tata kelola perusahaan dan kebijakan dividen sebelum dan

34
PENDAHULUAN Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1998 berdampak pula di Indonesia yang ditandai dengan nilai tukar yang semakin melemah, laju inflasi yang tidak terkendali serta pertumbuhan ekonomi yang semakin melemah serta banyaknya perusahaan yang gulung tikar sehingga berakibat pada tingginya tingkat pengangguran. Buruknya tata kelola perusahaan merupakan salah faktor yang dianggap berperan besar terhadap timbulnya krisis. Penelitian yang dilakukan Asian Development Bank membuktikan lemahnya pengawasan dewan komisaris serta komite audit perusahaan yang tidak berfungsi secara efektif sehingga pemegang saham mayoritas memiliki kebebasan untuk kepentingan sendiri (Sulistyanto dan Haris, 2003). Johnson et al. (2000) menjelaskan minimnya aturan hukum yang melindungi para pemegang saham minoritas dan kreditur juga berakibat pada besarnya pengendalian perusahaan oleh pemegang saham mayoritas sebagai pengendali yang kuat diperusahaan yang dapat memanfaatkan hal tersebut untuk melakukan tindakan yang menguntungkan secara pribadi tanpa terdeteksi oleh hukum. Secara singkat masalah ke-agenan (agency problem) di negara berkembang termasuk Indonesia adalah konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Salah satu kebijakan yang dapat disalah gunakan oleh pemegang saham mayoritas adalah penahanan dividen yang seharusnya diberikan kepada pemegang saham minoritas dengan dalih bahwa penahanan tersebut digunakan sebagai cadangan dimasa yang akan datang. Dengan memberi harapan atas hak hak yang akan diperoleh, maka secara tidak langsung akan menarik minat pemegang saham minoritas untuk menanamkan modalnya. Dividen yang seharusnya diberikan kepada seluruh pemegang saham perusahaan dapat disalah gunakan oleh pemegang saham mayoritas yang menyebabkan kerugian pemegang saham minoritas (La Porta et al. ,2000).

Upload: others

Post on 29-Dec-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

PENDAHULUAN

Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1998 berdampak pula di Indonesia

yang ditandai dengan nilai tukar yang semakin melemah, laju inflasi yang tidak

terkendali serta pertumbuhan ekonomi yang semakin melemah serta banyaknya

perusahaan yang gulung tikar sehingga berakibat pada tingginya tingkat pengangguran.

Buruknya tata kelola perusahaan merupakan salah faktor yang dianggap berperan besar

terhadap timbulnya krisis. Penelitian yang dilakukan Asian Development Bank

membuktikan lemahnya pengawasan dewan komisaris serta komite audit perusahaan

yang tidak berfungsi secara efektif sehingga pemegang saham mayoritas memiliki

kebebasan untuk kepentingan sendiri (Sulistyanto dan Haris, 2003). Johnson et al. (2000)

menjelaskan minimnya aturan hukum yang melindungi para pemegang saham minoritas

dan kreditur juga berakibat pada besarnya pengendalian perusahaan oleh pemegang

saham mayoritas sebagai pengendali yang kuat diperusahaan yang dapat memanfaatkan

hal tersebut untuk melakukan tindakan yang menguntungkan secara pribadi tanpa

terdeteksi oleh hukum. Secara singkat masalah ke-agenan (agency problem) di negara

berkembang termasuk Indonesia adalah konflik kepentingan antara pemegang saham

mayoritas dan pemegang saham minoritas.

Salah satu kebijakan yang dapat disalah gunakan oleh pemegang saham

mayoritas adalah penahanan dividen yang seharusnya diberikan kepada pemegang saham

minoritas dengan dalih bahwa penahanan tersebut digunakan sebagai cadangan dimasa

yang akan datang. Dengan memberi harapan atas hak – hak yang akan diperoleh, maka

secara tidak langsung akan menarik minat pemegang saham minoritas untuk

menanamkan modalnya. Dividen yang seharusnya diberikan kepada seluruh pemegang

saham perusahaan dapat disalah gunakan oleh pemegang saham mayoritas yang

menyebabkan kerugian pemegang saham minoritas (La Porta et al. ,2000).

Page 2: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

La Porta et al. (2000) memaparkan kebijakan dividen adalah hasil dari suatu

sistem yang efektif dari perlindungan hukum pemegang saham. Dalam suatu sistem yang

efektif, pemegang saham minoritas menggunakan kekuatan hukum untuk memaksa

perusahaan supaya mengeluarkan kas, hal ini dilakukan sebagai antisipasi untuk

menghalangi orang dalam (pemegang saham mayoritas dan menejemen) dari

penggunaan dana yang terlalu tinggi.

Untuk kasus di Indonesia Kian Gie (1993:33) berpendapat untuk

mempertahankan kepemilikan atas perusahaan pemegang saham mayoritas salah satunya

menggunakan trik “saham bonus” yang dibagikan kepada pemegang saham minoritas

sebagai pengganti uang tunai atas hak dividen yang seharusnya mereka terima setiap

tahunnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga laba yang telah diperoleh dapat terkumpul

dalam perusahaan, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan pemegang saham

mayoritas. Kian Gie (1993:34) menjelaskan secara langsung pembagian dividen melalui

saham bonus ini menguntungkan bagi pemegang saham minoritas karena dapat meraih

laba dengan menjual sahamnya pada Bursa Efek, namun apabila dilihat lebih mendalam

tindakan ini sangat merugikan, karena pemberian saham ini merupakan trik cerdik

pemilik perusahaan untuk memperoleh keuntungan dalam waktu yang singkat.

Berdasarkan argumentasi tersebut bahwa krisis ekonomi yang terjadi di Asia

(termasuk Indonesia) yang diakibatkan oleh gagalnya penerarapan tata kelola

perusahaan, Organization for Economic Coperation and Development (OECD), World

Bank dan Asian Development Bank bekerja sama untuk memberikan pedoman tata kelola

yang baik dan mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi tata kelola dengan

tujuan untuk membangun perekonomian kembali yang sempat terpuruk akibat krisis

yang melanda dunia pada tahun 1998.

Page 3: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

Sebagai bagian dari reformasi tata kelola yang diamanatkan oleh IMF maka pada

tanggal 9 Agustus 1999 Indonesia membentuk National Committee for Corporate

Governance (NCCG). Hal pertama yang dilakukan NCCG adalah mengeluarkan

Indonesian Code of Corporate Governance yang diadopsi dari prinsip – prinsip tata

kelola perusahaan yang dikeluarkan OECD. Langkah-langkah reformasi tata kelola yang

dilakukan meliputi peningkatan kualitas informasi menejemen yang diperlukan oleh para

pemegang saham dan masyarakat umum, meningkatkan partisipasi para pemegang

saham minoritas dalam membuat keputusan perusahaan, meningkatkan tingkat

keefektifan kerja para petinggi perusahaan untuk mengurangi tingkat kecurangan yang

dilakukan oleh pihak terkait yang dapat merugikan para pemegang saham minoritas.

Reformasi ini ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada pemegang saham

minoritas. Untuk mengetahui apakah reformasi ini berhasil atau tidak maka perlu

dibuktikan dengan penelitian empiris.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti pengaruh tata

kelola perusahaan terhadap kebijakan dividen sebelum dan setelah reformasi

kebijakan tata kelola di Indonesia. Penelitian ini terutama difokuskan terhadap

pengaruh tata kelola perusahaan yang disebut-sebut memfasilitasi pemegang saham

mayoritas dalam mengambil kebijakan untuk kepentingan pribadi atas biaya yang

ditanggung oleh pemegang saham minoritas yaitu family control, business group,

political connection dan divergence between cash flow and control right. Apabila

reformasi tata kelola berhasil diterapkan seharusnya keempat mekanisme perusahaan

tersebut tidak dapat digunakan kembali oleh pemegang saham mayoritas untuk

menggunakan kebijakan dividen yang merugikan pemegang saham minoritas.

Page 4: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

TINJAUAN TEORITIS

1.1 Kebijakan Dividen

Dalam melakukan investasi para investor memerlukan beberapa informasi

mengenai kebijakan dividen pada sebuah perusahaan untuk mengambil keputusan

diperusahaan manakah yang akan dijadikan tempat untuk menanamkan modal.

Informasi tersebut didapat dari laporan keuangan perusahaan karena dari laporan

tersebut akan tercermin segala kinerja perusahaan yang dapat meyakinkan investor.

Kebijakan dividen merupakan suatu penentuan besaran keuntungan yang akan

dibagikan kepada seluruh pemegang saham (Hatta, 2002).

Menurut Sutoyo et al. (2011) faktor – faktor yang mempengaruhi kebijakan

dividen diantaranya adalah profitability, likuidity, growth dan frim size.

Menurut Suharli (2007) yang dikutip oleh Sulistyowati et al. (2010)

menyatakan bahwa pihak manajemen akan membayarkan dividen sebagai tanda

mengenai keberhasilan perusahaan dalam bentuk profit. Pembayaran tersebut

menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan merupakan fungsi dari keuntungan.

Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi

keuntungannya lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang

diperoleh maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar

dividen. Dengan demikian profitability diperlukan untuk perusahaan apabila

hendak membayar dividen.

Tingkat pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kebijakan dividen. Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu

perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana yang diperlukan untuk

membiayai pertumbuhan perusahaan. Sejalan dengan kebutuhan dana perusahaan

untuk waktu yang akan datang maka perusahaan lebih senang untuk menahan

Page 5: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

labanya dari pada membayarkannya sebagai dividen kepada pemegang saham

(Sulistyowati et al .,2010).

Titman dan Wessel (1988) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

penerbitan saham atau ekuitas pada perusahaan kecil lebih banyak mengeluarkan

biaya dari pada perusahaan besar. Dengan demikian maka dapat disimpulkan,

semakin besar ukuran perusahaan, biaya penerbitan saham atau ekuitas menjadi

lebih rendah. Penerbitan saham lebih tinggi dapat menambah pendapatan

perusahaan. Sehingga perusahaan dapat membayarkan dividen sesuai dengan

proporsi yang ditanamkan oleh pemegang saham.

Likuidity perusahaan menunjukan kemampuan perusahaan untuk mendanai

kegiatan operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendek. Apabila

perusahaan mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendek, maka

perusahaan dipastikan dapat membayarkan membayarkan dividen sesuai dengan

proporsi yang ditanamkan oleh pemegang saham (Sutoyo et al., 2010).

Tidak hanya itu saja yang memaparkan tentang faktor – faktor yang

mempengaruhi kebijakan dividen. Sehingga dalam penelitian ini penulis

menggunakan profitability, likuidity , growth, dan size sebagai variabel kontrol.

1.2 Permasalahan Tata Kelola Perusahaan di Indonesia

OECD (2004) dan FCGI (2001) mendefinisikan tata kelola perusahaan sebagai

suatu mekanisme dan kebijakan yang menetapkan hubungan antara pemegang

saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang

kepentingan internal dan eksternal lainnya yang sehubungan dengan hak-hak dan

kewajiban para pihak kepentingan (http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/peran-

akuntansi-dalam-corporate.html). Tata kelola perusahaan sampai saat ini merupakan

Page 6: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

isu hangat yang selalu diperbincangkan oleh berbagai pemangku kepentingan

perusahaan, dikarenakan cermin atas keberhasilan perusahaan dapat dilihat dari

penerapan itu sendiri. Namun dengan terjadinya krisis yang melanda pada tahun

1998 banyak perusahaan yang runtuh akibat dari kegagalan penerapan strategi

maupun praktek kecurangan yang dilakukan oleh menejemen puncak yang

berlangsung cukup lama dan tanpa deteksi karena lemahnya pengawasan (Kaihatu,

2006).

Berbeda di negara maju dimana permasalahan tata kelola perusahaan yang

dominan adalah konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajemen,

permasalahan tata kelola di negara yang sedang berkembang lebih cenderung pada

konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham

minoritas. Hal ini dikarenakan masih dominannya family control, tetapi tidak

diikuti dengan perlindungan hukum yang kuat terhadap kepentingan pemegang

saham minoritas. La Porta et al. (2000) menerangkan praktek kecurangan di negara

berkembang yang dilakukan oleh pemegang saham mayoritas misalnya dengan gaji

berlebihan, penjualan aset dengan harga yang menguntungkan, atau transfer harga

dengan berbagai entitas tanpa terlepas dari kontrol mereka, serta pengunaan aset

perusahaan untuk mengejar strategi investasi yang mengahasilkan manfaat pribadi

tanpa memperdulikan para pemegang saham minoritas. Hal ini juga didukung

karena dalam kepengurusan perusahaan masih terdapat hubungan keluarga,

sehingga memudahkan praktek – praktek kecurangan tersebut (Johnson et

al.,2000). Semua dapat terlaksana karena perlindungan hukum terhadap pemegang

saham minoritas yang kurang baik terutama di negara-negara berkembang.

Kian Gie (1993) memberi beberapa contoh kasus riil di Indonesia tentang

pemegang saham mayoritas bertindak demi kepentingan pribadinya diantaranya :

Page 7: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

1. Overpricing atau mark-up harga bahan baku perusahaan.

2. Memaksa pihak bank untuk memberikan kredit pada perusahaan dalam jumlah

yang lebih besar dengan ancaman apabila tidak diberikan dana pinjaman, maka

perusahaan akan bangkrut sehingga tidak dapat mengembalikan hutangnya

kepada pihak bank atau dengan alasan pinjaman telah digunakan untuk

perluasan usaha.

3. Meng-go public kan perusahaan dengan meminta agio yang sangat tinggi.

4. Menjual saham perusahaan dengan harga yang diturunkan namun pada

dasarnya tetap bertahan tinggi.

Terdapat empat mekanisme tata kelola perusahaan yang memfasilitasi

pemegang saham mayoritas untuk melakukan kecurangan terhadap pemegang

saham minoritas di Indonesia.

Pertama, sebagian besar perusahaan berbasis keluarga telah memegang posisi

dominan di Indonesia. Family control dapat meningkatkan kinerja perusahaan

karena mereka memiliki perspektif jangka panjang dan investasi mereka terikat

dalam perusahaan (Anderson dan Reeb, 2004). Namun, perusahaan yang

dikendalikan oleh keluarga akan cenderung mengurangi efektivitas mekanisme

perlindungan terhadap pemegang saham minoritas karena kurangnya transparansi

dan pengungkapan terhadap kejadian penting yang ada di perusahaan tersebut.

Kedua, banyak perusahaan Indonesia milik business group yang dikenal

sebagai konglomerat. Melalui keuangan internal, para anggota business group

dapat mengalokasikan modal di antara perusahaan-perusahaan dalam kelompok

yang kemudian dapat mengakibatkan manfaat ekonomi, terutama ketika terjadi

pembiayaan yang berasal dari luar perusahaan terhenti (Khanna dan Palepu, 1997).

Sisi negatif, dari struktur business group dapat memfasilitasi pemegang saham

Page 8: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

pengendali atau pemegang saham mayoritas untuk mentransfer sumber daya dari

satu perusahaan ke perusahaan lain dalam kelompok mereka untuk keuntungan

sendiri. Contoh transaksi tersebut self-dealing yaitu termasuk pencurian atau

penipuan, transfer harga yang menguntungkan untuk pemegang saham pengendali,

kompensasi untuk eksekutif yang berlebihan, pinjaman yang menjamin dan

pengambilan peluang perusahaan (Johnson et al., 2000).

Ketiga, seperti yang ditunjukkan dalam Claessens et al.(2000), banyak

pemegang saham pengendali perusahaan yang terdaftar di Indonesia memiliki

voting right atas perusahaan yang melebihi cash flow right mereka. Perbedaan

dalam cash flow right dan voting right dapat membuat agency problem antara

pemegang saham mayoritas dan minoritas, karena dapat memberikan keleluasaan

bagi para pemegang saham mayoritas atas keputusan-keputusan perusahaan dan

sekaligus memungkinkan mereka untuk menghindari biaya tinggi. Hal ini

merupakan masalah serius yang dibuat oleh pemilik perusahaan untuk

mengendalikan aset perusahaan (Morck et al.,1988). Kepemilikan perusahaan

dengan presentase yang besar dapat menyebabkan persekutuan antara menejer

dengan pemegang saham mayoritas, sehingga aturan yang dibuat oleh pemerintah

dan dewan direksi yang bertujuan untuk kesejahteraan bersama menjadi tidak

dihiraukan lagi. Dalam pemisahaan antara cash flow right dan voting right dapat

memicu masalah yang disebabkan oleh kepemilikan perusahaan yang

terkonsentrasi atau tepusat pada kalangan tertentu. Untuk menutupi kepemilikan

dan kontrol yang berlebih maka para pemegang saham mayoritas menggunakan

piramida kontrol saham yaitu dengan melakukan persilangan saham pada

perusahaan yang berbeda namun masih dalam perusahan yang mereka miliki,

kemudian menurunkan atau mengurangai dana investasi yang seharusnya diterima

Page 9: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

oleh perusahaan yang sebelumnya. Seorang pemilik yang mengendalikan dalam

situasi ini dapat mengambil hasil kekayaan dari perusahaan, penerimaan atas

keuntungan yang ditanamakan oleh para pemegang saham mayoritas sangat tinggi

namun tidak sebanding dengan biaya yang mereka keluarkan, mereka hanya

menanggung sebagian kecil dari biaya yang seharusnya dibayarkan.

Keempat, political connection mempunyai peran penting untuk mendorong

kesalahan alokasi sumber daya. Fisman (2001) menerenangkan, political

connection di Indonesia merupakan masalah yang fundamental. Untuk perusahaan

yang bersih atau dengan kata lain tidak menggunakan fasilitas political connection

tidak akan mendapatkan keuntungan dari hasil operasi perusahaan yang lebih

besar, namun sangat banyak digunakan untuk menarik keuntungan dengan mencari

dana sewa atau investasi untuk kegiatan operasi perusahaan.

1.3 Tata Kelola Perusahaan, Kebijakan Dividen dan Reformasi Tata Kelola di

Indonesia

Faccio et al. (2000) melakukan perbandingan pengaruh tata kelola perusahaan

terhadap kebijakan dividen untuk perusahaan di Eropa dan perusahaan di Asia.

Walaupun kedua daerah menunjukkan family control yang dominan, penelitiannya

menujukkan hasil yang bertolak belakang, yaitu perusahaan di Eropa cenderung

mempunyai dividend payout ratio dan dividend per share yang lebih tinggi

dibandingkan perusahaan di Asia. Perusahaan di Asia cenderung membayar

dividen yang lebih rendah untuk memfasilitasi kebijakan pemegang saham

mayoritas yang dimaksudkan untuk merugikan pemegang saham minoritas.

Walaupun kondisi di Eropa mirip dengan Asia (banyak perusahaan yang dikontrol

keluarga dan tergabung dalam business group), pembayaran dividen tetap tinggi

Page 10: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

karena adanya perlindungan hukum yang baik terhadap pemegang saham

minoritas. Penelitian yang dilakukan oleh Faccio et al. (2000) dilakukan sebelum

negara – negara di Asia termasuk Indonesia melakukan reformasi tata kelola

perusahaan.

Sebagaimana disebutkan pada bagian 1.2 diatas, terdapat empat permasalahan

tata kelola perusahaan di Indonesia yaitu family control, business group, political

connection dan divergence between control and cash flow right. Keempat

mekanisme tata kelola ini dianggap memfasilitasi pemegang saham untuk

mengambil tindakan yang menguntungkan untuk diri sendiri tanpa memperhatikan

kepentingan pemilik saham minoritas. Berdasarkan argumentasi dan hasil

penelitian dari Faccio et al.(2000) serta permasalahan utama tata kelola perusahaan

ini dapat disimpulkan bahwa :

H1= Perusahaan yang dikontrol keluarga (Family control), tergabung dalam

kelompok business group dan mempunyai political connection dengan

pemerintah serta memiliki control right yang lebih tinggi dibandingkan cash

flow right akan membayarkan dividen lebih rendah sebelum dilakukannya

reformasi tata kelola perusahaan.

Reformasi tata kelola perusahaan merupakan suatu sistem untuk memperbaiki

kinerja perusahaan terutama perlindungan pemegang saham minoritas yang

diakibatkan oleh gagalnya penerapan tata kelola pada waktu krisis melanda tahun

1998. Di Indonesia, sebagai bagian dari reformasi tata pemerintahan yang

diamanatkan oleh IMF, National Comite Corporate Governance (NCCG) telah

mengeluarkan Indonesian Code of Corporate Governance. BAPEPAM

Page 11: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

mengeluarkan SK (surat keputusan) nomor 03/2000 dan Jakarta Stock Exchange

(JSX) mengeluarkan SK nomor 315/2000 pada tahun 2000 juga telah

mengeluarkan berbagai aturan yang terkait dengan independensi komisaris,

peraturan dan rekomendasi sebagai bagian dari reformasi tata kelola perusahaan di

Indonesia. Penunjukan komisaris independen dalam perusahaan mereupakan kunci

dari refomasi yang diharapkan dapat memperkuat kinerja perusahaa menjadi lebih

efektif serta perlindungan bagi pemegang saham, terutama pada pemegang saham

minoritas. Proporsi komisaris independen harus sejalan dengan proporsi saham

yang dimilki. Jumlah komisaris independen tidak boleh kurang dari 30 persen dari

seluruh anggota dewan komisaris. Aturan BEJ menerangkan, komisaris sebagai

anggota dewan yang tidak memihak kepada pemegang saham pengendali atau

pemegang saham mayoritas, direksi dan tidak merangkap sebagai jabatan di

perusahaan tersebut salah satunya adalah direktur, selain itu pengangkatan

dilakukan dalam rapat umum pemegang saham.

Langkah-langkah reformasi ini termasuk meningkatkan kualitas informasi

manajemen yang diperlukan untuk memberikan kepada pemegang saham dan

masyarakat umum, meningkatkan partisipasi pemegang saham minoritas

diperusahaan, membuat fungsi direktur menjadi lebih efektif dan lebih independen

serta mengurangi kemungkinan transaksi pihak terkait yang akan merugikan

pemegang saham minoritas. Sebagian besar dari reformasi pemerintahan ini

diadopsi dari negara-negara barat, terutama dari Amerika Serikat.

Banyak orang yang meragukan dari efektivitas reformasi tata kelola

perusahaan dengan berbagai alasan. Diantaranya yaitu pertama, perusahaan

pemerintahan reformasi yang diadopsi oleh Indonesia berkembang berawal dari

Amerika Serikat. Kedua, implementasi tata kelola perusahaan yang diadopsi dari

Page 12: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

budaya asing tidak akan mencapai sukses karena mekanisme pemerintahan ini

telah dibangun dalam budaya yang berbeda (Daniel, 2003). Tata kelola perusahaan

asing bekerja dengan baik di negara-negara Barat karena mereka memiliki

perlindungan hukum yang kuat bagi para investor dan prinsip-prinsip tata kelola

perusahaan bagian dari budaya hukum. Sebaliknya, Indonesia memiliki

perlindungan hukum yang lemah bagi investor (La Porta et al., 2000). Kualitas

perlindungan hukum menentukan dampak mekanisme pada perusahaan (Morck

dan Yeung, 2004). Ketiga, Indonesia telah memperkenalkan banyak reformasi tata

kelola perusahaan sebagai syarat untuk bantuan keuangan dari International

Monetary Found (IMF). Namun banyak perusahaan enggan untuk melakukan

reformasi. Oleh karena itu, reformasi tata kelola yang dilakukan hanya sebagai

syarat saja namun pada kenyataanya tidak dijalankan dengan baik, yaitu dengan

perbaikan kualitas hukum perlindungan yang baik pula (Alijoyo et al., 2004).

Apabila reformasi tata kelola perusahaan di Indonesia tidak efektif, family

control, business group, political connection dan divergence between control and

cash flow right akan tetap berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen di

Indonesia walaupun setelah dilakukannya reformasi tata kelola perusahaan. Akan

tetapi, berbeda dengan argumentasi ahli hukum di atas, hasil penelitian Harijono

dan Tanewski (2010) justru menunjukkan efektifitas dari reformasi tata kelola

perusahaan di Indonesia. Oleh karena itu dapat dirumuskan hipotesa sebagai

berikut :

H2= Perusahaan yang dikontrol keluarga (Family control), tergabung dalam

kelompok business group dan mempunyai political connection dengan

pemerintah serta memiliki control right yang lebih tinggi dibandingkan cash

Page 13: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

flow right akan membayarkan dividen lebih tinggi setelah dilakukannya

reformasi tata kelola perusahaan.

METODE PENELITIAN

1. Populasi, Sampel dan Data

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di

Jakarta Stock Exchange (JSX) yang datanya tersedia dengan lengkap. Data awal

yang dipakai adalah database yang dipakai oleh Harijono dan Tanewski (2010).

Database tersebut berisi data family control, keanggotaan dalam business group,

political connection, divergence between control and cash flow right ,serta beberapa

data keuangan sejak tahun 1995 sampai tahun 2009. Data yang perlu dilengkapi

adalah data terkait proxy kebijakan dividen yang akan dikumpulkan dari ICMD

(Indonesian Capital Market Directory).

2. Teknik Analisis Data

Oleh karena data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data panel, maka

teknik analisis yang akan dipakai adalah panel data regression. Hsiao (1986),

mencatat bahwa penggunaan panel data dalam penelitian ekonomi memiliki beberapa

keuntungan utama dibanding data dengan jenis cross section maupun time series,

yaitu :

1. Dapat memberikan peneliti jumlah pengamatan yang besar, meningkatkan degree of

freedom (derajat kebebasan), data memiliki variabilitas yang besar dan mengurangi

kolinieritas antara variabel penjelas, dimana dapat menghasilkan estimasi ekonomitri

yang efisien.

Page 14: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

2. Panel data dapat memberikan informasi lebih banyak yang tidak dapat diberikan

hanya oleh data cross section dan time series saja.

3. Panel data dapat memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam inferensi

perubahan dinamis dibandingkan data cross section.

Adapun model persamaan yang digunakan dan akan diuji dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Y = 0 + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 + 4 X4 + 5 X5t + 6 X6t + 7 X7t + 8 X8t +9X9t it

Keterangan :

Y = Kebijakan dividen

β = Konstanta

β1, β2 = Koefisien masing – masing variabel

X1 = Business Group

X2 = Familly Control

X3 = Political Conection

X4 = Cash flow Right and Control Right

X5 = Profitability

X6 = Likuidity

X7 = Growth

X8 = Firm Size

X9 = Industry Dummy

t = Year

e = Error

2.1 Pengukuran Variabel

Page 15: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

2.1.1 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen yang

di ukur menggunakan dividen per sahare yang dihitung berdasarkan total

didiven yang dibagikan dengan jumlah lembar saham yang dibagikan

menurut Susan Irawati (2006:64) :

DPS = Total dividen yang dibagikan

Jumlah lembar saham yang dibagikan

2.1.2 Variabel Independen

Tata kelola perusahaan dengan indeks CGPI dari hasil survey oleh

IICG. IICG mengadakan survey tentang penerapan tata kelola pada

perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Berdasarkan hasil survey, maka diperoleh Corporate Governance

Perception Index (CGPI). Selain tata kelola perusahaan terdapat empat

variabel lain yang dapat dijadikan sebagai variabel independen, yaitu :

2.1.2.1 Business Group

Keanggotaan kelompok di identifikasi dengan menggunakan

konglomerasi Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Data Bisnis

Indonesia. Daftar ini menyediakan 300 daftar kelompok bisnis

terkemuka di Indonesia. Para anggota kelompok bisnis tidak hanya

perusahaan yang terdaftar tetapi juga perusahaan swasta di

Indonesia. Variabel kelompok bisnis dinilai 1 jika satu perusahaan

tertentu dimiliki suatu kelompok dan dinilai 0 jika sebaliknya. Data

Page 16: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

business group di dapatkan dari Pusat Data Business Indonesia yang

dapat dilihat pada bagian shareholders yang menunjukan

keanggotaan dalam business group, serta ICMD.

2.1.2.2 Family Control

Perusahaan berbasis keluarga memegang dan telah memegang

posisi dominan di Indonesia. Kontrol keluarga dapat meningkatkan

kinerja perusahaan karena mereka mempunyai pandangan untuk

jangka panjang dan investasi yang signifikan mereka dalam

perusahaan (Anderson dan Reeb, 2004). Kendali keluarga adalah

juga sebuah variabel dummy dengan nilai 1 jika perusahaan yang

dikendalikan oleh keluarga dan 0 jika tidak. Data family control

didapatkan dari ICMD dan Pusat Data Business Indonesia, untuk

mengetahui bahwa perusahaan tersebut dibawah kontrol keluarga

maka dapat dilihat pada kepemilikan saham yang mempunyai nama

sama.

2.1.2.3 Political Connection

Data pada koneksi politik yang dapat diperoleh dari Fisman

(2001). Dalam ukuran political connection, ia menggunakan

Soeharto Dependency Index (1995) dikembangkan oleh Castle

Group, sebuah perusahaan konsultan ekonomi terkemuka di Jakarta.

2.1.2.4 Cash Flow Right dan Control Right

Page 17: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

Metode untuk menghitung cash flow right and control right

dijelaskan dalam Claessens et al. (2000). Mereka memberikan

contoh dimana sebuah keluarga memiliki 11% dari saham publik

Perusahaan A, yang pada gilirannya memiliki 21% dari saham

Kantor B. Asumsikan bahwa tidak ada penyimpangan dari satu

berbagi satu-suara atau lintas kepemilikan antara perusahaan A dan

B. Dalam kasus ini, keluarga memiliki sekitar 2% dari arus kas hak

Perusahaan B, atau produk dari dua kepemilikan saham sepanjang

rantai. Perbedaan antara arus kas dan hak kontrol adalah variabel

dummy dengan nilai 1 jika melebihi hak hak kontrol arus kas dan 0

sebaliknya. Data di Cash Flow Right dan Control Right dapatkan

dari Pusat Data Business Indonesia yang dapat dilihat pada bagian

shareholders yang menunjukan besarnya saham yang ditanamkan

pada setiap perusahaan, serta ICMD.

2.1.3 Variabel Kontrol

Variabel control dalam penelitian ini antara lain :

2.1.3.1 Profitabilitas (Profitability)

Profitabilitas diukur menggunakan return on asset (ROA) yang

diwakili dengan tingkat keuntungan setelah pajak yang dibagikan

dengan total assets (Chang dn Rhee, 1990) dan Chhim(1990) dalam

Sutoyo et al. (2010) :

Earning after tax

ROA=

Total assets

Page 18: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

2.1.3.2 Likuiditas (Likuidity)

Likuiditas perusahaan menunjukan kemampuan perusahaan

yang menandai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban

jangka pendek. Likuiditas di ukur degan mengunakan current ratio

(CR) (Suharli dan Oktarina ,2005) dalam Sutoyo et al. (2010) :

CR = Aktiva lancar

Utang lancar

3.1.3.5 Pertumbuhan Perusahaan (Growth)

Pertumbuhan perusahaan merupakan gambaran atas kinerja

operasional yang baik. Semakin besar tingkat pertumbuhnnya maka

biaya yang dibutuhkan untuk seluruh kegiatan operasionalnya juga

akan semakin tinggi pula, maka akan semakin tinggi pula menahan

pendapatannya. Dengan begitu digunakan perhitungan dengan

indikator tingkat pertumbuhan campuran yang di atur tiap tahun

dalam total aset (Chang dan Rhee, 1990) dan Chim (1990) dalam

Sutoyo et al (2010) :

TAt – TA t-1

Growth =

TA t-1

Keterangan :

TAt = Total aset pada tahun ke t

TA t-1 = Total aset pada tahun ke t-1

Page 19: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

3.1.3.6 Ukuran Perusahaan ( Firm Size)

Ukuran perusahaan sangat mempengaruhi dalam akses keluar

dan masuk ke dalam pasar modal. Karena dengan kemudahan akses

tersebut maka perusahaan akan memeperoleh kemudahan dalam

mendapatkan dana yang digunakan sebagai modal. Bila perusahaan

tersebut mampu mendanai dirinya sendiri, maka akan mudah pula

bagi perusahaan untuk membayarkan dividen kepada para

investornya. Dengan begitu ukuran perusahaan diwakili dengan

logaritma nutural dari total assets tiap tahun (Rosel,2005) dalam

Sutoyo et al. (2010).

Firm Size = Log Total Assets

3.1.3.7 Industry Dummy

Industry dummy merupakan varibel ynag digunakan untuk dapat

mengetahui kelompok indusri manakah yang berpengaruh terhadap

kebjkan dividen. Data industry dummy didapat dari ICMD. Untuk

memudahkan penelitian maka dibagi menjadi tujuh bagian. Variabel

industry dummy dinilai 1 jika suatu perusahaan bergerak dibidang

tertentu dan dinilai 0 jika sebaliknya.

HASIL PENELITIAN

Statistik Deskriptif

Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah 15 tahun pelitian. Kerangka

sampel terdiri populasi perusahaan. Populasi tersebut terdiri dari 265 perusahaan yang

Page 20: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

telah terdaftar di Jakarta Stock Exchange (JSX) pada tahun 2000. Tujuh puluh (70) dari

populasi tersebut adalah perusahaan keuangan. Karena penelitian ini berfokus pada

masalah reformasi tata kelola perusahaan dan implikasinya, maka dalam peneitian ini

terdapat pengecualian, diantaranya 5 perusahaan yang hanya tercatat selama periode pra-

reformasi (1993-1999) dan 10 perusahaan yang hanya tercatat pada tahun 2000,

membawa sampel akhir ke 180 perusahaan.

Page 21: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

Tabel 1

Descriptive Statistics

variabel Obs mean std.dev min max

div. per share 2656 81,39724 527,7338 0 15000

business gruop 2983 0,7308079 0,4436143 0 1

family control 2983 0,7499162 0,4331337 0 1

politic conection 2983 0,2457258 0,4305889 0 1

cash flow right & 2983 0,4884345 0,49995 0 1

control right

Profitability 2983 0,0147299 0,128206 -0,6753877 0,3748968

Likuidity 2656 3,469045 20,20958 -42,43176 557,6177

Growth 2935 0,1414332 0,441764 -6,069752 2,272817

firm size 2983 12,88781 1,682274 4,396915 18,06662

Data olah 2012

Tabel diatas menyajikan laporan tentang data yang akan digunakan pada

penelitian ini. Pada jumlah observasi untuk setiap variabel mengalami perbedaan, karena

pada laporan yang digunakan untuk setiap perusahaan ada beberapa yang tidak

mencantumkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Proxy kebijakan dividen yang

dipakai adalah dividen per share (DPS) adapun governance variabel yang diteliti

meliputi business group, family control, political connection,cash flow & control right

,likuidity, growth dan firm size. Untuk dividen per share mempunyai nilai maximal

sebesar 15000, artinya besarnya pembagian untuk setiap lembar saham ke setiap pemilik

saham sebesar 15000.

Hampir semua variabel memiliki nilai rata – rata yang hampir sama, berbeda

dengan variabel likuidty yang memiliki nilai rata- rata tinggi yaitu sebesar (20,20958)

yang sangat jauh dengan nilai minimun (-42,43176) dan maximum (557,6177).

Regresi Panel

Page 22: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

Penelitian ini menganalisa hubungan antara reformasi tata kelola perusahaan di

Indonesia dengan mengkaji beberapa variabel kunci (business group, family control,

political connection, divergence between cash flow and control right ) yang disebut –

sebut sebagai fasilitator bagi pemegang saham mayoritas untuk menguntungkan diri

sendiri melalui kebijakan dividen. Adapun data sampel yang digunakan dalam penelitian

ini meliputi tahun 1995 – 2009. Untuk memudahkan penelitian data tersebut dibagi

menjadi 2 periode, yaitu masa sebelum reformasi (pre reform) (1995-1999) dan setelah

reformasi (pasca reform) (2001-2009) . Tahun 2000 dalam penelitian ini akan digunakan

sebagai tahun normal dimana tahun tersebut sebagai acuan untuk menilai kebijakan

dividen saat peralihan dari sebelum reformasi ke setelah reformasi tata keloa perusahaan.

Tabel 2

Random Effects Regression Models

Panel A

Sebelum Setelah

Reformasi Reformasi

business group -77,09429*** -220,9841***

-4,02 -3,07

profitability 183,1537*** 378,9704*

4,60 2,28

likuidity 0,0093403 -0,2864902

0,02 -0,36

growth 0,0697696 -6,81986

0,01 -0,18

firm size 10,73869 12,35129

1,92 0,76

Page 23: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

industri dummies Yes Yes

N 901 1573

Panel B

Sebelum Setelah

Reformasi Reformasi

cash flow & control right -33,24098* -67,02025

-1,98 -1,07

profitability 185,8645*** 382,0278*

4,64 2,30

likuidity 0,0706751 -0,1803771

0,15 -0,23

growth 0,267520 -2,180036

0,02 -0,06

firm size 7,689079 6,846267

1,36 0,42

industri dummies Yes Yes

N 901 1573

Panel C

Sebelum Setelah

Reformasi Reformasi

political connection -12,21673 -20,23001

-0,61 -0,27

profitability 187,1966*** 391,549*

4,67 2,35

likuidity 0,0590152 -0,1622334

0,13 -0,21

growth 0,0908207 -2,105133

0,01 -0,06

firm size 7,323453 6,421386

1,24 0,38

industri dummies Yes Yes

N 901 1573

Page 24: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

Panel D

Sebelum Setelah

Reformasi reformasi

family control -88,11942*** -274,9658***

-4,74 -3,88

profitability 181,8055*** 350,1151*

4,59 2,11

likuidity 0,0420418 -0,1225347

0,09 -0,16

growth 4,640183 -0,3449731

0,36 -0,01

firm size 7,266971 5,941916

1,34 0,37

industri dummies Yes Yes

N 901 1573 t stastistic

*p<0.05, **p<0.01, ***p<0.001

Tabel 2 menunjukan hasil dari regresi panel yang meliputi periode sebelum dan

setelah reformasi tata kelola. Sejalan dengan penelitian sebelumnya (Sulistyowati et

al,2011 ; Titman dan Wessel,1998) , untuk variabel kontrol profitability dan firm size

memiliki pengaruh yang positif dan konsisten untuk periode sebelum dan sesudah

reformasi terhadap kebijakan dividen sehingga dapat meningkatkan kemampuan

perusahaan untuk membayarkan dividen kepada para pemegang saham. Penelitian ini

juga menambahkan variabel industry dummy. Secara umum kelompok perusahaan yang

bergerak di bidang manufacturing cenderung membagikan dividen yang lebih tinggi.

Pada tabel 2 kolom satu dapat dilihat, secara umum sebelum reformasi para

pemegang saham mayoritas menggunakan beberapa variabel kunci sebagai fasilitas

untuk melakukan tindakan yang dapat menguntungkan secara pribadi. Semua variabel

tata kelola perusahaan, kecuali political connection, mempunyai koefisien regresi

negatif. Untuk variabel political connection secara statistik dapat dijelaskan bahwa

untuk variabel ini mempunyai nilai koefisien sebesar -12.21637 dan didukung dengan

probabilitas sebesar 0,54. Hal ini menunjukkan bahwa political connection tidak

Page 25: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal ini disebabkan data yang digunakan

adalah Soeharto Dependency Index tahun 1995. Pada tahun 1998 terjadi pergantian

kepemimpinan sehingga menyebabkan perbedaan struktur kepemilikan pada industri

yang terkait dengan political connection pada masa itu.

Variabel business group mempunyai nilai koefisien regresi sebesar -77,09429

dengan nilai t-test -4,02 (p-value sebesar 0,000) sehingga koefisien ini signifikan pada

level 0,1 persen. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan yang tergabung dalam

business group di Indonesia cenderung membayar dividen lebih rendah dibanding

perusahaan yang tidak tergabung dalam business group. Variabel family control

mempunyai koefisien regresi sebesar -88,11942 dengan nilai p-value sebesar 0,000

sedangkan divergence between cash flow and control right juga mempunyai koefisien

regresi sebesar -33,24098 dengan nilai t-test -1,98. Maka berdasarkan hasil statistik

diatas ketiga variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Dengan

melihat pengaruh dari ketiga variabel kunci diatas mengindikasikan bahwa pada

periode sebelum dilakukannya reformasi tahun 2000 pemegang saham mayoritas

menggunakan variabel kunci seperti yang disebutkan di atas untuk melakukan tindakan

yang dapat menguntungkan secara pribadi melalui kebijakan dividen. Terdapat

beberapa faktor pendorong bagi pemegang saham mayoritas untuk melakukan tindakan

tersebut, salah satunya adalah rendahnya aturan hukum yang melindungi para

pemegang saham minoritas yang berakibat pada besarnya pengendalian perusahaan

oleh pemegang saham mayoritas tanpa terdeteksi oleh hukum (Johnson et al.,2000).

Untuk negara berkembang tindakan yang dilakukan oleh pemegang saham mayoritas

juga didukung dengan kepengurusan perusahaan yang masih terdapat hubungan

keluarga serta keanggotaan dalam business group (Johnson et al.,2000). Keluarga

beranggapan bahwa dengan melibatkan beberapa anggota keluarga dalam

Page 26: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

kepengurusan perusahaan akan mampu meningkatkan keefektifan kinerja perusahaan

(Anderson dan Reeb, 2004). Selain itu pemegang saham pengendali yang memiliki

control right atas perusahaan yang melebihi dari cash flow mereka menurut Claessens

et al.(2000) juga mendukung dalam keanggotaan business group, pembayaran dividen

yang lebih rendah dilakukan dengan alasan untuk menjaga laba perusahaan supaya

tetap tinggi.

Berdasarkan penjelasan diatas untuk periode sebelum reformasi yang tertulis pada

tabel 2 kolom satu serta diperkuat dengan argumen Johnson et al (2000) dan Calessens

et al (2000), maka dapat disimpulkan bahwa pada periode sebelum dilakukannya

reformasi tahun 2000 banyak pemegang saham mayoritas menggunakan variabel kunci

seperti yang disebutkan diatas untuk melakukan tindakan yang dapat menguntungkan

secara pribadi.

Untuk periode setelah reformasi secara keseluruhan seperti yang tertulis pada

tabel 2 kolom dua menunjukan bahwa reformasi tata kelola perusahaan mempunyai

pengaruh walaupun tidak terlalu kuat. Untuk variabel political connection menunjukan

hasil yang tidak berbeda dengan periode sebelum dilakukannya reformasi yaitu tidak

berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Pengaruh reformasi yang telah

dilakukan hanya terlihat pada variabel divergence between cash flow and control right.

Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2 menjelaskan, pada periode sebelum reformasi

variabel ini berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Akan tetapi, pengaruh ini

menjadi tidak muncul pada periode setelah reformasi. Hal ini terlihat dari tingkat

koefisien sebesar -67,02025 didukung dengan probabilitas sebesar 0,286.

Berbeda dengan kedua variabel diatas, variabel business group dan family

control tidak mengalami perubahan walaupun telah dilakukan reformasi tata kelola

perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukan pengaruh

Page 27: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

negatif terhadap kebijakan dividen. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang

tergabung dalam business group dan berada dibawah family control masih melakukan

tindakan yang dapat menguntungkan secara pribadi, terutama dalam pengambilan

keputusan kebijakan dividen walaupun sudah dilakukan reformasi tata kelola

perusahaan. Akan tetapi, ada juga kemungkinan kebijakan yang diambil oleh

perusahaan yang tergabung dalam business group dan berada dibawah family control

terkait kebijakan dividen yang diambil justru berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan. Khana dan Palepu (1997) menunjukkan bahwa pinjam meminjam antar

perusahaan dalam satu group (i.e. internal capital market) dapat menimbulkan manfaat

ekonomi ketika pembiayaan yang berasal dari luar terlalu mahal atau sulit. Apabila

perusahaan yang tergabung dalam business group membayar dividen lebih rendah dan

menggunakannya untuk investasi di perusahaan lain yang menguntungkan, tentu saja

kebijakan ini dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Kontrol keluarga juga dapat meningkatkan efektivitas kinerja perusahaan

(Anderson dan Reeb, 2004). Keluarga lebih cenderung mempertahankan kontrol di

perusahaan yang dimiliki. Apabila membutuhkan dana ekspansi, keluarga akan lebih

cenderung memilih sumber dana yang tidak mengurangi kontrol keluarga, seperti

hutang dan laba ditahan. Hal ini yang mungkin menyebabkan perusahaan yang

dikontrol keluarga membayar dividen yang lebih rendah. Keinginan keluarga yang

ingin mempertahankan kontrol lebih banyak didorong oleh private benefit of control.

Menurut Holderness dan Sheehan (1988) private benefit of control dapat berdampak

positif (ketika dipakai keluarga untuk mengontrol direksi supaya mengambil keputusan

yang dapat meningkatkan nilai perusahaan), tetapi juga dapat berdampak negatif (ketika

kontrol dipakai untuk kepentingan keluarga atas biaya pemegang saham minoritas).

Page 28: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

Dari hasil penelitian yang telah dijabarkan diatas maka dapat di simpulan bahwa,

reformasi tata kelola perusahaan yang dilakukan pada tahun 2000 yang bertujuan untuk

melindungi pemegang saham minoritas dan investor terutama terkait dengan kebijakan

dividen yang diterapkan pada perusahaan mempunyai pengaruh walaupun indikasinya

lemah. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harijono dan

Tanewski (2010) serta Fitra (2012) yang menyatakan bahwa reformasi tata kelola

perusahaan berhasil diterapkan pada operating performace dan kebijakan struktur

modal. Namun untuk melihat apakah reformasi tata kelola perusahaan dapat diterapkan

terhadap kebijakan dividen perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Sebelum dilakukannya reformasi, tiga variabel tata kelola kunci yaitu business

group, family control, divergence between cash flow and control rights mempunyai

pengaruh negatif yang terhadap kebijakan dividen. Pada periode ini pemegang saham

mayoritas dapat menggunakan fasilitas tersebut untuk melakukan tindakan yang dapat

menguntungkan secara pribadi, yaitu dengan pembayaran dividen yang lebih rendah

dari yang seharusnya diterima.

Pada periode setelah reformasi, secara keseluruhan menunjukan bahwa reformasi

yang dilakukan pada tahun 2000 mempunyai pengaruh walaupun indikasinya tidak

terlalu kuat. Hanya pengaruh negatif divergence between cash flow and control right

yang hilang setelah dilakukannya reformasi. Adapun pengaruh variabel business group

Page 29: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

dan family control terhadap kebijakan dividen pada periode setelah reformasi tetap

negatif.

Implikasi Teori

Penelitian ini terutama difokuskan pada pengaruh reformasi tata kelola

perusahaan yang disebut – sebut memfasilitasi pemegang saham mayoritas dalam

mengambil keputusan terutama kebijakan dividen untuk kepetingan pribadi atas biaya

yang ditanggungkan kepada pemegang saham minoritas. Beberapa variabel kunci

(business group, family control, political conection, divergence between cash flow and

control rights ) yang disebut - sebut sebagai fasilitator bagi pemegang saham mayoritas

dalam melakukan kecurangan. Hasil penelitian pada periode sebelum reformasi sejalan

pendapat Facio et al.(2000), La Porta et al.(2000) serta Johnson et al.(2000) bahwa

reformasi yang dilakukan dinegara berkembang tidak akan mencapai kesuksesan

karena hal ini di dorong dengan kepengurusan keluarga dalam perusahaan serta

keanggotaan business group.

Untuk periode setelah reformasi, sebagian hasil penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Harijono dan Tanewski (2010) serta Fitra (2012)

yang menyatakan bahwa reformasi tata kelola perusahaan berhasil diterapkan pada

operating performance dan kebijakan struktur modal.

Implikasi Terapan

Walaupun hasil penelitian ini memberi indikasi adanya pengaruh reformasi tata

kelola perusahaan, pengaruh pembayaran dividen yang lebih rendah untuk perusahaan

yang berada dibawah family control dan termasuk dalam business group terhadap nilai

perusahaan tidak dapat dipastikan. Ada argumentasi yang menyatakan bahwa kebijakan

Page 30: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

ini berpengaruh negatif, tetapi ada yang juga berpendapat bahwa hal ini akan

berpengaruh negatif. Untuk itu penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengambil

kesimpulan akhir.

Keterbatasan Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian untuk pengukuran variabel political

connection masih menggunakan Soeharto Dependency Index tahun 1995, data ini

masih kurang relevan karena pada tahun 1998 Soeharto mengundurkan diri dari jabatan

sebagai Presiden Republik Indonesia.

Untuk variabel family control dan business group masih perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut di karena penelitian yang dihasilkan belum begitu kuat.

Saran Penelitian Mendatang

Karena pada penelitian ini belum mendapatkan jawaban atas pengaruh reformasi

tata kelola terhadap kebijakan dividen maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

terkait dengan kebijakan dividen. Selain itu sebaiknya untuk pengukuran variabel pada

political connection sebaiknya menggunakan data Leuz yang dapat mengahasilkan data

yang lebih relevan. Penambahan rentang waktu populasi lebih diperluas kembali

sampai dengan tahun 2011 guna mendapatkan data yang lebih efektif bagi penelitian

selanjutnya.

Page 31: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

37

Daftar Pustaka

Alijoyo, A., Bouma, E., Sutawinangun, M.N., and Kusadrianto, M.D., 2004.

‘Corporate governance in Indonesia’. Asian Development Bank Working

Paper Series.

Anderson, R.C. and D.M. Reeb .,2004, Board composition: Balancing family

influence in S&P 500 firms, Administrative Science Quarterly, Vol. 49, No.2,

pp.209-237.

Capulong, M., Edward, D., Webb, D., and Zhuang, J. (eds), 2000. Corporate

governance and finance in East Asia: A study of Indonesia, Republic of Korea,

Malaysia, Philippines and Thailand . Asian Development Bank: Manila.

Claessens, S., S. Djankov, J.P.H., Fan and Lang, L.H.P.,2000, East Asian

Corporation Heroes or Villains,World Bank Discussion Paper ;409

Claessens, S., S. Djankov, J.P.H., Fan and Lang, L.H.P., 2002. ‘Disentangling the

incentive and entrenchment effects of large shareholdings’, Journal of

Finance, Vol. 57, No. 6, pp. 2741-2771

Daniel, W.E., 2003. ‘Corporate governance in Indonesian listed companies – a

legal transplantation problem’. Bond Law Review, 15, 344-375.

Faccio Mara, Lang, L.H.P, Youg Leslie .,2000, Dividends and Exprorations,

Forthcoming American Riview

Fisman, D., 2001. ‘Estimating the value of political connection’. American

Economics Review, 91, 1095-1102.

Page 32: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

38

Gie, Kian Kwik ,1993, Saya Bermimpi Jadi Konglomerat ,Gramedia

Pustaka Utama,Jakarta

Harijono , Tanewski George, 2010, Legal Transplantation Work? The

Case of Indonesia Corporate Governance Reform (tidak

dipublikasikan)

Hatta, Jauhari Atika,2002, Faktor – Faktor yang Menpengaruhi kebijakan

Dividen : Ivestigasi Pengaruh Teori Stakeholder, Jurnal Akuntansi

dan Auditing (JAAI) volume 6 no.2 Desember 2002

Holderness, Clifford G., dan Dennis P. Sheehan. 1988. The Role ofMajority

Shareholders in Publicly Held Corporations.Journal of Financial Economics

20: 317-46.

Hsiao Cheng ,1986 , Analysis Panel Data Second Edition, The Press

Syndicate of The University of Cambridge.

Johnson,S.et al ,2000, Tunneling , The American Economic Review Vol. 90, No.

2, Papers and Proceedings of the One Hundred Twelfth Annual Meeting of

the American Economic Association (May,2000), pp. 22- 27, American

Economic Association Stable

Kaihatu,Thomas.S,2006, Good Corporate Governance dan Penerapannya di

Indonesia, Jurnal Menejemen dan Kewirausahaan vol.8 no.1 Maret 2006 :1-9

Khana ,T., Palepu K,1997, Is Group Affiliation Profitable in Emerging Markets?

An Analysis of Diversified Indian Business Groups, Journal of finance, 55(2)

,867-891

Page 33: Tata Kelola Perusahaan dan Kebijakan Dividen Sebelum dan

39

La porta et.al, 2000, Agency Problems and Dividend Policies around

the World , The Journal Of Finance• Vol. LV, No. 1 • February

2000

Morck, R. and Yeung, B., 2004. Family control and the rent-seeking society.

Entrepreneurship Theory and Practice, 28(4), 293-315.

Morck, R., Shleifer, A. and Vishny, R., 1988. Management ownership and

market valuation: An empirical analysis . Journal of Financial Economics, 20,

293-315.

Sulistyanto.S.H & Wibisono Haris, 2003, GOOD CORPORATE GOVERNANCE:

Berhasilkah Diterapkan di Indonesia? , Jurnal Widya Warta, No.2 Tahun

XXVI/Juli 2003.

Sulistiyowati Indah, Anggraini Ratna, Utaminingtyas H T. ,2010, Pengaruh

Profitabilitas, Leverage, dan Growth Terhadap Kebijakan Dividen dengan

Good Corporate Governance sebagai Variabel Intervening, Simposium

Nasional Akuntansi XIII Purwokerto 2010

Susan Irawati,2006, Menejemen Keuangan, Pustaka ,Bandung

Sutoyo, Prasetio Eko Januar , Kusumaningrum Dian,2010, Faktor – Faktor yang

Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Jasa Keuangan,

Jurnal Keuangan dan Perbankan volume 15,No.1 Januari 2011

Titman, S. & R Wessel, 1988, The Determinants of Capital Structure Choice,

Journal of Finance. Vol. 43