system respirasi

41
SYSTEM RESPIRASI System Pernafasan Fisiologi Pernapasan Sebagian besar sel dalam tubuh memperoleh energi dari reaksi kimia yang melibatkan oksigen dan pembuangan karbondioksida. Pertukaran gas pernapasan terjadi antara udara di lingkungan dan darah. Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni: ventilasi, perfusi, dan difusi (McCance dan Huether, 1994). Supaya pertukaran gas dapat terjadi, organ, saraf, dan otot pernapasan harus utuh dan sistem saraf pusat mampu mengatur siklus pernapasan. Ventilasi Ventilasi merupakan proses untuk mengerakkan gas ke dalam dan keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thokraks yang elastis dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik yang keluar dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat. (Potter And Perry,1999). Kerja Pernapasan Pernapasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernapasan ditentukan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan napas, keberadaan ekspirasi yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Created by: FisherMonaco

Upload: vindy-cesariana

Post on 23-Oct-2015

41 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

SYSTEM RESPIRASI

 System Pernafasan

Fisiologi Pernapasan

Sebagian besar sel dalam tubuh memperoleh energi dari reaksi kimia yang melibatkan

oksigen dan pembuangan karbondioksida. Pertukaran gas pernapasan terjadi antara udara di

lingkungan dan darah. Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni: ventilasi, perfusi,

dan difusi (McCance dan Huether, 1994). Supaya pertukaran gas dapat terjadi, organ, saraf, dan

otot pernapasan harus utuh dan sistem saraf pusat mampu mengatur siklus pernapasan.

Ventilasi

Ventilasi merupakan proses untuk mengerakkan gas ke dalam dan keluar paru-paru. Ventilasi

membutuhkan koordinasi otot paru dan thokraks yang elastis dan persarafan yang utuh. Otot

pernapasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik yang

keluar dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat. (Potter And Perry,1999).

Kerja Pernapasan

Pernapasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru

berkontraksi. Kerja pernapasan ditentukan oleh  tingkat kompliansi paru, tahanan jalan napas,

keberadaan ekspirasi yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.

Kompliansi merupakan kemampuan paru distensi (Dettenmeier, 1992) atau mengembang sebagai

respons terhadap peningkatan tekanan intraalveolar. Kompliansi menurun pada penyakit, seperti

edema pulmonar, interstisial, fibrosis pleura dan kelainan struktur traumatik atau kongenital,

seperti kifosis atau fraktur iga.

Surfaktan merupakan zat kimia yang diproduksi di paru oleh sel tipe dua alveolar yang

mempertahankan tegangan permukaan alveoli dan mencegahnya dari kolaps.

Tahanan jalan napas merupakan perbedaan tekanan antara mulut dan alveoli terkait dengan

kecepatan aliran gas yang diinspirasi. Tahanan jalan napas dapat mengalami peningkatan akibat

obstruksi jalan napas, penyakit di jalan napas kecil (seperti asma), dan edema trakeal. Jika

Created by: FisherMonaco

tahanan meningkat, jumlah udara yang melalui jalan napas anatomis menurun (Potter And

Perry,1999)..

Anatomi Paru

Saluran Udara

Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan dan

dilembabkan dengan uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus

respiratorius dan duktus alveolaris sampai ke alveoli. Antara trakea dan sakus alveolaris terdapat

23 kali percabangan saluran udara. Enam belas percabangan pertama saluran udara merupakan

zona konduksin yang menyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri dari

bronkus, bronkiolus dan brounkiolus terminalis. Tujuh percabangan berikutnya merupakan zona

peralihan dan zona respirasi, tempat terjadinya pertukaran gas, dan terdiri dari bronkiolus

respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Adanya percabangan saluran udara majemuk ini

sangat meningkatkan luas total penampang melintang saluran udara, dari 2,5 cm2 di trakea,

menjadi 11.800 cm2 di alveoli. Akibatnya, kecepatan aliran udara di dalam saluran udara kecil

sangat menurun mencapai nilai yang rendah.

Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru, dan pada umumnya struktur antara udara

dan darah kapiler tempat terjadinya difusi O2 dan CO2 sangat tipis. Pada manusia didapatkan 300

juta alveoli, dan luas keseluruhan dinding alveoli yang berhubungan dengan pembuluh kapiler

dalam kedua paru sekitar 70 m3 (Ganong FW, 1998).

Tiap alveolus dilapisi oleh dua jenis sel epitel. Sel tipe I merupakan sel gepeng yang memiliki

perluasan sitoplasma yang besar dan merupakan sel pelapis utama. Sel tipe II (pneumosit

granular) lebih tebal dan mengandung banyak badan inklusi lamelar. Sel-sel ini mensekresi

surfaktan. Kemungkinan terdapat pula sel epitel jenis khusus lainnya, dan paru-paru juga

memiliki makrofag alveolus paru (PAMs = Pulmonary Alveolar Macrophages), limfosit, sel

plasma, sel APUD serta sel mast. Sel mas mengandung heparin, berbagai lipid, histamin, dan

berbagai protease yang ikut ambil bagian dalam reaksi alergi (Ganong FW, 1998).

Bronkus dan Persarafannya

Created by: FisherMonaco

Dinding trakea dan bronkus mengandung tulang rawan, tetapi relatif hanya sedikit otot polos.

Dindingnya dilapisi oleh epitel bersilia yang mengandung kelenjar mukus dan serosa. Epitel

bersilia ini terdapat sampai dengan bronkiolus respiratorius, namun kelenjar tidak didapati pada

epitel  bronkiolus dan bronkiolus terminalis serta dindingnya tidak mengandung tulang rawan.

Walaupun demikian, dindingnya mengandung lebih banyak otot polos, dan jumlah otot polos

terbanyak bila dibandingkan dengan ketebalan dindingnya, didapatkan pana bronkiolus

terminalis. Dinding bronkus dan bronkiolus dipersarafi oleh susunan saraf otonom. Ditemukan

banyak reseptor muskarinik, dan perangsangan kolinergik mengakibatkan bronkokonsriksi. Di

sel mast. Otot polos dan epitel bronkus didapatkan reseptor adrenergik β1 dan β2. Banyak dari

reseptor tersebut tidak mempunyai persarafan. Sebagai reseptor terletak pada ganglia dan ujung

saraf koligernik, dan menghambat pelepasan asetilkolin. Pada manusia, reseptor β2 lebih

menonjol, dan pemberian inhalasi atau suntikan agonis β seperti isoproterenol menimbulkan

bronkodilatasi dan penurunan sekresi bronkus(Ganong FW, 1998).

Sebagai tambahan, terdapat pula persarafan nonkoligernik, nonadrenergik pada bronkiolus yang

menyebabkan bronkodilatasi, dan bukti menunjukkan bahwa VIP merupakan mediator yang

berperan dalam terjadinya dilatasi. Leukotrien LTC4, LTD4, dan LTE4 (lihat bab 17) merupakan

bronkokonstriktor kuat, terutama pada pemberian secara inhalasi. Beberapa serat saraf pada

paru-paru mengandung substansi P yang menimbulkan bronkokonstriksi serta sekresi mukus.

Serat saraf lainnya mengandung CCK 8, CGRP dan polipeptida lain, namun fungsi dari

polipeptida tersebut masih belum diakui(Ganong FW, 1998)..

Sirkulasi Paru

Hampir seluruh darah dalam tubuh  mengalir melalui arteri pulmonalis menuju jalinan kapiler

paru, tempat terjadinya oksigenasi darah dan kemudian dikembalikan ke atrium kiri melalui vena

pulmonalis. Arteri bronkialis yang jauh lebih kecil dan letaknya terpisah, merupakan cabang

aorta; dan vena bronkialis akan mengirimkan darahnya menuju vena azygos. Peredaran bronkial

berfungsi memberi nutrisi pada bronkus dan pleura, namun didapatkan anastomosis yang luas

antara jalinan kapiler bronkial dengan pulmonal. Didapatkan saluran limfe pada paru pada

jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan pada organ lain(Ganong FW, 1998)..

Created by: FisherMonaco

Mekanika Pernapasan

Inspirasi & Ekspirasi

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya ditemukan

selapis tipis cairan di antara paru-paru dan dinding dada. Paru-paru dengan mudah dapat bergeser

sepanjang dinding dada seperti halnya 2 lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat

digeser tetapi tidak dapat dipisahkan. Tekanan di dalam “ruang” antara paru-paru dan dinding

dada (tenanan intrapleura) bersifat subatmosferik. Pada saat kelahiran, jaringan paru

dikembangkan sehingga terengang, dan pada akhir ekspirasi tenang, kecenderungan daya rekoil

jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh daya rekoil dinding dada ke arah

yang berlawanan. Apabila dinding dada dibuka, paru-paru akan kolaps; dan apabila paru-paru

kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembam menyerupai bentuk gentong (barrel shaped).

Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume

intratorakal. Takanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar –2,5

mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal ispirasi, menjadi –6 mmHg. Jaringan paru

semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif, dan udara

mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya rekoil paru mulai menarik dinding dada

kembali ke kedudukan ekspirasi sampai terjadi keseimbangan kembali antara daya rekoil

jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di dalam saluran udara menjadi lebih positif, dan udara

mengalir meninggalkan paru-paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif

yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun pada awal

ekspirasi, masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam

daya rekoil paru dan memperluas ekspirasi.

Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai –30 mmHg, menimbulkan

pengembangan jaringan paru yang lebih besar. Apabila ventilasi meningkat, derajad

pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi aktif otot-otot ekspirasi yang

menurunkan volume intratorakal(Ganong FW, 1998)..

Created by: FisherMonaco

Volume Paru

Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang keluar dari

paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah udara yang

masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa disebut

volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume/IRP). Jumlah udara yang dapat

dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi, setelah ekspirasi biasa

disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan udara yang masih

tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu (residual

volume/RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta dalam proses

pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan. Pengkuran

kapasitas vital, yaitu jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru-paru setelah

inspirasi maksimal, seringkali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru. Nilai tersebut

bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernapasan serta beberapa

aspek fungsi pernapasan lain. Fraksi volume kapasitas vital dikeluarkan pada satu detik pertama

melalui ekspirasi paksa (volume ekspirasi paksa 1 detik, FEV1, FEV 1”, kapasitas vital

berwaktu/timed vital capasity) dapat memberikan informasi tambahan; mungkin diperoleh nilai

kapasitas vital yang normal tetapi nilai FEV1 menurun pada penderita penyakit asma, yang

mengalami peningkatan tahanan saluran udara akibat kontribusi bronkus. Pada keadaan normal,

jumlah udara yang diinspirasikan selama satu menit (ventilasi paru, volume respirasi semenit)

sekitar 6L (500 mL/napas x 12 napas/menit). Ventilasi volunter maksimal (Maximal Voluntary

Ventilation/MVV), atau yang dahulu disebut kapasitas pernapasan maksimun (Maximal

Breathing Capasity), adalah volume gas terbesar yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan selama

1 menit secara volunter. Pada keadaan normal, MVV berkisar antara 125-170 L/menit(Ganong

FW, 1998)..

Otot-Otot Pernapasan

Gerakan diafragma menyebutkan perubahan volume intratorakal sebesar 75% selama inspirasi

tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, membentuk kubah di

atas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat berkontraksi. Jarak pergerakan

diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi .

Created by: FisherMonaco

Diafragma terdiri atas tiga bagian: bagian kostal, dibentuk oleh serat otot yang bermula dari iga-

iga sekaliling bagian dasar rongga toraks; bagian krural, dibentuk oleh serat otot yang bermula

dari ligamentum sepanjang tulang belakang; dan tendon sentral, tempat bergabungnya serat-serat

kostal dan krural. Serat-serat krural melintasi kedua sisi esofagus. Tendon sentral juga mencakup

bagian inferior perikardium. Bagian kostal dan krural diafragma dipersarafi oleh bagian lain

nervus frenikus dan dapat berkontraksi secara terpisah. Sebagai contoh .pada waktu muntah dan

bersendawa, tekanan intra-abdominal meningkat akibat kontraksi serat kostal diafragma,

sedangkan serat-serat krural tetap lemas, sehingga memungkinkan bergeraknya berbagai bahan

dari lambung ke dalam esofagus(Ganong FW, 1998)..

Otot inspirasi penting lainnya adalah muskulus interkontalis eksternus, yang berjalan dari iga

ke iga secara miring ke arah bawah dan ke depan. Iga-iga berputar seolah-olah bersendi di bagian

punggung, sehingga ketika otot interkontalis eksternus berkontraksi, iga-iga di bawahnya akan

terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar diameter

anteroposterior rongga dada. Diameter transversal boleh dikatakan hampir tidak berubah.

Masing-masing otot interkostalis eksternus maupun diafragma dapat mempertahankan ventilasi

yang adekuat pada keadaan istirahat. Potongan melintang medula spinalis di atas segmen

servikalis ketiga dapat berakibat fatal bila tidak diberikan pernapasan buatan, namun tidak

demikian halnya bila dilakukan pemotongan di bawah segmen servikalis kelima, karena nervus

frenikus yang mempersarafi diafragma tetap utuh; nervus frenikus timbul dari medula spinalis

setinggi segmen servikal 3-5. Sebaliknya, pada penderita dengan paralisis bilateral nervus

frenikus agak sukar tetapi cukup adekuat untuk mempertahankan hidup. Muskulus skalenus dan

sternokleidomastoideus di leher merupakan otot-otot inspirasi tambahan yang ikut membantu

mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam(Ganong FW, 1998)..

Apabila otot ekspresi berkontraksi, terjadi penurunan volume intratorakal dan ekspirasi paksa.

Kemampuan ini dimiliki otot-otot interkostalis internus karena otot-otot ini berjalan miring ke

arah bawah dan belakang dari iga ke iga, sehingga pada waktu berkontraksi akan menarik rongga

dada ke bawah . kontraksi otot dinding abdomen anterior juga ikut membantu proses ekspirasi

dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra

abdominasi yang akan mendorong diafragma ke atas.

Created by: FisherMonaco

Tonus Bronkus

Secara umum, otot polos pada dinding bronkus berfungsi membantu mempertahankan distribusi

ventilasi yang merata. Rangsangan pada reseptor sensorik di saluran napas oleh iritan dan zak

kimia seperti sulfur dioksida menimbulkan reflek bronkokonstriksi yang disalurkan melalui jaras

kolinergik. Bronkokonstriksi juga dapat ditimbulkan oleh udara dingin serta sewaktu melakukan

kerja jasmani, mungkin karena adanya peningkatan pernapasan sewaktu olahraga akan

mendinginkan saluran udara. Leukotrin menyebabkan bronkonstriksi, sedangkan antagonis LTD,

dapat mengurangi derajad bronkokonstriksi sewaktu berolahraga. Selain itu otot-otot bronkus

juga melindungi bronkus sewaktu batuk. Tonus bronkus memiliki irama sirkadian, yaitu

konstriksi maksimal terjadi sekitar pukul 06.00 pagi dan dilatasi maksimal terjadi sekitar pukul

18.00 sore. VIP menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, dan telah dibuktikan adanya sistem

saraf nonadrenergik nonkolinergik yang mengatur tonus bronkus melalui VIP. Dilaporkan

pula adanya defisiensi atau tidak terdapatnya VIP pada sebagian besar penderita asma(Potter

And Perry,1999)..

Kompilasi Paru-Paru dan Dinding Dada

Interaksi antara daya rekoil jaringan paru dan daya rekoil dinding dada dapat diperlihatkan pada

subjek hidup. Subjek percobaan bernapas melalui sebuah spirometer yang dilengkapi sebuah

katup di belakang mouth-piece, dengan kedua cuping hidung dijepit rapat. Mouth-piece ini

dilengkapi dengan alat pengukur tekanan. Setelah subjek menghirup sejumlah volume udara,

katup diputar sehingga saluran udara tertutup. Otot-otot pernapasan dibiarkan berelaksasi,

sementara tekanan dalam saluran udara dicatat. Tindakan ini diulang setelah menghirup atau

secara aktif mengeluarkan sejumlah volume udara. Kurva tekanan saluran udara yang diperoleh

melalui percobaan dan ini digambarka terhadap volume, merupakan kurva tekanan relaksasi

keselurugan sistem pernapasan . pada volume paru yang sesuai dengan jumlah udara dalam paru

pada akhir ekspirasi tenang (volume relaksasi, sama dengan kapasitas residu fungsional),

tekanan dalam saluran udara sama dengan nol. Peningkatan volume dalam paru menghasilkan

tekanan positif, sedangkan penurunan volume dalam paru menimbulkan tekanan negatif.

Perbandingan antara perubahan volume paru dengan satuan perubahan tekanan saluran udara

(ΔV/ΔP) menggambarkan kemudahan diregangnya (komplians) jaringan paru dan dinding dada.

Created by: FisherMonaco

Pada umumnya, pengukuran dilakukan pada kisaran kurva tekanan relaksasi yang paling curam,

dan nilai normalnya adalah 0,2 L/cm H2O. Walaupun demikian, komplians bergantung pada

volume udara dalam paru; seorang yang hanya memiliki satu paru menunjukkan nilai ΔV

separuh dari ΔV individu normal untuk ΔV tertentu. Komplians juga sedikit lebih besar jika

diukur selama pengempisan paru dibandingkan apabila diukur selama pengembangan paru. Oleh

sebab itu lebih banyak informasi dapat diperoleh apabila dilakukan pemerikasaan kurva tekanan

volume keseluruhan. Bendungan dan fibrosis jaringan interstisial paru akan menggeser kurva ke

bawah kanan (komplians menurun). Pada enfisema, kurva bergeser ke atas kiri (komplians

meningkat). Perlu diperhatikan bahwa kompliasn merupakan pengukuran statik daya rekoil

jaringan paru dan dinding dada. Perbedaan tekanan yang diperlukan untuk mengalirkan suatu

satuan volume udara menunjukkan besar tahanan jaringan paru dan dinding dada; dan

pengukuran yang lebih bersifat dinamik ini (buan statik) juga berkaitan dengan besar tahanan

aliran udara dalam saluran napas.

 

Tegangan Permukaan Alveolar

Suatu faktor penting yang mempengaruhi komplians jaringan paru adalah tegangan permukaan

yang ditimbulkan oleh cairan yang melapisi alveolus. Dampak faktor ini pada berbagai volume

paru dapat diukur dengan cara mengeluarkan paru-paru dari tubuh serta mengembangkannya

secara bergantian menggunakan sa-line dan udara sambil mengukur tekanan intrapulmonal.

Kuva tekanan-volume yang diperoleh pada pemberian saline hanya menunjukkan elastisitas

jaringan, karena saline menurunkan tegangan permukaan sampai hampir nol, sedangkan kurva

yang diperoleh pada pemberian udara menunjukkan elastisitas jaringan dan tegangan permukaan.

Perbedaan antara kedua kurva, yaitu elastisitas akibat tegangan permukaan, jauh lebih rendah

saat volume paru yang kecil dibandingkan saat volume paru yang besar. Tegangan permukaan

juga jauh lebih rendah dibandingkan tegangan permukaann yang diharapkan pada pertemuan air-

udara dengan dimensi yang sama.

Surfaktan Tegangan permukaan  yang rendah pada waktu alveolus kecil disebabkan oleh adanya surfaktan

(suatu lipid yang merendahkan tegangan permukaan) di dalam cairan yang melapisi alveolus.

Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin (DPPC), berbagai lipid lain dan

protein (Tabel 2.1). Apabila tegangan permukaan tersebut tidak dipertahankan rendah saat

Created by: FisherMonaco

alveouls mengecil selama ekspirasi, maka sesuai dengan hukum  Laplace (lihat bab 30), alveolus

akan kolaps. Pada struktur berbentuk sferis seperti alveolus, tekanan pengembagan setara dengan

2 kali tegangan dibagi jari-jari (Pernapasan=2T/r);

Tabel 2.1.. Perkiraan komposisi surfaktan

Komponen Persen komposisi

Olpalmitoilfosfatidilkolin

Fosfatidilgilsin

Fosfolipid lain

Lipid netrat

Protein

Karbohidrat

62

5

10

10

8

8

 

Jika T tidak diturunkan bila r berkurang, maka nilai tegangan akan melampaui tekanaan

pengembangan. Surfaktan juga berfungsi membantu mencegah terjadinya edema paru.

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa bila tidak terdapat surfaktan, tegangan permukaan

alveolus yang tidak dilawan akan menimbulkan tekanan sebesar 20 mmHg yang mengakibatkan

transudasi caran dari darah ke dalam alveolus.

Fosfolipid yang memiliki “kepala” hidrofilik dan 2 “ekor” asam lemak hidrofobik sejajar

berberis sepanjang alveolus dengan ekornya menghadap ke lumen alveolus, dan tegangan

permukaan berbanding terbalik dengan konsentrasinya per satuan luas. Molekul-molekul

fosfolipid bergerak menjauh sewaktu alveolus membesar saat inspirasi, dan tegangan permukaan

meningkat, sebaliknya tegangan permukaan menurun saat molekul bergerak saling mendekati

selama ekspirasi.

Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan lamelar sprsifik, yaitu organel yang

mengandung gulungan fosfolipid dab terikat pada membran sel, dibentuk dalam sel-sel tersebut

dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis. Tabung lipid yang disebut mielin

tubular dibentuk dari tonjolan badan, dan mielin tubular selanjutnya membentuk lapisan

Created by: FisherMonaco

fosfolipid. Sebagian kompleks protein-lipid di dalam surfaktan diambil kembali ke dalam sel

alveolus tipe II secara endositosis danb didaur ulang.

Pembentukan lapisan fosfolipid sangat dipermudah oleh protein dalam surfaktan. Bahan ini

mengandung 3 protein utama, SP-A, SP-B, dan SP-C. SP-A adalah suatu glikoprotein besar dan

memiliki ranah (domain) menyerupai kolagen di dalam strukturnya. Diperkirakan SP-A

mempunyai bererapa fungsi beberapa fungsi, termasuk mengatur umpan balik pengambilan

kembali surfaktan oleh sel epitel alveolus tipe II yang mensekresikannya. SP-B dan SP-C adalah

protein yang lebih kecil yang menfasilitasi pembentukan lapisan fosfolipid monomolekuler.

Surfaktan mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus melakukan gerakan

pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat kalahiran. Setelah lahir, bayi

melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya akan mengembang. Adanya

surfaktan mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali. Defisiensi surfaktan merupakan

penyebab terjadinya penyakit membran hialis (sindroma gawat pernapasan, RDS =

respiratory distress syndrome), suatu penyakit paru serius yang terjadi pada bayi yang lahir

sebelum sistem surfaktannya berfungsi. Pada bayi tersebut didapatkan tegangan permukaan

dalam paru yang tinggi, dan didapatkan banyak daerah dengan alveolus yang kolaps (atelektasis).

Pemberian fosfolipid saja secara inhalasi tidak banyak bermanfaat pada RDS. Namun pemberian

surfaktan sapi yang mengandung fosfolipid dan protein ternyata memberikan hasil yang cukup

memuaskan.

Ukuran dan jumlah inklusi pada sel tipe II akan meningkat oleh pengaruh hormaon tiroid, dan

RDS lebih sering dijumpai serta lebih oarah pada bayi dengan kadar hormon tiroid plasma yang

rendah dibandingkan poda bayi dengan kadar hormon plasma normal. Proses pematangan

surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormaon glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan

cukup bulan didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal, serat jaringan parunya

kaya akan reseptor glukokortikoid. Selain itu, insulin menghambat  penumpukan SP-A dalam

kultur jaringan paru janin manusia, dan didapatkan hiperinsulinisme pada janin dari ibu yang

menderita diabetes. Hal ini dapat menerangkan terjadinya peningkatan insidens RDS pada bayi

yang lahir dari ibu yang menderita diabetes.

Created by: FisherMonaco

Bercak atelektasis juga dikaitkan dengan difisiensi surfaktan pada pasien yang menjalani

pembedahan jantung menggunakan pompa oksigenator dan sirkulasi parunya dihambat. Selain

itu, difisiensi surfaktan mungkin memegang peranan akan timbulnya beberapa kalainan setelah

penutupan bronkus utama, oklusi satu arteri pulmonalis atau pemberian inhalasi O2 100% jangka

lama. Didapatkan penurunan jumlah surfaktan dalam paru seorang perokok sigaret.

Tebel Komponen-komponen yang membentuk kerja pernapasan selama inspirasi tenang, dan

persentase kontribusi masing-masing komponen.

Kerja nonelastis

Tahanan viakos

Tahanan saluran udara

Kerja elastis

 

7%

28%

65%

 

Kerja Pernapasan Otot-otot pernapasan melakukan kerja untuk meregang jaringan elastis dinding dada dan paru-

paru (kerja elastis), menggerakkan jaringan tidak elastis (tahan viskos), serta menggerakkan

udara melalui jalan pernapasan (Tebel 2.2). Mengingat bahwa tekanan dikalikan volume (g/cm2

x cm3 = g x cm) mempunyai besara yang sama dengan kerja (gaya x jarak), maka kerja

pernapasan dapat dihitung dari kurva tekanan relaksasi. Kerja elastik total yang dibutuhkan

untuk inspirasi adalah area ABCD. Perhatikan bahwa kurva tekanan relaksasi sistem pernapasan

total berbeda dengan kurva tekanan jaringan paru-paru saja. Kerja elastik sebenarnya yang

dibutuhkan untuk meningkatkan volume dalam paru-paru saja adalah area ABDEA. Jumlah kerja

elastik yang dibutuhkan untuk mengembangkan seluruh sistem pernapasan lebih kecil daripada

jumlah kerja yang diperlukan untuk mengembangkan jaringan paru saja, karena sebagian energi

kerja berasal dari energi elastik yang hilang dari rongga dada (area AFGBA) setara dengan

energi yang diperoleh paru-paru (area AEDCA).

Selama pernapasan tenang, tahanan gesekan akibat gerakan udara relatif kecil, namun cukup

untuk menimbulkan perubahan tekanan intrapleura yang menyebabkan perubahan volume dalam

paru-paru selama inspirasi dan ekspirasi, menimbulkan suatu lingkaran histeresis dan bukan

suatu garis ,lurus, apabila tekanan digambarkan terhadap volume. Apabila aliran udara terjadi

Created by: FisherMonaco

turbulen selama pernapasan cepat, energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan udara akan lebih

besar dibandingkan bila aliran udara tersebut laminer.

Perkiraan kerja total selama pernapasan tenang berkisar antara 0,3 sampai 0,8 kg-m/menit. Nilai

ini meningkat dengan jelas selama latihan fisik, namun kebutuhan energi untuk pernapasan pada

individu normal kurang dari 3% kebutuhan energi total selama latihan fisik. Kerja pernapasan

sangat meningkat pada beberapa penyakit seperti enfisema, asma dan gagal jantung kongestif

yang disertai dispnea dan ortopnea. Otot-otot pernapasan menunjukkan hubungan panjang

tegangan seperti halnya otot rangka lain atau jantung, dan apabila otot pernapasan diregang

secara berlebihan, kuat kontraksinya berkurang. Otot-otot ini juga dapat menjadi lebih dan

mengalami kegagalan (kegagalan memompa), mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat.

Melalui mekanisme yang belum diketahui, pemberian aminoilin meningkatkan kekuatan

kontraksi otot diafragma pada manusia dan bermanfaat dalam pengobatan kegagalan

pemompaan.

 

Pertukaran Gas Dalam Paru-Paru

Komposisi Udara Alveolus

Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli (udara alveolus) ke dalam aliran

darah, dan CO2 terus-menerus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Pada keadaan seimbang,

udara inspirasi bercampur dengan udara alveolus, menggantikan O2 yang telah masuk ke dalam

darah dan mengencerkan CO2 yang telah memasuki alveoli. Sebagian udara campuran ini akan

dikeluarkan. Kandungan O2 udara alveolus akan menurun dan kandungan CO2 -nya meningkat

sampai inspirasi berikutnya. Pada akhir ekspirasi tenang (kapasitas residu fungsional), volume

udara di dalam alveoli sekitar 2L, sehingga setiap perubahan sejumlah 350 mL selama inspirasi

dan ekspirasi sangat sedikit mengubah besar PO2 dan PCO2. Pada kenyataannya, komposisi udara

alveolus relatif tetap konstan, tidak hanya pada saat istirahat tetapi juga pada berbagai keadaan

lain (Ganong FW, 1998).

Pengambilan Contoh Udara Alveolus Secara teoritis, udara yang diekspirasikan merupakan udara alveolus, kecuali 150 mL, kecuali

150 mL udara ekspirasi awal, walaupun selalu terdapat udara campuran pada fase peralihan

Created by: FisherMonaco

antara udara ruang rugi dengan udara alveolus. Dengan demikian, untuk melakukan analisis gas

diambil bagian terakhir udara ekspirasi. Dengan menggunakan alat mutakhir yang dilengkapi

dengan katup otomatis uang sesuai, dimungkinkan untuk mengambil 10 mL terakhir udara

ekspirasi selama pernapasan tenang.

Difusi Melalui Membran Alveolus-KapilerGas berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru atau sebaliknya melintasi membran

alveolus-kapiler yang tipis yang dibentuk oleh epitel pulmonal, endotel kapiler serta membran

basalis masing-masing yang berfusi. Tercapai atau tidaknya keseimbangan senyawa yang

melintas dari alveoli ke dalam darah kapiler dalam waktu 0,75 detik yang diperlukan untuk

melewati kapiler paru pada saat istirahat bergantung pada reaksinya dengan senyawa dalam

darah. Sebagai contoh gas anestesi nitrogen oksida tidak bereaksi, dan N2O mencapai

keseimbangan dalam waktu sekitar 0,1 detik. Pada keadaan ini, jumlah N2O yang masuk ke

dalam tubuh tidak dibatasi oleh kemampuan difusi melainkan oleh jumlah darah yang mengalir

melalui kapiler paru (perfusion-limited). Di pihak lain, karbon monoksida diambil oleh

hemoglobin dalam sel darah merah dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga tekanan

parsial CO di dalam kapiler tetap sangat rendah dan keadaan seimbang tida dapat tercapai dalam

waktu 0,75 detik saat darah berada dalam kapiler baru. Oleh sebab itu, pada keadaans istirahat

perpindahan CO bukan dibatasi oleh besarnya perfusi, melainkan oleh kemampuan difusi

(difusion-limited). Perpindahan O2 terletak antara N2O dan CO; O2 diambil oleh hemoglobin

tetapi jauh lebih lambat dibandingkan CO, dan mencapai keseimbangan dengan darah kapiler

dalam waktu sekitar 0,3 detik. Jadi, ambilan O2 juga dibatasi ileh perfusi.

Kapasitas difusi paru untuk suatu gas berbanding lurus dengan luas membran alveolus-kapiler

dan berbanding terbalik dengan tebal membran. Kapasitas difusi CO (DLCO) diukur sebagai

indeks kapasitas difusi karena pengambilannya dibatasi oleh kemampuan difusi. DLCO sebanding

dengan jumlah CO yang memasuki alveoli dikurangi tekanan parsial CO dalam darah yang

masuk ke kapiler paru. Nilai terakhir ini mendekati no sehingga dapat diabaikan, kecuali pada

perokok habitual, dan persamaan tersebut menjadi

DLCO =     

Created by: FisherMonaco

Pada keadaan istirahat, nilai normal DLCO sekitar 25 mL/menit/mmHG. Nilai ini meningkat 3 kali

selama latihan fisik akibat dilatasi kapiler dan peningkatan jumlah kapiler yang aktif.

PO2 udara alveolus normal adalah 100 mmHg dan PO2 darah yang memasuki kapiler paru adalah

40 mmHG. Seperti halnya CO, kapasitas difusi O2 pada keadaan istirahat adalah 25

mL/menit/mmHg, dan PO2 dalam darah meningkat mencapai 97 mmHg. Nilai yang sedikit lebih

rendah daripada PO2 alveolus. Nilai ini berkurang menjadi 95 mmHg di dalam aorta akibat

adanya pintas (shunt) fisiologis. DLO2 meningkat mencapai 65 mL/menit/mmHg selama latihan

fisik dan menurun pada penyakit seperti sarkoidosis dan keracunan birilium (biriliosis) yang

menimbulkan fibrosis dinding alveolus. Penyebab lain fibrosis paru adalah sekresi PDGP

berlebihan oleh makrofag alveolus, yang merangsang sel mesenkim di sekitarnya.

PCO2 darah vena adalah 46 mmHg, sehingga CO2 berdifusi dari darah ke dalam alveoli sesuai

selisih tekanan tersebut. PCO2 darah yang meninggalkan paru adalah 40 mmHg. CO2 mampu

menembus sleuruh membran biologis dengan mudah, dan kapasitas difusi paru untuk CO2 jaub

lebih besar dibandingkan O2. inilah sebabnya mengapa retensi CO2 jarang merupakan masalah

pada penderita fibrosis alveolus welaupun terdapat penurunan kapasitas difusi O2 yang

nyata(Ganong FW, 1998).

Sirkuasi Pulmonal

Pembuluh Darah Paru

Jalinan pembuluh darah paru yang menyerupai pembuluh darah sistemik, tetapi tebal dinding

pembuluh arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya hanya sekitar 30% tebal dinding aorta, dan

pembuluh arteri kecil, berbeda dengan arteriola sistemik, merupakan tabung endotel yang relatif

sedikit mengandung otot polos di dalam dindingnya. Pada dinding pembuluh jaringan otot polos.

Pembuluh kapiler paru berukuran besar, dan didapatkan banyak anastomosis, sehingga setiap

alveolus diliputi oleh keranjang kapiler.

Tekanan, Volume, dan AliranDarah yang keluar dari ventrikel kiri akan kembali ke atrium kanan dan selanjutnya diejeksikan

oleh ventrikel kanan, menyebabkan sirkulasi pulmonal memiliki keunikan yaitu bahwa di

dalamnya terkandung aliran darah yang hampir sama dengan jumlah darah di seluruh organ

Created by: FisherMonaco

tubuh lainnya,  dengan dua pengecualian dalam kuantitas kecil. Salah satu pengecualian adalag

aliran darah bronkial. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, didapatkan anastomosis yang luas

antara kapiler bronkial dan kapiler pulmonal, dan walaupun sejumlah darah bronkial mengalir ke

vena bronkial, sebagain darah mengalir ke dalam kapiler pulmonal, memintasi ventrikel kanan.

Pengecualian yang lain adalah darah yang mengalir dari arteri koronaria ke dalam rongga

jantung sebelah kiri. Adanya pintas fisiologis kecil yang dibentuk oleh 2 pengecualian tersebut

mengakibatkan PO2 darah arteri sistemik turun sekitar 2 mmHg lebih rendah dibandingkan darah

yang telah mencapai keseimbangan dengan udara alveolus, dan saturasi hemoglobin juga

berkurangs sekitar 0,5%.

Keseluruhan sistem pembuluh darah pulmonal merupakan susunan pembuluh bertekanan rendah

yang dapat mengembang. Tekanan darah dalam arteri pulmonalis sekitar 24/9 mmHg, dan

tekanan arteri rata-ratanya sekitar 15 mmHg. Tekanan di dalam atrium kiri sekitar 8 mmHg

selama diastol, sehingga selisih tekanan dalam sistem pembuluh pulmonal hanya sekitar 7

mmHg, jika dibandingkan dengan selisih tekanan dalam sirkulasi sistemik yang besarnya sekitar

90 mmHg. Menerik untuk diperhatikan bahwa penurunan tekanan dari arteri pulmonalis sampai

ke kapiler paru relatif kecil dan penurunan tekanan di dalam sistem vena lebih nyata.

Volume darah di dalam pembuluh pulmonal setiap saat adalah sekitar 1 L, dan kurang dari 100

mL berada dalam kapiler. Keceopatan sama dengan di dalam aorta (sekitar 40 cm/detik).

Kecepatan aliran ini menurun dengan tajam, dan agak meningkat kembali di dalam vena-vena

pulmonalis yang besar. Satu sel darah merah membutuhkan waktu sekitar 0,75 detik untuk

melintasi kapiler paru pada keadaan istirahat, dan sekitar 0,3 detik atau kurang sewaktu latihan

fisik(Ganong FW, 1998).

Tekanan KapilerTekanan di dalam kapiler paru sekitar 10mmHg, sedangkan tekanan onkotiknya adalah 25

mmHg, sehingga terdapat selisih tekanan yang mengarah ke dalam sebesar 15 mmHg yang

menjaga agar alveolus tetap bebas cairan. Apabila tekanan di dalam kapiler paru melampaui 25

mmHg seperti yang mungkin terjadi apabila terdapat “kegagalan mundur” (backward failure)

ventrikel kiri timbul kongesti dan edema paru. Penderita stenosis ketup mitral juga akan

mengalami peningkatan tekanan progresif menahun di dalam kapiler paru disertai perubahan

Created by: FisherMonaco

fibrotik yang luas pada pembuluh paru. Gejala edema paru pada pada stenosis katup mitral tidak

terlalu menonjol dibandingkan pada gagal jantung kongestif yang sesungguhnya, mungkin

disebabkan karena “terlindungnya” kapiler paru oleh fibrosis dan konstriksi pembuluh arteri

pulmonalis.

Pengaruh GravitasiGravitasi memberikan dampak yang cukup jelas pada sirkulasi pulmonal. Pada posisi tegak,

bagian atas paru-paru berada jauh di atas jantung, dan bagian basis berada setinggi atau sedikit di

bawah jantung. Akibatnya, terdapat gradien perbedaan tekanan yang cukup jelas dalam arteri

pulmonalis mulai dari bagian atas sampai bawah paru serta peningkatan linier aliran darah

pulmonal mulai dari apeks sampai basis paru. Tekanan di dalam kapiler pada bagian puncak paru

mendekati tekanan atmosfer dalam alveoli. Pada keadaan normal,  tekanan di dalam arteri

pulmonalis cukup besar untuk mempertahankan perfusi, namun apabila tekanan ini menurun atau

tekanan di dalam alveolus meningkat, sejumlah kapiler kolaps. Pada keadaan ini, tidak terdapat

pertukaran gas pada alveolus yang kolaps sehingga menjadi bagian dari ruang rugi fisiologi.

Pada bagian tengah paru, tekanan di dalam arteri dan kapiler pulmonal lebih besar daripada

tekanan alveolus, namun tekanan di dalam venula dapat lebih rendah dibandingkan tekanan

alveolus selama ekspirasi normal, sehingga pembuluh venula dapat kolaps. Pada keadaan ini,

aliran darah lebih ditentukan oleh perbedaan tekanan antara arteri pulmonalis-alveolus dan bukan

oleh selisih tekanan arteri-vena pulmonalis. Setelah melampaui daerah penyempitan, darah

“jatuh” ke dalam pembuluh vena paru yang sangat komplian dan dapat menampung berapapun

banyaknya darah yang dapat melewati daerah pembuluh vena yang sempit. Peristiwa ini disebut

efek air terjun, tapi istilah tersebut kurang tepat karena pada puncak air terjun yang sebenarnya

tidak terdapat hambatan.

Pada bagian bawah paru, tekanan alveolus lebih rendah dibandingkan tekanan di dalam seluruh

bagian sirkulasi pulmonal dan aliran darah ditentukan oleh perbedaan tekanan arteri-vena.

Rasio Ventilasi/Perfusi

Pada keadaan istirahat, rasio antara ventilasi dengan aliran darah pulmonal untuk seluruh

paru adalah sekitar 0,8 (4,2 L/menit ventilasi dibagi dengan 5,5 L/menit aliran darah). Namun,

akibat adanya pengaruh gravitasi, didapatkan perbedaan rasio ventilasi/perfusi yang cukup jelas

Created by: FisherMonaco

pada berbagai bagian paru normal, dan perubahan lokal rasio ventilasi/perfusi lazim dijumpai

pada berbagai penyakit. Apabila didapatkan penurunan ventilasi alveolus relatif terhadap

perfusinya, PO2 dalam alveolus menurun akibat berkurangnya pengiriman O2 ke alveolus dan PCO2

alveolus meningkat karena menurunnya pengeluaran pengeluaran CO2. sebaliknya, apabila terjadi

penurunan perfusi relatif terhadap ventilasi, PCO2 berkurang karena lebih sedikit O2 yang

memasuki aliran darah.

Seperti telah diuraikan sebelumnya, pada posisi tegak, terjadi penurunan linier baik pada

ventilasi maupun perfusi, mulai dari basis sampai apeks paru. Tetapi, rasio ventilasi/perfusi

tinggi di bagian atas paru. Dikatakan bahwa rasio ventilasi/perfusi yang tinggi di bagian apeks

berperan pada terjadinya predileksi tuberkulosis di bagian apeks, karena PO2 alveolus yang relatif

tinggi merupakan lingkungan yang menyokong pertumbuhan bakteri tuberkulosis.Apabila

ventilasi dan perfusi yang tidak merata dalam  paru mencakup daerah yang luas, dapat terjadi

penurunan PO2 di dalam pembuluh arteri sistemik dan retensi PCO2. (Ganong FW, 1998).

Reservoar Paru

Akibat daya mengembangnya yang besar, vena-vena pulmonalis merupakan reservoar darah

yang penting. Apabila seorang indivisu normal berbaring, volume darah pulmonal meningkat

sampai 400 mL, dan apabila individu tersebut berdiri, sejumlah darah tersebut dikeluarkan ke

dalam sirkulasi umum. Pergeseran ini merupakan penyebab terdapatnya penurunan kapasitas

vital pada posisi berbaring dan bertanggung jawab akan terjadinya ortopne pada gagal jantung.

Pengaturan Aliran Darah Pulmonal

Vasokonstriksi pembuluh arterior paru ditimbulkan oleh norepinefrin, epinefrin, angiotensin II,

tromboksan dan PGF2; sedangkan fasodilatasi ditimbulkan oleh isoproterenol, asetilkolin dan

PGL2. Konstriksi venula pulmonal disebabkan oleh serotonin, histamin, dan endotoksin

Escherichia coli. Pembuluh darah paru dipersarafi secara luas oleh serat saraf vasokonstriktor

simpatis akan menurunkan aliran darah pulmonal sampai 30%.

Walaupun dipersarafi secara luas dan reaktifitas pembuluh darahnya tinggi, tampaknya

pengaturan aliran darah pulmonal keseluruhan umumnya terjadi secara pasif, dan penyesuaian

Created by: FisherMonaco

lokal perfusi terhadap ventilasi ditentukan oleh efek lokal O2 atau kekurangannya. Pada waktu

olahraga, terjadi peningkatan curah jantung diikuti peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang

sebanding, dengan sedikit atau tanpa vasodilatasi. Jumlah sel darah merah yang mengalir melalui

paru akan meningkat tanpa penurunan saturasi O2 hemoglobin yang dikandungnya, sehingga

jumlah O2 total yang diangkut ke dalam sirkulasi sistemik akan meningkat. Pembuluh kapiler

akan berdilatasi, dan kapiler yang sebelumnya kurang mendapat perfusi akan “dikerahkan” untuk

membawa darah. Efek akhirnya adalah peningkatan aliran darah pulmonal nyata dengan relatif

sedikit perubahan pada rangsang otosom menuju pembuluh darah pulmonal.

Perubahan lokal aliran darah pulmonal sebagian besar disebabkan oleh perubahan setempat

kandungan O2 dalam jaringan . 133Xe dapat digunakan untuk mengamati aliran darah dengan cara

menyuntikkan larutan gas tersebut dalam larutan saline secara intravena sambil memantau

daerah dada. Gas ini dengan cepat memasuki alveoli yang mempunyai perfusi normal, tetapi

gagal untuk menempati alveoli yang tidak memperoleh perfusi. Cara lain untuk menentukan

lokasi daerah dengan perfusi yang kurang adalah melalui penyuntikan makroagregat albumin

yang ditandai dengan yodium radioaktif . agregat tersebut berukuran cukup besar untuk

menyumbat kapiler serta arteriola kecil, dan penyumbatan hanya terjadi pada pembuluh yang

darahnya mengalir saat mencapai paru-paru. Walaupun tampaknya kontradiktif untuk meneliti

pasien yang menderita kelainan aliran darah paru dengan cara menimbulkan sumbatan pembuluh

darah, cara ini cukup aman karena relatif sedikit partikel yang disuntikkan. Partikel ini hanya

menyumbat sebagian kecil pembuluh darah pulmonal dan dengan cepat dikeluarkan dari tubuh.

Penyumbatan salah satu bronkus atau bronkiolus akan menimbulkan hipoksia pada alveolus di

belakang sumbatan, akibat kurang memperoleh ventialasi. Defisiensi O2 tampaknya langsung

mempengaruhi otot polos pembulud darah di daerah sekitarnya, menimbulkan vasokonstriksi,

memintas aliran darah menjauhi daerah hipoksia. Penimbunan CO2 menyebabkan penurunan pH

pada daerah tersebut, dan penurunan pH juga nengakibatkan vasokonstriksi pembuluh paru, yang

berlawanan dengan efeknya pada jaringan lain, yaitu vasodilatasi. Sebaliknya, penurunan aliran

darah ke suatu bagian paru akan menimbulkan konstriksi bronkus yang memasoknya dan

mengalihkan ventilasi dari daerah yang perfusinya terganggu.

Created by: FisherMonaco

Hipoksia sistemik juga menimbulkan konstriksi arteriola paru, yang mengakibatkan peningkatan

tekanan dalam arteri pulmonalis(Ganong FW, 1998).

Pertukaran Gas Pernapasan  

Gas pernapasan mengalami pertukaran di alveoli dan kapiler jaringan tubuh. Oksigen ditransfer

dari paru-paru ke darah dan karbon dioksida ditransfer dari darah ke alveoli untuk dikeluarkan

sebagai produk sampah. Pada tingkat jaringan, oksigen ditrasfer dari darah ke jaringan, dan

karbon dioksida ditrasfer dari jaringan ke darah untuk kembali ke alveoli dan dikeluarkan.

Transfer ini bergantung pada proses difusi(Potter And Perry,1999).

Difusi

Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke

daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler

alvcolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membran.

Peningkatan ketebalan membran merintangi proses difusi karena hal tersebut membuat gas

memerlukan waktu lebih lama untuk melewati membran tersebut. Klien yang mengalami edema

pulmonar, infiltrasi pulmonar, atau efusi pulmonar memiliki ketebalan membran alveolar-kapiler

yang meningkat akan mengakibatkan proses difusi yang lambat, pertukaran gas pernapasan yang

lambat dan mengganggu proses pengiriman oksigen ke jaringan.

Daerah permukaan membran dapat mengalami perubahan sebagai akibat suatu penyakit kronik

(mis. emfisema), penyakit akut (mis. pneumothoraks), atau proses pembedahan (mis. lobektomi).

Apabila alveoli yang berfungsi lebih sedikit, maka daerah permukaan menjadi berkurang(Potter

And Perry,1999).

Transportasi Oksigen

Sistem transformasi oksigen terdiri dari sistem paru dan sistem kardi. Proses penghantaran ini

bergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru (ventilasi), aliran darah ke paru-paru

dan jaringan (perfusi), kecepatan difusi, dan kapasitas membawa oksigen. Kapasitas darah untuk

Created by: FisherMonaco

membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah

hemoglobin, dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan dengan oksigen (Ahrens, 1990).

Jumlah oksigen yang larut dalam plasma relatif kecil, yakni hanya sekitar 3%. Sebagian besar

oksigen ditrasportasi oleh hemoglobin yang berfungsi sebagai pembawa oksigen dan karbon

dioksida. Molekul hemoglobin bercampur dengan oksigen untuk membentuk oksihemoglobin.

Pembentukan oksihemoglobin dengan mudah berbalik (reversibel), sehingga memungkinkan

hemoglobin dan oksigen berpisah, membuat oksigen menjadi bebas(Potter And Perry,1999).

Transportasi Karbon Dioksida

Karbon dioksidaberdifusi ke dalam sel-sel darah merah dan dengan cepat dihidrasi menjadi asam

karbonat (H2CO3) akibat adanya anhidrasikabonat. Asam karbonat kemudian berpisah menjadi

ion hidrogen (H*) dan ion bikarbonat (HCO3¯). Ion hidrogen dibufer oleh hemoglobin dan HCO3

¯

berdifusi ke dalam plasma (lihat Bab 45). Selain itu beberapa karbon dioksida yang ada dalam

sel darah merah bereaksi dengan kelompok asam amino, membentuk senyawa karbamino.

Reaksi ini dapat terjadi dengan cepat tanpa adanya enzim. Hemoglobin yang berkurang

(deoksihemoglobin) dapat bersenyawa dengan karbon dioksida dengan lebih mudah daripada

oksihemoglobin. Dengan demikian, darah vena menstransportasi sebagian besar karbon

dioksida(Potter And Perry,1999).

 

Penyesuaian Pernapasan Pada Keadaan Sehat Dan Sakit

Penyesuaian pernapasan terhadap latihan fisik, hipoksia, termasuk yang terjadi pada ketinggian,

hiperkapnia, serta penyakit pernapasan. Seperti halnya kompensasi penyesuaian sistem

kardiovaskuler terhadap perubahan lingkungan dan penyakit menggambarkan aksi integrasi

mekanisme pengaturan kardiovaskuler, penyesuaian pernapasan ini menyoroti aksi mekanisme

pengaturan pernapasan(Ganong FW, 1998).

Pengaruh Latihan Fisik

Untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan aktif serta pengeluaran CO2 dan panas selama

melakukan latihan fisik, diperlukan kerja terpadu berbagai mekanisme kardiovaskular dan

pernapasan. Perubahan sirkulasi akan meningkatkan aliran darah ke otot, sementara sirkulasi

Created by: FisherMonaco

yang adekuat pada bagian tubuh yang lain harus dipertahankan. Selain itu, dan ventilasi juga

ditingkatkan sehingga sejumlah tambahan O2 dari darah pada otot yang bekerja akan meningkat,

dan ventilasi juga ditingkatkan sehingga sejumlah tambahan O2 dapat disediakan, dan sebagian

panas serta kelebihan CO2 dapat disediakan, dan sebagian panas serta CO2 dikeluarkan.

Perubahan Pada Ventilasi

Selama latihan fisik, jumlah O2 yang memasuki aliran darah di paru-paru meningkat, karena

adanya kenaikan jumlah O2 yang ditambahkan pada tiap satuan darah serta bertambahnya aliran

darah pulmonal per menit. Po2 darah yang mengalir ke dalam kapiler pulmonal akan menurun 40

menjadi 25 mm Hg atau kurang, sehingga perbedaan Po2 alveol-kapiker meningkat dan lebih

banyak O2 akan masuk ke dalam darah. Aliran darah per menit meningkat dari 5,5 L/menit

menjadi 20-35 L/menit. Dengan demikian jumlah O2 total yang memasuki darah juga bertambah,

dari 250 mL/menit saat istirahat mencapai 4000 mL/menit. Jumlah CO2 yang dikeluarkan dari

tiap satuan darah meningkat, dan ekskresi CO2 meningkat dari 200 mL/menit mencapai 8000

mL/menit. Peningkatan ambilan O3 sebanding dengan beban kerja yang dilakukan,sampai

dicapai batas maksimum. Di atas batas maksimum, konsumsi O2 mendatar dan kadar asam laktat

darah terus meningkat. Laktat berasal dari otot, saat resintensis aerobik cadangan energi tidak

dapat mencukupo penggunaannya dan terjadilah hutang oksigen.

Pada saat dimulainya latihan fisik, terjadi peningkatan ventilasi mendadak, dan setelah suatu

periode istirahat singkat, diikuti oleh peningkatan yang bertahap. Pada latihan fisik sedang,

kenaikan ventilasi terutama berupa peningkatan frekuensi pernapasan apabila latihan fisik

diperberat. Pada saat penghentian latihan fisik terjadi penurunan ventilasi mendadak, yang

setelah jeda singkat diikuti dengan penurunan bertahap mencapai nilai sebelum latihan.

Peningkatan mendadak pada awal latihan fisik kemungkinan disebabkan oleh rangsang psikis

serta k\implus aferen dari propriseptor di otot, tendo, dan persendian. Peningkatan yang bertahap

kemungkinan disebabkan oleh faktor humoral, walaupun selama latihan fisi sedang, pH, Pco2

dan Po2 darah arteri tidak berubah. Peningkatan ventilasi sebanding dengan peningkatan

konsumsi O2, tetapi mekanisme yang mendasari perangsangan pernapasan masih menjadi

perdebatan. Kemungkinan adanya peningkatan suhu tubuh juga memainkan peranan. Latihan

fisik meningkatkan kadar K+ plasma, dan peningkatan ini dapat merangsang kemoreseptor

Created by: FisherMonaco

perifer. Sebagai tambahan, mungkin pula kepekaan pusat pernapasan terhadap CO2 meningkat

atau fluktuasi Pco2 darah arteri oleh gerak pernapasan bertambah, sehingga meskipun Pco2 darah

arteri rata-rata tidak meningkat, CO2 lah yang berperan dalam meningkatkan ventilasi. O2

tampaknya juga berperan, meskipun tidak terdapat penurunan Po2 darah arteri. Saat melakukan

suatu beban kerja tertentu sambil bernapas dengan O2 100%, peningkatan ventilasi yang terjadi

lebih rendah 10-20% dibandingkan dengan peningkatan pernapasan saat bernapas dengan udara

biasa. Dengan demikian, tampaknya kombinasi berbagai faktor berperan dalam terjadinya

peningkatan ventilasi saat latihan fisik sedang.

Apabila latihan fisik diperberat, pembuferan jumlah asam laktat yang semakin banyak terbentuk

menghasilkan lebih banyak CO2, dan hal ini menyebabkan vetilasi semakin meningkat. Respons

terhadap peningkatkan latihan fisik bertahap. Dengan bertambahnya pembentukan asam laktat,

peningkatan ventilasi dan pembentukan CO2 tetap berimbang, sehingga CO2 alveol dan darah

arteri hampir tidak berubah (pembuferan isokapnik). Oleh adanya hiperventilasi, Po2 alveol

meningkat. Dengan bertambahnya akumulasi asam laktat, peningkatan ventilasi melampaui

pembentukan CO2, sehingga Pco2 alveol dan Pco2 darah arteri berkurang. Penurunan Pco2 darah

arteri merupakan kompensasi pernapasan pada asidosis metabolik yang ditimbulkan oleh

kelebihan asam laktat. Peningkatan ventilasi tambahan akibat asidosis bergantung pada badan

karotis dan hal ini tidak terjadi apabila badan karotis disingkirkan.

Frekuensi pernapasan setelah latihan fisik dihentikan tidak mencapai nilai basal sebelum hutang

O2 dibayar. Keadaan ini dapat berlangsung hingga 90 menit. Rangsang yang biasanya normal

atau tinggi, melainkan melalui konsentrasi H+ yang meningkat akibat asidemia laktat. Besar

hutang O2 diatas konsumsi basal mulai dari saat penghentian latihan fisik sampai kembalinya

tingkan konsumsi O2 ke nila sebelum latihan. Selama pembayaran hutang O2, terdapat

peningkatan O2 sedikit di dalam mioglobin otot. ATP dan kreatinfoosforil disintesis kembali, dan

asam laktat disingkirkan. Sekitar 80% asam laktat diubah menjadi glikogen dan 20% sisanya

dimetabolisis menjadi CO2 dan H2O.

Created by: FisherMonaco

Tambahan CO2 yang dihasilkan oleh pembuferan asam laktat selama latihan fisik berat,

menyebabkan nilai R meningkat mencapai 1,5-2,0. Setelah penghentian latihan, selama hutang

O2 dibayar, nilai R turun menjadi 0,5 atau lebih rendah.  

Perubahan dalam Jaringan

Ambilan O2 maksimum selama latihan fisik dibatasi oleh kecepatan maksimum pengangkutan O2

menuju mitokondria otot yang bekerja. Namun pada keadaan normal, keterbatasan ini bukanlah

disebabkan oleh kekurangan ambilan O2 di paru, dan hemoglobin dalam darah arteri tetap

tersaturasi penuh meskipun melakukan latihan fisik berat.

Selama latihan fisik, penggunaan O2 oleh otot yang bekerja bertambah, sehingga Po2 dari darah

ke jaringan bertambah, sehingga Po2 darah dari otot yang aktif turun hampir mendekati nol.

Difusi O2 dari darah ke jaringan bertambah, sehingga Po2 darah pada otot berkurang, dan

pelepasan O2 dari hemoglobin meningkat. Adanya dilatasi jalinan kapiler serta bertambahnya

kapiler yang terbuka, menyebabkan jarak rata-rata antara darah dengan sel jaringan sangat

menurun; hal ini memudahkan pergerakan O2 dari darah menuju sel. Pada kisaran Po2 di bawah

60 mm Hg, kurva disosiasi hemoglobin-oksigen berada pada bagian curam, sehingga pada tiap

penurunan 1 mm Hg, akan disediakan relatif banyak O2. Sejumlah O2 akan ditambahkan pula,

karena adanya penumpukan CO2 dan peningkatan suhu di jaringan aktif-serta mungkin pula

terdapat peningkatan 2,3-DPG didalam sel darah merah-kurva disosoasi bergeser ke kanan.

Sebagaimana hasil akhir didapatkan peningkatan ekstraksi O2 3 kali dari tiap satuan darah.

Peningkatan ini disertai pula dengan 30 kali atau lebih peningkatan aliran darah, sehingga selama

melakukan latihan fisik, dimungkinkan terjadi pertambahan laju metabolisme dalam otot

mencapai 100 kali.

Kelelahan

Kelelahan merupakan suatu fenomena yang kurang dipahami, yang pada keadaan normal terjadi

sebagai akibat latihan fisik intensif atau beban mental. Selain itu, kelelahan merupakan gejala

pada berbagai penyakit yang berbeda. Asidosis dan beberapa faktor lain yang timbul selama

latihan fisik, ikut berperan dalam terjadinya kelelahan. Keras atau “berat” suatu latihan fisik

yang dirasakan (subyektif) berkaitan dengan kecepatan konsumsi O2 dan bukan beban kerja

Created by: FisherMonaco

aktual (kg m/menit) yang dijalankan. Dikatakan bahwa serangkaian impuls berturutan pada serat

aferen dari propriseptor di otot akan menimbulkan rasa “lelah”. Pengaruh asidosis oada otak

mungkin pula menyokong timbulnya rasa lelah. Pada individu normal, latihan fisik

berkepanjangan menimbulkan hipoglikemia, tetapi usaha mencegah terjadinya hipoglikemia

tidak mempengaruhi ketahanan seseorang seseorang atau menunda saat timbulnya kelelahan.

Dipihak lain, pada manusia didapatkan hubungan anyara kelelahan dengan habisnya persediaan

glikogen otot, sebagaimana ditetapkan melalui biopsi otot. Kontraksi otot yang terus-menerus

menimbulkan nyeri, karena otot menjadi iskemik dan terjadi akumulasi suatu substansi yang

merangsang ujung saraf (“faktor P”). Namun, pada kontraksi intermiten tidak timbul rasa nyeri,

karena faktor P diangkat oleh darah. Kekakuan otot sebagian dapat disebabkan oleh akumulasi

cairan intertisial di dalam otot selama melakukan kerja berat.

Hipoksia

Hipoksia adalah kekurangan O2, di tingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat dibandingkan anoksia,

sebab jarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan. Secara

tradisional, hipoksia dibagi 4 jenis.Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut : (1)

hipoksia hipoksik (anoksia anoksik), yaitu apabila Po2 darah arteri berkurang; (2) hipoksia

anemik, yaitu bila Po2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia untuk

mengangkut O2 berkurang; (3) hipoksia stagna atau iskemik, bila aliran darah menuju jaringan

sangat rendah sehingga tidak cukup O2 diantarkan ke jaringan, meskipun Po2 dan konsentrasi

hemoglobin normal; dan (4) hipoksia histoksik, bila jumlah O2 yang diantarkan ke jaringan

memadai, namun oleh karena kerja suatu agen toksik.

Pengaruh Hipoksia

 Pengaruh hipoksia stagnan bergantung pada jaringan yang terkena. Pada hipoksia hipoksik dan

bentuk hipoksia umum lainnya, otaklah yang pertama kali dipengaruhi, penurunan mendadak Po2

udara inspirasi sampai lebih rendah dari 20 mm Hg, misalnya saat kehilangan tekanan mendadak

di dalam ruangan pesawat terbang pada ketinggian di atas 16.000 m, menyebabkan hilangnya

kesadaran dalam waktu sekitar 20 detik. Disusul dengan kematian dalam waktu 4-5 menit.

Hipoksia yang tidak terlalu berat menimbulkan bebagai penyimpangan mental yang tidak

berbeda dengan kelainan akibat alkohol: gangguan dalam mengambil keputusan, mengantuk,

Created by: FisherMonaco

berkurangnya kepekaan terhadap nyeri, rasa gembira, disorientasi, hilangnya orientasi waktu dan

sakit kepala. Gejala lain mencakup anoreksia, mual, muntah, takikardia dan pada hipoksia berat

didapatkan hipertensi. Kecepatan ventilasi meningkat setara dnegan beratnya hipoksia pada sel

kemoreptor karotis(Ganong FW, 1998).

Sianosis

Hemoglobin reduksi mempunyai warna gelap, dan bila konsentrasi hemoglobin reduksi di dalam

darah kapiler lebih besar dari 5 g/dL. Tampak warna biru-kehitaman pada jaringan, yang disebut

sianosis. Sianosis palingm udah dilihat pada kuku dan membran mukosa serta pada cuping

telinga, bibir dan jari-jari, yaitu pada bagian berkulit tipis. Terlihatnya sianosis bergatung pada

jumlah total hemaglobin dalam darah, derajat hemoglobin yang tidak tersaturasi serta keadaan

sirkulasi kapiler.

Seseorang mungkin berpikir bahwa sianosis terlihat lebih jelas bila pembuluh kulit berdialatasi.

Namun, bila terdapat konstriksi arteriol dan vena kulit, aliran darah melalui kapiler sangat lambat

dan lebih banyak O2 diambil dari hemoglobin. Inilah sebabnya pada individu normal timbul

sianosi pada bagian tubuh yang terpapar suhu cukup dingin. Pada cuaca yang sangat dingin tidak

timbul sianosis, karena penurunan suhu kulit menghambat disosiasi oksihemoglobin dan

konsumsi O2 menurun pada jaringan yang dingin. Sianosis juga tidak tampak pada hipoksia

anemik dengan kandungan hemoglobin total yang rendah; pada keracunan karbon monoksida,

karena warna hemoglobin reduksi tertutup oleh warna merah-cerah dari karbon

monoksihemoglobin; atau pada hipoksia histotoksik, karena kandungan gas dalam darah normal.

Perubahan warna kulit dan membran mukosa yang serupa dengan sianosis(Ganong, 1998).

Created by: FisherMonaco