teknis pengeboran airtanah
TRANSCRIPT
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYAMINERAL
Jl. Madukoro AA – BB No. 44 Telp. 7608203, 7610121, 7610122, Fax. 7608379
SEMARANG – 50144
TEKNIS PENGEBORAN AIR TANAH
Makalah disampaikan dalam Rapat Koordinasi Kegiatan Pengawasandan Penertiban Pengelolaan Air Tanah di Jawa Tengah
Tanggal 27 Maret 2013
Oleh :Siddhi SaputroSugeng Widada
Universitas Diponegoro Semarang
SEMARANG, MARET 2013
TEKNIS PENGEBORAN AIR TANAH
Oleh :Sugeng WidadaSiddhi Saputro
Universitas Diponegoro Semarang
Saat ini pengeboran untuk mendapatkan air tanah sebagai salah satu sumber airbersih banyak dilakukan oleh penduduk, baik di desa maupun perkotaan untukmemenuhi kebutuhan air sehari-hari. Dibandingkan dengan sumber air yang lain, airtanah memiliki beberapa kelebihan diantaranya mudah memperolehnya, umumnya airdalam kondisi baik karena telah mengalami penyaringan oleh batuan pembawanya,dan sebarannya luas tergantung pelamparan akuifernya.
Sebetulnya ekploitasi air tanah telah dilakukan sejak zaman dahulu oleh masyarakat,yang umumnya dilakukan pengambilan air tanah pada akuifer bebas denganmembuat sumur gali ataupun kolam, sedangkan ekploitasi air tanah pada akuifertertekan umumnya dilakukan dengan pembuatan sumur bor dalam. Dalam kenyataandi lapangan, dalam suatu daerah dijumpai beberapa akuifer tertekan pada berbagaikedalaman yang dipisahkan oleh lapisan kedap air. Oleh karena itu identifikasi posisikedalaman dan ketebalan akuifer-akuifer tersebut menjadi penting untuk menentukankonstruksi sumurnya. Identifikasi kedudukan akuifer ini didasarkan pada data diskripsicutting dan data well logging. Secara garis besar konstruksi sumur terdiri daribeberapa bagian, yaitu pipa jambang, pipa buta, pipa saringan, tutup bawah, tutupatas, pipa naik, pompa, kerikil pembalut, pasangan beton (cement grout).
Dalam pelaksanaan pembuatan sumur, setelah kerikil pembalut selesai dipasangmaka dilakukan pembersihan dan penyemprunaan sumur (well development) yangdimaksudkan untuk dapat membersihkan dinding dan zona invasi akuifer serta kerikilpembalut dari partikel halus, agar seluruh pori/celah akuifr dapat terbuka penuhsehingga air tanah dapat mengalir ke dalam sumur secara bebas. Salah satu halyang tidak boleh ditinggalkan setelah kegiatan konstruksi sumur selesai adalahmelakukan pemompaan uji (pumping test) yang bermanfaat untuk menentukanbesaran kapasitas sumur dan efisiensi sumur serta menentukan parameter hidrauliksumur. Disamping itu uji kualitas air di laboratorium juga harus dilakukan untukmemastikan bahwa air tanah yang ada memenuhi syarat sebagai air minumsebagaimana disyaratkan oleh Departemen Kesehatan RI sesuai SK MENKES No.907/MENKES/SK/VII/2002.
1. Latar Belakang
Pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai keperluan di satu pihak
terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagai dampak pertumbuhan
penduduk dan pengembangan aktivitasnya. Di lain pihak ketersediaan
sumber daya air semakin terbatas bahkan cenderung semakin langka,
terutama akibat penurunan kualitas lingkungan dan penurunan kualitas
air akibat pencemaran. Secara umum sumberdaya air yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air baku terdiri dari air permukaan seperti
air sungai, danau, rawa, kolam dan lain-lain, air tanah, dan air olahan.
Dalam kenyataannya masing-masing sumberdaya air mempunyai nilai
kemanfaatan utama yang berlainan.
Air tanah sebagai salah satu sumber air baku paling banyak
dimanfaatkan oleh penduduk, baik di desa maupun perkotaan untuk
memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Dibandingkan dengan sumber air
yang lain, air tanah memiliki beberapa kelebihan diantaranya mudah
memperolehnya, umumnya air dalam kondisi baik karena telah
mengalami penyaringan oleh batuan pembawanya, dan sebarannya luas
tergantung pelamparan akuifernya. Namun demikian pada beberapa
daerah, akuifer dangkal (akuifer bebas) yang dapat diekploitasi dengan
sumur gali tidak dijumpai atau dijumpai sangat terbatas sehingga sumur
menjadi kering pada musim kemarau. Dalam kondisi demikian maka
dilakukan pemboran sumur dalam hingga mencapai akuifer dalam
(akuifer tertekan) untuk mendapatkan air tanah tersebut. Dalam hal
ekploitasi air tanah dengan sumur bor dalam, keadaanya menjadi lebih
rumit dengan biaya yang jauh lebih mahal. Dibandingkan dengan
pembuatan sumur gali. Beberapa kesulitan yang sering terjadi pada
pemboran tersebut diantaranya adalah batuan terlalu keras dan berupa
bongkah-bongkah sehingga berpotensi terjepitnya alat pemboran, adanya
rongga di bawah permukaan tanah sehingga lumpur pemboran hilang
(water loose), penyumbatan saringan (clogging) setelah konstruksi
sehingga aliran air tanah dari akuifer ke dalam sumur terganggu,
bocornya pipa sumur sehingga air permukaan masuk kedalam sumur dan
lain-lain.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dalam pelaksanaan
pembuatan sumur detail konstruksi sumur yang baik menjadi sangat
penting untuk menjaga keberlangsungan pemanfaatan sumur yang
bersangkutan. Kedudukan kedalaman pipa saringan harus tepat pada
akuifer yang menjadi target ekploitasi serta dilindungi dengan gravel pack
yang baik.
2. Air Tanah
Sebelum membahas tentang konstruksi sumur bor lebih lanjut, mari kita
lihat kembali secara singkat kejadian keberadaan air tanah sehingga
diperoleh pemahaman yang menjadikan kita akan sangat berhati-hati
dalam pengambilan air tanah tersebut demi keberlanjutan
pemanfaatannya.
Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan
tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Keberadaan air tanah
tersebut tidak dapat dilepaskan dari siklus hidrologi sebagaimana terlihat
pada Gambar 1. Sedangkan lapisan batuan jenuh air yang dapat
menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah cukup dan
ekonomis disebut sebagai akuifer.
Berdasarkan siklus tersebut terlihat bahwa masukan pada proses
tersebut adalah presipitasi (hujan) yang kemudian terbagi menjadi
sejumlah cadangan melalui serentetan peristiwa yang akhirnya
membentuk suatu hasil antara lain depresi air seperti waduk, penguapan
dan peresapan ke dalam tanah.
k ond en sasi aw an
H ujanH ujan
P enguapan
L au t
tran sp irasid ari d au n p engu apan
dar i d aunp engu apand ari tan ah
en ergi sola r
m atah ari
H ujan
lap isan k ed ap a ir
W a du k
Gambar 1. Siklus Hidrologi
Hujan yang jatuh, mengalami hambatan oleh adanya vegetasi/tumbuhan
ataupun bangunan dan apabila tidak ada vegetasi/tumbuhan maka hujan
akan jatuh mengenai permukaan tanah secara langsung walaupun
peresapan masih mungkin terjadi karena adanya sampah, kotoran
maupun adanya benda lain di permukaan tanah. Air yang meresap ke
dalam tanah ditahan oleh tanah sebagai cadangan kelembaban tanah
dan penambagan cadangan air tanah, sedangkan cadangan permukaan
akan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan sebagian akan meresap
kembali ke dalam tanah selama pengaliran. Di lain pihak air tanah yang
mengalir di dalam batuan (akuifer) dapat keluar kembali menjadi air
permukaan sebagai mata air jika akuifer tersebut terpotong oleh
kemiringan topografi permukaan tanah.
Perjalanan air dari masuknya air hujan ke dalam tanah hingga mencapai
lapisan akuifer maupun keluar sebagai mata air membutuhkan waktu
yang sangat bervariasi dari orde bulanan, tahunan, puluhan tahun,
ratusan tahun, bahkan hingga ribuan tahun sebagaimana diperlihatkan
pada Gambar 2.
Gambar 2. Perjalanan resapan air hujan hingga menjadi air tanah dan
muncul kembali sebagai mata air
Jumlah cadangan air tanah akan sangat ditentukan oleh kondisi
cekungan airtanahnya, yaitu suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrologeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung. Dengan
demikian potensi air tanah pada suatu wilayah akan sangat ditentukan
oleh :
Kondisi curah hujan serta hubungan antara air permukaan dan air
tanah
Kondisi akuifer yang meliputi geometri dan sebarannya,
konduktifitas hidraulik dan litologi pada batas-batas akuifer
Kondisi daerah imbuhan air tanah, yaitu daerah resapan air yang
mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air
tanah
Kondisi daerah repasan air tanah, yaitu daerah keluaran air tanah
yang berlangsung secara alamiah pada cekungan air tanah.
Secara umum terdapat dua jenis akuifer, yaitu akuifer bebas dan akuifer
tertekan (Gambar 3). Ekploitasi air tanah pada akuifer bebas biasanya
dilakukan dengan membuat sumur gali ataupun kolam, sedangkan
ekploitasi air tanah pada akuifer tertekan umumnya dilakukan dengan
pembuatan sumur bor dalam. Dalam kenyataan di lapangan, dalam
suatu daerah dijumpai beberapa akuifer tertekan pada berbagai
kedalaman yang dipisahkan oleh lapisan kedap air. Oleh karena itu
identifikasi posisi kedalaman dan ketebalan akuifer-akuifer tersebut
menjadi penting untuk menentukan konstruksi sumurnya.
Gambar 3. Jenis akuifer dan sumur untuk eksploitasinya
3. Pengeboran dan Logging
Pengeboran pada prinsipnya adalah kegiatan untuk mendapatkan
lubang bor hingga mencapai kedalaman akuifer yang menjadi target
dengan diameter tertentu. Secara umum terdapat dua jenis mesin bor,
yaitu mesin bor tumbuk dan mesin bor putar. Pada saat ini mesin bor
putar merupakan pilihan yang digunakan dan pengeboran airtanah.
Sebelum kegiatan pengeboran dilakukan maka terlebih dahulu dilakukan
persiapan yang berupa pembuatan bak pengendap, bak penampung,
serta saluran sirkulasinya. Pemasangan balok landasan mesin, papan
untuk saluran sirkulasi dan lantai dasar mesin. Selanjutnya dilakukan
pengesetan mesin dan pompa serta pendirian menara dan penyediaan
lumpur bor.
Secara garis besar pada setiap mesin bor terdiri dari 5 komponen
utama, yaitu : mesin penggerak, sitem-mekanisme bor, pipa/stang bor,
menara dan pompa. Mesin bor yang dewasa ini banyak digunakan
adalah mesin bor putar jenis meja putar dan spindle.
Cara kerja mesin bor putar pada prinsipnya adalah merupakan
kombinasi tekanan dan putaran mata bor atas batuan yang dibarengi
dengan penyemprotan lumpur pemboran melalui lubang-lubang yang
terdapat pada mata bor. Lumpur pemboran tersebut dipompakan
dengan tekanan ke dalam lubang melalui stang bor dan naik kembali ke
permukaan melalui rongga antara dinding lubang bor dengan stang bor
sambil membawa pecahan batuan hasil gerusan mata bor (cutting).
Pada lokasi dengan batuan yang mudah runtuh, biasanya dipasang pipa
pelindung (casing) pada lubang bor.
Pengeboran diawali dengan pengeboran awal (Pilot hole) yang
dimaksudkan untuk mengetahui litologi secara rinci. Pengeboan awal
biasanya menggunakan mata bor jenis tricone diameter 6” sampai
kedalaman melebihi kedalaman konstruksi sumur yang direncanakan.
Sedangkan pembesaran lubang bor (Reaming) dilakukan setelah
kedudukan lapisan akuifer diketahui melalui kegiatan logging.
Kegiatan Logging
Loging sumur (well logging) juga dikenal dengan borehole logging
adalah cara untuk mendapatkan rekaman log yang detail mengenai
formasi geologi yang terpenetrasi dalam lubang bor Dalam kegiatan
pengeboran air tanah jenis logging yang bisa digunakan adalah electrical
loging yang tujuannya adalah untuk mengetahui letak (posisi) akuifer air,
tahap pekerjaan ini sebagai penentu konstruksi saringan (screen).
Electrical Loging dilakukan dengan menggunakan suatu alat, dimana
alat tersebut menggunakan konfigurasi titik tunggal dimana eletroda arus
dimasukakan kedalam lubang bor dan elektroda yang lain ditanam
dipermukaan. Arus dimasukkan kedalam lubang elektroda yang
kemudian menyebar kedalam formasi disekitar lubang bor. Sebagian
arus kembali ke elektroda di permukaan dengan arus yang telah
mengalami penurunan. Penurunan inilah yang diukur.
Gambar 4. Pelaksanaan Logging
4. Konstruksi Sumur
Pembesaran lubang dilakukan setelah selesai pelaksanaan kegiatan
logging, tujuan pembesaran lubang digunakan untuk mendapatkan
kemudahan dalam konstruksi sumur yang berupa pemasangan selubung
casing/pipa dan saringan , peletakan pipa pengantar saat pengisian
gravel dan grouting cement serta peletakan pipa piezometer.
Setelah pemboran selesai, umumnya dilakukan setelah logging untuk
mengetahui susunan lapisan batuan dan menentukan posisi kedalaman
akuifer yang akan diambil air tanahnya dengan memasang saringan
(screen) sehingga airtanah akan masuk ke sumur melalui saringan
tersebut. Sedangkan pada kedalaman lainya dipasang pipa buta.
Secara garis besar konstruksi sumur dapat dilihat pada Gambar 5, terdiri
dari beberapa bagian, yaitu pipa jambang, pipa buta, pipa saringan, tutup
bawah, tutup atas, pipa naik, pompa, kerikil pembalut, pasangan beton
(cement grout). Pipa jambang terletak pada bagian atas dengan garis
tengah yang lebih besar dari pipa buta/saringan, namun dapat juga
berukuran sama. Biasanya pipa jambang dipasang hingga 3 – 5 meter di
bawah drawdown maksimum, dengan diameter 1 inchi lebih besar dari
diameter peralatan pompa dan pipa piezometer yang akan dipasang.
Pipa buta ini diikatkan dengan lapisan batuan di sekitarnya dengan
pasangan beton agar kedudukannya stabil
Pipa buta dipasang di bawah pipa jambang dengan panjang tergantung
ketebalan lapisan yang tidak diinginkan baik kuantitas maupun
kualitasnya. Pada akuifer yang kualitas air tanahnya jelek, pemasangan
harus 0,5 m lebih panjang agar tidak terjadi kebocoran. Pipa saringan
adalah pipa berlubang yang dimaksudkan sebagai jalan masuknya air
tanah dari akuifer ke dalam sumur. Ukuran lubang, bentuk dan bahan
pipa saringan ditentukan berdasarkan distribusi ukuran butir akuifer dan
sifat kimia air tanahnya. Pipa naik merupakan pipa yang dihubungkan
dengan pompa sebagai saluran untuk menaikan air dari sumur ke atas
permukaan tanah / tendon. Kerikil pembalut adalah kerikil yang bersih
berukuran butir seragam, dan bulat digunakan sebagai penyaring agar
material halus yang ada di dalam lapisan akuifer tidak masuk ke dalam
sumur. Sumbat dipasang pada ujung bawah rangkaian pipa konstruksi
sumur yang berguna untuk mencegah material yang tidak diinginkan
masuk ke dalam sumur yang nantinya dapat mengganggu pompa.
Gambar 5. Konstruksi Sumur
Dalam pelaksanaan pembuatan sumur, setelah kerikil pembalut selesai
dipasang maka dilakukan pembersihan dan penyempurnaan sumur (well
development) yang dimaksudkan untuk dapat membersihkan dinding
dan zona invasi akuifer serta kerikil pembalut dari partikel halus, agar
seluruh pori/celah akuifr dapat terbuka penuh sehingga air tanah dapat
mengalir ke dalam sumur secara bebas. Dengan demikian akan
dihasilkan sumur dengan efisiensi kapasitas jenis yang maksimal.
Keuntungan yang diperoleh dari well development ini antara lain adalah :
Mengurangi penyumbatan (clogging) akuifer pada dinding lubang
bor dan di pinggiran zona invasi sebagai akibat sampingan kegiatan
pemboran dan menghilangkan efek jembatan pasir.
Meningkatkan porositas dan permeabilitas akuifer di sekeliling
sumur
Menstabilkan lapisan pasir di sekeliling saringan, sehingga
pemompaan bebas dari kandungan pasir
Memaksimalkan kapasitas jenis serta umur pemanfaatan sumur
Berbagai metode dapat dilakukan pada well development ini seperti
surging, jetting, airlifting, backwashing dan overpumping. Prinsip kerja
metode surging adalah menekan air mengalir masuk dan keluar pada
interval saringan dengan menaikan dan menurunkan plunger di dalam
casing, seperti gerakan piston. Dalam metode jetting alat (jetting tool)
dimasukan ke dalam tiap-tiap interval saringan dari bawah ke atas
dengan pipa stang bor yang dihubungkan dengan pompa tekan yang
memompakan air bersih ke dalam sumur. Dalam pengoperasiannya alat
digerakan berputar-putar dengan memutar stang bor dan naik turun
sepanjang pipa saringan. Metode airlifting hampir sama dengan metode
jetting, namun yang dipompakan ke dalam sumur adalah udara. Prinsip
dasar metode backwashing adalah membuat efek surging dengan
menggunakan pompa. Cara kerjanya pompa dijalankan untuk
menimbulkan aliran aair dari akuifer masuk ke dalam sumur melalui
saringan. Begitu aliran muncul ke permukaan tanah, pompa segera
dimatikan sehingga air akan kembali turun ke bawah melalui pipa naik,
sehingga akan terjadi aliran dari sumur ke akuifer melalui saringan. Hal
ini dilakukan berulang-ulang. Sedangkan pada metode overpumping
hanya mengalirkan air dari akuifer ke dalam sumur dengan cara
memompa sumur melebihi rencana kapasitas pemompoaan yang akan
dioperasikan pada tahap produksi.
5. Pumping est
Salah satu hal yang tidak boleh ditinggalkan setelah kegiatan konstruksi
sumur selesai adalah menentykan keterusan akuifer. Untuk menghitung
keterusan akuifer biasanya dilakukan pemompaan uji (pumping test)
terhadap sumur yang telah dibuat. Disamping untuk mengetahui
keterusan akuifer, pemompaan uji juga untuk memperoleh parameter
akuifer yang lain seperti koefisien simpanan (Coefisien storage),
kapasitas jenis (spesific capacity), dan debit optimum.
Uji pemompaan menerus dan uji kambuh dalam rangkaian pumping test
dipakai untuk mengetahui parameter berupa tingkat kelulusan (hydraulic
conductivity, k), keterusan (transmissivity, T) dan kapasitas jenis (Sc)
pada akuifer sebuah sumur. Untuk mengetahui parameter tersebut
diatas dipakai metode Jacob pada uji pemompaan jenis menerus dan
metode Theis pada uji kambuh.
Kelulusan air adalah tingkat kemampuan batuan seluas 1m2 dalam
melalukan air, pada gradien hidrolika = 1 dalam rentang waktu satu
satuan waktu hari. Besar nilai kelulusan amat tergantung oleh ketebalan
akuifer. Besar nilai kelulusan tersebut dinyatakan sebagai keterusan.
Debit pemompaan yang dihasilkan dari suatu pemompaan sangat
dipengaruhi oleh besarnya nilai kelulusan yang dimiliki oleh akuifer.
Semakin besar nilai kelulusan dan ketebalan akuifer, maka debit yang
dihasilkan akan semakin besar, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini
dapat dijelaskan dari persamaan di bawah ini (metoda Jacob
berdasarkan persamaan Theis):
SKD
Q 30.2
2atau
S
QKD
.2
.3.2
T=KD
Dimana :
Q : debit
K : kelulusan
D : ketebalan akuifer
S : perbedaan penurunan
T : keterusan
Hampir sama dengan uji pemompaan menerus, pada uji kambuh harga
Q dapat ditentukan dengan rumus (Theis):
)/(.4
30.2
QSKD
Dimana :
ΔS : perbedaan kenaikan muka airtanah.
Aktivitas pemompaan sumur akan selalu diikuti oleh penurunan muka
airtanah. Debit air yang dapat diperoleh pada setiap penurunan muka
airtanah, sepanjang satu satuan panjang pada akhir periode
pemompaan disebut sebagai debit jenis atau kapasitas jenis (spesific
capasity, Sc). Hubungan antara kapasitas jenis, debit pemompaan dan
besarnya penurunan muka airtanah dapat dinyatakan sebagai berikut :
S
QSc
Dimana:
Sc : kapasitas jenis
Q : debit
S : penurunan muka airtanah
Untuk mendapatkan debit optimum atau debit aman (save yield) akuifer
pada suatu sumur, maka penghitungan debit dapat ditempuh dengan
memperhatikan faktor koreksi sebesar 60%.
Contoh sederhana hasil pumping test terlihat seperti pada Gambar
berikut ini.
DRAWDOWN TEST
Average Pump Rate (lt/dt)7,35
Duration (min)420
Transmisivity (m2/day)264.34
Uji Pemompaan Sumur 1 KLI
16
17
18
19
20
1 10 100 1000
Time (min)
Dra
wd
ow
n(m
)
Uji Kambuh Sumur 1 PT KLI
12
13
14
15
16
1 10 100 1000
t/t'
Re
sid
ua
lD
raw
do
wn
RECOVERY TEST
Average Pump Rate (lt/dt)7,35
Duration (min)140
Transmisivity (m2/day)214.77
Disamping itu uji kualitas air di laboratorium juga harus dilakukan untuk
memastikan bahwa air tanah yang ada memenuhi syarat sebagai air
minum sebagaimana disyaratkan oleh Departemen Kesehatan RI sesuai
SK MENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002.
6. Penutup
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disarikan beberapa hal antara
lain :
Keberadaan air tanah pada suatu lokai sangat ditentukan oleh kondisi
geologi dan geohidrologi setempat. Tidak semua daerah sekaligus
mempunyai akuifer dangkal dan dalam yang secara kuantitas dan
kualitas menguntungkan untuk dieksploitasi.
Keberadaan lapisan akuifer pada suatu daerah harus diketahui untuk
dijadikan dasar dalam pelaksanaan konstruksi sumur. Konstruksi
sumur yang benar akan menghasilkan kapasitas sumur dan umur
pemanfaatan sumur yang optimal
Kualitas air tanah sangat ditentukan oleh jenis batuan yang dilalui air
mulai dari peresapan hingga sampai ke sistem akuifer. Untuk dapat
dijadikan sebagai air minum, kualitas air tanah harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sesuai
SK MENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002.
Referensi :
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Cipta Karya,1990. Pedoman Teknis
Pengawasan Pelaksanaan Pemboran Airtanah Untuk Sistem Air
Bersih. Jakarta.
Chow, V.T. 1964. Hand Book of Applied Hydrology. Mc Graw-Hill Book Co.Inc. New York.
Fetter C.W. 1996. Applied Hydrogeology. Prentice Hall Inc. Englewood Cliff,New Jersey.
Fletcher G. Driscoll. 1986. Groundwater and Wells.Johnson Filtration Systems
Inc. St. Paul, Minnesota.
Freeze R.A. and Cherry J.A. 1990. Groundwater. Prentice Hall Inc.Englewood Cliff. New Jersey.
Hendri Setiadi, 2009. Pengelolaan Daerah Imbuhan Airtanah. Makalah
disampaikan dalam sosialisasi Pengelolaan Airtanag bagi Pengguna
tanggal 29 Juni 2009 di Ungaran Jawa Tengah.
Todd, D.K. 1980. Grounwater Hydrology, 2nd Ed. John Wiley & Sons, New
York.