tafsir para fuqaha’ - drsmusthofiq.files.wordpress.com€¦ · web viewahkam al-qur’an ibn...

36
Tafsir Fuqaha 1

Upload: trinhthuy

Post on 15-Sep-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tafsir Fuqaha1

Tafsir Fuqaha2

Tafsir Fuqaha3

Tafsir Fuqaha4

Tafsir Fuqaha5

Tafsir Fuqaha6

Tafsir Fuqaha7

Tafsir Fuqaha8

Tafsir Fuqaha9

Tafsir Fuqaha10

Tafsir Fuqaha11

Tafsir Fuqaha12

Tafsir Fuqaha13

Tafsir Fuqaha14

Tafsir Fuqaha15

Tafsir Fuqaha16

Tafsir Fuqaha17

Tafsir Fuqaha18

Tafsir Fuqaha19

Tafsir Fuqaha20

TAFSIR FIQHII. PENDAHULUAN

Tafsir Fiqhi adalah corak tafsir yang lebih menitikberatkan kepada

pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta

membahas perdebatan/perbedaan pendapat seputar pendapat-pendapat

imam madzhab.1 Tafsir fiqhi ini juga dikenal dengan tafsir Ahkam, yaitu tafsir

yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam al-Qur,an (ayat-ayat

ahkam).2 Tafsir fiqhi lebih populer dengan sebutan tafsir ayat ahkam atau

tafsir ahkam karena lebih berorientasi pada ayat-ayat hokum dalam alqur’an.3

II. PEMBAHASAN1. Mufassir Awwal ( Penafsir Alqur’an Pertama )

Orang yang pertama berhak menyandang predikat mufassir adalah

Rasulullah SAW., kemudian para shahabat, diantara mereka yang paling

terkenal adalah sepuluh orang yaitu ; empat khulafaurrasyidin, Ibnu Mas’ud,

Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, dan

Abdullah ibnu Zubair. Baru setelah ini periode mufassir tabi’in, kemudian

periode mufassir tabi’it tabi’in dan orang-orang yang setelahnya, yang pada

periode mereka ini dinamakan periode tadwin ( pengodifikasian). Seiring

dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dengan cabang cabangnya

tafsirpun terus berkembang sampai periode mutakhirin. 4

Di masa Rasulullah para sahabat memahami Al-Qur’an dengan

“insting” kearaban mereka. Jika terjadi kesulitan dalam memahami sesuatu

ayat, mereka kembali kepada Rasulullah SAW lalu beliau menjelaskan

kepada mereka.

Setelah Rasulullah SAW wafat, para fuqaha dari kalangan sahabat

mengendalikan umat di bawah kepemimpinan Khulafa al Rasyidin. Jika

terdapat persoalan-persoalan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya,

maka Al-Qur’an merupakan tempat kembali mereka dalam mengistinbathkan

hukum-hukum syara’nya. Mereka pun sepakat atas hal tersebut.jarang sekali

1 Wahbah Zuhaili, et al. (Prof. Dr.) Ensiklopedia al-Qur’an. (Jakarta, Gema Insani, 2007), hal. 963.2 Muhammad Amin Suma, (Prof. Dr.) Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2001), Jilid 2 hal. 139. 3 Drs. Ahmad Izzan, M.Ag,2007, Metodologi Ilmu Tafsir, Tafakkur:Yogyakarta4 Wahbah Zuhaili, et al. (Prof. Dr.) Ensiklopedia al-Qur’an. Hal.

Tafsir Fuqaha21

mereka berselisih pendapat ketika terdapat kontradiksi dalam memahami

suatu lafazh, seperti perselisihan mereka mengenai ‘iddah bagi wanita hamil

yang ditinggal mati suaminya; apakah ‘iddah itu berakhir dengan melahirkan

atau empat bulan sepuluh hari ataukah dengan waktu paling lama diantara

keduanya? ini semua mengingat kepada berfirman Allah:

ذين صن أزواجا ويذرون منكم يتوفون وال بأنفسهن يترب وعشرا أشهر أربعة

Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari. Q.S Al Baqarah,2: 234

.… …

“Dan prempuan-perempuan yang hamil, masa ‘iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungan mereka.”(Ath-Thalaq,65:4)

Keadaan seperti ini, sekalipun jarang terjadi, tetapi pada hakikatnya

merupakan awal dari suatu perbedaan pendapat di bidang fiqih dalam

memahami ayat-ayat hukum.

Ketika tiba masa empat imam fikih dengan kaidah-kaidah istinbath

hukum masing-masing, ditambah lagi berbagai peristiwa dengan membawa

persoalan barunya yang banyak dan belum pernah terjadi sebelumnya, maka

semakin bertambah pula sisi-sisi perbedaan pendapaat dalam memahami

ayat ayat hukum ini. Hal ini di sebabkan perbedaan segi dalalahnya, yang

setiap ahli fikih tentu berpegang pada apa yang dipandangnya benar, tetapi

bukan karena fanatisme terhadap suatu madzhab tertentu. Karena itu ia tidak

memandang dirinya hina jika ia mengetahui kebenaran pada pihak lain untuk

merujuk kepadanya.

Keadaan tetap berjalan demikian, sampai datanglah masa taklid

( periode muqallidin ) dan fanatisme madzhab. Pada periode ini aktivitas

ijtihad mulai ditinggalkan mereka hanya menjadi para pengikut imam mujtahid

yang sudah ada. Aktivitas mereka hanya terfokus pada penjelasan dan

pembelaaan terhadap madzhab mereka. Meskipun untuk itu mereka harus

membawa ayat-ayat Al -Qur’an kepada maknanya yang lemah ( dhoif ) dan

jauh dari makna yang rajih. Akibatnya, muncullah tafsir fikih yang khusus

Tafsir Fuqaha22

membahas ayat-ayat hukum dalam Al-Qu’an. Di dalamnya fanatisme

madzhab terkadang menjadi memanas dan kadang mereda 5

2. Para Mufassir Tafsir Fiqhi beserta hasil karyanya 6

Corak tafsir fiqhi terus berlangsung sampai masa kini. Diantara para

mufassir dengan corak tafsr fiqhi dan kitab-kitab hasil karyanya yang terkenal

adalah:

1. Ahkam al-Qur’an,disusun oleh al-Imam Hujjat al-Islam Abi Bakr

Ahmad bin Ali al-Razi, al-Jasshash (303-370 H/917-980M), salah

seorang ahli Fiqih dari kalangan madzhab Hanafi.

2. Ahkam Al-Qur’an al-Kiya al-Harasi, karya al-Kiya al-Harasai (w. 450

H/1058 M), salah seorang Mufassirin berkebangsaan Khurasan.

3. Ahkam al-Qur’an Ibn al-Arabi, merupakankarya momumental Abi Bakar

Muhammad bin Abdillah, yang lazim popular dengan sebutan Ibnul

‘Arabi (468-543 H/1075-1148 M)

4. Jami’ li Ahkam al-Qur’an wa a-Mubayyin lima tadzammanahu minal-as

Sunnah wa ayi al-Qur’an (himpunan hukum-hukum al-Qur’an dan

penhjelasan terhadap isi kandungannya dari al-Sunnah dan ayat-ayat

al-Qur’an), pengarangnya adalah abi Abdillah Muhammad al-Qurthubi

(W. 671 H./1272 M).

5. Tafsir Fath al Qadir, karya besar Muhammad bin Ali bin Muhammad

bin Abdullah al-Syaukani ( 1173 – 1250 H/1759 -1839 M)

6. Tafsiru Ayat Al-Ahkam, disusun oleh Syaikh Muhammad Ali As-Sayis

untuk kepentingan intrn mahasiswanya di Kulliyat al-Syari’ah wa al-

Qanun ( Fakultas Syari’ah dan undang-undang) di Universitas al-

Azhar Mesir. Tapi kemudian dibukukan dan diterbitkan sehingga

beredar luas di duniaIslam. Termasuk dalam lingkungan perguruan

tinggi agama Islam di Indonesia terutama di IAIN dan STIN yang

mencantumkan kitab tersebut sebagai salah satu buku wajib dalam

mata kuliah tafsir ahkam.

7. Tafsir al-Maraghi karangan Ahmad Musthafa al-Maraghi (1298-1373

H/1881-1945 M).

5 Syaikh Manna’ al-Qaththan, (PENGANTAR STUDI ILMU AL-QUR’AN , terjemahan Aunur Rafiq el Mazni, Pustaka Al-Kautsar Jakarta, 2006). Hal 467

6 Prof.Dr. Moh. Quraish Shihab, MA et all,2001, Sejarah & Ulum al qur’an,Pustaka Firdaus: Jakarta

Tafsir Fuqaha23

8. Al-Iklil fi Istinbath At-tazil, oleh As-Suyuthi

9. Tafsiru Ayat Al-Ahkam, oleh Syaikh Manna’ Al-Qaththan

10. Adwa’u al-Bayan, oleh Syaikh Muhammad Asy-Syinqithi

11. Al Kasysyaf ( Penyelidikan ) oleh al Zamakhsyari.

12. Ruhul Ma’ani ( Semangat makna) karya al Alusi.

13. Tafsir An Nasafi ( Tafsir Nasafi ) karya An Nasafi ( madzhab Hanbali )

14. Al Jaami’ li ahkam alqur’an ( Himpunan hukum-hukum alqur’an) karya

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al

Qurthubi ( madzhab Maliki )

15.Tafsir Al Kaabir atau Mafaatih al Ghaib ( Kunci Kegaiban ) karya

Fakhruddin al Razi ( madzhab Syafi’i )

3. Mengenal Tafsir FiqihBerikut ini di perkenalkan sebagian diantara Tafsir Fiqih :

a. Ahkam Al-Qur’an Penulis kitab ini adalah Abu Baker Ahmad bin Ar-Razi,dikenal dengan

nama Al-Jasshash, sebagai penisbatan kepada profesinya sebagai jashshash

(tukang plester).Dia salah seorang imam fikih Hanafi pada abad 4 H. Akam

Al-Qur’an itu adalah karyanya yang dipandang sebagai kitab tafsir fikih

terpenting, khususnya bagi penganut madzhab Hanafi.

Dalam kitab ini penulis memfokuskan pada penafsiran ayat-ayat yang

berkaitan dengan masalah hukum furu’ ia mengemukakan satu atau

beberapa ayat lalu mejelasakan maknanya secara ma’tsur, dengan perspektif

fikih. Salanjutnya ia mengetengahkan berbagai perbedaan antar madzhab

fikih tenteng hal berkenaan, oleh sebab itu, kitab ini di rasa oleh pembaca

bukan lagi sebuah tafsir, tetapi kitab fikih.

Al-jasshash memiliki panatisme yang kental terhadap madzhabnya,

sehingga berefek pada penafsiran atau pentakwilan suatu ayat. Akibatnya,

penafsiranya bias madzhab. Ia juga ekstrim dalam membantah pendapat

yang berbeda dengannya

Dari tafsirnya ini nampak jelas bahwa Al-Jasshash, juga penganut

aliran Mu’tazilah. Misalnya ia menagtakan tentang ayat,

…. “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.”(Al-An’am:103).

Tafsir Fuqaha24

Makna ayat ini ialah: Dia tidak dilihat oleh penglihatan mata. Ini

merupakan pujian dengan peniadaan penglihatan mata, seperti firmanya:

… … ”…tidak mengantuk dan tidak tidur…” Al-Baqarah:255).

Apa yang ditiadakan Allah untuk memuji diri-Nya dengan peniadaan

penglihatan dengan mata terhadap-Nya, maka menetapkan kebalikanya yaitu

tidak diperkenankan dilihat, karena yang demikian itu menetapakn sifat aib

dan kurang (bagi-Nya).

Pengertian ayat tersebut tidak bisa dibatasi dengan ayat,

”Orang-orang mukmin pada hari itu berseri –seri. kepada Tuhannya merka

melihat.”(Al-Qiyamah:22-23).

Sebab kata nazharu ats-tsawab (menunggu pahala), sebagaimana

diriwayatkan dari segolongan ulama salaf. Oleh karena ayat tersebut

memungkinkan untuk ditakwil, maka jangan dibawa kepada apa yang tidak

ditakwilkan.

Kitab ini telah diterbitkan dalam tiga jilid dan beredar luas dikalangan

ahli ilmu karena ia merupakan rujukan penting fikih Hanafi.

b. Ahkam Al-Qur’an 7

Adalah Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin

Abdullah bin Ahmad Al-Ma’arrifi Al-Andalusi Al-Isyibili salah satu ulama

Andalusia yang luas ilmunya. Dia bermadzhab Maliki. Kitabnya yang bertajuk

Ahkam Al Qur’an, merupakan rujukan bagi tafsir fikih kalangan pengikut

Maliki.

Dialah Ibnul ‘Arabi, orang yang cukup adil dan moderat dalam

tafsirnya. Tidak fanatik madzhab, cukup halus dalam membantah lawan-

lawan pendapatnya. Tidak seperti yang dilakukan Oleh Al-Jasshash. Namun

Ibnul ‘Arabi kurang peduli atas kesalahan ilmiah yang dilakukan oleh ulama

Maliki.

Dalam menafsirkan ayat, Ibnul ‘Arabi mengemukakan pendapat

berbagai ulama, tetapi yang masih memiliki kaitan dengan ayat-ayat hukum,

7 Manna Khalil al Qattan, 2001, Studi Ilmu-ilmu alqur’an, Lentera Antar Nusa: Jakarta.

Tafsir Fuqaha25

kemudian memaparkan berbagai kemungkinan makna ayat bagi madzhab

lain selain Maliki.

Ia memisahkan setiap poin-poin permasalahan dalam tafsir dengan

topik-topik tertentu. Misalnya ia mengatakan: ”Maslah pertama., masalah

kedua..,” dan seterusnya. Seperti disebutkan sebelumnya, ia cukup halus

dalam menghadapi lawan-lawan polemiknya. Sebagai contoh,

…. “Wahai orang-orang yang beriman,apabila kamu hedak mengerjakan shalt, maka

basuhlah mukamu…”(Al-Maidah:6)

Firman-Nya; “faghsilu” (artinya basuhlah). Asy-Syafi’i mengira (kata

sahabatnya yang bernama Ma’d bin Adnan di dalam fashahah, juga Abu

Hanifah yang lainya bahwa membasuh adalah menuangkan air pada sesuatu

yang di basuh tanpa menggosok-gosok. Kami telah menjelaskan lemahnya

pendapat ini dalam masalah khilafiyah dan di dalam tafsir surat An-Nisa.

Menurut kami, “membasuh” adalah menyentuhkan tangan atau benda lain

sebagai penggantinya dengan mengalirkan air.

Di dalam tafsirnya itu Ibnul ‘Arabi berpegang kepada masalah bahasa

dalam mengistinbatkan hukum, meninggalkan Israiliyat, mengkritik hadits-

hadits dha’if dan memperingatkannya.

Kitab tersebut telah di terbitkan beberapa kali. Di antaranya ada yang

dicetak dalam dua jilid besar dan ada pula yang di cetak dalam empat jilid.

Kitab itu beredar luas dikalangan para ulama.

c. Al-Jami’li Ahkam Al-Qur’anAdalah Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh Al-

Anshari Al-Khazraji Al-Andalusi seorang ulama ternama di kalangan Maliki.

Karyanya cukup banyak dan paling mashur adalah kitab tafsirnya:Al-Jami’li

Ahkam Al-Qur’an

Di dalam tafsirnya ini Al-Qurtubi tidak membatasi kajianya pada ayat-

ayat hukum saja., tetapi konprehensif. Metodologi tafsirnya adalah;

menyebutkan asbabun nuzul (sebab-sebab turunya ayat), mengemukakan

ragam Qira’at dan I’rab, menjelaskan lafazh-lafazh yang gharib (asing),

melacak dan menghubungkan berbagai pendapat kepada sumbernya,

Tafsir Fuqaha26

menyediakan paragraph khusus bagi kisah para mufassir dan berita-berita

dari para ahli sejarah, mengutip dari para ulama terdahulu yang dapat

dipercaya, khususnya penulis kitab hukum.Misalnya, ia mengutip dari ibnu

Jarir Ath-Thabari. Ibnu ‘Athiyah, Ibnu Arabi, Alkiya Harrasiy dan Abu baker Al-

Jasshash.

Al-Qurtubi sangat luas dalam mengkaji ayat-ayat hukum. Ia

mengetengahkan masalah-masalah khilafiyah, hujjah bagi setiap pendapat

lalu mengomentarinya. Dia tidak fanatik madzhab. Contohnya saat

menafsirkan firman Allah,

......... “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa dengan istri-istri kamu,”(Al-

Baqarah:187)

Dalam masalah kedua belas dari masalah yang terkandung dalam ayat

ini, sesudah mengemukakan perbedaan pendapat para ulama mengenai

hukum orang yang akan makan siang hari dibulan Ramadhan karena lupa,

dan mengutip pendapat Imam Malik, ynag mengatakan batal dan wajib

mengqadha ; Ia mengatakan, “Menurut pendapat selain Imam Malik, tidaklah

dipandang batal setiap orang yang makan karena lupa akan puasanya, dan

jumhur pun berpendapt sama bahwa barang siapa makan atau minum karena

lupa, ia tidak wajib mengqadha’nya. Dan puasanya tetap sempurna. Hal ini

berdasarkan pada hadits Abu Hurairah, katanya, Rasulullah bersabda, “jika

seseorang sedang berpuasa lalu makan atau minum karena lupa, maka yang

demikian adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya, dan ia tidak wajib

mengqadha’nya,”

Dari kutipan ini kita melihat, dengan pendapat yang dikemukakannya

itu Al-Qurtubi tidak lagi sejalan dengan madzhabnya sendiri, ia berlaku adil

terhadap madzhab lain.

Al-Qurtubi juga melakukan konfrontasi terhadap sejumlah golongan

lain. misalnya, ia menyanggah kaum Mu’tazilah, Qadariyah, Syi’ah Rafidhah,

para filosof dan kaum sufi ynag ekstrim. Tetapi dilakukan dengan bahasa

yang halus. Dan di dorong oleh rasa keadilan, kadang-kadang ia pun

membela orang-orang yang di serang oleh ibnul ‘Arabi dan mencelanya

karena ungkapan-ungkapannya yang kasar dan keras terhadap ulama. Dan

Tafsir Fuqaha27

jika perlu mengkritik, maka kritikannya pun bersih serta dilakukan dengan

cara sopan dan terhormat.

Kitab Al-Jami’Li Ahkam Al-Qur’an ini pernah hilang dari perpustakaan,

hingga akhirnya Dar Al-Kutub Al-Mishiriyah mecetaknya kembali. Kini bagi

para pembaca mudah untuk memperolehnya.

.

III. KESIMPULAN

1. Tafsir Fiqhi adalah tafsirnya lebih menitikberatkan kepada

pembahasan masalah-masalah fiqih.

2. Para Mufassir umumnya membela madzhab yang dianutnya, sehingga

kadang-kadang kurang obyektif.

3. Corak Tafsir Fiqhi sudah muncul sejak zaman rasulullah masih hidup,

karena Al-Qur’an merupakan dasar dan sumber utama hukum Islam,

4. Keberadaan Tafsir fiqhi sangat tampak ketika tiba masa empat imam

madzhab fikih, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali,

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Manna Khalil, (PENGANTAR STUDI ILMU AL-QUR’AN , terjemahan Aunur Rafiq el Mazni, Pustaka Al-Kautsar Jakarta, 2006).

Amin Suma, Muhammad, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2001)

Tafsir Fuqaha28

Izzan, Ahmad,2007, Metodologi Ilmu Tafsir, Tafakkur:Yogyakarta

Shihab, Muhammad Quraish. et all,2001, Sejarah & Ulum al qur’an,Pustaka Firdaus: Jakarta

Tafsir Fuqaha29