi
dengan sebuah jembatan dari belakang panggung menuju ke depan. Di ujung
jembatan terdapat tirai tergantung yang mengayun ke atas dan ke belakang yang
memungkinkan pemain keluar-masuk. Panggung noh tradisional di luar dan ditutupi
dengan atap miring panjang. Sejak awal abad 19, mereka sudah berpindah ke dalam
ruangan. Panggung bagian dalam ini terbuka di dua sisi seperti jenis panggung teater
setengah lingkaran. Tidak ada desain panggung yang realistis. Sebaliknya properti
panggung hanya digunakan sebagai simbolis. Pohon pinus dilukis di dinding
belakang panggung merepresentasikan pohon di mana noh itu berada, melalui
legenda, diturunkan dari surga untuk umat manusia. Dalam budaya Jepang pohon
pinus/ cemara menjadi simbol penting mengenai keabadian dan keteguhan yang
tidak berubah.
J. Ruang dan Waktu
Pada umumnya, penggunaan ruang dan waktu tidak menggambarkan
kerealistisan. Sebaliknya, ada kebebasan gambaran yang mengharuskan penonton
untuk menggunakan imajinasi mereka. Karakter hanya mengambil beberapa langkah
dan melalui lagu mereka atau dari paduan suara, penonton tahu bahwa mereka telah
menempuh jarak yang jauh. Dua karakter dapat muncul di panggung hampir
bersamaan, tapi lagi-lagi penonton akan mengerti bahwa mereka belum hadir
bersama. Meskipun hal ini mungkin membingungkan bagi yang baru pertama kali
menonton, bagi banyak orang yang datang untuk memahami ini dan konvensi
lainnya, noh menciptakan ekspresi teater yang jauh lebih kuat dari teater realistis.
K. Pertunjukkan Noh
Noh Izutsu 井筒
(“The Well Curb”)
Seorang biarawan berhenti di depan Kuil Ariwara di mana seorang wanita
cantik muncul dengan membawa air dan bunga-bunga di makan leluhur Ariwara no
Narihira. Dia mengatakan memiliki hubungan dengan Narihira dan putri dari Ki no
Aritsune tersebut, yang dikenal dengan sebutan “si Gadis di Pinggiran Sumur”, dan
akhirnya ia mengatakan dirinya sebenarnya merupakan arwah dari Putri tersebut. Ia
kemudian menghilang dan setelah biarawan berdoa untuknya, ia kembali muncul
dengan menggunakan kostum dari Narihira. Ia menari dan lenyap saat fajar terbit.
Penulis : Zeami (1363?-1443?)
Suasana : Musim gugur, bekas kuil Ariwara di Isonokami, Propinsi Yamato,
saat ini
bernama kota Tenri, Prefektur Nara.
Kategori : Tiga kategori pemain wanita (wig asli), hantu (mugen) dalam dua
peran, jo-no-
mai (bagian menari dengan tenang), tanpa tabuhan taiko.
Latihan Pertunjukkan : Persembahan dari 5 sekolah.
Karakter (disusun menurut pemunculan) :
- Waki (aktor kedua) : biarawan pengelana.
- Maejite (aktor utama (bagian paruh pertama-shite)) : gadis desa. Yang
menggunakan topeng (wanita muda, ko-omote) atau topeng orang dewasa
(fukai)
- Ai / Ai-kyogen (aktor selingan) : penduduk desa
- Nochijite (pada bagian paruh kedua-aktor shite) : hantu dari Putri dari Ki No
Aritsune yang berpakaian seperti suaminya. Menggunakan topeng yang sama
pada paruh pertama.
Sinopsis : adegan per adegan
Pengatur panggung menempatkan sumur di panggung.
1. Masuknya Waki : Seorang biarawan masuk dengan iringan permainan suling
solo nanori-bue, dan mengatakan bahwa dia sedang dalam perjalanan menuju
Hatsuse dan berhenti dan beristirahat di Kuil Ariwara. Dia berkata kembali
bahwa tempat ini merupakan tempat di mana Narihira dan Putri dari Ki no
Aritsune hidup bersama sebagai suami dan istri yang saling membawakan
puisi. Dia mengatakan akan mendoakan arwah keduanya agar nyaman di alam
sana.
2. Masuknya Shite : Seorang gadis desa masuk dengan diiringi musik shidai, ia
masuk dengan membawa air dan bunga. Dia bernyanyi mengenai kesendirian
di malam musim gugur di kuil tua ini, angin berbisik pada larut malam
melalui pohon cemara, pancaran cahaya bulan yang menerpa rerumputan, dan
mengenai ingatan di masa lalu di dunia ini. Dia pun kemudian melanjutkan
nyanyiannya mengenai pengharapannya pada Buddha, pencerahan bagi siapa
saja yang merasa tersesat, sang bulan melayari langit musim gugur, angin
yang dating dalam mimpi seperti dunia yang sukar ditebak, dan akhirnya
memepertanyakan suara apa yang akan membangunkannya dari mimpi
tersebut.
3. Pergantian Waki/ Shite : Si biarawan berkata ketika melihat si wanita masuk,
dan dating dengan membawa bunga dan air di makam. Dia mempertanyakan
siapa wanita itu dan si wanita menjawab bahwa ia tinggal di dekat kuil dan
menjaga makam Ariwara no Narihira yang membangun kuil tersebut.
Biarawan berkata bahwa sejak Narihira hidup beberapa tahun yang lalu si
wanita memiliki pertalian yang erat dengannya namun si wanita
menyangkalnya. Si wanita kemudian menyanyikan mengenai ketenaran
Ariwara dari zaman dulu hingga sekarang. Kemudian ia menceritakan
mengenai nama Narihira dan tumbuhnya pohon cemara disertai rerumputan
yang liar dan rimbun di makam. Sungguh, kerinduan yang mendalam.
4. Cerita Shite : paduan suara dan wanita menyanyi dalam waktu yang panjang
tentang masa lalu ketika Narihira menikahi putrid dari Ki no Aritsune,
sebelum dia jatuh cinta pada putri lain di Takayasu. Mereka mengutip puisi
yang dinyanyikan oleh sang istri yang menunjukkan cinta dan kesetian
kepadanya dengan ekspresi kepuasan dalam perjalanannya melihat wanita
lain. Kemudian lagu menceritakan tentang cerita mereka, bagaimana masa
kecil mereka yang sering bermain bersama dan tumbuh menjadi dewasa dan
kemudian tua. Di suatu waktu mereka mengganti puisi yang berekspresikan
tentang cinta keduanya, bagaimana terakhir kali sang lelaki melihat
perempuan di pinggir sumur dan bagaimana rambut si perempuan semakin
panjang karena menunggunya sang lelaki.
5. Keberangkatan Shite : lagu beralih ke refrain ketika si biarawan yang merasa
cerita tersebut aneh dan kemudian bertanya tentang nama si wanita. Si wanita
berkata dialah si putri dari Ki no Aritsune tersebut, “si gadis pinggiran
sumur”. Bagian refrain menggambarkan hilangnya si wanita ke dalam sumur.
6. Cerita Ai : Seorang penduduk desa masuk dan menjawab pertanyaan biarawan
dan menceritakan cerita tentang Narihira dan putri Aritsune. Ini termasuk
menceritakan bagaimana Narihira yang berpura-pura pergi satu malam untuk
menemui cintanya dan kemudian memata-matai istrinya, mendengar puisi
yang dinyanyikan istrinya mengenai kepergiannya di tengah malam. Narihira
terkejut dengan kesetiaan sang istri dan memutuskan untuk menyerah dengan
cintanya yang lain. Si penduduk desa tersebut menyarankan untuk mendoakan
arwah keduanya.
7. Waktu menunggu Waki : Biarawan bernyanyi di tengah malam, bulan di
langit, dan menyiapkan diri untuk tidur di atas tumbuhan lumut dan kemudian
bermimpi.
8. Masuknya Nochijite : Hantu dari putri dari Ki no Aritsune, “si gadis pinggiran
sumur”, masuk dengan diselingi musik issei dan menyanyikan sebuah puisi
tentang menunggu seseorang yang tidak dating layaknya sakura yang
bermekaran bergantian. Si wanita bernyanyi tentang bagaimana ia menunggu
dengan lama sang suami.
9. Tarian Shite : Dia bernyanyi tentang Narihira dan kemudian menari dengan
elegant tarian pelan jo-no-mai. Dia bernyanyi kembali di bawah pancaran
sinar bulan di Kuil Ariwara.
10. Taria Shite, kesimpulan : Berganti ke refrain, si hantu menyanyikan puisi
terkenal tentang bulan dan musim semi kemudian membandingkan tingginya
saat masih kecil dengan pinggir sumur yang melihat Narihira yang masih ia
cintai di balik wujud setannya, layaknya bunga yang telah layu dan pudar
warnanya. Lonceng kuil berbunyi menandakan fajar tlah terbit dan
membangunkan si biarawan dari mimpinya.
By Richard Emmert
SINOPSIS
Suatu hari di musim gugur, seorang biarawan Buddha pengelana berhenti di
depan Kuil Ariwara di Yamato dalam perjalanannya menuju Kuil Hase. Menurut
legenda, Kuil Ariwara dibangun oleh Ariwara no Narihira. Ketika biarawan tersebut
sedang berdoa untuk ketenangan arwah Ariwara no Narihira dan istrinya, seorang
gadis desa muncul dengan bunga dan air sebagai persembahan untuk almarhum.
Untuk menanggapi pertanyaan dalam benak si biarawan, si wanita menceritakan
tentang sebuah cerita cinta antara Ariwara no Narihira dan seorang putri dari Ki no
Aritsune. Narihira muda dan putri tersebut tumbuh menjadi dewasa dan menikah
setelah bertukar puisi cinta. Si wanita kemudian mengatakan bahwa dialah putri dari
Ki no Aritsune tersebut, dan kemudian menghilang di balik gundukan kuburan tua.
Merasa aneh, si biarawan pun kemudian mempertanyakannya kepada orang-
orang yang lewat mengenai cerita antara Narihira dan istrinya, Putri Izutsu. Dia
menyarankan untuk menyelenggarakan upacara peringatan untuk arwah Putri Izutsu.
Pada tengah malam, arwah dari Putri Izutsu muncul dalam mimpinya ketika biarawan
sedang beristirahat. Si wanita dalam mimpinya menggunakan hiasan kepala Narihira
dan nōshi (kimono untuk bangsawan laki-laki) dan menari menunjukkan cinta dan
kerinduan untuknya. Penampakannya tercermin di dalam air di sumur saat ia mencari
jejak Narihira.
Fajar pun terbit dan arwah Putri Izutsu menghilang. Si biarawan terbangun
dari mimpi.
HIGHLIGHT
Izutsu adalah salah satu dari karya terbaik dari mugennoh, yang dinilai
sebagai karya terbaik dari Zeami. Kisah dari Izutsu merupakan rangkaian dari kisah
“Tsutsu Izutsu”, dua puluh tiga kisah di dalam Ise Monogatari (Hikayat Ise). Zeami
menafsirkan lelaki dan wanita dalam cerita ini sebagai Ariwara no Narihira dan putir
dari Ki no Aritsune. Ini merupakan kisah yang dipaparkan ke dalam cerita noh di
mana wanita yang menunggu suaminya., Putri Izutsu (Putri Aritsune), yang
menampakkan dirinya di sumur dengan pakaiannya dan mencari hari-hari bersama
suaminya dahulu. Tsukurimono (tiang besar panggung) dari sumur, dengan batang
rumput ilalang Jepang, menunjukkan suasana kesendirian di musim gugur.
Sumber :
能楽. 2004. 能楽へ誘い鑑賞手引き. 2004. Diakses tanggal 30 November 2010 dari http://www2.ntj.jac.go.jp/unesco/noh/en/
Iezzi, Julie. 2010. Kyogen in English: a bibliography. Diakses tanggal 29 November 2010 dari http://www.highbeam.com/doc/1G1-157746210.html
Japan Fact Sheet. Noh And Kyogen: The world’s oldest living theater diakses tanggal 29 November 2010 dari http://web-japan.org/factsheet/en/pdf/33Noh_Kyogen.pdf
Noh Drama after Zeami. Diakses tanggal 29 November 2010 dari http://www.rtjournal.org/vol_5/no_1/nafziger2.html
Nougaku. 2004. Nougaku e izanai kanshou tebiki. Diakses tanggal 30 November 2010 dari http://www2.ntj.jac.go.jp/unesco/noh/en/
Theatre Nohgaku. 2004. About Noh. Daikses tanggal 29 November 2010 dari http://www.theatrenohgaku.org/aboutnoh/glossary_e.php
The Japan-India Traditional Performing Arts Exchange Project 2004 Noh and Kutiyattam – “Treasures of World Cultural Heritage". 2004. Diakses tanggal 30 November 2010 dari http://www.mykerala.net/noh/noh.html