tanah longsor

35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam memang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, akan tetapi selain menguntungkan alam juga dapat merugikan bagi manusia, contohnya akhir-akhir ini banyak sekali bencana alam khususnya di Indonesia. Melihat fenomena tersebut sehausnya manusia dapat berpikir bagaimana untuk dapat hidup selaras dengan alam. Karena alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi. Epidemiologi Tanah Longsor | 1

Upload: ayya-soraya-lessy

Post on 05-Jul-2015

3.333 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: TANAH LONGSOR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan

manusia, oleh karena itu manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam

memang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, akan tetapi selain

menguntungkan alam juga dapat merugikan bagi manusia, contohnya akhir-

akhir ini banyak sekali bencana alam khususnya di Indonesia. Melihat

fenomena tersebut sehausnya manusia dapat berpikir bagaimana untuk dapat

hidup selaras dengan alam. Karena alam tidak dapat ditentang begitu pula

dengan bencana.

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng

Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling

menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah

penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan

Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara

Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan

itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur

kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi.

Gunung api yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu

merupakan 13% dari jumlah gunung api aktif dunia. Dengan demikian

Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunung api dan gempa bumi. Di

beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempa

bumi dengan sumber berada di dasar laut atau samudera dapat menimbulkan

gelombang Tsunami.

Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil

letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung

dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas

batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang

hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan

Epidemiologi Tanah Longsor | 1

Page 2: TANAH LONGSOR

dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada

tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana

tanah longsor. ( Nandi. 2007 )

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas, maka rumuskan masalahnya

adalah sebagai berikut :

a. Apa sajakah dampak terhadap kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh

terjadinya bencana tanaah longsor ?

b. Bagaimanakah besaran masalah bencana tanah longsor ?

c. Bagaimanakah tahapan pengungsian korban bencana tanah longsor ?

d. Bagaimanakah upaya pencegahan untuk menghindari terjadinya bencana

tanah longsor ?

e. Bagaimanakah prinsip penanggulangan bencana tanah longsor ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran umum dan penanggulangan serta

kegawatdaruratan epidemiologi bencana tanah longsor.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui dampak bencana tanah longsor terhadap kesehatan

masyarakat.

b. Untuk mengetahui besaran masalah bencana tanah longsor.

c. Untuk mengetahui tahapan pengungsian korban bencana tanah longsor.

d. Untuk mengetahui upaya pencegahan terjadinya tanah longsor.

e. Untuk mengetahui prinsip penanggulangan epidemiologi tanah longsor.

Epidemiologi Tanah Longsor | 2

Page 3: TANAH LONGSOR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Epidemiologi Tanah Longsor

1. Epidemiologi Tanah Longsor

Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah

perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,

tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar

lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut:

air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air

tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang

gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan

bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng (Wikipedia, 2007).

Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa

kabupaten dan kota yang rawan pergerakan tanah, kecuali Pulau Kalimantan

yang hanya memiliki dua kabupaten yang rawan, yakni Kabupaten Murung

Raya di Kalimantan Tengah dan Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur.

Daerah yang memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng yang

terjal secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah. Di samping itu,

kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah mengalami degradasi

umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah. Setidaknya terdapat 918

lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang

ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan

jiwa yang terancam sekitar 1 juta.

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran

rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan

rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di

Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa

manusia adalah aliran bahan rombakan (Nandi, 2007 & Gatot M Sudrajat,

2008).

Epidemiologi Tanah Longsor | 3

Page 4: TANAH LONGSOR

a. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan

pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

b. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan

pada bidang gelincir berbentuk cekung.

c. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada

bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran

translasi blok batu.

Epidemiologi Tanah Longsor | 4

Page 5: TANAH LONGSOR

d. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau

material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya

terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah

pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang

parah.

e. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak

lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah

longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama

longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon,

atau rumah miring ke bawah.

f. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak

didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng,

volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di

Epidemiologi Tanah Longsor | 5

Page 6: TANAH LONGSOR

sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di

beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai

di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup

banyak.

Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya

bencana tanah longsor adalah :

1) Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.

2) Biasanya terjadi setelah hujan.

3) Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.

4) Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

2. Penyebab Epidemiologi Tanah Longsor

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada

lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya

dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya

pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat

jenis tanah batuan (Moch Bachri, 2006 & Nandi, 2007)

a. Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November

karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang

akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam

jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga

tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.

Epidemiologi Tanah Longsor | 6

Page 7: TANAH LONGSOR

Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga

tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan,

intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan

air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.

Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor,

karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di

bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada

pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air

akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi

mengikat tanah.

b. Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya

pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai,

mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang

menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan

bidang longsorannya mendatar.

c. Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah

liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220.

Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama

bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan

tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu

panas.

d. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir

dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat.

Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses

Epidemiologi Tanah Longsor | 7

Page 8: TANAH LONGSOR

pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada

lereng yang terjal.

e. Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,

perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan

persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan

membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah

terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya

adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran

yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

f. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi,

ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang

ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah

menjadi retak.

g. Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya

penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220

mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh

retakan.

h. Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng,

dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor,

terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah

sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah

lembah.

Epidemiologi Tanah Longsor | 8

Page 9: TANAH LONGSOR

i. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing.

Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing

akan menjadi terjal.

j. Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman

umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah

timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti

tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi

penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

k. Bekas longsoran lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi

pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau

pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama

memilki ciri :

1) Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal

kuda.

2) Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena

tanahnya gembur dan subur.

3) Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.

4) Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.

5) Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran

kecil pada longsoran lama.

6) Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan

longsoran kecil.

7) Longsoran lama ini cukup luas.

Epidemiologi Tanah Longsor | 9

Page 10: TANAH LONGSOR

l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

1) Bidang perlapisan batuan

2) Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

3) Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang

kuat.

4) Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan

batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).

5) Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.

6) Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi

sebagai bidang luncuran tanah longsor.

m. Penggundulan hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif

gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.

n. Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan

sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi

ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat

Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini

menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.

B. Dampak Epidemiologi Tanah Longsor Terhadap Kesehatan Masyarakat

Dampak terhadap masyarakat yang terjadi akibat bencana tanah

longsor, yaitu sebagai berikut (Pan American Health Organization, 2006) :

1. Peningkatan Morbiditas

Tingginya angka kesakitan dalam keadaan terjadinya bencana

dibagi dalam 2 katagori, yaitu:

Epidemiologi Tanah Longsor | 10

Page 11: TANAH LONGSOR

a. Kesakitan primer, adalah kesakitan yang terjadi sebagai akibat langsung

dari kejadian bencana tersebut, kesakitan ini dapat disebabkan karena

trauma fisik, termis, kimiawi, psikis dan sebagainya.

b. Kesakitan sekunder, kesakitan sekunder terjadi sebagai akibat sampingan

usaha penyelamatan terhadap korban bencana, yang dapat disebabkan

karena sanitasi lingkungan yang buruk, kekurangan makanan dan

sebagainya.

2. Tingginya Angka Kematian

Kematian akibat terjadinya bencana alam dibagi dalam dua kategori, yaitu:

a. Kematian primer, adalah kematian langsung akibat terjadi bencana,

misalnya tertimbun tanah longsor.

b. Kematian Sekunder, adalah kematian yang tidak langsung disebabkan

oleh bencana, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyelamatan

terhadap penderita cedera berat, seperti. kurangnya persediaan darah,

obat-obatan, tenaga medis dan para medis yang dapat bertindak cepat

untuk mengurangi kematian tersebut.

3. Masalah Kesehatan Lingkungan

Mencakup masalah-masalah yang berkaitan erat dengan sanitasi

lingkungan, tempat penampungan yang tidak memenuhi syarat, seperti

penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja dan air bekas, tempat

pembuangan sampah, tenda penampungan dan kelengkapannya, kepadatan

dari tempat penampungan, dan sebagainya.

4. Suplai Bahan Makanan dan Obat-Obatan

Apabila kekurangan suplai bahan makanan dan obat-obatan untuk

membantu korban bencana, maka kemungkinannya akan menimbulkan

berbagai masalah, diantaranya:

Epidemiologi Tanah Longsor | 11

Page 12: TANAH LONGSOR

a. Kekurangan gizi dari berbagai lapisan umur

b. Penyakit infeksi dan wabah, diantaranya infeksi pencernaan (GED),

infeksi pernapasan akut seperti influensa, penyakit kulit.

5. Kerusakan Infrastruktur Kesehatan, Keterbatasan Tenaga Medik dan

Paramedis serta Transportasi ke Pusat Rujukan.

Epidemiologi Tanah Longsor | 12

Page 13: TANAH LONGSOR

BAB III

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN BENCANA

DAN KEGAWATDARURATAN

A. Mapping Bencana

1. Peta Rawan Bencana

Secara geologis Indonesia juga menghadapi ancaman gerakan

tanah, atau yang pada umumnya dikenal sebagai tanah longsor. Hampir

setiap tahun Indonesia mengalami kejadian gerakan tanah yang

mengakibatkan bencana. Korban dan kerugian besar pada umumnya terjadi

pada gerakan tanah jenis aliran bahan rombakan atau banjir bandang, seperti

terjadi di Nias (2001) dan Bohorok Sumatra Utara (2005), Sulawesi Tengah

(2007), Sumatra Barat (2008) dan terakhir di Situ Gintung, Banten (2009),

yang mengakibatkan 82 orang tewas, 103 orang hilang, 179 orang luka-luka

dan 250 buah rumah hancur/rusak. Hampir semua pulau utama di Indonesia

memiliki beberapa kabupaten dan kota yang rawan pergerakan tanah,

kecuali Pulau Kalimantan yang hanya memiliki dua kabupaten yang rawan,

yakni Kabupaten Murung Raya di Kalimantan Tengah dan Kabupaten

Malinau di Kalimantan Timur (Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko

Bencana 2010-2014).

Daerah yang memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng

yang terjal secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah. Di

samping itu, kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah mengalami

degradasi umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah. Hal ini

diperburuk lagi oleh curah hujan yang tinggi dan gempa yang sering terjadi

di Indonesia. Secara umum tingkat risiko bencana gerakan tanah di

Kabupatan/Kota di Indonesia ditentukan oleh keberadaan lajur pegunungan.

Tingkat risiko dipengaruhi pula oleh kondisi kerentanan berbagai unsur

lainnya seperti kepadatan dan kerentanan penduduk, kondisi kerentanan

bangunan dan infrastruktur, tingkat ekonomi, dan kapasitas daerah secara

Epidemiologi Tanah Longsor | 13

Page 14: TANAH LONGSOR

umum. Gambar 1. menyajikan zona kerentanan gerakan tanah di Indonesia

(Gatot M Soedradjat, 2008).

Keterangan :

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah

Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terkena

gerakan tanah. Pada zona ini jarang atau hampir tidak pernah terjadi gerakan

tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, kecuali pada

daerah tidak luas pada tebing sungai.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah

Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terkena gerakan

tanah. Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika tidak

mengalami ganggunan pada lereng, dan jika terdapat gerakan tanah lama,

Epidemiologi Tanah Longsor | 14

Page 15: TANAH LONGSOR

lereng telah mantap kembali. Gerakan tanah berdimensi kecil mungkin

dapat terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah

Zone of Moderate susceptibility to landslide Daerah yang mempunyai

tingkat kerentanan menengah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini

dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan

lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.

Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan

erosi kuat.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi

Daerah yang mempunyai tingkat keremanan tinggi untuk terkena gerakan

tanah. Pada zona sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah

lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak, akibat curah hujan yang

tinggi dan erosi yang kuat.

2. Besaran Masalah

Bencana tanah longsor di Indonesia banyak terjadi di daerah yang

memiliki derajat kemiringan lereng tinggi. Bencana ini umumnya terjadi

pada saat curah hujan tinggi. Berdasarkan catatan kejadian bencana, daerah

yang sangat rawan terjadi bencana longsor adalah sepanjang pegunungan

Bukit Barisan di Sumatera dan pegunungan di Jawa dan Sulawesi dan di

Nusa Tenggara. Longsor yang menimbulkan korban juga terkadang terjadi

di terowongan atau sumur pengeboran di areal pertambangan. Tanah

longsor juga terjadi setiap tahun terutama di daerah-daerah yang tanahnya

tidak stabil seperti di Jawa Barat dan Jawa Tengah (Rencana Aksi Nasional

Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009).

Epidemiologi Tanah Longsor | 15

Page 16: TANAH LONGSOR

Hampir sebagian besar tanah di daerah tropis bersifat mudah

longsor karena tingkat pelapukan batuan di daerah ini sangat tinggi dan

komposisi tanah secara fisik didominasi oleh material lepas dan berlapis

serta potensial longsor. Kestabilan tanah ini sangat dipengaruhi oleh

kerusakan hutan penyangga yang ada di Indonesia. Karena banyaknya

penebangan di hutan penyangga, wilayah rawan bencana longsor di

Indonesia semakin bertambah. Sebagai contoh, Jawa Barat pada tahun 1990

masih memiliki hutan seluas 791.519 hektar (sekitar 22 persen dari seluruh

luas provinsi ini), tetapi pada tahun 2002 tercatat tinggal 323.802 hektar

(sekitar 9 persen dari luas seluruh Jawa Barat). Tidak mengherankan bila di

provinsi ini banyak terjadi bencana longsor (Rencana Aksi Nasional

Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009).

Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap

tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp

800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta (Nandi, 2007).

Daerah yang memiliki rawan longsor :

a. Jawa Tengah 327 Lokasi

b. Jawa Barat 276 Lokasi

c. Sumatera Barat 100 Lokasi

d. Sumatera Utara 53 Lokasi

e. Yogyakarta 30 Lokasi

f. Kalimantan Barat 23 Lokasi

g. Sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur.

Epidemiologi Tanah Longsor | 16

Page 17: TANAH LONGSOR

Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor 2003-2005

No. PropinsiJumlah

KejadianKorban Jiwa

RH RR RTLPR(ha)

JL(m)MD LL

1. Jawa Barat 77 166 108 198 1751 2290 140 705

2. Jawa Tenah 15 17 9 31 22 200 1 75

3. Jawa Timur 1 3 - - 27 - 70 -

4.Sumatera Barat

5 63 25 16 14 - 540 60

5.Sumatera Utara

3 126 - 1 40 8 - 80

6.Sulawesi Selatan

1 33 2 10 - - - -

7. Papua 1 3 5 - - - - -

  Jumlah 103 411 149 256 1854 2498 751 920

Keterangan :

MD : Meninggal dunia

ML : Luka - luka

RR : Rumah rusak

RH : Rumah hancur

RT : Rumah terancam

BLR : Bangunan lainnya rusak

BLH : Bangunan lainnya hancur

LPR : Lahan petanian rusak

(dalam hektar)

JL : Jalan terputus

Tampak bahwa kejadian bencana dan jumlah korban bencana tanah

longsor di Propinsi Jawa Barat lebih besar dibandingkan dengan propinsi

lainnya. Hal demikian disebabkan oleh faktor geologi, morfologi, curah

hujan, dan jumlah penduduk serta kegiatannya (Nandi, 2007).

B. Tahap Pengungsian

Epidemiologi Tanah Longsor | 17

Page 18: TANAH LONGSOR

Tahap pengungsian yang dapat dilakukan dalam menghadapi bencana

tanah longsor adalah (Yayasan IDEP, 2004).

1. Peringatan Bahaya

Peringatan bahaya merupakan hal pertama yang bisa dilakukan

oleh siapa saja yang mengetahui terjadinya bencana. Peringatan ini bisa

menggunakan alat atau model komunikasi yang sudah biasa dikenal oleh

masyarakat setempat. Alat komunikasi seperti: kentongan, bedug dan

lainnya merupakan alat yang sangat membantu.

2. Informasi yang Perlu Disampaikan Pada Masyarakat

a. Tentang bencana (jenis bencana)

b. Besarnya bencana

c. Kapan kemungkinan terjadi

3. Transportasi

Menyediakan transportasi yang ada dan pendukungnya seperti :

supir, bahan bakar. Urutan pengungsian adalah : anak-anak, orang tua,

korban terluka, orang cacat, wanita dan pria.

4. Saat Dilokasi Pengungsian

Yang perlu dipertimbangkan adalah:

a. Perawatan dan pertolongan bagi yang terluka

b. Mendirikan tempat perlindungan dan dapur umum

c. Membentuk pos-pos bantuan kemanusiaan

d. Mencatat semua data korban, yang selamat, terluka dan meninggal

e. Mengatur bantuan yang diterima

f. Menghubungi pihak-pihak bantuan dari luar

C. Upaya Pencegahan

Epidemiologi Tanah Longsor | 18

Page 19: TANAH LONGSOR

Upaya pencegahan yang dilakukan untuk bencana tanah longsor (Iwan

Setiawan, 2008).

1. Pencegahan Tingkat Pertama

a. Melarang pembangunan rumah pada lokasi yang rawan longsor, terutama

pada lereng dan kaki bukit

b. Memperkuat kestabilan tanah dengan pohon-pohon yang akarnya dapat

mengikat tanah secara kuat

c. Tidak menebang atau merusak hutan

d. Melakukan penanaman pada daerah-daerah yang gundul

e. Pembangunan tembok-tembok penahan untuk memperkuat lereng pada

lokasi rawan longsor

f. Memberikan penyuluhan pada masyarakat yang tinggal di wilayah

longsor tentang cara menghindari bencana longsor.

2. Pencegahan Tingkat Kedua

Yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah penyelamatan dan pertolongan

korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Secara operasional, pada

tahap ini diarahkan pada kegiatan :

a. Penanganan korban bencana termasuk mengubur koban meninggal dan

menangani korban yang luka-luka.

b. Penanganan pengungsian

c. Pemberian bantuan darurat

d. Pelayanan kesehatan, sanitasi, dan air bersih

e. Penyiapan penampungan sementara

f. Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta

memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan

pelayanan yang memadai untuk para korban.

3. Pencegahan Tingkat Ketiga

Epidemiologi Tanah Longsor | 19

Page 20: TANAH LONGSOR

a. Rehabilitasi

Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial,

ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan

tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak

berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah

longsor sulit dikendalikan.

b. Rekonstruksi

Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak

menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan

oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang

dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%. Ada beberapa tindakan,

perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat

hunian antara lain :

1) Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa

menyerap)

2) Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan)

3) Vegetasi kembali lereng-lereng dan beton-beton yang menahan tembok

mungkin bisa menstabilkan hunian.

D. Prinsip Penanggulangan

Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi

masyarakat dari bencana alam dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu,

dalam penanggulangan harus memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan

bencana alam(Iwan Setiawan, 2008).

Dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan, yaitu :

1. Cepat dan Tepat

Epidemiologi Tanah Longsor | 20

Page 21: TANAH LONGSOR

Yang dimaksudkan dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam

penanggulangan benacana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai

dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan

bnerdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa.

2. Prioritas

Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi

bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan

pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.

3. Koordinasi dan Keterpaduan

Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penaggulangan

bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang

dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan

bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan

pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.

4. Berdaya Guna da Berhasil Guna

Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam

mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan

biaya yang berlebiahn. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna”

adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,

khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat denga tidak membuang

waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.

5. Transparansi dan Akuntabilitas

Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa

penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat

dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas”

adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secar terbuka dan dapat

dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.

Epidemiologi Tanah Longsor | 21

Page 22: TANAH LONGSOR

6. Kemitraan

Penanggulangan bancana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.

Keemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah

dengan masyarakat secra luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat

(LSM) maupun dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya.

Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau lembaga di luar

negeri termasuk dengan pemerintahnya.

7. Pemberdayaan

Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

mengetahui, memahami, dan melakukan langkah-langkah antisipasi,

penyelamatan, dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk

memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana.

8. Nondiskriminatif

Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminatif” adalah bahwa negara

dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda

terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.

9. Nonproletisi

Yang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi” adalah bahwa dilarang

menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana,

terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

BAB IV

PENUTUP

Epidemiologi Tanah Longsor | 22

Page 23: TANAH LONGSOR

A. Kesimpulan

Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah

perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,

tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar

lereng. Penyebab epidemiologi tanah longsor yaitu; hujan, lereng terjal,

tanah yang kurang padat dan tebal, batuan yang kurang kuat , jenis tata

lahan, getaran, susut muka air danau atau bendungan, adanya beban

tambahan, pengikisan/erosi, adanya material timbunan pada tebing, bekas

longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung),

penggundulan hutan, dan daerah pembuangan sampah. Adapun dampak

epidemiologi tanah longsor terhadap kesehatan masyarakat yaitu;

peningkatan morbiditas, tingginya angka kematian, masalah kesehatan

lingkungan, masalah suplai bahan makanan dan obat-obatan, serta

keterbatasan tenaga medik dan paramedis serta transportasi ke pusat

rujukan.

Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa kabupaten dan

kota yang rawan pergerakan tanah, kecuali Pulau Kalimantan yang hanya

memiliki dua kabupaten yang rawan, yakni Kabupaten Murung Raya di

Kalimantan Tengah dan Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur. Daerah

yang memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng yang terjal

secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah. Di samping itu,

kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah mengalami degradasi

umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah. Setidaknya terdapat 918

lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang

ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan

jiwa yang terancam sekitar 1 juta.

Adapun tahap pengungsian bencana tanah longsor yaitu; Peringatan Bahaya,

Informasi yang Perlu Disampaikan Pada Masyarakat, Transportasi, Saat

Dilokasi Pengungsian

Epidemiologi Tanah Longsor | 23

Page 24: TANAH LONGSOR

Upaya pencegahan terjadinya bencana tanah lonsor yaitu; pencegahan

tingkat pertama (sebelum terjadinya tanah longsor), pencegahan tingkat

kedua (saat terjadinya tanah longsor), dan pencegahan tingkat ketiga

(setelah terjadinya tanah longsor).

Prinsip penanggulangan bencana tanah longsor yaitu; Koordinasi dan

Keterpaduan, Prioritas, Cepat dan Tepat, Berdaya Guna dan Berhasil Guna,

Transparansi dan Akuntabilitas, Kemitraan, Pemberdayaan,

Nondiskriminatif, Nonproletisi

B. Saran

Adapun saran yang diberikan untuk menghindari bencana tanah

longsor adalah :

Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di

dekat pemukiman

Buatlah terasering (sengkedan)

Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam

tanah melalui retakan

Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal

Jangan menebang pohon di lereng

Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal

Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal

Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak

Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi

Epidemiologi Tanah Longsor | 24