teknologi untuk - universitas hasanuddin · web viewtjandra setiadi fakultas teknologi industri,...

23
TEKNOLOGI UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Tjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: [email protected] Belum ada abstrak PENDAHULUAN Pada bagian pertama tulisan ini, akan dipaparkan terlebih dahulu bagian yang mempunyai arti yang luas dan bersifat makro, yaitu tentang persoalan yang dihadapi oleh manusia di planet bumi ini, dan kemudian memberikan landasan mengapa pembangunan berkelanjutan (sustainable development) perlu diwujudkan. Hal inilah yang melatarbelakangi mengapa teknologi untuk pembangunan berkelanjutan akan memiliki peran yang penting dalam mewujudkan hal tersebut. Di samping itu, pengertian tentang teknologi tersebut akan dipaparkan secara singkat. Selanjutnya, pada bagain akhir makalah, disampaikan aplikasi teknologi untuk pembangunan. Diskusi tentang teknologi tersebut dibatasi hanya pada tiga hal, yaitu perubahan pada sumber energi primer, perubahan bahan baku dan menghindari terjadinya produk samping dan emisi. 1

Upload: trinhlien

Post on 06-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

TEKNOLOGI UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Tjandra Setiadi

Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10

Bandung, Indonesia. 40132

e-mail: [email protected]

Belum ada abstrak

PENDAHULUAN

Pada bagian pertama tulisan ini, akan dipaparkan terlebih dahulu bagian yang

mempunyai arti yang luas dan bersifat makro, yaitu tentang persoalan yang dihadapi oleh

manusia di planet bumi ini, dan kemudian memberikan landasan mengapa pembangunan

berkelanjutan (sustainable development) perlu diwujudkan. Hal inilah yang melatarbelakangi

mengapa teknologi untuk pembangunan berkelanjutan akan memiliki peran yang penting

dalam mewujudkan hal tersebut. Di samping itu, pengertian tentang teknologi tersebut akan

dipaparkan secara singkat.

Selanjutnya, pada bagain akhir makalah, disampaikan aplikasi teknologi untuk

pembangunan. Diskusi tentang teknologi tersebut dibatasi hanya pada tiga hal, yaitu

perubahan pada sumber energi primer, perubahan bahan baku dan menghindari terjadinya

produk samping dan emisi.

PEMBAHASAN

Bagaimana Masa Depan Kehidupan Manusia di Bumi Ini ?

Carbon Dioxide Levels Rise Mercury Climbs Oceans Warm Glaciers Melt Sea

Level Rises Sea Ice Thins Permafrost Thaws Wildfires Increase Lakes Shrink Lakes

Freeze Up Later Ice Shelves Collapse Drought Linger Precipitation Increases Mountain

Stream Run Dry Winter Losses Its Bites Spring Arrives Earlier Autumn Comes Later

Plants Flower Sooner Migration Times Vary Habitat Change Birds Nest Earlier

Diseases Spread Coral Reefs Bleach Snow packs Decline Exotic Species Invade

1

Page 2: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

Amphibian Disappears Coastlines Erode Cloud Forests Dry Temperatures Spike at High

Latitudes.

(What in the World Is Going On? National Geographic, September 2004)

Bumi tempat manusia berpijak adalah planet yang dinamis. Energi dari matahari,

panas bumi, dan pergerakan air menciptakan benua, gunung, lembah, daratan, dan dasar

samudera. Proses perubahan yang terus berlangsung tidak hanya memfasilitasi kehidupan di

atasnya, tetapi juga menciptakan bencana. Saat ini, bumi memiliki fungsi selain sebagai ruang

dan sumber daya alam, yaitu sebagai “Bak Sampah”. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya

populasi penduduk dunia dan memburuknya kondisi lingkungan.

Meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk dunia telah menyebabkan tekanan

terhadap sumber daya alam termasuk udara, air, tanah, dan keanekaragaman hayati.

Kehidupan modern dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) hingga saat ini

pada umumnya masih mengeksploitasi sumber daya alam secara maksimal terutama untuk

keperluan bahan baku industri, termasuk industri kimia, yang juga menghasilkan limbah yang

mengotori bumi. Dan apabila proses eksploitasi ini tidak dikendalikan dan limbah yang

dihasilkan belum ditangani secara serius, maka akan menimbulkan dampak buruk terhadap

lingkungan.

Pembangunan saat ini pun belum memuat pertimbangan lingkungan yang memadai.

Namun, upaya pencegahan sudah mulai dilakukan melalui berbagai aturan perundangan

mengenai lingkungan. Di samping itu, kemiskinan di selatan dan kemapanan di utara

cenderung merusak lingkungan hidup dan memboroskan sumber daya alam. Dengan

demikian, memahami bumi dan proses yang terjadi di dalamnya adalah mutlak agar manusia

dapat bertindak bijaksana. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjaga kapasitas

lingkungan agar dapat melakukan fungsi-fungsinya dengan baik.

Manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan di

bumi sudah sepatutnya melakukan hal-hal yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan bumi.

Populasi manusia di bumi telah melampaui 6 miliar jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan

akan mencapai 8 miliar jiwa pada tahun 2020. Untuk mendukung jumlah manusia sebanyak

itu, beban bumi akan semakin berat, terutama dalam penyediaan sumber daya alam dan untuk

memberikan lingkungan yang berkualitas layak.

Sepanjang menyangkut lingkungan hidup dan/atau sumber daya alam (SDA), manusia

sebenarnya dihadapkan pada suatu tantangan berat. Tantangan adalah suatu keadaan atau

kondisi yang menghadapkan manusia pada suatu masalah, tetapi pemecahannya memerlukan

suatu kemampuan baru (yang masih harus dicari dan dikembangkan). Tiga tantangan yang

2

Page 3: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

paling menonjol yang digarisbawahi dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi 1992 di

Rio de Janeiro adalah :

1. Pesatnya laju pertumbuhan populasi manusia di bumi.

Pertumbuhan penduduk dunia meningkat pesat seperti yang disajikan dalam Gambar

1.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1950

1960

1970

1980

1990

2000

2010

2020

2030

2040

2050

Popu

lasi

(mili

ar)

Negara Berkembang

Negara Maju

Gambar 1. Pertumbuhan dan proyeksi penduduk dunia, 1950 – 2050

Sumber : Population Division of the Department of Economic and Social Affairs

of the United Nations Secretariat (2004), http://esa.un.org/unpp

2. Bumi telah terbelah menjadi dua dunia yaitu :

Dunia Utara sebagai negara industri maju yang jumlah penduduknya relatif

sedikit, kurang dari 20% penduduk bumi seluruhnya. Namun, konsumsi sumber

daya alam secara umum dapat mencapai 40 kali dari dunia selatan.

Dunia Selatan yang terdiri atas negara sedang berkembang. Mereka masih

dicengkeram oleh kemiskinan dan keterbelakangan sedemikian rupa sehingga

kehidupan bagi mereka adalah suatu perjuangan untuk mempertahankan

keberadaan atau eksistensi belaka. Dengan demikian, tidaklah mengherankan

apabila mereka tidak memperdulikan persoalan lingkungan.

3. Perkembangan Iptek yang secara umum masih berciri eksploitatif, menghasilkan

limbah dalam jumlah yang tinggi, dan tidak hemat energi. Hal tersebut memberikan

tekanan yang tinggi terhadap ekosistem di bumi.

3

Page 4: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

Apabila ketiga tantangan tersebut tidak mampu kita jawab, maka berbagai masalah

akan merongrong tidak hanya bagi manusia tetapi juga seluruh makhluk hidup yang berada di

bumi. Beberapa dampak, yang telah diidentifikasi sejak KTT di Rio de Janerio 1990, apabila

tantangan-tantangan tersebut tidak terjawab adalah :

1. Bumi akan mengalami krisis untuk memperoleh air bersih, dalam arti tidak hanya

kuantitas namun juga kualitas.

2. Berkurangnya lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan

keperluan hidup lainnya. Hal ini disebabkan oleh pengalihan pemanfaatan lahan

pertanian menjadi lahan untuk non-pertanian dan meluasnya pembentukan lahan kritis

sebagai akibat pemanfaatan lahan pertanian yang tidak memerhatikan upaya

pemeliharaan kesuburan tanah. Hal-hal tersebut berakibat pada penggurunan,

pengikisan, dan pelongsoran.

3. Menipisnya luas kawasan hutan secara global karena tuntutan akan kebutuhan lahan

non hutan. Yang dikhawatirkan adalah menurunnya keanekaragaman hayati secara

besar-besaran, baik dalam bentuk jenis tumbuhan dan satwa liar maupun juga

ekosistem dan plasma nutfah.

4. Terjadinya pencemaran dan perusakan ekosistem pantai dan laut sebagai akibat

penangkapan ikan yang berlebihan (over-fishing), perusakan habitat satwa laut dan

terumbu karang, dan pencemaran oleh limbah dan sampah yang terbawa aliran muara

sungai dari kegiatan manusia di darat.

5. Peningkatan beban pencemaran ke udara atau atmosfer juga memberikan ancaman

terhadap penurunan kualitas udara sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan iklim

secara global (akibat menipisnya ozon dan meningkatnya gas rumah kaca), dan hujan

asam. Di samping itu, jumlah dan jenis limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya)

meningkat yang keseluruhannya dapat membahayakan kesehatan manusia dan

lingkungan.

Lima belas tahun berlalu sejak pertemuan di Rio de Janeiro dan serangkaian negosiasi

internasional yang melibatkan banyak negara dan para ahli, termasuk di antaranya yang paling

terkenal adalah Protokol Kyoto. Apakah lingkungan bumi kita makin membaik? Bukti-bukti

ilmiah menunjukkan bahwa keadaannya justru makin memburuk. Konsentrasi gas-gas rumah

kaca (antara lain gas CO2, CH4, N2O, dan HFC) di atmosfer terus meningkat, yang

mengakibatkan perubahan iklim global. Perubahan iklim tersebut dipicu oleh meningkatnya

temperatur rata-rata secara global yang sejak tahun 1880 hingga tahun 2002 hampir sekitar

0,6 OC (1 OF), seperti terlihat pada Gambar 2. Bagaimana prediksi temperatur bumi di masa

4

Page 5: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

yang akan datang? Apakah akan mengikuti garis merah, ataukah mengikuti garis biru? Dan

bagaimana dengan masa depan kehidupan manusia di bumi ini?

Gambar 2. Perubahan temperatur rata-rata tahunan secara global

Sumber : Mader (2007)

Pembangunan Berkelanjutan

Sustainable development: "Development that meets the needs of present without

compromising the ability of future generations to meet their own needs." The World

Commission on Environment and Development, Brundtland Commission, 1987

Pola pertumbuhan perkembangan ekonomi atau parameter lainnya, seperti populasi,

dapat dilukiskan seperti pada Gambar 3. Memperhatikan pola pertumbuhan pada gambar

tersebut, keadaan dunia saat ini berada pada garis hitam-penuh yang sedang menanjak,

terutama dari segi pertumbuhan populasi dan ekonomi. Sampai kapankah pertumbuhan ini

akan terus berlanjut?

Dengan memerhatikan tanda-tanda yang terjadi di bumi ini dan tantangan yang telah

dikemukakan pada KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992, tampaknya tidak mudah diatasi

oleh umat manusia, yang terjadi adalah masa depan yang buruk bagi kehidupan manusia.

Prediksi yang terjadi adalah seperti yang digambarkan oleh garis merah-penuh pada Gambar

3. Yaitu, terjadinya bencana yang menimpa umat manusia. Keadaan seperti ini haruslah

dihindari dengan berbagai cara dan usaha.

Usaha yang harus dilakukan adalah bagaimana mengatur berbagai upaya untuk

mencapai kesetimbangan di bumi ini. Pencapaian kesetimbangan yang dapat menunjang

5

Page 6: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

kebutuhan manusia saat ini dengan tidak mengorbankan kemampuan generasi mendatang

untuk memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan, dikenal sebagai “Keberlanjutan”, dan

masyarakat yang berusaha menciptakan kondisi seperti itu disebut sebagai “Masyarakat yang

Berkelanjutan” (Sustainable Society).

Gambar 3. Pola pertumbuhan pembangunan secara umum

Sumber: Suzuki (2006)

Bagaimana mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan adalah tantangan besar bagi

umat manusia saat ini, yang harus segera dijawab dan diwujudkan. Namun, kriteria apakah

yang dapat diterapkan bagi suatu usaha, tindakan, atau kegiatan dalam mewujudkan

keberlanjutan tersebut? Kriteria yang digunakan oleh UNFCC (United Nation Framework on

Climate Change) dalam mempertimbangkan keberlanjutan suatu proyek atau kegiatan adalah

memenuhi 3-P. Arti dari 3-P adalah Planet, Profits, and Persons. Atau dengan kata lain,

keberlanjutan tersebut harus mempertimbangkan keberlanjutan dari sisi Lingkungan,

Ekonomi, dan Sosial. Secara diagram ketiga kriteria tersebut dapat diilustrasikan seperti pada

Gambar 4.

6

Page 7: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

Gambar 4. Kriteria dalam pembangunan yang berkelanjutan

Sumber : DSM (2005)

Teknologi untuk Pembangunan Berkelanjutan

Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan, peranan teknologi

tidaklah dapat diabaikan dan dikesampingkan, akan tetapi dengan tantangan yang besar.

Mulder (2006) mengungkapkan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan yang

berkelanjutan, efisiensi lingkungan produksi dan konsumsi suatu teknologi atau produk rata

rata harus mencapai faktor 32,4. Dalam perhitungan tersebut diasumsikan dampak lingkungan

dari produksi dan konsumsi pada tahun 2050 adalah separuh dari tahun 2000, jumlah

penduduk dunia sebesar 1,5 kali lipat pada tahun 2050 dibandingkan 2000 dan negara miskin

mengejar kemakmuran seperti di negara negara maju, yang berakibat pada pemanfaatan

sumber daya alam sebesar 10,8 kali lipat pada tahun 2050.

Dengan melihat angka yang diprediksi tersebut, maka para industrialis, ilmuwan dan

insinyur harus memikirkan perubahan teknologi dengan cara lompatan, tidak cukup hanya

perubahan yang marjinal. Sejarah mencatat perubahan perubahan teknologi marjinal yang

telah dilakukan manusia:

Pada saat awal manusia menghadapi persoalan lingkungan adalah dengan cara

yang paling mudah, yaitu membuangnya di lahan kosong dan berjauhan dengan

kegiatan manusia; atau mengencerkannya ke sungai atau udara.

Setelah pencemaran makin meningkat, kemudian diperkenalkan teknologi

pengolahan limbah untuk mengurangi dampak dari limbah yang dihasilkan,

dengan tidak mengubah proses produksi. Sebagian besar indusri di Indonesia

masih pada tahap ini.

7

Page 8: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

Metode penanganan limbah ternyata tidak cukup berarti (significant) untuk

mengatasi pencemaran lingkungan, sehingga pengurangan beban pencemaran

menjadi pilihan yang diutamakan oleh banyak negara maju. Pengurangan beban

pencemaran ini bukan hanya mengurangi jumlah limbah, tetapi mencakup pula

perancangan-ulang proses produksi, sehingga beban pencemaran dan pengurangan

biaya menjadi berarti. Terminologi yang dipakai untuk teknik ini sangat beragam,

ada yang menyebutnya pencegahan pencemaran, minimisasi limbah, produksi

bersih, teknologi hijau dan sebagainya.

Namun, teknologi untuk pembangunan yang berkelanjutan–selanjutnya disebut

sebagai teknologi berkelanjutan—tidaklah cukup dengan perubahan teknologi yang bertujuan

memproduksi barang dan jasa dengan meminimalkan limbah saja, teknologi yang diperlukan

adalah teknologi dengan tujuan yang jauh lebih luas. Hal ini untuk memungkinkan kita untuk

memenuhi kebutuhan umat manusia dengan tanpa melebihi kapasitas daya dukung dan daya

tampung ekologi planet bumi ini dan mempromosikan kesetaraan kebutuhan manusia.

Teknologi Berkelanjutan mempunyai paling tidak tiga karakterisitik, yaitu: memenuhi

kebutuhan umat manusia, mempertimbangkan pengaruh global dan memberikan penyelesaian

jangka panjang (Mulder, 2006). Beberapa contoh yang memperlihatkan teknologi yang tidak

berkelanjutan, antara lain:

Penggunaan pupuk kimia, yang pada awalnya dapat meningkatkan kebutuhan

pangan, akan tetapi pada jangka panjang menimbulkan kerusakan tanah pertanian

lokal.

Obat antibiotika telah dirasakan penting bagi peningkatan kesehatan manusia,

tetapi penggunaannya yang sangat luas menyebabkan munculnya bakteri yang

tahan terhadap obat antibiotika. Pada jangka panjang, hal ini dapat menimbulkan

resiko kesehatan yang luas.

Kata kunci dari teknologi berkelanjutan adalah adanya inovasi sistem yang mengubah

struktur sistem teknologi. Pengertian sistem di sini bukan saja pada skala mikro akan tetapi

mencakup inovasi sistem dalam skala besar yang melibatkan unsur unsur yang berkontribusi

dalam menghasilkan produk dan jasa bagi konsumen. Inovasi sistem ada kalanya

membutuhkan biaya investasi yang besar dan sering pula diiringi dengan kehancuran

keseluruhan sistem yang digantikannya. Sebagai contoh, sistem telegraf yang dihancurkan

oleh teleks, yang kemudian kedua teknologi tersebut disapu oleh mesin faks. Saat ini, kita

sedang mengamati menghilangnya mesin faks yang digantikan oleh pengiriman dokumen

melalui surat elektronik (e-mail).

8

Page 9: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

Aplikasi Teknologi untuk Pembangunan yang Berkelanjutan

“The old paradigm works like this: we judge just about every issue by asking the

question, will this make the economy larger? But, endless economic growth is built on the use

of cheap fossil oil.” Bill McKibben - Penulis buku terlaris The End of Nature.

Berikut ini disampaikan tiga buah contoh inovasi sistem yang lebih rinci dalam rangka

teknologi untuk pembangunan yang berkelanjutan (Mulder, 2006). Tiga contoh tersebut

adalah

Mengubah penggunaan sumber energi primer dan peningkatan efisiensi energi

dalam sistem produksi

Mengubah sumber bahan baku dan penggunaan kembali produk yang tak-

termanfaatkan.

Menghindari terjadinya produk samping (by-products) dan emisi.

Mengubah Penggunaan Sumber Energi Primer dan Peningkatan Efisiensi Energi dalam

Sistem Produksi

Pada saat ini, sumber energi primer untuk industri dan kegiatan manusia adalah bahan

bakar fosil (minyak bumi, gas dan batubara). Energi primer adalah energi penggerak utama

yang langsung digunakan untuk suatu kegiatan. Misalnya, penggunaan bensin atau solar

untuk kendaraan bermotor, penggunaan batubara/gas/minyak untuk menghasilkan uap panas

(steam) untuk menjalankan mesin, memanaskan alat alat di pabrik pabrik atau untuk

menghasilkan listrik dari suatu pabrik.

Dalam dekade mendatang, kita akan melihat perubahan yang besar dalam penggunaan

sumber energi primer di negara industri, yaitu dengan beralih pada listrik sebagai energi

primer. Beberapa negara maju mendorong lebih jauh penggunaan kendaraan bertenaga listrik

yang saat ini banyak dikritik sebagai ‘kendaraan dengan emisi di tempat lain’ bukan sebagai

‘kendaraan dengan emisi nol’. Maksudnya adalah untuk menghasilkan listrik tersebut, saat ini

masih dihasilkan emisi, walapun bukan pada kendaraan tersebut, tetapi terjadi di tempat

pembangkit tenaga listriknya. Demikian pula proses produksi di industri beralih dengan

pemakaian listrik sebagai sumber energi primer. Akan tetapi pertanyaannya adalah apakah

penggunaan listrik sebagai sumber energi primer merupakan hal yang perlu dipertimbangkan

dalam menunjang teknologi berkelanjutan?

9

Page 10: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

Jawabannya tidaklah sederhana, perlu pertimbangan yang matang dengan paling tidak

mengkaji dari tiga karakteristik teknologi berkelanjutan yang telah disebutkan pada sub

bagian sebelumnya. Namun, kelebihan berikut dari energi listrik sebagai energi primer perlu

menjadi masukan yang berharga:

Pembangkit listrik secara umum menggunakan bahan bakar lebih efisien daripada

penggunaan bahan bakar langsung di proses industri lainnya. Namun, sebagian energi (3-

15%) hilang dalam jaringan transmisi dan distribusi melalui jaringan listrik (grids).

Dengan pengembangan jaringan listrik (grids) yang lebih sempurna akan meningkatkan

kesempatan bagi penghasil energi dari bahan bakar yang terbarukan (renewable

resources) untuk dapat menjual energi listriknya.

Polusi dari satu cerobong pembangkit listrik jauh lebih mudah dikendalikan daripada

emisi dari cerobong yang banyak dari berbagai industri.

Pemakaian energi seringkali menimbulkan pencemaran udara yang berbahaya bagi

kesehatan, terutama di daerah perkotaan. Pembangkit listrik dimungkinkan di tempatkan

di luar daerah perkotaan, sehingga dampak pencemaran udara dapat diminimalkan.

Sumber sumber energi listrik terbarukan tersedia dalam jumlah yang cukup bagi daerah

tertentu dan dapat di eksplorasi lebih jauh. Misalnya limbah biomassa, seperti di

Lampung, Riau dan daerah lainya. Sumber panas bumi yang tersedia di banyak tempat di

Indonesia yang sangat dimungkinkan untuk dijadikan sumber listrik.

Sumber listrik yang terbarukan lainnya memiliki potensi yang besar bila didorong dengan

kebijakan yang tepat dan insentif yang memadai. Contohnya adalah tenaga surya, angin,

gelombang dan lain lain.

Efisiensi pembangkit listrik dapat ditingkatkan lebih tinggi dengan mengkombinasikan

panas dan energi (CHP – cogeneration of heat and power). Dalam waktu dekat, di banyak

tempat di dunia termasuk di Indonesia, akan terjadi revolusi jaringan listrik (grids) di mana

setiap orang bisa menghasilkan listrik (produsen) dan juga sebagai pengguna (konsumen).

Untuk mencapai hal tersebut perlu penyelesaian permasalah teknis dan regulasi terlebih

dahulu, agar kita semua dapat menjadi produsen dan konsumen listrik dan energi secara

bersamaan.

Hal lain yang berkaitan dengan efisiensi energi, terdapat banyak kemungkinan yang

potensial untuk mengurangi konsumsi energi. Proses pemanasan dan pendinginan secara jelas

membutuhkan energi dalam jumlah yang besar. Padahal kebutuhan energi dalam proses

proses ini sesungguhnya dapat dikurangi dengan penukar panas yang tepat. Contoh lain

adalah mesin pengolah data (data servers) perlu pendinginan karena mesin menjadi panas

10

Page 11: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

oleh sejumlah mikroprosesor yang ada di dalamnya. Apabila kita dapat mengembangkan

mikroprosesor yang membutuhkan energi yang lebih rendah, maka kita memperoleh dua

keuntungan sekaligus yaitu kebutuhan energi yang rendah dan kebutuhan pendinginan yang

rendah pula.

Mengubah Sumber Bahan Baku dan Penggunaan Kembali Produk yang Tak-

termanfaatkan

Bahan baku utama dalam industri kimia dan proses pada saat ini masih tergantung

sangat kuat terhadap bahan baku berbasis minyak bumi dan gas atau bahan yang berasal dari

fosil. Penggunaan bahan baku tersebut perlu menjadi pertimbangan matang di masa

mendatang.

Laporan EuropaBio tahun 2003 memuat studi yang dilakukan oleh McKinsey and

Company, Oeko Institute bersama-sama dengan sebuah dewan penasehat terhadap sejumlah

perusahaan yang bergerak di bidang industri bioteknologi dalam rangka memberikan

penilaian terhadap potensi industri bioteknologi di masa depan

Laporan tersebut memberikan indikasi bahwa pangsa pasar industri bioteknologi akan

meningkat dengan tajam di seluruh bidang pada tahun 2010, terutama dalam produksi bahan

kimia adi (fine chemicals). Diperkirakan, pada tahun 2010, antara 30 hingga 60% bahan kimia

adi, dan antara 6 hingga 12% polimer dan bahan kimia curah (bulk chemicals) akan

diproduksi dengan cara bioproses dengan bahan baku biomassa. Pada saat laporan tersebut

ditulis, tahun 2003, penetrasi industri bioteknologi terhadap seluruh industri kimia sekitar 5%,

diperkirakan penetrasi tersebut akan meningkat antara 10 - 20% pada tahun 2010, dan bahkan

akan meningkat dengan tajam pada tahun-tahun berikutnya. Laju penetrasi tersebut

bergantung pada beberapa faktor, antara lain yang akan sangat mempengaruhi adalah harga

minyak mentah, harga bahan baku pertanian (biomassa), kemauan politik dari banyak

pemerintahan, dan struktur dari teknologi baru ini (Bachman, 2003).

Marilah kita lihat dua faktor yang pertama, yaitu minyak mentah dan biomassa.

Ketersediaan minyak mentah sudah dipastikan akan habis, walaupun perdebatan tentang

waktunya tetap hangat didiskusikan oleh para ahli di bidangnya. Mengenai cadangan bahan

bakar fosil, saat ini dunia dihadapkan oleh situasi yang bertolak belakang, yaitu kenyataan

bahwa minyak mentah sedang dikonsumsi dengan laju yang jauh lebih cepat daripada

sebelumnya, di sisi lain, cadangan-terbukti (proven oil reserve) tetap pada tingkat yang

hampir sama dengan 30 tahun lalu. Ditambah lagi, cadangan-terbukti tersebut berada pada

tempat-tempat yang sulit untuk dijangkau. Dengan demikian, biaya untuk mengeksploitasi

11

Page 12: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

minyak mentah terus meningkat, dan ini ditunjukkan dengan harga minyak mentah yang terus

meningkat seperti diilustrasikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Harga rata-rata bulanan minyak mentah Brent

Sumber: Oilenergy.com (2010)

Produksi biomassa di bumi ini diperkirakan sekitar 170 miliar ton per tahun yang

terdiri dari 75% karbohidrat, 20% lignin, dan 5% senyawa lainnya, seperti minyak dan lemak,

protein, alkaloid, dan lain sebagainya. Dari nilai produksi biomassa tersebut, hanya sekitar

3,5% (6 miliar ton) saat ini digunakan untuk kebutuhan manusia, dengan rincian sebagai

berikut (Soetaert dan Vandamme, 2006) :

3,2 miliar ton (62%) untuk kebutuhan pangan manusia, antara lain melalui peternakan

hewan dan pertanian.

2 miliar ton (33%) untuk energi, kertas, dan kebutuhan konstruksi.

300 juta ton (5%) untuk memenuhi kebutuhan manusia non-pangan, seperti untuk

bahan baku pembuatan pakaian, deterjen, bahan kimia, dan lain sebagainya.

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa masih terdapat ruang yang cukup

lebar untuk memanfaatkan biomassa sebagai sumber daya alam yang terbarukan (renewable

resources) untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pemanfaatan biomassa tersebut merupakan

tantangan yang terbesar bagi teknologi berkelanjutan untuk menjawabnya.

Laporan McKinsey memperkirakan bahwa dengan terwujudnya industri bioteknologi

yang berbasis biomassa, akan terjadi penurunan gas rumah kaca antara 17-65% (lingkungan),

dan nilai potensi ekonomi industri tersebut sekitar 11-22 miliar Euro per tahun (ekonomi)

12

Page 13: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

pada tahun 2010. Dengan makin terwujudnya industri yang berkelanjutan, diharapkan akan

membawa keuntungan ke daerah yang berbasis masyarakat (sosial). Dengan demikian,

industri yang memanfaatkan Teknologi Berkelanjutan akan mendorong terwujudnya

Masyarakat yang Berkelanjutan (Sustainable Society).

Dari pembahasan di atas tampak bahwa mengubah bahan baku utama pada proses

industri dapat membantu mengurangi limbah, pencemaran dan penipisan dari sumber bahan

baku yang tidak terbaharui secara nyata. Bila melihat pada industri konvensional, industri

secara umum menghasilkan bermacam-macam limbah, yang secara prinsip limbah tersebut

dapat dimanfaatkan kembali atau didaur ulang, akan tetapi seringkali limbah tersebut tidak

termanfaatkan karena alasan alasan teknis dan ekonomi, misalnya tidak tersedianya proses

yang efektif untuk memanfaatkan limbah tersebut.

Proses daur ulang yang tersedia saat ini dapat menjadi efektif secara biaya (cost

effective), apabila terjadi perubahan peraturan (undang-undang) atau kenaikan harga bahan

baku. Ketidaktersediaan teknologi daur ulang yang efektif secara biaya jarang sekali terjadi

hanya disebabkan oleh faktor teknis, akan tetapi banyak dipengaruhi pula oleh faktor sosial.

Biaya sesungguhnya dari limbah suatu proses produksi (termasuk konsumsinya)

seringkali tidak dibayar oleh perusahaan yang menghasilkan produk tersebut. Sebagai contoh,

kemasan suatu produk (katakanlah kemasan kotak dari produk susu) akan menjadi limbah

domestik setelah produk tersebut dikonsumsi oleh pembeli. Lalu limbah kemasan menjadi

beban masyarakat atau pemerintah daerah. Hal tersebut menjadi berbeda apabila biaya

pengolahan limbah kemasan menjadi tanggung jawab produsen, seperti yang diatur dalam

Undang Undang Sampah No. 18 tahun 2008

Dengan adanya undang undang tersebut produsen akan mempertimbangkan apakah

akan menggunakan kemasan yang sama (kemasan kotak yang sulit dihancurkan dan sulit

dimanfaatkan kembali) atau kemasan yang berbeda. Produsen akan terdorong dan berpikir

lebih jauh untuk mengurangi penggunaan kemasan atau mengubah kemasan atau mengubah

rancangan produk untuk mengurangi limbah domestik secara nyata.

Pengurangan, pemanfaatan kembali dan daur ulang produk dan atau bahan baku,

dikenal sebagai 3R (reduce, reuse and recycle) adalah hal yang sangat penting dilakukan di

industri dan masyarakat. Banyak sekali contoh yang dapat dilaksanakan untuk hal tersebut,

yang pada intinya adalah bagaimana melakukan siklus material (material cycle) yang tertutup

sejauh hal tersebut dapat dilaksanakan dan diupayakan.

Pola pikir yang relatif baru perlu diperkembangkan dalam rangka mencegah dan

mengurangi limbah industri adalah Ekologi Industri. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa

13

Page 14: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

industri sebaiknya mengikuti alur yang terjadi di alam, misalnya menghasil produk tanpa

limbah, memanfaatkan limbah dari suatu industri menjadi bahan baku dari industri lain (waste

exchange), dan lain sebagainya. Dengan demikian, sekelompok industri merupakan sistem

simbiosis antara satu industri dengan industri yang lain. Contoh yang terkenal mengenai

ekologi industri ini adalah di kawasan industri Kalundborg, Denmark (www.indigodev.com/

Kal.html)

Menghindari Terjadinya Produk Samping dan Emisi

Menghindari terjadinya produk samping dan emisi merupakan hal teknis dan

seringkali menjadi sesuatu yang terlalu detil untuk dipahami oleh masyarakat umum. Namun,

hal ini menjadi bagian yang sangat penting untuk diperhatikan oleh para insinyur kimia dan

ahli proses di industri dan menjadi tantangan besar di kemudian hari dalam rangka

mewujudkan Teknologi Berkelanjutan.

Beberapa contoh berikut ini dikemukakan dalam Mulder (2006). Contoh pertama

adalah produk isomer. Produk dari proses kimia seringkali dihasilkan beberapa isomer, yaitu

senyawa dengan rumus molekul yang sama, akan tetapi memiliki stuktur molekul yang

berbeda atau kedudukan suatu unsur (atau senyawa) berbeda dalam struktur ruangnya. Yang

menyulitkan adalah produk yang berguna hanyalah suatu isomer tertentu, sedangkan isomer

isomer lainnya merupakan produk limbah (by-products) yang tidak dapat dimanfaatkan.

Contoh dari produk isomer adalah para-phenylene-diamine (PPD) yang merupakan

senyawa antara untuk menghasilkan serat aramid-kinerja-tinggi. Dalam proses produksi PPD

dihasilkan senyawa isomernya dengan kuantitas yang sama (1:1) yaitu ortho-phenylene-

diamine (OPD). Isomer OPD ini tidak memiliki kegunaan yang berarti, sehingga menjadi

limbah yang harus ditangani. Pada tahun 1980-an, kebutuhan akan serat aramid makin

meningkat, akan tetapi terhambat oleh produk samping yang harus ditangani dengan seksama.

Hal ini mendorong industri penghasil serat aramid, AKZO-Nobel untuk mengembangkan

proses yang secara selektif hanya menghasilkan isomer PPD. Kunci dari penelitian tersebut

adalah memilih kondisi operasi dan katalis yang tepat untuk menghasilkan PPD tanpa

membentuk OPD.

Contoh lainnya yang klasik, yaitu di industri pengilangan minyak bumi. Proses dalam

industri pengilangan minyak bumi konvensional adalah memisahkan minyak bumi

berdasarkan titik didihnya, atau disebut fraksi, yang sangat tergantung pada minyak mentah

yang diolah. Fraksi yang mempunyai nilai jual tinggi adalah fraksi yang relatif ringan, dengan

demikian pada pengilangan minyak bumi akan dihasilkan fraksi minyak berat (heavy oils) dan

14

Page 15: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

tar yang bernilai jual rendah atau seringkali menjadi limbah. Pengembangan lebih lanjut

dengan teknologi konversi katalis (catalytic conversion), fraksi berat dimungkinkan

dipecahkan menjadi fraksi ringan, sehingga meningkatkan keekonomian industri pengilangan

minyak bumi. Bahkan, sulfur yang terkandung dalam fraksi berat dapat diambil kembali

menjadi produk belerang (S) yang bermanfaat bagi industri kimia lainnya. Perubahan-

perubahan seperti ini telah dan sedang dilakukan oleh industri pengilangan minyak di

Indonesia, walaupun perubahan yang lebih besar lagi perlu ditingkatkan agar industri

pengilangan minyak Indonesia mampu menerapkan teknologi yang mewujudkan

pembangunan yang berkelanjutan.

Banyak contoh contoh lain yang berkaitan dengan menghindari produk samping dan

emisi disajikan di berbagai buku rujukan, antara lain, dalam Mulder (2006). Pada intinya

adalah peningkatan teknologi pengendalian proses, teknologi katalis dan perbaikan sistem

manajemen lingkungan akan mampu meningkatkan efisiensi konversi bahan baku–yang

langka—menjadi produk akhir yang bermanfaat dan mengurangi terjadinya pencemaran

lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Bachman, R. 2003. “Industrial Biotechnology – New Value – Creation Opportunities”,

McKinsey and Co., presentasi pada The Bio-Conference, New York.

DSM. 2005. “Industrial (White) Technology: An Effective Route to Increase EU Innovation

and Sustainable Growth”.

EuropaBio. 2003. White Biotechnology Gateway to a More Sustainable Future, Brussels,

April.

Mader, S.S. 2007. Biology, Ed. 9, McGraw Hill Int. Edition, New York.

Marshall, R. 2006. “Broader Horizons for Biomass”, Chemical Engineering, Vol. 113, No.

10, pp. 21--25.

Mulder, K. Editor. 2006. “Sustainable Development for Engineers”, Greenleaf Publishing

Ltd., Sheffield.

Setiadi, T. 2007. “Peranan Teknik Bioproses dalam mewujudkan Masyarakat

Berkelanjutan’, Majelis Guru Besar, ITB, Bandung.

Soetaert, W. and Vandamme, E. 2006. “The Impact of Industrial Biotechnology”.

Biotechnology J., 1, pp. 756--769

15

Page 16: Teknologi untuk - Universitas Hasanuddin · Web viewTjandra Setiadi Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10 Bandung, Indonesia. 40132 e-mail: tjandra@che.itb.ac.id

Suzuki, M. 2006. “Aiming at Sustainable Society”, Half Day Seminar on Sustainable

Society, ITB, Bandung, November 27.

16