teknologi produksi pulp dateknologi-produksi-pulp-dari-serat-daun-nenasri serat daun nenas (jurnal)...

Upload: kintantya-qurrata-ayunin

Post on 11-Oct-2015

73 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kertas merupakan benda yang sering kita temukan sehari-hari dalam berbagai kegiatan dalam kehidupan umatmanusia.

TRANSCRIPT

  • 1

    TEKNOLOGI PRODUKSI PULP DARI SERAT DAUN NENAS (KAJIAN VARIASI PELARUT CAO, SUHU DAN WAKTU PEMASAKAN)

    M. Zulfikar T.1, Sri Kumalaningsih2, Susinggih Wijana3

    1) Mahasiswa Program Studi Teknologi Industri Pertanian, PPSUB 2) Staf Pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian, PPSUB 3) Staf Pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian, PPSUB

    ABSTRAK

    Kertas merupakan benda yang sering kita temukan sehari-hari dalam berbagai kegiatan dalam kehidupan umat

    manusia. Bahan utama dalam proses pembuatan kertas adalah bubur kertas atau yang dikenal dengan istilah pulp. Pulp umumnya terbuat dari serat kayu, namun dapat juga dibuat dari serat non kayu seperti serat dari daun nenas. Proses pulping untuk tanaman serat non kayu adalah proses alkali menggunakan NaOH, namun untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan dapat menggunakan CaO.

    Metode penelitian untuk uji fisik dan kimia menggunakan Metode Respon Permukaan dengan program Design Expert 8 Trial Version, sedangkan untuk uji sensorik menggunakan Uji Friedman dan penentuan perlakuan terbaik parameter menggunakan indek efektifitas. Analisis kelayakan finansial menggunakan perhitungan Break Event Point (BEP), Payback Period (PP), Net Present Value (NPV) dan Profitability Index (PI).

    Hasil penelitian menunjukkan kondisi proses pulping daun serat nenas yang optimal sesuai dengan metode

    permukaan respon adalah menggunakan CaO 14,3%, lama pemasakan 120 menit dan suhu pemasakan 120 C. Solusi ini akan menghasilkan rendemen 62,41%, Lignin 7,9%, gramatur 172,1 g/m2, ketahanan sobek 41,67 kgf/cm2, dan ketahanan tarik 0,42 kgf/cm2. Dari hasil uji sensoris kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan indeks efektifitas diperoleh dari kombinasi perlakuan A1B1C1 (CaO 5%, suhu 800C, 60 menit) dengan nilai produk 0,680 yang memiliki kandungan rendemen 89,65%, lignin 17,98%, gramatur 182,07 g/m2, ketahanan sobek 30,17 kgf/cm2, ketahanan tarik 0,38 kgf/cm, .warna 5, tekstur permukaan 5, dan kenampakan serat 4,8.

    Total biaya produksi selama 1 tahun kertas seni dari serat daun nenas adalah sebesar Rp. 94.857.333,- dengan perincian biaya tetap (fixed cost) sebesar Rp. 54.171.333,- dan biaya tidak tetap (variable cost) sebesar Rp. 40.686.000,-. Harga Pokok Produksi (HPP) sebesar Rp. 131,75. Harga jual yang dihitung di tingkat produsen ke pengecer sebesar Rp. 329.37 sampai dengan Rp. 400,00. Perhitungan BEP dicapai pada volume penjualan 931.968,05 lembar atau senilai Rp. 306.958.347,59,-.. Nilai payback period dicapai pada 1 tahun 6 bulan 3 hari .Nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 343,053,425. Nilai IRR pada suku bunga 10%-20% adalah 0,496, sedangkan pada suku bunga 15%-30% sebesar 0,61. Nilai Profitability Index (PI) sebesar 3,89 dengan demikian unit usaha industri kertas seni dari proporsi daun nenas layak dilaksanakan.

    Kata kunci : Kertas, Daun Nenas, Skala Industri Kecil

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Kertas merupakan benda yang sering kita temukan sehari-hari dalam berbagai kegiatan dalam kehidupan umat manusia. Bahan utama dalam proses pembuatan kertas adalah bubur kertas atau yang dikenal dengan istilah pulp. Pada umumnya pulp terbuat dari bahan baku kayu yang mengalami beberapa tahapan proses, sehingga pada akhirnya berubah menjadi bubur kertas dimana proses tersebut disebut pulping. Di Indonesia, kebutuhan akan pulp setiap tahunnya semakin tinggi. Biro Pusat Statistik mencatat impor pulp di Indonesia pada tahun 2004 sejumlah 543.345 ton dan mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2005 (8.479.910 ton) dan pada tahun 2006 (22.069.216 ton) (Anonymous, 2006).

    Indonesia kaya akan sumber keanekaragaman hayati termasuk serat alam dan salah satu yang berpotensi untuk dikembangkan adalah serat daun nenas. Kemajuan teknik budidaya tanaman nenas disatu sisi dapat meningkatkan produksi buah, tetapi disisi lain berdampak pada semakin banyaknya limbah daun nenas. Dengan teknologi penggunaan hormon/ethrel dapat

    dilakukan proses pembuahan secara serentak dalam satu areal tanaman Nenas sehingga panennya pun diharapkan secara serentak (Onggo dan Triastuti, 2005).

    Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memproduksi buah nenas yang cukup tinggi dan memiliki rumpun tanaman nenas yang cukup banyak. Pada tahun 2007 untuk wilayah Blitar dan Kediri tercatat di Departemen Pertanian ada sekitar 211.318.229 rumpun tanaman nenas didaerah tersebut. Jika dari setiap tanaman nenas rata-rata menghasilkan limbah daun pangkasan rata-rata 1,4 kg, maka daerah tersebut akan menghasilkan sekitar 295.845.521 ton limbah daun nenas yang perlu dipertimbangkan pemanfaatannya. Salah satu pemanfaatan daun nenas yang mungkin untuk dikembangkan untuk memberikan nilai tambah bagi petani nenas pada umumnya adalah bahan baku pembuatan pulp (Anonymous, 2008). Kandungan serat selulosa dari limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kertas seni (Sukundayanto 2004).

    Pada umumnya pulp yang dihasilkan pada dewasa ini adalah pulp kimia. Pulp kimia adalah pulp yang diperoleh dengan proses kimia, sehingga sebagian besar komponen kimia nonserat dihilangkan dan serat-serat terpisah tanpa suatu pengerjaan mekanis. Pembagian pulp kimia berdasarkan bahan kimia yang digunakan

  • 2

    dalam proses pemasakan terdiri atas pulp soda, sulfat dan sulfit. (Joedodibroto, 1983).

    Proses pulping yang optimal untuk serat tanaman non kayu adalah proses alkali menggunakan NaOH. Namun, untuk mengurangi dampak negatif dari limbah NaOH yang terbuang diperlukan bahan pelarut yang lebih ramah lingkungan (Malo, 2004). Selain NaOH, bahan alkali yang dapat digunakan pada pembuatan pulp dengan proses soda yaitu kapur (CaO) dimana bahan ini digunakan saat pemasakan bahan-bahan berserat pendek dan dapat meningkatkan titik didih air yang digunakan pada proses hidrolisis (Pratiwi, 2000). Serat adalah kumpulan selulosa dan hemiselulosa yang merupakan polisakarida sebagai komponen dasar kertas maupun kain. Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya. Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) yang digunakan sebagai bahan baku kertas (Sjostrom, 1995).

    Faktor yang mempengaruhi kondisi optimum pada proses pemasakan pulp (pulping) selain konsentrasi pelarut adalah waktu dan suhu pemasakan. Waktu dan suhu pemanasan pada proses pulping sangat erat hubungannya. Pada dasarnya waktu pemasakan dapat dikurangi beberapa saat dengan menaikkan suhu pemasakan, namun diatas suhu 180oC tidak ada pengaruh yang jelas pada laju pembuatan pulp, bahkan pada suhu tinggi rendemen dan kualitas pulp akan turun (Fengel dan Wegener, 1995).

    Studi kelayakan merupakan suatu perencanaan sistematis dan terpadu pada pendirian suatu proyek bisnis sehingga resiko kegagalannya dapat dikurangi. Menurut Umar (2000), studi kelayakan bisnis adalah penelitian tentang layak tidaknya suatau proyek bisnis dilaksanakan. Maksud dari layak atau tidak di sini adalah perkiraan bahwa proyek akan dapat atau tidak dapat menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasikan. Sutojo (1999) mengemukakan hal-hal yang perlu dikaji dalam studi kelayakan meliputi: aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasi, serta aspek ekonomi dan finansial.

    Berdasarkan uraian di atas perlu diadakan kajian yang mendalam tentang pembuatan pulp dari daun nenas dengan mengkombinasikan konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan agar dapat diperoleh kondisi yang optimum yang layak secara teknis dan finansial.

    1.2. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dari penelitian yang akan dilakukan adalah :

    1. Berapakah konsentrasi yang tepat antara CaO, suhu dan waktu pemasakan yang layak secara teknis untuk membuat pulp dari serat daun nenas ?

    2. Bagaimanakah perancangan unit pembuatan pulp dari serat daun nenas (Cayenne) yang layak secara teknis dan finansial dalam skala industri kecil ?

    1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kombinasi konsentrasi yang

    tepat antara CaO, suhu dan waktu pemasakan yang layak secara teknis untuk membuat pulp dari daun nenas yang optimum.

    2. Untuk mendapatkan rancangan unit pembuatan pulp dari serat daun nenas (Cayenne) yang layak secara teknis dan finansial dalam skala industri kecil.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Diperolehnya informasi proses pengolahan

    daun tanaman nenas untuk membuat pulp dengan CaO

    2. Memberikan informasi khususnya kepada petani tanaman nenas proses pemanfaatan limbah daun tanaman nenas

    3. Memberikan informasi tentang kajian aspek teknis dan finansial serta kelayakan pendirian unit pembuatan pulp dari serat daun nenas (cayenne).

    1.5. Hipotesis

    1. Diduga kombinasi konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan yang tepat akan menghasilkan pulp dari daun nenas yang layak secara teknis dan finansial

    2. Diduga optimasi pengolahan pulp dari serat nenas skala industri kecil layak secara finansial..

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nenas

    Tanaman nenas bukan tanaman asli dari Indonesia, tetapi berasal dari Amerika. Pada waktu benua Amerika belum diketemukan, tanaman nenas belum dikenal. Kata nenas berasal dari bahasa Indian NANA. Dalam bahasa latin sering disebut Ananas comosus (L) Merr; Syn. A. Sativus Schult. f atau Bromelia comosa L. (Rukmana, 1996) Nenas adalah suatu tanaman monocotyl yang dapat hidup dalam beberapa musim (perennial). Mempunyai rangkaian bunga dan buah pada ujung batang. Tanaman ini masih dapat melanjutkan pertumbuhannya melalui beberapa cabang vegetative baru yang muncul dari batang. Cabang baru tersebut kelak dapat juga menghasilkan buah yang masih terikat pada tanaman induk (tanaman pertama). Yang dimaksud dengan tanaman induk yaitu tanaman pertama atau tanaman asli hasil pemisahan vegetative yang ditanam pertama kali (Rukmana, 1996). Tinggi tanaman nenas dapat mencapai 90 100 cm atau lebih. Daun membentang sampai 130 150 cm. Jumlah daun yang berfungsi dan aktif jumlahnya rata-rata 70 80, dan berbentuk roset. Daun yang rimbun ini melekat pada batang pendek sehingga batang tak terlihat

  • 3

    dari luar karena tertutup daun. Pada batang bawah, daun lebih tua dan pendek. Makin keatas daun makin lebih panjang dan mencapai panjang maksimum. Di bagian atas daun makin pendek dan lebih muda. Dan daun yang terakhir terletak ditengah pada ujung tanaman, Daun tak bertangkai, bagian bawah cekung memeluk batang (Pracaya, 1990). Panen buah nanas dilakukan setelah nanas berumur 12-24 bulan, tergantung dari jenis bibit yang digunakan. Bibit yang berasal dari mahkota bunga berbuah pada umur 24 bulan, hingga panen buah setelah berumur 24 bulan. Tanaman yang berasal dari tunas batang dipanen setelah umur 18 bulan, sedangkan tunas akar setelah berumur 12 bulan (Rukmana, 1996). Tanaman nanas dipanen setelah berumur 12-24 bulan. Pemanenan buah nanas dilakukan bertahap sampai tiga kali. Panen pertama sekitar 25%, kedua 50%, dan ketiga 25% dari jumlah yang ada. Tanaman yang sudah berumur 4-5 tahun perlu diremajakan karena pertumbuhannya lambat dan buahnya kecil. Cara peremajaan adalah membongkar seluruh tanaman nanas untuk diganti dengan bibit yang baru. Penyiapan lahan sampai penanaman dilakukan seperti cara bercocok tanam pada lahan yang baru. (Rukmana, 1996).

    Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memproduksi buah nenas yang cukup tinggi dan memiliki rumpun tanaman nenas yang cukup banyak. Pada tahun 2007 untuk wilayah Blitar dan Kediri tercatat di Departemen Pertanian ada sekitar 211.318.229 tanaman di daerah tersebut. Jika dari setiap tanaman Nenas rata-rata menghasilkan limbah daun pangkasan sekitar 1.4 kg, maka daerah tersebut akan menghasilkan sekitar 295.845.521 ton limbah daun Nenas yang perlu dipertimbangkan pemanfaatannya. Salah satu pemanfaatan daun nenas yang mungkin untuk dikembangkan adalah sebagai bahan baku pembuatan pulp (Onggo dan Triastusi, 2005). Untuk di Blitar sendiri yang banyak ditanam adalah golongan Queen, daunnya halus, bentuk buah silendris, berat buah mencapai 2,3 kg, kulit buah warna orange dengan mata yang datar, rasanya manis, rendah serat, serta banyak mengandung air (Anonymous, 2008). 2.2 Kertas Seni

    Kertas didefinisikan sebagai lembaran yang relatif tipis dan terdiri dari serat yang terletak pada berbagai bagian datar dan lembaran secara merata (Anonymousa, 2005). Menurut Sukundayanto (2004), serat yang digunakan biasanya adalah alami dan mengandung selulosa. Kandungan serat selulosa dari limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kertas seni.

    Kertas daur ulang dikenal juga dengan sebutan art paper atau kertas seni karena selain berbahan limbah kertas, juga sering ditambahkan serat tanaman, daun-daunan, kelopak bunga, dan bahan-bahan lain yang terdapat di alam. Inilah yang menjadi salah satu ciri khusus kertas daur ulang buatan tangan. Kertas seni tidak selalu merupakan hasil pengolahan limbah kertas, melainkan dapat juga merupakan kertas yang dibuat dari serat-serat tanaman selain kayu, seperti jerami, enceng gondok, dan sebagainya (Bainbridge, 1996). Karakter kertas daur ulang buatan tangan memiliki ciri-ciri, yaitu

    motif kertas yang unik, karakter bahan yang khas, mempunyai daya serap terhadap air yang besar dan biasanya ukurannya tidak bisa sebesar ukuran kertas biasa karena semakin besar kertas maka semakin sulit tingkat pembuatannya (Mahyar, 2001).

    Selembar kertas buatan tangan atau kertas seni mempunyai karakteristik berbeda dengan kertas buatan pabrik. Kertas buatan tangan dengan ciri-ciri khusus mempunyai serat-serat murni yang panjang dan menghasilkan kertas yang kuat dan awet, serta dalam proses pembuatannya cenderung bebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya. Kertas seni dapat dimanfaatkan sebagai media untuk menampilkan nilai-nilai seni rupa, karena wujudnya masih menampakkan serat-serat alami dan kertas tersebut dapat dihadirkan secara utuh sebagai bahan yang mengandung unsur-unsur estetis (Bahari, 1995). Dalam pembuatan kertas seni perlu dipertimbangkan nilai tambah atau nilai ekonominya dalam bentuk produk industri seni yang bersifat praktis dan memiliki nilai keindahan (estetika). Mendirikan industri seni merupakan salah satu alternatif mengolah bahan yang ada di sekitar pedesaan yang selama ini belum digarap secara lebih serius seperti pelepah pisang, batang padi, batang jagung, batang alang-alang, dan tanaman tidak produktif lainnya. Penerapan dari kertas seni ini dapat diwujudkan menjadi elemen karya seni terap (applied art) seperti pigura, kap lampu, penyekat ruang, kartu undangan, kipas, tas, dompet, dan benda kerajinan tangan lainnya.

    2.2.1. Pembuatan Kertas Seni Secara garis besar proses pembuatan kertas meliputi tahap-tahap persiapan bahan baku, pulping, defiberasi, pencucian, penyaringan, pemutihan, dan pencetakan (Smook, 1994). Proses pembuatan kertas dapat dilihat pada Gambar 1.

    Pembuatan kertas seni dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses pembuatan pulp dan proses pembuatan kertas. Kedua hal tersebut dapat diuraikan lagi lebih lanjut sebagai berikut :

    2.2.2. Proses Pembuatan Pulp pada Kertas Seni Pulping adalah suatu proses dimana

    kayu/bahan baku berserat lainnya diperkecil ukurannya sehingga menjadi suatu massa serat (Smook, 1994). Tujuan utama pembuatan pulp adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat dikerjakan secara kimia, mekanik atau semikimia yaitu kombinasi dua tipe perlakuan. Metode pembuatan pulp dengan proses kimia dapat dibedakan menjadi dua yaitu metoda proses basa (proses soda dan proses sulfat) dan proses asam (proses sulfit) (Fengel dan Wegener, 1995).

  • 4

    Gambar 1. Proses Pembuatan Kertas (Smook, 1994)

    Pulp yang berbahan baku pelepah pisang

    dibuat dengan menggunakan proses semikimia dengan metode proses soda. Menurut Onggo (2004), proses pulping yang optimal untuk serat tanaman non kayu adalah proses alkali menggunakan NaOH. Selulosa bersifat tidak larut dalam alkali NaOH, sedangkan lignin, hemiselulosa, pektin dan komponen serat lainnya bersifat larut. Pembuatan pulp secara semikimia meliputi perlakuan serpih dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) dan defibrasi penggiling akhir (Fengel dan Wegener, 1995). Kertas yang dihasilkan dari proses ini adalah kertas dengan derajat putih yang rendah (kecoklatan), memiliki serat yang bersifat kuat, tetapi memiliki kualitas cetak yang kurang bagus (Smook, 1994).

    2.2.3. Proses Pembentukan Kertas (Forming)

    Penambahan bahan perekat pada penggunaan kertas seni dilakukan pada saat bubur kertas (pulp) belum dibentuk menjadi lembaran kertas dengan cara mencampurkan perekat tapioka. Tanpa penggunaan bahan perekat, serat-serat yang digunakan untuk kertas sebenarnya sudah saling mengkait. Penggunaan bahan perekat disini adalah untuk menguatkan atau mengawetkan kertas sehingga didapatkan kertas yang berkualitas dengan ketahanan tarik dan ketahanan sobek yang tinggi (Bahari, 1995).

    Tahap terakhir adalah pembentukan kertas (forming), yaitu dengan mencetak bubur kertas sesuai dengan bentuk pada desain yang telah dibuat. Menurut Malo (2004), pencetakan dimulai setelah pulp siap dengan menyatukan kedua cetakan/bingkai secara bersamaan (bingkai dengan screen berada di bawah, sedangkan bingkai kosong berada di atas), kemudian dimasukkan dalam bak berisi bubur kertas sampai tenggelam. Cetakan kosong diangkat dan cetakan berscreen dengan pulp diatasnya dijemur di bawah terik matahari dengan posisi mendatar. 2.3. Pulping 2.3.1. Pengertian Pulping

    Pulping adalah usaha untuk mendapatkan serat-serat dengan cara melarutkan lignin semaksimal mungkin. Tujuan utama dari proses Pulping adalah mendapatkan serat sebanyak mungkin yang diindikasikan dengan nilai rendemen yang tinggi dengan kandungan lignin seminimal mungkin, yang diuraikan oleh nilai bilangan kappa. Pada saat proses Pulping, lignin akan terdegradasi oleh larutan pemasak menjadi molekul yang lebih kecil yang dapat larut dalam lindi hitam. Peristiwa ini disebut delignifikasi (Rahmawati, 1999).

    Pembuatan Pulp secara kimia bertujuan untuk memisahkan lignin yang terikat pada serat secara selektif (Sjostrom, 1995). Dewasa ini proses Pulping kimiawi diarahkan pada proses Pulping bebas belerang untuk mengurangi masalah lingkungan hidup (pencemaran air dan udara), jadi diantaranya dilakukan dengan mengembangkan proses soda, yaitu proses pemasakan secara alkali dengan NaOH sebagai larutannya (Tapanes et al., 1992). 2.3.2. Sifat fisik pulp

    Sifat fisik pulp merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas pulp (Sixta, 2006). Kriterianya tergantung pada jenis produk yang diinginkan. Secara sederhana sifat-sifat tersebut menurut Casey (1991), meliputi:

    1. Ketahanan sobek Didefinisikan sebagai gaya dalam satuan gram

    gaya atau gram force (gf) atau miliNewton (mN), yang diperlukan untuk menyobek lembaran pulp pada kondisi standar (SII-0435-81). Dalam hal ini nilai kekuatannya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (Browyer dan Haygreen, 1999)

    : a. Panjang serat

    Bahan Baku

    Defiberasi

    Pulping

    Persiapan

    Penyaringan

    Pencucian

    Pencetakan

    Pemutihan

    Kertas

    (pemotongan, pengecilan ukuran, penimbangan)

    (Penguraian serat)

    (Pembuatan lembaran)

  • 5

    Secara umum ketahanan sobek lembaran pulp meningkat seiring dengan peningkatan panjang serat. Hal ini terjadi karena serat-serat panjang dapat menyebarkan daerah perusakan ikatan yang lebih besar daripada serat pendek saat dilakukan penyobekan.

    b. Jumlah serat yang berperan saat penyobekan Masing-masing serat yang menyusun

    suatu lembaran pulp pada gramatur tertentu (massa lembaran pulp dalam gram per satuan luasnya dalam meter persegi yang diukur pada kondisi standar (SII-0439-81) turut menyumbangkan energy terhadap keseluruhan energy yang dibutuhkan untuk penyobekan. Sehingga lembaran pulp dengan jumlah serat lebih banyak akan memiliki ketahanan sobek lebih tinggi.

    c. Ikatan antarserat Ikatan antarserat turut berpengaruh

    terhadap ketahanan sobek lembaran pulp. Dalam hal ini kekuatan ikatannya sangat tergantung pada proses fibrilasi (penguraian mikrofibril serat) yang terjadi pada saat pulping yang kemudian disempurnakan melalui proses refining. Didalam refiner sebagian mikrofibril serat akan mengalami pemipihan dan penguraian sehingga luas permukaan yang berpotensi membentuk ikatan hydrogen bertambah, akibatnya ikatan antarserat makin kuat. Ketahanan sobek lembaran pulp meningkat seiring dengan peningkatan ikatan antarserat sampai pada batas tertentu saat masing-masing serat mengalami tarikan yang sangat kuat sehingga ikatan antarkeduanya mudah putus.

    2. Ketahanan tarik

    Didefinisikan sebagai daya tahan lembaran pulp terhadap gaya tarik yang bekerja pada kedua ujungnya, diukur pada kondisi standar (SII-0436-81). Sifat fisik ini dianggap penting untuk jenis kertas tertentu seperti tas belanja . Dalam hal ini nilai kekuatannya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (Saranah, 2002): a. Arah serat dalam lembaran pulp

    Nilai ketahanan tarik lembaran pulp akan lebih tinggi jika arah seratnya sejajar dengan arah tarikannya

    b. Ikatan antarserat Makin besar kekuatan ikatan antarserat

    maka ketahanan tarik lembaran pulp makin besar.

    3. Ketahanan retak Didefinisikan sebagai tekanan hidrostatik

    dalam kilopascal atau psi yang dibutuhkan untuk meretakkan suatu bahan saat tekanan ditingkatkan pada kecepatan konstan oleh karet diafragma bundar dengan diameter 30,5 mm (T-404-cm-92). Sifat fisik ini dianggap penting untuk jenis tas khusus yang biasa digunakan untuk menahan beban sangar berat. Dalam hal ini nilai kekuatannya tergantung pada (Nursyamsu, 1993): a. Panjang serat

    Lembaran pulp yang tersusun oleh serat-serat panjang akan memiliki kekuatan retak yang lebih tinggi

    b. Ikatan antarserat Makin besar kekuatan ikatan antarserat maka ketahanan retak lembaran pulp makin besar. Kekuatan ikatan antarserat sangat dipengaruhi oleh proses fibrilasi.

    2.3.3. Kapur (CaO) Lime atau kapur merupakan salah satu bahan

    tambahan yang biasanya digunakan dalam pembuatan kertas skala kecil. Larutan kapur dengan rumus kimia (CaOH)2 digunakan untuk proses pemasakan bahan dengan kualitas rendah seperti jerami atau serat kain (Williams, 1993).

    Degradasi lignin dapat dilakukan melalui proses oksidasi dengan oksida-oksida logam atau tekanan oksigen dalam larutan yang ditambah dengan kapur. Ca(OH)2 adalah senyawa yang bersifat basa kuat dan mempunyai fungsi yang hamper sama dengan larutan CaCl2, tetapi kelarutan kapur dalam air lebih kecil dibandingkan dengan CaCl2. Kelarutan kapur dalam air pada suhu 25oC adalah 0,12%, semakin tinggi suhunya maka kelarutannya semakin turun (Fengel and Wegener, 1995).

    Menurut Haroen (2006), jenis kapur dapat dibedakan sesuai dengan proses pembentukannya, diantaranya yaitu : 1. Kalsium oksida dengan rumus kimia CaO

    mempunyai nama komersil seperti lime, burnt lime, quicklime dan stonelime. CaO terbentuk dengan pengeluaran CO2 dari pembakaran kapur yang singkat.

    2. Kalsium hidroksida dengan rumus kimia Ca(OH)2 merupakan alkaline dan menyerap CO2 dari udara. Saat air ditambahkan pada kalsium oksida, maka akan menjadi kalsium hidroksida atau hydrated lime atau slaked lime. (Ca(OH)2 digunakan dalam pengobatan, pembuatan gips, semen dan industry kulit.

    3. Kalsium karbonat dengan rumus kimia CaCO3 dikenal dengan nama limestone. CaCO3 bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam air yang mengandung CO2 dan bertransformasi menjadi kalsium bikarbonat atau Ca(HCO)3

    Selain NaOH, bahan alkali yang dapat digunakan pada pembuatan pulp dengan proses soda yaitu kapur (CaO) dimana bahan ini digunakan saat pemasakan bahan-bahan berserat pendek dan dapat meningkatkan titik didih air yang digunakan pada proses hidrolisis. Kapur yang termasuk basa kuat yang dapat membengkakan kulit binatang dan menghilangkan bulu dalam industry kulit binatang atau melarutkan zat kulit mentah atau protein (Rahmawati, 1999). 2.4. Hidrolisis Lignin

    Lignin merupakan senyawa aromatic berbentuk amorf, tersusun oleh unit fenol propane (Singh, 1991). Lignin dapat dihidarolisis oleh sama dengan memutus ikatan -benzil eter namun metode ini tidak cocok untuk pelarut lignin. Dalam hal ini reaksi kondensasi muncul

  • 6

    sebagai kompetitornya. Sementara itu banyaknya kandungan lignin dalam bahan berpengaruh terhadap konsumsi bahan kimia dalam pulping dan bleaching (pemucatan) (Browyer dan Haygreen, 1999). Pulp dan kertas dengan kandungan lignin lebih kecil akan mempunyai sifat fisik yang lebih baik. Meskipun secara structural lignin mengandung gugus hidroksil, namun sifatnya yang menolak air (hidrofob) dan kaku dapat menyulitkan dalam proses penggilingan sehingga penguraian serat tidak berlangsung sempurna (Sixta, 2006).

    Hidrolisis merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang ada dalam suatu bahan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan air (Winarno, 1993). Pulp dibuat dengan menggunakan air sebagai pelarut karena air merupakan pelarut yang cukup baik untuk pembuatan pulp kertas. Serat selulosa berikatan satu sama lain dengan kuat karena adanya ikatan hydrogen antar serat yang jumlahnya sangat banyak jika serat-serat ini dalam keadaan kering. Lignin yang terdapat pada sumber serat akan mengalami pelunakan menjadi fragmen-fragmen kecil oleh ion hidroksil (OH) larutan pemasak (Haroen, 2006).

    Air mempunyai kemampuan untuk membuat ikatan hidrogen antar serat-serat selulosa menjadi sangat renggang dan lemah karena masuknya air diantara serat-serat selulosa membuat ikatan hidrogen antar serat akan digantikan oleh molekul air. Air mampu mendesak kedudukan serat selulosa yang sedang berikatan dengan serat selulosa lainnya karena kemampuan air juga mampu untuk membentuk ikatan hidrogen dengan serat selulosa. Secara umum proses prehidrolisa merupakan suatu cara untuk menghilangkan hemiselulosa dan pentosan serta struktur kimia bahan baku (Pratiwi, 2000).

    Tahap pertama dari proses pulping yaitu hidrolisis lignin dimana lignin dan komponen lainnya dihilangkan dari serat selulosa yang akan digunakan untuk membuat kertas. Lignin merupakan perekat antar serat dan akan memberi warna pada kertas apabila lignin tertinggal pada pulp (Williams, 1993).

    Waktu dan suhu pemanasan pada proses pulping sangat erat hubungannya. Pada dasarnya waktu pemasakan dapat dikurangi beberapa saat dengan menaikkan suhu pemasakan, namun diatas suhu 180oC tidak ada pengaruh yang jelas pada laju pembuatan pulp, bahkan pada suhu tinggi rendemen dan kualitas pulp akan turun (Fengel and Wegener, 1995). 2.5. Penentuan kadar lignin sisa pulp

    Kadar lignin dalam pulp menentukan tingkat kematangan pulp yang dihasilkan dan biasa digunakan sebagai control dalam pulping dan bleaching (Casey, 1991). Penentuan lignin dalam pulp secara tidak langsung sangat efektif untuk pemeriksaan rutin, mengingat waktu tang dibutuhkan relatif singkat. Sampai saat ini penentuan bilangan kappa merupakan metode yang paling banyak digunakan diindustri pulp dan kertas didasarkan pada kemampuan permanganate untuk mengoksidasi lignin. Metode ini paling cepat dan logis karena permanganate bereaksi lebih cepat dengan lignin daripada karbohidrat dalam larutan asam (Singh, 1991). Hal hal ini dikenal istilah bilangan kappa, didefinisikan sebagai volume

    larutan kalium permanganate (KMnO4) 0,1 N yang digunakan untuk mengoksidasi 1 gr pulp selama 10 menit pada 25C dikali dengan faktor koreksi (Tabel Bilangan Kappa). Freudenberg membuktikan bahwa terdapat hubungan linier antara bilangan kappa dengan kadar lignin sisa dalam pulp kraft dengan factor 0,147 (Casey, 1991), sehingga :

    kadar lignin sisa pulp = Bilangan Kappa x 0,147. 2.6. Sifat fisik dan kimia daun nenas ditinjau dari segi pembuatan pulp 2.6.1. Serat pada nenas

    Serat pada nenas dapat digunakan untuk tekstil dan kertas.Cara memisahkan serat secara tradisional yaitu daun dibuat memar dengan melepaskan kutikula sehingga serat mudah dipisahkan dengan tangan. Sesudah dicuci dengan air, dijemur di sinar matahari yang kemudian diikat bersama serat-serat yang panjangnya 1 1,2 meter. Hasil serat dari daun yang telah tua yaitu 1.0 1.2%. Varietas Aechmea magdalenae Andre ini tahan air garam. Varietas lainnya, Bromelia sylvestris Vell, kekuatan rentangnya tinggi. Serat dari Smooth Cayenne lunak,seperti sutera dan halus, hanya saja kekuatan rentangnya rendah, sehingga kalau dipakai tali, kurang kuat bila dibandingkan dengan (Aechmea magdalenae) (Anonymous, 2008).

    Serat dari Smooth Cayenne telah dicoba dipakai untuk bahan pakaian dan hasilnya sangat menarik, hanya disini masih kalah dengan tekstil sintetis yang harganya lebih murah. Serat dari tanaman nenas dapat juga dipergunakan untuk bahan kertas. Kertas yang dihasilkan dapat tipis, permukaannya halus, lemas dan liat, dapat dilipat dan dapat dikisutkan tetapi dapat dihaluskan lagi tanpa kerusakan (Asbani, 1994).

    2.6.2. Komposisi kimia serat nanas

    Komposisi kimia serat nanas disajikan pada Tabel 1 dan sebagai pembanding disajikan juga komposisi kimia serat kapas dan rami.

    Tabel 1. Komposisi Kimia Serat Nanas

    Komposisi kimia Serat Nanas

    (%)

    Serat Kapas

    (%)

    Serat Rami (%)

    1. Alpha Selulosa 69,5 71,5

    94 72 92

    2. Pentosan 17,0 17,8

    - -

    3. Lignin 4,4 4,7 - 0 - 1

    4. Pektin 1,0 1,2 0,9 3 27

    5. Lemak dan Wax 3,0 3,3 0,6 0,2

    6. Abu 0,71 0,87

    1,2 2,87

    7. Zat-zat lain (protein, asam organik, dll.)

    4,5 5,3 1,3 6,2

    Sumber : Anonymous (2008) 2.6.3. Sifat-Sifat Fisik Serat Nanas

    Serat nanas mempunyai kekuatan yang relatif tinggi. kekakuan lentur atau Flexural rigidity dan torsional rigidity serat relatif lebih tinggi dibanding kapas. Hal ini menyebabkan serat mempunyai ketahanan yang besar

  • 7

    untuk digintir (twist), sehingga serat cenderung tidak segera tergintir pada saat proses penggintiran selesai. Oleh karena itu serat cenderung kaku dan agak sulit untuk mendapatkan serat yang kompak seperti yang dikehendaki. Sifat porous dan menggelembung (swelling) pada serat nanas menunjukkan adanya sifat daya absorbsi lembab dan kemampuan untuk dicelup. Serat nanas tidak menunjukkan pengurangan kekuatan dalam penyimpanan hingga 6 bulan, sedangkan penyimpanan lebih dari 6 bulan terjadi penurunan kekuatan. Termal konduktivitas serat nanas relatif rendah yaitu sebesar 0,0273 watt/m2/oK, oleh karena itu serat nanas merupakan termal isolator yang baik (Anonymous, 2008).

    Menurut Onggo dan Triastuti (2005), serat daun nenas bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp dan kertas dengan kelas mutu II (nilai 275). Selain itu kadar selulosanya juga tinggi (57,81%) sehingga dapat diperoleh rendemen tinggi. Produksi kertas seni dari daun nenas juga dapat dilakukan dan bisa diterapkan pada industri rumah tangga (skala 5.000 lembar kertas seni per bulan). 2.7. Analisis Finansial pada Studi Kelayakan

    Studi kelayakan merupakan suatu perencanaan sistematis dan terpadu pada pendirian suatu proyek bisnis sehingga resiko kegagalannya dapat dikurangi. Menurut Umar (2000), studi kelayakan bisnis adalah penelitian tentang layak tidaknya suatau proyek bisnis dilaksanakan. Maksud dari layak atau tidak disini adalah perkiraan bahwa proyek akan dapat atau tidak dapat menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasikan. Sutojo (1999) mengemukakan hal-hal yang perlu dikaji dalam studi kelayakan meliputi: aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasi, serta aspek ekonomi dan finansial.

    Dalam melakukan studi kelayakan aspek keuangan merupakan faktor yang menentukan, artinya betapapun aspek-aspek yang lain mendukung namun kalau tidak tersedia dana maka hanya sia-sia belaka. Aspek keuangan berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan secara efisien, sehingga memberikan keuntungan yang menjanjikan (Suratman, 2002).

    Faktor penentu apakah suatu proyek investasi dapat dikatakan layak diperlukan teknik-teknik kriteria penilaian investasi yang didasarkan pada estimasi aliran kas yang bersangkutan. Selain itu juga dapat menggunakan analisis Break Even Point (BEP) serta analisis sensitivitas untuk melengkapi analisis kriteria investasi tersebut. 2.7.1. Net Present Value (NPV)

    Net Present Value adalah selisih antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Umar, 2000).

    Rumus untuk menghitung NPV (Husnan dan Suwarsono, 2002) adalah sebagai berikut:

    NPV = -Ao + = +

    n

    ttr

    At

    1 )1(

    Keterangan:

    -Ao = Pengeluaran investasi pada tahun ke-0 At = Aliran kas masuk bersih pada tahun ke-t R = Tingkat suku bunga pada periode ke-i t = Periode investasi (t = 0,1,2,...n) n = Jumlah tahun (usia) proyek

    Berdasarkan kriteria finansial bila NPV > 0 maka

    proyek dinyatakan layak, jika NPV = 0 maka proyek mengembalikan sebesar social opportunity cost of capital, dan jika NPV < 0 maka proyek dinyatakan tidak layak.

    Menurut Sutojo (1999), untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Tingkat bunga tersebut dapat diperoleh dengan memelihara tingkat bunga pinjaman jangka panjang yang berlaku di pasar modal atau dengan mempergunakan tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar oleh pemilik proyek. 2.7.2. Jangka Waktu Pengembalian Modal (Payback Period)

    Payback Period (PP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2000). Rumus untuk menghitung PP adalah:

    PP = n +

    )( 11 ++ nn CB

    m

    Keterangan: n = Periode investasi pada saat nilai komulatif B1- C1 negatif terakhir m = Nilai Kumulatif B 1- C 1 negatif terakhir Bn+i = Nilai sekarang penerimaan social bruto pada tahun n+l Cn+i = Nilai sekarang biaya sosial bruto pada tahun n+l 2.7.3 Break Event Point (BEP)

    Break Event Point (BEP) adalah suatu cara untuk dapat menetapkan tingkat produksi dimana tingkat penjualan sama dengan biaya-biaya. Dengan kata lain, tingkat produksi dimana tidak ada kerugian dan keuntungan (Nitisemito, 1998). Rumus untuk mengitung BEP adalah: Q (BEP) =

    )/()/arg( UnitbelBiayaVariaUnitaPenjualanH

    BiayaTetap

    Penjualan (BEP) =

    imaanTotalPener

    belBiayaVaria

    BiayaTetap

    1

    2.7.4. Internal Rate of Return (IRR)

    Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa yang akan datang atau penerimaan kas, dengan pengeluaran investasi awal (Umar, 2000). Dengan kata lain IRR adalah tingkat bunga

  • 8

    dimana nilai NPV = 0. Rumus untuk menghitung IRR (Rangkuti, 2001) adalah sebagai berikut :

    IRR = il +

    NPVnegatifNPVpositif

    iiNPV

    )12(

    NPV positif adalah net present value positif dengan discound rate tertentu yang lebih rendah (i1). Sedangkan NPV negatif adalah net present value negatif dengan discound rate tertentu yang lebih tinggi (i2). 2.8. Industri Kecil dan Menengah

    Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil menggolongkan industri kecil dalam batasan usaha kecil. Berdasarkan UU ini, maka industri kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial (Subanar, 2001). Batasan mengenai skala usaha menurut BPS, yang berdasar pada jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Batasan Skala Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga

    Kerja

    No Skala Usaha Jumlah Tenaga kerja

    1. Industri dan Dagang Mikro (ID-Mikro) 1- 4 orang

    2. Industri dan Dagang Kecil (ID-Kecil) 5- 19 orang

    3. Industri dan Dagang Menengah (ID-Menengah) 20 - 99 orang

    4. Industri dan Dagang Besar (ID-Besar) 100 orang atau lebih

    Sumber: Subanar (2001) Menurut Subanar (2001), industri skala kecil

    memiliki keunggulan dan daya tarik seperti: a. Fleksibel terhadap bentuk fluktuasi Jangka

    pendek, namun tidak memiliki rencana jangka panjang (corporate plan).

    b. Independen dalam penentuan harga produksi atas barang atau jasanya.

    c. Mudah dalam proses pendirian. d. Merupakan tipe usaha yang paling cocok untuk

    mengelola produk, jasa atau proyek perintisan, yang sama sekali baru atau belum pernah ada yang mencobanya, sehingga memiliki sedikit pesaing.

    e. Diversifikasi usaha terbuka luas sepanjang waktu dan pasar konsumen senantiasa tergali melalui kreativitas pengelola.

    f. Relatif tidak membutuhkan investasi yang terlalu besar, tenaga kerja yang tidak berpendidikan tinggi, serta produksi lainnya yang tidak terlalu mahal.

    Industri kecil juga memiliki banyak kelemahan, pada umumnya dalam masalah keorganisasian, keuangan, administrasi, pembukuan, dan pemasaran. Kelemahan keorganisasian umumnya berupa tidak jelasnya struktur organisasi, pembagian tugas dan wewenang yang jelas. Dibidang keuangan biasanya lemah dalam membuat anggaran, tidak adanya pencatatan dan pembukuan yang memadai. Kelemahan dibidang pemasaran lazimya berupa ketidakserasian antara program produksi dan

    penjualan. Dengan ukurannya yang kecil, pengusaha kecil seringkali mengabaikan hal-hal prinsip dalam pengoperasian usaha. Banyak kebijaksanaan perusahaan yang dibuat berdasarkan kira-kira, kebiasaan, dan naluri (Wibowo dkk., 2002). 2.9. Perancangan Unit Pengolahan

    Pabrik yang dalam istilah asingnya dikenal sebagai factory atau plant adalah setiap tempat dimana faktor-faktor seperti manusia, mesin dan peralatan (fasilitas produksi lainnya, material atau bahan, energi, uang (modal/kapital), informasi dan sumber daya alam dikelola bersama-sama dalam suatu produksi guna menghasilkan suatu produk atau jasa secara efektif, efisien, dan aman. Istilah pabrik ini sering diartikan sama dengan industri, meskipun industri sebenarnya merupakan salah satu jenis industri yang terutama akan menghasilkan produk jadi (finish goods product) (Wignjosoebroto, 2000).

    Pendirian suatu perusahaan atau pabrik membutuhkan sebuah perencanaan (planning). Perencanaan ini penting, karena tujuan dari suatu perusahaan, baik perusahaan yang mengejar keuntungan (profit seeking) maupun tidak adalah untuk kelangsungan hidup dan perkembangan. Kelangsungan hidup dan perkembangan ini hanya diperoleh bila perusahaan atau pabrik beroperasi secara efisian dan efektif. Untuk itu dibutuhkan adanya suatu rencana yang tepat dan baik (Assauri, 1990).

    Perancangan sistem operasi meliputi

    penyeleksian produk dengan rancangan produk, penyeleksian peralatan dan proses, perancangan kegiatan operasi, perancangan tugas, penentuan lokasi dan penyusunan tata letak peralatan. Perancangan dan pengendalian operasi meliputi pengendalian terhadap persediaan dan proses operasi, pemeliharaan dan perawatan mesin, pengendalian bahan baku, pengendalian tenaga kerja, dan pengendali biaya dan perbaikan. Perancangan kegiatan operasi memerlukan kerangka keputusan yang mencakup proses kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan kualitas (Sudarsono, 2002).

    Konsep yang paling sederhana dalam menentukan skala operasi (kapasitas produksi) adalah bergantung pada kemungkinan perkembangan pangsa pasar (market share) yang dapat diraih dan kapasitas mesin serta peralatan yang dimiliki perusahaan. Hal ini dilakukan dalam proses produksi, kemampuan keuangan perusahaan dan kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang (Suratman, 2002 ). Penelitian studi kelayakan pada umumnya dilakukan terhadap aspek-aspek pasar, teknis, keuangan, hukum, ekonomi Negara dan dampak sosial. Jenis aspek yang dikaji tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam investasi tersebut, semakin besar dana yang ditanam, semakin banyak aspek yang dikaji (Husnan dan Suwarsono, 1999).

    Aspek keuangan menyangkut bahasan tentang dana yang diperlukan untuk investasi, baik untuk aktiva tetap maupun modal kerja, sumber-sumber pembelanjaan yang digunakan, taksiran penghasilan, biaya dan rugi atau laba pada berbagai tingkat operasi, manfaat dan biaya dalam artian finansial, seperti net present value, profitability

  • 9

    indeks, payback period, dan keuangan (Husnan dan Suwarsono, 1999). 2,10. Optimasi dengan metode permukaan respon 2.10.1 Metode permukaan respon

    Metode permukaan respon atau respon surface methodology (RSM) adalah suatu kumpulan dari teknik-teknik statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan tentang beberapa variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas atau respon, serta bertujuan untuk mengoptimalkan respon tersebut. Dengan demikian metode permukaan respon dapat digunakan peneliti untuk :

    1. Mencari suatu fungsi pendeketan yang cocok untuk meramalkan respon yang akan datang

    2. Menentukan nilai-nilai dari variabel bebas yang mengoptimalkan respon yang dipelajari (Gasperz, 1992)

    Pada dasarnya analisis metode permukaan respon serupa dengan analisis regresi, yaitu menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode kuadrat terkceil (least square method), namun dalam MPR diperluas dengan menerapkan teknik-teknik matematika untuk menentukan titik-titik optimal agar dapat ditemukan respon yang optimal (maksimal/minimal). Menurut Gasperz (1992), kelemahan dari penggunaan MPR yaitu timbulnya kesulitan bagi peneliti untuk menetapkan daerah percobaannya karena dapat saja terjadi bahwa percobaan yang dilakukan tidak berhasil menemukan titik optimum karena memang titik optimum berada jauh diluar daerah percobaannya.

    Pembahasan dalam MPR, variabel bebas didefinisikan sebagai x, dimana cariabel bebas itu diasumsikan merupakan variabel kontinyu dan dapat dikendalikan oleh peneliti tanpa kesalahan, diasumsikan merupakan variabel acak (random variable). Variabel bebas bisa terdiri dari x1, x2, ..., xk, dengan Y sebagai variabel tak bebas (respon) yang diduga sebagian atau seluruhnya merupakan respon dari y1, y2, ..., yk (gasperz, 1992)

    Pada kebanyakan MPR, hubungan matematika menggambarkan respon percobaan yang dianggap tidak diketahui sehingga langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan perkiraan yang sesuai untuk hubungan matematika tersebut. Jika suatu hubungan matematika diketahui maka hubungan tersebut dapat digunakan untuk menentukan kondisi operasi paling efisien dari sistem yang dipelajari (Garcia dan Philipd, 1995). Penggunaan rancangan komposit terpusat akan menghemat bahan percobaan karaena banyaknya data yang diperlukan dalam membangun ordo kedua lebih sedikit, selain itu fungsi persamaan matematika dari ordo kedua dapat dijadikan sebagai salah satu kelebihan dalam penggunaan MPR karena dapat mempermudah peneliti dalam meramalkan respon yang akan datang. 2.10.2 Rancangan komposit terpusat

    Suatu rancangan percobaan untuk membangun model polinomial ordo kedua harus memliki paling sedikit 3 taraf dari setiap faktor yang dicobakan agar parameter

    model dapat diduga. Rancangan percobaan itu dipilih berdasarkan pertimbangan :

    1. Ketelitian relatif dalam menduga koefisien parameter model

    2. Banyaknya pengamatan yang dibutuhkan

    Rancangan percobaan yang dpat dipergunakan untuk membangun model ordo kedua adalah rancangan faktorial 3k.Salah satu bentuk rancangan permukaan respon ordo kedua yang diterapkan secara luas adalah rancangan komposit terpusat (central composite design). Pada dasarnya rancangan komposit terpusat adalah rancangan faktorial ordo pertama (2k) yang diperluas melalui penambahan titik-titik pengamatan pada pusat agar memungkinkan pendugaan koefisien parameter permukaan respon ordo kedua. Rancangan komposit pusat didefinisikan sebagai rancangan percobaan faktorial 2k atau faktorial sebagian (biasanya diberik kode +1 dan -1) ditambah dengan titik sumbu (1,, 0, 0, ....0), (0, 1, 0,...,0), (0, 0, 1, ...,0), (0,0,0,..., 1) (Gasperz, 1992) Penentuan kondisi operasi optimum

    Kriteria utama ketepatan model adalah berdasarkan uji simpangan dari model, dimana suatu model dianggap tepat atau cocok dengan permasalahan apabila uji simpangan dari model bersifat tidak nyata secara statistik,meskipun mungkin kriteria yang lain cukup memuaskan (gasperz, 1992). Kondisi optimum akan diperoleh apabila memenuhi syarat-syarat berikut :

    1. Syarat perlu

    = 0 dan

    = 0

    2. Syarat cukup Determinan minor utama D matrik Hessan (H) bersifat definit negatif dimana matrik H didefinisikan sebagai berikut :

    1

  • 10

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia, Universitas Muhammadiyah Malang pada bulan Nopember 2009 Pebruari 2010. Dan analisis Fisik kertas dilakukan di BALITTAS Karang Ploso Malang pada Bulan Januari 2010. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat Alat yang digunakan dalam pembuatan pulp dari daun nenas adalah pisau, timbangan digital, panci, kompor, saringan, pengaduk, gelas ukur, bak/ember, plastik, oven, autoklaf. Sedangkan alat yang digunakan untuk pengujian fisik kertas di BALITTAS Karang Ploso Malang adalah Elmendorf Tearing Tester (uji ketahanan sobek) dan Paper Tensile Strength Tester (uji ketahanan tarik). 3.2.2. Bahan

    Bahan yang digunakan dalam pembuatan pulp dari tanaman nenas adalah daun tanaman nenas varietas Chayenne yang berasal dari Blitar, bahan-bahan pembantu yang digunakan yaitu Kalsium oksida (CaO) teknis. 3.3. Metodologi Penelitian 3.3.1 Uji Fisik dan Kimia

    Tahap pengumpulan data dan analisis hasil penelitian uji fisik dan kimia menggunakan Metode Permukaan Respon (RSM) dengan program Design-Expert DX8 yang diperoleh dari download dengan alamat www.statease.com dengan Trial version. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah konsentrasi CaO, Suhu dan Waktu Pemasakan. Percobaan ini menggunakan rancangan komposit terpusat (Central Composite Design) dengan menggunakan 3 faktor, masing-masing faktor memiliki dua level, terendah (-1) dan tertinggi (+1). Sesuai dengan rancangan komposit terpusat 3 faktor maka pengulangan dilakukan pada titik tengah sebanyak 6 (enam) kali. Faktor beserta batas atas dan bawahnya adalah sebagai berikut :

    a. Faktor Konsentrasi CaO (A) 1. Konsentrasi CaO =

    5% (a1 = -1) 2. Konsentrasi CaO =

    15% (a2 = +1) b. Faktor Suhu Pemasakan (B)

    1. Suhu Pemasakan =

    80 C (b1 = -1 ) 2. Suhu Pemasakan =

    120 C (b2 = +1) c. Faktor Lama Pemasakan (C)

    1. Lama Pemasakan = 60 menit (c1 = -1 )

    2. Lama Pemasakan = 120 menit (c2 = +1)

    Nilai dipilih k = 3 adalah 2 k/4 = 23/4 = 1,68. Setelah menetapkan level-level faktor yang bersesuain

    dengan rancangan factorial 2k, maka ditetapkan level-level factor yang bersesuaian dengan titik pusat a = 0, b = 0 dan c = 0, dengan jalan mengambil titik tengah diantara kedua level Faktor yang telah dispesifikasikan dalam langkah pertama. Dari faktor dan level diatas, maka diketahui titik-titik pusat adalah :

    a. Faktor Konsentrasi CaO dengan titik pusat : 5 % + 15 % = 10 % 2

    b. Faktor Suhu Pemasakan dengan titik pusat :

    80 C + 120 C = 100 C 2

    c. Faktor Lama Pemasakan dengan titik pusat : 60 menit + 120 menit = 90 menit 2 Diketahui bahwa level-level konsentrasi CaO

    (A) berturut-turut adalah : 5% (kode a = -1), 15 % (kode a = 1), dan 10 % (kode a=0), maka titik tengah dari factor A adalah 10 % serta jarak diantara level factor adalah 5 %, dengan demikian hubungan antara variable kode a dan variable asli A dapat dinyatakan sebagai berikut :

    , 5 10

    (8) dengan cara yang sama, maka dapat ditentukan bentuk hubungan antara b dan B serta c dan C, sebagai berikut :

    , 20 100

    (9)

    , 30 90

    (10) Penentuan level-level faktor yang bersesuaian dengan

    nilai - = -1,68 dan = 1,68 dengan jalan memanfaatkan hubungan yang ada antara variable kode dan variable asli dalam persamaan (8), (9), dan (10). Menggunakan persamaan (8), maka diketahui bahwa : Untuk a = -1,68, maka A = 5 (-1,68) + 10 = 1,6

    Untuk a = 1,68, maka A = 5 (1,68) + 10 = 18,4 Menggunakan persamaan (9), maka diketahui bahwa : Untuk a = -1,68, maka B = 20 (-1,68) + 100 = 66,4

    Untuk a = 1,68, maka B = 20 (1,68) + 100 = 133,6

    Menggunakan persamaan (10), maka diketahui bahwa : Untuk a = -1,68, maka C = 30 (-1,68) + 90 = 39,6

    Untuk a = 1,68, maka C = 30 (1,68) + 90 = 140,4

  • 11

    Pengkodean dan level asli proses atau variable bebas ditunjukan oleh Tabel 3.

    Per lakua

    n

    Peng acaka

    n

    Nilai Faktor Terkodekan Nilai Faktor Aktual

    A:CaO B:

    Waktu C:Suhu A:CaO B:Waktu C:Suhu

    % menit oCelcius % menit oCelcius

    1 16 -1 -1 -1 5 60 80

    2 5 1 -1 -1 15 60 80

    3 10 -1 1 -1 5 120 80

    4 1 1 1 -1 15 120 80

    5 2 -1 -1 1 5 60 120

    6 15 1 -1 1 15 60 120

    7 19 -1 1 1 5 120 120

    8 11 1 1 1 15 120 120

    9 13 -1.68 0 0 1.6 90 100

    10 9 1.68 0 0 18.4 90 100

    11 18 0 -1.68 0 10 66.4 100

    12 17 0 1.68 0 10 133.6 100

    13 8 0 0 -1.68 10 90 39.6

    14 6 0 0 1.68 10 90 140.4

    15 12 0 0 0 10 90 100

    16 3 0 0 0 10 90 100

    17 14 0 0 0 10 90 100

    18 20 0 0 0 10 90 100

    19 4 0 0 0 10 90 100

    20 7 0 0 0 10 90 100

    Tabel 3. Pengkodean dan Level Proses Asli Proses

    atau Variabel Bebas 3.3.2. Analisis Data uji sensoris

    Data uji sensoris dianalisis dengan metode statistik non parametrik menggunakan Uji Friedman. Penentuan hasil terbaik delakukan dengan menggunakan metode indeks efektifitas (Susrini, 2005). 3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Alur Kerja Pelaksanaan Penelitian

    Pelaksanaan penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 1 seperti berikut ini :

    Gambar 1. Alur Kerja Pelaksanaan Penelitian

    3.4.2. Proses Pulping

    Proses pulping dapat dilihat pada diagram alir seperti pada gambar 2:

  • 12

    3.5. Penetapan Variabel dan Parameter Perancangan 3.5.1. Aspek Teknis

    Variabel yang diteliti adalah : a. Aspek Teknis proses :

    1) Karakteristik kertas seni Karakteristik kertas seni parameternya adalah : rendemen, kekuatan tarik, sobek dan gramatur

    2) Uji sensoris produk Parameternya adalah : warna, tekstur

    permukaan, kenampakan serat b. Perancangan kebutuhan mesin dan peralatan

    Parameternya adalah : - Spesifikasi mesin dan peralatan untuk

    pengolahan produk kertas seni - Waktu proses yang dibutuhkan dalam proses

    pengolahan produk kertas seni. c. Lokasi pendirian unit pengolah

    Parameternya adalah : - Jumlah bahan baku - Lokasi beberapa sumber (air, suhu udara,

    tenaga listrik dan telepon) - Sarana transportasi - Lokasi pasar - Lokasi tenaga kerja

    d. Perancangan Proses Pengolahan Parameternya adalah :

    - Kualitas dan kuantitas produk kertas seni. - Spesifikasi dan jumlah mesin dan peralatan

    yang digunakan untuk pengolahan - Waktu yang dibutuhkan untuk tiap tahapan

    proses pengolahan e. Perancangan Penjadwalan dan Pengendalian

    Produksi Parameternya adalah :

    - Kapasitas produksi per hari unit pengolahan produk kertas seni.

    - Kebutuhan bahan baku unit pengolahan produk kertas seni.

    3.5.2. Aspek Manajemen

    Variabel yang diteliti adalah : a. Penentuan struktur organisasi dan deskripsi pekerjaan

    Parameternya adalah : - Kompleksitas Pekerjaan dan besar kecilnya

    perusahaan b. Penentuan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja

    Parameternya adalah : - Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan - Kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan

    3.5.3. Aspek Finansial

    Variabel yang diteliti adalah : a. Biaya investasi

    Parameternya adalah : - Harga mesin, peralatan, dan sewa

    bangunan b. Biaya Operasional

    Parameternya adalah : - Harga bahan baku dan gaji pekerja - Biaya penggunaan air, listrik, telepon dan

    bahan bakar

    c. Kelayakan Finansial

    Parameternya adalah : - Harga bahan baku, harga mesin dan peralatan - Biaya penggunaan air, listrik, telepon dan

    bahan bakar - Sewa bangunan dan gaji pekerja

    3.6. Teknik Pengumpulan Data

    Untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dengan baik, maka diperlukan data yang akurat dan sistematis agar hasil yang didapat mampu menggambarkan situasi obyek yang diteliti dengan benar. Data tersebut bersumber dari dua data : 1. Data primer

    Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Disebut juga data asli atau data baru. Pada penelitian ini data primer diantaranya data organoleptik dan karakteristik kimia produk.

    2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh

    atau dikumpulkan orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan peneliti terdahulu, disebut juga data tersedia (Hasan, 2002). Pada penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data kualitas fisik dan kimia bahan substitusi .

    Metode pengumpulan data yang dipergunakan

    dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara

    Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden.

    b. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen (Hasan, 2002).

    3.7. Batasan Masalah Penelitian yang dilakukan dibatasi pada : a. Masalah yang dikaji difokuskan pada konsentrasi

    CaO, waktu dan suhu dalam pengolahan produk pulp dari serat daun nenas yang meliputi aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek finansial.

    b. Kelayakan unit pengolahan yang dirancang ditentukan berdasarkan analisis finansial yaitu perhitungan NPV (Net Present Value), PP (Payback Period) BEP (Break Even Point), IRR (Internal Rate Return) dan Profitability Index (PI).

  • 13

    BAB IV

    PEMBAHASAN 4.1. Analisis Parameter Kimia dan Fisik dengan

    Metode Permukaan Respon (RSM) Penelitian tahap ini, menggunakan metode

    permukaan respon dengan desain komposit terpusat. Data hasil penelitian diolah dengan program Design Expert 8. Respon yang digunakan meliputi rendemen, ketahanan tarik, ketahanan sobek, gramatur dan lignin. 4.1.1. Rendemen a. Analisis ragam

    Analisis ragam disajikan pada lampiran 11, menunjukkan model kuadratik yang dipilih mempunyai nilai F Hitung 33.15 dan nilai p =

  • 14

    lignin yang dapat dilarutkan dalam alkali pada konsentrasi tersebut sangat sedikit sehingga ikatan antar serat elementernya masih kuat dan menghasilkan ketahanan tarik yang rendah.

    b. Profil interaksi faktor

    Hasil analisis ragam menunjukan bahwa konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan berpengaruh signifikan pada model. Profil interaksi konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan terhadap ketahanan tarik disajikan pada gambar 5.

    Gambar 5. Profil katalis CaO, suhu dan waktu pemasakan

    terhadap Ketahanan Tarik

    Gambar 5 memperlihatkan nilai ketahanan tarik kertas terkecil diperoleh dari konsentrasi CaO 5% dengan suhu 800C yang dipanaskan selama 60 menit. Hal ini dikarenakan rendahnya konsentrasi CaO (konsentrasi 5%) sehingga menghasilkan ketahanan tarik yang rendah pula. Nilai ketahanan tarik kertas semakin tinggi seiring dengan meningkatnya konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemanasan. Chatrine dan Witono (2006) menyatakan ketahanan tarik kertas yang tinggi dikarenakan peningkatan jumlah serat pada bahan baku kertas, hal ini menyebabkan ikatan yang dibentuk dari serat non-kayu akan membuat kertas menjadi lebih baik. 4.1.3. Ketahanan Sobek a. Analisis Ragam Analisis ragam disajikan pada lampiran 15, menunjukkan model kuadratik yang dipilih mempunyai nilai F Hitung 59,38 dan nilai p =

  • 15

    dimana y = gramatur; x1= konsentrasi CaO; x2 = suhu; x3 = waktu

    Persamaan kuadratik diatas, berdasarkan hasil

    analisis ragam, menjelaskan bahwa 94,31% total ragam masuk dalam nilai gramatur sehingga model dapat menerangkan kondisi sebenarnya yakni nilai gramatur kertas akan semakin rendah apabila nilai konsentrasi CaO, suhu dan waktu semakin tinggi, begitu juga sebaliknya nilai gramatur kertas akan semakin tinggi apabila nilai konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan semakin rendah. b. Profil interaksi faktor

    Hasil analisis ragam menunjukan bahwa konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan berpengaruh signifikan pada model. Profil interaksi konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan terhadap gramatur disajikan pada gambar 7.

    Gambar 7. Profil katalis CaO, suhu dan waktu pemasakan

    terhadap gramatur

    Gambar 7 memperlihatkan nilai gramatur kertas tertinggi diperoleh dari konsentrasi CaO 5% dengan suhu 800C yang dipanaskan selama 60 menit. Yang mempengaruhi nilai gramatur adalah pada perlakuan penambahan konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan. Konsentrasi CaO yang semakin tinggi akan menyebabkan serat terputus secara lebih sempurna dan membentuk massa serat yang kecil, sehingga jumlah serat berkurang yang menyebabkan turunnya gramatur. 4.1.5. Lignin

    Lignin merupakan senyawa aromatic berbentuk amorf, tersusun oleh unit fenol propane (Sugesty, 1990). a. Analisis Ragam Analisis ragam disajikan pada lampiran 13, menunjukkan model kuadratik yang dipilih mempunyai nilai F Hitung 46,71 dan nilai p =

  • 16

    ikatan hydrogen antar serat yang jumlahnya sangat banyak jika serat-serat ini dalam keadaan kering. Lignin yang terdapat pada sumber serat akan mengalami pelunakan menjadi fragmen-fragmen kecil oleh ion hidroksil (OH) larutan pemasak (Haroen, 2006).

    4.1.6 Prediksi Nilai Faktor Untuk mendapatkan Hasil Respon Optimal

    Prediksi optimasi dari faktor konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan menggunakan criteria seperti pada Tabel 4.

    Nama Tujuan Batas Atas

    Batas Bawah

    A:Katalis (CaO) Dalam Batas -1 1

    B:Waktu Dalam Batas -1 1

    C:Suhu Dalam Batas -1 1

    Rendemen Maksimum 61.58 89.65

    Kappa Minimum 45.51 122.31

    Lignin Minimum 6.69 17.98

    Gramatur Maksimum 172.07 182.07

    Ketahanan Sobek Maksimum 30.17 42.14

    Ketahanan Tarik Maksimum 0.38 0.43

    Tabel 4. Batasan Optimalisasi Respon

    Menggunakan Program Design Expert 8 Hasil komputasi menunjukan terdapat 25 solusi

    untuk mengoptimalkan faktor yang diurutkan berdasarkan tingkat desirability. Lima nilai dengan desirability teratas adalah:

    No CaO Wak

    tu Suhu

    Ren- demen

    Lig nin

    Grama tur

    Ket. Sobek

    Desirability

    1 0.86 1.00 1.00 62.4178 7.59992 172.067 41.6701 0.9227901

    2 0.86 1.00 0.98 62.547 7.62078 172.067 41.6469 0.9214134

    3 0.85 1.00 1.00 62.5078 7.64768 172.087 41.6429 0.9205141

    4 0.86 1.00 0.96 62.6747 7.64111 172.067 41.6238 0.9200562

    5 0.87 1.00 0.89 63.0276 7.68973 172.067 41.5639 0.9166749

    Tabel 5. Solusi hasil Komputasi Prediksi Nilai Optimal

    Respon Menggunakan Program Design Expert 8 Gazperz (1992), mendeskripsikan bahwa suatu

    metode multirespon dinamakan desirability (atau disarankan pada Tabel 5), dinamakan fungsi desirability. Fungsi tersebut mencerminkan bentangan yang diinginkan masing-masing respon.

    Respon permukaan dan plot kontur respon yang diperoleh dari konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan setelah proses optimalisasi dengan nilai desirability tertinggi (solusi 1) dapat dillihat pada gambar 9.

    Gambar 9. Permukaan Respon dan Plot Kontur Respon

    Optimum

    Prediksi optimum yang dihasilkan sesuai dengan solusi 1 (Desirebility=0.9227901) adalah menggunakan CaO 14,3%, lama pemasakan 120 menit

    dan suhu pemasakan 120 C. Prediksi dari solusi ini akan menghasilkan rendemen 62,41%, Lignin 7,9%, gramatur 172,1 g/m2, ketahanan sobek 41,67 kgf/cm2, dan ketahanan tarik 0,42 kgf/cm2. 4.2. Uji Sensoris 4.2.1. Warna

    Hasil uji sensoris menunjukkan bahwa rerata ranking kesukaan panelis terhadap warna kertas berkisar antara 1 5 (Lampiran 17). Semakin tinggi rerata ranking kesukaan panelis, maka tingkat kesukaan panelis terhadap warna kertas semakin besar. Rerata ranking tingkat kesukaan panelis terhadap warna kertas ditunjukkan pada Gambar 10.

    Gambar 10. Rerata Kesukaan Panelis terhadap Warna

    Kertas pada Berbagai Kombinasi Perlakuan

    Rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna kertas mempunyai nilai terendah 1 didapatkan dari A3B1C1 (CaO 15%, suhu 800C, 60 menit), sedangkan nilai tertinggi 5 didapatkan dari A1B1C1 (CaO 5%, suhu 800C, 60 menit).

    Hasil analisis Uji Friedman menunjukkan bahwa pembuatan kertas memberikan pengaruh nyata ( = 0,05) terhadap rerata kesukaan warna kertas. Kombinasi perlakuan terbaik tingkat kesukaan warna diperoleh dari A1B1C1 (CaO 5%, suhu 800C, 60 menit). 4.2.2. Tekstur Permukaan

    Hasil uji sensoris menunjukkan bahwa rerata ranking kesukaan panelis terhadap tekstur permukaan kertas berkisar antara 1 5 (Lampiran 18). Semakin tinggi rerata ranking kesukaan panelis, maka tingkat kesukaan

    0.00

    5.00

    10.00

    A1B1

    A1B1

    A1B2

    A1B3

    A1B3

    A2B1

    A2B2

    A2B2

    A2B3

    A3B1

    A3B1

    A3B2

    A3B3

    A3B3

    Wa

    rn

    a

    Kombinasi Perlakuan

  • 17

    panelis terhadap tekstur permukaan kertas semakin besar. Rerata ranking tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur permukaan kertas ditunjukkan pada Gambar 9.

    Gambar 11. Rerata Kesukaan Panelis terhadap Tekstur

    permukaan Kertas pada Berbagai Kombinasi Perlakuan

    Rerata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur permukaan kertas mempunyai nilai terendah 1 didapatkan dari A3B1C1 (CaO 15%, suhu 800C, 60 menit), sedangkan nilai tertinggi 5 didapatkan dari A1B1C1 (CaO 5%, suhu 800C, 60 menit).

    Hasil analisis Uji Friedman menunjukkan bahwa pembuatan kertas memberikan pengaruh nyata ( = 0,05) terhadap rerata kesukaan tekstur permukaan kertas. Kombinasi perlakuan terbaik tingkat kesukaan tekstur permukaan diperoleh dari A1B1C1 (CaO 5%, suhu 800C, 60 menit). 4.2.3. Kenampakan serat

    Hasil uji sensoris menunjukkan bahwa rerata ranking kesukaan panelis terhadap kenampakan serat kertas berkisar antara 1 5 (Lampiran 19). Semakin tinggi rerata ranking kesukaan panelis, maka tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan serat kertas semakin besar. Rerata ranking tingkat kesukaan panelis terhadap Kenampakan serat kertas ditunjukkan Gambar 10.

    Rerata nilai kesukaan panelis terhadap kenampakan serat kertas mempunyai nilai terendah 1 didapatkan dari A3B3C3 (CaO 15%, suhu 1200C, 120 menit), sedangkan nilai tertinggi 5 didapatkan dari A1B1C3 (CaO 5%, suhu 800C, 120 menit).

    Gambar 12. Rerata Kesukaan Panelis terhadap kenampakan serat Kertas pada Berbagai kombinasi

    Perlakuan Hasil analisis Uji Friedman menunjukkan

    bahwa pembuatan kertas memberikan pengaruh nyata ( = 0,05) terhadap rerata kesukaan kenampakan serat kertas. Kombinasi perlakuan terbaik tingkat kesukaan kenampakan serat diperoleh dari A1B1C3 (CaO 5%, suhu 800C, 120 menit).

    4.3. Pemilihan Alternatif Terbaik Parameter Uji Sensoris Penentuan perlakuan terbaik antara kombinasi

    konsentrasi CaO, suhu dan waktu pemasakan pada penelitian tahap I dilakukan dengan menggunakan metode indeks efektivitas (Susrini, 2005). Metode ini dilakukan pada parameter uji sensoris (warna, tekstur permukaan, dan kenampakan serat). Penilaian perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 6.

    Tabel 6 menunjukkan kombinasi perlakuan terbaik pada uji sensoris diperoleh dari kombinasi perlakuan A1B1C1 (CaO 5%, suhu 800C, 60 menit) dengan nilai produk 0,978 yang memiliki karakteristik sebagai berikut: rerata kesukaan panelis terhadap warna 5, tekstur permukaan 5, dan kenampakan serat 4,8

    Tabel 6. Penilaian Perlakuan Terbaik terhadap

    Parameter Uji Sensoris pada Berbagai Kombinasi Perlakuan

    Kombinasi Perlakuan

    Uji Sensoris

    Nilai Produk

    Warna Tekstur

    Permukaan Kenampakan

    Serat

    A1B1C1 5.00 5.00 4.80 0.978

    A1B1C2 4.80 4.80 5.00 0.972

    A1B1C3 4.80 4.80 4.60 0.928

    A1B2C1 4.60 4.60 4.60 0.900

    A1B2C2 4.20 4.20 4.00 0.778

    A1B2C3 4.20 4.20 4.20 0.760

    A1B3C1 3.40 3.40 4.20 0.687

    A1B3C2 3.80 3.80 3.60 0.678

    A1B3C3 4.00 4.00 3.80 0.728

    A2B1C1 2.20 2.20 3.40 0.430

    A2B1C2 2.60 2.60 3.40 0.487

    A2B1C3 4.20 4.20 2.80 0.648

    A2B2C1 2.80 2.80 2.80 0.450

    A2B2C2 2.80 2.80 2.80 0.450

    A2B2C3 3.20 3.20 3.00 0.528

    A2B3C1 3.40 3.20 3.20 0.560

    A2B3C2 3.40 3.40 2.20 0.360

    A2B3C3 1.00 3.40 2.20 0.350

    A3B1C1 1.20 1.00 2.60 0.173

    A3B1C2 1.60 1.20 2.00 0.157

    A3B1C3 1.80 1.60 2.00 0.203

    A3B2C1 2.00 1.80 2.00 0.232

    A3B2C2 2.00 2.00 2.00 0.250

    A3B2C3 2.00 2.00 1.40 0.185

    A3B3C1 2.00 2.00 1.80 0.228

    A3B3C2 2.00 2.00 1.00 0.142

    0.002.004.006.00

    Tek

    stu

    r

    Per

    mu

    kaan

    Kombinasi Perlakuan

    0.00

    2.00

    4.00

    6.00

    Ken

    amp

    akan

    Ser

    at

    Kombinasi Perlakuan

  • 18

    A3B3C3 2.00 2.20 1.00 0.160

    *= Perlakuan Terbaik 4.4. Analisis Finansial Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan unit pengolahan pembuatan kertas seni. Analisis finansial meliputi analisis kebutuhan modal, biaya operasional, analisis Break Event Point (BEP), dan analisis kelayakan investasi yang meliputi perhitungan Payback Periode, Net Present Value, dan Profitability Index. Ringkasan hasil analisis finansial solusi optimal dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7. Ringkasan Hasil analisis Finansial Kertas

    Seni dari Daun nenas dengan Kapasitas 2500 lembar/hari

    No Komponen Jumlah

    1 Biaya tetap selama 1 tahun Biaya tidak tetap selama 1 tahun Total biaya produksi selama 1 tahun

    Rp 54.171.333,- Rp. 40.686.000,- Rp. 94.857.333,-

    2 Jumlah Produksi selama 1 tahun

    150.000 unit

    3 HPP per unit Harga jual (per lembar) (mark up 50%)

    Rp. 131,75 Rp. 329.37

    4 BEP (unit) BEP (Rp)

    931.968,05 Rp. 306.958.347,59

    4.4.1 Biaya Produksi

    Total biaya produksi selama 1 tahun kertas seni dari daun nenas adalah sebesar Rp. 94.857.333,- dengan perincian biaya tetap (fixed cost) sebesar Rp. 54.171.333,- dan biaya tidak tetap (variable cost) sebesar Rp. 40.686.000,-Perhitungan biaya produksi dilakukan dalam periode 1 tahun yang merupakan jumlah keseluruhan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap dalam 1 tahun yang melibatkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik (Husnan dan Sudarsono, 1999). 4.4.2 Harga Pokok Produksi (HPP) Harga Pokok Produksi (HPP) sebesar Rp. 131,75. Harga jual yang dihitung di tingkat produsen ke pengecer sebesar Rp. 329.37 Rp. 400,00 dengan asumsi pengambilan mark up sebesar 50% dari setiap produk unit yang terjual. Menurut Husnan dan Sudarsono (2002), besarnya mark up di tingkat produsen langsung ke konsumen sebesar 20%, jika melalui agen sampai ke pengecer besarnya mark up 50%, dan bila pengecer menjual produk ke konsumen akhir mark up yang ditentukan sebesar 70%. Sehingga diperkirakan pengecer menjual produk ke konsumen akhir dengan mark up 70%, maka diperkirakan harga produk sampai ke konsumen sebesar Rp 500,00 dengan ukuran 15 x 20 cm.

    Harga kertas seni untuk kualitas yang bagus ukuran 15 x 20 cm di wilayah Malang Raya (Kota Batu, Kabupaten dan Kota Malang) rata-rata berkisar antara Rp. 800,00 Rp. 900,00, sedangkan untuk kualitas yang kurang bagus berkisar antara Rp. 300,00 Rp. 400,00.

    Jadi produk kertas seni dari daun nenas masih sangat layak untuk bersaing dengan kertas seni yang di pasarkan di Malang Raya. 4.4.3 Break Event Point (BEP)

    Break Event Point (BEP) merupakan titik impas, dimana nilai penjualan atau pendapatan sama dengan total biaya. Analisis BEP tersebut merupakan cara untuk mengetahui volume penjualan minimal agar suatu usaha tidak mengalami kerugian tetapi juga belum memperoleh laba (laba sama atau dengan 0). BEP sangat sensitif terhadap perubahan fixed operating cost, variable operating cost per unit dan harga jual per unit hasil produksi perusahaan. Hasil perhitungan BEP (Lampiran 24) menunjukkan bahwa titik balik pokok akan dicapai pada volume penjualan 931.968,05 lembar atau senilai Rp. 306.958.347,59,-. Apabila perusahaan telah mencapai angka penjualan tersebut di atas, maka dapat diartikan bahwa perusahaan telah mencapai titik dimana perusahaan tidak mengalami kerugian maupun memperoleh keuntungan. 4.4.4 Payback Period (PP)

    Payback Period merupakan metode yang digunakan untuk mengukur kecepatan pengembalian modal investasi yang dinytakan dalam tahun. Hasil perhitungan pada Lampiran 27 menunjukkan bahwa nilai payback period dicapai pada 1 tahun 6 bulan 3 hari. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut nilai investasi usaha sebesar Rp. 118,839,600 telah kembali. Lama payback period lebih pendek daripada umur proyek yang direncanakan yaitu selama 5 tahun, sehingga dapat dikatakan proyek ini layak untuk dilaksanakan. 4.4.5. Net Present Value (NPV)

    Nilai Net Present Value (NPV) bernilai positif atau lebih besar dari nol, yaitu sebesar Rp. 343,053,425 (Lampiran 27), dengan demikian unit usaha industri kertas seni dari daun nenas layak dilaksanakan. Menurut Husnan dan Suwarso (2002), kriteria finansial bila NPV > 0 maka proyek dinyatakan layak, jika NPV = 0 maka proyek mengembalikan sebesar social opportunity cost of capital, dan jika NPV < 0 maka proyek dinyatakan tidak layak.

    4.4.6. Internal Rate of Return (IRR) Metode ini digunakan untuk mencari tingkat

    bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa yang akan datang atau penerimaan kas, dengan pengeluaran investasi awal (Umar, 2000). Dengan kata lain IRR adalah tingkat bunga dimana nilai NPV = 0. Nilai IRR pada suku bunga 10%-20% adalah 49,6%, sedangkan pada suku bunga 15%-30% sebesar 61% (Lampiran 35). 4.4.7 Profitability Index (PI) Nilai Profitability Index (PI) bernilai positif atau lebih besar dari nol, yaitu sebesar 3,89 (Lampiran 27), dengan demikian unit usaha industri kertas seni dari daun nenas layak dilaksanakan. Menurut Husnan dan Suwarso (2002), proyek dinyatakan layak, apabila PI > 0.

  • 19

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Kombinasi perlakuan terbaik berdasrkan indeks efektifitas diperoleh darii kombinasi perlakuan A3B2C3 (3 cm, pemasakan 2 jam, 75% pulp serat nanas dan 25% bubur kertas koran) dengan nilai produk 0,757 yang memiliki kandungan rendemen 64,185%, gramatur 206,767 g/m2, ketahanan sobek 80,913 kgf/cm2,ketahanan tarik 0,839 kgf/cm, warna 5, tekstur permukaan 5, dan kenampakan serat 4,8.

    Lokasi unit pengolahan kertas seni dari daun nenas skala industri direncanakan di Blitar. Total biaya produksi selama 1 tahun kertas seni dari proporsi serat daun nenas dan daur ulang kertas koran kompas adalah sebesar Rp. 38,012,800,- dengan perincian biaya tetap (fixed cost) sebesar Rp. 29,146,000,- dan biaya tidak tetap (variable cost) sebesar Rp. 8,866,800,-. Harga Pokok Produksi sebesar Rp. 243,67. Harga jual yang dihitung di tingkat produsen ke pengecer sebesar Rp. . 365, 51 Rp. 400,00.

    Perhitungan BEP dicapai pada volume penjualan 314.469,49 lembar atau senilai Rp. 114,941,018,-. Nilai payback period dicapai pada 2 tahun 4 bulan 10 hari .Nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 32,107,512. Nilai Profitability Index (PI) sebesar 1,43 dengan demikian unit usaha industri kertas seni dari daun nenas layak dilaksanakan. 5.2. Saran

    Perlu dikaji tentang penelitian lebih lanjut tentang pembuatan kertas seni dari daun nenas dengan berbagai jenis koran maupun majalah, sehingga dapat diperoleh jenis kertas seni yang berkualitas baik teknis maupun finansial.

    DAFTAR PUSTAKA

    Asbani, N. 1994. Laporan kerja lapangan di

    perkebunan nanas PT GGPC. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

    Andi Santoso, 2008, Membuat Kertas Daur Ulang.

    Kanisius. Yogyakarta APKI Direktori, 1997 (onlione), (http://APKI

    direktori.com, diakses 25 November 2009)

    Anonymous. 2005. Barang yang Dihasilkan Industri Besar dan

    Sedang di Jawa Timur 2002. BPS Prop. Jawa Timur

    Anonymous, 2005. Jawa Timur Dalam Angka. Badan

    Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur. Anonymous, 1996. The New York of Knowledge.

    Volume 15, Grolier Incorporated, New York, pp. 52-58

    a. 2005. Pulp. (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Pulp, diakses 19 November 2009)

    b. 2005. Kertas Daur Ulang. (online),

    (http://hijaubumiku.blog.com, diakses 20 Desember 2009)

    c

    . 2005. Kualitas Kertas Bekas. (online), (http://www.unmul.ac.id/dat/pub/lemlit/kualitas_kertas.pdf#search=%22kertas%20daur%ulang%22, diakses 20 Desember 2009)

    Anonymous, 2002. Kemiskinan dan ketenagakerjaan.

    (online), (http://www.bappeprop-jatim.go.id/index.php, diakses 11 April 2009)

    Assauri, S. 1990. Management Produksi. Lembaga

    Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.

    Browyer, J. L., Haygreen, J. E. 1999. Hasil Hutan dan

    Ilmu Kayu. Gajah Mada University Press. Alih Bahasa: Hadikusumo S. A. Hal 595-599

    Bainbridge, D. 1996. Recycling Paper and Recycled

    Paper. (online), http://sdearthtimes.com/et1096/et1096s.11.html, diakses 24 April 2009).

    Bahari, N. 1995. Kertas Seni Sebagai Media Ekspresi

    Murni., (online), (http://www.geocities.com/kertasseni/index.htm, diakses 28 Maret 2009).

    . 2008. Jenis Tanaman Nenas (online),

    (http://Blitarian.com, diakses 24 April 2009). Balai Besar Penelitan Tanaman Serat Bandung, 2009,

    (online). (http://BBPT Bandung.com, diakses 20 Desember 2009)

    Casey. J.P, 1991, Pulp and Paper Chemistry and

    Chemical Technology, Jhon Wiley and Son Inc, New York, pp 87-92

    Degarmo, E.P., Sillivan, W.G and Canada, J.R, 1984,

    Engineering Economy, Seventh Edition, Macmillan Publishing Company, New York

    Ervasti, I. 1996. Global Supply/Demand Balance For

    Recovered Paper and Future Outlook. Paper Recycling 96 Conf. (London) Proc., 1-9

    Fengel, D dan Wegener, G, 1985, Kayu, Kimia,

    Ultrastruktur, Reaksi-reaksi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta

  • 20

    Fengel, D dan G.Wegener. 1995. Kayu, Kimia

    Ultrastruktur dan Reaksi-Reaksi. Penerjemah H.Sastrohamidjojo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    Houen. 1992. Basic of Papermaking. Mc.Graw Hill. New

    York, pp: 135-140 Haygreen, J.G., Bowyer, J.L., 1998, Hasil Hutan

    dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar, Penerjemah; Hadikusumo, S.A., Gajah Mada University Press, Yogyakarta, pp 581-600.

    Himmelblau, D. M., 1996. Basic Principles and

    Calculations in Chemical Engineering Sixth Edition. Prentice-Hall International Ediyions. Printed in the United Stated of America

    Hasan, I.M. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi

    Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta

    Husnan, S. Dan Suwarsono. 1999, Studi Kelayakan

    Proyek. Edisi Kedua. Penerbit UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

    Husnan, S. Dan Suwarsono. 2002, Studi Kelayakan

    Proyek. Edisi Ketiga. Penerbit UPP AMP YKPN. Yogyakarta

    Joedodibroto, R. 1997. Prospek Pemanfaatan Enceng

    Gondok Dalam Industri Pulp dan Kertas. Berita Selulosa. Edisi Maret 1983. Volume XIX No. 1. Balai Penelitian Pulp Balai Besar Selulosa. Bandung.

    Kirk and Othmer, 1979, Encyclopedia of Chemical

    Technology, 2rd edition8, John Wiley and ons, Inc, New York.

    Kirk and Othmer, 1999, Encyclopedia of Chemical

    Technology, 3rd edition8, John Wiley and ons, Inc, New York

    Kemas Ali Hanafiah, 1991, Rancangan Percobaan

    Teori dan Aplikasi, Edisi Ketiga, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

    Muljohardjo, 1994, Bertanam Nenas, PT. Penebar Swadaya Anggota IKAPI, Jakarta 1982.

    Malo, B. A. 2004. Membuat Kertas Dari Pelepah

    Pisang. Kanisius. Yogyakarta. Morton, J. 1997. Pineapple. In: fruits of warm climates.

    Julia F. Morton, Miami, FL p. 18 28. http://www. hort.purdue.edu/newcrop/morton/pineapple.html.

    Nurminah, 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. Fakultas Pertanian. Jurusan Teknologi Pertanian. Universitas Sumatra Utara. (online), (http://library.usu.ac.id/modules.php?, akses April 2009).

    Mahyar. 2001. Membuat Kertas Daur Ulang

    Berwawasan Lingkungan. Puspaswara. Jakarta.

    Muljaningsih, S. 1999. Membuat Kertas Daur Ulang

    Berwawasan Lingkungan. Puspa Swara. Jakarta.

    Nitisemito, A.S. 1998. Pengantar Praktis Ekonomi

    Perusahaan : Pedoman Mendirikan dan Membina Usaha. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

    Onggo, H dan J. Triastuti. 2004. Pengaruh Sodium

    Hidroksida dan Hidrogen Peroksida terhadap Rendeman dan Warna Pulp dari Serat Daun Nenas. Jurnal Tolak Ukur Pemanfaatan Serat Alam Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Otomotif, Transportasi, dan Energi LIPI. Jakarta.(online),(http://biomaterial-lipi.org/mapeki/wp-content, akses April 2009

    Perry, R.H., Green D. W., 1994. Perry's Chemical

    Engineers' Handbook. Sixth Edition. McGraw Hill International Edition. Singapore.

    Pracaya, 1990, Bertanam Nenas, PT. Penebar Swadaya,

    Anggota IKAPI, Jakarta Piggot, 1994, Handbook for Pulp and Paper

    Technologists. 3nd edition. Angus Wilde publications Inc. Vancouver

    Rukmana, R. 1996. Usaha Tani Nenas. Kanisius. Yogyakarta Rakhmindah, D. 2007. Studi Pembuatan Kertas Seni

    dari Batang Jagung (Zea mays L) (Kajian Konsentrasi Larutan NaOH dan Larutan CaO serta Lama Hidrolisis). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang

    Retno, R.K. 2005. Pengawasan Kualitas Produk

    Akhir Kertas Pada Papernoard Manufacture PT Surya Pamenang Kediri. Laporan Praktek Kerja Lapang. Universitas Brawijaya. Malang

    Smook, G.,A. 1994. Handbook for Pulp and Paper

    Technologists. 2nd edition. Angus Wilde publications Inc. Vancouver

  • 21

    Sukmani, N.A. 2000. Perancangan Produk Kertas Seni

    dari Ampas Umbi Garut (Maranta arundinaceae): Kajian Lama Pemanasan dan Konsentrasi Larutan NaOH serta Analisis Finansialnya. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang

    Subanar, H. 2001. Manajemen Ulsaha Kecil. Edisi ke-1.

    PT. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Suryanto, 2000. Perhitungan Neraca Massa, Rendemen

    dan Aplikasi dalam Usaha. PT. Prenhallindo. Jakarta.

    Suratman. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Direktorat

    Pendidikan Tinggi. Jakarta. Sutojo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek ; Teori dan

    Praktek. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

    Sutoyo, S. 1999. Studi Kelayakan Proyek. Konsep dan

    Teknik. Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajeinen. Jakarta.

    Sukundayanto, dkk. 2004. Pengembangan Kertas Seni

    Untuk produk Komersial.(online), (http://72.14.203.104/search?q=chace:AusnTaarT18J, diakses 24 April 2009).

    Samson, 1990, Bertanam Nenas, PT. Penebar

    Swadaya Anggota IKAPI, Jakarta 1982. Umar, H. 2000. Studi Kelayakan Bisnis: Manajemen,

    Metode, dan Kasus. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

    Sixta, H. 2006. Handbook of Pulp. Wiley-Vch & Co. New Orleans

    Tim Suhuf Kertaseni Nusantara. 2004. Berkreasi dengan

    Kertas Daur Ulang. Puspa Swara, Jakarta Wibowo, S., Murdinah, dan Y. N. Fawzya. 2002. Pedoman

    Mengelola Perusahaan Kecil. Penebar Swadava. Jakarta.

    Wignjosoebroto, S. 2000. Tata Letak Pabrik dan

    Pemindahan Bahan. Edisi 3. Penerbit Guna Widya. Surabaya

    Wahyuningtias, E. 2007. Optimasi Konsentrasi NaOH dan Tapioka Pada ProsesProduksi Kertas Seni dari Pelepah Pisang. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang