tabloid institut edisi 35

16
Edisi XXXV / Maret 2015 Email: [email protected] / [email protected] Telepon Redaksi: 08978325188 / 085693706311 LAPORAN UTAMA WAWANCARA Simalakama Statuta Baru Terjegal Tim Konsinyering Dongkrak Mutu Layanan Mahasiswa Hal. Hal. LAPORAN KHUSUS Hal. Terbit 16 Halaman LPM INSTITUT - UIN JAKARTA @lpminstitut www.lpminstitut.com Drama Derma Mahasiswa Erika Hidayanti Bantuan yang seharusnya meringankan malah menjadi simalakama. Dana yang ditunggu pun antara ada dan tiada. Sudah hampir delapan bulan Agung Hidayat tak lagi menerima beasiswa yang menjadi haknya. Ia pun harus mencari uang tambahan dengan bekerja di sela-sela waktu kuliah. Bahkan, sem- pat beberapa kali ia terpaksa meminjam uang kepada temannya. Gali lubang tutup lubang, kira-kira itu gambaran ke- hidupannya saat ini. Ketua Himpunan Mahasiswa Juru- san (HMJ) Aqidah Filsafat ini merupa- kan salah satu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terdaftar sebagai penerima Bidikmisi. Selama pembinaan di asrama bulan Maret dan April 2014 kehadiran Agung kurang dari 70%. Hal ini menyebabkannya tak menerima uang saku pada dua bu- lan itu. “Bulan berikutnya, saya sudah memperbaiki kehadiran tetapi tetap tidak mendapatkan uang saku sampai saat ini,” paparnya, Jumat (20/3). Sama halnya Agung, uang saku Bi- dikmisi Bunga (bukan nama sebenarn- ya) pun pernah mengalami penahanan dan pemotongan. Ia mengaku, uang sakuya sempat dua kali dipotong dan satu kali ditahan. “Waktu itu pernah dua kali dipotong Rp300 ribu dan satu kali lagi tidak turun sama sekali,” katan- ya, Senin (16/3). Tidak terpenuhinya beban kehadiran saat pembinaan juga menjadi alasan di- potongnya uang saku Bunga. Namun, Bunga tak tahu kenapa jumlah pemo- tongan uang sakunya berbeda. “Saya gak ingat berapa kali gak hadir pembi- naan, tapi paling sehari atau dua hari, gak pernah sampai full satu bulan,” jelas nya. Lain lagi dengan Wildian Fajrin Nur Rahman. Selama semester ganjil kemarin Wildian mendapat uang saku untuk empat bulan saja. Padahal, pada semester genap ia mendapatkan uang saku untuk enam bulan. “Menurut pihak kemahasiswaan, perbedaan jum- lah ini karena selama bulan Juli dan Agustus kami tidak tinggal di asrama jadi tidak dihitung,” ungkapnya, Rabu (18/3). Padahal, menurut Petunjuk Teknis (Juknis) Penyelenggaraan Program Biaya Pendidikan Bidikmisi Perguru- an Tinggi Agama Islam Negeri Tahun 2014, mahasiswa penerima Bidikmisi berhak mendapatkan uang saku sebesar Rp3,6 juta per semester atau Rp600 ribu per bulan. Terkait peraturan pembinaan, sejak awal UIN Jakarta sebagai Perguruan Tinggi Penyelenggara (PTP) membuat syarat bagi mahasiswa penerima Bidik- misi untuk tinggal di asrama dan mengi- kuti pembinaan. Tata tertib asrama UIN Jakarta pun menyebutkan, pene- rima Bidikmisi yang tidak hadir dalam pembinaan minimal 70% dari keseluru- han pertemuan, tidak akan mendapat uang saku. Saat ini, sedang ada perumusan peraturan baru terkait sanksi bagi ma- hasiswa yang tak memenuhi syarat 70% Bersambung ke hal. 15 kol. 2 Dana Bidikmisi Ditahan

Upload: lpm-institut-uin-jakarta

Post on 21-Jul-2016

279 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: TABLOID INSTITUT EDISI  35

Edisi XXXV / Maret 2015 Email: [email protected] / [email protected] Telepon Redaksi: 08978325188 / 085693706311

LAPORAN UTAMA WAWANCARASimalakamaStatuta Baru

Terjegal TimKonsinyering

Dongkrak Mutu Layanan Mahasiswa

Hal. Hal.

LAPORAN KHUSUS

Hal.

Terbit 16 Halaman LPM INSTITUT - UIN JAKARTA @lpminstitut www.lpminstitut.com

Drama Derma Mahasiswa

Erika Hidayanti

Bantuan yang seharusnya meringankan malah menjadi simalakama. Dana yang ditunggu pun antara ada dan tiada.

Sudah hampir delapan bulan Agung Hidayat tak lagi menerima beasiswa yang menjadi haknya. Ia pun harus mencari uang tambahan dengan bekerja di sela-sela waktu kuliah. Bahkan, sem-pat beberapa kali ia terpaksa meminjam uang kepada temannya. Gali lubang tutup lubang, kira-kira itu gambaran ke-hidupannya saat ini.

Ketua Himpunan Mahasiswa Juru-san (HMJ) Aqidah Filsafat ini merupa-kan salah satu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terdaftar sebagai penerima Bidikmisi. Selama pembinaan di asrama bulan Maret dan

April 2014 kehadiran Agung kurang dari 70%. Hal ini menyebabkannya tak menerima uang saku pada dua bu-lan itu. “Bulan berikutnya, saya sudah memperbaiki kehadiran tetapi tetap tidak mendapatkan uang saku sampai saat ini,” paparnya, Jumat (20/3).

Sama halnya Agung, uang saku Bi-dikmisi Bunga (bukan nama sebenarn-ya) pun pernah mengalami penahanan dan pemotongan. Ia mengaku, uang sakuya sempat dua kali dipotong dan satu kali ditahan. “Waktu itu pernah dua kali dipotong Rp300 ribu dan satu kali lagi tidak turun sama sekali,” katan-

ya, Senin (16/3).Tidak terpenuhinya beban kehadiran

saat pembinaan juga menjadi alasan di-potongnya uang saku Bunga. Namun, Bunga tak tahu kenapa jumlah pemo-tongan uang sakunya berbeda. “Saya gak ingat berapa kali gak hadir pembi-naan, tapi paling sehari atau dua hari, gak pernah sampai full satu bulan,” jelas nya.

Lain lagi dengan Wildian Fajrin Nur Rahman. Selama semester ganjil kemarin Wildian mendapat uang saku untuk empat bulan saja. Padahal, pada semester genap ia mendapatkan uang

saku untuk enam bulan. “Menurut pihak kemahasiswaan, perbedaan jum-lah ini karena selama bulan Juli dan Agustus kami tidak tinggal di asrama jadi tidak dihitung,” ungkapnya, Rabu (18/3).

Padahal, menurut Petunjuk Teknis (Juknis) Penyelenggaraan Program Biaya Pendidikan Bidikmisi Perguru-an Tinggi Agama Islam Negeri Tahun 2014, mahasiswa penerima Bidikmisi berhak mendapatkan uang saku sebesar Rp3,6 juta per semester atau Rp600 ribu per bulan.

Terkait peraturan pembinaan, sejak

awal UIN Jakarta sebagai Perguruan Tinggi Penyelenggara (PTP) membuat syarat bagi mahasiswa penerima Bidik-misi untuk tinggal di asrama dan mengi-kuti pembinaan. Tata tertib asrama UIN Jakarta pun menyebutkan, pene-rima Bidikmisi yang tidak hadir dalam pembinaan minimal 70% dari keseluru-han pertemuan, tidak akan mendapat uang saku.

Saat ini, sedang ada perumusan peraturan baru terkait sanksi bagi ma-hasiswa yang tak memenuhi syarat 70%

Bersambung ke hal. 15 kol. 2

Dana Bidikmisi Ditahan

Page 2: TABLOID INSTITUT EDISI  35

Laporan Utama 2Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Sejak pengelolaan Bidikmisi berpindahtangan dari Kementerian Pendi-dikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ke Kementerian Agama (Kemenag) pada 2012, berbagai aturan pengelolaan beasiswa di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dikelola oleh Kemenag. Sedangkan, Perguru-an Tinggi Negeri (PTN) umum kini dikelola oleh Kementerian Riset, Teknolo-gi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Dalam Petunjuk Teknis (Juknis)Penyelenggaraan Program Bantuan Biaya Pendidikan Bidikmisi Perguru-an Tinggi Agama Islam Tahun 2014, PTAIN mengajukan permohonan pencairan dana ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) per bulan atau maksimal enam bulan. Sedangkan, aturan Kemenristekdikti menyatakan bahwa dana beasiswa dis-alurkan per semester.

“Setiap Perguruan Tinggi Penye-lenggara (PTP) berhak mencairkan dana beasiswa untuk satu hingga maksimal 6 bulan. Jadi, bukannya ditahan oleh pengelola, tapi pengelola mencegah adanya pengambilan uang beasiswa sejumlah Rp6 juta secara langsung,” kata Rahmawati, Kepala Seksi Kemahasiswaan, Sub Direktorat Jenderal Sarana Prasarana dan Kema-hasiswaan, Kemenag, Jumat (20/3).

Rahmawati menambahkan, PTP mempunyai hak untuk membuat atu-ran-aturan di luar Juknis. Kebijakan ini yang membuat UIN Jakarta mencair-kan dana per dua bulan. Staf Bidang Kemahasiswaan, Amellya Hidayat menuturkan, KPPN akan mencairkan uang Rp6 juta ke rekening mahasiswa yang dipegang oleh kemahasiswaan.

Lalu, PTP memohon pencairan dana kepada bank penyalur dengan melampirkan Surat Keputusan (SK) rektor berisi nama-nama penerima bea-

siswa. Setelah itu, bank akan mentrans-fer ke rekening yang dipegang oleh penerima beasiswa. “Sebelumnya, ha-rus mengisi slip penarikan tabungan,” ujar Amellya, Senin (23/3).

Rupanya, aturan yang dianut oleh UIN Jakarta berbeda dengan aturan yang dijalankan oleh PTP di bawah naungan Kemenristekdikti. Menurut Amanda Delia, salah satu Anggota Departemen Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) Universitas In-donesia (UI), uang saku sebanyak Rp6 juta langsung dicairkan ke rekening mahasiswa di awal semester.

“Mahasiswa dapat mengambil seluruh uangnya sekaligus tanpa ada pemotongan,” tuturnya, Jumat (20/3). Jika mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 81/PMK.05/2012 Bab 5 pasal 9 tentang pencairan dan penyaluran bantuan sosial, pencairan dana belanja bantuan sosial beras-al dari rekening kas umum negara langsung ke rekening penerima bea-siswa, atau ke rekening bank penyalur.

Senada dengan Amanda, Sugon-do, staf Bidang Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, mengatakan selama ini uang saku bagi penerima beasiswa turun di awal se-mester dengan jumlah Rp6 Juta tanpa adanya potongan apapun.

Tak hanya itu, regulasi yang men-gatur mekanisme pelaporan dana bea-

siswa juga berbeda. Berada di bawah pengawasan Kemenag, UIN Jakarta melakukan pelaporan sesuai petunjuk teknis tahun 2014; yaitu berupa In-deks Prestasi Kumulatif (IPK), jumlah penerima beasiswa, laporan penggan-tian nama, hasil monitoring kegiatan, dan lainnya.

Nantinya, sesuai dengan Juknis Penyelenggaraan Program Bantuan Bi-aya Pendidikan Bidikmisi PTAI Tahun 2014, slip-slip tersebut akan menjadi salah satu syarat yang harus dilaporkan ke Kementerian Agama (Kemenag).

Lain hal dengan Kemenag, Sugondo menerangkan, PTP di bawah Kemen-ristekdikti hanya menyerahkan laporan berupa IPK. “Kami hanya membutuh-

kan salinan SK dan IPK untuk pen-cairan dana,” jelasnya, Kamis (19/3). Adapun dengan fotokopi slip pemba-yaran yang menjadi bukti pencairan, akan diurus oleh bank penyalur.

Amanda menerangkan, setiap ma-hasiswa penerima beasiswa dapat mengakses informasi secara mudah lewat situs bernama sipbesar.dikti.go.id. Dalam situs tersebut, penerima Bidikmisi dapat log in sesuai dengan akun yang mereka miliki. Lalu, mer-eka bisa melihat sudah sampai mana tahap pencairan dana pada semester itu, berapa nominalnya, dan jika ada yang tidak jelas, bisa ditanyakan di si-tus tersebut.

Situs yang melayani penerima

Bidikmisi di bawah naungan Ke-menristekdikti, tutur Amanda, mem-permudah layanan beasiswa dalam pengelolaan dan transparansi dana. Ketika ditanya ke Kemenag, mereka belum mempunyai laman sejenis itu untuk transparansi proses pencairan dana.

UIN Jakarta pun belum memiliki layanan digital seperti itu, sehingga mahasiswa penerima beasiswa harus mendatangi gedung kemahasiswaan untuk meminta informasi. “Kami be-lum memiliki situs semacam itu. Un-tuk ke depannya, program tersebut kami sambut dengan positif,” tutur Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Yusron Razak, Senin (23/3).

Tasyakuran sehabis masa orientasi mahasiswa bidikmisi di Gedung Kemahasiswaan UIN Jakarta, Sabtu (5/10) 2013 lalu.

INFO GRAFIS

Infografis: Rizal/INS

Nur Hamidah

Sum

ber:

Twitt

er

Menyoal Pengelolaan Bidikmisi

Page 3: TABLOID INSTITUT EDISI  35

Laporan Utama 3Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Oman Fathurrahman, Minggu malam 8 Maret lalu. Pesan itu dari Kepala Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian (AUK), Reti Indrasih selaku Sekretaris Panitia Seleksi (Pansel) Dekan yang memberitahukan acara Serah Terima Jabatan (STJ) Senin pukul 9.00 pagi (9/3) itu ditiada-kan.

“Ini maksudnya saya diganti atau apa?” Tulis Oman membalas pesan singkat itu. “Iya Prof,” tak lama pesan itu masuk menjawab pertanyaan Oman.

Pesan singkat itu telah menjawab dugaan Oman jauh hari sebelumnya, bahwa ia bakal diberhentikan sebagai Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Karenanya, tiga hari sebelum mendapat kepastian pemberhentian dirinya sebagai dekan, Oman sudah lebih dulu berbenah di ruangannya, dekanat lantai 4 ge-dung FAH. “Kunci mobil dinas juga saya serah-kan hari Sabtunya,” ujarnya kepada INSTI-TUT, Senin (16/3).

Oman tidak sendiri. Ada tujuh dekan yang mengalami nasib serupa dengannya. Nurlena Rifa’i salah satunya. Peraih gelar doktor di Mc Gill University, Amerika Serikat itu terpaksa melepas statusnya sebagai Dekan FITK sebe-lum habis masa jabatan pada Juni 2017 men-datang. “Sebagai manusia, saya sedih dong. Kalo enggak sedih, namanya malaikat,” tuturn-ya, Selasa (17/3).

Berbeda dengan Masri Mansoer. Nasib Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) ini rupannya tak semalang Oman dan Nurlena. Mulai tahun ini, ia bakal memperpanjang masa jabatannya sebagai Dekan FUF hingga masa ja-batan rektor habis pada 2019 mendatang. Masri sendiri mulai menjabat Dekan bersamaan den-gan Oman sejak April 2014 lalu.

Menurut Ketua Tim Panitia Seleksi (Tim Pansel) Dekan UIN Jakarta, Abdul Hamid, pergantian sejumlah dekan fakultas telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 17 tahun 2014 tentang Statuta UIN Jakarta.

Dalam Pasal 46 statuta itu mengatur, rektor memiliki hak prerogatif dalam memilih perang-

kat kerjanya seperti wakil rektor, dekan, terma-suk wakil dekan dan direktur Sekolah Pascasar-jana (SPs). “Dekan itu kan perangkatnya rektor. Maka harus ada penyegaran. Gitu aja,” kata Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum itu, Kamis (19/3).

Namun seperti diketahui, belakangan Oman melayangkan surat terbuka untuk Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada karena menilai me-kanisme seleksi dekan oleh Tim Pansel Fakultas telah mengabaikan salah satu poin dalam statu-ta. Dalam surat yang dimuat di blog pribadi-nya, encepkuningan.blogspoot.com, Guru Besar Filologi UIN Jakarta itu salah satunya menilai Tim Pansel Fakultas telah mengabaikan Ayat kedua Pasal 46 dalam statuta.

Pernyataan Oman dalam surat terbukanya itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, selama dua minggu proses penjaringan calon dekan oleh Tim Pansel, ia mengaku tidak pernah diuji pub-lik maupun kompetensi perihal dirinya layak atau tidak melanjutkan tugasnya sebagai dekan. Atas dasar itu, ia pun merasa janggal terhadap putusan rektor yang memberhentikannya se-bagai Dekan FAH. “Entah, atas dasar apa,” tulis Oman dalam surat terbukanya.

Begitu pula dengan Dekan FUF, Masri Mansoer. Ia mengaku, tak ada uji kompeten-si yang dilakukan oleh Tim Pansel Fakultas Ushuluddin terhadapnya. Dalam berkas yang diserahkan kepada Tim Pansel FUF, ia hanya menyerahkan berkas berupa surat pernyataan kesediaan menjadi dekan dan visi misinya em-pat tahun ke depan.

Salah satu anggota Tim Pansel Fakultas yang enggan disebutkan namanya, membenarkan ti-dak adanya pengkajian lebih jauh tentang Ayat kedua Pasal 46 itu. Bahkan, ia sendiri tidak tahu bagaimana penjelasannya. “Nah, itu yang jadi masalah,” kata sumber kepada INSTITUT, Jumat (20/3).

Dalam rapat Tim Pansel yang dipimpin Senat Fakultas, Sumber mengaku, tidak ada pembahasan lebih jauh tentang kejelasan Ayat kedua pada Pasal 46 tersebut. Padahal, sumber mengaku, mulanya ia telah merumuskan be-

berapa poin sebagai petimbangan calon dekan yang nantinya bakal diserah ke rektor.

Misalnya, kata Sumber, tahun lulus S3, jum-lah penelitian, penghargaan, dan lain-lain. Na-mun, pertimbangan kompetensi itu ditiadakan lantaran rapat yang terlalu singkat: kurang leb-ih satu setengah jam. “Jadi, kita tidak melaku-kan uji kompetensi itu,” katanya. Walhasil, ia pun tidak memberi pertimbangan para calon dekan selain syarat administrasi formal dan visi misi.

Dalam Pasal 49 Statuta UIN Jakarta yang mengatur mekanisme pemillihan dekan menyebutkan, seleksi calon dekan dilakukan oleh tim pemilihan yang dibentuk oleh rektor. Kemudian, Tim memberikan pertimbangan ke-pada rektor untuk dipilih.

Menurut Abdul Hamid, uji kompetensi da-lam seleksi calon dekan memang sengaja tidak dilakukan. Karena sesuai Pasal 48 dalam statu-ta, pertimbangan yang diajukan Tim Fakultas ke Rektor hanya berupa syarat administrasi dan visi misi para calon dekan. “Enggak boleh itu Tim Pansel memberikan syarat tambahan,” te-gasnya.

Selama dua minggu proses penjaringan calon dekan, Abdul Hamid telah menerima semua nama calon dekan yang direkomendasikan Tim Pansel Fakultas untuk diserahkan ke rektor. Berdasarkan data itu, tercatat, total 42 nama calon dekan dari semua fakultas yang dire-komendasikan ke rektor untuk dipilih.

Ditemui di ruangannya, Rektor UIN Jakar-ta, Dede Rosyada mengatakan, meski memiliki hak prerogatif, sejauh ini pillihannya mengganti tujuh dekan sepenuhnya berdasar rekomendasi Tim Pansel dari setiap fakultas. “Oleh senat itu, ada pemeringkatan (calon dekan). Ya, saya ikut mereka,” ujarnya.

Dede juga menampik kabar mengenai be-berapa dekan yang diangkat atau yang tidak diganti karena memiliki hubungan pribadi den-gannya. “Oh, tidak bisa. Tidak bisa begitu. Kan ada juga yang saya angkat sebagai dekan bukan pemilih saya. Jadi, tidak semua. Tapi ada seba-gian,” katanya.

Pemimpin Umum: Adi Nugroho | Sekretaris & Bendahara Umum: Nur Hamidah | Pemimpin Redaksi: Thohirin | Redaktur Online & Web Master: Syah Rizal | Pemimpin Litbang: Erika Hidayanti | Pemimpin Perusahaan: Maulia Nurul HakimAnggota: Aci Sutanti, Arini Nurfadilah, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat

Koordinator Liputan: Thohirin | Reporter: Erika Hidayanti, Maulia Nurul Hakim, Nur Hamidah, Syah Rizal, Thohirin | Fotografer & Editor: INSTITUTERS | Desain Visual & Tata Letak: Syah Rizal, Erika Hidayanti | Karikaturis & Ilustrator: Nur Hamidah, Syah Rizal | Editor Bahasa: Maulia Nurul Hakim, Nur Hamidah, Thohirin

Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No.95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412Telepon: 08978325188 | Email: [email protected] / [email protected] | Website: www.lpminstitut.com

~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~

Salam Redaksi

Salam sejahtera, salam perjuangan!

Setelah tiga bulan tak terbit, kami hadirkan kembali tabloid ini ke hada-pan pembaca sekalian. Tabloid INSTI-TUT edisi ke-35 merupakan terbitan pertama di kepengurusan baru. Libu-ran semester ganjil, menjadi momen bermakna bagi kami yang resmi dilantik menjadi pengurus dan ang-gota untuk tahun kepengurusan 2015. Struktur kepengurusan yang baru ini diharapkan bisa meneruskan kiprah LPM INSTITUT dalam berkarya.

Meski tiga bulan tak terbit dalam bentuk cetak, kami masih menghadir-kan karya di portal www.lpminstitut.com. Tampilan portal berita kami pun sudah sedikit berbeda dengan adanya beberapa kanal baru. Kami berharap dengan adanya portal berita yang bisa diakses di mana dan kapan saja bisa mendekatkan LPM INSTITUT kepa-da pembaca sekalian.

Akhirnya, masa liburan usai dan kami harus kembali menyapa dalam terbitan cetak. Pada edisi ini, kami membahas persoalan Beasiswa Bidik-misi yang belum usai. Sebelumnya, sudah ada beberapa berita kami terkait beasiswa terbesar di UIN Syarif Hi-dayatullah Jakarta ini. Namun, masih ada persoalan yang belum terungkap.

Kali ini, headline kami fokus mem-bahas penahanan uang Bidikmisi ma-hasiswa yang melanggar syarat dari kampus pengelola. Selanjutnya, mun-cul pertanyaan untuk apa uang yang telah ditahan tersebut. Tak hanya itu, kami juga menghadirkan perbedaan pengelolaan beasiswa Bidikmisi antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan dan Kebu-dayaan (Kemendikbud) dalam rubrik laporan utama.

Selain beasiswa Bidikmisi, rubrik laporan utama kami juga menyajikan berita terkait pergantian dekan yang menjadi isu pro kontra akhir-akhir ini. Pergantian dekan yang dilakukan oleh rektor memicu banyak reaksi baik dari mahasiswa maupun dosen.

Edisi ke-35 ini juga membahas sertifikasi profesi yang dibutuhkan oleh mahasiswa ketika lulus nanti karena akan adanya pasar bebas di akhir 2015. Berita itu kami hadirkan dalam rubrik laporan khusus. Selain itu, kami pun menghadirkan war-na-warni pembangunan karakter ma-hasiswa di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dalam rubrik kampusiana.

Dalam proses pembuatan Tabloid ini kami menemukan banyak kesuli-tan mulai dari mendapatkan data-da-ta keuangan hingga narasumber yang sulit ditemui. Namun, kami berusaha semaksimal mungkin untuk tetap ha-dir dan menyajikan yang terbaik kepa-da pembaca. Sebagai sebuah lembaga pers kami memiliki tanggung jawab untuk menyajikan fakta dan kebe-naran. Semoga pembaca puas dengan apa yang kami sajikan dan bisa menja-di inspirasi di kemudian hari.

Selamat membaca dan ayo bangkit melawan!

Pemberhentian sejumlah dekan oleh Rektor sesuai Statuta baru Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hi-dayatullah Jakarta menuai pro kontra. Beberapa butir pasal tentang pengangkatan dekan dalam Statuta baru itu dinilai ambigu.

Simalakama Statuta Baru

Thohirin

Sum

ber:

Inte

rnet

Page 4: TABLOID INSTITUT EDISI  35

Laporan KHUSUS 4Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Sertifikasi Kompetensi Belum Diperhatikan

Dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja, mahasiswa mestinya dibekali sertifikat kompetensi. Namun, penyediaan sertifikat kompetensi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta belum menyeluruh.

Sum

ber:

Inte

rnet

MPMU yang dihadiri seluruh per-wakilan pengurus organisasi kemaha-siswaan kecuali Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), akan membahas Ang-garan Dasar/ Anggaran Rumah Tang-ga (AD/ ART) Organisasi Kemaha-siswaan. Dalam MPMU nanti, setiap pengambilan keputusan harus melalui persidangan dan tidak ada stratifikasi di antara anggota sidang.

Ketua Senat Mahasiswa Universitas (SEMA-U), Eko Siswandanu, berharap AD/ ART hasil sidang MPMU nanti bisa langsung disahkan oleh Rektor. Eko keberatan jika tim konsinyering sam-pai mengubah isi AD/ ART seperti ter-jadi pada MPMU sebelumnya. “Jadi, AD/ ART yang disahkan benar-benar hasil kesepakatan forum,” kata Eko.

“Saya belum tahu siapa saja tim

konsinyering. Rencananya, kami akan sounding ke rektorat sebelum mengada-kan MPMU,” jelas Eko, Jumat (20/3). Sounding yang akan dilakukan Eko mengantisipasi agar pihak rektorat tak ikut campur dengan mengubah sub-stansi hasil sidang MPMU.

Saat dihubungi INSTITUT, Senin (23/3) malam, Ketua SEMA-U peri-ode 2012-2014, Akhmad Yusuf mem-

benarkan adanya tim konsinyering pas-casidang MPMU tahun lalu. Pihak rektorat kala itu lewat tim konsinyering memantau AD/ ART Organisasi Ke-mahasiswaan yang baru kembali ak-tif setelah Student Government (SG) dibekukan 2011 silam.

Sedangkan, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan SEMA-U, Alan Novandi berharap jika benar hasil MPMU nanti diubah tim konsinyering, harus sepengetahuan SEMA-U. Semi-sal ada redaksi atau substansi yang diedit, ia ingin, tim konsinyering juga mendiskusikannya sebelum disahkan.

“Kalau langsung disahkan, kita hanya menyerahkan rancangan, bu-kan hasil keputusan sidang. Bahkan kita (SEMA-U) ingin tidak ada tim konsinyering yang mengedit atau men-gotak-atik hasil MPMU nanti,” ujar Alan, Senin (23/3).

Sementara itu, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Kesehatan Masyarakat, Ayu Sajida Da’ad Ari-ni juga tak setuju dengan keterlibatan tim konsinyering dalam pengambilan keputusan. Jika tim konsinyering tetap terlibat dan mengganti atau mengubah kesepakatan MPMU, ia mengingink-an adanya keterbukaan. “Jadi pengu-bahan nanti bukanlah hak prerogatif tim konsinyering,” harap Ayu, Senin (23/3) malam.

Senada dengan Ayu, Ketua Dewan Eksekutif (DEMA) Fakultas Ushu-luddin, Tanwirun Nadzir juga keber-atan dengan adanya tim konsinyer-ing. Menurutnya, itu akan membatasi kedaulatan mahasiswa. Baginya, ke-terbukaan dari tim konsyenering dan

Menurut Undang-undang No. 20 Ta-hun 2003 Pasal 61 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan, sertifikat yang diberikan lembaga pendidikan berupa ijazah dan sertifikat kompetensi. Sertikat kompe-tensi tersebut berguna sebagai penga-kuan kompetensi tenaga kerja dalam profesi tertentu.

Hal tersebut dirasa perlu oleh Chair-ul Annas, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum. Menurutnya, tak adanya sertifikasi kompetensi membuat ma-hasiswa yang baru lulus sulit mencari pekerjaan. “Apalagi akhir tahun ini Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan dimulai,“ kata ketua Lingkar Studi Ekonomi Syariah itu. Nantinya, Sumber Daya Manusia (SDM) di Indo-nesia akan bersaing dengan SDM dari luar negeri karena arus perdagangan barang dan jasa menjadi bebas.

Lain Annas, lain Fakhri Muhammad Kartanegara. Mahasiswa Program Stu-di Pendidikan Dokter (PSPD) Fakul-tas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) itu mengatakan, PSPD UIN Jakarta saat ini telah memfasilitasi sertifikasi kompetensi usai mahasiswa melaksanakan Uji Kompetensi Dok-ter Indonesia (UKDI) yang diadakan bersama Ikatan Dokter Indonesia dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokter-an Indonesia.

UKDI dilaksanakan setelah pendi-dikan praklinik dan klinik. Ujian UKDI berupa tes tulis dan Objective Structure Clinical Examination (OSCE). “Serti-

fikat kompetensi profesi diberikan saat wisuda. Meski sudah ada sertifikat itu, lulusan kedokteran masih belum bisa praktik karena membutuhkan surat izin praktik lagi,” katanya, Jumat (20/3).

Kondisi tersebut diakui oleh Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Lily Su-araya. Ia mengatakan, UIN Jakarta baru menerbitkan sertifikat kompetensi untuk beberapa jurusan saja. “Saya me-lihat mahasiswa memiliki kemampuan yang baik, tetapi kampus belum melek untuk sertifikasi kompetensi,” jelas Lily saat ditemui di ruangannya, Rabu (18/3).

Dari empat jurusan FST, dua di an-taranya yaitu Teknik Informatika (TI) dan Sistem Informasi (SI) sudah beker-ja sama dengan salah satu Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk menga-dakan sertifikasi kompetensi. Sedang-kan, dua jurusan lainnya, Agribisnis dan MIPA, belum disertifikasi kompe-tensi karena dinilai belum siap. Dana yang dibutuhkan, katanya, juga akan dibebankan pada biaya semester ma-hasiswa. Namun, jika universitas mem-fasilitasi sertifikasi kompetensi, biaya yang dikeluarkan mahasiswa akan lebih sedikit ketika dibandingkan den-gan sertifikasi kompetensi di LSP luar kampus. Ia melanjutkan, selain kendala biaya, dukungan dan keseriusan rek-torat pun dibutuhkan demi memenuhi syarat, seperti sarana dan perangkat kerja dengan standar yang ditentukan.

Menanggapi hal itu, Wakil Rektor I Bidang Akademik UIN Syarif Hi-dayatullah Jakarta, Fadhilah Suralaga mengatakan, pengembangan sertifi-kasi kompetensi masih dalam tahap perencanaan. Kini, UIN Jakarta hanya memiliki sertifikasi kompetensi di Juru-san TI, SI, PSPD, dan semua jurusan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

Pengembangan sertifikasi kompe-tensi, kata Fadhilah, akan diadakan di Jurusan Farmasi, Psikologi, Perbankan Syariah, dan Asuransi Syariah. “Kend-alanya adalah masalah perizinan yang juga terkait dengan kesiapan fasili-tas dan SDM,” kata Fadhilah, Senin (23/3).

Perangkat kerja yang diatur dalam prosedur pembentukan LSP mencakup standar kompetensi kerja, skema serti-fikasi, tempat uji kompetensi, personil yang kompeten dan sistem pengenda-lian pelaksanaan sertifikasi.

Sementara itu, Ketua Lisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Sanromo, menjelaskan, dunia kerja menuntut adanya sertifikat kompeten-si, bukan hanya ijazah. “Tenaga kerja diakui dengan sertifikat supaya diakui dunia,” katanya, Senin (23/3).

Hal itu, tambahnya, tercantum da-lam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 61 ayat 3 tentang Sistem Pendidikan. Dalam pasal tersebut, sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga

pelatihan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu.

Namun, lanjut Sanromo, keluaran SDM lembaga pendidikan seringkali tidak sesuai dengan permintaan dunia kerja. Pasalnya, kurikulum di lembaga pendidikan tidak menyesuaikan standar kompetensi. Ia mengatakan, jika lemba-ga pendidikan tidak sesuai, lulusan lem-baga pendidikan harus dilatih kembali oleh lembaga sertifikasi demi mendapat sertifikat kompetensi. “Ukuran keber-hasilan kampus dilihat dari kompetensi lulusannya,” jelasnya.

Pentingnya Berbahasa AsingMeski PSPD sudah memfasilitasi

sertifikasi kompetensi, dalam praktikn-ya, kemampuan berbahasa asing ma-hasiswa masih jauh dari harapan untuk menyongsong MEA akhir tahun 2015. “Bahasa internasional sangat diperlu-kan untuk berkomunikasi dengan dok-ter-dokter luar negeri,” kata Fakhri.

Walaupun dalam mengerjakan tu-

gas kuliah dosen sering menganjurkan referensi jurnal dan buku bahasa Ing-gris, Fakhri menilai mutu kualitas, baik mutu tenaga pengajarnya, atau fasilitas pengajaran di PSPD juga harus diting-katkan.

Sementara itu, Lily Suraya menga-takan, agar tidak kalah bersaing dengan orang asing, mahasiswa mesti memper-siapkan diri. “Saya melihat keahlian dan keilmuan mahasiswa tidak kalah, namun sering kali kita kalah dalam berbahasa,” katanya. Tidak hanya ma-hasiswa, kemampuan dosen dalam ber-bahasa asing pun masih terbatas.

Menanggapi hal itu, Fadhilah Su-ralaga mengatakan, kemampuan ber-bahasa asing mahasiswa dapat diukur dengan standar kelulusan TOEFL dan TOAFL. Saat ini, Pusat Pengemban-gan Bahasa UIN mengadakan kegiatan belajar untuk remedial bagi mahasiswa yang belum lulus. “Nantinya, kami akan mengembangkan pula pengua-saan bahasa asing sebagai pembahasan materi kuliah,” jelasnya.

SEMA-U ketika ada perubahan dari hasil sidang harus ada. “Walau hasil keputusan akhirnya tetap ada di tangan mereka (pihak rektorat),” tegas Tanwir, Senin (23/3).

Menanggapi perihal tersebut, Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemaha-siswaan, Yusron Razak belum mem-bicarakan lebih lanjut perihal adanya tim konsinyering dengan SEMA-U. “Saya pernah dapet omongan dari Ket-ua SEMA-U, tapi saya belum secara serius menanggapinya,” terang Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini, Senin (23/3).

Keinginan SEMA-U untuk melewa-ti tim konsinyering dalam proses penge-sahan hasil sidang nanti pun semakin sulit. Sejak pihak rektorat memberlaku-kan sistem senat, Rektor atau Warek III memiliki hak untuk melegitimasi hasil keputusan MPMU.

Sementara itu, mantan Ketua Kon-gres Mahasiswa Universitas (KMU) UIN Jakarta periode 2008-2009, Ayip Tayana menjelaskan, Pedoman Or-ganisasi Kemahasiswaan (POK) UIN Jakarta saat ini memang memungkink-an keterlibatan rektorat sebagai terha-dap hasil MPMU.

“Tapi yang paling penting adalah bagaimana mahasiswa bisa meyakink-an rektorat agar tak mengubah hasil MPMU,” tegas Ayip, Selasa (23/3).

Berbeda saat masa SG, katanya, pi-hak rektorat saat itu tak bisa mengubah hasil KMU karena merupakan lemba-ga tertinggi organisasi kemahasiswaan saat itu. “Jadi, hasil sidang atau kon-gres mahasiswa langsung disetujui rek-torat,” tutupnya.

Terjegal Tim Konsinyering

Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) rencananya bakal digelar bulan depan. Namun, keputusan musyawarah berada di tangan tim konsinyering yang disiapkan rektorat.

Syah Rizal

Struktur organisasi organisasi saat ini. Struktur organisasi organisasi saat SG.

Maulia Nurul

Ujian sertikasi kompetensi.

Page 5: TABLOID INSTITUT EDISI  35

KAMPUSIANA 5Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Membangun Karakter di UKM

Produktif Lewat Menulis

“Kuterima suratmu, t’lah kubaca dan aku mengerti. Betapa merindunya, dirimu akan hadirnya diriku di dalam hari-harimu, bersama lagi.”

Menulis adalah kegiatan merekam, menyampaikan, dan berbagi pengetahuan, gagasan, maupun informasi kepa-da khalayak luas. Masih sedikit komunitas-komunitas di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatul-lah Jakarta yang melakukan aktivitas ini.

Di pengujung April nanti, komuni-tas diskusi Saung bakal menerbitkan edisi ke-10 buletin mereka: Buletin Saung. Bentuknya lebih mirip jurnal ketimbang buletin. Dicetak 100 ek-semplar dengan jumlah 30 halaman. Buletin Saung disebar ke tiap fakultas, dosen, dan komunitas-komunitas di-skusi lain, baik di dalam dan di luar kampus.

“Sekarang masih proses,” kata Pemimpin Redaksi Buletin Saung, Lili Siwidyaningsih kepada INSTITUT, Jumat (20/3). Buletin Saung terbit sekali dalam satu semester. Biasanya, launching dua bulan setelah masuk perkuliahan. Semester ini, tim redaksi sudah menyiapkannya sejak Februari lalu dan rencananya bakal launching April mendatang. Selain diskusi, me-nerbitkan buletin memang menjadi kesibukan Saung sejak dua tahun ter-akhir.

Majelis Kantiniyah (MK), komu-nitas diskusi lain di UIN Jakarta juga menerbitkan Buletin Lakonik sebagai media berbagi pengetahuan sekaligus wadah menulis bagi anggotanya. La-konik terbit setiap satu bulan sebanyak 250 sampai 500 eksemplar. Kadang dicetak, kadang juga difotokopi. “Un-tuk mewadahi produksi kreatifitas temen-temen aja sih,” ujar M. Irfan Nawawi, salah satu penggagas Lakon-ik, Kamis (19/3).

Lain lagi dengan Lembaga Pers Ma-hasiswa (LPM) Journo Liberta (JL). Komunitas jurnalistik ini memilih web sebagai wadah menulis sekaligus

praktik bagi sebagian besar maha-siswa Konsentrasi Jurnalistik Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Ko-munikas (FIDIKOM). “Kalo cuma belajar di kelas kurang. Makanya kita bikin suatu lembaga pers,” tutur Khoirur Rozi, Pemimpin Redaksi JL.

Buletin Saung, Lakonik, maupun JL adalah sedikit dari komunitas di UIN Jakarta yang terus berupaya berbagi informasi maupun pengetahun lewat terbitan-terbitan mereka. Kata Lili, menerbitkan buletin dan semacamnya bukan hanya menjadi media berbagi informasi dan gagasan, namun men-jadi sebuah tolak ukur keberadaan se-buah komunitas.

Karenanya, sejak awal 2013 silam, Lili bersama sekitar 14 rekannya di komunitas diskusi Saung berusaha rutin menerbitkan Buletin Saung tiap memasuki masa perkuliahan. “Kalau bukan kita siapa lagi,” katanya.

Mulanya, Lili merasa prihatin de-ngan menurunnya wacana-wacana kritis di kalangan mahasiswa. Meski banyak komunitas-komunitas diskusi di UIN Jakarta, namun, Lili mera-sa tak banyak di antara mereka yang memiliki produk terbitan agar bisa di-baca mahasiswa lain.

Hal itu juga disadari betul oleh salah satu editor Buletin Lakonik, M. Irfan Nawawi. Menurutnya, antusiasme menulis mahasiswa masih minim. Ir-fan misalnya, mencontohkan dengan kebiasaan mahasiswa copy paste dalam mengerjakan tugas harian seperti pem-

buatan makalah. “Seharusnya kan bisa mengembangkan kemampuan menu-lisnya dari tugas harian kampus itu,” ujarnya.

Menurut Irfan, menulis itu tidak bisa dipisahkan dari aktifitas mahasiswa. Bagi masyarakat umum, katanya, menulis mungkin tidak begitu penting. Namun, bagi mahasiswa menulis bukan hanya penting, melainkan jadi sebuah kebutuhan. “Kalau boleh ada hukumn-ya (menulis), ya, wajib,” jelas Irfan.

Berbeda dengan Irfan, Ibrahim Aris

Sumantri, mahasiswa Jurusan Mana-jemen Pendidikan, Fakultas Ilmu tar-biyah dan Ilmu Keguruan (FITK) me-nilai animo mahasiswa dalam menulis saat ini cukup tinggi. Sayangnya, kata Aris, tidak banyak di antara mereka bisa konsisten menulis dan memub-likasikannya.

Persoalan dana salah satunya. Kare-nanya, untuk mengatasi masalah itu, Saung mewajibkan anggotanya untuk iuran Rp20 ribu dalam tiap kali terbi-tan. Sisanya, diperoleh dari uang kas,

proposal, sumbangan beberapa dosen dan senior. Dalam sekali terbit, Saung bisa menghabiskan sekitar Rp1 juta.

Sedangkan MK, memutuskan memfotokopi Buletin Lakonik agar pengeluaran dana tidak terlalu besar. “Lumayan buat nyiasatin dana biar enggak terlalu gede,” tutur Irfan. Se-mentara ini, Lakonik tidak mendapat sumber pemasukan lain untuk men-erbitkan Buletin Lakonik selain dari uang kas yang terkumpul tiap ming-gunya.

Pada sore menuju senja, sekelom-pok mahasiswa yang tengah mengi-kuti pendidikan di Unit Kegitan Ma-hasiswa (UKM) Komunitas Musik Mahasiswa (KMM) Ruang Inspirasi Atas Kegelisahan (RIAK) mengisi waktu istirahatnya dengan bernyanyi.

Di saat yang bersamaan, seorang memukul drum pad dengan stik drum dan seorang lainnya memainkan jarin-ya di atas keyboard sembari membaca pertitur. Sesekali mereka tertawa.

Kegiatan yang mereka lakukan jadi pemandangan yang tak asing bagi

warga UKM lainnya. Pasalnya, ham-pir setiap hari mereka mengisi sudut lantai tiga Gedung Student Center (SC), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nanda Khairunnisa Jusuf, maha-siswa Jurusan Hubungan Internasi-

onal semester 2 yang mengikuti Pros-es Genetika (Progeni) UKM KMM RIAK mengaku ada banyak hal ia dapat dari UKM. “Kalo buat Nanda, di RIAK enggak cuma belajar musik, tapi juga belajar organisasi, memper-erat tali persaudaraan dengan calon anggota lain,” ujarnya seusai latihan, Jumat (13/3) malam.

Tak hanya itu, Nanda juga merasa rasa egoisnya mulai terkikis seiring setengah tahun lebih di UKM. Bersa-ma 15 temannya, Nanda diajarkan un-tuk tidak egois. Intensitas pertemuan yang hampir setiap hari, timbul pula keserasian dengan temannya yang be-rasal dari fakultas yang berbeda.

Hal yang sama juga dirasakan Moh. Ibnu Abbas, anggota Kelompok Pecinta Alam (KPA) Arkadia. Laki-la-ki yang memiliki panggilan ‘Samuk’ di Arkadia ini diajarkan abang-aban-gannya untuk menjaga kesolidan den-gan anggota lainnya.

“Kekeluargaanya benar-benar di-jaga, pernah waktu itu ada angkatan gue yang mau keluar dari Arkadia. Dia orang Sukabumi, gue sama an-ggota lain nyamperin ke rumahnya, bilang sama orang tuanya supaya dia bisa tetap di Arkadia. Dan akhirnya dia tetap lanjut (di Arkadia),” terang Samuk, Jumat (13/3).

Samuk juga pernah merasakan perhatian lebih yang diberikan teman sampai abang-abangannya. Selesai ikut pelantikan di Gunung Salak, kaki Samuk lecet dan bengkak, hingga ia menderita tipes. Kala itu, Samuk juga tak memegang uang sepeser pun, tapi ia disarankan untuk menjalani

perawatan di Rumah Sakit Syarif Hi-dayatullah. “Waktu itu gue dijenguk, dibeliin obat, disuapin. Gue bilang mau gantiin uangnya, mereka bilang enggak usah. Mereka ngertiin,” kata- nya.

Sementara itu, Ardiansyah Prata-ma, anggota futsal di UKM Federasi Olahraga Mahasiswa (Forsa) UIN Jakarta ini menjelasakan, di kelas ti-dak ada pelajaran yang membentuk sikap dan karakter mahasiswa. Di kelas, kata Ardi, mahasiswa hanya mendapatkan hal yang bermanfaat bagi individu itu sendiri, tapi kalau di UKM bisa mengejar karya dan presta-si yang mengharumkan nama UIN Jakarta.

Belajar dari NolSetiap mahasiswa yang tergabung

dalam UKM juga belajar dari nol, dari yang tak bisa apa-apa jadi bisa. Nan-da merasakan hal itu, ketika ia baru masuk KMM RIAK, ia mau mencari ilmu baru dan belajar dari nol. “Awal-nya belum bisa menguasai alat musik apapun. Tapi dengan latihan yang ser-ing dan abang-abangan melatih dengan sabar, akhirnya sekarang Nanda bisa main keyboard, baca partitur dan se-karang lagi menggarap musik klasik,” ujar Nanda.

Senada dengan Nanda, Ardi mera-sa di UKM semuanya belajar dari awal. Ardi menambahkan, di UKM, mahasiswa belajar berdasarkan pen-galaman. “Karena orang yang berpen-galaman lebih diterima omongannya,” tutup mahasiswa yang telah empat ta-hun di Forsa ini, Sabtu (14/3).

Syah Rizal

Foto

: Riza

l/IN

S

Calon anggota KMM RIAK sedang bernyanyi di sela-sela waktu istirahat Progeni di gedung SC tantai 3, Jumat (13/3) sore.

Thohirin

Komunitas diskusi Saung saat launching edisi ke-7 Buletin Saung November 2013 silam.

Dok.

Prib

adi

Page 6: TABLOID INSTITUT EDISI  35

SURVEI 6Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Mahasiswa Tak Puasdengan Bidikmisi

Bidikmisi merupakan salah satu beasiswa terbesar yang ada di UIN Jakarta. Saat ini, ada 770 mahasiswa yang aktif terdaftar sebagai penerima Bidikmisi terhitung dari tahun 2011 hingga 2014. Namun, ternyata masih banyak keku- rangan dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap beasiswa tersebut. Divisi Lit-bang INSTITUT melakukan survei kepada 95 orang penerima Bidikmisi tahun 2013 dan 2014.

Berdasarkan hasil survei, 54% responden merasa uang Bidikmisi masih ku-rang untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan 46% lainnya menyatakan cu-kup. Survei ini juga menunjukkan, 92% responden menyatakan uang Bidikmisi tidak pernah turun tepat waktu, hanya 8% yang menjawab turun tepat waktu.

Tak hanya itu, 30% responden juga menyatakan uang Bidikmisi yang ia te-rima pernah mengalami pemotongan. Sedangkan 70% lainnya mengaku tidak pernah mengalami pemotongan uang Bidikmisi. Dalam hal ini, responden menyatakan jumlah pemotongan uang Bidikmisi beragam mulai dari Rp150 ribu hingga Rp1,5 juta.

Hasil survei pula menunjukan, 72% responden merasa pihak kampus belum transparan terkait informasi Bidikmisi. Hanya 28% yang menyatakan pihak kampus sudah transparan. Sementara itu, 70% responden belum puas dengan pelayanan kampus terkait Bidikmisi, sedangkan 30% lainnya mengaku sudah puas.

Desa

in V

isual

: Erik

a/IN

S

Visit www.lpminstitut.comUPDATE TERUS BERITA KAMPUS

Page 7: TABLOID INSTITUT EDISI  35

berita foto 7Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Penampilan tari saman dari SMA 90 Jakarta dalam lomba tari sa-man yang digelar di Lapangan Parkir Student Center, UIN. Lom-ba ini diadakan HMJ Agribisnis, Sabtu (14/3).

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan audiensi dengan pihak Rektorat UIN Jakarta, Selasa (17/3). Dalam audiensi tersebut, mereka menolak Dekan FKIK, Arif Sumantri yang baru diangkat.

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan aksi di depan Gedung Rektorat UIN Jakarta, Selasa (17/3). Mereka menolak Dekan FKIK, Arif Sumantri yang baru diangkat.

Penampilan Teater Syahid Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam rangkaian acara ulang tahun Komunitas Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KMPLHK) Kembara Insani Ibnu Batut-ta di taman samping Auditorium Harun Nasution, Sabtu (20/3) malam.

Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggara (Fitra), Yeni Sucip-to tengah memaparkan materinya dalam diskusi publik “Where Does Our Money Go?” di Aula Student Center Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (5/3).

Foto

: Ika

/IN

SFo

to: A

di/I

NS

Foto

: Rizk

y/IN

S

Foto

: Ban

gke/

KALA

CITR

A

Foto

: Ber

pa/R

ANIT

A

Page 8: TABLOID INSTITUT EDISI  35

opini 8Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Editorial

Quote ofThe Month

Menerima:Tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen.

Opini dan cerpen: 3500 karakter. Puisi 2000 karakter.

Kami berhak mengedit tulisan yangdimuat tanpa mengurangi maksudnya.

Tulisan dikirim melalui email:[email protected]

Kirimkan juga keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor085694801232.

Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat PembacaTabloid INSTITUT berikutnya.

Redaksi LPM Institut

Untuk Pak Omandan Pak Rektor

Minggu lalu, tiba-tiba dapat broad-cast BBM yang isinya link Surat Terbu-ka untuk Rektor UIN Jakarta dari Pak Oman-Mantan Dekan Fakul-tas Adab dan Humaniora (FAH). Jujur, saat perta-ma kali membaca, saya mengapresiasi kebera-nian Pak Oman untuk membuat surat secara terbuka. Bahasanya renyah, ringan, dan sangat mudah dime- ngerti. Tak ada satu kalimat pun yang su-kar dipahami.

Bukan Pak Oman namanya jika tulisanya ti-dak enak dibaca, wajar jika banyak orang menobat-kan dia sebagai pakar filologi alias orang yang paham soal ilmu bahasa dalam sumber-sumber sejarah yang ditulis, atau orang yang paham terkait kritik sastra, sejarah, dan lingu istik.

Setelah membaca surat terbuka de-ngan saksama dan tanpa melewati satu kata pun dari apa yang Pak Oman tulis (kalau dijumlah ada 2111 kata), saya penasaran. Hingga akhirnya berang-kat dari pertanyaan kenapa Pak Oman dengan beraninya membuat surat ter-buka, bahkan sempat muncul isu di permukaan akan adanya aksi protes seluruh jajaran dekanat dan maha-siswa FAH kepada rektor.

Dalam surat itu ada kesan bahwa Pak Oman merasa tidak terima dengan pemberhentian jabatan sebagai Dekan FAH. “Jujur saya sedih! Bukan karena saya kehilangan jabatan dekan itu, tapi karena Bapak tidak menyapa saya satu huruf, pun terkait pemberhentian itu, baik melaui SMS, email, telpon, apala-gi sapaan langsung saat saya beberapa kali menemui dan menghadap Bapak, padahal saya mendapatkan amanah ja-batan ini melalui cara terhormat,” tulis Pak Oman.

Di sini saya menilai Pak Oman ingin sekali disapa oleh rektor. Meski ia sendiri paham bahwa jika mengacu pada statuta UIN, rektor punya hak

Butuh Sinergi

Tak ada yang salah dengan sistem. Karena pada dasarnya, sistem dibuat untuk mengatur bagaimana idealnya manusia hidup bersosial. Kecacatan sebuah sistem dinilai bukan atas dasar sistem itu dibuat, melainkan siapa yang mencederai sistem itu sendiri.

Pengangkatan dekan baru di sejumlah fakultas tentu telah mengejutkan sivitas akademika UIN Jakarta. Kebijakan itu pun lantas menuai pro kon-tra. Sebagian menilai rektor telah bertindak semena-mena lewat statuta baru itu. Sebagian lagi menilai, hak prerogatif memang sudah sewajarnya didapat oleh seorang pemenang.

Apapun respons publik tentu sah-sah saja. Karena itu adalah ejawantah dalam hidup berdemokrasi. Toh, pada akhirnya respons itu menjadi eval-uasi publik sendiri bagaimana mestinya mengambil sikap dalam kegaman-gan seperti ini.

Di balik itu semua, sikap skeptis seyogyanya perlu untuk terus dipeliha-ra. Alasannya, setiap keputusan maupun kebijakan pasti akan bermuara pada dua orientasi: negatif dan positif. Satu di antaranya adalah hak pre-rogatif rektor Dede dalam mengangkat dekan ini bakal berorientasi politis.

Jika benar begitu, institusi pendidikan boleh jadi tak ada bedanya dengan institusi pemerintahan lain yang dikenal lazim dengan ‘kongka-likong’ dan kemitraan. Lebih lagi, kita baru kali pertama menerapkan statuta yang baru. Bukan tidak mungkin ini menjadi preseden buruk yang terus berkelindan dan jadi sesuatu yang mafhum.

Apalagi, UIN Jakarta kerap ditendensikan dengan nuansa ‘Islam’. Su-dah jatuh ketiban tangga. Begitu kira-kira perumpamaan yang pas jika institusi yang menggondol kata ‘Islam’ model UIN Jakarta ini terjerat per-soalan yang banyak menyita perhatian publik.

Namun di sisi lain, sinergi juga tetap harus dijalin oleh seluruh sivitas akademika UIN Jakarta. Barisan sakit juga tak seyogyanya terus larut da-lam kekecewaan atas putusan rektor. Terlebih, UIN Jakarta kini tengah sibuk berbenah menuju World Class University (WCU). Sudah barang tentu, kampus ini membutuhkan seluruh elemen agar turut bekerjasama merealisasikan itu semua.

Penulis sendiri ingat betul, apa yang dikatakan mantan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Oman Fathurrahman dalam sebuah wawancara be-berapa waktu lalu. Katanya, “UIN Jakarta ini dibangun atas dasar kekelu-argaan. Bukan atas kepentingan sebagian golongan”.

Mudah-mudahan pernyataan Rektor UIN Jakarta, dalam sebuah wawancara dengan INSTITUT, juga menjadi sebuah jawaban atas kisruh yang terjadi belakangan. Katanya, “ini semua untuk kebaikan institusi kita. Sekolah kita. Universitas kita, kebanggan Bangsa Indonesia,” me-mang benar adanya.

prerogatif dalam memilih dekan. Ini perkara komuniksi saja Pak, bukankah ini bisa diselesaikan lewat duduk bareng, saya yakin kok Pak rektor bakal menerima Bapak. Apalagi Bapak se-belumnya menjabat sebagai dekan. Kurang etis rasanya jika persoalan miskomunikasi Bapak dengan rektor diungkap secara terbuka. Kesannya Ba-pak ingin semua sivitas akademik UIN tahu bahwa rektor tak menyapa Bapak.

Kemudian dalam surat yang Bapak tulis, Bapak meragukan kapabilitas dekan yang saat ini terpilih menggan-tikan Bapak. Sempat dalam benak saya muncul pertanyaan ‘emangnya Bapak doang yang punya kapabilitas?’. Tak baik Pak meragukan kemampuan sese orang apalagi Dekan FAH saat ini merupakan sahabat Bapak. Kita semua tidak tahu, bisa saja orang yang Bapak ragukan itu ternyata berhasil dalam membangun FAH. Toh, hastag #Teri-makasiPakOman, menurut saya bukan sebagai tolok ukur keberhasilan Bapak.

Jika saya boleh berpesan kepada Ba-pak, alangkah baiknya jika Bapak ber-doa dan gotong-royong bersama jika bapak masih punya niatan baik ingin

memajukan FAH. Saya yakin kok Pak, jika Bapak ikhlas menerima keputusan ini dan masih punya niatan baik, segala usulan dan masukan dari Bapak pasti diterima oleh dekan FAH saat ini.

Buat Pak Rektor, Bapak sebagai pimpinan universitas seha-

rusnya paham bagaimana berkomikasi dengan baik. Apalagi Bapak sebagai profesor, menyapa bawa-han (dekan) tidak akan menjatuhkan kewibawaan Bapak kok. Justru sema-kin sering Bapak menyapa

bawahan nama baik Bapak justru terangkat dan bapak

semakin disegani. Tak per-lulah Bapak belajar komu-nikasi lagi dengan Pak Gun

Gun Heryanto soal komunikasi yang baik.

Pak Rektor di sini adalah panutan buat sivitas akademi-ka UIN Jakarta. Bijaklah dalam

mengambil keputusan. Bukankah Bapak sendiri sudah menulis buku

‘paradigma pendidikan demokra-tis’ yang mengkaji soal kontribusi pe-mikiran konsepsional akademis, teor-itis, dan bahkan menyentuh dimensi praktiknya dengan harapan dapat di-jadikan rujukan dalam pengembangan lembaga pendidikan secara demokratis. Buku itu bagus loh Pak, tapi akan lebih bagus jika hasil kajian Bapak benar-be-nar diterapkan di kampus tercinta ini. Sekali lagi saya menekankan, bijaklah dalam mengambil keputusan Pak.

Terus terang, surat terbuka dari Pak Oman telah membuka lembar keraguan saya atau mungkin kami se-bagai mahasiswa terhadap Pak Rektor. Jangan sampai kebijakan-kebijakan Bapak ke depan hanya untuk kepent-ingan pribadi ataupun kelompok ter-tentu saja. Bapak harus ingat bahwa UIN Jakarta berdiri di atas semua golongan. Terakhir, demi kebaikan bersama saya ingin menyarankan buat Pak Rektor agar Statuta UIN yang baru dikaji ulang supaya tidak terjadi salah penafsiran.

Oleh: Rizqi Jong*

*Penulis adalah mahasiswa UIN Jakarta

Sumber: Internet

Bang Peka

Page 9: TABLOID INSTITUT EDISI  35

opini 9Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Revolusi Struktural Kampus

ISIS, Islam, dan Khilafah

Beberapa hari lalu (Senin, 9 Maret 2015) rektor terpilih UIN Jakarta peri-ode (2014-2019) Prof. Dr. Dede Rosya-da melantik hampir seluruh dekan fakultas serta direktur Sekolah Pascasa-rjana baru.

Tercatat dekan baru itu melipu-ti Fakultas Tarbiyah, Adab, Syariah, Dirasat Islamiyah, Ekonomi, Kedok-teran dan direktur Sekolah Pasca Sar-jana serta dekan baru wajah lama me-liputi fakultas Ushuluddin, Dakwah, Psikologi, Sains dan Teknologi. Lalu menjadi pertanyaan, mengapa revolusi besar-besaran struktural jabatan kam-pus dilakukan?

Fenomena baru ini membuat tanda tanya semua pihak sivitas akademika UIN Jakarta, khususnya mahasiswa. Betapa tidak, setelah rektor baru ter-pilih, tidak ada yang meduga akan ada perombakan jabatan struktural kampus secara besar-besaran. Faktanya, pada periode-periode sebelumnya tidak per-nah rektor baru merombak dan melan-tik para dekan secara serentak. Maka perlu pemahaman secara luas ten-tang kebijakan-kebijakan rektor, agar seluruh sivitas akademika UIN Jakarta mendapatkan pemahaman yang kom-prehensif.

Prerogatif RektorPeraturan Menteri Agama (Perme-

nag) No. 17 tahun 2014 tentang statu-ta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan bahwa rektor mempunyai hak penuh dalam mengangkat dan memberhentikan perangkat pemban-tu rektor (warek, dekan, dan wadek).

Pemberitaan tentang Islamic State of Iraq and Levant (ISIL) atau beberapa media juga menyebut Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) kemba-li menyeruak ke telinga publik tanah air. Faktornya adalah berita hilangnya 16 orang WNI di Turki yang diduga kuat bergabung dengan ISIS. Sam-pai saat ini pula, pemerintah Turki masih menahan 16 orang WNI sejak bulan Januari lalu yang diduga hendak menyeberang ke Suriah melalui per-batasan negara bekas Ibukota Khilafah Ottoman tersebut.

Pemberitaan tentang ISIS ini se-benarnya bukanlah kali pertama. Isu serupa sempat ramai pada bulan Juni-Juli tahun 2014 lalu saat ISIS mendeklarasikan apa yang mereka klaim Islamic State atau khilafah dengan Abdurrahman Al-Baghdadi sebagai khalifahnya. Lebih mengejutkan lagi, bai’at dari simpatisannya di Indonesia kepada Al Baghdadi dilakukan di Aula Syahida Inn, Kampus 2 UIN Syarif Hi-dayatullah Jakarta.

Masyarakat muslim pada umumnya terbelah menyikapi deklarasi Islamic State oleh ISIS ini, sebagian men-dukung namun mayoritas menolak. Lantas, bagaimana sikap kita terhadap deklarasi ISIS ini?

ISIS vs KhilafahUmat Islam pasti paham bahwa

Islam bukan sekedar agama spiritual, namun juga konsepsi politik (Abdu-rrahman, 2007). Artinya bahwa Islam memiliki seperangkat aturan (syariat) yang komprehensif mengenai segala aspek kehidupan, baik agama maupun politik (siyasah).

Banyak sarjana barat juga maklum

akan hal ini. Kita bisa baca ide-ide para orientalis seperti: V. Fitzgerald, C. A. Nallino, Schacht, R. Strothmann, D.B Macdonald, Sir. T. Arnold, HALA.R. Gibb, yang semua senada mengatakan bahwa Islam bukanlah sekedar ke-percayaan agama individual, namun ia meniscayakan berdirinya suatu bangunan masyarakat yang inde-penden. Islam mempunyai metode tersendiri dalam sistem pemerintahan, perundang-undangan, dan institusi (Rais, 2001).

Konsepsi pemerintahan dalam Islam ini dikenal dengan istilah khilafah, atau barat menyebutnya caliphate. Para ula-ma generasi awal telah banyak menulis tentang wajibnya mengangkat seorang khalifah/imam/amir—tiga istilah ini adalah mutaradif (sinonim), lihat Raud-hah Ath-Thalibin wa Umdah Al-Muf-tin, hal 49; Mughnil Muhtaj, hal 132; Al-Muqaddimah, hal 190; Lisanul Arab, hal 83; Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah, juz 1, hal 21—yang merupakan kepala negara dari Negara Khilafah.

Rujukan tentang kewajiban mengangkat seorang khalifah di an-taranya dapat kita baca dalam bebera-pa karya berikut: Raudlatut Thalibin wa Umdatul Muftin, juz III, hal 433; Fathul Wahab bi Syarhi Minhajith Thullab, juz 2, hal 268; Mafatihul Ghaib fii At-Tafsir, juz 6, hal 57 dan 233; Tafsir An-Naisabu-ri, juz 5 hal 465; Hasyiyah Al-Bajairimi ala Al-Khatib, juz 12, hal 393; Tafsirul Qur’anil Adzim, juz I, hal 221; Al-Jami’ li Ahkamil Quran, juz I, hal 264-265; Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz V, hal 128; dan lain-lain.

Singkat kata, konsep khilafah me-mang memiliki rujukan kuat dalam pemikiran Islam. Atas alasan inilah

migrasi beberapa WNI ke Suriah dapat kita baca, meskipun pasti masih ter-dapat beberapa variabel lain yang dapat menjelaskan.

Hanya saja, apakah ISIS betul telah mendeklarasikan khilafah atau sekedar klaim sepihak? Di sinilah kita perlu cermat melihat fakta deklarasi khila-fah ala ISIS itu. Paling tidak ada dua hal di mana kita bisa “menghakimi” deklarasi khilafah ala ISIS adalah tidak sah. Pertama, soal istilah khilafah. Kh-ilafah—sebagaimana terminologi salat,

puasa, zakat, haji, dan sebagainya —merupakan istilah syar’i (al-haqiqah asy-syariyah) yang pengertiannya diam-bil hanya dari dalil syara’.

Ulama telah banyak mendefinisikan terminologi khilafah/imamah/imarah, di antaranya: Al-Ahkam As-Sultaniyah, hal 5; Ghiyatsul Umam fil Tiyatsi Adz-Dz-ulam, hal 15; Al-Mawaqif, juz III hal 574 dan 578; Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj fil Fiqhi ‘ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i, juz 7 hal 289; Mauqiful Aqli wal Ilmi wal ‘Alam, juz IV hal 262; Qa-waid Nidzam Al-Hukm fii Al-Islam, hal. 225-230, yang pada kesimpulannya kh-

ilafah adalah “kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia” (Asy-Syakhsiyah Al-Islamiyah, juz II hal. 13).

Hal ini berbeda dengan ISIS/ISIL yang masih menggunakan ‘embel-em-bel’ Iraq and Syam atau Iraq and Le-vant. Tampak ketidaksinkronan antara khilafah yang mereka deklarasikan dengan penamaan ISIS/ISIL yang mereka gunakan.

Kedua, dari sisi bentuk. Khila-fah merupakan institusi negara yang menerapkan seluruh hukum-hukum Islam terkait politik dalam negeri (as-siyasah ad-dakhiliya), politik luar negeri (as-siyasah al-kharijiyah), sistem ekonomi (an-nidzam al-iqtishadi), sistem sanksi (nidzamul uqubat), urusan pen-didikan (siyasah at-ta’lim), UUD dan UU (ad-dustur wa al-qanun) yang hanya digali (istinbath) dari dalil syara’. Hal ini sangat diametral dengan ISIS yang hanya merupakan kelompok atau ja-maah.

ISIS bukanlah sebuah negara yang memiliki otoritas melaksanakan semua hukum-hukum tadi. Bahkan ISIS juga tak memiliki draft UUD/UU yang jelas terkait pengelolaan dan pengatur-an negara khilafah yang mereka klaim itu. Oleh karena itu, ISIS bukan negara khilafah itu sendiri, melainkan hanya sebuah kelompok yang mengklaim diri sebagai khilafah.

Sikap Defensif ApologetikDari fakta bahwa ISIS bukanlah

khilafah, maka kita harus tepat dalam mengambil sikap. Hal ini penting kare-na umumnya berkaitan dengan isu-isu sensitif semacam ini kita khususnya, dan umat Islam pada umumnya cen-

derung bersikap defensif apologe-tik. Defensif apologetik adalah sikap membela diri secara spontan dan tidak cermat demi menolak suatu tuduhan tertentu.

Sebagai contoh, jika ada yang menuduh “Islam adalah agama de-ngan model pemerintahan yang bar-bar”, maka demi menolak tuduhan keliru tersebut akan dijawab: “Tidak. Islam tidak mengajarkan konsep pe-merintahan”, pernyataan semacam ini, merupakan contoh tindakan defensif apologetik. Berusaha menolak tudu-han yang jelas keliru meskipun harus mendistorsi ajaran Islam itu sendiri. Tentu ini adalah sikap yang kontra pro-duktif dan justru menjauhkan kita dari Islam.

Sikap yang harus kita ambil adalah menjelaskan konsep pemerintahan Islam (khilafah) yang sesungguhnya tanpa merasa apologi dengan berbagai macam tuduhan yang sebenarnya han-ya berdasarkan klaim semata. Dengan begitu, ada dua keuntungan yang bisa kita dapat sekaligus.

Di samping kita bisa menjelaskan ajaran Islam yang lurus dan tanpa mendistorsinya sedikit pun, sekaligus membetulkan kekeliruan yang bisa menyeret lebih banyak warga negara Indonesia bergabung dengan ISIS atas dasar kesalahpahaman. Peran kaum intelektual, ulama, kyai, dan semua elemen masyarakat diharapkan dapat bersinergi. Tolak ISIS, bukan tolak aja-ran Islam, bukan pula tolak khilafah!

Peraturan baru itu juga yang mengu-bah kewenangan para Senat Universi-tas yang sebelumnya mempunyai hak untuk mengangkat wakil rektor, dekan dan wakil dekan. Maka, dampak kebi-jakan ini rektor bukan sekadar organ yang menjalankan fungsi pengelolaan kampus, tapi juga mempunyai hak pre-rogatif penuh dalam mengintervensi dan mengatur jabatan struktural kam-pus.

Tentu kebijakan ini bisa kita asum-sikan pada dua pendapat, positif dan negatif. Dampak positifnya adalah pertama, kebijakan antara dekan dan rektor sejalan, sehingga ham-batan-hambatan dalam pandangan maupun kebijakan kampus tidak akan terganjal oleh kebijakan para perang-kat pimpinan kampus di bawah rektor. Keselarasan dalam pandangan ini bisa saja karena faktor kedekatan dan kese-larasan rektor dengan pimpinan pem-bantu rektor menjadi tombak sinergisi-tas menuju visi besar UIN Jakarta.

Kedua, Peraturan tentang statu-ta UIN Jakarta telah mengubah ke-wenangan senat dalam memilih rektor, dekan, warek, dan wadek. Fungsi senat telah kembali, yakni pada penetapan dan pertimbangan pelaksanaan kebija-kan akademik. Tugas dan fungsi senat yang selama ini hanya sibuk mengurusi jabatan struktural kampus dan hanya cenderung politis akan kembali pada kebijakan-kebijakan maupun pertim-bangan terhadap rektor dan para pe-jabat kampus dalam bidang kebijakan akademik.

Adapun dampak negatif peraturan

baru ini adalah pertama, fakultas tidak mandiri karena proses desentralisasi di-ubah menjadi sentral kekuasaan rektor. Kemandirian fakultas akan terganjal oleh intervensi rektor. Apabila kebija-kan dekanat tidak selaras dengan rek-torat, besar kemungkinan kebijakan itu akan terganjal. Proses kemandirian itu akan lebih didikte oleh sentral rektorat.

Kedua, rektor picu tindakan otoriter. Sistem pemilihan langsung oleh rektor akan memicu tindakan semena-mena rektor. Pemilihan akan bersifat subjek-tif karena rektor hanya akan memilih orang-orang terdekatnya atau para pen-dukungnya. Sehingga kualitas intelek-tualitas, pengalaman dan track record calon pejabat kampus tidak lagi men-

jadi pertimbangan, melainkan hanya karna faktor balas budi atas terpilihnya rektor baru. Kebijakan ini merupakan indikasi nyata kemunduran demokrasi di kampus.

Politik ChemistrySudah menjadi persepsi umum, bah-

wa dampak kebijakan ini adalah para pejabat yang akan diangkat menjadi dekan ialah orang yang dekat, selaras, sejalan, searah, baik dalam pemikiran maupun idealisme intelektual dengan rektor. Inilah “politik chemistry” ja-batan. Akan menjadi baik jika dapat memperlancar visi dan misi yang di-usung rektor terpilih menuju UIN Ja-karta yang lebih baik di masa depan. Tapi akan menjadi ancaman jika yang dipilih justru hanya karena faktor kedekatan. Apalagi jika pengangka-tan pejabat kampus yang baru dapat menurunkan kualitas kampus.

Inilah dinamika perjalanan suatu ke-bijakan kampus. Dalam kebijakan baru ini ada pihak yang pro dan kontra. Bagi yang pro, ini merupakan awal kema-juan revolusi struktural jabatan yang selama ini hanya sibuk dengan politi-sasi jabatan kampus. Bagi yang kontra, kebijakan ini merupakan kemunduran. Mereka yang kontra bukan tidak ingin menyuarakan aspirasi kekecewaannya dan memprotes kebijakan ini.

Namun dengan etika sopan selay-aknya kita sebagai sivitas akademika harus menjaga legitimasi sebagai seo-rang intelektual dan akademisi. Karena tanggung jawab itu harus mengedepan- kan etika yang ramah, bukan dengan

protes demonstrasi anarkisme. Meski-pun dalam perspektif psikologis penu-lis sangat yakin ada keinginan mem-berontak yang besar dari para dosen, mahasiswa, dan seluruh perangkat kelembagaan kampus. Tak perlu orasi berkoar-koar dengan microphone atau teriakan yang akan mewarnai suara-su-ara gema kampus.

Jauh dari itu semua, kita hanya bisa berharap dengan adanya kebijakan baru ini dapat meningkatkan kualitas UIN Jakarta, sebagaimana visi kampus menuju World Class University. Bukan malah membawa kampus UIN Jakar-ta menurun dengan kualitas menjadi buruk, terbelakang, dan mengalami kemunduran. Karna kita tahu, di era kepemimpinan sebelumnya kita telah memegang amanah sebagai kampus Islam terbaik di Indonesia.

Pengangkatan para pejabat kampus yang baru tentu bukan hanya sebuah revolusi struktural saja, tapi harus men-jadi sebuah revolusi multi-kebijakan. Revolusi harus dilaksanakan dalam bidang akademik, anggaran, dan kebi-jakan-kebijakan yang dapat membawa UIN Jakarta menjadi muara pergu-ruan tinggi Islam Indonesia, bahkan dunia. Sebagai pemegang amanah tridarma perguruan tinggi, kita harus tetap mengelola pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan lebih baik. Jangan sampai sivi-tas akademika bertransformasi menja-di sivitas politika.

Oleh: Ahmad Hifni*

Oleh: Izzuddin Abdul Hakim*

*Penulis adalah mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora,

UIN Jakarta

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

UIN Jakarta

Page 10: TABLOID INSTITUT EDISI  35

TUSTEL 10Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

19 Februari lalu, warga Tionghoa merayakan tahun baru. Perayaan tahun baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama pada penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas atau bertepatan dengan bulan purnama. Malam tahun baru Imlek dikenal sebagai Chúx yang berarti “malam pergantian tahun”.

Vihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin) juga tak mau melewatkan momen tahun baru Imlek. Vihara yang berlokasi di Jalan Prof. Dr. Satrio Nomor 2, Kuningan, Jakarta Selatan merias diri dengan lilin-lilin besar, kelap-kelip lampion, dan aksesoris beraksen merah lainnya.

Namun, ada yang berbeda dari perayaan Imlek tahun ini dengan tahun sebelumnya. Tahun ini, warga yang beribadah lebih tenang lantaran vihara yang berdiri sejak 1930 lalu ini tak digenangi banjir. Pasalnya, tempat ibadah yang telah turun-temurun digunakan umat Buddha ini tak jarang terkena banjir saat Imlek.

Melihat Suasana KhidmatImlek di Vihara Amurva Bhumi

Foto dan Teks: Syah Rizal dan Mario Caisar**Mahasiswa Jurnalistik, UIN Jakarta

Bakar

Belajar Berdoa

Menyalakan LilinTusuk Dupa

Menyembah

Page 11: TABLOID INSTITUT EDISI  35

WAWANCARA 11Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

REKOMENDASI

Dongkrak Mutu Layanan Mahasiswa

Excellent Comp:Harga Murah, Kualitas Tak Kalah

Masa kepemimpinan Dede Rosyada sebagai rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baru dimulai. Di bawah garis koordinasinya, para wakil rektor juga ikut mengusung visi dan misi demi tercapainya UIN menjadi lebih baik. Tak ter-kecuali dengan Yusron Razak. Setelah dilantik Januari lalu sebagai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Yusron mengusung peningkatan pelayanan dan pembinaan bagi mahasiswa.

Guru besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta tersebut mengusung visi layanan mahasiswa yang prima dan memiliki standar terukur, serta meng-utamakan kepuasan mahasiswa. Lalu, apa saja program kerja lainnya yang ia usung? Berikut hasil wawancara reporter LPM INSTITUT, Nur Hami-dah, Selasa, (17/3).

Terpilih sebagai wakil rektor bidang kemahasiswaan, program apa yang akan Anda jalankan?

Saya menekankan pada dua poin utama, yaitu peningkatan pelayanan dan pembinaan pada mahasiswa. Keduanya merupakan hal utama yang saya lanjutkan dari kepemimpinan se-belumnya. Misi layanan kami ialah mengutamakan layanan mahasiswa yang cepat, tepat, dan nyaman.

Salah satunya mempercepat proses administrasi bagi mahasiswa. Dalam pencairan dana khususnya. Selama ini birokrasi pelayanan mahasiswa itu sulit. Oleh karena itu, kita utamakan pada kepuasan mahasiswa. Kalau per-lu, kita akan adakan desk masing-ma-sing agar lebih mudah. Termasuk juga dalam proses pelaporan. Jadi, kita

Laptop atau komputer Anda bermasalah? Atau Anda sedang mencari laptop dengan ber-bagai spesifikasi, PC rakitan, dan build up? Tak perlu bingung, permasalahan Anda akan segera terjawab jika Anda berkunjung ke Excellent Comp.

Terletak di Jl. Legoso Raya no. 06 (seberang Mahad Ali dan belakang Polsek Ciputat), Excel-lent Comp hadir untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dan umum di bidang komputerisasi.

Excellent Comp juga hadir dengan berbagai keunggulan. Selain berlokasi strategis yang memudahkan konsumen, Exellent Comp pun menawarkan barang dengan harga murah berkualitas tinggi dan tentunya bergaransi resmi. Di samping itu, pelayanan servis yang cepat, murah dan bergaransi menjadi kelebihan Excellent Comp dari yang lain.

Selain itu, Excellent Comp juga memberikan harga dan kualitas terbaik untuk PC, laptop dan aksesori, serta pelayanan servis yang beraneka ragam. Mulai dari Recovery Operating Sys-tem Windows XP, Windows 7 dan Windows 8, atau penghapusan virus dan instalasi program lengkap.

Lalu, Excellent Comp juga melayani servis PC dan laptop yang mati total, seperti terkena air. Pula melayani penggantian komponen seperti ganti LCD, keyboard, charger, keyboard, charger, battery dengan harga ekonomis. Excellent Comp juga melayani servis lainnya, seperti cleaning fan prosessor dan pembersihan komponen internal bagi laptop yang sering overheat.

Bagi Anda yang yang membeli flashdisk, modem, dan aksesori lainnya, Excellent Comp pun menerima komplain, dengan ketentuan memenuhi persyaratan garansi. Hanya sekitar 2-3 hari barang yang dikomplain sudah dapat dikembalikan atau diganti baru.

Pelayanan servis PC dan laptop yang mati total maupun bermasalah pada hardware, Excel-lent Comp cukup memerlukan waktu 1-3 hari, barang Anda bisa berfungsi normal kembali dan sudah dapat diambil.

Jadi, mulai sekarang Anda tak perlu bingung mencari tempat untuk membeli ataupun mem-perbaiki gadget Anda. Kebutuhan Anda akan komputerisasi kini telah dibantu Excellent Comp yang letaknya tak jauh dengan kampus. Pertanyaan dan pemesanan pun bisa langsung meng-hubungi Wahyu (085697509054).

juga mengupayakan bagaimana agar proses pencairan dana itu cepat.

Adakah inovasi yang akan Anda

lakukan?Melihat program kerja dari periode

sebelumnya, saya rasa itu sudah ba-gus. Tinggal bagaimana kita mening-katkan layanan dan mutunya. Perso-alannya ialah apa yang ditingkatkan. Kita berusaha meningkatkan mutu pada aspek kualitas dan kuantitasnya.

Misalnya, kalau selama ini maha-siswa yang mengikuti suatu lomba berjumlah 15, tahun ini kita tingkat-kan menjadi 20. Nah, bagaimana untuk meningkatkannya? Kita melan-jutkan apa yang sudah ada dengan catatan meningkatkan agar lebih baik lagi.

Lalu, apa saja program Anda ter-kait peningkatan mutu pembinaan mahasiswa?

Ada tiga aspek yang saya tekank-an dalam meningkatkan mutu pembinaan. Pertama, Student Need (peningkatan akademik dan intelek-tual), Student Interest (peningkatan minat dan bakat), dan Student Welfare (peningkatan kesejahteraan). Semua

aspek ini berhubungan dengan kegia-tan mahasiswa.

Bagaimana realisasinya?Student Need berkaitan dengan ke-

butuhan mahasiswa berupa pelatihan riset, lokakarya, penerbitan jurnal, buletin, dan majalah. Saya kira, ma-hasiswa butuh pada pengembangan intelektualnya. Mahasiswa juga dapat mengembangkan minat dan bakat yang nantinya termasuk dalam Student Interest.

Selain itu, mahasiswa juga harus meningkatkan prestasi dalam bidang non akademik, sehingga nantinya ti-dak menutup kemungkinan ranahnya sampai ke luar negeri. Saya kira, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dapat menjadi salah satu wadah mahasiswa untuk menyalurkan minat dan bakat-nya.

Sedangkan, Student Welfare meli- ngkupi pengelolaan beasiswa, trans-parasi dana, dan tata cara pendaft-arannya. Saat ini, kami berusaha meningkatkan jumlah penerima bea-siswa dan nominalnya. Ketika sasa-rannya sudah meningkat, kita akan usahakan agar nominal beasiswa juga meningkat, sehingga dapat menutupi

kebutuhan pembelaja-ran mahasiswa.

Dengan adan-ya tiga program tersebut, langkah apa yang Anda lakukan selanjut-nya?

S e b e n a r n ya , perlu ada rangsan-gan agar mahasiswa terpacu dalam meraih prestasi, baik bidang akademik maupun non akademik. Salah satunya dengan memberi penghargaan pada mereka yang berprestasi. Se-lain itu, kami juga mempersiapkan mahasiswa agar dapat berprestasi, dengan adanya program pelatihan ba-hasa Inggris bagi mahasiswa tingkat akhir yang dikelola oleh pusat bahasa.

Salah satu kebijakan lembaga kemahasiswaan pada periode sebel-umnya adalah international networks. Apakah program itu masih akan Anda terapkan?

Terkait international networks, saya kira itu sangat perlu diperhatikan.

Saya akan teruskan ide tersebut de-ngan mengembangkan kemampuan riset mahasiswa dan kemampuan ba-hasa agar dapat diterima oleh pergu-ruan tinggi luar negeri.

Saat ini, lembaga penelitian dan pusat bahasa tengah mengadakan pelatihan bagi 20 mahasiswa tingkat akhir dalam bidang bahasa Inggris. Pelatihan ini merupakan salah satu upaya kami dalam memaksimalkan pendayagunaan sumber daya alumni.

Sejak didirikan 30 tahun silam, LPM INSTITUT selalu konsisten mengembangkanperwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid INSTITUT, Majalah

INSTITUT, dan beberapa tahun ini secara continue mempercantik portal www.lpminstitut.com.

Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM INSTITUT. Olehsebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya:

Tabloid INSTITUTTerbit 4000 eksemplar setiap bulan

Pendistribusian Tabloid INSTITUT ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansipemerintahan (Kemenpora, Kemenag dan Kemendikbud)

INSTITUT OnlineMemiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-

1000 per hari

Majalah INSTITUTSajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester.

Hub: Maulia NurulTelp: 08567231682

Pasang Iklan

Foto: Rizal/INS

Dok.

Prib

adi

Page 12: TABLOID INSTITUT EDISI  35

RESENSI 12Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Merangkai Kembali Narasi Pasca ‘65Peristiwa malam 30 September 1965 (G30S) telah membekas bagi rakyat Indonesia hingga kini. Lewat pro-

duk-produk kebudayaan, selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru (1966-1998) sukses memelintir fakta lain di balik peristiwa berdarah itu.

Kokain adalah salah satu jenis narkoba yang dianggap paling berbahaya di Amerika pada tahun 1980 sampai 1990-an. Saat itu, kokain dijual hanya dengan 5 dollar sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan. Garry Webb, seorang jurnalis dari San Jose Mercury News melakukan investigasi terkait dugaan keterlibatan Central Intelligence Agency (CIA) dalam peredaran barang ilegal tersebut.

Perdebatan wacana anti-komu-nis menjadi wacana paling dominan sepanjang 32 tahun pemerintahan Orba. Terlebih pasca tragedi G30S pecah. Ketika itu, PKI bukan han-ya dituduh sebagai otak utama atas tewasnya tujuh jendral AD, namun, pemerintahan Orba juga melegitimasi pembantaian yang terjadi setelahnya sebagai tindakan yang dibenarkan.

Melalui beberapa produk budaya seperti film dan cerita-cerita pendek yang dimuat di beberapa media massa seperti Horrison, rakyat terus disuguhi cerita seputar pembantaian massal itu. Tentu dengan sudut pandang yang berbeda. Dalam cerita itu, PKI dan simpatisannya adalah kelompok yang bersalah karena melawan pemerintah-an resmi.

Dalam film G30S/PKI misalnya, PKI dituduh sebagai otak di balik te-wasnya tujuh jendral AD. Film gara-pan Arifin C. Nur itulah yang Kemu-dian menjadi narasi resmi peristiwa G30S.

Sementara itu, beberapa ide kebu-dayaan AS, khususnya mengenai ‘ke-bebasan berepkspresi’, atau dikenal dengan ‘humanisme universal’ juga terus digencarkan AS di kalangan intelektual Indonesia. Ide-ide menge-nai liberalisme itu ditransformasikan lewat beberapa institusi bentukan AS seperti Congress for Cultural Freedom (CCF) yang digerakkan oleh salah satu agen CIA, Micahel Josselson.

Di bawah komando Josselson, CCF menjalin hubungan baik dengan beberapa intelektual Indonesia yang

Berawal dari adanya laporan ten-tang keterlibatan pemerintah Amer-ika Serikat dalam pengedaran koka-in, Garry menelusuri kebenarannya. Petunjuk pertama yang ia dapatkan adalah dokumen rahasia hasil penyeli-dikan kejaksaan mengenai pengeda-ran kokain.

Garry kemudian menelusuri jejak Danilo Blandon, salah satu terduga bandar kokain yang bekerja sama den-gan pemerintah. Garry dibantu oleh Alan Fenster, seorang pengacara dari salah satu tersangka pengedar kokain. Bersama Fenster, ia mengorek infor-masi dari Blandon.

Blandon mengaku bekerja sama dengan CIA untuk menyelundupkan dan menjual kokain di Los Angeles. Hasil penjualan berton-ton kokain tersebut digunakan CIA untuk mem-bantu Contras, pemberontak anti ko-munis di Nikaragua, Amerika Tengah.

Garry mencari jejak kasus yang melibatkan CIA itu sampai ke Ni-karagua dan menemui Norwin Me-neses, rekan kerja Blandon. Dalam pertemuannya dengan Meneses, ia mendapat informasi bahwa kokain, senjata, dan uang yang dihasilkan dikirim melalui pesawat dari Ameri-ka Tengah ke Amerika Serikat setiap

hari. Dalam perjalanan investigasinya,

Garry mendapat berbagai ancaman. Fred Weil, salah satu anggota Dewan Keamanan Nasional yang juga terli-bat dalam kasus ini memperingatkan Garry untuk menghentikan investi-gasinya. Secara gamblang, Fred men-yatakan reporter yang mencoba men-guak kasus tersebut akan terancam.

Meski begitu, Garry tetap menu-lis artikel mengenai konspirasi CIA dalam penyelundupan dan penge-daran kokain. Akhirnya, artikelnya yang berjudul Dark Aliance: The Story Behind The Crack Explotion dirilis dan

mendapat perhatian dari berbagai pihak. Salah satunya dari komunitas Afrika-Amerika di di Los Angles yang merasa menjadi korban pengedaran kokain.

Tak hanya itu, beberapa surat ka-bar Amerika yang lebih besar seperti Los Angeles Times, New York Times, dan Washington Post pun ikut menyelidiki kasus ini. Mereka seakan ingin mem-buktikan bahwa apa yang ditulis Garry tersebut tidak akurat. Media-media itu menelaah kasus ini dengan langsung mengkonfirmasi pada CIA sehingga mendapat berita yang berbeda.

Hal itu menyudutkan Garry dan muncul dugaan bahwa ia hanya mengarang cerita. Dugaan tersebut diperkuat dengan tak adanya bukti mengenai perjalanan investigasinya, sehingga editor dan redaktur San Jose

Mercury News pun ikut meragukan Garry.

Namun, Garry tetap melanjutkan investigasi hingga pada satu malam agen CIA menyelinap masuk ke ka-mar hotelnya dan bercerita tentang kasus itu. Garry kembali menulis tetapi tak satu pun percaya ceritanya. Garry tertekan hingga memustuskan untuk mengundurkan diri dari San Jose Mercury News dan meneruskan investigasinya sendiri.

Film Kill the Messenger didasarkan pada kisah nyata yang ditulis dalam sebuah buku dengan judul yang sama karangan Nick Shou. Pada akhir film yang dirilis tahun 2014 ini, Garry mengatakan apapun yang ia lakukan adalan tugas jurnalis dan seorang jurnalis harus mengungkapkan kebe-naran yang baik atau pun buruk.

anti-komunis seperti Mochtar Lubis, Sutan Takdir Alisjahbana (STA), dan Sumitro Djojohadikusumo. Terbukti, saat CCF menyelenggarakan kon-ferensi di Asia untuk pertama kali, Mochtar Lubis dan STA hadir sebagai undangan. Sedangkan Sumitro Djojo-hadikusumo ditunjuk sebagai Ketua Kehormatan konferensi.

Pada 1951, berkat kerjasama di bidang pendidikan yang dijalin Sum-itro dengan didukung lembaga donor seperti Rockfeller dan Ford Founda-tion, Indonesia mengirim 900 maha-siswa untuk belajar doktrin ekonomi lliberal AS. Mereka tersebar di be-berapa universitas terbaik AS macam MIT, Cornell, Barkeley, dan Harvard.

Mereka yang dikirim antara lain, Subroto, Muhammad Sadli, Ali Wardana, Ali Budiarjo, dan istrinya Miriam Budiarjo, Widjojo Nitisastro, dan Emil Salim. Kelak, para sarja-na yang disponsori Ford ini menjadi punggawa ekonomi Orba atau biasa disebut “mafia Barkeley.”

CCF juga menjalin kontak baik dengan Gerakan Mahasiswa Sosia-lis (Gemsos) di UI. Jaringan bawah tanah yang dibangun Sumitro pada 1961 ini merupakan jaringan pemuda resmi milik PSI di mana intelektual muda anti-Soekarno berinteraksi. Di antara intelektual yang aktif dalam organisasi ini adalah, Soe Hok Gie, Zainal Zakse, dan Maruli Situnga.

Pada saat yang sama, para penulis dan seniman anti-komunis seperti H. B Jassin, Arief Budiman, Goenawan Muhammad, dan Taufiq Ismail juga

melakukan eksplorasi terhadap ide-ide kebudayaan liberal mereka. Ma-jalah kebudayaan sastra adalah media yang digunakan kelompok ini.

Dalam periode ini pula, seniman kiri, yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) mem-perkuat komitmen mereka tentang seni dan sastra yang harus sejalan dengan ide revolusioner Soekarno. Akibatnya, kelompok penulis dan seniman anti-komunis pada 17 Agus-tus 1963 mendeklarasikan ‘Manifes Kebudayaan’ sebagai sikap anti-ko-munis mereka.

Keterlibatan AS melawan Komunis di Indonesia setidaknya dipicu atas dua faktor. Pertama, kesadaran AS atas kekayaan alam Indonesia. Misal-nya, Indonesia saat itu menghasilkan 20 milliar barel minyak dalam sehari. Kedua, kewaspadaan AS terhadap PKI karena pada 1950-an menjadi partai komunis terbesar se-Asia di bawah Cina. Kedua faktor itu melatar-belakangi AS terlibat jauh melawan komunis di Indonesia.

Menurut Wijaya Herlambang, jatuhnya Orba pada 1998 tidak serta merta meruntuhkan ideologi anti-ko-munis yang sudah lama ditanamkan rezim Soeharto di kepala rakyat Indo-nesia. Sebaliknya, banyak masyarakat yang masih meyakini komunis sebagai pelaku utama seperti yang dituduhkan rezim Orba. Lewat buku ini, Wijaya Herlambang menjelajahi kembali fak-tor-faktor yang menentukan dalam proses pembentukan dan bertahannya ideologi anti-komunis di Indonesia.

MengungkapKonspirasi Kokain

Judul

Sutradara

Tahun

Durasi

Bahasa

Genre

: Kill The Messenger

: Michael Cuesta

: 2014

: 112 menit

: Inggris

: Thriller

Thohirin

Erika Hidayanti

Sum

ber:

Inte

rnet

Sum

ber:

Inte

rnet

Sumber: Internet

Page 13: TABLOID INSTITUT EDISI  35

SOSOK 13Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

KOMUNITAS

Foto: Maulia/INS

Inspirasi Fashion Thata

1001 Buku: Gapai Kesetaraan Bacaan Anak

Maulia Nurul

Khairu Jaliisin fi Zamani Kitabun. Sebaik-baiknya teman sepanjang masa adalah buku. Pepatah Arab itulah yang mungkin menggambarkan semangat sekelompok orang dengan visi dan misi yang sama ini: Komunitas 1001 Buku. Semangat kerelawanan yang kuat selalu membuat komunitas yang telah berdiri sejak tahun 2002 ini masih tetap eksis hingga menginjak usia ke-13.

Kemampuan Thata awalnya hanya sebatas merias diri dan teman-teman-nya untuk keperluan pentas paduan suara. Memang, sejak 2009, ia aktif berorganisasi di Unit Kegiatan Ma-hasiswa (UKM) Paduan Suara Maha-siswa (PSM) dan Foreign Language Association (FLAT) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ja-karta.

Ia mengaku, keahliannya dalam make up berasal dari learning by doing dan observasi melalui media sosial di internet. Meski ia tak pernah mengikuti kelas kecantikan, Thata telah berhasil merias hingga meran-cang style busana minimal untuk di-rinya sendiri.

Pengalaman pertama Thata di dun-ia fashion terekam dalam acara UIN Fashion Fair (UFF) 2012 silam yang saat itu turut mengundang Dian Pe-langi. Acara yang ia gagas bersama 30 mahasiswa UIN lainnya ini men-jadi pengalaman berharga bagi Thata karena membuatnya belajar manaje-men fashion. “Dari UFF ini, aku jadi kenal langsung dengan beberapa de-sainer dan model,” kenang gadis kela-hiran 16 April 1992 ini.

Ia mengatakan, acara tersebut me-ngundang perhatian dunia fashion

muslim. Akhirnya, Thata mendapat banyak kesempatan untuk mengenal banyak relasi dalam bidang fashion. Pula, berkat UFF mahasiswa Fakultas Psikologi ini, ia juga kemudian diajak bekerja bersama Dian Pelangi untuk berkontribusi di majalah Hijabella. Thata sempat menjadi fashion stylist dan kini menjadi fashion editor tetap di majalah yang telah terbit 18 edisi ini.

Selain di majalah, Thata juga eksis di dunia televisi menjadi pengisi acara Travelezza di ANTV dan pembawa aca-ra paruh waktu di televisi kabel. Meski sudah sering tampil, ia tetap aktif nge-blog karena blog menjadi media yang mendeskripsikan kesehariannya. Saat ini, laman pribadinya tersebut sudah menembus 100.000 pengunjung dari dalam dan luar negeri.

Pemilik akun Instagram @thataljun-diah ini pun aktif meng-endorse kos-metik dan pakaian yang tak terhitung jumlah brand-nya. Akun yang ia buat sejak 2012 itu sudah diikuti oleh 90 ribu pengikut.

Tidak hanya di dunia entertain-ment, gadis asli Tangerang ini juga terus memperkaya wawasannya. Ia mengaku, saat ini tengah mengam-bil sekolah bahasa demi mengasah kemampuan berbahasa asing, khusus-

nya bahasa Perancis. Ia mengatakan, untuk menjadi orang yang bermanfaat dan menginspirasi, dirinya terus bela-jar.

Ilmu yang bermanfaat, lanjut Thata, bukan hanya di bangku pen-didikan, tetapi juga kemampuan bersosialisasi, bergaul dengan orang banyak dan kemampuan memecah-kan masalah. “Jika kita memiliki ilmu yang mumpuni dalam hal apapun, itu-lah yang membuat kita percaya diri,” ucap Thata saat ditemui INSTITUT di halaman Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution.

Selain itu, tambahnya, tingkah laku yang baik juga menjadi fokus dirinya untuk menjadi seseorang yang bergu-na bagi semua orang. “Kalau Habibie punya Habibie Center, aku mau bikin Thata Center yang nanti isinya ada masjid, sekolah, butik, dan sport cen-ter,” ujarnya sambil tertawa.

Untuk mencapai target jangka pan-jangnya, ia berupaya untuk terus ak-tif di kegiatan sosial. Seperti saat ini, Thata telah aktif terlibat dalam Lem-baga Swadaya Masyarakat (LSM) Cinta Indonesia bersama kawan alumni pertukaran pelajar Amerika Serikat.

Cinta Indonesia bertujuan untuk menyebarkan semangat perdamaian dan toleransi antar umat beragama. Thata bersama temannya ingin men-jadikan Indonesia lebih baik lantaran LSM ini melibatkan anak muda se-bagai agent of change.

Nur Hamidah

Komunitas yang digagas oleh Ida Sitompul, Santi Soekanto, dan Upik Djalins bermula saat mereka merasa khawatir dengan tingkat membaca anak yang rendah di wilayah ibu kota dan sedikitnya jumlah taman baca kala itu. Mereka kemudian membuat milis

dan mengundang teman-temannya agar menyumbang buku bacaan un-tuk anak-anak. Tak berapa lama, un-dangan menyumbang buku direspons positif.

Dwi Andayani, ketua Komunitas 1001 Buku berujar, selang enam bu-

lan menyebarkan informasi mengenai buku yang akan disumbang, mereka telah mampu mendistribusikan buku ke 30 taman baca di Jabodetabek, den-gan jumlah 8000 buku per taman ba-canya.

“Saat komunitas ini muncul di tahun

2002-an, anak-anak lebih suka meny-isihkan uang jajannya untuk bayar play station di tempat penyewaan daripada membeli buku,” kenang wanita yang biasa disapa Dwi, Minggu (15/3).

Mulai saat itu, wanita kelahiran Ja-karta ini bertekad, bagaimana caranya agar anak anak mengantre ke tempat buku, bukan ke tempat play station. “Saya tidak menghindari kemajuan teknologi, hanya berusaha menyeim-bangkan antara kemajuan teknologi dan budaya baca anak,” tegasnya.

Wanita lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menam-bahkan, ia tidak setuju dengan adanya stigma bahwa anak-anak Indonesia malas membaca. Namun, yang terja-di sebenarnya adalah sulitnya akses bahan bacaan. Selain itu, Dwi merasa kualitas buku bahasa Indonesia kurang baik. Sehingga buku-buku terjemahan-lah yang lebih banyak dibeli.

Kini, ujar Dwi, demi meningkatkan kesetaraan kualitas bahan bacaan anak, Komunitas 1001 Buku sendiri menyor-tir buku sumbangan dari donatur un-tuk kemudian didistribusikan ke setiap taman baca. Proses Sorting, Packaging, dan Distributing yang disebut SPD itu dilakukan oleh pihak pengelola.

Dwi menambahkan, proses sorting menentukan buku apa saja yang dapat didistribusikan. “Tidak semua buku yang kita terima dari donatur dapat didistribusikan. Kita hanya mendis-tribusikan buku layak baca anak,” ujarnya.

Tahun ini, tercatat sudah 70 taman bacaan di seluruh Indonesia yang menjadi titik distribusi buku. Dengan kemajuan yang cepat itu, mereka seo-lah mendapat angin segar. Apalagi, be-berapa relawan mulai berdatangan dan menyumbang.

Namun, layaknya roda yang terus berputar, keadaan komunitas tidak se-lamanya berjalan mulus. Semenjak ber-diri, kendala yang seringkali dihadapi ialah komitmen relawan. Status komu-nitas yang tidak mengikat, membuat banyak semangat relawan dan anggota naik turun.

“Tidak ada yang digaji dan mengga-ji. Oleh karena itu, tinggal bagaimana kita menjaga hubungan pada sesama anggota komunitas agar tetap konsis-ten,” terangnya. Biaya distribusi yang tidak sedikit, menjadi kendala selanjut-nya yang sering kali terjadi.

Dwi menegaskan, kualitas bahan bacaan anak harus merata. Selama ini, anak-anak yang tinggal di daerah pesisir memiliki akses yang sulit dalam mendapatkan buku. Kesempatan un-tuk mendapatkan buku bacaan yang baik menjadi terhambat.

“Saya melihat anak-anak Indonesia masih memiliki masalah yang sama dari dulu, yaitu kesetaraan bahan ba-caan yang berkualitas. Dengan mem-baca buku, anak seorang nelayan dapat memiliki cita-cita menjadi dokter, pergi ke London, dan ke manapun,” jelas-nya.

Di tengah pendistribusian buku, komunitas ini tengah mempersiapkan Olimpiade Taman Baca Anak (OTBA) tahun 2015. Di mana setiap tahunnya digelar berbagai perlombaan seperti mengambar, peragaan busana dari ba-rang bekas, dan lainnya.

Ketua panitia acara OTBA 2015, Luci Priandarini menyatakan, acara ini menjadi ajang kopi darat antara re-lawan dan pengelola, serta anak-anak taman baca. Bertemakan 1001 Warna Anak Nusantara, panitia mengajarkan toleransi dan keragaman pada anak anak dalam menghargai perbedaan.

Dok.

Prib

adi

Rupanya, kemahiran fashion muslim blogger, Qonitah Al Jundiah dalam merias dan berbusana sudah timbul sejak masa kanak-kanak. Gadis berda-rah Sunda yang akrab dipanggil Thata ini, saat ini tengah berada di jajaran fashion stylist hijab di dalam maupun di luar negeri.

Kegiatan 1001 Buku.

Page 14: TABLOID INSTITUT EDISI  35

SASTRA 14Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

GazalHari masih terlalu pagi

tanpa rapal–rapal peng-harapan. Pagi masih terlalu berkabut bagi bising me-sin-mesin berdoa. Pukul lima kurang lima, sisir usai menjamah kepala bersela-put Pomade, kancing-kan-cing kebosanan usai pula menyisakan satu kegelisa-han, bosan di antara kerah yang sengaja tak dikaitkan. Setelan kaki cengcorang ber-balut kaus kaki. Pula berse-nada dengan rapat berpeluk celana bahan. Hindari tiap lekuk kerut dari kekenyalan.

Kepada cermin, sebaris gigi menyeringai merdu, “...calon guru.”

Hari masih terlalu pagi tanpa desau-desau perisau.Pagi masih terlalu ber-kabut bagi denting cucian piring-piring. Selembar roti tanpa remah coklat, siap saji sedari semalam. Menjadi teman paling setia, bagi bu-lan-bulan menjelang peng-habisan. Seraya mengunyah; sekutu buku-buku masuk ke dalam barak ber-nama Goodiebag setinggi siku; men-cocok kedua kaki pada masing-mas-ing sepatu.

Di muka beranda, mantap hati ber-janji, “...berangkat.”

Bug! Bunyi pintu kamar buyarkan segala. Semesta angan. Seisi kepala. Menyudahi lamunan.

Kaswary, lelaki paruh bingung. Mahasiswa semester pertengahan fakultas keguruan. Di salah satu uni-versitas kenamaan di kota Siuman. Sedari bangun tidur, ia masih saja ber-diri di depan cermin kerelaan.

“Masih terlalu pagi tanpa secangkir lamunan. Pagi masih terlalu berka-but bagi mata. Menyaksi muluknya keinginan. Cita-cita. Penderitaan.”

Kaswary menggamit handuk. Ma-suk kamar mandi.

Kaswary menggamit handuk. Kelu-ar kamar mandi.

Pundi pakaian kotor kian bertum-puk. Melambai pisah. Cukup diting-galkan. Kasihan.

***Sambil tersenyum dan tanpa beban.

Sepanjang jalan tarik perhatian. Mata kuliah metode pendidikan, pelajaran

pokok yang tak masuk hitungan. Membeban dalam pikiran.

Rambutnya panjang. Dibiar-kan tergerai. Wajahnya berewokan. Rapi tak bengkalai. Celana blue jeans bolong dengkulnya. Mengukir sem-purna. Tak mengecewakan.

Matahari kikuk. Setengah frusta-si. Menembus hela ubun kepala. Menguapi rambut Kaswary hingga ranggas. Tentulah tak bisa. Seperti nyala petromak, tiap langkah tak luput mengawal. Seperti selebriti di panggung spekta, langkah Kaswary terawasi gemas.

Di muka jalan, langkah terhenti. Di

belang zebra, menuju seberang. Jela-ga akademika sudah di muka, tiba di depan muka. Dari muka yang zebra hingga belang–belang, adalah pula di sana sebagai penghuninya. Kaswary enggan, setengah berpaling dari niat seperginya. Menimbang bimbang da-lam gamang, “...masuk kelas tidak, ya?”

Rupa–rupa resah, tak kalah sergah. Kaswary kalah.

Rupa–rupa resah, tak kalah sergah. Kaswary menang.

Tak jadi mengalah.

***

Di muka kubus menahan siklus, sayup–sayup spiritus mulai terendus. Dari aroma ilmu dalam sarkofagus. Kas-wary tenang, rupanya Ayah-anda sudah berbaring lebih awal di dalam. Memerete-li satu persatu ilmu, dari kerangka fosil-fosil bernama silabus serupa papirus.

Ketuk pintu, gerendel setengah merukuk. Seraya mengucap salam seadan-ya, masuklah jua Kaswary menghampiri pembaringan Ayahanda. Meminta salim.

Sayang bayang teramat kepayang, telapak ramah Kaswary dibiarkan saja. Be-gitu, dan selalu saja. Lak-sana cinta para kawula, ra-pat telapak seakan terbiasa bertepuk sebelah.

Tanpa dasar falsafah, tata atur peraturan diatur terlam-pau mengatur. Atasnamakan norma yang luhur, dalam pertimangan yang mabrur.

Sementara keluhuran, makna yang mana dari salam-salim tak bersilang. Ayahanda, yang terberkati kilau di kepalanya. Nasihatmu begitu sibuk mengurus rambut gondrong, kerah baju, dan sepatu.

“...ah engkau, Kaswary. Silakan masuk kelasku di lain waktu,” katamu dari dulu, dari semasa mudamu yang sudah botak begitu.

Oleh: Tri Wibowo*

*Penulis adalah mahasiswa semester 4Jurusan Pendidikan Bahasa & Sastra

Indonesia

baru kemarin, honorarium menulis masuk ke rekeningsudah sejak lama aku ingin, jika hari ini aku berniat

berpoya dengan uang yang tak seberapa itu; beli buku

kuselusuri setumpuk loak di toko jalan Tarumanegaramenelaah usang sekian nama dan judul yang kian purbaseperti mengingat masa muda penyair yang telah matiyang berserak kini tertinggal lamunan buku-buku tua

kubaca di tempat, akan tetapi si bapak penjaga itu sudah terlanjur seringkali memarahi;

mengutuki dengan sindiran sebab aku beku berlama-lama

di pojok, tatapku terhenti pada suatu yang kukenaliaku tertarik pada patung yesus kecil melebar tanganingin kumasukan pula keranjang, tapi aku khawatir

pulang ke rumah, oleh bapak, aku dituding kafir

Januari, 2015

Ibu, kau lentera jasadku. Kau pusara dindonesiaku.

Kau surya perisai bagiku Kau simbol kemerdekaan negaraku

Keringat, darah, airmata. Semua kau tumpahkan untukku,

dan negeriku wahai ibu. Runcing bambu adalah tombakmu,

Kasih sayang adalah senjata utamamu. Siang hari kau layangkan tombak,

Malam hari kau suguhkan kasih sayang. Itu semua demi negaramu,

dan darah dagingmu kan ibu.

Senapan besar tak membuatmu gentar. Timah panas tak meredam semangatmu. Hanya tangis, hanya tangis bocahyang meredupkan keperkasaanmu.

Bangsat, bangsat kau penjajah. Kau renggut ruh ibuku. Kau pahat luka dibatinku. Akan kubalas, akan kubalas, akan kubalas!

Ibu selamat tinggal. Cintamu, pelukanmu, belaianmu. Tersimpan Selalu disanubariku.

Jakarta , 31 Juni 2011

Bukan Tuhan yang patut di salahkanBukan sang pencipta yang meniadakan

Bukan pula alam yang berubahBukan juga dunia sumber derita..

Tapi kita..Kita yang serakah

Yang tamakYang selalu merasa berkuasa

Padahal tak punya daya dan upayaKita lah yang selalu merusakYang selalu merasa berhak

HonorariumPatung Yesus

IbukuPahlawan Cermin

Oleh: Imam Budiman* Oleh: Rizki Ahmad Zainuri*Oleh: Ahmad Khoeri dan Awan Al-Ibrohimi *

*Penulis adalah mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences

*Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FITK, UIN Jakarta

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Jakarta

Sumber: Internet

Cerpen

Puisi

LPM INSTITUT - UIN JAKARTALIKE @lpminstitut

Page 15: TABLOID INSTITUT EDISI  35

SENI BUDAYA 15Tabloid INSTITUT Edisi XXXV / Maret

Ruangan yang terang oleh lampu-lampu kekuningan perlahan mulai re-dup. Satu per satu lampu dimatikan hingga hanya tersisa beberapa lampu menyala menyoroti panggung. Tak lama muncul seorang pria dengan kaos oblong putih, kemeja, dan celana hitam khas Suku Sunda.

“Tanah air kutidak kulupakan ... Kan terkenang selama hidupku ...” Pria yang juga memakai totopong, ikat kepala khas Sunda dan sandal kulit hitam itu kemudian menyanyi di atas panggung. Satu demi satu lampu kembali dinyalakan hingga terlihat empat pemain musik mengiringi. Dua pria di sisi kiri memegang bass dan gi-tar, serta dua lainnya bermain drum dan keyboard di kanan panggung.

Tepuk tangan penonton mengge-ma di setiap sudut ruangan setelah alunan lagu nasional karya Ibu Soed itu pun selesai dinyanyikan. Cahaya lampu yang menyoroti panggung kali ini berubah menjadi kemerahan. Sem-bari menyatukan kedua tangannya di depan dada, pria dengan riasan kumis

di wajahnya itu kemudian turun dari panggung.

Tak lama, dua penyanyi muncul. Wanita dengan kebaya kuning beri-ringan dengan pria berpeci hitam dan sarung menggantung di bahu. Mereka bertiga kemudian mulai menyanyikan lagu dalam bahasa sunda berjudul Hariring.

Ketiganya lalu duduk bersim-puh. Cahaya lampu kemerahan yang menyoroti panggung berganti menja-di ungu. Pertunjukan dilanjutkan de-ngan lagu berjudul Bulan. Penonton dikejutkan dengan munculnya penari bergaun hitam dengan motif batik di bagian bawahnya datang dari be-lakang kursi penonton.

Penari yang juga mengenakan kar-

digan ungu itu kemudian bergabung bersama tiga orang penyanyi tadi sambil terus melenggokan tubuhnya ke kanan dan kiri mengikuti irama musik. Tak lama, tempo musik beru-bah cepat dan para penyanyi langsung menyanyikan lagu Cing Cangkeling. Kini, mereka menari bersama dengan tempo dan gerakan yang lebih cepat.

Cahaya lampu seketika menyala dan menerangi seisi ruangan. Gera-kan tari gadis berkebaya hitam ungu tetap menjadi pusat perhatian. Ia menari dengan cepat sambil menge-lilingi para penyayi satu per satu. Setelah lagu Cing Cangkeling selesai, kemudian diteruskan dengan lagu Tokecang.

Tempo musik masih cepat. Kali ini, lagu yang dibawakan adalah Manuk Dadali. Gadis penari tadi pun menari menirukan gerakan-gerakan burung. Kemudian, gerakan tarinya berubah

lambat mengikuti iringan musik dari lagu Bubuy Bulan.

Gadis penari berpindah dari satu sudut ruangan ke sudut lain. Seiring dengan musik yang melambat, tarian-nya pun ikut melambat sampai akh-irnya lagu berhenti dan semuanya me-matung. Penonton kembali bertepuk tangan.

Konser musik bertajuk Fun Sunda ini dipentaskan dengan penyanyi uta-ma, Mario Ginanjar. Vokalis Kahitna asal Bandung tersebut menggaet adik perempuannya, Marisya yang menja-di penari utama dalam pertunjukkan di Galeri Indonesia Kaya ini.

Acara yang digelar pada Sabtu, (14/3) ini sengaja mengusung tema budaya Sunda sebagai salah satu ben-tuk apresiasi terhadap musik daerah. “Maraknya budaya asing yang masuk ke dalam negeri mempengaruhi anak muda saat ini untuk mendengarkan

lagu-lagu asing, sehingga lupa lagu daerahnya sendiri,” tutur Renitasari Adrian, Program Director Bakti Bu-daya Djarum Foundation.

Dalam acara ini, Mario Ginanjar juga berduet dengan ibunya dalam menyanyikan lagu Euis dan beberapa lagu pop Indonesia di era 1990-an. Tak hanya itu, lagu dari daerah Jawa Tengah seperti Bengawan Solo, juga ia nyanyikan bersama Nikki Thierry, penyanyi yang baru berusia 13 tahun.

Sebagai seorang penyanyi yang lahir di Bumi Parahyangan, Mario mengaku sangat senang bisa melaku-kan pertunjukan ini. “Banyak dari generasi muda saat ini tahu lagu Sunda namun tak tahu asal daer-ahnya, bahkan menganggap Suku Sunda bukan salah satu bagian dari Pulau Jawa,” tutup pria yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-33 ini.

Erika Hidayanti

Penampilan Mario Ginanjar dalam acara Fun Sunda di Galeri Indonesia Kaya, Sabtu (14/3). Acara ini diselenggarakan dalam rangka mengingatkan kembali generasi muda kepada musik daerah.

Foto: Erika/INS

Riwayat Sunda dalam Lagu

kehadiran di pembinaan. Peraturan tersebut belum disahkan sehingga tak bisa dipublikasikan. “Bisa jadi yang selama ini pembinaannya kurang akan mendapatkan pembinaan ulang, tetapi itu belum disahkan,” papar Staf Bagian Kemahasiswaan, UIN Jakarta, Amellya Hidayat, Senin (24/3).

Kepala Seksi Kemahasiswaan, Sub Direktorat Jenderal Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan, Kementerian Ag-ama (Kemenag), Rahmawati menampik adanya pemotongan atau penahanan uang Bidikmisi mahasiswa. Semua uang beasiswa, katanya, langsung diber-ikan kepada mahasiswa dan kampus hanya menjadi pengelola. “Kalau pun

ada dana yang digunakan untuk pemba-yaran pembinaan atau pengembangan karakter itu diperbolehkan dan ada di Juknis,” katanya, Jumat (20/3).

Terkait hal itu, Amel menjelaskan, dana mahasiswa yang melanggar sela-ma ini masih ada di rekening mahasiswa yang dipegang bagian kemahasiswaan. Semua dana tersebut tidak dipakai un-tuk kegiatan apa pun. “Semua uangnya masih ada, tidak ada sedikit pun yang terpakai,” ucapnya.

Saat ini, terdapat 50 dari 150 ma-hasiswa penerima Bidikmisi angkatan 2012 yang uang sakunya ditahan. Ke-pada INSTITUT, Amel menjelaskan, belum ada kejelasan akan dikemanakan

nantinya dana yang ditahan itu karena peraturan baru yang belum disahkan. “Kami usahakan peraturan ini segera disahkan, agar masalahnya cepat sele-sai,” ungkapnya.

Rekening gandaPenerima Bidikmisi angkatan 2012

dan 2013 UIN Jakarta memiliki dua rekening tabungan. Satu rekening di-pegang oleh Bagian Kemahasiswaan UIN Jakarta, dan satu lainnya oleh penerima beasiswa.

Padahal, berdasarkan Juknis Bi-dikmisi 2014, setiap perguruan tinggi melalui pengajuan ke KPPN, dapat menyalurkan dana Bidikmisi kepada mahasiswa per bulan atau maksimal

enam bulan yang diberikan melalui re-kening bank by name by address.

Menurut Amel, pembuatan rekening ganda dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan dana oleh mahasiswa. Awalnya, di tahun 2012 hanya ada satu rekening. Namun, ada mahasiswa yang mengambil seluruh uangnya selama satu semester dari rekening. “Atas dasar kejadian pengambilan uang tersebut maka dibuat kebijakan untuk adanya rekening ganda,” tutur Amel.

Sementara itu, Kepala Biro Peren-canaan dan Keuangan, UIN Jakarta, Subarja tak tahu apa-apa terkait ada-nya dua rekening mahasiswa itu. Setiap semester pengajuan pencairan dana Bi-

dikmisi dilakukan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk setiap mahasiswa berdasarkan nama dan nomor rekeningnya. “Setahu saya, semua uang itu (Rp6 juta) langsung ma-suk ke rekening mahasiswa,” ujarnya, Kamis (19/3).

Sama halnya Subarja, Rahmawati pun tidak tahu terkait adanya rekening ganda tersebut. Ia mengatakan semua uang beasiswa biasanya langsung ma-suk ke rekening mahasiswa atau ke rekening bendahara kampus yang nan-tinya akan disetor langsung ke rekening mahasiswa. “Saya tidak ingin berko-mentar banyak terkait hal itu, karena saya pun tidak tahu,” tutupnya.

Sambungan Dana Bidikmisi Ditahan

Tetap Semangat untuk Bacang Institut!

Page 16: TABLOID INSTITUT EDISI  35