tanggapan kritis artikel tanggapan kritis artikel tanggapan kritis artikel v v tanggapan kritis...

7
Tanggapan Kritis Artikel "Sukses Berantas Prostitusi - - - Desa Pakraman Bukti kini Berjuan Entaskan Warga Dari Kemiskinan Sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam artikel tersebut bahwa dulunya desa Pakraman Bukti merupakan “sarang pelacuran” dan salah satu desa dengan tingkat kemiskinan terparah di Buleleng. Awalnya penduduk desa Pakraman Bukti berjuang memberantas stigma negatif yang telah melekat terhadap desanya, yaitu sebagai “sarang pelacuran”. Sebelum adanya pemberantasan “sarang pelacuran” tersebut, penduduk setempat merasa sangat malu dengan identitasnya sebagai masyarakat Pakraman Bukti. Perjuangan tersebut sangatlah berat, mulai dari pendekatan personal, yang tak sepenuhnya berhasil, hingga mengadakan paruman desa yang menghasilkan bentuk awig-awig yang baru. Awig-awig adalah suatu produk hukum dari suatu organisasi tradisional di Bali, yang umumnya dibuat secara musyawarah mufakat oleh seluruh anggotanya dan berlaku sebagai pedoman bertingkah laku dari anggota organisasi yang bersangkutan. Dengan demikian, awig-awig adalah patokan-patokan tingkah laku yang dibuat oleh masyarakat yang bersangkutan berdasarkan rasa keadilan dan rasa kepatutan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan (Astiti:2005:19) Contoh di atas, yang terjadi pada masyarakat desa Pakraman Bukti, memperlihatkan kepada kita bahwa terjadinya perubahan sosial (social changes), dari masyarakat yang dulunya masih menganut nilai-nilai kepercayaan yang terinternalisasi kepada setiap individu di dalamnya menjadi masyarakat yang tidak lagi taat pada

Upload: surya-michael-chance

Post on 04-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel tugas ipa matik indonesia amerika

TRANSCRIPT

Page 1: Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel  v v Tanggapan Kritis Artikel

Tanggapan Kritis Artikel "Sukses Berantas Prostitusi - - - Desa Pakraman Bukti kini Berjuan Entaskan Warga Dari Kemiskinan

Sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam artikel tersebut bahwa dulunya desa

Pakraman Bukti merupakan “sarang pelacuran” dan salah satu desa dengan tingkat kemiskinan

terparah di Buleleng. Awalnya penduduk desa Pakraman Bukti berjuang memberantas stigma

negatif yang telah melekat terhadap desanya, yaitu sebagai “sarang pelacuran”. Sebelum adanya

pemberantasan “sarang pelacuran” tersebut, penduduk setempat merasa sangat malu dengan

identitasnya sebagai masyarakat Pakraman Bukti. Perjuangan tersebut sangatlah berat, mulai dari

pendekatan personal, yang tak sepenuhnya berhasil, hingga mengadakan paruman desa yang

menghasilkan bentuk awig-awig yang baru.

Awig-awig adalah suatu produk hukum dari suatu organisasi tradisional di Bali, yang

umumnya dibuat secara musyawarah mufakat oleh seluruh anggotanya dan berlaku sebagai

pedoman bertingkah laku dari anggota organisasi yang bersangkutan. Dengan demikian, awig-

awig adalah patokan-patokan tingkah laku yang dibuat oleh masyarakat yang bersangkutan

berdasarkan rasa keadilan dan rasa kepatutan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan

(Astiti:2005:19)

Contoh di atas, yang terjadi pada masyarakat desa Pakraman Bukti, memperlihatkan

kepada kita bahwa terjadinya perubahan sosial (social changes), dari masyarakat yang dulunya

masih menganut nilai-nilai kepercayaan yang terinternalisasi kepada setiap individu di dalamnya

menjadi masyarakat yang tidak lagi taat pada nilai-nilai tersebut. Yang pada akhirnya masyarakat

adat desa Pakraman Bukti berupaya untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut agar dapat

menjaga sistem kultural yang telah ada secara turun temurun dan wajib ditaati oleh setiap

masyarakatnya.

Menurut Larson dan Rogers, dalam melihat perubahan sosial, merupakan suatu proses

yang berkesinambungan dalam suatu bentangan waktu dan berkaitan dengan adopsi teknologi.

Mereka melihat ada tiga tahapan utama dalam proses perubahan sosial. Pertama, berawal dari

diciptakannya atau lairnya sesuatu, misalnya cita-cita atau kebutuhan, yang berkembang menjadi

gagasan (idea, concept) yang baru. Bila gagasan itu sudah menggelinding seperti roda berputar

pada sumbunya dan tersebar di masyarakat. Proses itu pun sudah mulai memasuki tahapan

kedua. Tahapan ketiga disebut hasil (results, concequences) yang merupakan perubahan yang

Page 2: Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel  v v Tanggapan Kritis Artikel

terjadi dalam suatu sistem sosial akibat diterima atau ditolaknya suatu inovasi. Perubahan sosial

dapat meliputi perubahan sikap, pengalaman, persepsi masyarakat, dan bahkan merupakan

refleksi dari perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat1[1].

Secara berbeda, Selo Soemardjan (1964) cenderung melihat perubahan sosial sebagai

proses yang berkembang dari pranata-pranata sosial. perubahan tersebut akan memengaruhi

sistem sosial, adat, sikap, dan pola perilaku dalam masyarakat. Jika perubahannya besar, akan

membawa pada kehidupan sosial dan ekonomi baru di masyarakat2[2]. Dapat dicontohkan,

pengaruh westernisasi dan modernisasi mempengaruhi perubahan persepsi, sikap dan perilaku

sebagian besar masyarakat Indonesia, pada umumnya. Masyarakat Indonesia pada umumnya

menganggap nilai-nilai dari kebudayaan barat adalah suatu yang bersifat modern dan masa kini.

Dapat dilihat dari cara berpakaian, mengenakan celana dan jaket jeans, cara berinteraksi, mulai

menggunakan istilah-istilah asing, dan cara berperilaku masyarakat Indonesia, mulai tidak

mengenal batasan umur dalam berperilaku. Contoh tersebut hanya berupa gambaran umum

perubahan-perubahan kultur yang terjadi di Indonesia, masih sangat banyak contoh kasus yang

lainnya.

Perubahan sosial merupakan suatu gejala yang wajar (natural) yang timbul sebagai buah

dari pergaulan hidup manusia. Sama halnya dengan yang terjadi di desa Pakraman Bukti di Bali.

Pada awalnya masyarakat desa Pakraman Bukti merupakan suatu desa adat yang sangat taat

terhadap nilai-nilai yang telah mereka anut secara turun-temurun. Mereka selalu mengerjakan

ibadah di pura-pura dengan penuh keyakinan. Ibadah yang mereka lakukan merupakan simbol

bahwasanya mereka ingin menunjukkan rasa terima kasih kepada Tuhan terhadap daerah

Pakraman Bukti yang merupakan salah satu daerah pariwisata yang dikunjungi oleh wisatawan

lokal maupun asing.

Seiring dengan berjalannya dengan semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke Bali

membuat perubahan kultural bagi masyarakat setempat, yang dulunya mematuhi dan taat kepada

nilai-nilai yang ada kini ketaatan dan kepatuhannya sudah agak berkurang. Akibat memudarnya

nilai-nilai yang mereka anut sebelumnya, perubahan sosial yang sangat terlihat pada masyarakat

Bali pada umumnya adalah semakin banyaknya tempat-tempat hiburan yang digunakan sebagai

tempat “pemuas nafsu” bagi para pria hidung belang, tak terkecuali di desa Pakraman Bukti.

1

2

Page 3: Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel  v v Tanggapan Kritis Artikel

Merambahnya industri “bordil” di Bali menunjukkan bahwa masyarakat Bali telah mengalami

perubahan sosial, baik itu struktural maupun kultural.

Desa Pakraman Bukti sebagai wujud nyata terjadinya perubahan tersebut. Di dalam

artikel yang diterbitkan oleh Balipost, Senin, 31 Desember 2007, menjelaskan bahwa warga desa

Pakraman Bukti merasa malu menyebutkan identitas aslinya, sebagai masyarakat Pakraman

Bukti. Karena, desa itu dulunya dikenal sebagai desa yang memiliki banyak pondok kecil di

pinggir jalan atau di tengah kebun yang menyediakan wanita-wanita pemuas nafsu lelaku. Selain

itu, keberadaan “pondok prostitusi” membuat warga lain merasa terganggu. Karena, para lelaki

hidung belang masih berseliweran dengan suara motor yang cukup keras dan juga keributan

antar pemuda yang dipicu oleh minuman keras.

Dari kedua peristiwa di atas, maka muncullah cultural conflict, konflik kebudayaan yang

menyebar ke berbagai tatanan sosial di pedasaan yang terjadi akibat relatifnya budaya dan

canggihnya teknologi komunikasi3[3]. Namun, dalam peristiwa di atas cultural conflict lebih

cenderung terjadi akibat relativitas budaya dari masyarakat Pakraman Bukti. Relativitas budaya

merupakan suatu paham bahwa setiap individu dalam memahami kebudayaan lain harus dibekali

dengan sikap keterbukaan dan toleransi. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat desa

Pakraman Bukti tidak mampu menghalau cepatnya proses westernisasi, yang berasal dari turis-

turis asing, yang mengakibatkan masyarakat desa Pakraman Bukti tidak memiliki suatu

pegangan nilai yang kuat, atau mengalami suatu keadaan yang anomie. Di dalam keadaan yang

tidak memiliki suatu pegangan nilai yang kuat, masyarakat desa Pakraman Bukti pun terbawa

oleh nilai-nilai dari kultur masyarakat barat.

Menanggapi perubahan sosial yang cenderung negatif yang terjadi di desa, beberapa

pejabat desa adat mulai memikirkan cara untuk memberantas “sarang pelacuran” tersebut.

Pejabat desa adat mendapatkan cara memberantas sarang pelacuran dengan menuangkan

peraturan-peraturan baru di dalam awig-awig, merevisi awig-awig sebelumnya dengan tujuan

untuk melengkapi peraturan-peraturan yang belum ada. Peraturan tersebut berisi, jika seorang

warga setempat membawa orang dari luar selama 2 x 24 jam maka warga desa yang mengajak

dan diajak wajib melapor ke klien desa pakraman. Jika tidak melapor dan kepergok maka yang

bersangkutan harus membayar denda Rp. 100.000,-. Jika yang bersangkutan mengulangi

kesalahan yang sama untuk kedua kalinya maka dendanya lebih banyak lagi, yakni Rp.

3

Page 4: Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel Tanggapan Kritis Artikel  v v Tanggapan Kritis Artikel

250.000,-. Dan, jika warga mengulangi kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya, sanksinya

bukan lagi berupa uang, namun lebih berat lagi. Warga tersebut akan kasepekang (dikucilkan).

Jika kesalahan untuk keempat kalinya, maka warga itu dikenai sanksi karonaya (diusir) dari desa.

Penerapan peraturan baru tersebut awalnya cukup sulit. Namun dengan didukung oleh warga

pakraman yang lain, maka peraturan itu bisa diterapkan sehingga prostitusi bisa diberantas dan

tidak bisa tumbuh lagi di desa itu.

Dengan diterapkannya awig-awig baru di dalam sistem kultural masyarakat desa

Pakraman Bukti memperlihatkan bahwa terjadinya perubahan sosial dalam dimensi kultural yang

lebih bersifat integratif. Sebagaimana dengan pengertian integrasi itu sendiri, yaitu perubahan

sosial yang ditandai dengan adanya penolakan terhadap bentuk-bentuk baru, duplukasi, cara

hidup lama dan baru bersama-sama dalam variabel pola-pola, penggantian dan modifikasi

bentuk-bentuk lama dengan bentuk-bentuk baru4[4].

Perubahan sosial yang terjadi di desa Pakraman Bukti, setelah adanya awig-awig

mengenai prostitusi, dapat dijelaskan melalui pendekatan perubahan sosial yang dikemukakan

oleh Selo Soemardjan yang cenderung melihat perubahan sosial sebagai proses yang

berkembang dari pranata-pranata sosial. Perubahan tersebut akan mempengaruhi sistem sosial,

adat, sikap, dan pola perilaku dalam masyarakat.

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, awig-awig merupakan peraturan

yang mengikat setiap warga dari suatu desa adat. Setiap orang wajib mengikuti peraturan-

peraturan yang ada di dalam awig-awig. Jika terdapat warganya yang tidak mematuhi peraturan

tersebut, maka ia akan mendapatkan sanksi adat sesuai dengan yang terdapat di dalam awig-

awig. Sama halnya seperti awig-awig yang mengatur tentang prostitusi yang terjadi di

masyarakat desa Pakraman Bukti. Awig-awig tersebut menyerukan kepada setiap warganya agar

tidak menjalankan praktik prostitusi. Karena, praktik prostitusi yang terjadi di desa Pakraman

Bukti merupakan aib bagi keseluruhan warga. Wajar bila pemuka-pemuka adat desa membuat

awig-awig baru agar menjaga sistem kultural yang ada di desa yang sesuai dengan yang ada

sebelumnya. Dengan harapan, awig-awig tersebut mampu mengitegrasikan setiap warganya

menjadi warga desa Pakraman Bukti yang lebih baik daripada sebelumnya.

4