tek apr 2012 v6
TRANSCRIPT
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
1/20
INJ
ME
UA
Perk
Menu
ebijak
DORO
MEN
NE
embang
u Pendi
n Peng
NG PE
INGKA
ON
an Pend
dikan y
ndalian
DIDIK
TKAN
MIMen
idikan P
ng Berk
Subsidi
N YA
ERTU
DAinergik
Kementer
rovinsi
ualitas
BBM: A
G BER
BUHA
KEn Pemb
ian Koordin
I Yogy
an Terj
a dan
KUALI
N EKO
I
UAanguna
Nomor
tor Bidang
karta
ngkau
engapa
AS U
OMI
SSN 2088-3
GAEkono
Volum
4 April 2
erekonomi
?
TUK
153
i
2
12
n
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
2/20
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
TINJAUANEKONOMIDANKEUANGAN
VOLUME 2 NOMOR 4 APRIL 2012
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap
perkembangan indikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010
REDAKSI
Pembina
Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian
Pengarah
Sekretaris Kementerian
Koordinator Bidang
Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan
Keuangan
Koordinator
Bobby H. Rafinus
Kontributor Tetap
Edi Prio Pambudi
M. Edy Yusuf
Mamay Sukaesih
Tri Kurnia Ayu
Rista Amallia
Windy Pradipta
Arin Puspa Nugrahani
Ruth Nikijuluw
Ahmad Fikri Aulia
Alexcius Winang
Komite Kebijakan KUR
Kontributor Edisi Ini
Tim Pemantauan dan
Pengendalian Inflasi
Universitas Gajah Mada Beberapa Sekolah SD,SMP,
SMA di Provinsi Yogyakarta
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan
dapat didownload pada website
www.ekon.go.id
Editorial 1
Rubrik Agenda Koordinasi
Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM: Apa dan Mengapa? 2
Rubrik Ekonomi Makro
Surplus Perdagangan Indonesia Menciut 3
Perkembangan Inflasi 4
Rubrik Ekonomi Internasional
Potensi Kenaikan Harga Minyak Dunia 5
Rubrik Keuangan
Antisipasi Kebijakan Moneter Terhadap Tekanan Inflasi Terkait
Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM 6
Rubrik APBN Pengarusutamaan Pendidikan Dalam Anggaran Negara 7
Rubrik Kebijakan dan Regulasi Ekonomi Menuju Pendidikan Berkualitas dan Terjangkau 8 Sistem Pendidikan Sebagai Motor Pertumbuhan
Ekonomi Inklusif 9 Kebijakan Penyediaan Infrasruktur di Indonesia 10
Rubrik Utama Perkembangan Pendidikan Provinsi DI Yogyakarta 11
Pendidikan Berkualitas Harus Mahal Atau Bantuan Pendidikanyang Tidak Efektif? 12
Rubrik Penyaluran KUR Realisasi Penyaluran KUR Maret 2012 15
Rubrik Ekonomi Daerah Perkembangan Ekonomi Daerah Triwulan I-2012 16
DAFTAR ISI
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
3/20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012 1
EDITORIAL
Dua pertanyaan ada dibenak kita:
(1) Seperti apakah pendidikan yang
dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa? dan (2)
Benarkah tingkat pendidikan akan
menjamin tingkat kesejahteraan
yang lebih baik? Kausalitas antara
pendidikan dan pertumbuhan
ekonomi dijelaskan dalam banyak
versi. Salah satu versi menjelaskan
keterkaitan itu dengan melihat
seberapa besar tingkat
produktivitas dan efektivitas yang
mampu dihasilkan oleh tenaga
kerja berpendidikan, sehingga
tenaga kerja itu memperoleh
tingkat pendapatan yang lebih
tinggi dari sesama yang kurang
berpendidikan.
Faktanya, output pertumbuhan
ekonomi dari tenaga kerja
berpendidikan bervariasi. Robert
Solow (1956) memenangi nobel
ekonomi ketika membangun
model pertumbuhan ekonomi
dengan mengelaborasi the
effectiveness of labor, sayangnya
model itu tidak secara khusus
mengidentifikasi bagaimana format
tenaga kerja yang efektif:Indikator Ekonomi
Indikator Mar2012Feb2012 Indikator
Feb2012
an2012
Inflasi (% yoy) 3,97% 3,56% Utang Pemerintah* (USD milyar) 203,08 204,15
Indeks Harga Saham Gabungan 4.121,55 3.985,21 Ekspor (USD miliar) 15,6 15,5
Harga Minyak ICP (USD per barel) 128,14 122,17 Impor (USD miliar) 15,0 14,6
Indeks Harga Perdagangan Besar 188.54 187,77 Wisatawan Mancanegara (ribu orang) 592,5 652,7
Cadangan Devisa* (USD milyar) 110,49 112,22 Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank (%) 12,02 12,14
Nilai Tukar Petani 104,68 105,10 Belanja Negara APBN 2012 (Rp. Tr)* 1.435,4
Nilai Tukar (Rp/USD) 9.180 9.085 Pendapatan Negara dan Hibah APBN 2012 (Rp. Tr)* 1.311,4
Pertumbuhan Ekonomi 2011 (%) 6,50 Tingkat Kemiskinan (Sept, 2011) (%) 12,36%Tingkat Pengangguran (Aug. 2011) (%) 6,56 Neraca Keseluruhan NPI 2011 (USD miliar) 11,9
*kumulatif, NPI : Neraca Pembayaran Indonesia
berpendidikan atau
berketrampilan. Versi lain melihat
peran pendidikan memang melecut
pembangunan ekonomi dikaitkan
dengan penguasaan teknologi
karena terjadi akumulasi
pengetahuan melalui research and
development (R&D), dikembangkan
oleh Romer (1990) dan melalui
learning by doing,menurut Arrow
(1962).
Lebih terang versi lain menyebutbahwa kemampuan inovasi berhasil
mendorong pertumbuhan
ekonomi ke level lebih tinggi
dibandingkan dengan investasi
kapital dan teknologi saja. Tidak
mudah mendeskripsikan
pendidikan berbasis inovasi karena
inovasi lebih perwujudan dari
anugerah Tuhan. Banyak inovator
yang justru tidak lagi betah di jalur
pendidikan formal dan lebih
memilih mengembangkan diri
dengan cara-cara yang kreatif.
Banyak inovator seperti Steve
Jobs, Mark Zuckerberg, Bill Gates
yang memilih keluar dari sekolah
dan berhasil membangun imperium
bisnis raksasa karena inovasi.
Sementara, gaya pendidikan
konservatif dan hanya berorientasi
pada nilai akhir justru tidak banyak
memberi pengaruh pada
pembentukan manusia yang
inovatif.
Menyadari begitu besar kekuatan
inovasi mengubah kehidupan
manusia, sudah waktunya
mengubah pendidikan bermutu
yang lebih mengasah kreativitas
dengan muatan keterampilankognitif atau pemahaman daripada
hafalan. Pertumbuhan ekonomi
yang yang tinggi hanya dapat
dicapai dengan cara-cara out of
the box dan ini memerlukan
sumber daya manusia yang berpikir
rasional, logis serta mampu
berkreasi. Oleh karena itu, sistem
pendidikan bermutu bagi
pertumbuhan ekonomi yang tinggi
adalah sebuah manufaktur manusia
yang berpikir kreatif dan inovatif.
(EP2)
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
4/20
2 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012
Rubrik Agenda Koordinasi
Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM 2012: Apa dan Mengapa?
Harga jual premium dan solar saat
ini Rp. 4.500 per liter, jauh lebihrendah daripada harga pokoknya.
Pemerintah harus menambal
kekurangan itu dengan subsidi dari
APBN. Memasuki tahun 2012, harga
minyak dunia dan konsumsi minyak
dalam negeri semakin melonjak
tinggi yang membuat subsidi BBM
semakin membengkak.
Sejak awal tahun 2012, harga
minyak dunia meningkat tajam.
Harga minyak mentah Indonesia
(ICP) pada Maret 2012 mencapai
sebesar US$ 128,14/barel
sedangkan asumsi dalam APBN
2012 sebesar US$ 90/barel.
Sementara konsumsi solar dan
premium juga meningkat dari 35,8
juta kilo liter pada 2010 menjadi
38,5 juta kilo liter pada 2011.
Menanggapi peningkatan tajam harga
minyak dunia dan upaya untuk
mengelola APBN yang lebih
berpihak pada rakyat miskin, lebih
hemat dan ramah lingkungan,
pemerintah mempercepat
penyampaian Rancangan APBN-P
tahun 2012 pada awal bulan Maret,
lebih awal dari jadwal biasanya
antara bulan Juli dan Agustus.Setelah proses pembahasan selama
satu bulan, APBN-P disahkan oleh
DPR pada tanggal 1 April 2012.
APBN-Perubahan membolehkan
pemerintah untuk menaikkan harga
bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi jika rata-rata harga
minyak mentah Indonesia (ICP)
lebih tinggi 15% dari asumsi APBN-
P sebesar US$ 105/barel selamaenam bulan atau melampaui US$
120,75/barel.
Hal ini berbeda dengan usulan
Pemerintah untuk menaikkan hargaBBM bersubsidi sebesar Rp. 1.500
pada awal April 2012.
Penundaan kenaikan harga BBM
bersubsidi berdampak pada
melebarnya defisit APBN karena
mengakibatkan pembengkakan
subsidi Rp 5 triliun per bulan.PadaAPBN-P 2012 yang telah disetujui
Pemerintah dan DPR, defisit
anggaran meningkat dari Rp.124,02
triliun (1,53% dari PDB) menjadi
Rp190,1 triliun (2,23% dari PDB).
Bank Dunia memperkirakan defisit
anggaran bisa melewati 3,1% dari
PDB jika harga BBM bersubsidi
tidak dinaikkan selama tahun 2012.
Peningkatan defisit pada APBN-P
2012 akan menjadikan postur APBN
tidak sehat dan menghambatpertumbuhan ekonomi. Alokasi
belanja subsidi energi akan lebih
besar dibandingkan dengan alokasi
belanja modal dan infrastruktur
serta alokasi untuk masyarakat
miskin. Ironisnya subsidi BBM justru
lebih membantu warga kelompok
menengah-atas yang sudah
berkecukupan. Mereka lebih
menikmati subsidi karena memilikimobil pribadi. Data hasil Susenas
2010 oleh BPS menunjukkan
secara rata-rata rumah tangga
kaya menikmati subsidi bensin 10
kali lipat lebih besar daripada
rumah tangga miskin.
Setelah rencana kenaikan harga
BBM bersubsidi batal naik pada awal
April 2012, Pemerintah berencana
akan menerapkan pembatasan BBM
bersubsidi untuk menyelamatkan
defisit anggaran. Mulai Mei 2012,
rencana kebijakan pembatasan BBMdilakukan yang dimulai dari mobil
dinas pemerintah. Aturan
pembatasan BBM bersubsidi bagi
mobil dinas pemerintah
diperkirakan akan keluar pada akhir
April 2012 ini. Saat ini, persiapan
pembatasan BBM sedang dilakukan
baik dari sisi payung hukum, sasaran
kebijakan, infrastruktur, dan sistem
pengawasan serta antisipasiterhadap potensi konflik di SPBU.
Proses pembatasan akan dimulai
dari sejumlah daerah di Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi (Jabodetabek) terlebih
dahulu. Kemudian Jawa-Bali yang
telah tersedia BBM non subsidi.
Setelah itu, pembatasan subsidi BBM
diterapkan untuk mobil pelat hitamdengan kapasitas mesin tertentu.
Dalam APBN-P 2012, kuota BBM
bersubsidi ditetapkan sebesar 40
juta kilo liter. Sementara realisasi
penggunaan BBM rata-rata per hari
hingga Maret 2012 mencapai 108%
dari kuota. Apabila tidak ada upaya
pengendalian konsumsi BBM
bersubsidi, kelebihan tersebut bisamencapai 8% - 10% dari kuota
dalam APBN-P 2012 (sekitar 43 -
44 juta kilo liter) seiring dengan
pertumbuhan jumlah kendaraan
bermotor. (MS)
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
5/20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012 3
Rubrik Ekonomi Makro
Dalam enam bulan berturut-turut
sejak September 2011,
pertumbuhan impor IndonesiaFebruari 2012, meningkat melebihi
pertumbuhan ekspornya. Selama
Januari hingga Februari 2012,
pertumbuhan impor mencapai
21,4% (yoy), kontras dengan ekspor
yang hanya tumbuh 7,6% (yoy).
Kondisi ini membuat surplus
perdagangan Indonesia tergerus.
Secara nominal, pada Februari 2012,
realisasi ekspor sebesar USD 15,6miliar dan impor sebesar USD 14,9
miliar menghasilkan surplus
perdagangan sebesar USD 693 juta.
Surplus perdagangan ini hanya 26%
dibandingkan surplus perdagangan
Februari tahun lalu.
Selama Januari -Februari 2012,
ekspor industri Indonesia yang
berkontribusi sebesar 60,3% daritotal ekspor hanya tumbuh 3,3%
(yoy) atau sebesar USD 18,8 miliar.
Pertumbuhan periode ini jauh lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan
ekspor industri tahun lalu yang
tumbuh sebesar 36,1% (yoy). Tidak
hanya di industri, pertumbuhan
ekspor pertanian serta
pertambangan dan lainnya hanya
tumbuh 2,8% dan 7,2% (yoy)dibandingkan pertumbuhan tahun
sebelumnya yang mencapai 20,1%
dan 14,8% (yoy). Kondisi ini nyata
menunjukkan efek kondisi global
pada perlambatan pertumbuhan
ekspor Indonesia. Perlu mewaspadai
ketidakpastian permintaan
internasional yang berimbas ke
ekspor industri mengingat kinerja
sektor industri sangat penting bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia
Surplus Perdagangan Indonesia Menciut
karena memberi kontribusi sekitar
25% pada perekonomian nasional.
Ketidakpastian permintaan global
membuat harga referensi beberapa
komoditas ekspor utama Indonesia
mengalami kenaikan. Sebagai respon
hal tersebut, Pemerintah
menyesuaikan harga patokan
komoditas ekspor yang dikenakan
bea keluar, salah satunya komoditas
CPO. Bea keluar CPO pada
Februari 2012 ditetapkan naik
menjadi 16.5% lebih tinggi daripada
bulan sebelumnya yaitu sebesar
15%. Namun, akibat kenaikan harga
patokan, ekspor CPO Februari
2012 malah menurun dibandingkan
bulan sebelumnya. Penurunan
ekspor CPO ini berimbas pada
turunnya ekspor kelompok
komoditas lemak dan minyak hewan
nabati sebesar USD 547,3 juta padaFebruari 2012.
Impor barang modal selama Januari
hingga Februari 2012 tumbuh lebih
tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan impor barang
konsumsi dan bahan baku penolong.
Kondisi ini berbeda dengan tahun
2011 dimana impor
Sedangkan impor barang konsumsi
dan bahan baku penolong, untuk
periode yang sama, hanya tumbuh16,8% dan 17,3% (yoy) lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan pada
periode yang sama tahun 2011
masing-masing 47,8% dan 31,5%
(yoy). Secara keseluruhan, meskipun
pertumbuhan impor lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan ekspor,
impor terbesar berasal dari
komoditas bahan baku penolong
(72,2%) untuk kebutuhan industri.
Untuk mengangkat kinerja ekspor,
Pemerintah perlu terus
mengupayakan diferensiasi produk
dan pasar tujuan ekspor. Selain itu,
depresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dolar sejak pertengahan
Februari 2012 harus tetap terjaga
agar dapat meningkatkan daya saing
produk ekspor Indonesia. Dengan
langkah ini, pertumbuhan ekspor
pada periode selanjutnya
dimungkinkan dapat meningkat
untuk mengantisipasi
kecenderungan pertumbuhan impor
lebih tinggi daripada pertumbuhan
ekspor yang berlangsung sejak
September 2011. (TKA)barang konsumsi
memiliki
pertumbuhan paling
tinggi. Hingga
Februari 2012, impor
barang modal
tumbuh 41,2% (yoy)
lebih tinggi
dibandingkan
pertumbuhan tahun
sebelumnya yang
hanya tumbuh 14,7%
(yoy).
Perkembangan Ekspor Impor 1
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
6/20
4 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012
Rubrik Ekonomi Makro
Perkembangan Inflasi Maret 2012
Berbeda dari dua tahun
sebelumnya yang mengalami deflasi,
IHK Maret 2012 mencatat inflasi
dan bahkan meningkat dari bulan
sebelumnya. Inflasi IHK Maret
2012 tercatat sebesar 0,07%
(mtm) atau 3,97% (yoy),
disebabkan kenaikan harga bumbu
dan penurunan harga beras yang
terbatas.
Komponen volatile foodmencatatdeflasi sebesar -0,41% (mtm) pada
Maret 2012 jauh lebih kecil
dibandingkan periode yang sama di
dua tahun sebelumnya (-1,14%
pada Maret 2010 dan -2,28% pada
Maret 2011). Hal tersebut terutama
karena tertahannya koreksi harga
beras sebagai dampak kenaikan
HPP beras yang sebesar 30%,
kendala penurunan produksi pada
komoditas aneka bumbu dan
peningkatan ekspektasi inflasi terkait
rencana kenaikan harga BBM
bersubsidi.
Realisasi inflasi inti (core inflation)
menjadi 4,25% (yoy) sedikit
melambat dari bulan sebelumnya
4,30% (yoy) terutama terjadi pada
kelompoknon-tradable. Indikasi
perlambatan permintaan tercermin
dari inflasi durable goods seperti
barang-barang tertier (elektronik
dan perlengkapan rumah tangga),bahan bangunan dan sektor jasa-
jasa yang cenderung menurun.
Ekspektasi inflasi mulai meningkat
seiring munculnya rencana
kenaikan harga BBM bersubsidi.
Dampak peningkatan ekspektasi
inflasi tercermin pada
perkembangan harga beberapa
komoditas yang merupakan
kebutuhan pokok, seperti gula
pasir. Dari sisi eksternal, harga
global masih terpengaruh oleh
Perkembangan Inflasi 2
gejolak ekonomi eksternal dan
cenderung berada di level yang
tinggi.Inflasi kelompokadministered prices
sedikit meningkat menjadi 0,24%
(mtm) atau 2,92% (yoy). Hal
tersebut disebabkan oleh masih
berlanjutnya dampak kenaikan
cukai rokok.
Ke depan, faktor risiko tekananinflasi relatif meningkat sejalan
dengan adanya UU APBN-P 2012
yang membuka peluang
penyesuaian harga BBM
bersubsidi dan penundaan
implementasi UU Hortikultura
pada Juni 2012.
Mencermati kecenderungan
ekspektasi inflasi yang mulaimeningkat, Bank Indonesia dan
Pemerintah baik di tingkat pusat
dan daerah melalui forum TPI
dan TPID perlu segera
memperkuat komunikasi kebijakan
untuk meredam eskalasi ekspektasi
inflasi. Langkah tersebut dibarengi
upaya menjamin ketersediaan
pasokan serta pengawasan
terhadap distribusi BBMbersubsidi mengingat disparitas
harga yang semakin melebar
mendorong meningkatnya berbagai
tindakan penyalahgunaan atau
penyelundupan yang pada
gilirannya dapat mengganggu
stabilitas harga. (MS)
Referensi: Analisis Inflasi, Tim Pemantauan dan
Pengendalian Inflasi
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
7/20
Rubrik Ekonomi Internasional
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012 5
Potensi Kenaikan Harga Minyak Dunia
Tren harga minyak dunia, seperti
minyak brent UK secara rata-rata
telah menembus level 102USD/barel dalam kurun waktu April
2011 hingga Maret 2012. Sementara
itu, eskalasi ketegangan politik di
Timur Tengah, Arab Spring, yang
belum reda hingga kini berpotensi
mengganggu suplai energi.
Beberapa kejadian mulai berimbas,
seperti keputusan Sudan Selatan
menutup produksi minyak sejak
awal Februari lalu, kegiatan militerNigeria yang berpotensi
menurunkan produksi minyak
Nigeria, serta rencana pemberian
sangsi ke Iran musim panas ini mulai
memicu spekulasi penurunan suplai
minyak Iran dan memperketat
pasokan minyak dunia. Pasar akan
semakin rentan terhadap goncangan
lain di waktu mendatang.
Gangguan suplai diimbangi dengan
prospek penurunan permintaan
minyak sepanjang krisis zona Euro
belum mereda. Namun,
pertumbuhan ekonomi yang relatif
kuat di beberapa negara berpotensi
meningkatkan intensitas konsumsi
minyak, sehingga diperkirakan akan
mendongkrak harga minyak.
Beberapa riset mulai merespon
konsekuensi atas kekhawatiran sisi
suplai dan sisi permintaan, seperti
yang dilakukan oleh Oxford
Economics (OE) memprediksi harga
minyak akan melonjak dalam jangka
pendek. Minyak mentah Brent
diprediksi akan mencapai rata-rata
111,9 USD/ barel di tahun 2012,
sedikit meningkat dari harga rata-
rata tahun lalu yang mencapai 111,3
USD/barel. Minyak mentah WTI
diprediksi akan berada pada rata-
rata 102,7 USD/barel tahun ini.
Potensi lonjakan harga minyak dunia
berpeluang membalikkan laju inflasi
yang telah menurun sejakpertengahan 2011 seiring tekanan
harga minyak dan komoditas yang
mereda saat itu. OE memperkirakan
dengan proyeksi baseline, inflasi
dunia akan tetap berada di kisaran
2,1-2,6% hingga 3 tahun ke depan.
Tahun ini laju inflasi dunia
diperkirakan mencapai 2,6%,
sedangkan laju inflasi China akan
mencapai 3,5%. Sementara itu, laju
inflasi Indonesia diprediksi akan
tetap berada di kisaran 5-5,5%
tahun ini tanpa asumsi kebijakan
terkait subsidi minyak.
Dalam pertemuan rutin para
pengamat Ekonometrika bulan April
ini membedah model-model
proyeksi inflasi. Model prediksi
inflasi OE secara umum
memperhitungkan variabel PDBdeflator, indeks harga produsen,
biaya tenaga kerja (total earnings),
dan biaya lain diluar tenaga kerja
(non labor production cost). Anton
Hendranata, Ekonom Bank
Danamon menemukan kelemahan
model inflasi OE, antara lain model
tidak secara eksplisit menangkap
penyebab inflasi dari sisi suplai dan
sisi permintaan. Di samping itu,model akan mempersulit prediksi
karena harus mengasumsikan
pergerakan harga lain ke depan
seperti PDB deflator dan harga
produsen. Padahal menurut Anton,
tren IHK Indonesia tidak selalu
searah dengan PDB deflator dan
Indeks Harga Perdagangan Besar
(WPI). Data jelas menunjukkan
terkadang IHK berada di atas/
bawah kedua indeks tersebut.
Bambang Prijambodo, Staf Ahli
Bidang Ekonomi dan Pembiayaan
Pembangunan Bappenas,
menyatakan bahwa pemilihan
variabel untuk prediksi inflasi harusdilakukan secara hati-hati.
Penggunaan PDB deflator dalam
model OE dapat menimbulkan bias.
BPS sendiri menghitung adanyagap
yang besar antara inflasi dan PDB
deflator. Selain itu, untuk
mengetahui potensi dampak
kenaikan harga minyak pada inflasi
Indonesia, perlu dilihat kembali
transmisi kenaikan harga minyak
terhadap inflasi yang pernah terjadi
di tahun 2005 dan 2008. Sebagai
contoh, di tahun 2005 terdapat
beberapa variabel harga yang tidak
tertangkap oleh model yang
sebenarnya memberikan multiplier
effect pada inflasi. Pembentukan
ekspektasi inflasi juga merupakan
hal penting. Untuk itu, kredibilitas
kebijakan Pemerintah dan Bank
Indonesia perlu terus dijaga.
Hingga kini, standar perhitungan
IHK di Indonesia masih didasarkan
hasil SBH 2007 dengan metode
Modified Laspeyers, dimana harga
dihitung secara berjalan. Menurut
Yunita Rusanti, Kasubdit Statitsik
Harga Konsumen BPS, ada wacana
untuk mengembangkan metode
Fischer Effect yang merupakanperkalian antara metode
perhitungan Pasche dan Laspeyers.
Namun, kehati-hatian sistem politik
sangat mempengaruhi dan jika
dilakukan survei secara menyeluruh
akan membutuhkan biaya besar.
Mayoritas negara masih
menggunakan metode Modified
Laspeyers untuk perhitungan inflasi.
Hanya beberapa negara seperti
China dan Jepang yang telah
menggunakan metode Fischer.
(TKA, WP, APN)
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
8/20
Rubrik Keuangan
6 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012
Antisipasi Kebijakan Moneter Terhadap Tekanan Inflasi Terkait Pengendalian Subsidi BBM
Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter mewaspadai dampak
kebijakan pemerintah terkait
pengendalian subsidi BBM.
Kebijakan pengendalian subsidi BBM
diperkirakan akan memberikan
tekanan inflasi yang temporer. Bank
Indonesia memperkirakan apabila
pemerintah membatasi konsumsi
BBM bersubsidi mobil pribadi di
Jawa dan Bali untuk cc tertentu,
akan memberikan peningkatan
inflasi sebesar 0,3%. Dampak
peningkatan inflasi tersebut dinilai
tidak terlalu signifikan jika
dibandingkan dengan kenaikan BBM
Rp. 1.500,00 per liter yang
diperkirakan berdampak terhadap
kenaikan inflasi sebesar 2,2% dengan
catatan terdapat kompensasi untuk
transportasi sebesar 5 triliun rupiah.
Beberapa upaya untuk menghadapitekanan inflasi temporer yakni
melalui operasi moneter. Menurut
Perry Warjiyo, Kepala Departemen
Riset Ekonomi dan Kebijakan
Moneter Bank Indonesia,
berdasarkan pemantauan Bank
Indonesia terhadap indikator pada
survei penjualan eceran dari
pedagang dan survei ekspektasi
konsumen terdapat indikasi
peningkatan ekspektasi inflasi. Oleh
karena itu sejak Bulan Maret 2012,
Bank Indonesia telah melakukan
penguatan operasi moneter dalam
pengendalian likuiditas. Melalui
penguatan operasi moneter maka
suku bunga operasi moneter dan
suku bunga di pasar uang sedikit
naik, terutama untuk tenor yang
lebih dari satu hari. Sebagai salah
satu langkahnya Bank Indonesia
sejak Bulan Maret 2012 telah
melakukan pengurangan likuiditas
sehingga suku bunga untuk tenor
sembilan bulan di Pasar Uang Antar
Bank (PUAB) naik dari 3,75%
menjadi 4%.
Penguatan operasi moneter dalam
pengendalian likuiditas merupakan
sinyal kepada pasar bahwa kenaikan
BBM beresiko temporer, sehingga
Bank Sentral cukup merespon
dengan operasi moneter. Namun
apabila belum mampu untukmeredam resiko tekanan inflasi,
Bank Indonesia menyiapkan langkah
lain yakni pengendalian likuiditas
secara langsung melalui review Giro
Wajib Minimum (GWM).
Peningkatan GWM akan berdampak
negatif terhadap peningkatan jumlah
uang beredar, atau dengan kata lain
mengurangi laju jumlah uang
beredar yang pada akhirnya akanmengurangi inflasi.
Pengendalian inflasi melalui
kebijakan GWM dan operasi
moneter diharapkan akan saling
melengkapi untuk mengontrol
likuiditas. Apabila hanya
mengandalkan operasi moneter,
Bank Indonesia khawatir suku bunga
masih tetap naik. Namun keputusan
review GWM akan diambil setelahada kepastian dari pemerintah
terkait pengendalian subsidi BBM.
Kebijakan kenaikan GWM harus
secara hati-hati diimplementasikan,
karena kebijakan ini akan
meningkatkan resiko likuiditas pada
bank-bank yang memiliki excess
reserve (cadangan lebih) yang sangat
minim. Hal ini dapat mengganggu
operasional perbankan, karena Bank
diharuskan menyediakan likuiditas
segar yang diperoleh dari penjualan
asset jangka pendek dengan harga
yang rendah, sehingga
mengakibatkan biaya tinggi pada
bank.
Di lain pihak berdasarkan dari data
Lembaga Penjamin Simpanan pada
akhir Maret 2012 DPK perbankan
sebesar Rp. 2.381,98 triliun,
bertambah Rp. 70,18 triliun
dibandingkan bulan sebelumnya.Peningkatan tersebut terjadi di
semua produk simpanan bank.
Pertumbuhan tertinggi adalah
rekening giro, yang bertambah Rp
33,06 triliun dalam sebulan menjadi
Rp 667,38 triliun. Selanjutnya
deposito meningkat dari Rp 31,35
triliun menjadi Rp 1.321,35 triliun
sedangkan tabungan dan simpanan
lainnya masing-masing tumbuh Rp4,78 triliun dan Rp 1,16 triliun. Dari
sisi nominal, peningkatan paling
besar terjadi pada segmen di atas
Rp 5 miliar yang tumbuh 4,70%
dalam sebulan (mtm) menjadi
Rp 1.215,94 Triliun. Penurunan
DPK dalam bentuk giro selama dua
bulan pertama merupakan tren awal
tahun, hal ini ditengarai karena
pemilik giro yang sebagian besar
perusahaan mencairkan dana untuk
model kerja, selanjutnya ketika
proses produksi telah
mendatangkan hasil simpanan giro
akan meningkat kembali. Melihat
kenaikan DPK pada akhir triwulan I,
diharapkan perbankan masih cukup
solid apabila kebijakan peningkatan
GWM diambil guna mengurangi
tekanan inflasi akibat pengendalian
subsidi BBM. (AWS)
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
9/20
Rubrik APBN
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012 7
Pengarusutamaan Pendidikan dalam Anggaran Negara
Mencerdaskan kehidupan bangsa
merupakan salah satu tujuan
nasional yang termaktub dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea
keempat. Hal inilah yang
mendorong pemerintah untuk
menuangkan pendidikan sebagai
salah satu prioritas pembangunan
dalam kerangka kebijakan negara.
Lebih jauh lagi, wujud perhatian
terhadap bidang pendidikan sebagai
amanat konstitusi juga tercermin
dalam amandemen UUD 1945 yangmenyatakan bahwa anggaran
pendidikan dialokasikan sebesar
20% dari belanja negara. Secara
khusus, seperti yang tercantum
dalam dokumen Rencana Kebijakan
Pemerintah (RKP) tahun 2012,
pendidikan menjadi salah satu aspek
dari sasaran pemerintah tahun ini
dalam mencapai pelayanan publik
yang baik, memberdayakan kaumperempuan, penanggulangan
kemiskinan, mendorong konservasi
energi, perlindungan anak, dan
pemantapan karakter bangsa.
Sejak tahun 2005, alokasi anggaran
untuk bidang pendidikan memang
menunjukkan peningkatan secara
nominal. Berdasarkan persentase,
sejak tahun 2009 alokasinya sudah
mencapai rata rata 20% dari total
belanja negara. Alokasi ini terbagi
melalui belanja pemerintah pusat
dan dana transfer ke daerah. Untuk
alokasi melalui belanja pemerintah
pusat, sekitar 25% anggaran
digunakan untuk program program
utama bantuan sosial pendidikan
yang terdiri dari program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dan
Beasiswa pendidikan untuk SiswaMiskin (BSM). Selanjutnya untuk
komponen anggaran pendidikan
yang ditransfer ke daerah, hampir
70% dari dana tersebut digunakan
untuk alokasi tenaga pendidik.
Besaran Dana Alokasi Khusus
(DAK) untuk bidang pendidikan
sendiri walaupun menunjukkan
peningkatan sekitar 40% dari total
DAK, namun persentasenya daritotal anggaran pendidikan yang
disalurkan ke daerah masih relatif
kecil berkisar di angka kurang dari
10%.
Bagaimana implementasi dari
anggaran pendidikan tersebut? Suatu
penelitian yang dilakukan oleh
Kantor Bank Dunia Jakarta
mungkin dapat mengungkaapkan
sekelumit fakta. Penelitian yang
mengambil tema Reaching out to
the Poor and to the Vulnerable in
Indonesiaini menunjukkan bahwa
penyerahan Bantuan Tunai untuk
Siswa Miskin seringkali terlambat
sehingga tidak dapat membantu
transisi siswa ke jenjang yang lebih
tinggi. Cerminan lainnya ialah hasil
olah data penelitian ini yang
menunjukkan bahwa pada tahun2010, lebih dari 80% siswa miskin
mengalami putus sekolah sebelum
mencapai kelas 10.
Era bonus demografi ada di depan
mata kita. Oleh karena itu, itikad
baik tidaklah cukup namun tetap
harus diiringi dengan alokasi dan
pelaksanaan program yang tepat.
Jika hal ini dapat dilaksanakan daripusat hingga ke tingkat daerah,
maka bukan suatu euforia semata
bila pendidikan menjadi modal
bangsa dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi yang
inklusif. (RA dan RN)
Perkembangan Anggaran Pendidikan 3 Perkembangan Anggaran Pendidikan 4
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
10/20
Rubrik Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
8 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012
Jika menoleh ke belakang,
pemenuhan kebutuhan pendidikandasar dalam melaksanakan amanat
konstitusi untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa bukanlah agenda
pembangunan yang baru. Program
wajib belajar sembilan tahun telah
dicanangkan sejak orde baru.
Bahkan catatan sejarah Indonesia
menunjukkan kesadaran atas
pentingnya pendidikan telah muncul
jauh sebelum era kemerdekaan yang
diantaranya dipelopori oleh tokoh
nasional Ki Hadjar Dewantara.
Lebih jauh lagi, kesadaran atas
persamaan gender dalam pendidikan
juga telah lama digaungkan
diantaranya oleh RA. Kartini.
Dalam era pembangunan modern,
pendidikan disadari sebagai salah
satu bentuk investasi sumber dayamanusia. Oleh karenanya, Indonesia
ikut mengambil bagian dalam upaya
pencapaian target pembangunan
millennium (MDG) yang salah
satunya pendidikan dasar untuk
semua pada tahun 2015. Hingga saat
ini, statistik pendidikan Indonesia
menunjukkan arah menuju pada
pencapaian target 2015 (on-track).
Angka Partisipasi Murni (APM)
SD/MI termasuk Paket A pada
tahun 2008/2009 telah mencapai
95,23 persen. Angka tersebut
menunjukkan pencapaian lebih tinggi
dari kawasan Asia Tenggara pada
periode yang sama sebesar 94
persen. Lebih jauh lagi, disparitas
partisipasi pendidikan antar provinsi
semakin mengecil dengan APMtingkat SD/MI di hampir semua
provinsi telah mencapai lebihdari
90,0 persen. Statistik pendidikan
juga mencerminkan pencapaiantarget persamaan gender yang
tercermin dari rasio APM
perempuan terhadap laki-laki pada
tahun 2009 di sekolah dasar dan
sekolah menengah masing-masing
sebesar 99,73 dan101,99.
Pencapaian sektor pendidikan
berdasarkan data di atas memang
menunjukkan prestasi yangmembanggakan. Akan tetapi,
laporan Bank Dunia Perkembangan
Triwulan Perekonomian Indonesia:
Mengarahkan Kembali Belanja
Publik menyiratkan masih
banyaknya pekerjaan rumah terkait
sektor pendidikan. Meskipun angka
partisipasi pada tingkat pendidikan
dasar sudah memuaskan, namun
akses terhadap pendidikan yanglebih tinggi masih tergolong rendah
khususnya di daerah terpencil.
Tidak hanya berhenti pada masalah
kuantitas, kualitas pendidikan di
Indonesia juga membutuhkan
perhatian besar. Rasio murid
terhadap guru di Indonesia pada
tingkat sekolah dasar 20:1
merupakan yang terendah di dunia
yang rata-ratanya sebesar 31:1.
Terlebih lagi, penambahan jumlah
guru juga tidak meningkatkan
kualitas pendidikan. Hal tersebut
mencerminkan jumlah guru di
Indonesia yang kurang efisien.
Rendahnya kualitas pendidikan
Indonesia juga tercermin dari hasil
Ujian Kompetensi Awal (UKA) yang
dilaksanakan pada Februari 2012kepada guru dari tingkat TK hingga
SMA dengan rata-rata nilai42,25.
Sejalan dengan hal tersebut, uji
kompetensi siswa Indonesia jugamenunjukkan hasil yang
mengecewakan. Kemampuan
matematika siswa-siswi Indonesia
usia 15 tahun dalam Programme for
International Student Assessment
(PISA) OECD di bawah rata-rata
negara berkembang lainnya.
Bercermin dari kenyataan tersebut,
upaya pemerintah dalam
menyediakan pendidikan yangberkualitas dan terjangkau untuk
semua terus dilakukan. Salah satu
program yang terkait dengan tujuan
tersebut adalah Bantuan Siswa
Miskin (BSM). Pada tahun 2010
tercatat sebanyak 4,5 juta siswa
miskin memperoleh bantuan dari
program tersebut. Meskipun saat ini
program tersebut dinilai belum
efektif oleh Bank Dunia, namun
pelaksanaannya akan terus diperluas
sebagai bagian dari program jaring
pengaman sosial yang menjangkau
masyarakat miskin dan rentan.
Kedepannya, pendidikan masih dan
terus menjadi agenda penting dalam
membangun Indonesia. Sebagaimana
Shubham Chaudhuri, Ekonom Utama
Bank Dunia untuk Indonesiamenyampaikan pentingnya belanja
pendidikan yang efektif di samping
belanja infrastruktur yang efektif dan
upaya perbaikan iklim bisnis dalam
mendorong pertumbuhan dan
pembangunan Indonesia. Dengan
demikian pengelolaan belanja publik
sektor pendidikan perlu mulai
meningkatkan perhatian dari
peningkatan kuantitas menjadi
kualitas. (RA)
Menuju Pendidikan Berkualitas dan Terjangkau
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
11/20
Rubrik Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012 9
Sistem Pendidikan Sebagai Motor Pertumbuhan Ekonomi Inklusif
Percepatan dan pertumbuhan
ekonomi yang inklusif menjadi fokuspembangunan pemerintah tahun
2012. Inklusivitas dianggap sebagai
unsur penting dalam keberhasilan
pembangunan. Pada Diskusi
Ekonomist Talk edisi April di Kantor
Kemenko Perekonomian, peneliti
dari FEUI, Ringoringo H. Achmadi
berpendapat bahwa pertumbuhan
ekonomi inklusif memerlukan
pendidikan yang inklusif.
Pendidikan inklusif sewajarnya dapat
memberikan akses yang lebih luas
bagi masyarakat untuk memperoleh
pendidikan berkualitas, tidak cukup
hanya pendidikan dasar. Hanushek
et. al (2007) menyatakan bahwa
pendidikan harus memberikan
keterampilan kognitif sehingga
mampu menunjang pertumbuhanekonomi. Sementara itu, penelitian
menunjukkan bahwa banyak negara
berkembang kekurangan tenaga
kerja dengan keterampilan kognitif.
Keterampilan kognitif sebagai hasil
dari mutu pendidikan yang baik,
sangat ditentukan oleh sistem
pendidikan yang ada. Pemerintah
Indonesia telah mulai menetapkanstandar minimal untuk sistem
pendidikan (UU 20 Tahun 2003)
guna menjaga mutu pendidikan.
Pendidikan sebagai sistem harus
dapat memenuhi standar isi, proses,
kurikulum, infrastruktur, proses
pendidikan, penilaian, dan
kompetensi lulusan.
Standar proses secara normatifharus dapat berjalan interaktif dan
memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif serta
berkreativitas. Namun, fakta
menunjukkan tenaga pendidik masih
cenderung mengajarkan metode
hafalan. Kita juga melihat bahwa
jumlah guru di Indonesia yang telah
disertifikasi masih relatif rendah.
Dalam kurun waktu 5 tahunterakhir, persentase guru yang
bersertifikasi baru mencapai 50%
pada tahun 2012 (Grafik 5).
Dari segi infrastruktur, setiap
institusi pendidikan sewajarnya
memiliki beragam fasilitas yang
dapat menunjang proses
pembelajaran. Dalam 5 tahunterakhir, kondisi ruang kelas sebagai
infrastruktur utama pendidikan
sudah cukup baik, dimana ruang
kelas yang kondisinya memenuhi
standar, selalu diatas 50% (Grafik
6).
Sementara itu, standar kompetensi
yang diharapkan menjadi pedoman
penentuan kelulusan peserta didik
juga belum dapat disetarakan
dengan standar komparasi
internasional. Bila menggunakan alat
ukur pembanding kompetensi
peserta didik antar negara,
Indonesia masih relatif tertinggal
dengan negara berpenghasilan
menengah lainnya1 (World Bank,
2012).
Mencermati beberapa poin
implementasi standar pendidikan di
atas, maka perlu evaluasi yang lebih
cermat tentang peningkatan alokasi
anggaran ke sektor pendidikan yang
ternyata belum dibarengi dengan
peningkatan kualitas/kompetensi
pendidikan. (APN)
Sertifikasi Guru 5 Kondisi Ruang Kelas (Milik) 61 Pada Programme forInternational StudentAssessment (PISA) OECD)yang menguji sampel murisusia 15 tahun yang cukupmewakili suatu negara,setengah dari siswa-siswiIndonesia hanya berada padaposisi kurang dari tingkat 1dalam bidang matematika(merupakan tingkat palingdasar dari 6 tingkat tertinggi)
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
12/20
Rubrik Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
10 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012
Kebijakan Penyediaan Infrastruktur di Indonesia
Indonesia saat ini sedang
menghadapi tantangan utama di
sektor infrastruktur. Program
MP3EI yang dicanangkan pemerintah
membutuhkan investasi sekitar 400
Milyar Dolar AS selama 15 tahun
periode program atau kurang lebih
sebesar 26 Milyar Dolar AS setiap
tahunnya. Yang menjadi pertanyaan
ialah apakah jumlah dana investasi
yang ditargetkan sudah cukup dan
darimana sumber dana tersebut.
Dalam Forum Kajian Pembangunan
yang bertema Infrastructure Policy in
Indonesia: Where will the money come
from?, Peter Mc Cawley sebagai
narasumber menyampaikan bahwa
terdapat enam hal utama yang harus
diperhatikan dalam menyediakan
infrastruktur, yaitu: pemilihan dan
persiapan proyek, pembiayaan,
penentuan harga, tata kelola
pemerintahan, kebijakan dan
regulasi serta tantangan perubahan
iklim.
Pemilihan proyek prioritas menjadi
suatu isu yang penting karena
Indonesia terkadang dihadapkan
bukan pada kekurangan pendanaan
melainkan pada kekurangan proyekyang baik (lack of supply in good
project). Oleh sebab itu,
pertimbangan pemilihan proyek
harus dilakukan dengan metode cost
benefit yang tepat karena proyek
yang baik akan membantu suatu
negara dalam membayar kembali
utang yang digunakan untuk
membiayai proyek tersebut. Hal ini
juga berkaitan dengan level investasi
di bidang infrastruktur yang optimal
untuk menyokong pertumbuhan
ekonomi nasional. Risalah dari
berbagai penelitian mendukung
bahwa investasi infrastruktur yang
optimal, baik pembangunan
infrastruktur baru maupun
pengelolaan, berada di kisaran 6,5%
dari PDB suatu negara setiap
tahunnya. Untuk Indonesia, dengan
kisaran PDB seperti saat ini, level
optimal investasi infrastruktur
berada di kisaran 55 Milyar Dolar
AS setiap tahunnya. Jumlah ini
masih berada jauh di atas kebutuhan
MP3EI yang berada di kisaran 26
Milyar Dolar AS.
Pertanyaan berikutnya adalah
bagaimana cara membiayai investasi
infrastruktur tersebut? Kapasitas
APBN tidak terlalu dapat
mengakomodasi kebutuhan investasi
infrastruktur karena fiscal gap yang
sempit. Untuk itu pendanaan swasta
menjadi salah satu opsi. Namun
sejarah investasi infrastruktur
Indonesia tidak cukup baik, sehingga
pemerintah harus berusaha keras
menciptakan ikim investasi yang
kondusif. Opsi pendanaan lainnya
adalah melalui mekanisme utang
negara. Saat ini merupakan
momentum yang tepat untuk
melakukan pinjaman dalam negeri
mengingat tingkat imbal balik
Indonesia masih lebih tinggi
dibandingkan kawasan.
Kebijakan harga juga berkaitan erat
dengan kebutuhan pembiayaan.
Salah satu opsi pendanaan
infrastruktur yang telah ditempuh
oleh negara lain seperti Cina ialah
membiarkan masyarakat untuk
membayar sebagian dari biaya
infrastruktur yang ada. Namun,
mekanisme ini hanya dapat
diterapkan jika negara menjamin
bahwa masyarakat yang membayar
dijamin mendapatkan akses ke
infrastruktur dengan kualitas baik.
Penelitian menyatakan bahwa
beberapa negara Asia memiliki
kesulitan dalam penentuan harga
khususnya dalam melibatkan
masyarakat untuk membayar
dikarenakan produk infrastruktur
yang ada tidak dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat. Penyediaan
infrastruktur yang baik juga perlu
didukung dengan adanya peraturan
yang jelas melalui sosialisasi dan
penegakan hukum yang ada.
Pembangunan iklim kompetensiyang sehat antar badan usaha
penyedia infrastruktur juga perlu
diupayakan sehingga badan usaha
terinsentif untuk efisien dan
bertanggung jawab karena memiliki
pesaing.
Pembangunan infrastruktur
merupakan suatu kebutuhan bagi
suatu negara berkembang seperti
Indonesia. Untuk itu, formulasi
kebijakan yang tepat perlu
dilakukan. Kunci utama terletak
pada mempersiapkan proyek
infrastruktur yang baik dengan
mempertimbangkan skala investasi
yang sesuai. Selanjutnya, upayakan
suatu kerangka investasi
infrastruktur yang kondusif sehingga
pihak swasta terinsentif untukmenggelontorkan investasi. (RN)
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
13/20
Rubrik Utama
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012 11
Pada tanggal 17 April 2012,
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian menyelenggarakan
Forum Diagnosa Ekonomi (FDE)
dengan mengangkat tema
Pendidikan di kampus Universitas
Gajah Mada, D.I. Yogyakarta.
Daerah ini dianggap sebagai lokasi
yang tepat untuk dijadikan observasi
mengingat Yogyakarta memiliki
predikat sebagai kota pelajar.
Forum ini mencakup sesi
pemaparan dari narasumber dan
diskusi. Pihak yang hadir sebagai
narasumber dalam acara ini antara
lain perwakilan dari pemerintah
(Bappeda Provinsi DIY), Akademisi
(Ekonom UGM), dan BPS.
Dalam kaitannya dengan
pertumbuhan ekonomi, menurut
ekonom UGM, pendidikan menjadi
semacam black boxyang tidak dapat
diketahui bagaimana cara
memproses input SDM menjadi
output berupa perekonomian yang
lebih produktif dan kompetitif. Akan
tetapi, kita semua tahu bahwa
pendidikan memiliki peranan
penting di dalam perekonomian
melalui produktivitas dan inovasi.Hal ini dapat dilihat melalui Angka
Partisipasi Kasar (APK) yang
memiliki korelasi tinggi dengan
pendapatan per kapita dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Sesuai
analisis BKPM sebelumnya, sebuah
negara akan lebih memiliki
keunggulan kompetitif apabila
menggunakan inovasi dibandingkan
hanya menggunakan SDA ataumodal dan teknologi. Untuk
mencapai hal tersebut, perlu
integrasi antara sisi permintaan yaitu
perusahaan, sisi penawaran yaitu
institusi penghasil teknologi dan
institusi pendidikan, dan intervensi
pemerintah yaitu institusi penghasil
regulasi dan insentif. Oleh karena
itu, pemikiran B.J. Habibie mengenai
adanya difusi antara pendidikan dan
lapangan kerja mutlak dilakukan
untuk menunjang kualitas
pendidikan.
Ide pendidikan sebagai faktor
penting pertumbuhan ekonomi
dituangkan di dalam visi
pembangunan D.I. Yogyakarta
(RPJP) yaitu menjadikan D.I.
Yogyakarta sebagai pusat
pendidikan pada tahun 2025. Hal ini
diwujudkan melalui misi jangka
panjang untuk menjadikan
pendidikan berkualitas, berdaya
saing, dan akuntabel yang didukung
oleh sumber daya pendidikan yang
handal. Pemda juga menerbitkan
Perda No. 5 Tahun 2011 tentang
pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan berbasis budaya yang
non diskriminatif, berkarakter, tata
kelola pendidikan yang baik (goodeducation governance), mutu
pendidikan yang komprehensif, dan
peran sinergetik pendidikan dalam
pembangunan daerah dan nasional.
Sayangnya, indikator makro
ekonomi D.I. Yogyakarta belum
begitu memuaskan. Tren
pertumbuhan ekonomi D.I.
Yogyakarta masih di bawah tingkatpertumbuhan ekonomi nasional.
Tingkat kemiskinan D.I. Yogyakarta
tergolong berada di peringkat
bawah dibandingkan dengan provinsi
lain. Salah satu alasannya adalah D.I.
Yogyakarta sebagai Kota Pensiun
sehingga membuat tingkat konsumsi
lebih tinggi daripada tingkat
produksi. Sektor pertanian
mengalami penurunan kontribusi,
sedangkan sektor industri
pengolahan dan perdagangan, hotel,dan restoran mengalami
peningkatan kontribusi terhadap
perekonomian. Hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi pergeseran
struktur perekonomian D.I.
Yogyakarta dari sektor primer ke
sektor sekunder dan tersier.
Terlepas dari indikator makro
tersebut, D.I. Yogyakarta suksesdalam keberhasilan kinerja
kesejahteraan. Hal ini dapat dilihat
dari Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) berada di peringkat 4 nasional
dan pengeluaran per kapita berada
di peringkat 2 nasional.
Masyarakat seringkali beranggapan
bahwa pendidikan berkualitas
memerlukan biaya yang tinggi.Anggapan ini dapat memicu inflasi
yang berdampak negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Di D.I.
Yogyakarta, subkelompok jasa
pendidikan memiliki peranan yang
besar terhadap inflasi pendidikan
yaitu sebesar 5,57%. Sedangkan
subkelompok kursus/ pelatihan dan
peralatan/ perlengkapan pendidikanmemiliki peranan relatif kecil
Perkembangan Pendidikan Provinsi DI Yogyakarta
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
14/20
Rubrik Utama
12 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012
terhadap inflasi pendidikan yaitu
masing-masing sebesar 0,42% dan
1,05%. Sejak tahun 2010, inflasi jasa
pendidikan didominasi oleh jenjang
TK dan Kelompok Bermain. Untuk
inflasi kursus/pelatihan, bimbingan
belajar memiliki pergerakan tingkat
inflasi yang sangat tinggi dimana
pada tahun 2012 sudah mencapai
7,85% (year to date Maret 2012).
Kontrak rumah dan sewa rumah
merupakan komoditas yang juga
memiliki peranan terhadap totalinflasi pendidikan yang tinggi yaitu
masing-masing sebesar 4,14% dan
2,35%. Selain itu, komoditas buku
tulis, pensil, buku pelajaran, dan
seragam sekolah memiliki tingkat
inflasi yang relatif besar
dibandingkan komoditas lain.
Perguruan tinggi diharapkan
berperan dalam mendorong inovasimelalui kewirausahaan sebagai
service-led economic growth. Proses
pendidikan di universitas merupakan
pembina bagi kewirausahaan, tidak
hanya melakukan inovasi untuk
ekspansi, tetapi juga melakukan
inovasi untuk dapat bertahan pada
saat menghadapi krisis. Namun,
peran sektor informal di Indonesia
masih sangat dominan yaitu sebesar
65,76% dibandingkan dengan sektor
formal. Seperti yang diketahui
sebelumnya, sektor informal lebih
tahan terhadap guncangan ekonomi
seperti yang terjadi pada krisis
1998. Selain itu, sektor informal
juga memiliki keterkaitan kepadasektor formal karena menyediakan
pasokan kepada sektor formal.
Para lulusan perguruan tinggi tiap
tahun diharapkan dapat
membangkitkan semangat
kewirausahaan yang memberikan
banyak inovasi sebagai penopang
perekonomian di masa depan. Akan
tetapi, masalah akses modal,keterbatasan pemasaran, dan
mahalnya harga bahan baku menjadi
penghambat bagi kewirausahaan
untuk maju. Hal ini membuat
banyak lulusan perguruan tinggi saat
ini meniti karier di sektor formal
terutama di institusi pemerintah,
MNC dan swasta umum. Oleh
karena itu, dibutuhkan sinergi
bersama antara institusi penelitian,
pemerintah, lembaga keuangan dan
swasta untuk membantu pembinaan
soft skilleddan hard skilledserta
memberikan akses kemudahan
modal dan yang terpenting adalah
peran pemerintah yang memberi
dukungan infrastruktur, kemudahan
regulasi. (AFA dan WP)
Penyelenggaran Forum Diagnosa Ekonomi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta 17 April 2012
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
15/20
Rubrik Utama
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012 13
Pendidikan Berkualitas Harus Mahal Atau Bantuan Pendidikan yang Tidak Efektif ?
Pendidikan yang berkualitas
memerlukan biaya tinggi. Menurutdata Bank Dunia tahun 2010,
Indonesia merupakan Negara
dengan rasio pengeluaran
pendidikan publik dan swasta
terhadap APBN tertinggi dari 40
Negara di Asia Pasifik, Afrika, dan
Amerika, tetapi secara kualitas
masih berada di bawah dibandingkan
Negara lain. Biaya tinggi pendidikan
juga diyakini menimbulkan inflasi,sehingga berdampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Data dari Bank Dunia menunjukkan
bahwa pengeluaran pendidikan baik
publik maupun swasta terus
mengalami peningkatan yang sangat
signifikan sejak tahun 2001.
Sementara itu, hasil studi
Departemen Pendidikan AS
menunjukkan pergerakan
pendidikan Indonesia pada masa
reformasi justru lebih lambat dari
masa orde baru. Temuan ini
menunjukkan kualitas pendidikan
pada masa orde baru dianggap lebih
baik dari saat ini meskipun dengan
biaya murah.Kondisi ini lalu
menimbulkan pertanyaan, apakah
pendidikan berkualitas harus mahal
atau dana bantuan untuk pendidikan
dari pemerintah ternyata tidak
efektif.
Sejak tahun 2001, tren pengeluaran
pemerintah untuk sektor
pendidikan terus ekspansif.
Sayangnya, peningkatan itu belum
sejalan dengan peringkat pendidikan
di level internasional. Indeks
pendidikan Indonesia tahun 2007
versi Departemen Pendidikan AShanya sebesar 0,84 dan berada di
peringkat 102 di dunia. Indeks ini
diukur dengan angka melek huruf
dan jumlah pendaftar SD, SMP, danSMA. Patut disyukuri, kualitas yang
diukur dengan skor membaca,
matematika, dan sains, peringkat
Indonesia masih lebih baik dengan
berada di peringkat 60. Namun,
Indonesia masih dikategorikan
sebagai negara least improveddi
sektor pendidikan pada periode
1995-2007 dan masih lebih rendah
dari peringkat Thailand danMalaysia.
Observasi ekonomi untuk
memperoleh gambaran fenomena
pendidikan sebagai faktor penting
pertumbuhan ekonomi dilakukan di
D.I. Yogyakarta. Selain dikenal
sebagai kota pelajar, Yogyakarta
adalah pusat berdirinya sistem
pendidikan modern kala kolonial,
Taman Siswa yang digagas oleh
Bapak Pendidikan, Ki Hajar
Dewantoro. Daerah ini juga
mempunyai misi utama
pembangunan yang bersinggungan
dengan sektor pendidikan, yaitu
mewujudkan pendidikan berkualitas,
berdaya saing, dan akuntabel yang
didukung oleh sumberdaya
pendidikan yang handal. Wawancaradilakukan dengan para penyedia jasa
pendidikan, yaitu sekolah yang
mewakili sisi penawaran dan orang
tua siswa yang mewakili sisi
permintaan. Responden penyedia
jasa pendidikan meliputi kepala
sekolah, staf, dan guru dari jenjang
SD, SMP, dan SMA yang diambil
dengan metode stratified random
sampling. Sedangkan respondenorang tua siswa diambil dengan
metode accidental sampling.
Hampir seluruh sekolah pada saat
wawancara menyatakan pernahmendapat dukungan pemerintah
seperti Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), BOS daerah
(BOSDA), dan Dana Alokasi
Khusus (DAK) untuk pendidikan.
Beberapa sekolah bisa
mendapatkan bantuan dana
pemerintah dengan dua sumber
yang berbeda. Sedangkan rata-rata
pemanfaatan dana BOS inidigunakan untuk operasional
sekolah seperti alat tulis dan
pengembangan kegiatan belajar-
mengajar. Selain bantuan
pemerintah, sekolah yang
diobservasi mengaku masih
mendapatkan sumber pembiayaan
dari orang tua dan yayasan (bagi
sekolah swasta).
Dari sisi orangtua, tingginya biaya
pendidikan menjadi salah satu
perhatian khusus. Biaya sekolah
tinggi dirasakan oleh masyarakat
berpendapatan rendah yang
menyekolahkan anaknya di
sekolah swasta. Beberapa orang
tua mengatakan bahwa pemilihan
sekolah karena alasan lokasi yang
terdekat dengan kerabat atau
keluarga. Karena alasan ini anakdari keluarga yang tergolong
masyarakat sub marginal tetap
bersekolah di sekolah swasta
karena lokasi yang dekat
menghemat biaya transpor.
Pemerintah perlu memberi
penjelasan kepada masyarakat agar
dapat mengambil pertimbangan
yang lebih tepat ketika
menyekolahkan anak di sekolahnegeri atau swasta. Beberapa
orang tua siswa juga mengakui
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
16/20
Rubrik Utama
14 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012
masih ada pungutan biaya oleh
sekolah negeri. Pihak sekolah
dianggap mencari alasan untuk
memungut dana dari orang tuasiswa. Secara umum, orang tua
siswa didik berharap bahwa biaya
pendidikan sebaiknya murah atau
terjangkau oleh semua lapisan,
namun tetap mempunyai kualitas
yang mampu menaikkan kompetensi
siswa ketika memasuki lapangan
pekerjaan.
Bagi sekolah, bantuan pemerintah
belum mencukupi seluruh
kebutuhan sekolah. Pemerintah
hanya menutupi sebesar 12% dari
total Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah (APBS) sebesar 3,3
miliar. Dari dana yang diberikan
pemerintah tersebut, sebesar Rp
200 juta per tahun digunakan untuk
beasiswa Rawan Putus Sekolah
(RAPUS). Hasil wawancara
mendapati bahwa dari sudut
pandang beberapa sekolah swasta,
fungsi pemerataan dari bantuan
pendidikan yang diberikan
pemerintah masih belum terlaksana.
Pada beberapa sekolah yangmempunyai siswa tergolong mampu
juga mendapat dana BOS yang
cukup besar dan dapat dinikmati
oleh seluruh siswa. Alasannya
karena sekolah tersebut
berpredikat sekolah negeri. Selain
itu, BOSDA dirasa tidak adil karena
hanya membantu siswa yang kurang
mampu dan berdomisili di D.I.
Yogyakarta, sementara semua siswadi sekolah negeri sudah
diperhitungkan untuk mendapat
dana BOS. Oleh sebab itu, mereka
berharap ada sinkronisasi antara
pemerintah pusat dan daerah agar
tidak ada tumpang tindih kebijakan
pendidikan. Sebagai contoh, bantuan
pemerintah daerah dapat disalurkan
kepada sekolah yang belum
tercakup dalam bantuan pemerintahpusat, karena pada hakikatnya setiap
orang berhak mendapatkan
pendidikan. Pihak sekolah juga
menekankan pentingnya pendidikan
moral pada institusi pendidikanyang tidak hanya mencetak
generasi berprestasi tetapi juga
berbudi pekerti.
Biaya yang tinggi tentunya juga
diharapkan terkompensasi dengan
kualitas pendidikan yang baik.
Namun pada kenyataannya
beberapa orangtua menyatakan
bahwa kualitas tenaga pendidik
belum sebanding dengan biaya
sekolah yang telah mereka
keluarkan. Perlu upaya konsisten
untuk meningkatkan kualitas guru.
Salah satu caranya adalah dengan
memastikan sistem remunerasi
guru yang merupakan hak tenaga
pendidik baik di sekolah negeri
maupun swasta seiring dengan
peraturan melarang pungutan
kepada siswa. (AFA dan RN)Hasil Observasi Pendidikan di Provinsi DI. Yogyakarta 7
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
17/20
Rubrik Penyaluran KUR
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012 15
Realisasi Penyaluran KUR Maret 2012
Realisasi penyaluran KUR pada
bulan Maret 2012 mencapai Rp.2,6T. Secara kumulatif, Januari
hingga Maret 2012, penyaluran KUR
tercatat sebesar Rp. 6,48T atau
meningkat sebesar 0,2%
dibandingkan periode yang sama
tahun 2011. Dengan demikian, total
penyaluran KUR sejak awal
diluncurkan pada November 2007
hingga Maret 2012 telah mencapai
Rp. 69,9T dengan jumlah debitursebanyak 6,13 juta UMKM. Kinerja
KUR sendiri cukup baik dilihat dari
rasio NPL yaitu sebesar 2,69%.
Penyaluran KUR pada Maret 2012
masih didominasi oleh BRI
khususnya untuk produk KUR
Mikro yaitu sebesar Rp. 1,2T.
Dengan demikian, selama Januari
hingga Maret 2012, BRI telah
menyalurkan KUR Mikro sebesar
Rp. 3,22T atau 49,66% dari total
penyaluran KUR oleh bank
pelaksana. Diikuti penyaluran KUR
oleh BNI sebesar Rp. 909,6 M, BPD
sebesar Rp. 781,8 M, dan BRI KUR
Ritel sebesar Rp. 737,1M. Pada
periode yang sama, penyaluran KUR
oleh Bank Mandiri hanya mencapai
Rp. 242,3 M, bahkan lebih kecil
dibandingkan BTN (Rp. 306,2 M)
dan Bank Syariah Mandiri (Rp. 277,2
M). Kinerja penyaluran KUR yang
meningkat oleh BPD didominasi
oleh Bank Jatim dan Bank Jateng
masing-masing sebesar Rp. 296,6 M
dan Rp. 140,4 M.
Dilihat dari sektor yang menerima
KUR, sektor perdagangan masih
menjadi sektor terbesar yangmendapatkan KUR pada bulan
Maret 2012 yaitu sebesar Rp. 1,42T.
Dengan demikian, selama Januari
hingga Maret 2012, sektorperdagangan telah mendapatkan
KUR sebesar Rp. 2,9 T atau 44,57%
dari total penyaluran KUR sejak
Januari 2012. Diikuti sektor
pertanian sebesar Rp. 1,02 T. Masih
terjadi rentang yang cukup besar
dari nominal KUR yang disalurkan
pada sektor perdagangan dan
pertanian.
Berdasarkan sebaran regional,
wilayah Jawa masih menjadi wilayah
terbesar penyaluran KUR. Hal ini
terlihat dari penyaluran KUR
terbesar di Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Selama Januari hingga Maret
2012, penyaluran KUR di kedua
wilayah masing-masing mencapai Rp.
1,11T dan Rp. 998,3 M. Sedangkan
penyaluran KUR di sejumlah wilayah
diluar Jawa masih sangat rendah,
seperti penyaluran KUR di Maluku
Utara dan Papua Barat yang hanya
Rp. 24,9 M dan Rp. 31,7 M. Untuk
itu, sosialisasi dan koordinasi
Berdasarkan data Komite Kebijakan
KUR, belum ada penambahan totalrealisasi penyaluran KUR TKI pada
bulan Maret 2012 jika dibandingkan
dengan realisasi penyaluran pada
Februari 2012.
Penyaluran KUR TKI telah
dilakukan di tiga provinsi, yaitu Jawa
Timur, DKI Jakarta, dan Jawa
Tengah. Penyaluran KUR TKI
tertinggi adalah di Provinsi JawaTimur yang merupakan salah satu
kantong TKI yaitu sebesar Rp. 1,78
M atau hampir 50% dari total
penyaluran KUR TKI, dengan jumlah
debitur sebanyak 123 TKI. Sebagian
besar KUR diberikan pada TKI yang
bekerja dengan negara tujuan Brunai
Darussalam (43,7%) dan Hongkong
(40,93%). Menurut jenis lapangan
kerja, debitur TKI yang paling
banyak mendapatkan KUR adalah
TKI yang bekerja di sektor
konstruksi (53,86%) dan pembantu
rumah tangga (40,14%). (TKA)
Pemerintah Daerah
dengan perbankan
harus terus
ditingkatkan.
Secara khusus,penyaluran KUR TKI
dilaporkan masih
kurang optimal. Sejak
diluncurkan pada
Desember 2010
hingga Maret 2012,
total penyaluran KUR
untuk TKI mencapai
Rp. 3,57 M dengan
jumlah debitursebanyak 317 TKI.
Penyaluran KUR Menurut Sektor Ekonomi 8
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
18/20
Rubrik Ekonomi Daerah
16 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I April 2012
Perkembangan Ekonomi Daerah Triwulan I-2012
Perkembangan ekonomi daerah
pada triwulan I-2012 menunjukkanaktivitas domestik yang cukup kuat
di tengah ketidakpastian global.
Berdasarkan hasil perhitungan Bank
Indonesia, perekonomian di Jawa
dan Jakarta diperkirakan masing-
masing tumbuh pada kisaran 6,0%
dan 6,7% yoy. Masih tingginya
pertumbuhan ekonomi di daerah
didukung oleh indikator domestik
yang cukup kuat sehinggaberpengaruh positif bagi kinerja
sektor industri pengolahan dan
sektor pengangkutan serta sektor
konstruksi. Sementara itu, sektor
pertanian diperkirakan tumbuh
terbatas akibat adanya pergeseran
puncak panen raya yang
diperkirakan baru terjadi pada awal
triwulan kedua.
Untuk pertumbuhan ekonomiSumatera pada triwulan I-2012
diperkirakan meningkat yakni pada
kisaran 6% yang didukung olehperkembangan kinerja beberapa
indikator di sektor pertanian dan
sektor industri pengolahan yang
cenderung meningkat. Hal ini
terutama dipengaruhi oleh kenaikan
produksi kelapa sawit dan cuaca
yang kondusif.
Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi KTI diperkirakan tumbuh
5% lebih tinggi dibandingkan dengantriwulan sebelumnya seiring dengan
membaiknya aktivitas di sektor
pertambangan di Sulawesi, Maluku
dan Papua (Sulampua) dan Bali -
Nusa Tenggara (Balnustra).
Produksi tambang tembaga terbesar
di Indonesia, Grasberg, sempat
terhenti beberapa waktu pada
Februari 2012, namun telah kembali
mulai beroperasi secara bertahappada 12 Maret 2012.
Di sisi inflasi, perkembangan
harga di berbagai daerah padaakhir triwulan I 2012 cenderung
mulai menunjukkan adanya
tekanan. Realisasi inflasi yang
terjadi pada akhir triwulan I
2012 di hampir seluruh wilayah
cenderung lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama dalam tiga tahun
terakhir. KTI mengalami kenaikan
inflasi yang cukup besar sehingga
mendorong disparitas yang kembali
melebar dengan inflasi nasional.
Cenderung meningkatnya inflasi di
berbagai daerah dipengaruhi
terutama oleh kenaikan harga
bumbu terutama cabe dan relatif
tertahannya penurunan harga beras.
Terkendalanya produksi cabe,
khususnya di sentra produksi di
Jawa Timur, akibat faktor
tingginya curah hujanmenyebabkan pasokan yang relatif
terbatas.
Sementara itu, tertahannya harga
beras pada siklus panen raya kali
ini dipengaruhi oleh penerapan
Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
gabah dan beras yang baru pada
akhir Februari 2012 dan
bergesernya puncak panen di
sebagian besar Jawa yangdiperkirakan baru terjadi pada April
2012. Selain itu, ekspektasi
masyarakat terhadap kenaikan
harga BBM bersubsidi
diperkirakan turut memengaruhi
perkembangan harga di akhir
triwulan I 2012, meski masih relatif
terbatas. (MS)
Referensi: Perkembangan Terkini Ekonomi
Daerah, BI
Inflasi 66 Kota, Maret 2012 9
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
19/20
Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan
Atas Wafatnya
Prof. Widjajono PartowidagdoWakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Bulan Mei setahun lalu, Prof. Ir. Widjajono Partowidagdo, MSc, MA, PhD atau dikenal dengan Pak Wid hadir
sebagai narasumber dalam Economist Talk, forum dialog interaktif yang membahas perekonomian di Kantor
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kala itu beliau mencurahkan pemikiran cerdas tentang
pengelolaan energi di Indonesia sebagai salah satu anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Beliau berpesan dalam
ceramahnya, tak layak kita berfoya-foya dengan anugerah Tuhan, sehingga memanfaatkan energi dengan bijak
menjadi suatu kewajiban. Lima bulan sejak pertemuan itu beliau dipercaya sebagai Wakil Menteri ESDM.
Hal yang berkesan saat bercengkerama dalam dialog itu, beliau mengungkapkan rasa cintanya dengan gunung.
Sebagai pendaki gunung kawakan, beliau berfalsafah bahwa gunung sebagai tempat tertinggi dimuka bumi
mempunyai banyak makna. Perjalanan menunju puncak gunung menggambarkan perjuangan hidup dari strata
bawah hingga puncak yang hendaknya dilalui tanpa putus asa. Saat di puncak, hanya kekaguman pada Sang
Pencipta yang bergelora ditengah-tengah kedamaian alam. Pandangan mata saat di puncak gunung tertuju kebawah mengingatkan pada niat untuk selalu tunduk merendah dihadapan keagungan Tuhan. Menjangkau
langit dalam bayangan di puncak gunung menginspirasi tekat untuk mencapai derajad kehormatan tertinggi.
Begitulah sekelumit kisah Pak Wid. Begawan Ekonomi Energi Indonesia dengan segudang pengetahuan tampil
sederhana dan unik.
Kecintaannya pada Tuhan Sang Pencipta dan gunung sebagai simbol titian kehidupan telah mengantarkan
Beliau pada perjalanan akhir hidup beliau tepat di saat bangsa Indonesia mengenang Hari Kartini. Tuhan
memanggil beliau di tengah kedamaian alam Tambora. Gunung Tambora dikenal sebagai gunung api dengan
erupsi terdahsyat di dunia dalam catatan sejarah vulkanologi modern menjadi tempat Pak Wid menghadap
Sang Pencipta. Selamat Jalan Pak Wid sang pendaki sejati. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menerima segala
amal baik Pak Wid.
-
8/2/2019 TEK Apr 2012 v6
20/20
ISSN 2088-3153
Untuk informasi lebih lanjut hubungi :
Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710
Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836
Email : [email protected] 2088-3153