tanatologi

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembusukan pada kulit tahap awal terjadi pengelupasan kulit ari (epidermis) jika digesek dan ditekan, tahap lanjut kulit ari mudah terlepas jika tergesek dan terdapat bula/vesikel pembusukan, dan tampak anyaman pembuluh darah bawah kulit yang membusuk berwarna merah tua kebiruan (gambaran anyaman tersebut terjadi dari sel-sel darah yang membusuk yang masih ada di pembuluh darah) pada pembusukan ringan rambut masih sukar tercabut (Wujoso, 2008). Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan mempunyai arti penting khususnya bila dikaitkan dengan proses penyidikan. Untuk dapat memperkirakan saat kematian perlu diketahui perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh seseorang yang meninggal dunia, dan juga faktor-faktor apa saja yang berperan di dalam terjadinya perubahan-perubahan tersebut (Idries, 1997). Kadang-kadang seorang dokter dihadapkan dengan suatu keputusan sulit untuk mendiagnosa suatu kematian apakah sudah terjadi atau belum. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju maka definisi matipun berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Secara tradisional mati dapat didefinisikan secara sederhana yaitu berhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan sistem syaraf pusat, jantung dan paru secara permanent (permanent cessation of 1

Upload: -nurmayuimdasimatupang-

Post on 04-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

bmgsjjssg

TRANSCRIPT

Page 1: tanatologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembusukan pada kulit tahap awal terjadi pengelupasan kulit ari (epidermis) jika

digesek dan ditekan, tahap lanjut kulit ari mudah terlepas jika tergesek dan terdapat

bula/vesikel pembusukan, dan tampak anyaman pembuluh darah bawah kulit yang

membusuk berwarna merah tua kebiruan (gambaran anyaman tersebut terjadi dari sel-sel

darah yang membusuk yang masih ada di pembuluh darah) pada pembusukan ringan

rambut masih sukar tercabut (Wujoso, 2008).

Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan mempunyai arti penting

khususnya bila dikaitkan dengan proses penyidikan. Untuk dapat memperkirakan saat

kematian perlu diketahui perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh seseorang yang

meninggal dunia, dan juga faktor-faktor apa saja yang berperan di dalam terjadinya

perubahan-perubahan tersebut (Idries, 1997).

Kadang-kadang seorang dokter dihadapkan dengan suatu keputusan sulit untuk

mendiagnosa suatu kematian apakah sudah terjadi atau belum. Dengan perkembangan ilmu

pengetahuan yang semakin maju maka definisi matipun berubah mengikuti perkembangan

ilmu pengetahuan yang ada. Secara tradisional mati dapat didefinisikan secara sederhana

yaitu berhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan sistem syaraf pusat, jantung dan paru

secara permanent (permanent cessation of life) ini yang disebut sebagai mati klinis atau

mati somatis. Tetapi dengan ditemukannya respirator maka disusunlah kriteria diagnostik

baru yang berdasarkan pada konsep “brain death is death”. Kemudian konsep inipun

diperbarui menjadi “brain steem death is death” (Basbeth, 2005).

Adanya perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian, yang menurut kenyataan

mempunyai pola tertentu, memungkinkan untuk dapat memperkirakan saat kematian

seseorang. Untuk dapat memperoleh hasil kiraan yang tidak terlalu menyimpang, penilaian

dari perubahan-perubahan yang terjadi haruslah tidak berdiri secara tersendiri, melainkan

ditafsir secara bersama-sama dengan memperhatikan pula berbagai faktor yang dapat

mempengaruhi perubahan-perubahan tersebut. Perubahan-perubahan pada mayat yang

dimaksud adalah: terjadinya penurunan suhu (algor mortis), terbentuknya lebam mayat

(livor mortis), terbentuknya kaku mayat (rigor mortis), terjadinya pembusukan

1

Page 2: tanatologi

(dekomposisi), terjadinya adipocere dan mumifikasi serta terjadinya perubahan-perubahan

biokimiawi (Idries, 1997).

Pembusukan (dekomposisi) sebagai salah satu tanda pasti suatu kematian, merupakan

proses degradasi jaringan akibat proses autolisis dan kerja bakteri. Pembusukan mulai

tampak kira-kira 24 jam pascamati berupa perubahan warna kehijauan pada perut kanan

bawah yang secara bertahap menyebar keseluruh perut dan dada menyertai terciumnya bau

busuk. Pembuluh darah bawah kulit akan melebar, hijau kehitaman, kemudian kulit ari

terkelupas/menggelembung, lama-lama gas menyebabkan pembengkakan tubuh

menyeluruh, terutama pada jaringan longgar. tubuh dalam sikap seperti petinju, rambut dan

kuku mudah dicabut, seluruh wajah membengkak warna ungu kehijauan. Kira-kira 36 – 48

jam pascamati akan dijumpai larva lalat. Pembusukan lebih cepat bila suhu keliling

optimal, kelembaban udara cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk, penderita

infeksi atau sepsis (Kapita Selekta, 2000).

1.2 Tujuan Pembahasan

Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna

bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi

menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah

wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan

melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana pemikiran

ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu

persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini

ialah sebagai berikut :

a. Melengkapi tugas small group discussion skenario dua, modul dua puluh dua tentang

tanatologi dan traumatologi.

b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.

c. Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam menghadapi

ujian akhir modul.

Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat diharapkan

dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh tujuan tersebut

dapat tercapai dengan baik

2

Page 3: tanatologi

1.3 Metode dan Teknik

Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering

digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, yaitu dengan

menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber

data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh

informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang

didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang akan

dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.

Itulah sekilas tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.

3

Page 4: tanatologi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tanatologi

2.1.1 Defenisi

Thanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan

logos (ilmu). Thanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari

kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi

perubahan tersebut. Dalam thanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati

somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang

otak) (FKUI, 1997).

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang

berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut

dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja

jantung dan peredaran darah berhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan kornea

hilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati

yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut

dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostatis atau lividitas pasca-

mati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi, dan

adiposera (FKUI,1997).

2.1.2 Manfaat

b Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menetapkan :

a. Waktu kematian

b. Sebab kematian pasti

Contoh : keracunan CO akan terdapat kulit merah terang (terjadi perubahan warna

kulit)

c. Cara kematian (homocide, suicide, accident)

d. Transplantasi (donor organ)

Syarat :

Ada izin dari korban/keluarganya

Sudah meninggal

4

Page 5: tanatologi

2.1.3 Jenis Kematian

Jenis kematian ada 3 yaitu :

1. Mati klinis/ somatis

Proses kematian yang hanya dapat dilihat secara mikroskopis karena

terjadi gangguan pada sistem pernafasan, kardiovaskular, dan

pernafasan yang bersifat menetap.

Ditandai dengan tidak adanya gerakan, refleks-refleks, EEG mendatar

selama 5 menit, serta tidak berfungsinya jantung dan paru-paru.

Organ-organ belum tentu mati, masih bisa dimanfaatkan untuk

transplantasi.

Defenisis ini sering dianut oleh orang awam.

2. Mati seluler/molekular

Proses kematian sel/jaringan setelah mati klinis

Waktu kematian tiap organ/jaringan berbeda. Otak merupakan organ

yang paling sensitif yaitu sekitar 3-5 menit. Jaringan otak akan

mengalami mati seluler setelah 4 jam dan kornea masih dapat diambil

dalam jangka waktu 6 jam setelah seseorang dinyatakan mati somatis.

Penentuan mati seluler ini terutama penting dalam hal transplantasi

organ

3. Mati cerebral

Yaitu proses kematin yang ditandai dengan tidak berfungsinya otak dan

susunan saraf pusat. Definisi ini adalah defenisi yang diakui oleh WHO

Kerusakan batang otak : pernafasan berhenti namun masih bisa

dipertahankan dengan ventilator

2.1.4 Waktu Kematian

Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan saat terjadinya kematian adalah:

1. Livor Mortis

Bercak merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh karena penumpukan eritrosit

pada bagian terendah akibat pengaruh gravitasi, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan

alas keras. Mulai tampak 20-30 menit pascamati, makin lama makin luas dan

lengkap.Intensitas menetap setelah 8-12 jam(Kapita Selekta, 2000).

5

Page 6: tanatologi

2. Rigor Mortis

Terjadi karena cadangan glikogen dalam otot habis maka energi tidak terbentuk dan

aktin-miosin menggumpal sehingga otot menjadi kaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan (Kapita

Selekta, 2000). Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP

digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot.

Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara

aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor

mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai

maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur

menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24

jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi

suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara

menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.

Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:

1) Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan

menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan

atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.

2) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga

serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang

tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.

3) Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga

terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai

otot.

3. Suhu Tubuh

Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke

benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.

Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian.

Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan

menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.

6

Page 7: tanatologi

4. Algor Mortis

Algor mortis atau penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari

tubuh yang panas ke lingkungan yang lebih dingin dengan cara radiasi, konduksi,

evaporasi, dan konveksi. Penurunan suhu badan lebih cepat terjadi pada suhu lingkungan

yang rendah, berangin dengan kelembaban rendah, tubuh kurus, posisi terlentang, pakaian

tipis, orang tua dan anak (Kapita Selekta, 2000).

5. Dekomposisi

Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja

bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan pada perut bagian

kanan bawah yang secara bertahap menyebar ke seluruh perut dan dada disertai terciumnya

bau busuk (Kapita Selekta, 2000).

Setelah kematian, tubuh mengalami proses dekomposisi yang merupakan proses

kompleks mulai dari proses autolisis sel akibat enzim-enzim autolisis, sampai proses

eksternal sel oleh bakteri dari usus, jamur dan lingkungan sekitar termasuk binatang yang

merusak mayat. Proses dekomposisi dapat berbeda-beda, dari satu tubuh dibanding tubuh

lain, dari lingkungan satu dibanding lingkungan lain, bahkan dari satu bagian tubuh mayat

dibanding bagian tubuh lain dari mayat yang sama.Proses dekomposisi pada tubuh manusia

berlangsung kurang lebih 4 menit setelah kematian.

Proses ini dimulai dengan proses yang dinamakan autolisis atau auto-digesti. Ketika

sel-sel tubuh kekurangan oksigen dan karbon dioksida dalam darah meningkat, pH darah

menurun, sampah atau sisa metabolisme sel tertumpuk dan meracuni sel. Kerusakan sel

terjadi dan enzim-enzim dalam sel mulai menghancurkan sel dari dalam, menyebabkan sel

rupturan melepaskan cairan yang kaya akan nutrien. Setelah cukup banyak sel yang ruptur,

cairan yang kaya akan nutrien menjadi tersedia dan memungkinkan proses pembusukan

selanjutnya.

Proses selanjutnya adalah penghancuran dari jaringan lunak tubuh oleh aksi mikro

orgamisme seperti bakteri, fungi dan protozoa yang merupakan hasil dari katabolisme dari

jaringan menjadi gas, cairan dan molekul sederhana. Dekomposisi adalah proses yang

rumit, namun terutama bergantung pada suhu lingkungan dan kelembaban.

6. Adipocere

Perubahan postmortem berupa proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan,

lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Faktor yang

7

Page 8: tanatologi

mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban, lemak tubuh, suhu panas, dan,

invasi bakteri endogen ke jaringan. Faktor penghambat antara lain air, udara dingin.

Adiposera akan menghambat pembusukan (dekomposisi) (Kapita Selekta, 2000).

7. Mumifikasi

Mumifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi

dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi

keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk (Kapita Selekta, 2000).

Mumifikasi pada orang dewasa umumnya tidak terjadi pada seluruh bagian tubuh. Pada

umumnya mumifikasi terjadi pada sebagian tubuh, dan pada bagian tubuh lain proses

pembusukan terus berjalan.

8. Pengosongan Lambung

Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat kematian.

Karena makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik untuk dicerna dan

dikosongkan dari lambung. Misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan

makan besar membutuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.

9. Aktivitas Serangga

Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu dengan

menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Necrophagus species akan

memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga

Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun

serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari

postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang

akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.

2.1.5 Diagnosa Kematian Dari Perubahan Cepat

Untuk mendiagnosa perubahan cepat dari kematian digunakan beberapa alat antara lain

stetoskop, lampu senter, palu refleks, EEG, dan ECG. Prinsipnya adalah mendeteksi

traktus respiratorius dan denyut jantung. Beberapa tes yang dapat digunakan adalah :

1. Tes kardiovaskular

a. Magnus test

8

Page 9: tanatologi

Karena jantung berhenti maka sirkulasi juga berhenti. Caranya dengan mengikat/

menutup ujung jari korban dengan karet, lalu lilebaskan, maka tidak tampak adanya

perubahan warna dari pucat menjadi merah.

b. Diaphonos test

Caranya dengan menyinari ibu jari korban dengan lampu senter dan tidak terlihat

ada sirkulasi (warna merah terang)

c. Fluorescin test

Caranya dengan menyuntikkan zat warna fluorescin maka zat warna fluorescin

akan terlokalisir ditempat suntikkan karena tidak ada aliran darah.

d. Tes lilin

Bagian tubuh korban ditetesi lilin cair maka tidak akan terjadi vasodilatasi

(hiperemis) sebagai reaksi terhadap rangsangan panas karena sirkulasi tidak ada.

e. EKG dan Stetoskop

2. Pernafasan

a. Kaca

Tidak tampak uap air ketika kaca diletakkan didepan hidung atau mulut korban

b. Bulu-bulu halus

Tidak terdapat reaksi bersin/geli ketika bulu-bulu halus diletakkan didepan hidung

korban.

c. Winslow test

Dilakukan pada orang yang pernafasannya agonal (tinggal satu-satu nafasnya)

dengan cara menempatkan cermin didada korban dan disinari dengan lampu senter.

Bila bernafas maka sinar lampu senter akan ikut bergerak atau bis menggunakan

baskom berisi air yang akan bergerak bila ada pergerakan didada.

3. Tes saraf

a. Memeriksa refleks : refleks kornea

b. EEG

2.1.6 Tanda Kematian

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang

berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau

beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang

nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.

9

Page 10: tanatologi

2.1.6.1 Tanda Kematian Tidak Pasti

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.

2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.

3. Kulit pucat.

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat

dihilangkan dengan meneteskan air mata (Budiyanto, 1997).

2.1.6.2 Tanda kematian pasti

1. Livor mortis

Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat, post mortem lividity, post mortem

hypostatic, post mortem sugillation, dan vibices.

Livor mortis adalah suatubercak atau noda besar merah kebiruan atau merah ungu

(livide) pada lokasi terendah tubuh mayat akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah

karena terhentinya kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan bagian tubuh

mayat yang tertekan oleh alas keras. Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-

30 menit pasca kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap,

akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam pasca kematian klinis (Idries, 1997).

Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang bila kita menekannya. Hal ini

berlangsung kira-kira kurang dari 6-10 jam pasca kematian klinis. Juga lebam masih bisa

berpindah sesuai perubahan posisi mayat yang terakhir. Lebam tidak bisa lagi kita

hilangkan dengan penekanan jika lama kematian klinis sudah terjadi kira-kira lebih dari 6-

10 jam. Ada 4 penyebab bercak makin lama semakin meluas dan menetap, yaitu :

1. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar.

2. Kapiler sebagai bejana berhubungan.

3. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun.

4. Pembuluh darah oleh otot saat rigor mortis.

Livor mortis dapat kita lihat pada kulit mayat. Juga dapat kita temukan pada organ

dalam tubuh mayat. Masing-masing sesuai dengan posisi mayat.

Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat terlentang, dapat kita lihat pada belakang

kepala, daun telinga, ekstensor lengan, fleksor tungkai, ujung jari dibawah kuku, dan

kadang-kadang di sampingleher. Tidak ada lebam yang dapat kita lihat pada daerah

skapula, gluteus dan bekas tempat dasi.

10

Page 11: tanatologi

Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat kita lihat pada dahi,

pipi, dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai. Lebam pada kulit mayat dengan

posisi tergantung, dapat kita lihat pada ujung ekstremitas dan genitalia eksterna.

Lebam pada organ dalam mayat dengan posisi terlentang dapat kita temukan pada

posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paru-paru, dorsal hepar, dorsal ginjal,

posterior dinding lambung, dan usus yang dibawah (dalam rongga panggul).

Ada tiga faktor yang mempengaruhi livor mortis yaitu volume darah yang beredar,

lamanya darah dalam keadaan cepat cair dan warna lebam.

Volume darah yang beredar banyak menyebabkan lebam mayat lebih cepat dan lebih

luas terjadi. Sebaliknya lebih lambat dan lebih terbatas penyebarannya pada volume darah

yang sedikit, misalnya pada anemia.

Ada limawarna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab

kematian yaitu

1. warna merah kebiruan merupakan warna normal lebam

2. warna merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN, atau suhu dingin

3. warna merah gelap menunjukkan asfiksia

4. warna biru menunjukkan keracunan nitrit

5. warna coklat menandakan keracunan aniline (Spitz, 1997).

Interpretasi livor mortis dapat diartikan sebagai tanda pasti ke matian, tanda

memperkirakan saat dan lama kematian, tanda memperkirakan penyebab kematian dan

posisi mayat setelah terjadi lebam bukan pada saat mati.

Livor mortis harus dapat kita bedakan dengan resapan darah akibat trauma

(ekstravasasi darah). Warna merah darah akibat trauma akan menempati ruang tertentu

dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang jika irisan jaringan kita siram dengan air

(Mason, 1983).

2. Kaku mayat (rigor mortis)

Kaku mayat atau rigor mortisadalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang

disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/

relaksasi primer; hal mana disebabkan oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada

protein yang terdapat dalam serabut-serabut otot (Gonzales, 1954).

11

Page 12: tanatologi

a. Cadaveric spasme

Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi

kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera

setelah terjadi kematian somatis da n tanpa melalui relaksasi primer (Idries, 1997)

b. Heat Stiffening

Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi, misalnya

pada kasus kebakaran (Idries, 1997).

c. Cold Stiffening

Cold Stiffeningadalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah, dapat terjadi

bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu keliling sedemikian

rendahnya, sehingga cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-sendi akan

membeku (Idries, 1997).

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi panas

dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-menerus. Pengeluaran panas tersebut

disebabkan perbedaan suhu antara mayat dengan lingkungannya. Algor mortis merupakan

salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase

lanjut post mortem.

Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk

sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa metabolisme dalam

tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.

Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan suhu tubuh mayat,

yaitu :

1. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya.

2. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama penurunan

suhu tubuhnya.

3. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.

4. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.

5. Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu

tubuh mayat.

6. Aktivitas sebelum meninggal.

7. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi.

8. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.

12

Page 13: tanatologi

9. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang terpapar.

Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara lain:

1. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh mayat.

2. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting.

3. Dahi ding in setelah 4 jam post mortem.

4. Badan dingin setelah 12 jam post mortem.

5. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem.

6. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran,

dan keadaan airnya.

7. Rumus untuk memperkirakan berapa jam sejak mati yaitu (98,4 0F - suhu rectal 0F)

: 1,5 0F (Gonzales, 1954).

4. Pembusukan

Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan mayat

adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan kerja bakteri

pembusuk terutama Klostridium welchii. Bakteri ini menghasilkan asam lemak dan gas

pembusukan berupa H2S, HCN, dan AA. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb)

menghasilkan HbS yang berwarna hijau kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan

yaitu adanya mikroorganisme dan enzim proteolitik.

Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru tampak oleh kita

setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya pertama kali berupa warna

kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu

menyebar ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk.

Ada 17 tanda pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata menonjol, lida h

terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah, lubang lainnya keluar isinya seperti

feses (usus), isi lambung, dan partus(gravid), badan gembung, bulla atau kulit ari

terkelupas, aborescent pattern/ marbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan,

pembuluh darah bawah kulit melebar, dinding perut pecah, skrotum atau vulva

membengkak, kuku terlepas, rambut terlepas, organ dalam membusuk, dan ditemukannya

larva lalat.

Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus, uterus gravid,

uterus postpartum, dan darah. Organ yang lambat membusuk antara lain paru-paru,

jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk antara lain kelenjar

prostat dan uterus non gravid.

13

Page 14: tanatologi

Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian.

Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan.

Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab

kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva

lalat. Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu :

1. Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat pembusukan.

2. Suhu optimal yaitu 21-37 0C mempercepat pembusukan.

3. Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.

4. Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi pembusukan.

5. Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk dari pada tubuh kurus.

6. Sifat medium. Udara : air : tanah (1:2:8).

7. Keadaan saat mati. Oedem mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat

pembusukan.

8. Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan. Arsen,

stibium dan asam karbonat memperlambat pembusukan.

9. Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami

pembusukan.

Pada pembusukan mayat kita juga dapat menginterpretasikan suatu kematian sebagai

tanda pasti kematian, untuk menaksir saat kematian, untuk menaksir lama kematian, serta

dapat membedakannya dengan bulla intravital (Al-Fatih II, 2007).

5. Adipocere (lilin mayat)

Adipocere adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami hidrolisis dan

hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan oleh karena

terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh Klostridium welchii, yang

berpengaruh terhadap jaringan lemak.

Untuk dapat terjadi adipocere dibutuhkan waktu yang lama, sedikitnya beberapa

minggu sampai beberapa bulan dan keuntungan adanya Adipocere ini, tubuh korban akan

mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu yang sangat lama sekali, sampai ratusan

tahun (Idries, 1997).

6. Mummifikasi

Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan dengan

cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan. Jaringan akan menjadi gelap,

14

Page 15: tanatologi

keras dan kering. Pengeringan akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh,

sehingga tubuh akan menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat terjadi mummifikasi

dibutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa minggu sampai beberapa bulan; yang

dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan dan sifat aliran udara (Idries, 1997).

2.1.7 Perubahan-perubahan Yang Terjadi Setelah Kematian

Ada 2 fse perubahan post mortem yaitu fase cepat (early) dan fase lambat (late).

Perubahan cepat (early) :

a. Tidak adanya gerakan

b. Jantung tidak berdenyut (henti jantung)

c. Paru-paru tidak bergerak (henti nafas)

d. Kulit dingin dan turgornya menurut

e. Mata tudak ada reflek pupil dan tidak bergerak

f. Suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan lebam mayat (post mortallividity)

g. Lebam mayat

Perubahan lambat (late) :

a. Kaku mayat (post mortal rigidity

b. Pembusukan(decomposition)

c. Penyabunan (adipocere)

d. Mummifikasi

Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan

untuk memperkirakan saat mati.

1. Perubahan pada mata

Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan

berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea

(traches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang

terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang

telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan

yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata

tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10 – 12 jam pasca mati dan

dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.

15

Page 16: tanatologi

Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada

penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati.

Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati.

Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus

optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam

lagi. Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi

kuning. Warna kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat

itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah

dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur

dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas

diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat

dilihat dengan latar belakang kuning kelabu. Dalam waktu 7 – 10 jam pasca mati akan

mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus

hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang

tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan

diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap.

2. Perubahan dalam lambung

Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan

untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun

keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan.

Ditemukannya makanan tertentu dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan

bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan tersebut.

3. Perubahan rambut

Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari, panjang

rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara

ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau

jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur.

4. Pertumbuhan kuku

Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku yang diperkirakan

sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat

diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.

16

Page 17: tanatologi

5. Perubahan dalam cairan serebrospinal

Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat

10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24

jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian

belum mencapai 10 jam dan 30 jam.

6. Dalam cairan vitreus

terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat

kematian antara 24 – 100 jam pasca mati.

7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian

sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat

tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri,

serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh

selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum

kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat

digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.

8. Reaksi supravital

Yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi

jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat

yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot

mayat hingga 90 – 120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat

sampai 60 – 90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan

bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.

2.2 Traumatologi

2.2.1 Definisi Traumatologi

Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan atas

jaringan tubuh yang masih hidup, sedanglogos berarti ilmu. Traumatologi adalah cabang

ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau perlukaan, cedera serta

hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh

karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.

17

Page 18: tanatologi

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera yang

hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa). (Budiyanto dkk 1997).

2.2.2 Klasifikasi Traumatologi

2.2.2.1 Mekanik

2.2.2.1.1 Kekerasan Oleh Benda Tumpul

Benda – benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah benda

yang memiliki permukaan tumpul. Luka yang terjadi dapat berupa memar (kontusio,

hematom), luka lecet (ekskoriasi, abrasi) dan luka terbuka/robek (vulnus laseratum).

1. Memar (kontusio, hematom)

Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau kutis akibat pecahnya

kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul(Budiyanto dkk 1997).

Memar banyak terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat (Catanese

2010). Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat

menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya (Catanese

2010). Lokasi dari adanya luka memar disebabkan adanya gaya gravitasi sehingga lokasi

luka memar letaknya mungkin jauh dari letak benturan (Budiyanto dkk 1997).

Letak, bentuk, luas dan adanya luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

(Budiyanto dkk 1997 & Kumar et all 2007):

1. Besarnya kekuatan

Semakin besar kekuatan yang diterima maka akan adanya luka memar lebih besar.

2. Kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak)

Semakin sedikit kandungan jaringan ikat longgar dan jaringan lemak maka semakin

mudah juga adanya luka memar

3. Usia

Semakin usia tua maka lebih mudah adanya luka memar, karena pada usia tua

lapisan kulit (epidermis dan dermis) lebih tipis, keelastisitas kulit, dan pembuluh

darah pada usia tua sudah rapuh.

4. Jenis kelamin

Pada wanita lebih mudah untuk menimbulkan adanya luka memar,karena lapisan

kulit pada wanita lebih tipis.

5. Corak dan Warna kulit

Memar akan mudah terlihat pada kulit yang berwarna lebih terang/putih.

6. Kerapuhan Pembuluh darah

18

Page 19: tanatologi

Semakin rapuh pembuluh darah maka semakin mudah adanya luka memar, ini

sejalan dengan bertambahnya umur.

7. Lokasi

Lokasi yang memiliki pembuluh darah lebih banyak semakin memudah adanya

luka memar.

2. Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)

Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang

memiliki permukaan kasar atau runcing. Misalnya pada kecelakaan lalu lintas, tubuh

terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut yang bergerak dan bersentuhan

dengan kulit. Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan

sebagai luka gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression, impak

abrasion), dan geser.

1. Luka Lecet Gores/Scratch:

Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang

menggeser permukaan kulit (epidermis) di depannya dan mengakibatkan lapisan

tersebut terangkat sehingga dapat menunjukan arah kekerasan yang terjadi. Berbeda

dengan luka iris dimana pada luka gores jaringan yang rusak menyobek bukan

mengiris.

2. Luka Lecet Serut (Graze):

Adalah variasi dari luka gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit

lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.

3. Luka Lecet Tekan:

Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Gambaran luka lecet tekan

yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan warna lebih

gelap dan sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta

terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati.

4. Luka Lecet Geser

Disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada

kasus gantung atau jerat serta korban pecut.

3 Luka terbuka/robek (vulnus laseratum)

Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang menyebabkan

kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka akan terjadi

19

Page 20: tanatologi

robekan pada kulit. Luka robek disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi

tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan

kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit (Catanese 2010). Tepi dari laserasi ireguler dan

kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari

benda tersebut yang mengalami indentasi (Catanese 2010).

Luka ini mempunyai ciri bentuk luka yang umumnya tidak beraturan, tepi atau dinding

tidak rata, tampak jembatan jaringan antar kedua tepi luka, bentuk dasar luka tidak

beraturan, seiring tampak luka lecet atau luka memar di sisi luka, ujung luka tidak runcing,

akar rambut tampak hancur atau tercabut.

2.2.2.1.2 Kekerasan oleh benda tajam

Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan

tubuh oleh benda-benda tajam. Ciri-ciri umum dari luka benda tajam adalah sebagai

berikut :

a. Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing

b. Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan, tidak

menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurus dari sedikit lengkung.

c. Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.

d. Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar.

Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu luka iris atau luka sayat (vulnus

scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka bacok (vulnus caesum).

1. Luka iris/sayat

Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat

ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit.

Ciri luka sayat:

a. Pinggir luka rata

b. Sudut luka tajam

c. Rambut ikut terpotong

d. Jembatan jaringan ( -)

e. Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang

2. Luka tusuk

20

Page 21: tanatologi

Luka tusuk ialah luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul

yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh:

a. Belati, bayonet, keris

b. Clurit

c. Kikir

d. Tanduk kerbau

Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) :

a. Tepi luka rata

b. Dalam luka lebih besar dari panjang luka

c. Sudut luka tajam

d. Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam

e. Sering ada memar / echymosis di sekitarnya

3. Luka bacok

Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak

tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh :

pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal. Ciri luka bacok:

a. Luka biasanya besar

b. Pinggir luka rata

c. Sudut luka tajam

d. Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian

tubuh yang terkena bacokan

e. Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi

2.2.2.1.3 Tembakan senjata api

Luka tembak adalah luka yang disebabkan adanya penetrasi anak peluru atau persentukan

peluru dengan tubuh. Untuk senjata api, cara senjata itu di tembakan juga dapat di

tentukan, yaitu :

a. Secara tegak lurus atau miring

b. Dengan jarak tembak temple, dekat, sedang atau jauh

Jika di tembakan tegak lurus kearah permukaan tubuh maka ciri-cirinya :

1) Letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris luka di tembakan secara

miring kearah permukaan tubuh maka ciri-cirinya :

Letak lubang luka terhadap cincin lecet episentris

21

Page 22: tanatologi

2) Jika di tembakan dengan jarak kontak maka luka yang terjadi mempunyai ciri-

ciri :

Bentuknya seperti bintang (cruriform )

Terlihat memar berbetuk sirkuler akibat hentakan balik dari moncong

senjata.

3) Jika di tembakan dengan jarak dekat ( 1 inci-2 kaki ) maka ciri–ciri dari luka

yang terjadi adalah :

Berupa lubang berbentuk bulat yang di kelilingi cincin lecet

Terdapat produk dari mesiu ( tattoo, sisa-sisa mesiu atau jelaga )

4) Jika di tembakan dengan jarak jauh ( lebih 2 kaki ) maka luka yang terjadi

mempunyai ciri-ciri:

Berupa lubang berbentuk bulat yang di kelilingi cincin lecet

Tidak di temukan produk mensiu

2.2.2.2 Fisika

Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik, antara

lain:

2.2.2.2.1 Benda bersuhu tinggi

Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang cirinya

amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhunya serta lamanya kontak dengan

kulit. Api, benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II,

III, atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, atau III. Gas panas

dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III, atau IV.

2.2.2.2.2 Benda bersuhu rendah

Kekerasan oleh hawa bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang terbuka;

seperti misalnya tangabn, kaki, telinga atau hidung. Mula-mula pada daerah tersebut akan

terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga terlihat pucat. Selanjutnya akan

terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut menjadi

kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat terjadi gangren.

2.2.2.2.3 Sengatan listrik

22

Page 23: tanatologi

Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat

berubahnya energi listrik menjadi panas. Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tubuh

tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (amper), besarnya

tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerah terkena

kontak. Bentukluka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan

kulit dengan tepi agak menonjol dan di sekitarnya terdapat daerah pucat, dikelilingi daerah

hyperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi. Pada tempat keluarnya arus dari tubuh

juga sering ditemukan luka. Nahkan kadang-kadang bagian dari baju atau sepatu yang

dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar. Tegangan arus

kurang dari 65 volt biasanya tidak membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt

dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (amper) yang dapat mematikan adalah 100 mA.

Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernafasan atau pusat

pernafasan. Sedangkan faktor yang sering mempengaruhi kefatalan adalah kesadaran

seseorang akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak

menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangya biasanya pengaruhnya lebih

berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik.

2.2.2.2.4 Petir

Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat

mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena

sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan

ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa

luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan benda tumpul. Dapat terjadi

kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan saraf pusat, menyebabkan

fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan ataun efek dari gas

panas yang ditimbulkannya.Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent

mark(percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-

benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.

2.2.2.2.5 Tekanan (barotrauma)

Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar tubuh manusia

dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang sering disebut disbarisme yang terdiri

atas 2 macam yaitu:

B. Hiperbarik

23

Page 24: tanatologi

Sindrom ini disebabkan oleh karena tekanan tinggi, antara lain:

Turun dari ketinggian secara mendadak: saat pesawat mendarat atau turun

gunung

Berada didalam kedalaman air: pada penyelam bebas, scuba diving (menyelam

dengan tangki oksigen), snorkeling (menyelam dengan tube di mulut) penyelam

dengan pakaian khusus.Gejala yang dapat ditimbulkanoleh perubahan tekanan

tersebut dapat berupa:

Barotrauma pulmoner: pneumotoraks, emboli udara atau emfisema interstisial.

Barotalgia: rasa nyeri, membrana timpani pecah, perdarahan, vertigo atau

dizzines.

Barodontalgia: pengumpulan gas yang menyebabkan rasa nyeri atau bahkan

meletus.

Narkosis Nitrogen: amnesia atau disorientasi

C. Hipobarik

Sindroma ini disebabkan oleh perubahan tekanan rendah, antara lain:

Naik ke tempat tinggi secara mendadak: saat pesawat mengudara atau saat

pesawat meluncur keluar angkasa.

Berada di dalam ruang bertekanan rendah: misalnya di dalam decompression

chamber.

Gejala yang ditimbulkannya disebabkan oleh pembentukan dan pengumpulan

gelembung-gelembung udara di dalam jaringan lunak, rongga-rongga atau organ-

organ berongga.Gejala tersebut antara lain:

Sendi-sendi terasa kaku disertai nyeri hebat

Rongga dada dirasakan tercekik, sesak napas dan batuk yang hebat

Gejala pada susunan syaraf tergantung letak emboli dan letak emfisema

subkutan

Rongga perut terasa kembung

Gigi-geligi terasa rasa nyeri (barodontalgia)

2.2.2.3 Kimia

Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia. Ciri-

ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu:

2.2.2.3.1 golongan asam

Termasuk zat kimia korosif golongan asam antara lain:

24

Page 25: tanatologi

Asam mineral, yaitu: H2SO4, HCL, NO3

Asam organik, yaitu: asam oksalat, asam formiat dan asam asetat

Garam mineral, yaitu: AgNO3, dan Zinc Chlorida

Halogen, yaitu: F, Cl, Ba dan J

Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka ialah:

Mengekstraksi air dari jaringan

Mengkoagulasi protein menjadsi albuminat

Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin

Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:

Terlihat kering

Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid erwarna

kuning kehijauan

Perabaan keras dan kasar

2.2.2.3.2 golongan basa

Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:

KOH

NaOH

NH4OH

Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:

Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan

sabun

Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin

Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini adalah:

Terlihat basah dan edematus

Berwarna merah kecoklatan

Perabaan lunak dan licin

2.2.3 Waktu Terjadinya Kekerasan

Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan

penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk

25

Page 26: tanatologi

penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus, informasi tentang waktu terjadinya

kekerasan itu akan dapat digunakan sebagai bahan analisa guna mengungkapkan banyak

hal, terutama yang berkaitan dengan alibi seseorang. Masalahnya ialah, tidak seharusnya

seseorang dituduh atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia berada di tempat

yang jauh dari tempat kejadian perkara. Dengan melakukan pemeriksaan yang teliti , akan

dapat ditentukan:

1. Luka antemortem dan post mortem

Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaanya ialah luka itu terjadi

sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada

tidaknya tanda –tanda intra vital. Jika di temukan berarti luka terjadi sebelum mati dan

demikian pula sebaliknya. Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan

tanda yang menunjukan bahwa

a. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma

Tanda –tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup

ketika terjadi trauma antara lain :

1) Retraksi jaringan

Terjadi karena serabut–serabut elastic dibawah kulit terpotong dan kemudian

mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka memotong serabut

secara tegak lurus maka bentuk luka akan menganga, tetapi jika arah luka

sejajar dengan serabut elastic maka bentuk luka tak begitu menganga.

2) Reaksi vaskuler

Bentuk reaksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :

Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa :

Eritema ( kulit berwarna kemerahan ), vesikel atau bulla.

Pada trauma neda keras dan tumpul, bentuk intravitas berupa kontusi atau

memar

3) Reaksi mikroorganisme ( infeksi )

Jika tubuh dari orang yang masih hidup mendapat trauma dan meninggalkan

luka terbuka maka kuman –kuman kan masuk serta menimbulkan infeksi yang

ciri–cirinya sebagai berikut :

Warna kemerahan

Terlihat bengkak

Terdapat pus

Bila sudah lama terlihat danya jaringan granulasi

26

Page 27: tanatologi

4) Reaksi biokimiawi

Jika jaringan yang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut

akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa :

kenaikan kadar serotonin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma)

Kenaikan kadar histamine ( kadar maksimal terjadi jadi 20-30 menit

sesudah trauma).

Kenaikan kadar enzyme ( ATP, aminopeptidase, acid-phosphatase dan

alkali-phosphatase ) yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai

akibat dari mekanisme pertahanan jaringan.

b. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma

Jika organ dalam ( jantung atau paru – paru )masih dalam keadaan berfungsi ketika

terjadi trauma maka tanda – tandanya antara lain :

1) Perdarahan hebat ( profuse bleeding ) :

Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang

banyak sebab jantung masih bekerja sehingga terus menerus memomp darah

keluar lewat luka. Berbeda sekali dengan trauma yang terjadi sesudah mati

sebab keluarnya darah di sini secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga

jumlahnya tidak banyak. Perdarahan pada luka intravital di bagi menjadi 2 yaitu

perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal mudah dibuktikan karena

darah tertampung di rongga badan ( rongga perut, rongga dada, rongga panggul,

rongga kepala dan kantong pericardium ) sehingga dapat di ukur pada waktu

otopsi. Sedangkan perdarahan eksternal (darah tumpah di tempat kejadian)

hanya dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi di temukan tanda-tanda anemis

(muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda–tanda limpa melisut,

jantung dan nadi utama tidak berisi darah.

2) Emboli udara

Terdiri atas emboli udara venosa ( pulmoner ) dan emboli udara arterial

( sistematik ). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong

tidak mengalami kolap karena terfixir dengan baik, seperti vena jugularis

eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan di jantung kanan

negative. Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus

menuju ke daerah paru – paru sehingga dapat mengganggu fungsinya. Emboli

arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada penderita

foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotoraks

27

Page 28: tanatologi

artificial atau karena luka – luka yang menembus paru – paru. Kematian dapat

terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner atau otak.

3) Emboli lemak

Emboli lemak terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan berlemaka

atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panajang. Akibatnya, jaringan

lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh

darah vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus

menuju daerah paru – paru.

4) Pneumotorak

Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru – paru menderita luka,

sementara paru – paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka tersebut dapat

berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru akan

masuk ke rongga pleura setiap inspirasi. Semakin lama udara yang masuk ke

rongga pleura semakin banyak yang pada akhirnya akan menghalangi

pengembangan paru – paru sehingga pada akhirnya paru – paru menjadi kolap.

5) Emfisema kulit ( krepitasi kulit )

Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk paru –paru

maka pada setiap ekspirasi udara paru – paru dapat masuk kejaringan ikat di

bawah. Pada palpasi akan terasa ada krepitasi di sekitar daerah trauma. Keadaan

seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang meninggal

dunia. Jika trauma terjadi sesudah orang meninggal dunia maka kelainan -

kelainan tersebut di atas tidak mungkin terjadi mengingat pada saat itu jantung

dan paru – parunya sudah berhenti bekerja.

2. Umur luka

Untuk mengetahui kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka. Hanya saja,

tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk menilai dengan tepat kapan

suatu kekerasan ( baik pada korban hidup ataupun mati ) dilakukan mengingat adanya

factor individual, penyulit ( misalnya infeksi, kelainan darah atau penyakit defisiensi )

serta factor kualitas dari kekerasan itu sendiri. Kendati demikian ada beberapa cara

dapat di gunakan untuk memperkirakannya, yaitu dengan melakukan :

a. Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur

luka tersebut. Pada korban hidup, perkiraan di hitung dari saat trauma sampai saat

di periksa pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiaanya.

28

Page 29: tanatologi

b. Pemeriksaan mikroskopik ( histology ).

Mengingat hasil makroskopik sangat variatif dan jauh dari ketepatan maka perlu di

lakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berguna bagi

intravitalis luka, pemeriksaan mikroskopik juga untuk menentukan umur luka

secara lebih teliti. Caranya ialah dengan mengamati perubahan–perubahan

histologiknya

Perubahan –peruabahan histologik dari luka ini sangat di pengaruhi ada tidaknya

infeksi. Perlu di ketahui bahwa infeksi akan memperlambat proses penyembuhan

luka. Peningkatan akitfitas adenosine triphosphatase dan aminopeptidase dapat di

lihat lebih dini, yaitu setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas

aminopeptidase dapat di lihat sesudah 2 jam, sedangkan peningkatan acid

phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4 jam.

2.2.4 Cara Melakukan Kekerasan

Untuk sejata tajam, cara senjata itu di gunakan dapat di bedakan, yaitu :

1. Diiriskan

Di iriskan mengandung pengertian bahwa mata tajam dari sejata tersebut di tekankan

lebih dahulu ke suatu bagian dari tubuh dakn kenudian di geser kearah yang sesuai dari

senjata. Luka yang di timbulkannya merupakan luka iris ( incised wound ) yang ciri-

cirinya:

a. Sesuai ciri–ciri umum luka akibat senjata tajam

b. Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka.

2. Ditusukan

Artinya bagian dari senjata tajam di tembakkan pada suatu bagian dari tubuh dengan

arah tegak lurus atau miring kemudian ditekan kedalam tubuh sesuai arah tadi. Luka–luka

yang di timbulkannya merupaka luka tusuk ( stab wound ) yang ciri–cirinya :

a. Sesuai ciri–ciri umum luka akibat senjata tajam

b. Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka.

3. Dibacokan

Mengandung perngertian bahwa senjata tajam yang ukurannya relative besar dan

diayunkan dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata tersebut mengenai

sautu bagian dari tubuh. Tulang-tulang di bawahnya biasnya berfungsi sebgai bantalan

sehingga ikut menderita luka. Luka yang di timbulkannya merupakan luka bacok ( chop

wound ) yang ciri-cirinya :

29

Page 30: tanatologi

a. Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam

b. Ukuran luka besar dan menganga

c. Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka

d. Biasnya tulang tulang dibawahnya ikut menderita luka

Jika senjata yang di gunakan tidak begitu tajam maka disekitar garis batas luka terdapat

memar.

4. Di tembakan

Untuk senjata api, cara senjata itu di tembakan juga dapat di tentukan, yaitu :

c. Secara tegak lurus atau miring

d. Dengan jarak tembak temple, dekat, sedang atau jauh

Jika di tembakan tegak lurus kearah permukaan tubuh maka ciri-cirinya :

1) Letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris luka di tembakan secara

miring kearah permukaan tubuh maka ciri-cirinya :

Letak lubang luka terhadap cincin lecet episentris

2) Jika di tembakan dengan jarak kontak maka luka yang terjadi mempunyai ciri-

ciri :

Bentuknya seperti bintang (cruriform )

Terlihat memar berbetuk sirkuler akibat hentakan balik dari moncong

senjata.

3) Jika di tembakan dengan jarak dekat ( 1 inci-2 kaki ) maka ciri–ciri dari luka

yang terjadi adalah :

Berupa lubang berbentuk bulat yang di kelilingi cincin lecet

Terdapat produk dari mesiu ( tattoo, sisa-sisa mesiu atau jelaga )

4) Jika di tembakan dengan jarak jauh ( lebih 2 kaki ) maka luka yang terjadi

mempunyai ciri-ciri:

Berupa lubang berbentuk bulat yang di kelilingi cincin lecet

Tidak di temukan produk mensiu

2.2.5 Akibat Trauma

Aspek medik

Konsekuensi dari luka yang di timbulkan oleh trauma dapat berupa :

a. Kelainan fisik / organic

Bentuk dari kelainan fisik atau organic ini dapat berupa :

Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh

30

Page 31: tanatologi

Hilangnya sebagaian atau seluruh organ tertentu

b. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu

Bentuk dari gangguan fungsi tergantung dari organ atau bagaian tubuh yang

terkena trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau

terganggunya fungsi organ-organ dalam.

c. Infeksi

Seperti di ketahui bahwa kulit atau membrane mukosa merupakan barier terhadap

infeksi. Bila kulit atau membrane tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat

pintu ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan irritasi

akibat benda yang terkontaminasi oleh koman. Jenis kuman dapat berupa

streptococcus, staphylococcus, echeria coli, proteus vulgaris, clostridium tetani

serta kuman yang menyebabkan gas gangrene.

d. Penyakit

Trauma sering di anggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit jantung

walaupun hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi.

e. Kelainan psikis

Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi

precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang spketrumnnya amat luas;

yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox

primer ( schizophrenia ), manic depressive atau psikosis. Kepribadian serta potensi

individu untuk terjadinya reaksi mental yang abnormal merupakan factor utama

timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya

gangguan. Oleh sebab itu pada setiap gangguan mental post-trauma perlu dikaji

elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar belakang mental dan emosi serta

nilai relative bagi yang bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma.

Secar umum dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atu

organ dengan psikosis post trauma di dasarkan atas :

Keadaan mental benar

benar sehat sebelum trauma

Trauma telah merusak susunan syaraf pusat

Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.

Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur dan fungsinya

dapat mempengaruhi emosi organ genital, payudara, mata, tangan atau wajah.

Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan

31

Page 32: tanatologi

Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal

Korban dihantui oleh kejadian ( kejahatan atau kecelkaan ) yang menimpanya.

2.2.6 Konteks Peristiwa Penyebab Luka

Latar belakang penyebab luka dapat disebabkan oleh peristiwa pembunuhan, bunuh diri

atau kecelakaan .

1. Pembunuhan

Ciri-ciri lukannya adalah :

a. Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu daerah yang mematikan maupun yang tidak

mematikan

b. Luka tersebut di daerah yang dapat di jangkau maupun yang tidak dpat di jangkau

oleh tangan korban

c. Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata

d. Dapat di temuka luka tangkisan ( defensive wounds ), yaitu pada korban yang sadar

ketika mengalami seranga. Luka tangkisan tersebut terjadi akibat reflek menahan

serangan sehingga letak luka tangkisan biasanya pada lengan bawah bagian luar.

2. Bunuh diri

Ciri-ciri lukanya adalah :

a. Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat.

b. Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersangkutan

c. Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata

d. Ditemukan luka-luka percobaan ( tentative wounds )

Luka percobaan tersebut terjadi karena yang bersangkutan masih ragu-ragu atau karena

sedang memilih letak senjata yang pas sambil mengumpulkan keberaniaanya, sehingga

ciri-ciri luka percobaan adalah :

a. Jumlahnya lebih dari satu

b. Lokasinya disekitar luka yang mematikan

c. Kualitasnya lukanya dangkal

d. Tidak mematikan

3. Kecelakaaan

Jika ciri-ciri luka yang ditemukan tidak mengambarkan pembunuhan atau bunuh diri maka

kemungkinannya adalah akibat kecelekaan. Untuk lebih memastikannya perlu di lakukan

pemeriksaan ditemapt kejadian.

32

Page 33: tanatologi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

33

Page 34: tanatologi

Thanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian

dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan

tersebut. Dalam thanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati

klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak) (FKUI,

1997).

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa

tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat

timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung

dan peredaran darah berhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan kornea hilang, kulit

pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas

yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai

tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostatis atau lividitas pasca-mati), kaku mayat

(rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi, dan adiposera

(FKUI,1997).

Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau

perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang

kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan

yang menimbulkan jejas. Klasifikasi traumatologi secara umum:

1. Mekanik

a. Kekerasan oleh benda tumpul

1) Memar (kontusio, hematom)

2) Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)

3) Luka terbuka/robek (vulnus laseratum)

b. Kekerasan oleh benda tajam

1) Luka iris/sayat

2) Luka tusuk

3) Luka bacok

c. Tembakan senjata api

1) Luka tembak temple (contact wound)

2) Luka tembak jarak dekat (close – range wounds)

3) Luka tembak jarak jauh (long – range wounds)

2. Fisika

a. Suhu

b. Listrik dan Petir

34

Page 35: tanatologi

c. Perubahan tekanan udara

3. Kimia

a. Asam

b. Basa kuat

3.2 Saran

Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan

mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :

a. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya.

b. Pembahsan yang lebih mendalam disertai data-data yang lebih akurat.

Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila ada pihak-pihak

yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini disusun

serta besar harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususunya

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatra Utara semester VI/2014 dalam

penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mun’im Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama.

Binarupa Aksara. Hal. 54-77

Saukko, P.Knight, B. 2001. The Pathophysiology of Death in Knight’s Forensic

Pathology. 3th edition. Hodder Arnold. Page 52-90

35

Page 36: tanatologi

Sphepherd, R. 2003. Changes after death in simpson’s forensik medicine. 12 th edition.

Arnold. Pages 37-48

Vij,K. 2008. Death and its medikolegal aspects (forensik thanatology) in textbook of

forensik medicine and toxycology principles and practice. 4 th edition elsiver. Page

101-133

Tim Penulis Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Ilmu Kedokteran Forensik, Jakarta:FKUI; 1997.h. 25-36.

Corazza O, Schifano F, Ketamin use, near death States Reported in a Sample of 50

Misusers. Informahealthcare.USA. 2010; 916-24

Husni, GM. Hukum Kesehatan Ilmu Kedokteran Forensik, bagian Kedokteran Forensik

Fakulatas Kedokteran Universitas Andala, Padang: FKUNAND; 2007.h.15-26

Greyson B, On The Mind/body Problem: The theory of Essence, Journal of Near Death

Studies. 1992:7N.

Klemerk KZ, Kersnik J, Grmec S, The Effect Of Carbon Dioxide On Near-Death

Experiences In Out Of Hospital Cardiac Arrest Survivors: A Prospective Observational

Study, Critical Care. 2010:14:R56;p

Greyson B, “False Positive”Claims of Near Death Experiences and “False Negative”

denials of Near Death Experiences, Death Studies.2005;29:p145-55

Kripke DF, The Dark Side of Sleeping Pills. UC San Diego Health System. 2011:4

Guernsey E, Apparent Death from Lighning, In: Homeopathic Domestic

Practice.William Radde:1857

(online), tersedia : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21606/4/Chapter

%20II.pdf (15 Juni 2014)

http://eprints.uns.ac.id/4927/1/134980908201008411.pdf

36