teknik penyusunan peraturan daerah

40
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH SEMILOKA PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 21-22 MARET 2017 GEDE MARHAENDRA WIJA ATMAJA

Upload: others

Post on 13-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

TEKNIK PENYUSUNAN

PERATURAN DAERAH

SEMILOKA

PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 21-22 MARET 2017

GEDE MARHAENDRA WIJA ATMAJA

Page 2: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademis

i

KATA PENGANTAR

Risalah ini disusun sebagai bahan diskusi dalam Semiloka Penyusunan

Peoduk Hukum Daerah yang diselenggarakan oleh Unit Perancangan

Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana pada tanggal 21-22 Maret

2017.

Risalah bertajuk Teknik Penyusunan Peraturan Daerah ini menguraikan

penggunaan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dalam

Pembentukan Peraturan Daerah. Pembentukan Peraturan Daerah, salah satu

tahapannya adalah penyusunan Rancangan Perda, yang dilakukan ber-

dasarkan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang tercan-

tum dalam Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Semoga risalah ini membuka diskusi lebih luas dan kritikal bagi peserta

Semiloka Penyusunan Produk Hukum Daerah.

Denpasar, 20 Maret 2017

Gede Marhaendra Wija Atmaja

Page 3: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademis

ii

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ___ []

2. Merumuskan Judul ___ []

3. Merumuskan Pembukaan___ []

4. Merumuskan Batang Tubuh ____ []

5. Merumuskan Penutup _______ []

6. Merumuskan Penjelasan _______ []

7. Merumuskan Lampiran _______ []

8. Catatan Akhir ___ []

Daftar Pustaka

Page 4: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

1

Pembentukan Peraturan Daerah (Perda) melalui tahapan

perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan,

dan pengundangan (Pasal 1 anglka 1 UU 12/2011). Penyusunan Pera-

turan Daerah Provinsi menyangkut Rancangan Perda Provinsi, baik be-

rasal dari DPRD Provinsi maupun Gubernur (Pasal 56 ayat (1) UU

12/2011), terlingkup di dalamnya mengenai tata cara penyusunan

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Pasal 59 dan Pasal 60 ayat (2)

UU 12/2011).

Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi terse-

but berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota (Pasal 63 UU 12/2011).

Tahapan penyusunan Rancangan Perda tersebut dilakukan sesuai

dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimna

tercantum dalam Lampiran II UU 12/2011.

Kotak: Ketentuan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

BAB VI

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 64 (1) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dilakukan

sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan. (2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Perundang-

Pendahuluan 1

Page 5: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

2

undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3) ... .

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, dalam

kepustakaan disebut pula Teknik Perundang-undangan. Bagir Manan

(1997) mengartikan Teknik Perundang-undangan adalah rangkaian penge-

tahuan dan kemampuan yang mencakup segala unsur yang diperlukan

untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang baik. Peraturan

perundang-undangan yang baik dapat terwujud apabila memenuhi unsur-

unsur antara lain:

a. perumusannya tersusun secara sistematis, bahasa sederhana

dan baku;

b. sebagai kaidah, mampu mencapai daya guna dan hasil guna

baik dalam wujud ketertiban maupun keadilan;

c. sebagai gejala sosial, merupakan perwujudan pandangan hidup,

kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat, termasuk ke-

mampuannya sebagai faktor pendorong kemajuan dan peru-

bahan masyarakat; dan

d. sebagai sub-sistem hukum, harus mencerminkan satu rangkaian

sistem yang teratur dari keseluruhan sistem hukum yang ada

(Bagir Manan 1997).

Page 6: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

3

Untuk mendapat peraturan perundang-undangan yang baik tersebut

diperlukan sejumlah kemampuan yang seharusnya dimiliki perancang,

yakni:

a. kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau

pemikiran ilmiah yang berkenaan atau berkaitan dengan materi

muatan rancangan peraturan perundang-undangan yang akan

dibentuk, yang mengarah kepada penyusunan argumentasi

filosofis, sosiologis, dan yuridis guna mendukung perlu atau tidak

perlunya penyusunan rancangan peraturan perundang-

undangan;

b. asas, baik asas yang bersifat umum maupun asas pembentukan

peraturan perundang-undangan yang baik, yang diperlukan da-

lam penyusunan norma hukum dalam peraturan perundang-

undangan yang hendak dibentuk;

c. kaidah, yakni kaidah hukum yang berkenaan atau berkaitan

dengan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan,

sehingga peraturan perundang-undangan yang hendak dibentuk

memiliki dasar hukum, baik dasar hukum formal maupun dasar

hukum materiil; dan

d. praktik-pengalaman, belajar dari praktik-pengalaman

perancangan maupun pelaksanaan peraturan perundang-

undangan ataupun pelaksanaan suatu urusan tertentu untuk

Page 7: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

4

direpleksikan dalam penyusunan rancangan peraturan perun-

dang-undangan yang kini dikerjakan, termasuk untuk mendapat-

kan pengetahuan mengenai kebutuhan hukum masyarakat dan

pemerintahan (Atmaja dkk 2017).

Risalah ini membatasi uraian Teknik Penyusunan Perda pada cara

perumusan bagian-bagian anatomi Perda. Ini merupakan teknik penyu-

sunan perda pada umumnya. Pendekatan yang dilakukan dalam uraian ini

adalah secara asas dan kaidah, serta teoritik dan praktik pembentukan

perda.

Pemahaman awal terhadap Rancangan Peraturan Perundang-

undangan dapat dilakukan dengan menyimak sistematika atau kerangka

atau anatomi Peratuan Perundang-undangan dan bentuk luarnya. Sesua-

tu yang sistematis atau terorganisasi dengan baik akan selalu memu-

dahkan ketika hendak digunakan kembali. Prinsip ini juga berlalu dengan

sebuah peraturan. Peraturan yang disajikan dengan struktur yang

sistematis akan membantu pemakai untuk membaca dan memahaminya

(Ahmad dkk 2007 dan Seidman 2002).

Mengenai kerangka Peraturan Perundang-undangan dapat disimak

dalam tabel berikut.

ANATOMI PERDA DAN NORMA HUKUMNYA 2

Page 8: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

5

Tabel. Kerangka Peraturan Perundang-undangan

KERANGKA RINCIAN

A. JUDUL

Judul Peraturan Perundang-undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Pera-turan Perundang-undangan.

Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya telah dan mencerminkan isi Peraturan Perundang-undangan.

(TP3 Nomor 2 dan 3)

B. PEMBUKAAN

1. Frasa Dengan Rah-mat Tuhan Yang Ma-ha Esa

Pada pembukaan tiap jenis Peraturan Perundang-undangan sebelum nama jabatan pembentuk Pera-turan Perundang-undangan dicantumkan Frasa Dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin. (TP3 Nomor 15)

2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perun-dang-undangan

Jabatan pembentuk Peraturan Perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletak-kan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma. Contoh jabatan pembentuk Undang-Undang:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, (TP3 Nomor 163)

3. Konsiderans Konsiderans diawali dengan kata Menimbang.

Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

(TP3 Nomor 17 dan 18)

4. Dasar Hukum Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat. Dasar hukum memuat: a. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan b. Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pemben-tukan Peraturan Perundang-undangan. (TP3 Nomor 28)

5. Diktum Diktum terdiri atas: a. kata Memutuskan; b. kata Menetapkan; dan c. jenis dan nama Peraturan Perundang-undangan.

Pada Undang-Undang, sebelum kata Memutus-kan dicantumkan Frasa Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RE-PUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA yang diletakkan di tengah marjin.

Page 9: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

6

Pada Peraturan Daerah, sebelum kata Memutus-kan dicantumkan Frasa Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH … (nama daerah) dan GU-BERNUR/BUPATI/WALIKOTA … (nama daerah), yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diletakkan di tengah marjin.

(TP3 Nomor 53, 55 dan 56)

C. BATANG TUBUH

Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua materi muatan Peraturan Perun-dang-undangan yang dirumuskan dalam pasal atau beberapa pasal. (TP3 Nomor 61)

1. Ketentuan Umum Ketentuan umum berisi: a. batasan pengertian atau definisi; b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi; dan/atau c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab. (TP3 Nomor 98)

2. Materi Pokok yang Diatur

Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian. Contoh: a. pembagian berdasarkan hak atau kepentingan

yang dilindungi. b. pembagian berdasarkan urutan/kronologis. c. pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan. (TP3 Nomor 111)

3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)

Ketentuan pidana hanya dimuat dalam Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Pera-turan Daerah Kabupaten/Kota.

Rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma terse-but.

(TP3 Nomor 117 dan 118)

4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)

Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perun-dang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk: a. menghindari terjadinya kekosongan hukum; b. men-jamin kepastian hukum; c. memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan d.

Page 10: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

7

mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau ber-sifat sementara. (TP3 Nomor 127)

5. Ketentuan Penutup Pada umumnya Ketentuan Penutup memuat ke-tentuan mengenai: a. penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan Peraturan Perun-dang-undangan; b. nama singkat Peraturan Perun-dang-undangan; c. status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada; dan d. saat mulai berla-ku Peraturan Perundang-undangan. (TP3 Nomor 137)

D. PENUTUP

Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perun-dang-undangan yang memuat: a. rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Re-publik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran Daerah Ka-bupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi atau Berita Daerah Kabupaten/Kota; b. penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Perundang-undangan; c. pengundangan atau Penetapan Pera-turan Perundang-undangan; dan d. akhir bagian pe-nutup. (TP3 Nomor 160)

E. PENJELASAN (jika diperlukan)

Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketid-akjelasan dari norma yang dimaksud. (TP3 Nomor 176)

F. LAMPIRAN (jika di-perlukan)

Dalam hal Peraturan Perundang-undangan me-merlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan da-lam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Perundang-undangan.

Lampiran dapat memuat antara lain uraian, daftar, tabel, gambar, peta, dan sketsa.

(TP3 Nomor 192 dan 193)

Sumber: berdasarkan Lampiran I UU 12/2011

Mengenai bentuk Rancangan Perda dapat disimak dalam Kotak

berikut.

Page 11: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

8

Kotak. Bentuk Rancangan Perda

BENTUK KETERANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI

NOMOR … TAHUN … TENTANG

… (Nama Perda)

JUDUL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBUKAAN

(Frasa Dengan Rahmat)

GUBERNU BALI,

PEMBUKAAN (jabatan Pem-bentuk)

Menimbang: a. bahwa …; b. bahwa …; c. dan seterusnya …;

PEMBUKAAN (Konsiderans)

Mengingat: 1. …; 2. …; 3. dan seterusnya …;

PEBUKAAN (Dasar Hukum)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BA-LI

dan GUBERNUR BALI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG … (nama

Perda).

PEBUKAAN (Diktum)

BAB I …

Pasal 1

BAB II …

Pasal …

BAB … (dan seterusnya)

BATANG TUBUH

Page 12: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

9

Pasal … Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diun-dangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penem-patannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali.

Disahkan di Denpasar pada tanggal …

GUBERNUR BALI,

tanda tangan

NAMA

Diundangkan di Denpasar pada tanggal …

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI, ,

tanda tangan

NAMA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN …

NOMOR …

PENUTUP

Sumber: Lampiran II UU 12/2011

Penanda sebagai rancangan Perda adalah pada kolom Nomor masih

kosong, dalam artian tidak dibubuhi angka. Oleh karena itu, tidak perlu

dibubuhi kata Rancangan di depan jenis Perda yang hendak dibentuk.

Penting ditegaskan bahwa Perda adalah Peraturan Perundang-

undangan (Pasal 1 angka 7 dan 8 UU 12/2011). Peraturan Perundang-

undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang

mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga nega-

Page 13: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

10

ra atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam

Peraturan Perundang-undangan.

Norma hukum yang mengikat secara umum, lazim juga disebut nor-

ma hukum bersifat umum. Norma hukum yang bersifat umum, dari segi

subyeknya adalah norma hukum yang dialamatkan (ditujukan) kepada

setiap orang atau orang-orang bukan tertentu, dan dari segi obyeknya

adalah norma hukum mengenai peristiwa yang terjadi berulang atau

peristiwa yang bukan tertentu.

Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembentukan

norma-norma hukum yang berlaku ke luar dan yang bersifat umum dalam

arti yang luas (D.W.P. Ruiter dalam A. Hamid S. Attamimi 1990), meliputi

dua hal pokok, yaitu:

a. kegiatan pembentukan isi peraturan di satu pihak; dan

b. kegiatan yang menyangkut pemenuhan bentuk peraturan,

metoda pembentukan peraturan, dan proses serta prosedur

pembentukan peraturan di lain pihak (Burkhardt Krems dalam A.

Hamid S. Attamimi 1990).

Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami, teknik penyusunan

Perda adalah teknik perumusan materi muatan sebagai norma hukum

yang bersifat umum ke dalam bentuk Rancangan Perda. Sebagaimana

telah diungkapkan sebelumnya, risalah ini dibatasi pada cara perumusan

bagian-bagian dari anatomi Perda, sedangkan soal perumusan materi

Page 14: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

11

muatan sebagai norma hukum memerlukan uraian tersendiri, mengingat

keterbatasan waktu dan halaman dalam penyusunan risalah ini.

Judul Peraturan Perundang-undangan memuat keterangan

mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama

Peraturan Perundang-undangan. Nama Peraturan Perundang-

undangan dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu)

kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya telah dan mencerminkan

isi Peraturan Perundang-undangan. Judul Peraturan Perundang-

undangan tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim (TPPu 2,

3, 5).

Kotak: contoh judul Rancangan Perda

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR ... TAHUN 2017

TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Apakah nama Rancangan Perda telah mencerminkan isi? Perlu

telaah isi Rancangan Perda, ternyata memuat ketentuan tentang rehabili-

tasi dan memuat pula ketentuan tentang psikotropika dan zat adiktif

lainnya serta precursor narkotika. Jadi, tidak mencerminkan isi. Ada dua

cara penyelesaian, pertama, mengganti nama Rancangan Perda, atau

MERUMUSKAN JUDUL 3

Page 15: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

12

yang kedua, isi Rancangan Perda menyesuaikan dengan nama

Rancangan Perda.

Pembukaan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Frasa

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa; b. Jabatan pembentuk Peraturan

Perundang-undangan; c. Konsiderans; d. Dasar Hukum; dan e. Diktum

(TPPu 14).

Dua unsur penting dijelaskan, yakni konsiderans dan dasar hukum.

Konsiderans diawali dengan kata Menimbang. Konsiderans memuat ura-

ian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan

alasan pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pokok pikiran pada

konsiderans Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis

yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penu-

lisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan

yuridis.

- Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

- Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

3 MERUMUSKAN PEMBUKAAN

Page 16: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

13

- Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat (TPPu 17, 18, 19).

Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan

butir pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut (TPPu 23:

Kotak: Contoh Konsiderans Peraturan Daerah Provinsi)

Menimbang: a. bahwa …;

b. bahwa …;

c. bahwa ...;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan

Peraturan Daerah tentang ...;

Sebelumnya telah dikemukakan TPPu 19, pokok pikiran pada kon-

siderans Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupa-

ten/Kota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi per-

timbangan dan alasan pembentukannya. Namun dalam TPPu 27 diten-

tukan, Konsiderans Peraturan Daerah cukup memuat satu pertimbangan.

Untuk jelasnya dikemukakan kedua ketentuan tersebut dalam tabel di

bawah ini.

Tabel : Konsiderans Perda menurut TPPu 19 dan TPPu 27.

Konsiderans menurut TPPu 19 Konsiderans menurut TPPu 27.

Page 17: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

14

Pokok pikiran pada konsiderans Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupa-ten/Kota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertim-bangan dan alasan pembentukann-ya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, so-siologis, dan yuridis.

Konsiderans Peratuan Daerah cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari UU atau PP yang me-merintahkan pembentukan Pera-turan Daerah tersebut dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari UU atau PP yang me-merintahkan pembentukannya.

Apakah kedua ketentuan tersebut berada pada posisi konflik norma?

Memperhatikan pembagian-dua karakter Perda yakni Perda berkarakter

atribusi dan Perda berkarakter delegasi, maka kedua ketentuan tersebut

tidaklah konflik norma, melainkan peruntukannya yang berbeda. TPPu 19

untuk Perda berkarakter atribusi dan TPPu 27 untuk Perda berkarakter

delegasi.

Untuk menentukan sumber kewenangannya dapat diamati dari

kemungkinan Peraturan Daerah bersangkutan dapat memuat inisiatif

mengenai pokok-pokok yang baru atau tidak. Apabila Peraturan Daerah

bersangkutan dapat memuat inisiatif mengenai pokok-pokok yang baru,

maka sumber kewenangan pembentukan Peraturan Daerah tersebut ada-

lah atribusi perundang-undangan. Peraturan Daerah semacam ini dapat

disebut Peraturan Daerah atribusian atau Peraturan Daerah berkarakter

atribusi. Apabila Peraturan Daerah bersangkutan tidak dapat memuat ini-

siatif mengenai pokok-pokok yang baru, maka sumber kewenangan pem-

bentukan Peraturan Daerah tersebut adalah delegasi perundang-

Page 18: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

15

undangan. Peraturan Daerah semacam ini dapat disebut Peraturan Dae-

rah delegasian atau Peraturan Daerah berkarakter delegasi (Atmaja

2016).

Peraturan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (otono-

mi dan tugas pembantuan), sumber kewenangan pembentukannya adalah

atribusi perundang-undangan, karena terdapat keleluasaan mengatur

pokok-pokok yang baru. Peraturan Daerah untuk menjabarkan lebih lanjut

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sumber kewenangan

pembentukannya dapat dibedakan atas (1) atribusi perundang-undangan,

apabila dimungkinkan memuat inisiatif mengenai pokok-pokok yang baru;

dan (2) delegasi perundang-undangan, apabila tidak dimungkinkan

memuat inisiatif mengenai pokok-pokok yang baru. Lebih jelasnya dapat

digambarkan sebagai berikut (Atmaja 2016):

Bagan: Sumber Kewenangan Pembentukan Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah untuk menjabar lebih

lanjut peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi

PERATURAN DAERAH

Peraturan Daerah untuk

melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan

tidak dapat memuat inisiatif

mengenai pokok-pokok

yang baru

ATRIBUSI DELEGASI

dapat memuat inisiatif mengenai

pokok-pokok yang baru

Page 19: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

16

Praktik pembentukan Perda menunjukkan adanya konsiderans untuk

melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dikemukakan

dalam kotak berikut:

................................................. b. bahwa untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi No-

mor 128/PUU-XIII/2015 dan ketentuan Pasal 2 ayat (4), dan Pasal 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa maka Peraturan Daerah ......... perlu ditinjau kembali;

Sumber: Perda Kabupaten Jembrana Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa

Beranjak dari kaidah hukum, materi muatan Perda untuk

melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan serta penjabaran lebih

lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, tidaklah tepat

merumuskan konsiderans demikian, terlebih hal itu tidak sesuai dengan

TPPu 19 maupun TPPu 27. Demikian juga dengan Peraturan Menteri Da-

lam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tidak tepat dicantumkan dalam kon-

siderans, karena tidak sesuai dengan TPPu 19 maupun TPPu 27, dan

lebih tepat dicantumkan dalam dasar hukum mengingat.

Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat. Dasar hukum

memuat: a. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundang-

Page 20: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

17

undangan; dan b. Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan

pembentukan Peraturan Perundang-undangan (TPPu 28).

Dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah Pasal 18 ayat

(6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Un-

dang-Undang tentang Pembentukan Daerah dan Undang-Undang tentang

Pemerintahan Daerah (TPPu 39).

Mengingat 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Re-

publik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pem-

bentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam wilayah Dae-

rah-Daerah Tingkat I Bali;

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pem-

bentukan ......................;

4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Desa

........;

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

.................;

... ....................................................................;

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015

....;

... ..............................................................................;

11. Keputusan Gubernur Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2004

tentang Pengembalian Peristilahan Sebutan Perbekel,

...............;

Sumber

:

Perda Kabupaten Buleleng Nomor 10 Tahun 2016 ten-

tang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat De-

sa.

Dasar hukum nomor 3 tidak termasuk dasar hukum formal se-

bagaimana dimaksud dalam TPPu 27, namun dalam praktik hal ini men-

jadi kebiasaan dalam pembentukan Perda. Demikian juga dengan Kepu-

Page 21: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

18

tusan Gubernur tidak tepat dijadikan dasar hukum pembentukan Perda,

karena bukan peraturan perundang-undangan.

Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua mate-

ri muatan Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan dalam pasal

atau beberapa pasal. Pada umumnya materi muatan dalam batang tubuh

dikelompokkan ke dalam: a. ketentuan umum; b. materi pokok yang diatur;

c. ketentuan pidana (jika diperlukan); d. ketentuan peralihan (jika diper-

lukan); dan e. ketentuan penutup (TPPu 61, 62).

Pengelompokan materi muatan dirumuskan secara lengkap sesuai

dengan kesamaan materi yang bersangkutan dan jika terdapat materi

muatan yang diperlukan tetapi tidak dapat dikelompokkan dalam ruang

lingkup pengaturan yang sudah ada, materi tersebut dimuat dalam bab

ketentuan lain-lain (TPPu 63).

Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal (TPPu 97).

Ketentuan umum berisi:

a. batasan pengertian atau definisi;

b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan

pengertian atau definisi; dan/atau

MERUMUSKAN BATANG TUBUH

4

Page 22: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

19

c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau be-

berapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang menc-

erminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri

dalam pasal atau bab (TPPu 98).

Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata

atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau beberapa

pasal selanjutnya. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali,

namun kata atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, ba-

gian atau paragraf tertentu, kata atau istilah itu diberi definisi.(TPPu 102,

105). Ketentuan lainnya menyangkut Ketentuan Umum adalah:

1. Apabila rumusan definisi dari suatu Peraturan Perundang-

undangan dirumuskan kembali dalam Peraturan Perundang-

undangan yang akan dibentuk, rumusan definisi tersebut harus

sama dengan rumusan definisi dalam Peraturan Perundang-

undangan yang telah berlaku tersebut (TPPu 103).

2. Rumusan batasan pengertian dari suatu Peraturan Perundang-

undangan dapat berbeda dengan rumusan Peraturan Perundang-

undangan yang lain karena disesuaikan dengan kebutuhan terkait

dengan materi muatan yang akan diatur (TPPu 104).

3. Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim

berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka

batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak

Page 23: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

20

perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan dengan

lengkap dan jelas sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda

(TPPu 107).

4. Penulisan huruf awal tiap kata atau istilah yang sudah didefinisi-

kan atau diberi batasan pengertian dalam ketentuan umum ditulis

dengan huruf kapital baik digunakan dalam norma yang diatur,

penjelasan maupun dalam lampiran (TPPu 108).

5. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum

mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan

lebih dahulu dari yang berlingkup khusus;

b. pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok

yang diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan

c. pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di

atasnya diletakkan berdekatan secara berurutan (TPPu 109).

Berikut dikemukakan contoh rumusan definisi dalam Rancangan

Perda yang tidak sesuai Permendagri dengan UU, dalam tabel berikut:

Raperda tentang Fasili-tasi Pencegahan Pen-yalahgunaan Narkotika

PMDN Nomo 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penya-lahgunaan Narkotika

UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Pasal 1 angka 1

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik

Pasal 1 angka 1

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik

Pasal 1 angka 1

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis

Page 24: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

21

sintetis maupun semi-sintetis, termasuk psikotropika dan zat adiktif lainnya, yang dapat menyebabkan penurunan atau peru-bahan kesadaran, hilangnya rasa, me-ngurangi sampai menghilangkan nyeri, dan dapat menim-bulkan ketergan-tungan.

sintetis maupun semi-sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau peru-bahan kesadaran, hilangnya rasa, me-ngurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, da dapat menim-bulkan ketergan-tungan.

maupun semisintetis , yang dapat menyebab-kan penurunan peru-bahan kesadaran, hilangnya rasa, me-ngurangi dampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat me-nimbulkan ketergan-tungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

Ketidaksesuaiannya adalah dalam Raperda tersebut ditambahkan

“termasuk psikotropika dan zat adiktif lainnya”, yang tidak ada dalam ke-

tentuan umum PMDN maupun UU. Hal ini tidak sesuai dengan TPPu 103:

Apabila rumusan definisi dari suatu Peraturan Perundang-undangan diru-

muskan kembali dalam Peraturan Perundang-undangan yang akan diben-

tuk, rumusan definisi tersebut harus sama dengan rumusan definisi dalam

Peraturan Perundang-undangan yang telah berlaku tersebut.

Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ke-

tentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokkan bab, materi pokok

yang diatur diletakkan setelah pasal atau beberapa pasal ketentuan umum

(TPPu 110). Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil

dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian. Contoh:

a. pembagian berdasarkan hak atau kepentingan yang dilindungi,

seperti pembagian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:

Page 25: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

22

1. kejahatan terhadap keamanan negara; 2. kejahatan terhadap martabat Presiden; 3. kejahatan terhadap negara sahabat dan wakilnya; 4. kejahatan terhadap kewajiban dan hak kenegaraan; 5. kejahatan terhadap ketertiban umum dan seterusnya.

b. pembagian berdasarkan urutan/kronologis, seperti pembagian

dalam hukum acara pidana, dimulai dari penyelidikan, penyidi-

kan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tingkat

pertama, tingkat banding, tingkat kasasi, dan peninjauan kem-

bali.

c. pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan, seperti Jaksa

Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda (TPPu 111).

Praktik pembentukan Perda pengelompokan materi pokok yang dia-

tur sebagaimana dikemukakan dalam kotak berikut, yang berbeda dengan

Permendagri yang menjadi dasar hukum pembentukannya.

Perda Kabupaten Buleleng No. 10 Tahun 2016

Permendagri 83/2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian

Perangkat Desa

BAB II PENGANGKATAN PERANGKAT DESA

Bagian Kesatu Persyara-tan Pengangkatan.

Bagian Kedua Mekanisme Pengangkatan.

BAB III MUTASI PERANGKAT DESA

BAB IV LARANGAN PERANGKAT DESA

BAB V PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA Bagian Kesatu Pember-

BAB II PENGANGKATAN PERANGKAT DESA Bagian Kesatu Persyaratan Pengangkatan. Bagian Kedua Mekanisme Pengangkatan.

BAB III PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

Bagian Kesatu Pemberhentian Bagian Kedua Pemberhentian Sementara

BAB IV KEKOSONGAN JABATAN PERANGKAT DESA

BAB V UNSUR STAF PERANGKAT

Page 26: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

23

hentian Bagian Kedua Pemberhen-tian Sementara

BAB VI KEKOSONGAN JAB-ATAN PERANGKAT DESA

BAB VII SANKSI PERANGKAT DESA

BAB VIII UNSUR STAF PERANGKAT DESA

BAB IX PAKAIAN DINAS DAN ATRIBUT PERANGKAT DESA

BAB X PENINGKATAN KAPA-SITAS PERANGKAT DE-SA

DESA BAB VI PAKAIAN DINAS DAN

ATRIBUT PERANGKAT DESA BAB VII KESEJAHTERAAN

PERANGKAT DESA BAB VII PENINGKATAN KA-PASITAS PERANGKAT DESA

Ketentuan pidana hanya dimuat dalam UU, Perda Provinsi, dan

Perda Kabupaten/Kota (TPPu 117). Dalam menentukan lamanya pidana

atau banyaknya denda perlu diper-timbangkan mengenai dampak yang

ditimbulkan oleh tindak pidana dalam masyarakat serta unsur kesalahan

pelaku (TPPu 114).

Rumusan ketentuan pidana harus menyatakan secara tegas kualifi-

kasi pidana yang dijatuhkan bersifat kumulatif, alternatif, atau kumulatif

alternatif (TPPu 122). Dalam Perda, kualifikasi pidana bersifat alternatif.

Pasal 15 UU 12/2011:

(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat

dalam:

a. Undang-Undang;

b. Peraturan Daerah Provinsi; atau

c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Page 27: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

24

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6

(enam) bulan atau pidana denda paling banyak

Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupa-

ten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana

denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai

dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan

lainnya.

Menyangkut ketentuan Pidana, hal tersebut juga diatur dalam Un-

dang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pasal 238 ayat (2) dan ayat (3).

Ketentuan pidana memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan

pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan

atau norma perintah (TPPu 112). Rumusan ketentuan pidana harus me-

nyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah yang

dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat

norma tersebut. Dengan demikian, perlu dihindari:

1. pengacuan kepada ketentuan pidana Peraturan Perundang-

undangan lain.

2. pengacuan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jika ele-

men atau unsur-unsur dari norma yang diacu tidak sama; atau

Page 28: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

25

3. penyusunan rumusan sendiri yang berbeda atau tidak terdapat di

dalam norma-norma yang diatur dalam pasal atau beberapa pasal

sebelumnya, kecuali untuk undang-undang mengenai tindak pidana

khusus (TPPu 118).

Contoh perumusan ketentuan pidana Perda:

KETENTUAN PIDANA

Pasal 147

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pelanggaran.

(3) Selain ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat juga dipidana dengan pidana sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 148

(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin tidak

sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (9), dipidana dengan pidana penjara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

Kaidah hukum dalam Pasal 15 ayat (3) UU 12/2011 dimaknai secara

harfiah. Hal ini menjadi bertentangan dengan kaidah Teknik Penyusunan

Peraturan Perundang-undangan (TPPu) 118, yakni rumusan ketentuan

pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma

perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal

Page 29: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

26

yang memuat norma tersebut dan perlu dihindari pengacuan kepada ke-

tentuan pidana Peraturan Perundang-undangan lain. Suhariyono AR

(2016) juga mempersoalkan hal tersebut, jika pembentuk Perda bisa

menafsirkan ketentuan pidana dengan mengacu ke undang-undang maka

pertanyaannya adalah apakah materi muatan undang-undang dapat di-

masukkan dalam materi muatan Perda?

Pemaknaan yang dapat dilakukan dengan tanpa melanggar TPPu

adalah sepanjang peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi telah

menentukan suatu materi muatan diatur dengan Perda dan ditentukan pu-

la ketentuan pidana yang dapat dimuat dalam Perda bersangkutan, maka

ketentuan pidana itulah yang dirujuk.

Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan

hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Pe-

rundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan

yang baru, yang bertujuan untuk: a. menghindari terjadinya

kekosongan hukum; b. menjamin kepastian hukum; c. memberikan

perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentu-

an Peraturan Perundang-undangan; dan d. mengatur hal-hal yang bersifat

transisional atau bersifat sementara (TPPu 127). Di dalam Peraturan Pe-

rundang-undangan yang baru, dapat dimuat ketentuan mengenai penyim-

pangan sementara atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau

Page 30: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

27

hubungan hukum tertentu (TPPu 129). Contoh Ketentuan Peralihan dalam

praktiknya:

Perda Kabupaten Buleleng No-mor 10 Tahun 2016 tentang

Pengangkatan dan Pemberhen-tian Perangkat Desa.

Perda Kabupaten Jembrana Nomor 3 Tahun 2016 tentang

Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, sebagaimana diu-bah dengan Perda Kabupaten Jem-

brana Nomor 13 Tahun 2016.

1 2

Pasal 22 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku: a. Perangkat Desa yang masih

melaksanakan tugas ber-dasarkan surat keputusan pengangkatannya dan belum berumur 60 (enam puluh) ta-hun dapat ditetapkan kembali sampai umur 60 tahun;

b. Perangkat Desa yang telah melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya ber-dasarkan keputusan pengangkatannya dan belum diganti, serta belum berumur 60 (enam puluh) tahun dapat ditetapkan kembali sampai umur 60 (enam puluh) tahun.

Pasal 14 (1) Perangkat Desa yang diangkat

sebelum ditetapkan Peraturan Daerah ini tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugas berdasarkan Surat Keputusan pengangkatannya.

(2) Perangkat Desa yang sedang melaksanakan tugas berdasar-kan surat keputusan pengangkatannya dapat di-angkat kembali untuk melaksanakan tugasnya sam-pai dengan usia 60 (enam puluh) tahun.

(3) Perangkat Desa yang diangkat kembali sebagaimana dimak-sud pada ayat (1) diterbitkan surat keputusan baru.

Pasal 14 ayat (1) pada kolom 2 bermaksud memberikan perlin-

dungan hukum bagi Perangkat Desa yang terkena dampak perubahan ke-

tentuan Peraturan Perundang-undangan berupa kemungkinan tidak me-

menuhi syarat sebagai perangkat desa berdasarkan Perda yang baru,

maka diberi jaminan kepastian hukum masih memegang jabatan sampai

habis masa tugas berdasarkan Surat Keputusan pengangkatannya. Ru-

musan lainnya tidak mencerminkan urgensi ketentuan peralihan.

Page 31: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

28

Ketentuan Penutup pada umumnya memuat ketentuan mengenai:

a. penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan Peraturan

Perundang-undangan; b. nama singkat Peraturan Perundang-undangan;

c. status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada; dan d. saat

mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan (TPPu 137).

Jika materi muatan dalam Peraturan Perundang-undangan yang ba-

ru menyebabkan perubahan atau penggantian seluruh atau sebagian ma-

teri muatan dalam Peraturan Perundang-undangan yang lama, dalam

Peraturan Perundang-undangan yang baru harus secara tegas diatur

mengenai pencabutan seluruh atau sebagian materi muatan Peraturan

Perundang-undangan yang lama (TPPu143).

Pencabutan Peraturan Perundang-undangan disertai dengan ket-

erangan mengenai status hukum dari peraturan pelaksanaan atau kepu-

tusan yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Perundang-

undangan yang dicabut (TPPu 148). Peraturan Perundang-undangan

hanya dapat dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang ting-

katannya sama atau lebih tinggi (TPPu 158). Pencabutan Peraturan Pe-

rundang-undangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang ting-

katannya lebih tinggi itu dilakukan, jika Peraturan Perundang-undangan

yang lebih tinggi itu dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau

sebagian materi muatan Peraturan Perundang-undangan lebih rendah

yang dicabut itu (TPPu 159).

Page 32: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

29

Rumusan Ketentuan Penutup berbeda dengan rumusan Penutup,

oleh karena itu, rumusan Penutup tidak digabung ke dalam pasal tentang

saat mulai berlaku Perda.

Tercantum Seharusnya

Pasal 41

Peraturan Daerah ini mulai berlaku

pada tanggal diundangkan. Agar se-

tiap orang mengetahuinya, me-

merintahkan pengundangan Pera-

turan Daerah ini dengan penem-

patannya dalam Lembaran Daerah

Provindi Bali.

Pasal 41

Peraturan Daerah ini mulai berlaku

pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya,

memerintahkan pengundangan

Peraturan Daerah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran

Daerah Provindi Bali.

Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan

yang memuat: a. rumusan perintah pengundangan dan penempatan Pera-

turan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia,

Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran

Daerah Kabupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi atau Berita Daerah Ka-

bupaten/Kota; b. penandatanganan pengesahan atau penetapan Pera-

turan Perundang-undangan; c. pengundangan atau Penetapan Peraturan

Perundang-undangan; dan d. akhir bagian penutup (TPPu 160).

Merumuskan Penutup 5

Page 33: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

30

Jika dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari Gubernur atau Bu-

pati/Walikota tidak menandatangani Rancangan Peraturan Daerah yang

telah disetujui bersama antara DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota,

maka dicantumkan kalimat pengesahan setelah nama pejabat yang

mengundangkan yang berbunyi (TPPu 171):

Peraturan Daerah ini dinyatakan sah.

Pada akhir bagian penutup Perda Provinsi atau Perda Kabupat-

en/Kota dicantumkan Lembaran Daerah Provinsi atau Lembaran Daerah

Kabupaten/Kota beserta tahun dan nomor dari Lembaran Daerah Provinsi

atau Lembaran Daerah Kabupaten/Kota (TPPu 172).

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provindi Bali. Ditetapkan di Denpasar

pada tanggal ..... GUBERNUR BALI, tanda tangan MADE MANGKU PASTIKA

Diundangkan di Denpasar pada tanggal ....... SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI, COKORDA NGURAH PEMAYUN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ... TAHUN ... NOMOR ...

Mengingat pejabat yang berkewenangan menandatangani

pengundangan Perda adalah Kepala Daerah dan karakter sumber

kewenangannya adalah atribusi atau delegasi dalam ranah pengaturan,

maka penandatangan itu tidak dapat dilakukan oleh Wakil Kepala Daerah

Page 34: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

31

dan juga tidak dapat dilakukan, misalnya Perda Provinsi, oleh Wakil Gu-

bernur atas nama Gubernur, karena dalam ranah pengaturan tidak

mengenal mandat. Demikian juga halnya dengan penandatanganan

pengundangan Perda.

Setiap Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota diberi penjelasan. Penjelasan Peraturan Perun-

dang-undangan memuat penjelasan umum dan penjelasan pasal demi

pasal (TPPu 174,181).

Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Per-

undang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena

itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau

padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan con-

toh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang

tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma

yang dimaksud (TPPu 176).

Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar

belakang pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan Peraturan Perun-

dang-undangan yang telah tercantum secara singkat dalam butir kon-

5 Merumuskan Penjelasan 6

Page 35: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

32

siderans, serta asas, tujuan, atau materi pokok yang terkandung dalam

batang tubuh Peraturan Perundang-undangan (TPPu 183).

Rumusan penjelasan pasal demi pasal memperhatikan hal sebagai

berikut:

a. tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam ba-

tang tubuh;

b. tidak memperluas, mempersempit atau menambah pengertian

norma yang ada dalam batang tubuh;

c. tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur da-

lam batang tubuh;

d. tidak mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau pengertian yang

telah dimuat di dalam ketentuan umum; dan/atau

e. tidak memuat rumusan pendelegasian (TPPu 186).

Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat peru-

bahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan

(TPPu 178). Beberapa ketentuan lainnya mengenai Penjelasan adalah:

1. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk

membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan

rumusan yang berisi norma (TPPu 177)

2. Ketentuan umum yang memuat batasan pengertian atau definisi

dari kata atau istilah, tidak perlu diberikan penjelasan (TPPu

187).

Page 36: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

33

3. Jika suatu istilah/kata/frasa dalam suatu pasal atau ayat yang

memerlukan penjelasan, gunakan tanda baca petik (“…“) pada

istilah/kata/frasa tersebut (TPPu 191).

Berikut contoh Penjelasan Perda, yang memuat penjelasan terhadap

Pasal 1 yang memuat batasan pengertian atau definisi dari kata atau

istilah dalam Ketentuan Umum.

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 8 TAHUN 2015

TENTANG ARAHAN PERATURAN ZONASI SISTEM PROVINSI

I. UMUM ........................................................................................................................... . II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Angka 1

Cukup jelas ................................................................................................... ... . Angka 26

Yang dimaksud dengan pemanfaatan ruang yang men-imbulkan dampak luas di luar wilayah Kabupaten/Kota adalah pemanfaatan ruang yang secara langsung mau-pun tidak langsung memiliki dampak lintas kabupat-en/kota yang berpotensi merugikan tatanan lingkungan fisik serta tatanan kehidupan sosial budaya masyarakat setempat dan masyarakat Bali pada umumnya, seperti: pem-bangunan villa pada ruang terbuka hijau, kawasan suci, kawasan tempat suci, dan pada kawasan-kawasan per-lindungan setempat lainnya.

....................................................................................................... .

Angka 77 Yang dimaksud dengan akomodasi adalah fasilitas pela-yanan usaha penyediaan akomodasi secara umum yang dapat berupa hotel, villa, pondok wisata, bumi perkema-

Page 37: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

34

han, persinggahan karapan dan akomodasi lainnya antara lain kolam renang, restoran dan Spa.

........................................................................................................ . Angka 93

- Yang dimaksud dengan Hulu adalah posisi dalam ruang yang mengarah ke gunung, ke terbitnya matahari, ke atas, atau ke arah lainnya yang diyakini oleh penduduk setempat memiliki keutamaan yang lebih tinggi.

- Yang dimaksud dengan Teben adalah posisi dalam ru-ang yang mengarah ke laut, ke terbenamnya matahari, ke bawah, atau ke arah lainnya yang diyakini oleh penduduk setempat memiliki keutamaan yang lebih rendah.

........................................................................................................ . Angka 99

Cukup jelas Pasal 2

Cukup jelas Sumber: Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2015 tentang

Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi

Dalam hal Peraturan Perundang-undangan memerlukan lampiran,

hal tersebut dinyatakan dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Perundang-

undangan (TPPu 192). Lampiran dapat memuat antara lain uraian, daftar,

tabel, gambar, peta, dan sketsa (TPPu 193). Contoh pernyataan dalam

batang tubuh Perda tentang lampiran.

Pasal 6

(1) RTRWP mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi menurut ketentuan peraturan

Merumuskan Lampiran 7

Page 38: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

35

perundang-undangan yang berlaku. (2) RTRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara

administrasi terdiri dari 9 (sembilan) wilayah kabupaten/kota, mencakup: a. Kabupaten Jembrana; b. Kabupaten Tabanan; c. Kabupaten Badung; d. Kabupaten Gianyar; e. Kabupaten Klungkung; f. Kabupaten Bangli; g. Kabupaten Karangasem; h. Kabupaten Buleleng; dan i. Kota Denpasar.

(3) Ruang laut mencakup wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan dan sejauh jarak garis tengah antar wilayah laut provinsi yang berdekatan.

(4) Ruang Wilayah Provinsi Bali terdiri dari total palemahan seluruh

desa pakraman di Provinsi Bali. (5) Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(3), tercantum dalam Lampiran I, dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Sumber: Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun

2009 - 2029

Contoh lainnya:

Pasal 14

(1) Rencana struktur ruang wilayah provinsi, mencakup: a. sistem perkotaan yang berkaitan dengan kawasan

perdesaan; dan b. sistem jaringan prasarana wilayah.

(2) Sistem perkotaan yang berkaitan dengan kawasan perdesaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup: a. sistem perkotaan; dan b. sistem perdesaan.

(3) Rencana jaringan prasarana wilayah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:

Page 39: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

36

a. sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan prasarana utama;

b. sistem jaringan prasarana lainnya, mencakup; 1. sistem jaringan energi; 2. sistem jaringan telekomunikasi; 3. sistem jaringan sumber daya air; dan 4. sistem jaringan prasarana lingkungan.

(4) Peta rencana struktur ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Sumber: Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 - 2029

Pembentukan Perda melalui tahapan, antara lain tahapan penyusu-

nan Rancangan Perda yang dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan

Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana tercantum dalam Lam-

piran II UU 12/2011.

Praktik pembentukan Perda tidak selalu sesuai dengan Teknik

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Sebagai Peneliti di bidang

perancangan peraturan perundang-undangan, khususnya Perda, praktik

tersebut sebaiknya dijadikan bahan refleksi untuk menghasilkan karya

yang sesuai DENGAN teknik penyusunan peraturan perundang-

undangan.

CATATAN AKHIR 8

Page 40: TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Metodologi Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik

Gede Marhaendra Wija Atmaja|2017|

37

BAHAN BACAAN

Ahmad, Rival Gulam, dkk (2007), 9 Jurus Merancang Peraturan untuk Transformasi Sosial: Sebuah Manual untuk Praktisi, Jakarta: Pen-erbit Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.

Attamimi, A. Hamid S (1990), “Peranan Keputusan Presiden Republik In-donesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, Disertasi Doktor, Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia.

Atmaja, Gede Marhaendra Wija (2016), Politik Pluralisme Hukum: Arah Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah, Denpasar: Penerbit Percetakan Bali.

_______, dkk. (2017), Perancangan Peraturan Perundang-undangan: Teknik Penyusunan Naskah Akademik dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Tabanan: Penerbit Pustaka Ek-spresi.

Manan, Bagir (1997), “Kebutuhan Teknik Perancangan Perundang-undangan (Legislative Drafting) bagi Sarjana Hukum, dalam Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1997, Beberapa Masalah Hukum Ta-ta Negara Indonesia, Bandung: Alumni.

Suhariyono AR (2016), “Politik Hukum Penentuan Pidana dalam Undang-Undang”, dalam Jufrina Rizal dan Suhariyono AR, eds., Demi Keadilan, Antologi Hukum Pidana dan Sistem Peradilan Pidana: 6 Dasawarsa Harkristuti Harkrisnowo, Jakarta: Penerbit Pustaka Kemang.

Seidman, Ann; Robert B. Seidman; dan Nalin Abeyserkere, 2002,

Penyusunan Rancangan Undang-Undang dalam Perubahan

Masyarakat Yang Demokratis: Sebuah Panduan untuk Pembuat

Rancangan Undang-Undang, terjemahan, Jakarta: Proyek ELIPS De-

partemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Daftar Pustaka