teknologi penanganan bahan baku terhadap mutu sosis ikan patin
TRANSCRIPT
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
1/106
TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU
TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN
(Pangasius pangasius)
ERDIANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2006
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
2/106
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DANSUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Teknologi Penanganan Bahan
Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius) adalahkarya sayasendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggimanapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dandicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir.
Bogor, Maret 2006
ErdiansyahNIM F 051030061
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
3/106
ABSTRAK
ERDIANSYAH. Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan
Patin (Pangasius pangasius). Dibimbing oleh MADE ASTAWAN dan JOKOHERMANIANTO.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh cara penanganan
daging ikan patin terhadap perubahan mutu bahan baku selama penyimpanan bekuserta hubungannya dengan sifat fisik dan organoleptik sosis yang dihasilkan.
Daging ikan patin terlebih dahulu dibuat fillet, daging lumat, dan surimi laludikemas dengan plastikpolypropilen kemudian disimpan di freezerpada suhu -180C selama 0, 20, 40, dan 60 hari. Pembuatan sosis dilakukan setiap hari ke-i
dari lama penyimpanan bahan baku. Sosis terbaik hasil uji organoleptik
digunakan untuk perlakuan pada penyimpanan pada berbagai suhu (10
0
C, 5
0
C,dan -50C).Penanganan bahan baku ikan patin menjadi surimi menunjukkan nilai pH
dan WHC relatif lebih tinggi pada awal penyimpanan (hari ke-0) tetapi nilai total
protein terlarut lebih rendah. Selama penyimpanan surimi memperlihatkanadanya jaminan perlindungan terhadap penurunan mutu, sehingga sosis yang
dihasilkan mempunyai nilai cooking loss, kekerasan, dan kekenyalan lebih baikhingga hari ke-60 penyimpanan. Hasil uji organoleptik panelis lebih menyukaisosis dari surimi yang disimpan pada hari ke-60.
Penyimpanan sosis pada suhu -5oC, 5oC, dan 10oC menyebabkan terjadinyapeningkatan nilai TVB, TPC, Sineresis, dan pH. Hingga akhir pengamatan
(minggu ke-4) sosis pada suhu penyimpanan -5o
C dan 5o
C menunjukkan mutumasih dalam batas ketentuan dibandingkan suhu 10oC .
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
4/106
TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU
TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN(Pangasius pangasius)
ERDIANSYAH
TesisSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains padaProgram Studi Teknologi Pasca Panen
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
5/106
Judul Tesis : Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap MutuSosis Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Nama Mahasiswa : Erdiansyah
NIM : F051030061
Diketahui,
Tanggal Ujian : 8 Maret 2006 Tanggal Lulus :
Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS.
Ketua
Dr. Ir. Joko Hermanianto
Anggota
Dr. Ir. Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Disetujui,
Komisi Pembimbing,
Dekan Sekolah PascasarjanaKetua Program Stud
Teknologi Pasca Panen
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
6/106
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kuasa-Nya jualah penulisan tesis ini dapat diselesaikan, salam serta sholawat atas nabiMuhammad SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan ya ng benar dandiridhoi Allaw SWT.
Ikan patin adalah salah satu jenis ikan air tawar yang sudah banyakdibudidayakan. Ukurannya yang relatif besar sehingga cocok untuk digunakan
sebagai bahan baku produk olahan. Sosis adalah salah satu produk olahan yangbanyak dikenal dan disukai, namun kebanyakan yang beredar di pasaran adalahberbahan baku sapi dan ayam. Pembuatan sosis ikan patin mempunyai peluang
yang cukup luas untuk bersaing dengan produk yang sudah ada. Untukmenghasilkan sosis dengan mutu yang baik diperlukan bahan baku yang bermutu,
sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang benar untuk menjaga kualitasbahan baku.
Berdasarkan pemikiran diatas, penulis melakukan penelitian sejak bulan
April hingga Nopember 2005 mengenai cara penanganan bahan baku pra-olahandan lama penyimpanan beku terhadap mutu bahan baku serta hubungannya
dengan mutu sosis. Mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasanilmiah dan menjadi acuan, untuk memperhatikan mutu bahan baku sebelumdigunakan untuk proses selanjutnya.
Untuk istriku tercinta Devi Riani dan ananda Viriyan Ilmi, ayahandaBurniat, ibunda Asmah, Ayahanda mertua (alm) Bermawi Djakvar, ibunda mertua
Bayudah Balik, ayunda yati dan adik-adik serta keluarga besar, terima kasih atassegala doa dan kasih sayangnya.Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Alex Noerdin, SH
selaku Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin yang telahmemberikan fasilitas Tugas Belajar, Ibu Ir. Suratinah Hamzah (mantan KepalaDinas), Bapak Ir. Hanafi Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan atas izin serta
restunya.Selanjutnya terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Joko Hermanianto sebagaiAnggota Komisi Pembimbing atas segala saran dan bimbingan yang diberikanselama penulisan tesis ini, semoga menjadi amal yang baik di sisi Allah SWT.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman sejawatDinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Musi Banyuasin serta teman- teman
Program Studi Teknologi Pasca Panen khususnya angkatan 2003 (Pak Theis, PakHidayat, Pak Khaidir, Fahrul, Muhdarsyah, Desy, Dian, Ira, Cut, Atik, Meilan,Mbak Endang, dan Mbak Ana), angkatan 2002 ( Mbak Hani, Pak Munawar, Pak
Enrico), angkatan 2004 (Pak Ismail, Adnan, Asri, Yani, Mala, Mbak Rina).Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2006
Erdiansyah
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
7/106
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang - Sumatera Selatan pada tanggal 8 Januari1971, putra kedua dari tujuh bersaudara dari ayah Burniat dan ibu Asmah.
Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Wathoniyah Islamiyah Karanganyar Kebumen Jawa Tengah dan pada tahun yang sama diterima di Universitas
Muhammadiyah Palembang. Penulis memilih jurusan Budidaya Perairan sebagaiangkatan pertama pada Fakultas Pertanian dan menyelesaikan studi pada tahun1996.
Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada DinasPerikanan dan Kelautan Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, sebagai
staf Bagian Tata Usaha.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
8/106
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL..
DAFTAR GAMBAR.
DAFTAR LAMPIRAN..
PENDAHULUAN ............
Latar Belakang .......... .
Tujuan .Hipotesis . .
TINJAUAN PUSTAKA .
Struktur Daging Ikan ........Komposisi Kimia Daging Ikan .Sifat Fungsional Protein ...
Ikan Patin..Penyimpanan Beku.. .Bentuk Pra-olahan.
Sosis..Bahan-bahan Penyusun Sosis ...
METODE PENELITIAN ...
Tempat dan Waktu ...Bahan.....Peralatan.. .
Proses Pembuatan SosisTahapan Penelitian
Pengamatan ..Rancangan Percobaan.......Metode Analisis
HASIL DAN PEMBAHASAN .
Pengamatan Perubahan Mutu Bahan Baku Selama Penyimpanan .
Pengamatan Perubahan Sifat Fisik Dan Organoleptik Sosis ..Perubahan Mutu Sosis Selama Penyimpanan..........................................................
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Saran
DAFTAR PUSTAKA.....
LAMPIRAN ..
vi
vii
viii
1
1
22
3
358
101212
1415
20
202020
2024
252526
33
33
3847
61
6161
62
68
Halaman
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
9/106
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia rata-rata daging ikan................... 5
2 Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan. 6
3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya . 8
4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan. . 9
5 Komposisi kimia ikan patin. 11
6 Formulasi adonan sosis ikan patin 24
7 Rataan analisa mutu bahan baku fillet, lumat, dan surimi pengaruh
lama penyimpanan beku. ......................... 33
8 Rataan sifat fisik sosis yang dihasilkan 40
9 Rataan hasil uji organoleptik sosis yang dihasilkan. 45
10 Rataan perubahan mutu sosis selama penyimpanan 51
11 Kandungan proksimat sosis pada awal dan akhir penyimpanan.. 58
Halaman
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
10/106
GAFTAR GAMBAR
1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan ....... 3
2 Daging ikan dan komponen penyusunnya .................. 4
3 Ikan patin (Pangasius pangasius) .................. 11
4 Proses pembuatan sosis ikan patin....................... 22
5 Proses pembuatan bahan baku................................. 23
6 Perubahan Total protein terlarut bahan baku selama penyimpanan beku... 34
7 Perubahan pH bahan baku selama penyimpanan beku............................... 37
8 Perubahan WHC bahan baku selama penyimpanan beku........................... 39
9 Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpananbeku.............................................................................................................. 41
10 Kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lamapenyimpanan beku...................................................................................... 42
11 Kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan ............................................................................................. 43
12 Nilai TVB Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan .......... 52
13 Reaksi kimia degradasi histidin menjadi histamin .................... 53
14 Log Total Mikroba Sosis Patin pada berbagai suhu penyimpanan ............. 54
.15 pH Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan .............. 56
16 Sineresis Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ............ 57
Halaman
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
11/106
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengukuran protein terlarut bahan baku selama penyimpanan 68
2 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan bekuterhadap total protein terlarut bahan baku 68
3 Uji Wilayah Berganda Duncan total protein terlarut bahan baku.............. 68
4 Hasil pengukuran pH bahan baku selama penyimpanan .... . 69
5 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan bekuterhadap pH bahan baku . ..... 69
6 Uji Wilayah Berganda Duncan pH bahan baku......... 69
7 Hasil pengukuran WHC bahan baku selama penyimpanan... . 70
8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap WHC bahan baku.......... 70
9 Uji Wilayah Berganda Duncan WHC bahan baku... 70
10 Hasil pengukuran cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku 71
11 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap cooking loss sosis . 71
12 Uji Wilayah Berganda Duncan cooking loss sosis.... 71
13 Hasil pengukuran kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahanbaku dan lama penyimpanan beku.... 72
14 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekerasan (obyektif) sosis ........ 72
15 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis. 72
16 Hasil pengukuran kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan bakudan lama penyimpanan beku. 73
17 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekenyalan (obyektif) sosis .............. 73
18 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis........... 73
Halaman
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
12/106
19 Hasil uji hedonik penampakan irisan sosis pengaruh jenis bahan baku
dan lama penyimpanan beku . 74
20 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap penampakan irisan sosis .... 75
21 Uji Wilayah Berganda Duncan penampakan irisan sosis. 75
22 Hasil uji hedonik kekerasan sosis pengaruh jenis bahan bakudan lama penyimpanan beku 76
23 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekerasan sosis ....... 77
24 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis.. 77
25 Hasil uji hedonik kekenyalan sosis pengaruh jenis bahan baku
dan lama penyimpanan beku ...... .. 78
26. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpananbeku terhadap kekenyalan sosis .... 79
27 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis.. 79
28 Hasil uji hedonik aroma sosis pengaruh jenis bahan baku
dan lama penyimpanan beku .. 80
29 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpananbeku terhadap aroma sosis ... 81
30 Uji Wilayah Berganda Duncan aroma sosis.. 81
31 Hasil uji hedonikjuicines sosis pengaruh jenis bahan bakudan lama penyimpanan beku 82
32 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpananbeku terhadapjuicines sosis ... 83
33 Uji Wilayah Berganda Duncanjuiciness sosis 83
34 Hasil uji hedonik rasa sosis pengaruh jenis bahan baku
dan lama penyimpanan beku .. 84
35 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku
terhadap rasa sosis ... 85
36 Uji Wilayah Berganda Duncan rasa sosis......... 85
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
13/106
37 Hasil uji hedonik penerimaan umum sosis pengaruh jenis bahan bakudan lama penyimpanan beku 86
38 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpananbeku terhadap penerimaan umum sosis 87
39 Uji Wilayah Berganda Duncan penerimaan umum sosis 87
40 Analisis sidik ragam nilai TVB sosis pada berbagai suhu penyimpanan.... 88
41 Uji Wilayah Berganda Duncan TVB sosis pada berbagai suhu
penyimpanan.......................................................................................... 88
42 Analisis sidik ragam nilai TPC sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 88
43 Uji Wilayah Berganda Duncan TPC sosis pada berbagai suhupenyimpanan......................................................................................... 88
44 Analisis sidik ragam pH sosis pada berbagai suhu penyimpanan......... 89
45 Uji Wilayah Berganda Duncan pH sosis pada berbagai suhupenyimpanan......................................................................................... 89
46 Analisis sidik ragam sineresis sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 89
47 Uji Wilayah Berganda Duncan sineresis sosis pada berbagai suhupenyimpanan.............................................................................................. 89
48 Jenis bahan baku fillet, lumat, dan surimi daging ikan patin 90
49 Sosis ikan patin dari bahan baku fillet, lumat, dan surimi 90
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
14/106
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah yang perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh
sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk adalah penyediaan
protein. Ikan patin adalah salah satu sumber protein hewani yang mudah
didapat dan harganya terjangkau. Menurut data statistik Departemen
Kelautan dan Perikanan (2004) produksi ikan patin mencapai 23.962
ton/tahun dari total produksi budidaya ikan air tawar sebesar 346.453
ton/tahun, dengan harga jual pada tingkat konsumen Rp.8.000 sampaidengan Rp.12.000 per kilogram.
Pembuatan sosis dengan menggunakan daging ikan patin merupakan
upaya penganekaragaman pengolahan ikan, sehingga diharapkan dapat
diterima secara umum karena penampakan dan rasanya telah mengalami
modifikasi menjadi lebih menarik dengan citarasa yang disukai. Pengolahan
ikan patin menjadi sosis memiliki beberapa keuntungan antara lain
memudahkan pengangkutan, memperluas areal pemasaran, memperpanjang
daya simpan, menambah variasi produk perikanan menjadi produk siap saji,
dan secara tidak langsung merangsang peningkatan produk hasil perikanan.
Agustini dan Swastawati (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan hasil
perikanan melalui penganekaragaman produk-produkvalue-added memiliki
prospek yang bagus di masa mendatang dan dapat mendukung suksesnya
pelaksanaan Program Ketahanan Pangan Nasional .
Untuk menghasilkan sosis dengan mutu yang baik, diperlukan bahan
baku dengan kualitas yang baik, sehingga penanganan pra-olahannya perlu
dilakukan untuk menjaga kualitas yang maksimal. Penyimpanan beku
adalah suatu cara untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya
simpan bahan baku, dengan menghambat reaksi metabolisme dan mencegah
pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan. Sedangkan penanganan
bentuk pra-olahan daging ikan sebelum diolah menjadi sosis adalah fillet,
daging lumat, dan surimi yang bertujuan untuk mempermudah pengolahan
dalam rangkaian proses produksi serta efisiensi dalam penyimpanan.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
15/106
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menguji perubahan mutu (total protein terlarut, water holding
capacity, dan pH) bahan baku dalam bentuk fillet, daging lumat, dan
surimi selama penyimpanan beku.
2. Menerangkan pengaruh perubahan mutu bahan baku fillet, daging
lumat, dan surimi selama penyimpanan beku terhadap sifat fisik
(cooking loss, kekerasan, kekenyalan) dan penerimaan konsumen
terhadap sosis yang dihasilkan (organoleptik).
3. Mengukur perubahan mutu sosis (TPC, TVB, pH, sineresis, dan
proksimat) selama penyimpanan pada suhu -5oC, 5oC, dan 10oC.
Hipotesis
Penyimpanan bahan baku pra-olahan (fillet, daging lumat, dan surimi)
pada suhu beku dapat mempertahankan mutu daging ikan dan menghasilkan
produk sosis dengan sifat fisik dan organoleptik yang disukai konsumen.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
16/106
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur Daging Ikan
Berdasarkan warna daging, ikan dapat dibedakan atas daging putih dan
daging merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh protein mioglobin pada
daging merah (Dyer dan Dingle, 1961). Hadiwiyoto (1993) menyatakan,
daging ikan warna merah mempunyai kandungan mioglobin tinggi dan
diimbangi jaringan pengikat dan pembuluh darah, sedangkan daging putih
mempunyai kandungan protein tinggi.
Menurut Suzuki (1981), daging merah terdapat hampir di sepanjang
tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat di
hampir seluruh bagian tubuh ikan. Berdasarkan proporsi daging merah
terdapat tiga jenis ikan, yaitu cod dengan proporsi daging merah terkecil,
mackarel dengan proporsi daging merah sedang, dan frigate mackarel
dengan proporsi terbanyak.
Gambar 1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan; (A) cod,
(B) mackerel, dan (C) frigate mackerel (Suzuki, 1981).
Badan ikan umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris
dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, kepala, badan (tubuh), dan ekor.
Bagian kepala adalah bagian muka yang dimulai dari ujung mulut sampai
akhir insang. Bagian badan dimulai dari akhir tutup insang sampai sirip
belakang, sedangkan bagian ekor dimulai dari sirip ekor sampai dengan
ujung ekor. Di dalam badan ikan terdapat kerangka ikan, daging/otot dan
organ-organ lainnya (Hadiwiyoto, 1993).
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
17/106
Gambar 2 Daging ikan dan komponen penyusunnya (Hadiwiyoto,
1993)
Menurut Hadiwiyoto (1993), daging yang terletak di bagian punggung
dan perut merupakan jaringan pengikat yang terbanyak dan tersusun oleh
segmen-segmen yang disebut miomer dan miomata yang tampak seperti
garis-garis zigzag. Potongan melintang badan ikan akan menampakkan
garis-garis konsentris miotoma sehingga jelas sekali lokasi mioseptanya.
Miotoma sebenarnya adalah jaringan pengikat sedangkan miosepta adalah
jaringan pengikat yang lebih besar dan tersusun oleh miotoma-miotoma.
Penyusun miotoma adalah suatu bundel benang-benang daging yaitu
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
18/106
endomisium yang merupakan sel daging ikan. Satu sel daging tersusun oleh
benang-benang halus yang disebut miofibril.
Badan ikan terdiri atas tulang dan daging/otot. Daging atau otot
kebanyakan terdapat pada bagian tubuhnya dan merupakan jaringan-jaringan
pengikat yang meliputi bagian punggung, perut, pangkal sirip punggung,
pangkal sirip ekor, pangkal sirip belakang, pangkal sirip dada, pangkal sirip
depan, dan bagian kepala (Hadiwiyoto, 1993).
deMan (1997) menambahkan, jaringan ikat otot ikan jumlahnya lebih
rendah daripada dalam otot mamalia, mengakibatkan tekstur daging ikan
lebih empuk jika dibandingkan dengan daging mamalia.
Komposisi Kimia Daging Ikan
Sifat kimia dari daging ikan meliputi komponen-komponen kimia
penyusun daging ikan. Daging ikan merupakan bahan biologik yang secara
kimiawi sebagian besar tersusun oleh unsur-unsur organik ya itu, oksigen
(75%), hidrogen (10%), karbon (9.5%), dan nitrogen (2.5%). Unsur-unsur
tersebut merupakan penyusun senyawa-senyawa protein, karbohidrat, lipida,
vitamin, enzim dan sebagainya (Irawan, 1995). Komposisi kimia rata-ratadaging ikan dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia rata-rata daging ikan
Komponen Kimia Komposisi (%)
Air 66 84
Protein 16 22
Karbohidrat 1 3
Lemak 0.1 22
Bahan Anorganik 0.8 - 2*Sumber : Suzuki (1981)
Protein
Protein ikan merupakan bagian yang penting untuk dipelajari dalam
dasar-dasar ilmu dan teknologi ikan terutama dari segi-segi kimianya. Hal
ini disebabkan, protein ikan yang mencapai 11 27% merupakan komponen
terbesar kedua jumlahnya setelah air (Hadiwiyoto, 1993). Berdasarkan
lokasinya dalam daging, protein ikan dapat digolongkan menjadi 3 macam,
yaitu, protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Xiong,
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
19/106
2000). Berdasarkan sifat kelarutan protein daging ikan deMan (1997)
memilahnya menjadi tiga golongan yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan
N
o
Kekuatan ion pada saat
pelarutan
Nama golongan lokasi
1 Sama dengan atau lebihbesar dari nol
myogenmudah larut
Terutamasarkoplasma,cairan sel otot
2 Lebih besar dari, sekitar0.3
Strukturkurang larut
Terutamamyofibril, unsurkontraktil
3 Tidak larut Stroma
Terutama
jaringan ikat,
dinding sel dsb*Sumber : deMan (1997)
Protein miofibrillar
Protein miofibril adalah protein-protein yang terdapat pada benang-
benang daging (miofibril dan miofilamen). Yang termasuk golongan protein
ini adalah tipe golongan protein globulin, misalnya myosin, aktin, dan
tropomyosin (Xiong, 2000).
Suzuki (1981) menyatakan, protein miofibrillar bersifat sedikit larut
dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein
miofibrillar adalah protein yang membentuk miofibril, yang terdiri dari
protein struktural (aktin, miosin, dan aktomiosin) dan protein regulasi
(troponin, tropomiosin, dan aktinin). Protein miofibrillar merupakan bagian
terbesar dari protein ikan yaitu sekitar 66 77% dari total protein ikan, dan
bila dibandingkan dengan daging mamalia dan unggas daging ikan
mengandung protein miofibril yang terbanyak. Miofibril sangat berperan
dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah.
Protein sarkoplasma
Suzuki (1981) menyatakan, protein sarkoplasma mengandung protein
yang dapat larut dalam air, disebut miogen. Kandungan protein sarkoplasma
dalam daging ikan tergantung pada jenis ikan, biasanya terdapat dalam
jumlah sekitar 10% dari total protein ikan. Hadiwiyoto (1993), menyatakan
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
20/106
bahwa protein yang tergolong protein sarkoplasma adalah protein albumin,
mioalbumin, mioprotein.
Sarkoplasma mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam
air (miogen). Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus
dihilangkan dulu karena dapat menghambat pembentukan gel.
Protein stroma
Protein stroma (jaringan pengikat) kebanyakan terdapat dalam
miosepta dan endomisium, tetapi ada juga yang terdapat pada sarkolemma
atau bagian tubuh yang lain tetapi jumlahnya tidak banyak sekitar 6% dari
seluruh protein ikan.
Kolagen adalah salah satu jenis protein jaringan pengikat yang
dominan baik dalam jumlahnya maupun peranannya, struktur kolagen
menyerupai benang-benang jala. Kolagen tidak larut dalam air maupun
larutan garam tetapi larut dalam larutan alkali dan jika dipanaskan maka
strukturnya akan berubah menjadi peptida-peptida dengan berat moekul
yang lebih rendah.(Hadiwiyoto, 1993).
Lemak
Winarno (1993), menyatakan bahwa berdasarkan kandungan
lemaknya, ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu, ikan dengan kandungan
lemak rendah (kurang dari 2%) seperti kerang, cod, lobster, bawal, gabus;
ikan dengan kandungan lemak medium (2 5%) seperti rajungan, oyster,
udang, ikan mas, lemuru, salmon; dan ikan dengan kandungan lemak tinggi
(5 20%) seperti herring, mackarel, salmon, tuna, sepat, tawas, nila.
Menurut Junianto (2003), Kandungan lemak daging merah ikan lebih
tinggi dibandingkan daging putih ikan. Namun kandungan protein daging
merah ikan lebih rendah dibandingkan daging putih ikan. Berdasarkan
kandungan lemak dan protein, ikan digolongkan seperti Tabel 3.
Kandungan lemak ikan bermacam-macam tergantung pada jenis ikan,
umur, jumlah daging merah, dan kondisi makanan (Suzuki, 1981). Irawan
(1995) menambahkan bahwa kandungan lemak erat kaitannya dengan
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
21/106
kandungan protein dan kandungan air. Pada ikan yang kandungan lemaknya
rendah, umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar.
Tabel 3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak
Tipe Prot (%) Lemak (%) Jenis Ikan
A. Protein tinggi, lemak rendah 15 20 < 5 Cod
B. Protein tinggi, lemak sedang 15 20 5 15 Salmon
C. Protein rendah, lemak tinggi < 5 > 15 Trout
D.Protein sangat tinggi, lemak rendah > 20 < 5 Tuna
E. Protein rendah, lemak rendah < 15 < 5 Oyster
*Sumber : Junianto (2003)
Air
Air adalah komponen terbesar penyusun daging ikan sebesar 66 84%
dan menurut Suzuki (1981), kadar air pada daging ikan mempunyai
hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air
maka makin rendah kadar lemaknya.
Ilyas (1983) mengatakan bahwa air dalam jaringan daging ikan diikat
sangat erat oleh senyawa koloidal dan kimiawi sehingga ia tidak mudahbebas oleh tekanan berat. Kekuatan penahan air pada daging ikan segar
adalah maksimum, sedangkan pada ikan yang mulai membusuk kekuatan itu
jauh berkurang sehingga cairan itu mudah bebas.
Karbohidrat
Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida, yaitu glikogen
yang terdapat dalam sarkoplasma di antara miofibril-miofibril. Glikogen
dalam daging sifatnya tidak stabil, mudah berubah menjadi asam laktat
melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan pH daging ikan turun
dengan cepat.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
22/106
Sifat Fungsional Protein.
Protein adalah salah satu komponen penyusun bahan pangan yang
mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan mutu produk pangan.
Protein mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa lain sehingga
berpengaruh pada aplikasi proses, mutu dan penerimaan produk. Sifat-sifat
seperti inilah yang disebut sifat fungsional protein seperti: water binding,
kelarutan, viscositas, pembentukan gel, flavour binding dan aktivitas
permukaan (Kinsella, et al. 1979). Zayas (1997) menambahkan, sifat
fungsional protein adalah sifat fisiko-kimia protein yang mempengaruhi
tingkah laku di dalam sistim bahan pangan selama persiapan, pengolahan,
penyimpanan dan konsumsi yang berperan pada mutu dan sensorik sistem
bahan pangan tersebut.
Menurut Cheftel et al. (1985) sifat fungsional protein dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yaitu:
1. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dalam
air, misalnya: penyerapan air, penahanan air, dan viskositas.
2. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dengan
protein atau protein dengan lemak, misalnya: pembentukan gel, adonandan tekstur.
3. Sifat fungsional yang berhubungan dengan sifat permukaan protein,
misalnya: emulsifikasi dan daya buih.
Masing-masing sifat fungsional tersebut tidak berdiri sendiri, namun
saling berkaitan satu dengan lainnya. Keberadaan sifat-sifat tersebut
selanjutnya akan memberikan karakteristik tersendiri dalam suatu sistim
pangan (Tabel 4).
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
23/106
Tabel 4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan.
Sifat Fungsional Bentuk aktivitas Sistim Pangan
Kelarutan Pelarut protein,
bergantung pada pH
Minuman
Daya serap/ikat air Pengikatan hidrogenHOH
Daging, sosis, roti, kue
Pembentukan gel Pembentukan matrik
protein
Daging, keju, dadih
Daya lekat Pengikatan bahan olehprotein
Daging, sosis, pasta
Elastisitas Ikatan hidrofobik pada
gluten, ikatan sulfidapada gel
Daging, roti
Emulsifikasi Pembentukan danstabilitas emulsi lemak
Sosis, sup, bologna
Daya serap lemak Pengikatan lemak bebas Sosis daging
*Sumber : Kinsella (1979)
Sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, dan pelarut
yang digunakan. Pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan
antara asam-asam amino yang menyusun protein. Pada pH tertentu
perbedaan muatan tersebut dapat mencapai nol (net charge=0) atau
terjadinya kesetimbangan yang dikenal sebagai titik isoelektrik. Pada pH
tersebut protein memiliki daya tarik menarik yang paling kuat antara
sesamanya dan mulai terurai. Pada pH di atas dan di bawah titik isoelektrik
dan lebih besarnya muatan negatif pada pH diatas titik isoelektrik.
Perubahan muatan ini menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antara
molekul protein, sehingga molekul protein lebih mudah terurai dan kelarutan
protein akan semakin meningkat (Lehninger, 1982).
Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Famili Pangasidae adalah ikan berkumis air tawar yang terdapat di
seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara. Mempunyai ciri kulit halus,
memiliki dua pasang sungut yang relatif pendek, jari-jari sirip punggung dan
sirip dada sempurna dengan tujuh jari-jari bercabang, sebuah sirip lemak
berpangkal sempit, sirip dubur panjang dan bersambung dengan sirip ekor.
Sirip ekor bercagak dalam dengan mulut yang agak mengarah kedepan.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
24/106
Hidup diperairan berarus lambat dan aktif di malam hari, memakan detritus
dan invertebrate lainnya dari dasar sungai (Whitten, 1996). Susanto dan
Amri (1996) menyatakan ikan patin memiliki badan memanjang berwarna
putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan (Gambar 3).
Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar
untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala relatif kecil dengan mulut
terletak diujung kepala agak sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas
golongan cat fish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek
yang berfungsi sebagai peraba.
Gambar 3 Ikan patin (Pangasius pangasius)
Klasifikasi dan identifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) sebagai
berikut :
Phyllum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidae
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius
Komposisi kimia ikan patin per 100 gr daging ikan dapat dilihat pada
Tabel 5. Jika dilihat dari komposisi kandungan protein 16.1 % dan lemak
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
25/106
5.7 %, ikan patin termasuk golongan ikan yang berprotein tinggi dan
berlemak sedang.
Tabel 5 Komposisi kimia ikan patin.
Komposisi Kimia % bb
Air
Protein
Lemak
Abu
75.7
16.1
5.7
1.0
*Sumber : BPMHP (1998)
Penyimpanan Beku
Kerusakan bahan-bahan bio logik seperti hasil-hasil perikanan terutama
disebabkan oleh terjadinya otolisa dan karena pertumbuhan mikroba. Pada
kondisi suhu tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada konsisi lain
aktifitasnya menurun. Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk
mempertahankan kesegaran serta mempertahankan sifat-sifat asli dari ikan
(Hadiwiyoto, 1993). Masa simpan dari daging ikan berbeda-bedatergantung dari jenis ikan, komposisi daging ikan, iklim, lingkungan hidup
(habitat) dan perlakuan yang diberikan terhadap ikan setelah ditangkap
(Potter, 1973).
Selama penyimpanan beku, protein akan mengalami denaturasi dimana
akan terjadi perubahan protein ikan ke arah menjauhi sifat-sifat alami
protein (Ilyas, 1983). Perubahan protein otot akan mempengaruhi jumlah
drip, yaitu (1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan (2) faktor yang
berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging (Soeparno, 1994).
Denaturasi protein selama penyimpanan beku menghasilkan agregasi yang
disebabkan karena meningkatnya ikatan silang (cross-linking) miosin di
dalam intermolekul (Yoon dan Lee, 1990).
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
26/106
Bentuk Pra-olahan
Bentuk pra-olahan bahan baku daging ikan yang sering digunakan
dalam proses pengolahan biasanya berupa fillet, daging lumat dan surimi.
Selain mempermudah dalam proses pengolahan menjadi bentuk produk
lainnya, juga lebih efisien dalam penyimpanan terutama penyimpanan beku
dibandingkan menyimpan ikan secara utuh.
Fillet
Fillet dibuat dengan menyayat tubuh ikan patin sejajar dengan tulang
punggung, dimulai dari bagian ekor hingga ke bagian kepala, isi perut, sirip
maupun tulang. Selanjutnya lembaran daging tersebut disayat sedemikian
rupa untuk menghilangkan bagian kulitnya (Afrianto, 1995). Menurut Ilyas
(1983), terdapat beberapa tipe fillet, yaitu fillet berkulit (skin-on fillet), fillet
tidak berkulit (skinless fillet), fillet tunggal (single fillet) yakni lempengan
daging ikan yang disayat memanjang tulang belakang, kuduk biasanya
dipotong, dan fillet kupu-kupu (butterfly fillet) yakni dua fillet tunggal
seekor ikan yang dihubungkan sesamanya oleh bagian yang tidak dipotong.
Hasil fillet biasanya didapat dari 30 sampai 35% berat ikan.
Daging lumat
Daging lumat didapat dengan melakukan penggilingan terhadap daging
ikan yang telah difillet yang bertujuan menghaluskan atau melembutkan
daging hingga mempermudah proses selanjutnya. Selain memperkecil
ukuran menurut Acton (1972), protein daging lebih mudah terekstrak jika
dalam ukuran kecil. Forrest et al. (1975) menambahkan, penggilingan
bertujuan untuk memecah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut
otot dan jaringan ikat sehingga distribusinya merata dan yang terbentuk
lebih stabil.
Surimi
Surimimerupakan produk olahan yang terbuat dari daging ikan lumat
yang telah diekstrak dengan air dan diberi bahan anti denaturasi, lalu
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
27/106
dibekukan. Biasanya surimi digunakan sebagai bahan baku pembuatan
kamaboko, sosis, dan ham ikan (Suzuki, 1981).
Muchtadi (1988) menyatakan, ada dua tipe yang biasa dibuat, yaitu
surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en surimi) dan surimi
yang dibuat dengan penambahan garam (ka-en surimi).
Dalam pembuatan surimi, ada empat prinsip tahapan dalam proses
yang dilakukan, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan
pembekuan. Pencucian daging ikan dilakukan tiga sampai lima kali.
Biasanya air pencuci terakhir mengandung NaCl sebanyak 0.01 sampai 0.3
persen untuk memudahkan pembuangan air, karena umumnya pencucian
yang berulang-ulang akan meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan
(Suzuki, 1981). Banyaknya air yang digunakan biasanya berkisar antara
lima sampai sepuluh kali dari berat ikan (Fardiaz, 1985).
Menurut Suzuki (1981), air yang digunakan untuk pencucian adalah air
dingin dengan suhu 5 100C. Pencucian dengan air kran (suhu kamar)
dapat merusak tekstur dan mempercepat degradasi lemak, sedangkan
pencucian dengan air laut dapat meningkatkan kehilangan protein
(Grantham, 1981).Penambahan sukrosa dan sorbitol sudah dapat mencegah terjadinya
denaturasi protein. Pemberian polifosfat dapat berfungsi mengurangi drip,
mengurangi penyusutan pemasakan, dan menstabilkan emulsi. Menurut
Suzuki (1981), untuk membuat ka-en surimi komposisi krioprotektan yang
digunakan sebesar 5 persen sukrosa, 5 persen sorbitol, dan 2.5 persen garam.
Sosis
Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin salsus yang berarti
digarami atau secara harfiah adalah daging yang disiapkan melalui
penggaraman (Kramlich, 1971). Menurut Price dan Schweigert (1987) sosis
merupakan makanan yang terbuat dari daging yang dihaluskan, digiling,
dibumbui lalu dibungkus dengan casing berbentuk simetris dan mempunyai
rasa yang khas. Pada umumnya sosis dibuat dari daging sapi, daging ayam
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
28/106
dan daging babi. Ketiga jenis bahan mentah ini mendominasi pasaran sosis
di Indonesia (Haq et al. 1994).
Schmidt (1988) menyatakan bahwa di Jerman dan banyak negara
lainnya, dikembangkan suatu sistem pengklasifikasian sosis didasarkan pada
perlakuan temperatur dari bahan baku dan produk akhir ada tiga jenis sosis:
raw sausage /rohwurst (sosis tanpa perlakuan pemasakan), bruhwurst
(dimasak setelah diformulasi) dan koehwurst (dimasak sebelum
diformulasi).
Soeparno (1992) membagi sosis menjadi beberapa jenis, sosis segar
dibuat dari daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman),
dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu,
dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong serta harus dimasak
sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau
tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap dan
setelah dibuat harus segera dimakan. Sosis spesialis daging masak adalah
produk daging khusus yang dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang
diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf serta biasa
dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus yang dapatdikonsumsi dalam keadaan dingin. Sosis kering dan agak kering dibuat
dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum
pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah
masak.
Taylor (2002) menyatakan bahwa sosis ikan dibuat menyerupai
pembuatan sosis yang terbuat dari daging. Pada dasarnya pencampuran
daging ikan ,yang didapat dari lembaran fillet ikan, ditambahkan bumbu dan
bahan-bahan aditif ke dalam casingnya.
Bahan-bahan penyusun sosis ikan
Bahan baku sosis terdiri dari daging ikan patin, es batu, garam, lemak,
bahan pengikat (isolat protein kedelai), bahan pengisi (tepung tapioka),
bumbu-bumbu, nitrit, dan selongsong (casing).
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
29/106
Daging ikan patin
Bahan baku dalam pembuatan sosis adalah daging ikan yang telah
dipisahkan atau dibersihkan dari kepala, kotoran, sirip, tulang, serta
dilakukan pencucian. Daging ikan yang digunakan biasanya berbentuk
lempengan atau lembaran yang biasa disebut fillet, daging lumat, dan
surimi.
Daging ikan adalah bahan komponen utama dalam pembuatan sosis,
sehingga peranannya akan sangat menentukan produk sosis yang dihasilkan.
Protein daging ikan yang larut dalam larutan garam lebih berperan
pembentukan emulsi dibandingkan dengan protein larut dalam air murni.
Es batu
Air merupakan salah satu komponen dalam pembuatan sosis, dengan
kandungan diperkirakan 45 55% dari berat total, tergantung jumlah cairan
yang ditambahkan dan macam daging (Soeparno, 1994). Penambahan air
pada produk berfungsi 1) untuk meningkatkan keempukan dan jus daging, 2)
menggantikan sebagian air yang hilang selama proses seperti pemanasan, 3)
melarutkan protein yang mudah larut dalam air, 4) membentuk larutangaram yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan
garam, 5) melayani fase kontinyu dari emulsi daging, 6) menjaga temperatur
selama proses penggilingan. Air biasanya ditambahkan ke dalam adonan
sosis dalam bentuk serpihan es atau air es untuk membentuk adonan yang
baik dan mempertahankan selama proses penggilingan (Forrest et al., 1975).
Garam
Garam merupakan faktor kritis yang harus diperhatikan, tanpa
penambahan garam tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis
mengandung garam 1- 5% atau 3 % (Kramlich, 1971). Garam dalam
pembuatan sosis mempunyai fungsi 1) mengektraksi protein myofibril dari
serabut daging selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk, 3)
memberi cita rasa asin pada produk dan 4) sebagai antimikroba (Nakai dan
Modler, 2000). Menurut Romans et al. (1994), garam berfungsi untuk
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
30/106
memberikan flavor, mengawetkan dan terutama untuk melarutkan protein
myosin sebagai emulsifier utama dan mempertinggi daya ikat air partikel .
Nitrit
Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki
warna daging. Perbaikan warna daging dicapai ketika pigmen otot
(myoglobin) berikatan dengan natrium oksida (NO) yang berasal dari nitrit
membentuk NO-myoglobin, sehingga terbentuk warna daging yang khas.
Reaksinya dipengaruhi oleh temperatur. Selain itu nitrit berfungsi pula
sebagai penambah cita rasa, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai anti
oksidan. Untuk sosis masak dianjurkan penggunaanya sebanyak 3 50 ppm
(Ockerman, 1983). Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit
dalam bahan makanan maksimum sebanyak 170 ppm dan nitrit tersisa pada
produk akhir adalah 200 ppm (Winarno, 1997).
Lemak
Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan untuk
membentuk sosis yang kompak, empuk dan kelezatan sosis, lemak hewaniataupun minyak nabati dapat ditambahkan dalam pembuatan sosis.
Perbedaan utama minyak nabati dan lemak hewani adalah pada kandungan
sterolnya, dimana minyak nabati mengandung sitosterol, sedangkan lemak
hewani mengandung kolesterol. Minyak nabati lebih banyak mengandung
asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat) daripada lemak hewani (Ketaren,
1986).
Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk
mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak
yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% bobot daging (Romans et al.
1994). Dari hasil penelitian uji organoleptik Hapsari (2002), ternyata
penggunaan kadar minyak nabati (10%, 15%, 20%) pada sosis ikan patin
berpengaruh nyata terhadap warna dan rasa sosis tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap tekstur dan aroma. Sosis patin terbaik menurut penilaian
panelis adalah sosis patin dengan kadar minyak 15%.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
31/106
Phosphat
Penambahan polyphosphat pada gel ikan mentah bertujuan untuk
memperbaiki kekenyalan pada produk akhir. Konsentrasi polyphosphat
sebesar 0.2% sampai 0.5% dari berat daging ikan cukup efektif dalam
memberikan efek terhadap tekstur sosis ikan (Amano, 1965). Polyphosphat,
jika ditambahkan pada produk sosis akan meningkatkan daya ikat air dan
daya ikat lemak dari gel yang terbentuk (Schmidt, 1988)
Bahan pengikat (isolat protein kedelai) dan bahan pengisi (tepung tapioka)
Maksud penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi dalam
pembuatan sosis menurut Kramlich (1971) dan Forrest et al. (1975) adalah
1) untuk meningkatkan stabilitas emulsi, 2) Meningkatkan daya ikat air, 3)
meningkatkan flavor, 4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, 5)
meningkatkan karakteristik irisan produk dan, 6) mengurangi biaya
produksi.
Bahan pengikat dan bahan pengisi dibedakan berdasarkan kandungan
protein dan karbohidrat yang dikandungnya. Bahan pengikat mengandung
protein yang lebih tinggi, dapat meningkatkan emulsifikasi lemakdibandingkan dengan bahan pengisi, dan bahan pengisi umumnya terdiri
dari karbohidrat saja serta mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi.
Pada produk komersial, penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi
tidak boleh lebih dari 3,5% bobot emulsi sesuai dengan standar oleh Meat
Inspection Division of The USDA (Kramlich, 1971).
Selanjutnya Kramlich (1971) menambahkan bahan pengikat dapat
diklasifikasikan menurut asalnya yaitu dari hewan serta tumbuhan. Produk-
produk susu seperti susu bubuk tanpa lemak, susu bubuk tanpa lemak tapi
kalsiumnya dikurangi, sodium caseinat, tepung darah, berasal dari hewan.
Tepung Kedelai dan tepung isolat protein kedelai berasal dari tumbuh-
tumbuhan.
Isolat protein kedelai merupakan fraksi protein utama dari kedelai.
Salah satu penggunaan isolat protein kedelai adalah pada produk emulsi
daging. Kegunaannya sebagai komplemen protein daging tidak hanya
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
32/106
karena kemampuannya sebagai pengikat dan penstabil adonan, tetapi juga
karena flavor dan kandungan gizinya (Wilcke, 1979).Dari hasil penelitian
Rompis (1998) diketahui bahwa perlakuan kombinasi isolat protein kedelai
dan susu skim menghasilkan sosis sapi yang secara umum diterima
konsumen, didukung oleh sifat fisik dan kimia.
Sedangkan bahan pengisi pada dasarnya ditambahkan dalam
pembuatan sosis terdiri dari tepung-tepungan yang mempunyai kandungan
pati tinggi, namun rendah protein. Walaupun demikian bahan pengisi
tersebut mempunyai kemampuan mengikat sejumlah besar air tetapi rendah
kapasitas emulsifikasinya . Maksimum penambahan bahan pengisi dalam
pembuatan sosis 3.5% dari berat produk akhir dan bila melebihi dari batas
harus mencantumkan kata imitasi pada label (Forrest et al., 1975).
Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu atau
singkong segar, setelah melalui beberapa proses seperti pemarutan,
pengendapan tepung dan pengeringan. Selain itu dimungkinkan digunakan
dalam industri makanan karena memiliki daya penahan air yang tinggi dan
tidak mengganggu citarasa makanan. Tapioka sering digunakan dalam
pembuatan sosis karena disamping harganya yang murah juga memberikancitarasa netral serta warna terang pada produk sosis (Redley, 1976).
Bumbu-bumbu
Menurut Rust (1987), bumbu adalah suatu substansi tumbuhan
aromatik yang dikeringkan. Tumbuhan aromatik yang dikeringkan
diaplikasikan pada semua produk tanaman kering termasuk bumbu asli,
herba, biji-bijian aromatik dan buah-buahan yang dikeringkan. Bumbu asli
seperti jahe, biji pala, lada, bawang putih dan lain-lain digunakan dalam
bentuk bubuk.
Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam adonan sosis adalah pala,
merica, bawang putih dan jahe. Bumbu-bumbu dan bahan penyedap
ditambahkan untuk meningkatkan flavor. Beberapa bumbu bersifat
antioksidan sehingga dapat menghambat terjadinya ketengikan (Soeparno,
1994).
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
33/106
Selongsong (casing)
Selongsong sosis (casing) dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
selongsong sosis alami dan selongsong sosis buatan (sintetik). Fungsi utama
dari selongsong sosis yaitu disamping untuk membentuk produk dan
menjaga stabilitas produk juga berfungsi sebagai pelindung dari kerusakan
secara fisik maupun kimiawi seperti kekeringan, mikrobiologis dan oksidasi.
Disamping itu selongsong sosis juga mempunyai fungsi keindahan atau seni,
baik dari segi warna, bentuk, ukuran, dan lain-lain yang berfungsi sebagai
media reklame (Soeparno, 1994).
Sedangkan Kramlich (1971) dan Bacus (1984) menyatakan,
selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu 1) sellulosa, 2) kolagen
yang dapat dimakan, 3) kolagen yang tidak dapat dimakan, 4) plastik.
Selongsong buatan mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada
selongsong alami.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
34/106
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pilot Plant,
Laboratorium Gizi Masyarakat (Pusat Studi Pangan dan Gizi), Bagian
Kimia dan Biokimia Pangan, Bagian Mikrobiologi pangan, dan Bagian
Rekayasa Proses Pangan (Departemen Teknologi Pangan dan Gizi).
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005 sampai dengan
Nopember 2005.
Bahan
Bahan ikan patin yang digunakan diperoleh dari Superindo Plaza
Jembatan Merah Bogor yang diangkut dalam keadaan hidup menggunakan
kantong plastik. Selain itu sebagai bahan untuk pembuatan formulasi
digunakan bahan seperti lemak (minyak nabati), bumbu-bumbu (bawang
putih, merica, jahe dan gula), es batu, isolat protein kedele, garam dan
selongsong sosis atau casing.
Peralatan
Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah alat penggiling
daging (grinder), pencacah daging (cutter), stuffer, filler, freezer (case
freezer), cooker, timbangan.
Proses Pembuatan Sosis
Pembuatan sosis ikan patin meliputi: penyiangan, pencucian, filleting,penggilingan, pengadonan bersama bahan pengisi dan bumbu-bumbu,
pemasukan ke dalam selongsong, perebusan, pendinginan (Gambar 4).
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
35/106
Dalam proses pembuatan sosis, ikan yang digunakan terlebih dahulu
disiangi kepala, ekor, sirip, jeroan, dan kulit. Selanjutnya ikan difillet dan
dibagi menjadi tiga bagian. Bagian bahan baku pertama dibiarkan dalam
bentuk fillet, bagian kedua dihaluskan dengan grinder menjadi daging
lumat, bagian ketiga diolah menjadi surimi lalu disimpan dalam freezer
suhu -180C. Proses pembuatan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 5.
Masing-masing bahan baku disimpan pada suhu beku terlebih dahulu
sebanyak 0.5 kg/kemasan dengan kemasan plastik jenis Polypropilene
dengan ketebalan 0.8 mm yang kemudian dilakukan pemakuman. Bahan
baku yang telah dikemas tersebut langsung dimasukkan ke dalam freezer
selama 0, 20, 40 dan 60 hari. Penyimpanan beku yang dilakukan adalah tipe
pembekuan lambat.
Sebelum dibuat sosis, masing-masing jenis bahan baku dilelehkan
(thawing) dengan cara menyimpannya dalam lemari es bersuhu 50C selama
semalam. Selanjutnya bahan baku (kecuali fillet terlebih dahulu dilakukan
penggilingan) dimasukkan ke dalam cutter untuk pengadukan lalu
ditambahkan garam poekel sebanyak 2% dan es batu 10% kemudian
ditambahkan isolat protein kedelai 3% dan minyak nabati 15%. Selanjutnyapemberian bumbu 2% dan terakhir tepung tapioka 6%, untuk
mempertahankan suhu tetap rendah selama pengadonan dilakukan
pemberian es batu masing-masing 5% secara bersama dengan bumbu dan
tepung tapioka.
Pasta daging ikan yang terbentuk dimasukkan ke dalam casing dengan
menggunakan stuffer. Selanjutnya sosis diikat sepanjang 10 cm dan
dimasak selama 15 menit pada suhu 800C tanpa pengasapan.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
36/106
Gambar 4 Proses pembuatan sosis ikan patin
Penyiangan dan Pencucian(Kepala, ekor, sirip, kulit dan
jeroan dibuang, kemudian dicuci)
Bahan baku Fillet, daging lumat & surimidikemas plastik jenis PP 0.8 mm & dilakukan pemakuman.
Pengadonan I, T -4 s/d 4 0C, 10 menit
(ditambah es 10%, garam poekel, isolate protein,minyak nabati)
Pengadonan II, T 8 0C, 5 menit(ditambah es 5%, dan bumbu)
Pengadonan III, T 12 0C, 5 menit(bahan pengisi dan ditambah es 5%)
Casing
Direbus 800C
selama 15 menit
Sosis dikemas
Penyimpanan dingin suhu -5oC, 5oC, dan10oC selama: 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu
Ikan patin
disimpan pada freezer suhu -180Cselama: 0, 20, 40 dan 60 hariThawing
selama
satumalam
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
37/106
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
38/106
Formulasi sosis ikan patin yang merupakan modifikasi dari penelitian
Rompis (1998), yaitu:
Tabel 6 Formulasi pembuatan sosis
NO BAHAN JUMLAH (g) Persentase
1 Daging ikan/surimi 1000 52
2 Es 200 20
3 Garam poekel 30 2
4 Bumbu 30 2
5 Minyak nabati 150 15
6 Isolat Protein 30 3
7 Tepung tapioka 60 6
8 STTP 0.3
*Sumber : Rompis (1998).
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
(1) Tahap pertama, pengamatan hubungan lama penyimpanan beku dan jenis
bahan baku terhadap perubahan mutu bahan baku daging ikan patin.
Perlakuan meliputi, A) Lama penyimpanan beku -180C : 0 hari, 20 hari,
40 hari, dan 60 hari; B) Bentuk pra-olahan : fillet, lumat, dan surimi.
Perlakuan diulang sebanyak 2 ulangan.
(2) Tahap kedua, pengamatan pengaruh penggunaan bahan baku (tahap
pertama) terhadap sifat fisik dan penerimaan konsumen terhadap sosis
yang dihasilkan.
(3)Tahap ketiga, pengamatan pengaruh berbagai suhu penyimpanan
terhadap mutu sosis patin, dengan tiga perlakuan yaitu suhu -5oC, 5oC,
dan 10oC. Pada tahap ini sosis ikan patin yang digunakan adalah hasil
terbaik dari uji organoleptik penelitian tahap kedua.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
39/106
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
40/106
j = Pengaruh faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j (1,2,3)
(a)ij = Pengaruh interaksi faktor A (lama penyimpanan beku) taraf ke-
i dan pengaruh faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j
eijk = Pengaruh galat pada ulangan ke-k pengaruh Ai , Bj dan (AB)ij
Sedangkan rancangan percobaan untuk tahap ketiga adalah RAL
tunggal dengan tiga perlakuan dan dua ulangan. Model Linear
percobaannya (Hanafiah, 2004) adalah:
Y = + t + e
Dimana :
Y = Respon percobaan karena pengaruh perlakuan (berbagai suhupenyimpanan)
= Pengaruh rata-rata
t = Pengaruh faktor perlakuan (berbagai suhu penyimpanan)
e = Pengaruh galat
Metode Analisis
I. Analisis sifat fisik.Daya mengikat air / water holding capacity (Hamm, 1972)
Dengan menggunakan metode pengepresan dari Hamm (1972)
yaitu dengan menggunakan alat carver press yang membebani 0,3
gram sample daging pada suatu kertas saring (filter) diantara dua plat
dengan beban tekan sebesar 35 kg setiap cm selama 5 menit, daerah
yang tertutup sample daging telah menjadi rata dan luas daerah
sekitarnya ditandai dan diukur. Daerah basah diperoleh dengan
mengurangkan daerah yang tertutup daging dari total (basah + daging)
dan luas daerah yang tertutup daging dengan menggunakan planimeter,
sedangkan kertas saring (filter) yang digunakan adalah Whatman-1 No.
40. Bobot air bebas (air daging yang terlepas karena proses penekanan)
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
41/106
Luas lingkaran air bebas =Luas lingkaran luar luas lingkaran dalam
Tekstur (Texture Analyzer)
Pengukuran kekerasan dan kekenyalan obyektif
Pengukuran tekstur meliputi kekerasan dan kekenyalan dengan
menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i (Rosenthal, 1999). Untuk
pengukuran kekerasan sampel diletakkan di bawah probe yang
berbentuk pisau dengan kecepatan 1 mm/detik dan jarak 30 mm.
Sedangkan untuk pengukuran kekenyalan probe yang digunakan
berbentuk tumpul, sampel ditekan sebanyak 25% selama 60 detik.
Beban maksimum yang digunakan adalah 25 kg. Pengaturan Texture
AnalyzerTA-XT2i adalah sebagai berikut:
TA setting Kekerasan Kekenyalan
Pre test speed 1.5 mm/s 1 mm/sTest speed 1.5 mm/s 1 mm/s
Post test speed 10 mm/s 10 mm/sRupture test dist 1 mm 1 %
Distance 30 mm 25 %Force 100 gr 100 grTime 5 sec 60 sec
Susut masak (Cooking loss)
Pengukuran susut masak dilakukan yaitu masing-masing
kombinasi sosis sebelum dimasak ditimbang terlebih dahulu dan
setelah matang kombinasi tersebut ditimbang kembali, kehilangan
Jumlah air bebas (mg) = Luas lingkaran air bebas (cm2) 8.0
0.0948
DMA/WHC = Jumlah air sampel (mg) Jumlah air bebas (mg)
Jumlah air sampel (mg)
Jumlah air sampel (mg) = % kadar air bb) x berat sampe= .............. gr x 1000
= .............. mg
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
42/106
yang terjadi menunjukan banyaknya air dan lemak yang hilang selama
pemasakan.
Dimana :
a = Bobot contoh sebelum dimasak (gram)
b = Bobot contoh sesudah dimasak (gram)
Sineresis
Pengukuran sineresis dilakukan pada sosis yang disimpan, dengan
cara menimbang berat sosis sebelum disimpan dan setelah
penyimpanan yang telah ditentukan sosis ditimbang kembali. Selisih
penimbangan menunjukan jumlah air yang keluar dari produk selama
penyimpanan.
.
Dimana :
a = Bobot contoh sebelum disimpan (gram)
b = Bobot contoh sesudah disimpan (gram)
II. Analisis kimia
Analisis proksimat (AOAC, 1984)
a. Kadar air
Sampel sosis seberat 3 gr dimasukkan ke dalam cawan logam
yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan berisi sample
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105o C selama 4 6 jam
hingga berat cawan dan sample konstan. Setelah itu dimasukkan ke
dalam desikator dan ditimbang beratnya, lalu dihitung persentase
kadar air sample.
Kadar air dihitung sebagai berikut :
Susut masak = a - b x 100 %a
Sineresis =a
bax 100%
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
43/106
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
44/106
jernih. Di destilasi setelah dingin ditambahkan air destilata sebanyak
35 ml dan NaOH pekat sebanyak 10 ml sampai berwarna coklat
kehitaman lalu ditampung ke dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5
ml H3PO3, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N menggunakan
indikator. Untuk larutan blanko dilakukan dengan cara yang sama
tetapi tanpa menggunakan sample.
Kadar Nitrogen dihitung dengan rumus :
Selanjutnya kadar protein dihitung sebagai berikut :
e. Kadar karbohidrat
Untuk menentukan kadar karbohirat dilakukan perhitungan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Analisa total protein terlarut
Sampel daging giling halus seberat 10 g ditambahkan 30 ml larutan
NaCl 2% (berdasarkan berat total) lalu disimpan pada temperatur 40C
selama satu malam, setelah itu disentrifugasi lalu disaring dan filtrat
yang diperoleh diambil untuk diukur total nitrogen yang larut dengan
menggunakan metode Kjedahl. Hasil yang diperoleh dinyatakan
sebagai total protein terlarut.
Derajat keasaman (pH)
pH sosis diukur dengan menggunakan sample seberat 25 gram
ditambahkan 50 ml air destilata kemudian diblender sampai homogen,
(HCl blanko) x N HCL x 14.007Nitrogen (%) = --------------------------------------------- x 100 %
mg sample
Kadar protein (%) = 6.25 x % Nitrogen
Kadar karbohidrat (%) = 100% - % air - % lemak - % protein - % abu
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
45/106
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
46/106
dilakukan dengan mengambil sampel hasil pengenceran (1:100 hingga
1:100 000) sebanyak 1 ml dipipet ke dalam setiap cawan petri. Setelah
itu ke dalam setiap cawan petri dimasukkan agar cair steril (nutrient
agar) sebanyak 12 15 ml. Setelah penuangan, cawan petri segera
ditutup kemudian cawan digerakkan diatas meja secara hati-hati untuk
menyebarkan sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan
melingkar atau gerakan seperti angka delapan. Setelah agar memadat,
cawan tersebut diinkubasi ke dalam inkubator dengan posisi terbalik
pada suhu 30 -320C selama 2-3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh
dihitung sebagai Total count pergram contoh.
IV. Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 1993)
Uji organoleptik merupakan penilaian terhadap mutu produk
berdasarkan panca indera manusia mela lui sensorik. Penilaian dengan
indera banyak digunakan untuk penilaian mutu suatu produk terutama
produk hasil pertanian dan makanan. Salah satu cara penilaian
organoleptik terhadap suatu produk adalah dengan menggunakan uji
hedonik. Uji hedonic merupakan penilaian panelis tentang suka atautidak suka, dapat menerima atau tidak dapat menerima terhadap suatu
produk yang sedang diuji. Kriteria yang biasa digunakan dalam
penilaian organoleptik terdiri dari penampakan irisan, kekerasan,
kekenyalan, aroma, juiciness, rasa, dan penerimaan umum.
Pada penelitian ini sosis ikan patin yang telah siap akan dinilai oleh
panelis setengah terlatih sebanyak 30 orang untuk menunjukan tingkat
kesukaan terhadap rasa, tekstur (kekenyalan dan kekerasan), aroma,
juicines, penampakan irisan, penerimaan umum terhadap sosis. Skala
hedonic atau uji kesukaan yang digunakan berkisar antara 1 sampai 5,
meliputi: tidak suka, agak tidak suka, biasa/netral, suka, dan sangat
suka.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
47/106
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Mutu Bahan Baku Selama Penyimpanan
Pengamatan perubahan mutu bahan baku fillet, daging lumat dan
surimi selama penyimpanan beku (-18oC) meliputi total protein terlarut,
derajat keasaman (pH), dan water holding capasity (WHC). Resume
data dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Mutu bahan baku fillet, daging lumat, dan surimi selamapenyimpanan beku
Lama Penyimpanan (hari) -180C
Parameter Bahan
Baku0 20 40 60
Total
proteinterlarut (%)
Fillet
LumatSurimi
26.13 d
30.39 e10.84 a
25.23 cd
24.73 cd10.79 a
22.71 bcd
24.21 cd9.85 a
22.55 bc
19.92 b9.40 a
pH Fillet
LumatSurimi
6.60 a
6.72 a7.02 b
6.99 b
7.02 b7.05 b
7.23 cde
7.25 de7.09 bc
7.25 de
7.33 e7.10 bcd
WHC(%)
FilletLumat
Surimi
99.50 efg99.11 cde
99.83 g
99.30 def99.20 de
99.79 fg
98.85 cd98.61 c
99.34 defg
97.28 b96.30 a
99.24 def
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing parameter berarti tidak berbeda nyata
Total Protein Terlarut
Kelarutan protein juga dapat digunakan sebagai salah satu faktor
yang dapat menentukan kualitas produk daging ikan. Berdasarkan sifat
kelarutannya dalam air, protein daging ikan dapat dipilah menjadi tiga
golongan yaitu sarkoplasma (mudah larut), myofibril (kurang larut), dan
jaringan ikat tidak larut (deMan 1997). Suzuki (1981) menambahkan bahwa
protein miofibrillar bersifat sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut
dalam larutan garam kuat, protein sarkoplasma mengandung protein yang
dapat larut dalam air, disebut miogen.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
48/106
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap besarnya persentase kelarutan
protein berkisar antara 9.40 30.39%. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran
2) menunjukan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan
berpengaruh nyata (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
49/106
Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan bahan baku surimi
dengan lama penyimpanan 60 hari menghasilkan persentase kelarutan
protein terendah (9.40%), sedangkan yang tertinggi terdapat pada bahan
baku daging lumat pada penyimpanan 0 hari (28.90%).
Tingginya kelarutan protein bahan baku daging lumat dikarenakan
proses penggilingan yang dilakukan untuk menghaluskan atau melembutkan
menyebabkan daging ikan menjadi lebih luas permukaannya sehingga lebih
mudah terekstrak. Acton (1972) menyatakan protein daging lebih mudah
terekstrak jika daging dalam ukuran kecil.
Rendahnya persentase kelarutan protein surimi dibandingkan bahan
baku lainnya, dikarenakan pada proses pembuatan surimi dilakukan
pencucian terhadap daging lumat yang berulang-ulang dengan air dingin
sehingga menyebabkan sebagian protein juga ikut tercuci. Fardiaz (1985)
menyatakan bahwa selama pencucian daging ikan dibersihkan dari darah,
pigmen, lemak, lendir dan protein yang larut air. Menurut Muchtadi (1987),
sarkoplasma mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam air
(miogen). Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus dihilangkan
dulu karena dapat menghambat pembentukan gel. Shimizu & Nishioka(1974) mengatakan, walaupun kandungan gizinya tidak lebih rendah
dibandingkan protein miofibril, protein sarkoplasma biasanya akan dibuang
pada tahap pencucian surimi. Hal ini disebabkan pada waktu pemanasan,
protein ini akan terkoagulasi dan menempel pada protein miofibril. Shimizu
et al. (1954), ekstraksi maksimum miosin daging ikan akan meningkatkan
kekerasan dan kekenyalan produk.
Derajat Keasaman (pH)
pH dapat digunakan sebagai salah satu parameter dalam menentukan
kesegaran daging ikan yang akan digunakan dalam pembuatan produk
pangan. Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan segar mempunyai pH sekitar
6.87. Penurunan dan kenaikan pH banyak dikaitkan dengan keadaan
fisiologik daging ikan, komposisi senyawa-senyawa garam yang ada pada
daging ikan, dan aktifitas enzim.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
50/106
Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap pH berkisar antara 6.60
7.33. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) memperlihatkan interaksi
jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap pH
bahan baku (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
51/106
disebabkan oleh peningkatan konsentrasi garam mineral sebelum terjadi
pembekuan di dalam sel. Dengan demikian konsentrasi garam mineral
menjadi tinggi apabila cairan dalam sel membeku, sehingga akan
menyebabkan terjadinya pemisahan dan denaturasi protein. Akibat dari
semua ini akan terjadi perubahan pH dan kekuatan ionik.
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
pH
A
A
AA
]
]
]
]
ZZ
Z Z
Gambar 7 Perubahan pH bahan baku selama penyimpanan beku.
Selain itu penyimpanan pada suhu -18oC tidak dapat menghentikan
kerusakan bahan baku secara mikrobiologis akibat pertumbuhan mikroba,
tetapi hanya menghambat pertumbuhan bakteri psikrofilik. Menurut Ilyas
(1983), pembiakan bakteri pada ikan sangat dipengaruhi oleh suhu, semakin
rendah suhu ikan semakin dihambat pertumbuhan bakteri tersebut. Pada
suhu -180C dan lebih rendah aktifitas bakteri ditekan minimum. Kenaikan
pH bisa juga disebabkan oleh berkembangnya bakteri psikrofilik yang dapat
menyebabkan terbentuknya basa-basa volatil makin banyak (Hadiwiyoto,
1993). Soediyono et al. (1986) menambahkan bahwa peningkatan pH
dimungkinkan oleh adanya aktifitas bakteri pembusuk yang menguraikan
protein menjadi senyawa lebih sederhana seperti amonia yang bersifat basa.
Bahan baku? fillet lumat
? surimi
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
52/106
Daya Mengikat Air /Water Holding Capasity (WHC)
Daya mengikat air adalah kemampuan protein daging untuk mengikat
airnya sendiri atau air yang ditambahkan. Menurut Hamm (1962), faktor-
faktor yang mempengaruhi daya mengikat air oleh protein otot adalah aktin
dan miosin. Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa dengan mengurangi
gaya kohesi antara molekul-molekul yang berdekatan maka jaringan akan
membesar sehingga air akan terserap dan terjebak di dalam jaringan otot.
Air yang termobilisasi merupakan air yang berada pada lapisan tengah
antara air bebas dan air terikat serta berada pada daerah molekul yang
mempunyai muatan.
Nilai rataan daya mengikat air berkisar antara 96.30 99.83 (Tabel 7).
Selama penyimpanan beku semua jenis bahan baku cenderung mengalami
penurunanan kemampuan mengikat air. Hamm dan Deatherage (1960)
menemukan bahwa penyimpanan dingin dan beku daging dapat
mengakibatkan penurunan kemampuan daging untuk mengikat air.
Pembekuan lambat dapat menurunkan daya mengikat air secara nyata, hal
ini disebabkan oleh kerja mekanik kristal es. Soeparno (1994)
menambahkan, pada pembekuan lambat kristal es terjadi di luar serabut otot(ekstrasellular) sehingga ketika pembekuan berjalan terus kristal es semakin
membesar dan menyebabkan kerusakan serabut otot.
Hasil analisis sidik ragam menunjukan interaksi jenis bahan baku dan
lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
53/106
meningkatkan kemampuan daging tersebut untuk menahan air.
Penggilingan akan meningkatkan jumlah gugus polar dimana air akan segera
membentuk ikatan dengan gugus polar tersebut. Yoon & Lee (1990)
menyatakan bahwa kemampuan menahan air dari surimi lebih tinggi
dibandingkan bahan baku lainnya karena penambahan zat antidenaturasi dan
polifosfat mampu mempertahankan kualitas selama penyimpanan beku,
sehingga kemampuan menahan air dan kekenyalan juga dipertahankan.
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
95
100
105
WHC(%)
AA
A
A
] ]
]
]
Z Z
ZZ
Gambar 8 Perubahan WHC bahan baku selama penyimpanan beku.
Secara keseluruhan bahan baku yang berasal dari daging fillet, lumat
dan surimi mengalami penurunan kemampuan mengikat air sejalan dengan
lama penyimpanan beku (Gambar 8). Menurut Suzuki (1981) sifat
fungsional protein seperti kemampuan emulsi, kemampuan mengikat lemak,
kemampuan mengikat air, dan kemampuan membentuk gel dari daging ikan
yang telah dibekukan akan menurun dibandingkan dengan ikan segar.
Penyebab utama dari semua ini adalah terjadinya denaturasi protein,
terutama protein miofibril.
Bahan baku? fillet
lumat
? surimi
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
54/106
Perubahan Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis
Penelitian selanjutkan dilakukan untuk mengamati perubahan sifat
fisik dan organoleptik sosis yang dihasilkan dari perlakuan bahan baku fillet,
lumat dan surimi selama penyimpanan beku. Pengamatan meliputi cooking
loss, kekerasan, dan kekenyalan. Data dapat dilihat pada Tabel 8.
Sedangkan uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui daya penerimaan
atau penolakan konsumen secara subyektif seperti rasa, tekstur (kekenyalan
dan kekerasan), aroma, juiciness, penampakan irisan, dan penerimaan
umum. Resume data dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8 Rataan sifat fisik sosis yang dihasilkan
Lama Penyimpanan (hari)Parameter Sosis
0 20 40 60
Cooking
Loss (%)
Fillet
LumatSurimi
0.69 a
0.63 a0.42 a
2.37 cde
1.61 bc1.26 ab
2.61 de
2.66 de1.59 bc
3.03 e
4.32 f
1.99 bcd
Kekerasan
(g force)
Fillet
Lumat
Surimi
806.85 de
797.55 de
940.20 e
620.50 cd
470.20 bc
921.05 e
403.30 ab
264.00 ab
903.70 e
370.25 ab
230.95 a
829.65 de
Kekenyalan
(%)
Fillet
LumatSurimi
69.82 de
69.97 de85.24 g
67.34 d
67.32 d82.11 fg
54.91 c
56.75 c78.15 fg
45.71 b
34.75 a76.37 ef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing parameter berarti tidak berbeda nyata
Susut Masak (Cooking loss) Sosis
Susut masak dapat diartikan sebagai persentase penurunan berat sosis
sebelum dimasak dibandingkan dengan berat sosis setelah dilakukan proses
pemasakan. Soeparno (1994) menyatakan bahwa besarnya susut masak
dapat dipergunakan untuk mengestimasi jumlah jus dalam daging masak.
Besarnya persentase nilai rataan susut masak berkisar antara 0.42
4.32%. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap susut masak sosis (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
55/106
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
56/106
Dengan demikian proses pembentukan kristal es dan migrasi molekul air
dari protein terhambat (Afrianto, 1995). Ockerman (1983) menyatakan
bahwa semakin sedikit air keluar maka susut masak semakin berkurang.
Menurut Soeparno (1994), Daging dengan susut masak yang lebih rendah
mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut
masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan
lebih sedikit.
Kekerasan (obyektif)
Tekstur pada suatu makanan sangat ditentukan oleh kemampuan
protein untuk menyerap dan menahan air (Fardiaz, 1992). Secara fisik
pengujian tekstur pada makanan meliputi kekerasan dan kekenyalan.
Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu
bahan atau produk sehingga terjadi perubahan pada produk (Ranggana,
1986).
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
0
250
500
750
1000
Kekerasan(gforce)
A
A
A
A
]
]
]
]
ZZ
Z
Z
Gambar 10 Kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku danlama penyimpanan beku.
Sosis? fillet lumat
? surimi
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
57/106
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
58/106
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
0
25
50
75
100
Kekenyalan(%) A A
A
A
]]
]
]
Z
Z
ZZ
Gambar 11 Kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan bakudan lama penyimpanan beku.
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap besarnya persentase nilai
kekenyalan berkisar antara 34.75 - 85.24 %. Hasil analisis sidik ragam
(Lampiran 17) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan
lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekenyalan sosis (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
59/106
meningkatnya jumlah air yang terperangkap dalam jaringan gel protein yang
terbentuk.
Menurut Ockerman (1969) kekenyalan bahan pangan dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya dehidrasi, penguapan dan
pemanasan. Yoon dan Lee (1990), menyatakan bahwa penurunan kualitas
daging selama penyimpanan beku akan berpengaruh terhadap kekenyalan,
dimana proses denaturasi akan menyebabkan penurunnya kekenyalan daging
ikan. Penyebab utama menurunnya kekenyalan daging ikan beku adalah
karena terjadinya denaturasi miosin (Suzuki, 1981).
Tabel 9 Rataan hasil uji organoleptik sosis yang dihasilkan
Lama Penyimpanan (hari)Parameter Sosis 0 20 40 60
Penampakanirisan
FilletLumat
Surimi
3.24 abc3.67 bcd
3.04 abc
3.22 abc3.37 bcd
4.04 d
3.09 abc2.45 a
3.00 abc
2.77 ab2.67 ab
2.87 ab
Kekerasan FilletLumat
Surimi
3.45 ab
3.72 abc
3.33 a
3.60 abc
3.67 abc
3.72 abc
3.80 bc
3.57 abc
3.47 abc
3.65 abc
3.58 abc
3.85 c
Kekenyalan FilletLumat
Surimi
3.48 ab
3.80 bc
3.35 a
3.62 abc
3.67 abc
3.80 abc
3.69 abc
3.50 ab
3.35 a
3.70 bc
3.65 abc
3.99 c
Aroma FilletLumatSurimi
2.97 bc
3.10 cd
2.77 b
3.09 cd
3.20 cde
3.34 def
3.25 b
3.09 cd
3.27 cdef
3.43 ef
2.45 a
3.55 f
Juiciness FilletLumat
Surimi
3.34 ab
3.35 ab
3.29 a
3.29 a
3.32 ab
3.29 a
3.55 b3.30 ab
3.37 ab
3.97 c3.95 c
4.03 c
Rasa Fillet
LumatSurimi
3.57 d
3.52 d
2.82 abcd
3.09 bcd
3.18 cd
3.00 abcd
2.47 abc
2.15 a
2.25 ab
3.25 cd
2.79 abcd2.79 abcd
Penerimaan
Umum
Fillet
LumatSurimi
3.42 a
2.98 a3.17 a
3.33 a
3.30 a3.47 a
3.33 a
3.30 a3.47 a
2.90 a
2.82 a3.55 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-
masing parameter berarti tidak berbeda nyata
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
60/106
Penampakan irisan
Aspek yang dinilai pada kriteria penampakan irisan ini adalah suka
tidaknya panelis pada penampakan permukaan irisan sosis yang diuji. Pada
Tabel 9 dapat dilihat nilai rataan uji organoleptik untuk kriteria penampakan
irisan berkisar antara 2.45 4.04. Dari skala hedonik secara umum
menunjukkan penampakan irisan agak tidak suka hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 20) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap penampakan irisan sosis (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
61/106
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 23) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap kekerasan sosis (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
62/106
Aroma
Aroma merupakan keseluruhan sensasi terutama bau dan rasa yang
diterima pada saat mengkonsumsi makanan (Rothe, 1988). Pada umumnya
kelezatan makanan ditentukan oleh aroma. Industri pangan menganggap
sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil
penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (soekarto, 1985).
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria
kekerasan berkisar antara 3.33 3.85. Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan kekerasan sosis yang dihasilkan biasa hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 29) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap Aroma sosis (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
63/106
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria
juiciness berkisar antara 3.29 4.03. Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan juiciness sosis yang dihasilkan biasa hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 32) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap Aroma sosis (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
64/106
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria rasa
berkisar 2.15-3.57. Menurut skala hedonik kisaran tersebut memperlihatkan
rasa sosis yang dihasilkan agak tidak suka hingga biasa. Hasil analisis sidik
ragam (Lampiran 35) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku
dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap rasa sosis (P0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan
umum konsumen terhadap perlakuan lama penyimpanan beku dan bahan
baku dari sosis yang dihasilkan dalam penelitian ini masih dapat diterima
oleh panelis.
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
65/106
Perubahan Mutu Sosis Pada Berbagai Suhu Penyimpanan
Berdasarkan hasil penelitian tahap II, diketahui bahwa sosis yang
terbuat dari bahan baku surimi daging patin dengan lama penyimpanan 60
hari, melalui uji organoleptik menjadi pilihan panelis. Selanjutnya
penelitian dilanjutkan (tahap III) untuk mengetahui perubahan mutu sosis
pada berbagai suhu penyimpanan yaitu: -5oC, 5oC, dan 10oC. Data hasil
penelitian hanya untuk minggu ke-4 dilakukan pengolahan data statistik.
Pengamatan perubahan mutu sosis meliputi Total Volatil Basa (TVB), Total
Plate Count(TPC), Sineresis, dan pH. Resume data dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10 Rataan perubahan mutu sosis pada berbagai suhupenyimpanan
Lama Penyimpanan (minggu)
Parameter Suhu0 1 2 3 4
TVB(mg/100g)
-50C50C
100C
8.308.30
8.30
8.4910.29
10.57
10.2912.35
18.49
12.0917.47
23.52standar
14.09 a
18.22 b
27.87 c30 - 35
TPCJumlah
Mikroba(koloni/g)
-50C
50C100C
6.0 x 103
6.0 x 103
6.0 x 103
1.2 x 103
1.4 x 103
1.9 x 103
4.4 x 103
8.7 x 104
3.5 x 105
7.4 x 103
5.7 x 104
2.2 x 106
standar
3.0 x 104 a
3.8 x 105 b
1.9 x 108 c
105
pH -50C50C
100C
6.946.94
6.94
7.026.96
7.03
6.986.94
7.03
7.036.95
6.95
7.03 a
7.07 a
6.23 b
Sineresis(%)
-50C50C
100C
00
0
1.091.54
1.03
0.752.02
3.44
0.922.30
4.28
1.93 a
2.80 a
7.55 b
Total Volatil Basa (TVB)
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 40) menunjukan perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
66/106
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
67/106
Pada umumnya terjadi peningkatan nilai TVB sosis pada suhu -5oC,
5oC, dan 10oC sejalan dengan lama penyimpanan (4 minggu). Menurut
Soedijono et al. (1984), peningkatan TVB disebabkan oleh degradasi protein
dan turunannya , yang menghasilkan sejumlah basa volatil yang mudah
menguap seperti amoniak, histamin, dan hidrogen sulfida. Hadiwiyoto
(1993), menjelaskan degradasi histidin yang dikatalisa oleh enzim histamin
dekarboksilase menghasilkan histamin (Gambar 13).
Gambar 13 Reaksi kimia degradasi histidin menjadi histamin
Total Plate Count (TPC)
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 42) menunjukan perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata (P
-
8/6/2019 Teknologi Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Ikan Patin
68/106
total (koloni/g) maksimal pada sosis sebesar 105. Namun menurut Connell
(1975) bahan pangan dengan kandungan total bakteri 104 hingga 106 koloni
per gram cukup aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Murniyati et al.
(1988), menyatakan bahwa bahan pangan dapat dikategorikan busuk apabila
kandungan total bakterinya sudah mencapai kisaran 107 hingga 108 koloni
per gram.
0 1 2 3 4
Lama Penyimpanan (minggu)
2
3
4
5
6
7
8
9
TPC(logkoloni/g)
A
A
AA
A
]
]
]]
]
Z
Z
Z
Z
Z
Gambar 14 Log total mikroba sosis ikan patin pada berbagai suhupenyimpanan.
Peningkatan nilai TPC tertinggi terjadi pada penyimpanan sosis suhu
10oC dibandingkan dengan suhu -5oC, dan 5oC (Gambar 14). Hal ini
menunjukkan bahwa mikroba masih dapat berkembang dengan baik pada
suhu penyimpanan 10oC. Menurut hadiwiyoto (1993), golongan bakteri
psikrofilik adalah bakteri yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu 15oC
20oC selang suhu pertumbuhan antara -10oC sampai 40oC.
Selain itu, sosis merupakan produk yang kaya akan kandungan gizi
terutama protein dan lemak, sehingga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroba. Hadiwiyoto (1993) menyatakan bahwa banyak
Suhu
? - 50 C 50 C
? 100
C
Batas maximum
Produ