tales from the road - borobudur vs angkor

8
“J ujur, nih, bagusan mana sih antara Borobudur dan Angkor Wat?” pertanyaan itu dilontarkan salah seorang kawan sepulang saya dari plesiran ke Kamboja. Pertanyaan sejenis juga dilontarkan teman-teman lain yang penasaran pada kemegahan kompleks candi-candi Angkor. Saya sendiri travelling ke Kamboja dan bela-belain naik bus selama 7 jam dari Phnom Penh ke Siem Reap juga demi melihat Angkor Wat, kok. Demi menebus rasa penasaran saya, terutama sejak Borobudur tidak lagi berada dalam daftar 7 keajaiban dunia. Sementara itu, Angkor Wat, meskipun nggak masuk dalam New 7 Wonders, disebut-sebut sebagai candi Buddha paling eksotis di Asia Tenggara yang oleh Wikipedia dimasukkan dalam 10 besar tempat yang bikin orang ingin mengunjunginya (Man-madeTravel Wonders). Nah, setelah seharian menjelajahi kompleks Angkor, saya ingin menjawab rasa penasaran teman-teman. Sejujur- nya, nih, nggak etis membandingkan dua mahakarya yang pembangunannya disemangati oleh Buddhis dan Hindu. Borobudur, candi Buddha terbesar yang hingga kini tetap menjadi pusat perayaan Waisak di Asia, dibangun lebih duluan, yaitu pada abad ke-9. Sedangkan kompleks Angkor Borobudur versus Angkor Wat 157

Upload: matatita-

Post on 27-Mar-2016

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

salah satu artikel dalam buku TALES from the ROAD

TRANSCRIPT

Page 1: TALES from the ROAD - borobudur vs angkor

“Jujur, nih, bagusan mana sih antara Borobudur dan Angkor Wat?” pertanyaan itu dilontarkan salah seorang

kawan sepulang saya dari plesiran ke Kamboja. Pertanyaan sejenis juga dilontarkan teman-teman lain yang penasaran pada kemegahan kompleks candi-candi Angkor.

Saya sendiri travelling ke Kamboja dan bela-belain naik bus selama 7 jam dari Phnom Penh ke Siem Reap juga demi melihat Angkor Wat, kok. Demi menebus rasa penasaran saya, terutama sejak Borobudur tidak lagi berada dalam daftar 7 keajaiban dunia. Sementara itu, Angkor Wat, meskipun nggak masuk dalam New 7 Wonders, disebut-sebut sebagai candi Buddha paling eksotis di Asia Tenggara yang oleh Wikipedia dimasukkan dalam 10 besar tempat yang bikin orang ingin mengunjunginya (Man-madeTravel Wonders).

Nah, setelah seharian menjelajahi kompleks Angkor, saya ingin menjawab rasa penasaran teman-teman. Sejujur-nya, nih, nggak etis membandingkan dua mahakarya yang pembangunannya disemangati oleh Buddhis dan Hindu. Borobudur, candi Buddha terbesar yang hingga kini tetap menjadi pusat perayaan Waisak di Asia, dibangun lebih duluan, yaitu pada abad ke-9. Sedangkan kompleks Angkor

Borobudur versus Angkor Wat

157

Page 2: TALES from the ROAD - borobudur vs angkor

baru dibangun 3 abad kemudian atau sekitar abad ke-12 dan merupakan perpaduan antara Hindu dan Buddha. Bagi saya, dua-duanya sangat menakjubkan, tak tertan dingi, dan memancarkan kesan magis tersendiri pada tiap-tiap relief dan pilar-pilarnya.

Yang mungkin bisa dibandingkan adalah infrastruk tur di sekitar situs yang sama-sama masuk dalam daftar UNESCO’s World Heritage itu. Terus terang saya ngiri sama Kamboja. Negara yang lebih miskin dari Indonesia itu ternyata bisa

Page 3: TALES from the ROAD - borobudur vs angkor

menata situs warisan budaya secara lebih apik ketimbang negeri kita tercinta ini.

Petang itu ketika saya tiba di Siem Reap, kota terde-kat dari kompleks candi-candi Angkor, begitu turun dari bus sudah disambut sopir Tuk-tuk yang siap mengantar ke hotel tanpa bayaran. “Asalkan besok pagi pakai Tuk-tuk saya untuk keliling Angkor,” tawarnya dalam bahasa Inggris patah-patah. Bahkan, setiba saya di hotel dan ingin keluar nyari makan di Psar Chaa, kawasan Old Market yang banyak berderet kafe

Page 4: TALES from the ROAD - borobudur vs angkor

dan toko suvenir, sopir Tuk-tuk itu pun siap mengantar dengan bayaran sukarela. Sebelum menurunkan saya di Psar Chaa, ia berpesan, “Don’t forget, I’ll pick you up at 5 tomorrow morning.” Gila, demi ongkos sebesar US$ 15 untuk seharian mencarter Tuk-tuk-nya, ia menservis calon penumpangnya sedemikian rupa! (Saya jadi teringat tukang becak di kawasan Keraton dan Malioboro yang suka malak wisatawan!)

Konon, sunrise merupakan momen paling spekta kuler untuk mengabadikan Angkor Wat. Pagi-pagi buta itu, di saat kawasan Kota Siem Reap masih senyap, ter jadi antrean panjang di loket masuk kompleks Angkor. Terdapat beberapa deret loket yang dilengkapi kamera untuk memotret wajah mengantuk yang dipaksain senyum. Biar keliatan cakep dikit, soalnya hasil potretan itu akan tercetak di tiket masuk kita!

Ada 3 pilihan tiket masuk, yaitu One Day (US$ 20), Three Days (US$ 40), dan One Week (US$ 60). Jika dikurs

People, Culture, Heritage

160

Tiket tanda masuk kompleks candi Angkor yang dilengkapi dengan foto digital.

Page 5: TALES from the ROAD - borobudur vs angkor

dalam rupiah, rasanya mahaaalll banget. Masak untuk sekali masuk candi ongkosnya lebih dari Rp200.000,00, sih. Tiket di Borobudur dan Prambanan aja cuma sekitar Rp5.000,00. Tapi, lagi-lagi, saya selalu menganggap bah wa dolar yang saya bayarkan untuk tiket itu adalah salah satu kontribusi saya terhadap pelestarian warisan budaya, makanya saya nggak boleh mengeluhkannya.

Dan memang nggak rugi, kok. Apalagi kompleks candi-candi Angkor itu ternyata luar biasa luasnya. Sopir Tuk-tuk itu juga paham rute yang harus dilaluinya, sambil dikit-dikit memberi penjelasan dalam bahasa Inggris yang terbata. Tempat pertama yang kami kunjungi tentu saja Angkor Wat, untuk mengejar sunrise the golden moment. Pukul 5.14 kami tiba di pelataran Angkor Wat yang sudah padat pengunjung yang mencangklong kamera berlensa tele. Mereka berlarian menuju Angkor yang masih di kejauhan sana supaya nggak ketinggalan matahari. Saya pun ikutan jalan cepat, berlagak fotografer walaupun cuma menenteng kamera saku. Sementara itu, di atas Angkor terlihat balon udara melayang, yang berisi seseorang yang tengah memotret dengan lensa tele segede lengan saya yang gendut ini. Gila, dari berbagai penjuru orang ingin mengabadikan sunrise di Angkor Wat!

Di Borobudur juga sudah ada paket wisata memotret sunrise. Tapi, kabarnya, tarifnya mahal sekali. Beda dengan tarif masuk loket pada hari biasa. Konon paket wisata sunrise di Borobudur ini juga sudah ditangani oleh travel agent tertentu. Weleh!

Dua jam persis saya menikmati matahari terbit Angkor Wat. Persis pukul 7.14 saya sudah berada di par kiran dan mendapati sopir Tuk-tuk lagi tertidur pulas di jok belakang.

Borobudur versus Angkor Wat

161

Page 6: TALES from the ROAD - borobudur vs angkor

Owalah, enaknya si Bapak ini, bisa melanjutkan tidurnya lagi!

Setelah dari Angkor Wat, saya menyinggahi Bayon Temple, Terrace of Elephants, Angkor Thom, Ta Prohm, dan yang lainnya. Sopir Tuk-tuk itu memberi waktu yang leluasa pada tamunya untuk semaksimal mungkin meng eks-plorasi tempat-tempat yang disinggahi, nggak kayak tour guide yang membatasi waktu. Si Tuk-tuk rupanya sangat megang komitmen disewa seharian dengan tarif US$ 15, dari matahari belum terbit hingga terbenam nanti. Bahkan dia juga siap mengantar balik ke Angkor Wat lagi jika saya mau mengabadikan sunset di Angkor.

Celakanya, justru saya yang nyerah, nggak sanggup lagi berjalan naik turun candi. Apalagi sudah siang begini matahari sungguh terik. Pukul 1 siang saya memutuskan untuk meninggalkan kawasan heritage ini. Delapan jam mengelilingi kompleks Angkor sebenarnya masih kurang, masih belum menjangkau semua situs yang ada di sana. Tapi, karena kaki saya sudah mulai pegel, akhirnya saya minta Tuk-tuk membawa saya keluar dari Angkor. “So, where do you want to go?” tanya si Tuk-tuk menawarkan jasa karena waktu kontraknya belum habis.

Keinginan saya siang itu cuma satu: kembali ke hotel untuk meluruskan kaki sambil leyeh-leyeh memulihkan energi. Sore harinya saya ingin menikmati indahnya Kota Siem Reap.

Siem Reap sering saya angankan sebagai Muntilan atau Magelang yang dekat Borobudur. Kota kecil Siem Reap itu telah menjadi kota internasional yang kosmo po litan jauh lebih ramai dan tertata rapi ketimbang Phnom Penh yang notabene adalah ibu kota Kamboja. Jika di Phnom Penh kendaraan berseliweran tanpa aturan diser tai berisiknya

People, Culture, Heritage

162

Page 7: TALES from the ROAD - borobudur vs angkor

suara klakson, di Siem Reap jumlah kendaraan belum terlalu banyak sehingga lajunya pun lebih tertib.

Selain tertib, Siem Reap juga menawarkan daya tarik lain, yaitu kafe dan restoran, kios-kios suvenir, dan pasar tradisional yang eksotis bersisian di ruas-ruas jalan yang menggoda penyuka belanja. Deretan hostel murah yang digemari para backpacker juga ikut meramaikan suasana Siem Reap. Ditambah sejumlah bar lengkap dengan live music yang ingar menjadikan malam di kota kecil Siem Reap itu terasa lebih meriah.

Untuk menikmati Siem Reap, wisatawan bisa ter bang langsung menuju kota ini karena sudah tersedia bandar udara internasional dengan sejumlah penerbangan langsung dari/ke Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, Ho Chi Min City, Laos, dan kota-kota besar lain di kawasan Indochina. Bandar udaranya pun sedikit lebih keren daripada bandar udara di Phnom Penh.

Borobudur versus Angkor Wat

Salah satu sudut kota Siem Reap di malam hari.

Page 8: TALES from the ROAD - borobudur vs angkor

Lagi-lagi saya mengandaikan Magelang bisa sekeren Siem Reap. Bayangkan, ada bandar udara internasional di Magelang, ditambah dukungan infrastruktur pariwisata yang memadai. Wuih, pasti banyak pelancong yang me-nyinggahinya. Nggak cuma untuk Borobudur, tapi juga untuk menikmati keindahan alam Jawa Tengah yang kaya akan gunung berapi seperti Merapi, Merbabu, Sindoro, dan Sumbing yang menjadikan lahan di sekitarnya sangat subur ijo royo-royo, sehijau hamparan kebun kopi, teh, dan tembakau yang membentang di Ambarawa, Temanggung, dan Wonosobo. Para pelancong pun akan dibikin betah menikmati kenyamanan rehat di vila-vila mungil di Kopeng dan Bandungan. Andai saja!

164