tanpa foto

54
A. JUDUL PENELITIAN “KAJIAN TEKNIS STABILITAS LUBANG BUKAAN LEVEL 30 PADA PENAMBANGAN EMAS BAWAH TANAH DI DESA CIHONJE- PANINGKABAN, KECAMATAN GUMELAR, KABUPATEN BANYUMAS” B. LATAR BELAKANG Daerah Cihonje-Paningkaban merupakan salah satu lokasi penghasil emas di Indonesia yang terletak pada busur gunungapi, tepatnya berada di Zona Pegunungan Serayu Utara, Pulau Jawa dengan koordinat 108°59’19” bujur timur-109°05’00” bujur timur dan 7°24’30” lintang selatan - 7°25’59” lintang selatan, dengan luas area penambangan 2.5 km x 3km. Merupakan tambang rakyat dengan metode gophering atau coyoting, terletak di desa Paningkaban dan Cihonje, kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas. Tambang rakyat ini di kelola oleh pekerja yang tidak mengerti teknis akan penambangan bawah tanah yang baik, meskipun dilengkapi dengan penyangga yang rapi namun tetap ada kasus akan keruntuhan namun yang di beritakan tidak memakan korban, di laporkan selama ini kasus kecelakaan di tambang rakyat tersebut adalah karena keracunan gas, terjatuh atau tersetrum karena instalasi kabel yang kurang memadai. 1

Upload: freebowo-freecoffeein

Post on 07-Dec-2015

254 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

gini

TRANSCRIPT

Page 1: Tanpa Foto

A. JUDUL PENELITIAN

“KAJIAN TEKNIS STABILITAS LUBANG BUKAAN LEVEL 30 PADA

PENAMBANGAN EMAS BAWAH TANAH DI DESA CIHONJE-

PANINGKABAN, KECAMATAN GUMELAR, KABUPATEN BANYUMAS”

B. LATAR BELAKANG

Daerah Cihonje-Paningkaban merupakan salah satu lokasi penghasil emas di

Indonesia yang terletak pada busur gunungapi, tepatnya berada di Zona

Pegunungan Serayu Utara, Pulau Jawa dengan koordinat 108°59’19” bujur timur-

109°05’00” bujur timur dan 7°24’30” lintang selatan - 7°25’59” lintang selatan, dengan

luas area penambangan 2.5 km x 3km.

Merupakan tambang rakyat dengan metode gophering atau coyoting, terletak di

desa Paningkaban dan Cihonje, kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas.

Tambang rakyat ini di kelola oleh pekerja yang tidak mengerti teknis akan

penambangan bawah tanah yang baik, meskipun dilengkapi dengan penyangga

yang rapi namun tetap ada kasus akan keruntuhan namun yang di beritakan tidak

memakan korban, di laporkan selama ini kasus kecelakaan di tambang rakyat

tersebut adalah karena keracunan gas, terjatuh atau tersetrum karena instalasi

kabel yang kurang memadai.

Selama pembangunan lubang bukaan tidak melalui eksplorasi , hanya

sekedar menebak, maupun ada yang mendapati tanda patok lokasi yang terdapat

emas, selama tahap development tidak melalui uji kelayakan , hanya sekedar kira-

kira, sehingga didapati ada sebagian lubang yang runtuh, karena penyangga tidak

kuat menahan beban.

Berdasarkan penelitian terdahulu, tambang ini memiliki cadangan yang

sedikit, sehingga tidak ada investor untuk membangun tambang dengan sekala

besar, oleh karena itu tambang ini hanya di kelola oleh masyarakat sekitar.

Dengan berbekal pengalaman dan teknik seadanya, serta peralatan

seadanya, penambangan di lakukan dengan sistem tambang bawah tanah dengan

metode gophering mengikuti arah urat emas. Penambangan di lakukan dengan

1

Page 2: Tanpa Foto

membuat shaft hingga kedalaman lebih dari 50 meter, tanpa alat pengaman yang

memadai. Oleh karena itu perlu dilakukan studi teknis demi memastikan keamaan

para pekerja.

Atas dasar keamaan yang buruk serta teknik penambangan yang tidak

terkaji dengan baik, saya mengangkat masalah ini menjadi bahan skripsi saya.

C. RUMUSAN PERMASALAHAN

Dalam penambangannya, tidak ada kajian teknis mengenai kondisi

batuan, bagaimana kekuatan dan stabilitas lubangnya, serta keadaan

penyanggaanya yang di buat tanpa ada dasar teknis, sehingga tidak di ketahui

seberapa kuat lubang bukaannya, seberapa aman, untuk itu melalui penenelitian

ini akan di kaji stabilitas lubang bukaan tersebut.

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang mempengaruhi

kestabilan lubang bukaan

2. Untuk mengetahui dan memperhitungkan sifat fisik dan mekanik dari

batuan pada lubang bukaan melalui pengujian laboratorium, seperti

kuat tekan uniaksial, kuat geser, kuat tarik, dan point load.

3. Mengkaji kekuatan lubang bukaan yang ada.

4. Mengkaji rncangan penyanggan yang di aplikasikan di lokasi

penambangan.

E. BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Kondisi batuan diasumsikan pada kondisi natural

2. Pengaruh curah hujan tidak di perhitungkan

3. Ukuran sample di tentukan, yaitu berupa silinder dengan diameter 5 cm

dan tinggi 10 cm.

4. Beban normal di tentukan

5. Metode pengujian di tentukan, yaitu kuat tekan uniaksial, kuat geser, kuat

tarik, dan point load index.

2

Page 3: Tanpa Foto

6. Sample diasumsikan merepresentasikan semua kondisi batuan di daerah

penambangan pada level 30.

7. Kajian lubang bukaan hanya di batasi pada level, yaitu lorong horizontal

dan stope penambangan.

F. HIPOTESA

Penelitian ini membahas aspek aspek geoteknik dan geomekanik dalam

lubang bukaan tambang bawah tanah, untuk itu perlu ditunjang dengan hipotesa

untuk mengangkat isu isu yang ada.

Menurut S. Koesnaryo dalam makalahnya yang berjudul Peran

Geomekanika dalam Perancngan tambang bawah tanah (1994), data masukan dari

geomekanika diperlukan mulai dari tahap rancangan awal, kemudian rancangan

final, sampai pemantauan perilaku massa batuan di sekeliling dinding penggalian

selama dan setelah masa konstruksi. Tujuannya ialah memperoleh kestabilan

struktur penggalian dalam jangka waktu yang telah di tetapkan. Oleh karena itu

jika dalam pembuatan lubang bukaan ak mendasarkan pada geomekanika atau

geoteknik maka sudah pasti akan di ragukan kestabilan dan keamanan nya, namun

karena lubang bukaan sudah jadi maka harus dilakukan kajian teknis untuk

memastikan bahwa rancangan lubang bukaan sudah tepat atau tidak.

Menurut S. Koesnaryo masih dengan makalah yang sama menyatakan

selama masa penggalian dan konstruksi sering diperlukan pemantauan perilaku

massa batuan, data yang di dapat sangat berguna untuk diperolehnya kemantapan

jangka-panjang dan dapat digunakan sebagai dasar untuk memutuskan apakah

suatu rancangan penggalian perlu di modifikasi atau tetap.

Terkait masalah pengambilan data , Barla & Mahtab(1993) menyatakan

alasan pentingnya subyek pengukuran sifat-sifat signifikan massa batuan, di

antaranya metoda untuk memperkirakan sifat-sifat batuan du lokasi lain dapat di

lakukan misalnya dengan prinsip geostatistik untuk memperkirakan variabilitas

regional, karena meskipun sample batuan hanya di ambil pada salahsatu dari

sekian pulh lubang namun dengan pendekatan geostatistik dapat di tentukan

keadaan lubang lubang lainya.

3

Page 4: Tanpa Foto

Meskipun penambangan di lakukan dengan metode gophering,

namunkondisi batuan nya termasuk lemah, batuan lemah memerlukan

penyanggaan seketika pada saat segera setelah penggalian (S. Koesnaryo, 1994).

Sifat batuan lemah (Duffaut, 1981), antara lain :

Memiliki permeabilitas tinggi dan oleh karenanya dapat

menyimpan air sampai tingkat membahayakan.

Kadang –kadang mengandung lempung yang mengakibatkan

pengembangan dan perilaku slaking dengan variasi siklik

berdasarkan kandungan airnya.

Sebagian di antaranya memiliki keruskan dan kelemahan

struktural.

Oleh karena itu untuk batuan lemah seperti pada tambang batubara

umumnya, yang paling relevan adalah modifikasi sistem RMR oleh Laubscher

dan Taylor (1976) (S. Koernaryo (1994).

Karena pertambangan rakyat kendala yang di hadapai antara lain menurut

S. Koesnaryo (1994) dari segi sumber daya manusia yang mencakup jumlah,

tingkat keahlian, pengalaman , dan pemahaman terhadap pekerjaan yang di hadapi

dan ketersediaan peralatan yang jumlah, kapasitas , dan kondisinya sesuai dengan

sifat pekerjaanya. Benar saja hal ini lah yang kerap di hadapi di lokasi

penambangan, oleh karena itu melalui hasil penelitian ini penulis berharap dapat

membantu mengoptimalkan penambangan emas rakyat di desa Cihonje-

Paningkaban.

G. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari peneitian ini di harapkan dapat membantu para penambang

membuat lubang bukaan yang baik dan benar , serta aman sesuai dengan kekuatan

batuan, sehingga dapat menanggulangi masalah keruntuhan serta mengoptimalkan

produksi penambangan.

H. DASAR TEORI4

Page 5: Tanpa Foto

Dasar dari penelitian ini adalah geomekanika, geomekanika sendiri adalah

bidang ilmu rekayasa yang mempelajari dan membahas tentang karakterisasi

massa batuan pada kulit bumi seagai masukan untuk studi kelayakan, perancangan

dan pelaksanaan serta pemantauan penggalian di dalam massa batuan. Yang di

maksud penggalian di sini mencakup penggalian batuan di permukaan dan atau

lubang bukaan bawah tanah, baik untuk kepentingan pertambangan maupun sipil.

Dalam kerangka geomekanika, rancangan penggalian bawah tanah

mencakup empat pokok bahasan, yaitu : 1). Karakterisasi massa batuan, 2).

Metoda analisis(rancangan), 3). Kriteria rancangan, 4).penggalian dan ground

control.

Dari aspek metode analisi rancangan, Bieniawski (1984) membedakan

metode-metode rancangan menjadi tiga yaitu metode analitik, metode analitik,

dan metode observasional. Dalam hal ini metode analitik mencakup closed form

dan analisis numerik.

Kriteria rancangan mencakup masalah kriteria keruntuhan (failure criteria)

dan faktor keselamatan (safety factor) yang rasionla, yang akan dipakai sebagi

dasr perhitungan. Diperlukan suatu pendekatan probabilitik mengenai hubungan

antara faktor keselamatan dan kemungkinan terjadainya runtuhan.

I. Karakterisasi Massa Batuan

Karakterisasi massa batuan atau deskriptif kuantitatif massa batuan untuk

perancangan dan konstruksi di dalam batuan sebagai media geologis merupakan

elemen yang paling krusial dan terpenting dalam geomekanika.

Dari aspek penggalian terowongan, persyaratan utama yang penting dari

batuan sebagai material rekayasa, adalah kemampuan batuan tersebut untuk stabil

dengan penyanggaan yang wajar.

Ada 3 aspek dalam karakterisasi lokasi yang saling berkaitan yaitu : 1).

Identifikasi sifat-sifat penting massa batuan, 2). Metodologi pengukuran sifat-sifat

penting massa batuan, dan 3). Kuantifikasi sifat-sifat massa batuan. Barla dan

Mahtab (1983) mengelompokan sifat-sifatpenting massa batuan menjadi dua

kelompok, yaitu: 5

Page 6: Tanpa Foto

1. Sifat-sifat penting massa batuan berdasarkan aspek karakterisiktik lokasi

dan fungsi lubang bukaan, meliputi:

Topografi, iklim dan kesampaian daerah.

Lokasi lubang bukaan dari permukaan tanah dan batas-batas

formasi batuan.

Kemantapan struktral dari massa batuan (kegempaan, sesar,

konsentrasi tegangan)

Kondisi hidrologi dan perturbasinya (permeabilitas batuan dan laju

aliran air tanah).

Potensi mblengan permukaan dan efek permukaan lainnya.

Tipe batuan, genesis, homogenitas

Tingkat pelapukan dan sifat pelapukannya

Diskontinuitas geologis dan jenis cacat lainnya

2. Sifat-sifat penting dari aspek analisis, perancangan, dan konstruksi lubang

bukaan, yaitu :

Karakterisasi deformasi di bawah pembebanan jangka pendek dan

jangka panjang

Karakteristik kekuatan berdasarkan kriteria keruntuhan yang

rasional

Tegangan insitu dan beban hidraulik dan/atau dinamik

Permeabilitas dn variasi serta pengendaliannya

Geometri dan sifat-sifat mekanis daru diskontinuitas yang

sistematik dan eksentif.

Teknik pengukuran untukpengujian di lapangan dan di laboratorium menurut

Franklin (1979) adalah sebagai berikut :

1. Index Test di lapangan untuk karakterisasi :

A. Diskontinuitas :

Geometri : jumlah set, orientasi, spasi, persistensi,

bukaan, kekerasan, ukuran blok.

Karakterisitik lain : isian, kekuatan dinding, RQD,

seepage.6

Page 7: Tanpa Foto

B. Logging geofisik lubang bor, seismik refraksi (single and cross

hole), akustik, suhu, resistivita, induksi, dan gamma ray logs.

2. Design Test di lapangan :

A. Deformabilitas : Borehole Jack (flexible riggid), flat jack test,

plate test (surface, borehole), dan in-situ uniaxial/triaxial test.

B. Uji kuat geser (langsung, torisonal)

C. Aliran fluida : julang piezometrik, permeabilitas, kecepatan dan

lintasan aliran

D. Penentuan tegangan : flat jack, door stropper, strain-gage cell,

USBM-type gage, CSIRO geg Idan rekah hidrolik (hydraulic

facturing).

3. Quality control test di lapangan :

A. Rock Bolt (cable) tension and anchor test.

B. Shotcrete : visual assessment, pull test, box mold test, core test.

4. Monitoring lapangan :

A. Gerakan : inklinometer, tilt meter, borehole extensometer,

convergence meter, perpindahan kekar dan sesar, triangulasi,

dan offset surveys.

B. Pengukuran lain : pemantauan getaran dan ledakan, hydrulic

pressure cells, perpindahan tegangan batuan, regangan di

pembobotan dan steel ribs.

5. Laboratory Index Test untuk karakterisasi :

A. Kandungan air, porositas, void index, bobot isi.

B. Swelling presure, swellng strain, slake durability.

C. Kekerasan, ketahanan terhadap abrasi (los angles test),

deskripsi petrografik.

D. Uji uniaksial untuk kuat tekan dan modulus Young, Poisson’s

ratio.

E. , Scmidth hammer rebound , dan Point Load Index.

6. Design test di laboratorium :

7

Page 8: Tanpa Foto

A. Uji Kuat Tarik (Langsung , dan Brazillian), Triaksial, dan geser

langsung.

B. Permeabilitas

C. Sifat-sifat ketergantungan waktu dan plastisitas.

D. Sifat-sifat ketergantungan waktu dan plastisitas.

Bagaimanapun, pada suatu proyek tidaka semua jenis pengujian di

atas harus di laksanakan. Pengujian apa saja yang hendak di lakukan di

labortorium dan di lapangan akan sangat bergantung pada jenis dan sifat

proyeknya, sebgaimana yang telah di kemukakan oleh Barla dan Mahtab di

depan.

II. Bagan Klasifikasi Massa Batuan Lemah

Batuan lemah secara garis besar adalah kebalikan daribatuan

kompeten, dimana batuan lemah memerlukan penyangga seketika pada saat

segera setelah penggalian. Batuan lemah ini setara dengan batuan klas-4 dan

5 pada klasifikasi bienawski (1973). Sifat batuan lemah (duffant, 1981 )

antara lain ialah :

- Beberapa jenis di antaranya mempunyai permeabilitas tinggi

dan oleh karenanya dapat menyimpan air sampai tingkat yang

membahayakan

- Kadang-kadang mengandung lempung yang mengakibatkan

pengembangan dan prilaku slaking dengan variasi siklik

berdasarkan kandungan airnya

- Sebagian di antaranya memiliki kerusakan dan kelemahan

sruktural

Dari suatu sistem klasifikasi massa batuan akan di ketahui kekuatan

batuan, pola dan kondisi diskontinuitas, dan kondisi air tanah.

Berikut adalah karaketristik batuan lemah yang di pandang

signifikan. Sebagian besar karakteristik ini telah tercakup dalam sistem

klasifikasi utamma atau modifikasiinya, yaitu:

- RSR (Rosk Stuctur Rating), Wickham dkk(1972)

- RMR (Rock Mass Rating), Bieniawski (1973)8

Page 9: Tanpa Foto

- Q (Rock Mass Quality ) , Barton dkk (1974)

- MRMR ( Modified Rock Mass Rating), Laubschcer & Taylor

(1976)

- RDC (Rock Durability Classification), Oliver (1976)

Seperti terlihat pada tabel II.1., dua sistem klasifikasi yang

komprehensif yaitu RMR (dengan modifikasinya MRMR) dan Q-system

merupakan mayoritas dari tujuh Kakarteristik tercantum.

Tabel 2.1

karakteristik signifikan dari batuan lemah yang tercakup dalam

berbagai sistem klasifikasi massa batuan.

Karakterisasi Massa Batuan Sistem Klasifikasi Secara Eksplisit Mencantumkan

1. Konstitusi Geologi :Tipe batuan, litologi, tekstur, pelapukan perlipatan

RSR, Q (tercantum dalam SRF)

2. Core Recovery :Total atau Modifikasi (RQD)

RMR, MRMRM, Q

3. Intact Rock Strength : Unconfined Compression (Co) Atau Point Load Index (Is)

RMR, MRMRM, Q

4. Kondisi Air tanah :Inflow rate, pengaruh air terhadap perilaku batuan

RSR, RMR, MRMR, Q, RDC

5. Durability :Swelling Index or Presssure

Q(tercantum secara parsial dalam SRF), RDC

6. Diskontinuitas :Spasi atau jumlah pasangan (set), kondisi kekar, orientasi pasangan kekar

RSR,RMR,MRMR, QRMR, MRMR,QRSR, RMR, MRMR

7. Tegangan Insitu atau perubahan tegangan

MRMR(sebagian)Q(sebagian)

Untuk batuan lemah seperti pada tambang batubara umumnya, yang

paling relevan adalah modifikasi sistem RMR oleh Laubscher dan Taylor

(1976).

III. Analisa Rancangan

9

Page 10: Tanpa Foto

Telah banyak text book yang membahas secara mendalam

bagaimana melakukan perhitungandan analisa untuk rancangan suatu lubang

bukaan, baik untuk kasus bukaan lubang bukaan pada batuan keras maupun pada

kasus batuan lemah. Beberapa di antaranya oleh Obert dan Duvall (1976), Szechy

(1973), Bieniawski (1974), Hoek dan Bray (1980), Brady dan Brown (1985),

brown (1987) , Mahtab dan Grasso(1992).

III.1. Metode Rancangan

Proses suatu rancangan, ditinjau dari aspek geomekanika secara

umum dapat di bagi ke dalam 2 tahap, yaitu :

1. Permodelan konseptual mengenai problem nilai batas, yaitu

pernyataanpermasalahan dalam bentuk :

- Geometri

- Karakterisasi massa batuan

- Penentuan kondisi batas yang relevan

- Tegangan in-situ

2. Pemilihan suatu pendekatan untuk analisis permodelan yang di

nyatakan dalam bentuk :

- Konsentrasi tegangan

- Deformasi

- Mekanisme keruntuhan dan/atau penyangga.

Bagaimanapun, dalam permodelan konseptual diperlukan sejumlah

asumsi simplifikasi sehubungan dengan adanya beberapa ketidakpastian yang

bersifat inheren. Pemilihan metode analisa sering memerlukan asumsi tambahan,

tetapi asumsi tambahan ini biasanya tidak sebanyak asumsi yang di pakai dalam

karakterisasi material.

Titik tolak rancangan lubang bukaan ialah asumsi tentang perilaku

massa batuan berdasarkan teori elastisitas. Dalam hal ii perilaku massa batuan

secara garis besar dibedakan menjadi dua jenis , yaitu perilaku elastik dan non

elastik. Problem dalam elastisitas mencakup penentuan tegangan, regangan , dan

perpindahan yang terjadi pada suatu bentuk material tertentu yang dikenai gaya

dan kondisi batas (beban, perpindahan) pada permukaan luarnya. Untuk itu 10

Page 11: Tanpa Foto

diperlukan empat pasang persamaan diferensial yang bersama dengan kondisi

batas dapat untuk menentukan 15 besar dalam elastisitas linier (6 tegangan, 6

regangan dan 3 perpindahan) yaitu : hubungan regangan –perpindahan, hubungan

tegangan-regangan, persamaan keseimbangan, dan hubungan kompabilitas.

Metode rancangan menurut bieniawski (1984) berdasarkan proses

dan data dasar yang di pakai, dapat di bagi menjadi 3 katagori yaitu : 1. Metode

analitik, 2. Metode empiris, 3. Metode pengamatan.

1. METODE ANALITIK

Pada pendekatan analitik, analisis dilakukan dengan cara mengurai

persoalan menjadi bagian-bagian sederhana, kemudian menyajikannya daam

persamaan-persamaan yang runtut, dan selanjutnya menyelesaikan persamaan-

persaman tersebut berdasarkan parameter yang telah ada (Gibson, 1974; Brown,

1987). Metode analitik pada umumnya menghasilkan solusi closed form atau

pseudo closed form. Problem yang dapat diselesaikan secara analitik di antaranya

ialah :

1. Distribusi tegangan dan perpindahan elastik yang terjadi di

seputr penggalian dengan geometri sederhana, yang biasanya

menggunakan fungsi tegangan airy atau teori variabel

kompleks. Bray (1987) membuat solusi untuk material isotropik

dan anisotropik.

2. Penentuan luas dan distribusi tegangan perpindahan di dalam

zona plastik yang terbentuk di sekitar lubang bukaan bulat pada

kondisibatas aksimetrik. Brown (1983) membuat solusi untuk

berbagai model perilaku material.

3. Analisi keseimbangan limit pada kemantapan blok indiidual

atau batuan yang terisolasi pada lereng atau pada batas-batas

penggalian bawah tanah (Hoek & Brown 1980, Hoek & bray

1981).

Data masukan yang diperlukan dalam metode analitik ini yaitu :

- Geometri lubang bukaan11

Page 12: Tanpa Foto

- Sifat fisik batuan : bobot isi

- Karakteristik batuan : kohesi (c), sudut geser dalam (Φ), kuat

tekan uniaksial (Co), modulus elatisitas (E), dan Poisson Ratio

(v)

- Kondisi tegangan in-situ (vertikalm horisontal).

Lingkup penerapa d=metode analitik dengan solusi closed form

pada dasarnya terbatas untuk material elastik linier yang homogen dan isotrop.

Tetapi dalam perkembangannya, sejak awal tahun 1960-an, mulai berkembang

penggunaan komputer untuk analisis struktural dengan pendekatan numerik dalam

merancang lubang bukaan. Metode ini banyak di pakai dalam menyelesaikan

problem-problem pada massa batuan non-homogen, non-elatik, non-linier, dan

terutama pada fenomena ganda (misalnya kombinasu beban mekanis, termal, dan

hidrolik). Pendekatan numerik ini dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu:

1. Metode diferensial : untuk problem domain yang termasuk

katagori ini yaitu :

- Metode elemen hingga

- Metode elemen dikret

- Metode beda hingga

2. Metode integral : untuk problem batas. Termasuk katagori ini

adalah :

- metode elemen batas

- Metode integral batas

Untuk perancangan penggalian bawah tanah seperti jalan masuk

danpanel penambangan yang sering di pakai adalah metode elemen hingga dan

metode elemen diskret.

2. METODE EMPIRIK

Metode ini mendasarkan pada analistis statiskal, yaitu melalui

pendekatan empirik dari banyak pekerjaan dan data serupa sebelumnya.

Pendekatan empirik dalam praktek ialah penerapan klasifikasi massa batuan, yang 12

Page 13: Tanpa Foto

pada dasarnya merupakan kuantifikasi karakteristik massa batuan. Sistem yang

paling banyak di pakai adalah sistem RMR dari bienawski. Sedangkan batuan

lemah dapat berdasarkan sistem RMR yang telah di modifikasi oleh laubscher dan

taylor, seperti di jelaskan di depan.

3. METODE PENGAMATAN

Merode ini mendasarkan analisi data pemantauan (monitoring)

pergerakan massa batuan pada saat penggalian , dan analisi interaksi batuan –

penyangga. Yang termasuk dalam metode ini yaitu New Austrian Tunneling

Method (NATM) dan Convergence-confinement Method.

Metode pengamatan dapat juga di pakai sebagai cara untuk analisis

baik (back analsys) terhadap hasil metode rancangan yang lain.

IV. Penentuan Sifat Mekanik Batuan Utuh

1. Preparasi Contoh Batuan Utuh

Contoh batuan utuh dari lapangan bisa berupa contoh bongkah atau

contoh berbentuk silider. Contoh batuan bongkah biasanya di ambil di permukaan

sedangkan contoh batuan inti diperoleh dari pemboran inti.

Tergantung dari pengujiannya jika pengujian mensyaratkan batuan

berbentuk bongkah maka tindakan selanjtnya biasanya adalah dengan melakukan

pemotongan dengan alat potong sehingga diperoleh geometri dan dimensi yang

sesuai dengan persyaratan pengujian. Sedangkan jika pengujian mensyratkan

contoh batuan berbentuk silinder maka contoh batuan dari lapangan yang

berbentuk bongkah harus di lakukan preparasi dengan membor dengan alat inti

(coring) berdiameter bor inti BQ, NQ, HQ (35-75 mm).

Tabel 3.1. Ringkasan sifat fisik, kekerasan, sifat mekanik, dan cuttability.

Sifat Batuan Parameter Sifat Fisik - Kandungan air

- Bobot isi

13

Page 14: Tanpa Foto

- PororsitasKekerasan Material - Kekerasan mineralohi

- Kekerasan Mohs & Rosival- Koefisien cementasi- Cone inditer - Uji Dynamic Remound- Shore scelescope- Scmidh rebound hammer- Modified scmidth hammer

Standart Kuat Batuan - Kuat Tekan – UCS- Kuat Tarik Brazillian- Kuat geser

Perilaku Konstitutif Uji UCS - Young’s Modulus- Spesifik Fraktur Energi- Toughness Index

Indeks Kekuatan Batuan - Indeks kegetasan - PLI- Impact strength index- O&K Wedge test- Hardgroove grindability Index- Breaking Characteristic- Rock Driabillity - Drilling Rate Index- Drillability Barre Granite

Sifat Dinamik - Kecepatan Seismik Lab

2. Sifat Fisik Batuan Utuh

Sifat fisik yang ditentukan untuk kepentingan penelitian geoteknik

adalah : bobot isi (natural density), bobot isi kering (dry density), bobot isi jenuh

(saturated density), berat jenis semu (apparent specific grafity), berat jenis sejati

(true spesific gravity), kadar air asli (natural water content), kadar air jenuh

(absorption), derajat kejenuhan, kejenuhan, porositas (n), dan “void ratio” (e).

Penentuan sifat fisik batuan memerlukan peralatan sebagai berikut :

- Oven yang mampu mempertahankan temperatur 105oC selama 24 jam.

- Wadah contoh yang terbuat dari material tidak korosif dan mempunyai tutup

yang kedap udara

- Pompa vakum sehingga contoh batuan utuh dapat direndam air di dalam

wadah yang bisa diberikan tekanan vacum sebear 800Pa untuk selama-

lamanya 1 jam.

14

Page 15: Tanpa Foto

Sumber : google.com

- Wadah berukuran secukupnya untuk merendam contoh batuan utuh yang

dimasukan kedalam wadah berongga dan dapat di gantung bebas sehingga

berat contoh batuan utuhnya dapat di timbang untuk menentukan berat jenuh

terendam air

- Timbangan dengan ketepatan sebesar 0,001% dari berat contoh

Gambar 1Gambar 1

(dari kiri ke kanan) Neraca ohauss, Oven, dan Desikator

3. Kekerasan Material dan Mineral

Salahsatu sifat kekerasan dinyatakan dalam skala Mohs, yaitu

kemampuan mineral untuk menggores atau mengabrasi mineral atau benda

lainya, dinyatakan sebagai Mohs Hardness ( Fredrick Mohs, awal abad ke 19).

Cara lain menyatakan kekerasan adalah melalui ketahanan terhadap identasi

dibawah kondisi tegangan tetap dikatakan sebagai indentation hardness atau

microhardness. Masing-masing kekerasan tersebut adalah sebuah ukuran

ketahanan suatu struktur kristal terhadap kerusakan mekanik yang merefleksikan

kekuatan ikatan atom dalam crystallographic lattice dari sebuah material

tertentu.

4. Penentuan Sifat Meknaik di Laboratorium

A. Uji Kuat Tekan Uniaksial (Unconfined Compressive Strength Test – UCS)

Tujuan uji kuat tekan adalah untuk mengkur kuat tekan uniaksial

sebuah contoh batuan dalam geometri yang tak beraturan, baik dalam bentuk

silinder, balok atau prisma dalam satu arah (uniaksial). Tujuan utamanya uji ini

adalah untuk klasifikasi kekuatan dan karakterisasi batuan utuh. Hasil ujia ini

menghasilkan beberapa informas yaitu; kurva tegngan regangan, kuat tekan

uiaksial, modulus young, nisbah poisson, frakturenergi dan spesifik fraktur energi.

15

Page 16: Tanpa Foto

Sumber : http://tssp.semenpadang.co.id/

Uji ini menggunakan mesin kuat tekan(compression mahine) dan

dalam pembebananya mengkuti standart dari International Society Rock

Mechanics (ISRM,1981). Laju tegangan didefinisikan sebagai perkalian antara

laju regangan dengan modulus young (konstanta elastik), dan menurut standart

laju tegangan adalah antara 0,5-1,0 Mpa/detik. Uji kuat tekan terhadap batuan

kuat dan getas (brittle ) dalam watu singkat cendrung menghasilkan nilai yang

besar. Pengukuran gaya tekan melalui pembacaan manometer gauge atau load cell

atau pressure transducer, sedangkan pengukuran perpindahan aksial dan lateral

bisa dilakukan dengan masing masing memasang dial gauge secara vertikal dan

horizontal.

Gambar 2.Mesin kuat Tekan

4.1. Modulus Young

Modulus Young atau Modulus elastisitas adalah kemampuan

batuan untuk mempertahankan kondisi elastisitasnya. Pada uji kuat tekan

uniaksial, contoh batuan yang diberikan tekanan akan mengalami beberapa

deformasi, yakni deformasi elastik dan deformasi plastik. Nilai Modulus Young

diturunkan dari kemiringnan kurva tegangan –regangan pada bagian yang linier

karena pada saat inilah contoh mengalami deformasi elastis. Persamaan untuk

mencari nilai Modulus Young adalah :

E = ∆σ / ∆εa

E = Modulus Young (Mpa)

∆ σ = beda Tegangan (Mpa)

16

Page 17: Tanpa Foto

Sumber : Mekanika Batuan-penerbit ITB

∆εa = beda regangan aksial (%)

Dalam menentukan modulus Young, terdapat 3 cara :

1. Modulus Young Sekan yaitu Modulus Young yang diukur dari tegangan

=0 sampai nilai tegangan tertentu .

2. Modulus Young Tangen yaitu Modulus Young yang diukur pada tingkat

tegangan = 50% σyp

3. Modulus Young Rata-Rata yaitu Modulus Young yang diukur dari rata-

rata kemiringan Kurva atau bagian liniear yang terbesar dari kurva.

Gambar 3Penentuan Modulus Young Sekan, Tangen, dan rerata

4.2. Nisbah Poisson

Nisbah poisson adalah nilai mutlak dari perbandingan antara

regangan lateral terrhadap regangan aksial. Jika suatu material di regangkan

pada satu arah, maka material tersebut cendrung mengkerut (dan jarang

mengembang) pada dua arah lainya. Sebalikna, jika suatu material di tekan maka

material tersebut akan mengembang (dan jarang mengkerut) pada dua arah

lainya pula.

Dalam deformasi elastik mekanik, kecendrungan material

mengkerut atau mengembang dalam arah tegak lurus terhadap arah pembebanan

dikenal sebagai efek poisson. Oleh karena itu jika sebuah contoh akan

mengalami regangan baik kearah aksialmaupun ke arah lateral dan persamaan

nisbah poisson adalah,

v= εlateral / εaksial

keterangan : v = Nisbah Poisson

17

Page 18: Tanpa Foto

Sumber : Mekanika Batuan-penerbit ITB

εlateral = regangan lateral (mm)

εaksial = regangan aksial (mm)

nisbah poisson sangat bergantung pada tingkat tegangan dan dipengaruhi oleh

pembukaan dan penutupan rekahan dalam batuan saat pengujian dilakukan.

Nisbah poisson nilainya bervariasi sesuai dengan deformasi yang di alami

batuan tersebut.

Gambar 4Kurva tegangan regangan untuk kekuatan vs deformabilitas

5. Kuat Tarik Tidak Langsung (Brazillian Test)

Menurut ASTM D 653-67 Standart Defintion of Terms and Symbol

yang berhubungan dengan mekanika batuan dan mekanika tanah

(Jumikis ,1983), kuat tarik dari suatu Material didefinisikan sebagai “tegangan

tarik Maksimum yang dapat dikembangkan oleh suatu material”.

Secara praktis, kuat tarik dipandang sebagai nilai tegangan

maksimum yang dikembangkan oleh suatu contoh material dalam suatu

pengujian tarikan yang dilakukan untuk memecah batuan di bawah kondisi

kondis tertentu.

Dalam mekanika batuan, pengetahuan tentang kuat tarik batua

penting untuk menganalisa kekuatan batuan dan kestabilan dari atap atau kubah

dari lubang bukaan bawah tanah dari zona tarik di batuan. Inti dari pengujian ini

adalah untuk mengetahui kuat tarik dari suatu batuan secara tidak langsung.

6. Uji Kuat Geser

18

Page 19: Tanpa Foto

Sumber : matest

Semua massa batuan memiliki bidang-bidang diskontinu seperti

kekar, bidang perlapisan, dan sesar. Pada kedalaman yang dangkal dimana

tegangan-tegangan yang bekerja sangat rendah atau dapat diabaikan, deformasi

ataupun runtuhan yang terjadi pada batuan utuh (intact rock) dan massa batuan

lebih banyak dikendaliakan oleh luncuran pada bidang diskontinu dan sifat fisik

butiran batuan utuh (intact rock) diantara bidang luncur atau bidang /gesernya.

Parameter-parameter kuat geser batuan, yaitu kohesi (c) dan sudut gesek dalam

(Φ) yang dieperolh dengan melakukan uji geser langsung di laboratorium.

Kuat geser batuan merupakan perlawanan internal batuan terhadap

tegangan yang bekerja sepanjang bidang geser dalam batuan tersebut, yang

dipengaruhi oleh karakteristikintrinsik dan faktor eksternal. Untuk mengetahui

kuat geser batuan pada tegangan normal tertentu diperlukan uji kuat geser dengan

contoh uji setidaknya sebanyak 4 buah. Masing-masing contoh dikenakan gaya

normal (Fn) terntentu yang diaplikasikan tegak lurus terhadap permukan bidang

diskontinu dan gaya geser atau horizontal (Fs) dikenakan menggeser contoh

batuanhingga pecah.

Gambar 5Alat uji geser langsung

7. Point Load Index (PLI)

Uji point load merupakan uji indeksyang telah secara luas

digunakan untuk memprediksi nilai UCS suatu batuan secara tidak langsung di

lapangan. Hal ini disebabkan prosedur pengujian yang sederhana, preparasi 19

Page 20: Tanpa Foto

Sumber : indiamart

Sumber : Mekanika Batuan-penerbit ITB

Sumber : Mekanika Batuan-penerbit ITB

contoh yang mudah, dan dapat di lakukan di lapangan. Peralatan yang digunakan

mudah di bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan .

Contoh yang digunakan untuk pengujian ini dapat berbentuk silinder ataupun

suatu bongkah batuan, disarankan untuk pengujian inni berbentuk silinder dengan

diameter = 50mm (NX 54mm, lihat ISRM (1985).

Gambar 6Alat Point Load Index

Gambar 7Tipe Dan Syarat Contoh Batuan Uji PLI (ISRM,1985)

8. Schmidt Hammer

Scmidt hammer banyak digunakan untuk menguji tingkat

kekerasan dari batuan ataupun beton. Schmidt hammer didesain dengan level

energi impak yang berbeda-beda, tetapi tipe L dan N umumnya di gunakan untuk

pengujian batuan. Tipe L mempunyai energi impak 0,735 J yang hanya sepertiga

energi impak tipe N. Tipe L dbiasanya digunakan untuk menguji batuan silinder

20

Page 21: Tanpa Foto

Sumber : tekniksipilunud

sedangkan tipe N biasanya digunakan untuk menguji contoh batuan yang lebih

besarseperti blok batuan ataupun langsung pada massa batuan.

Alt ini terdiri atas piston yang dikombinasikan dengan per, dimana

piston ini secara otomatis terlepas dan menumbuk permukaan kontak dengan

batuan ketika hammer ditekan ke arah permukaan batuan, piston tersebut akan

segera memantul kembali kearah hammer, jarak pantulan pistonyang terbaca pada

indikator dinyatakan sebagai nilai pantul schmidt hammer. Nilai pantul schmidt

hammer adalah rata rata 10 nilai pantulan terbesar untuk setiap pengujian. Jarak

pantulan ini merupakan fungsi dari jumlah energi impak yang hilang akibat

deformasi plastik dan failure dari batu di tempat terjadinya impak (Hudson, 1970).

Gambar 8

Mekanisme kerja Schmidt Hammer

V. Klasifikasi Massa Batuan

1. Orientasi dan keluarga bidang diskontinuitas

Pemetaan orientasi bidang kekar dilakukan di suatu singkapan

massa batuan dengan cara mengukur orientasi dalam bentuk kemiringan (dip) dan

arah kemiringan (dip direction) sepanjang garis bentangan

tertentu(scanline)dimuka massa batuan. 21

Page 22: Tanpa Foto

Sumber : Mekanika Batuan Penerbit ITB

Gambar 9Pemetaan Kekar

Pemetaan kekar yang meliputi orientasi dan jarak antar bidang

kekar menggunakan beberapa peralatan seperti : tali (50 m), palu geologi, kompas

geologi, meteran, clipboard, ensil, penggaris, tabel RMR dan tabel Q, gambar

standart skala kekeasaran muka bidang kekar botol ukur, dsb.

Setelah orientasi kekar diperoleh daari pengukuran sepanjang

tertentu di muka massa batuan selajutnya adalah memplot datanya pada projeksi

stereografik. Dengan begitu dapat memperoleh gambaran potensi keruntuhan

akibat kehadiran bidang diskontinuitas.

22

Page 23: Tanpa Foto

Sumber : Mekanika Batuan Penerbit ITBGambar 10Contoh pembuatan stereonet bidang N40 o E/50o

2. Karakteristik Ukuran Bidang Diskontinuitas

A. Spasi dan frekuensi bidang diskontinuitas

Spasi bidang diskontinuitas atau kekar adalah jarak tegak lurus

antar kekar. Beberapa massa batuan dapat memiliki spasi kekar dari yang

sangat rapat hingga sangat jarang. Pengukuran spasi kekar ini harus

dilakukan di sepanjang scanline.

B. Rock Quality Designation (RQD-Deere, 1964)

Kehadiran bidang diskontinuitas di massa batuan sering memberi

pengaruh buruk pada sifat mekaniknya sehingga besaran kuantitatif bidang

diskontinuitas perlu di ketahui. Parameter yang dapat menunjukan kualitas

massa batuan sebelum penggalian adalah Rock Quality Designation(RQD)

yang dikembangkan oleh Deere (1964) yang mana datanya diperoleh dari

pengeboran eksplotasi dalam bentuk inti bor yang merupakan wakil massa

batuan berbentuk silinder, diameter inti bor bervariasi mulai dari BQ, NQ dan

HQ.

C. Joint Roughness Coefficient – JRC

Nilai joint Roughness Coefficient (JRC) menurut Barton & Choubey

(1977) dapat ditentukan dengan dua cara. Yang pertama yaitu dengan

memperkirakan secara visual dan mencocokannya secara langsung dengan

penampang kekasaran yang ada pada tabel kekasaran kekar (Barton &

Choubey ,1977). Cara ini dilakukan dengan skala laboratorium. Kedua

dengan metode pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan tabel

nilai variasi kekasran muka bidang kekar (Barton & Choubey ,1977).

23

Page 24: Tanpa Foto

Sumber : Mekanika Batuan Penerbit ITB

Gambar 11Definisi Sudut Inklanasi Asperitis Kekar (Barton & Choubey, 1977)

Gambar 12Kondisi kekasaran kekar (Barton & Choubey, 1977)

D. Kondisi Bukaan Apertur Kekar

Pelapukan dinding batuan atau pada permukaan diskontinuitas yang

terbentuk pada batuan oleh ISRM (1981) diklasifikasikan menjadi seperti

berikut.

1. Tidak lapuk atau segar.

2. Pelapukan ringan.

3. Pelapukan sedang.

4. Pelapukan kuat.

5. Sangat lapuk.

24

Page 25: Tanpa Foto

Sumber : Minewiki

Pemisahan atau separasi didefinisikan ebagai lebar celah pada

permukaan ketidak menerusan mengendalikan permukaan bidang kekar yang

berhadapan agar saling mengunci. Rekahan yang terisi oleh material lain,

misalnya lempung dapat digolongkan sebagai separasi jika mateial pengisinya

telah tercuci secara lokal.

Gambar 13Kondisi Bukaan apertur Kekar (ISRM,1981)

E. Kondisi Isian Kekar

Goodman (1970) mengatakan bahwa kuat geser rekahan akan turun

dan menjadi sama dengan kuat geser material pengisi jika ketebalan material

pengisi minimal 50% lebih tebal dari amplitudo gelombang muka bidang

gesernya (undulation ). Didefiniskan sebagai isian celah antar permukaan

bidang kekar yang umumnya terdiri dari pasir, kalsit, lempung , lanau, breksi,

kuarsa dan pyrite, yang akan mempengaruhi kuat geser bidang kekar.

F. Kondisi Luahan Kekar (seepage)

Suatu keadaan struktur yang stabil dalam keadaan kering akan

menjadi tidak stabil bila kandungan airnya meningkat. Pada terowongan

atau lubang bukaan, kondisi kecepatan air tanah dalam liter per menit

untuk setiap 10 meter penggalian perlu di ketahui. Cara lain adalah dengan

mengetahui kondisi umum yang dapat dinyatakan sebagai kering, lembab,

menetes dan mengalir.

3. Klasifikasi Massa Batuan

25

Page 26: Tanpa Foto

Klasifikasi massa batuan telah berkembang sejak kurang dari 100 tahun

dan ritter (1879) berusaha untuk memformulasikan pendekatan empirik untuk

perancangan terowongan, terutama untuk kebutuhan sistem penyangga.

Sementara klasifikasi sangat berhubungan dengan penerapan asalnya,

khususnya digunakan berhubungan dengan kasus-kasus dimana klasifikasi

dikembangkan, sehingga perlu mencoba klasifikasi massa batuan untuk

masalah rekaya lainya.

A. Rock Mass Rating (Bienawski,1973)

Sistem Rock Mass Rating (RMR), atau sering juga dikenal sebagai

Geomechanics Classification telah dimodifikasi berulang kali begitu

informasi baru dari studi-studi kasus di peroleh dan menjadikannya sesuai

dengan international standart dan prosedur. RMR terdiri dari 5 parameter

utama dan 1 parametr pengontrol untuk membagi massa batuan.

1. Kuat Tekan Batuan Utuh (UCS)

2. Rock Quality Designtaion (RQD)

3. Jarak Diskontinu / kekar

4. Kondisi Diskontinu / kekar

5. Kondisi air tanah

6. Koreksi dapat dilakukan bila di perlukan untuk orientasi

diskontinuitas/kekar.

B. Klasifikasi Stand-up time

Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini adalah

bahwa dengan bertambahnya span terowongan akan menyebabkan berkurangnya

waktu berdirinya terowongan tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat

berpengaruh terhadap perkembangan klasifikasi massa batuan selanjutnya. Faktor-26

Page 27: Tanpa Foto

faktor yang berpengaruh terhadap stand-up time adalah: arah sumbu terowongan,

bentuk potongan melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.

D. Rock Quality Designation (RQD) 

RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada

penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih.

Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung

walaupun mempunyai panjang lebih dari 10cm. Diameter inti optimal yaitu

47.5mm. Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan penyanggaan

terowongan. Saan ini RQD sebagai parameter standar dalam pemerian inti

pemboran dan merupakan salah satu parameter dalam penentuan klasifikasi massa

batuan RMR dan Q-system

VI. Distribusi tegangan disekitar terowongan

terbagi atas beberapa bagian :

1. Distribusi tegangan sebelum dibuat terowongan terbagi atas 3 yaitu

- Tegangan grafitasi yaitu tegangan yang terjadi karena berat dari

tanah/ batuan yang berada diatasnya.

- Tegangan tektonik, terjadi akibat geseran-geseran pada kulit

bumi yang trjadi pada waktu lampau maupun saat ini.

- Tegangan sisa adalah tegangan yang masih tersisa walaupun

penyebab tegangan tersebut sudah hilang yang berupa panas

ataupun pembengkakan pada kulit bumi. Secara teoritis

tegangan mula-mula dirumuskan dengan :

λo = λ.H

KET : λ = Density (ton/m2 )

H = Kedalaman/ tinggi (m)

λo = Tegangan mula-mula (ton/m2 )

2. Distribusi tegangan disekitar pada terowongan untuk keadaan paling

ideal :

27

Page 28: Tanpa Foto

- Geometri dari terowongan adalah yang diperhatikan

terowongan adalah sebuah lingkaran dengan jari-jari r.

terowongan berada pd bidang horizontal, terowongan terletak

pada kedalaman H > r, dengan syarat reaksinya H>20 r,

terowongan sangat panjang sehingga dapat digunakan hipotesa

tegangan bidang (plain strain).

- Keadaan batuan adalah kontinu, homogeny dan isotrop. -

Kesdaan tegangan mula-mula atau inisial stress hidroblastik

atau diasumsikan γo = 0

3. Distribusi tegangan terowongan mula-mula tegangan hidrostatik,

dimana tegangan vertical ≠ 0 dan tegangan horizontal = 0, dimana

tegangan horizontal = k tegangan vertical

4. Distribusi tegangan disekitar terowongan untuk batuan yang tidak

isotrop. Dalam hal elastic ortotrop dimana ada dua modus yang tegak

lurus untuk system pembongkaran yang aksial. Distribusi tidak

dipengaruhi hanya devormasinya, jadi distribusi tegangan yang didapat

dari perhitungan sebelumnya tetap diberlakukan. Contoh batuan yang

tidak isotrop yaitu batuan yang berlapis seperti sekis yang berfungsi

bagaimana perkuatan batuan dan arah perlapisan.

5. Distribusi tegangan disekitar terowongan untuk batuan yang

mempunyai perilaku plastic sempurna. Dicirikan dari akibat tegangan

yang diserap oleh devormasi plastic pada daerah lingkaran yang

dibatasi oleh daerah elastic dari lingkaran yang berjari-jari R dimana

jari-jari ini dapat dihitung dengan

RI = R ( 2/ 1+ λ . λo (λ-1 + λoX/ λc) (1/λ-1)

R = Jari-jari lubang bukaan

λ = 1 + sin q/ 1 – sin q (q = sudut geser dalam)

λc = tegangan sekitar yang diperkirakan ada jari-jari ini dapat tak

terhingga untuk batuan yang tidak (anu hehehehe) jadi kestabilan tidak

28

Page 29: Tanpa Foto

akan dicapai untuk dipakai penyangga, rumus diatas dapat dipermudah

jika sudut geser dalam yang diambil 19.5o sehingga

λ = 2 hingga R1 = 2 R/3 (λo/ λc H)

6. Distribusi tegangan disekitar terowongan yang dibentuk tidak bulat

untuk keadaan yang paling ideal ini berdasrkan tegangan garis-garis

terowongan dengan berbagai bentuk penampang dan berbagai

tegangan mula-mula untuk keadaan paling ideal. Ritasinya λH =

tegangan horizontal, λv = tegangan verikal sebelum penggalian

terowongan, λ Q = tegangan tangensial untuk tiap garis terowongan.

Lingkaran mor untuk mengetahui tegangan yang terjadi pada dinding.

1. Kriteria kegagalan Mohr – Coulomb

Pada tahun 1910, Mohr menghadirkan teori untuk material lepas.

Berdasarkan teori ini, keruntuhan sepanjang bidang material berlangsung karena

kombinasi kritis antara tegangan normal dan tegangan geser, bukan karena

tegangan normal sendir atau tegangan geser sendiri. Fungsi relasi antara tegangan

normal dan tegangan geser dapat di jelaskan dalam rumus berikut

s=f(σ)

dimana s adalah tegangan geser dan σ adalah tegangan normal pada bidang

runtuhan. Selubung runtuhan di gambarkan sebagai garis lengkung.

Pada tahun 1776, coloumb mendefiniskan fungsi f(σ) sebagai

s=c + σ tan ɸ

dimana c adalah kohesi dan ɸ adalah sudut friksi dari tanah. Rumus di atas

dirujuk sebagai kriteria kegagalan Mohr-Coloumb.

Kriteria kegagalan Mohr – Coulomb dapat dilihat pada gambar 14

29

Page 30: Tanpa Foto

Gambar 14 Kriteria kegagalan Mohr-Coloumb (H.C. Hardiyatmo, 1992)

Kriteria keruntuhan / kegagalan Mohr-Coulomb digambarkan

dalam bentuk garis lurus. Jika kedudukan tegangan baru

mencapai titik P, keruntuhan tidak akan terjadi. Pada titik Q

terjadi keruntuhan karena titik tersebut terletak tepat pada garis

kegagalan. Titit R tidak akan pernah dicapai, karena sebelum

mencapai titik R sudah terjadi keruntuhan.

Terzaghi (1925) mengubah persamaan Coulomb dalam bentuk

efektif karena tanah sangat dipengaruhi oleh tekanan air pori.

30

Page 31: Tanpa Foto

Kuat geser tanah bisa dinyatakan dalam bentuk tegangan efektif σ’1 dan

σ’3 pada saat keruntuhan terjadi . Lingkaran Mohr berbentuk setengah lingkaran

dengan koordinat (τ ) dan (σ’).

Gambar 15 Lingakaran Mohr ( Braja M. Das, 1995 )

Tegangan normal ( f σ ' ) = tegangan normal efektif pada saat terjadi keruntuhan.

Tegangan geser ( f τ ' ) = tegangan geser efektif pada saat terjadi keruntuhan

I. METODE PENELITIAN

Di dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggabungkan antara teori

dengan data yang ada di lapangan sehingga di dapatkan pendekatan pemecahan

masalah. Metode penelitian yang kaan di lakukan adalah :

1. Studi litertur

Dalam studi literatur penulis mengambil beberapa teori yang berkaitan

dengan masalah tambang bawah tanah metode gophering seperti:

S. Koesnaryo dalam makalahnya yang berjudul Peran Geomekaika

dalam Perancangan Tambang Bawah Tanah-“ pentingnya data

geoteknik dan geomekanik dalam penentuan rancangan”, 31

Page 32: Tanpa Foto

“pentingnya pemantau”an selama penambangan”, “ciri batuan

lemah”, “pemilihan sistem RMR”.

Mekanika Batuan oleh Made astawa Rai, Suseno Karmadibrata,

Ridho Kresna Wattimena-“sifat fisik dan mekanik batuan” dan

Klasifikasi massa batuan”.

Rock Mechanics in Underground Construction oleh C. F. Leung,

Y. X. Zhou : Tunelling dan Theoretical and Numerical Analyses

A short course in soil-structure engineering of deep foundations,

excavations and tunnels oleh C. W. W. Ng, N. E. Simons, Bruce

Keith Menzies : tunelling dan finnite element modeling.

Geotechnical Aspects of Underground Construction in Soft Ground

oleh Charles W.w. Ng, H.w. Huang, G.b. Liu : Analysis and

numerical modeling of deep excavations dan Construction method,

ground treatment, and conditioning for tunneling

Engineering Rock Mass Classification_ Tunnelling, Foundations

and Landslides oleh R K Goel, Bhawani Singh : Evaluation of

Critical Rock Parameters.

The ISRM Suggested Methods for Rock Characterization, Testing

and Monitoring oleh R. Ulusay (eds.) : failure criteria

2. Studi lapangan berupa pengambilan data di lapangan, meliputi :

Pengambilan sample

Analisa visual lubang bukaan serta dokumentasi foto

Pengambilan data diskontinu

Ploting lubang bukaan, jalan, dan sungai dengan gps

3. DATA SEKUNDER

Peta Topografi

Peta Kesampaian Daerah

Peta Daerah Penambangan

4. Pengujian laboratorium

Uji kuat tekan uniaksial : 5 sample coring untuk data kurva tegangan

regangan, kuat tekan uniaksial, modulus young, poisson ratio.32

Page 33: Tanpa Foto

Uji geser langsung : 15 sample untuk data kohesi , sudut geser dalam,

tegangan geser dan tegangan normal.

Brazilian test : 5 sample untuk data nilai kuat tarik

Point load index : 5 sample untuk data nilai ucs secara tak langsung

J. DIAGRAM ALIR PENELITIAN

33

Judul PenelitianKAJIAN TEKNIS STABILITAS LUBANG BUKAAN LEVEL 30 PADA PENAMBANGAN

EMAS BAWAH TANAH DI DESA CIHONJE-PANINGKABAN, KECAMATAN GUMELAR, KABUPATEN BANYUMAS

Rumusan Masalah1. TIDAK ADA TINJAUAN TEKNIS MENGENAI BATUAN DI DAERAH TERSEBUT,

PADAHAL KONDISI BATUANNYA MEMILIKI TINGKAT KEKERASAN YANG RENDAH

2. TIDAK ADANYA TINJAUAN TEKNIS DALAM PEMBUATAN LUBANG BUKAAN3. TIDAK ADA TINJAUAN TEKNIS DALAM PEMBUATAN PENYANGGA

• Kekuatan Geser den-gan Triaksial

Studi Literatur S. Koesnaryo dalam makalahnya yang berjudul Peran Geomekaika dalam Perancangan

Tambang Bawah Tanah-“ pentingnya data geoteknik dan geomekanik dalam penentuan

rancangan”, “pentingnya pemantau”an selama penambangan”, “ciri batuan lemah”,

“pemilihan sistem RMR”.

Mekanika Batuan oleh Made astawa Rai, Suseno Karmadibrata, Ridho Kresna

Wattimena-“sifat fisik dan mekanik batuan” dan Klasifikasi massa batuan”.

Rock Mechanics in Underground Construction oleh C. F. Leung, Y. X. Zhou : Tunelling

dan Theoretical and Numerical Analyses

A short course in soil-structure engineering of deep foundations, excavations and

tunnels oleh C. W. W. Ng, N. E. Simons, Bruce Keith Menzies : tunelling dan finnite

element modeling.

Geotechnical Aspects of Underground Construction in Soft Ground oleh Charles W.w.

Ng, H.w. Huang, G.b. Liu : Analysis and numerical modeling of deep excavations dan

Construction method, ground treatment, and conditioning for tunneling

Engineering Rock Mass Classification_ Tunnelling, Foundations and Landslides oleh R

K Goel, Bhawani Singh : Evaluation of Critical Rock Parameters.

The ISRM Suggested Methods for Rock Characterization, Testing and Monitoring oleh

R. Ulusay (eds.) : failure criteria

Observasi Lapangan1. Index kekuatan Batuan2. Sampling3. coring4. Pemetaan Kekar

Pengujian1. Sifat Fisik2. Sifat mekanik Batuan:

- UCS, PLI, BRAZILLIAN TEST, UJI GESER LANGSUNG

Lokasi1. Peta2. Dimensi3. Curah Hujan

Page 34: Tanpa Foto

Gambar 6Tahapan Penelitian

I. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

NO KEGIATANWAKTU (MINGGU)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Studi Literatur

2 Pengambilan Sample

3 Pengambilan Data

Preparasi Sample

Uji Geser Langsung

Uji Triaksial

4 Pengolahan Data

5 Analisa Data

6 Penyusunan Draft

J. DAFTAR PUSTAKA

1. Rai, Astawa, Made., Karmadibrata, Suseno., Wattimena, Kresna, Ridho.(2014). Mekanika Batuan. Bandung : Penerbit ITB.

2. Koesnaryo, S. (1994). Peran Geomekanika Dalam Perancangan Tambang Bawah Tanah. Yogyakarta : UPN “Veteran”.

3. Leung,C.F., Zhou,Y.X. (2006). Rock Mechanics In Underground Construction. Singapore : World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

34

Analisa1. Numerik : Finite element Method(FEM)2. Empirik : RMR3. Skema Grafis4. Analitik : closed form

Hasil Analisa1. Kekuatan Massa Batuan2. perkiraan tegangan insitu3. evaluasi konsentrasi tegangan4. perpindahan5. mekanisme keruntuhan

- FK lubang bukaan level- Komndis lubangbukaan

ideal

Page 35: Tanpa Foto

4. NG,W.W,Charles., Simons, Noel., Menzies, Bruce. (2004). A short course in soil-structure engineering of deep foundations, excavations and tunnels .London : Thomas Telford.

5. NG,W.W,Charles., Huang,H.W., Liu,G.B. (2008). Geotechnical Aspects of Underground Construction in Soft Ground . London : CRC Press

6. Goel ,R K., Singh, Bhawani.(2011). Engineering Rock Mass Classification_ Tunnelling, Foundations and Landslides.USA:Butterworth-Heinemann

7. Ulusay, R (eds). (2015). The ISRM Suggested Methods for Rock Characterization, Testing and Monitoring 2007-2014. Turkey : Springer.

8. Rustan, Agne. (2010).Mining and Rock Construction Technology Desk Reference Rock Mechanics, Drilling & Blasting. London : CRC Press

.

35

Page 36: Tanpa Foto

RENCANA DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I. PENDAHULUAN

II. TINJAUAN UMUMA. Kesampaian daerahB. GeologiC. IklimD. Keadaan air tanahE. Keadaan lubang bukaan

III. TEORI ANALISA KEMANTAPAN LUBANG BUKAANA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lubang BukaanB. Metode Analisis Kemantapan Lubang bukaanC. Penentuan Nilai Faktor Keamanan lubang bukaan

IV. PENGAMATAN DAN LABORATORIUMA. Pengambilan Contoh BatuanB. Pengamatan Laboratorium

V. ANALISIS KEMANTAPAN LUBANG BUKAANA. Analisis lubang bukaan

1. Metode Hoek dan Brown2. Finite Elemen Method

B. Analisis Dengan Bantuan Software Phase 2.0C. Rekomendasi Rancangan dan Penyangga

VI. PEMBAHASAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

36

Page 37: Tanpa Foto

LAMPIRAN

37